Anda di halaman 1dari 136

PENGARUH LIFE SATISFACTION DAN SOCIAL

SUPPORT TERHADAP CYBERBULLYING

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:
Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
NIM: 11140700000163

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
v
ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
D) Pengaruh Life Satisfaction dan Social Support Terhadap Cyberbullying
E) xv + 84 halaman + lampiran
F) Studi tentang faktor yang mempengaruhi remaja melakukan cyberbullying
terbilang jarang. Penelitian ini bertujuan mengukur pengaruh life satisfaction
(family satisfaction, friends-satisfaction, school satisfaction, living environment
satisfaction, dan self-satisfaction) dan social support (appraisal support,
belonging support, tangible support, dan self-esteem support) terhadap
kecenderungan melakukan cyberbullying. Populasi penelitian ini adalah siswa-
siswi SMK Sirajul Falah, Parung, Kabupaten Bogor yang merupakan pengguna
handphone atau smartphone dan pengguna aktif media sosial dengan durasi
lebih dari satu jam per hari. Pengambilan sampel menggunakan teknik non-
probability sampling terhadap 255 siswa-siswi. Pengukuran variabel
mengadaptasi skala baku, yaitu Cyberbullying Offending Scale (COS) untuk
cyberbullying, Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS)
untuk life satisfaction, dan Interpersonal Social Evaluation List (ISEL) untuk
social support.
Setelah dilakukan analisis, ditemukan pengaruh yang signifikan dari life
satisfaction dan social support terhadap cyberbullying dengan R2=0.098. Dari
koefisien regresi terdapat tiga aspek yang berpengaruh secara signifikan, yaitu
living environment satisfaction, self-satisfaction, dan appraisal support. Hasil
penelitian ini jadi temuan tentang pentingnya menjaga kualitas lingkungan
sosial sebagai sumber integrasi sosial yang menentukan kecenderungan
manusia dalam berperilaku.
Kata kunci: cyberbullying, life satisfaction, social support.
G) Bahan bacaan: 156; buku: 6 + jurnal: 141 + disertasi: 2 + tesis: 2 + artikel: 5.

vi
ABSTRACT

A) Faculty of Psychology
B) Juli 2019
C) Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
D) Effect of Life Satisfaction and Social Support on Cyberbullying
E) xv + 84 pages + appendix
F) The study of adolescent factors in cyberbullying is fairly rare. This research
measures the impact of life satisfaction (family satisfaction, friends-satisfaction,
school satisfaction, living environment satisfaction, and self-satisfaction) and
social support (appraisal support, belonging support, tangible support, and self-
esteem support) towards the tendency to cyberbullying. The population was
students of SMK Sirajul Falah, Parung, Bogor who were handphone or
smartphone users and active social media users with a duration of more than
one hour per day. Sampling used non-probability sampling technique for 255
students. Variable measurements adapt the standard scale, namely
Cyberbullying Offending Scale (COS) for cyberbullying, Multidimensional
Student Life Satisfaction Scale (MSLSS) for life satisfaction, and Interpersonal
Social Evaluation List (ISEL) for social support.
Analysis result found significant effect of life satisfaction and social
support on cyberbullying with R2=0.098. From the coefficient regression there
are three aspects that significantly influence, namely living environment
satisfaction, self-satisfaction, and appraisal support. The results of this study
found out the importance of maintaining the quality of the social environment
as a source of social integration that determines human tendency to behave.
Keyword: cyberbullying, life satisfaction, social support.
H) Reference: 156; book: 6 + journal: 141 + dissertation: 2 + thesis: 2 + article: 5.

vii
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiym,

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiyn peneliti telah menyelesaikan skripsi berjudul


“Pengaruh Life Satisfaction dan Social Support Terhadap Cyberbullying”.
Terwujudnya penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh
karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Zahratun Nihayah, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajarannya.
2. Ibu Nia Tresniasari, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas
kesabaran, arahan, bimbingan, keluangan waktu, tenaga juga pikirannya. Ilmu
dan pengalaman yang diberikan akan terus bermanfaat bagi peneliti.
3. Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih
atas bimbingannya sejak awal perkuliahan, begitu juga semangat dan motivasi
yang diberikan untuk menyelesaikan perkuliahan dengan baik.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Apa yang
telah diajarkan kepada peneliti merupakan jasa-jasa yang sangat besar.
5. Kepala SMK Sirajul Falah dan para stafnya yang telah memberikan kesempatan
seluas-luasnya selama proses pengumpulan data penelitian ini.
6. Adik-adik siswa-siswi SMK Sirajul Falah yang telah berpartisipasi sebagai
sampel. Terima kasih atas kesediaan waktu dan pikirannya untuk
menyumbangkan informasi penting untuk data penelitian ini.
7. Ibunda, insan tersayang. Kekasih yang dalam diam rutin mengirim do’a. Tak
cukup panjang ucapan ini, karena semakin panjang akan terasa semakin tak
terbalaskan semua ketulusan, pengorbanan, kesabaran dan kekuatannya.
8. Abang dan kakak-kakak peneliti: Abang Muhammad Nuh Nasution, S.H,
Kakak Siti Aisyah Nasution, S.Pd.I, Abang Muhammad Syarif Nasution, S.H.I,
Abang Muhammad Pauzi Nasution, Kakak Zainab Nasution, Abang Ahmad
Harmein Nasution. Terima kasih telah menjadi kekuatan penting bagi peneliti.

viii
9. Guru-guru peneliti di SDN 142614 Sirambas, terima kasih tak terhingga atas
jasa-jasa kepahlawanannya. Terima kasih kontribusi besarnya hingga sampai di
tahap ini dan tahap-tahap berikutnya.
10. Guru-guru peneliti di Pondok Pesantren Musthafawiyah, Purba Baru. Seluruh
ilmu keislaman yang diajarkan semoga bisa disempurnakan dengan keilmuan
psikologi ini, sehingga memberi manfaat bagi setiap orang dan bagi peneliti di
dunia dan akhirat.
11. Seluruh keluarga Nasution dan Nasution Mangintir di seluruh dunia. Terima
kasih telah menjadi kebanggaan dan kekuatan dalam segala urusan peneliti.

Pihak-pihak yang tak disebutkan satu-persatu, terima kasih telah menjadi


kekuatan dalam seluruh aspek kehidupan peneliti. Karya sederhana ini menjadi
pencapaian bersama.

Jakarta, 16 Juli 2019

Peneliti

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
SEPATAH KATA PERSEMBAHAN ..................................................................v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 8
1.2.1 Pembatasan Masalah ............................................................... 8
1.2.2 Perumusan Masalah .................................................................. 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ............................................................ 9
1.3.1 Tujuan Penelitian ...................................................................... 9
1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................................. 10
1.4 Sistematika Penelitian ....................................................................... 11

BAB 2 LANDASAN TEORI


2.1 Cyberbullying .................................................................................... 12
2.1.1 Definisi Cyberbullying .......................................................... 12
2.1.2 Bentuk Aktivitas Cyberbullying ............................................ 14
2.1.3 Pengukuran Cyberbullying ....................................................... 16
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cyberbullying ................ 17
2.2 Life Satisfaction ................................................................................. 18
2.2.1 Definisi Life Satisfaction ....................................................... 18

x
2.2.2 Aspek-aspek Life Satisfaction ............................................... 20
2.2.3 Pengukuran Life Satisfaction .................................................. 22
2.3 Social Support ................................................................................... 23
2.3.1 Definisi Social Support ......................................................... 23
2.3.2 Aspek-aspek Social Support ................................................... 25
2.3.3 Pengukuran Social Support ................................................... 27
2.4 Kerangka Berpikir ............................................................................. 27
2.5 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ........................ 39
3.2 Variabel Penelitian ............................................................................ 39
3.3 Definisi Operasional Variabel ........................................................... 39
3.4 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................41
3.4.1 Instrumen Cyberbullying ....................................................... 42
3.4.2 Instrumen Life Satisfaction .................................................... 42
3.4.3 Instrumen Social Support ...................................................... 43
3.5 Teknik Uji Validitas Konstruk ...........................................................44
3.5.1 Uji Validitas Konstruk Cyberbullying .....................................46
3.5.2 Uji Validitas Konstruk Life Satisfaction .................................47
3.5.3 Uji Validitas Konstruk Social Support ....................................52
3.6 Teknik Analisis Data ...........................................................................56
3.7 Prosedur Penelitian ..............................................................................58

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1 Gambaran Subjek Penelitian ...............................................................60
4.2 Hasil Analisis Deskriptif .....................................................................60
4.3 Kategorisasi Skor Variabel..................................................................62
4.4 Hasil Uji Hipotesis ..............................................................................64
4.4.1 Hasil Analisis Regresi Variabel ..............................................64
4.4.2 Analisis Proporsi Varian Independent Variable ......................69

xi
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..........................................................................................72
5.2 Diskusi.................................................................................................73
5.3 Saran ....................................................................................................81
5.3.1 Saran Teoritis ..........................................................................81
5.3.2 Saran Praktis ............................................................................82

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Penilaian Skala Likert ..........................................................................42


Tabel 3.2 Blueprint Cyberbullying Offending Scale (COS) ............................... 42
Tabel 3.3 Blueprint Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS) ...
.............................................................................................................43
Tabel 3.4 Blueprint Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) .................. 44
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Cyberbullying ......................................................47
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Family Satisfaction .............................................48
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Friends-Satisfaction ............................................49
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item School Satisfaction ..............................................50
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Living Environment Satisfaction .........................51
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Self-Satisfaction ..................................................52
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Appraisal Support ...............................................53
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Belonging Support...............................................54
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Tangible Support .................................................55
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Self-Esteem Support ............................................56
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ................................................................60
Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Bentuk Cyberbullying .................................61
Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Masing-masing Variabel .............................62
Tabel 4.4 Norma Kategorisasi Skor Variabel ......................................................63
Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Variabel ..................................................................63
Tabel 4.6 R-Square...............................................................................................65
Tabel 4.7 ANOVA ...............................................................................................65
Tabel 4.8 Koefisien Regresi .................................................................................66
Tabel 4.9 Proporsi Varian Independent Variable ................................................70

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .................................................................... 36

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Link Google Form Pilot Study


Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dan Surat Keterangan telah Melakukan
Penelitian
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Syntax dan Path Diagram
Lampiran 5. Model Summary Analisis Regresi

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Beberapa tahun terakhir komunikasi berbasis elektronik, komputer, dan situs

berbagi informasi telah menjadi bagian penting kehidupan masyarakat (Carter,

2013). Detikinet memuat hasil penelitian We Are Social dan Hootsuite yang dirilis

Januari 2018 menunjukkan bahwa total populasi warga Indonesia mencapai 265,4

juta jiwa, sedangkan jumlah pengguna internetnya adalah setengah dari populasi

tersebut, yakni 132,7 juta. Dari total pengguna internet tersebut, sebanyak 130 juta

diantaranya merupakan pengguna aktif media sosial (Haryanto, 2018). Angka

tersebut menunjukkan adanya kebutuhan yang tinggi terhadap kemajuan digital

yang ada saat ini. Data tersebut juga menggambarkan bahwa hampir separuh

masyarakat Indonesia memiliki kehidupan kedua setelah dunia nyata, yaitu

kehidupan dunia maya.

Kemajuan ini tentu memberi kemudahan dalam kehidupan sehari-hari

(Wright, 2018), contohnya sebagai pusat informasi, mengeratkan hubungan dengan

orang lain, pendukung produktivitas dalam banyak hal (Robinson, 2013), keperluan

bisnis, pendidikan, politik, komunikasi, bahkan sarana berekspresi. Khusus

pengguna remaja, kemajuan internet salah satunya dipandang sebagai sarana efektif

untuk meningkatkan konektivitas dan komunikasi dengan orang lain, serta

menyediakan akses informasi berharga lainnya (Borzekowski et al, 2001; Ybarra,

2004).

Seiring laju kemajuan itu juga, perilaku lama pun berpotensi berkembang

dalam bentuk-bentuk yang lebih modern (Campbell, 2005; Grigg, 2010). Bagi

1
2

kalangan remaja, kemajuan teknologi tersebut dipandang rentan berdampak buruk

(Lapidot-Lefler & Dolev-Cohen, 2014), termasuk di antaranya cyberbullying

(Carter, 2013). Cyberbullying merupakan bullying tradisional yang dialihkan ke

platform teknologi (Langos, 2012), atau bentuk modern dari bullying tradisional

(Slonje & Smith, 2008, Smith et al., 2008; Wright, 2018), yang bertujuan

mempermalukan, merendahkan, melecehkan, mengintimidasi, maupun

mengancam orang lain (Chadwick, 2014).

Meski konsepnya hampir sama dengan bullying tradisional, namun dampak

cyberbullying dianggap lebih parah dikarenakan bersifat online. Sebab, jika sebuah

konten sudah di-posting, maka cukup sulit menghentikan atau menghapusnya,

sehingga cyberbullying pun terus berlanjut (Wolak et al., 2007; Dooley et al., 2009).

Patchin dan Hinduja (2015) mendefinisikan cyberbullying sebagai tindakan yang

disengaja dan berulang kali untuk menyakiti menggunakan perangkat elektronik

dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan.

Cyberbullying telah lama menjadi perhatian dunia (Hemphill et al., 2015;

Tian et al., 2018). Di tanah air, UNICEF pernah bekerja sama dengan Kementerian

Komunikasi dan Informatika untuk melakukan penelitian dalam rentang tahun 2011

hingga 2013 yang kemudian hasilnya dirilis Februari 2014. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa kasus cyberbullying telah terjadi sebanyak 52 kali

(Rifauddin, 2016).

Masih bicara angka peristiwa, situs TribunJogja.com memuat data Komisi

Perlindungan Anak (KPAI) yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2016 ada

total 3.580 laporan kasus pelanggaran terhadap hak-hak anak. Dari keseluruhan
3

laporan tersebut, terdapat 14% atau sekitar 501 pelanggaran yang merupakan kasus

cyberbullying (Oda, 2017).

Berikutnya adalah temuan angka pelaku cyberbullying. Studi yang

dilakukan oleh Cyberbullying Research Center di Amerika tahun 2016 dengan

5.707 sampel berusia 12 sampai 17 tahun melaporkan bahwa sekitar 684 sampel

mengaku pernah melakukan cyberbullying. Sekitar 405 sampel mengaku bahwa

berkomentar negatif adalah jenis cyberbullying yang paling sering dilakukan

selama 30 hari terakhir. Kemudian sekitar 456 sampel telah melakukan

cyberbullying dalam bentuk lainnya sebanyak dua kali atau lebih selama 30 hari

terakhir (Patchin & Hinduja, 2016).

Di Indonesia sendiri penelitian tentang cyberbullying sudah dilakukan

terhadap remaja baik siswa SMP, SMA maupun mahasiswa. Survey yang dilakukan

pada 150 orang mahasiswa dari beberapa fakultas di Universitas Pancasila

didapatkan hasil bahwa sebanyak 66% dari sampel mengaku pernah menjadi pelaku

cyberbullying. Kebanyakan sampel melakukannya dengan cara menyebarkan gosip

atau isu yang tidak menyenangkan bagi korban secara sengaja di media sosial

(Fatria, 2018).

Sementara di Universitas Indonesia, survey terhadap 133 mahasiswa (54

laki-laki dan 79 perempuan) ditemukan sebanyak 77% sampel mengaku pernah

terlibat dalam cyberbullying sepanjang enam bulan terakhir, baik sebagai pelaku

maupun korban. Dari 77% tersebut yang murni menjadi pelaku adalah sebesar 11%.

Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perempuan lebih sering menjadi pelaku
4

cyberbullying dibandingkan sampel laki-laki, sekitar 61.2% berbanding 38.8%

(Febrianti & Hartana, 2014).

Selanjutnya penelitian pada siswa tingkat SMP dan SMU (usia 12 sampai

19 tahun) dengan sampel 363 sampel di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Hasilnya

ditemukan bahwa 32% mengaku pernah melakukan cyberbullying, dan

3%mengatakan sering melakukannya. Motifnya beragam, 49% mengaku sekadar

iseng saja, sebanyak 36% karena rasa jengkel dan benci terhadap korban, sebanyak

7% karena ingin membalas dendam, dan sebanyak 4% karena ikut-ikutan teman.

Tidak hanya itu, beberapa anak menganggap cyberbullying sekadar hiburan, tetapi

untuk melukai orang lain (Rahayu, 2012).

Untuk mendapatkan data terkini, peneliti juga telah melakukan pilot study

pada tanggal 20 hingga 21 Januari 2019. Sampel dalam pilot study tersebut

berjumlah 95 siswa-siswi (60 laki-laki dan 35 perempuan) SMK Sirajul Falah,

Parung, Kabupaten Bogor. Data dikumpulkan menggunakan fitur Google Form

yang disebarkan kepada para siswa-siswi. Hasilnya ditemukan sebanyak 77.9%

sampel mengaku pernah melakukan cyberbullying. Berkomentar kasar atau

menyakitkan dan menyebarkan video yang menyakiti seseorang adalah bentuk

paling sering dilakukan.

Cyberbullying dipandang masalah akut dan parah (Lapidot-Lefler & Dolev-

Cohen, M., 2014), sehingga jelas memberi dampak negatif terhadap lingkungan

sosial (Horner et al., 2015; Martínez et al., 2018), baik bagi pelaku maupun korban.

Sebagian pelaku mungkin menganggapnya sekadar iseng maupun hiburan (Rahayu,

2012), namun beberapa studi menunjukkan banyaknya dampak negatif bagi pelaku
5

cyberbullying. Masalah psikologis tersebut termasuk meningkatnya masalah risiko

kesehatan mental (Beckman, 2012), menurunnya konsentrasi (Beran & Li, 2007),

frustrasi, sedih, kebingungan, perasaan bersalah, perasaan malu, distress (Topco &

Erdu-Baker, 2010), social anxiety (Juvonen & Gross, 2008; Navarro et al., 2013),

meningkatnya agresivitas, kenakalan dan penggunaan narkoba (Nixon, C.L., 2014;

Field, T., 2018), rendahnya perilaku prososial, hyperactivity, masalah emosi,

meningkatnya depresi (Campbell et al., 2013), bahkan munculnya ide bunuh diri

(Hinduja & Patchin, 2010; Bonanno & Hymel, 2013).

Tidak jauh beda dengan pelaku, dampak negatif cyberbullying terhadap

korban juga mengakibatkan masalah kesehatan mental yang cukup luas. Penelitian

terdahulu menunjukkan terjadi penurunan konsentrasi pada korban, ketidakhadiran

di sekolah, prestasi akademik yang buruk (Beran & Li, 2007; Safaria, 2016), social

anxiety (Dempsey et al., 2009), meningkatnya rasa marah, kesedihan, frustrasi

(Patchin & Hinduja, 2006), penyalahgunaan narkoba, dan lebih parahnya memiliki

ide bunuh diri (Goebert et al., 2011; Gradinger et al., 2011; Safaria, 2016).

Dalam kajian cyberbullying, Willard (2007a) menggolongkan empat pihak

yang terlibat, yaitu: (1) bullies (put-downer bullies yaitu yang melecehkan serta

merendahkan orang lain terutama yang dianggap berbeda atau inferior dan get-

backers bullies yaitu orang yang diganggu oleh orang lain lalu menggunakan

internet untuk membalas atau melampiaskan kemarahannya); (2) victims yaitu

korban; (3) harmful bystanders yaitu orang yang menyaksikan sekaligus

mendukung pelaku atau hanya menonton dan tidak membantu korban; dan (4)

helpful bystanders yaitu orang yang berusaha menghentikan, memprotes, memberi


6

dukungan kepada korban, atau memberi tahu orang dewasa untuk minta

pertolongan. Sementara Patchin dan Hinduja (2015) berfokus pada dua pihak yang

terlibat, yakni cyberbullying offending yaitu pelaku dan cyberbullying victimization

yaitu korban. Adapun penelitian ini sendiri hanya berfokus pada pelaku saja

(cyberbullying offending).

Para remaja melakukan cyberbullying dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Adapun faktor internal salah

satunya adalah life satisfaction. Hasil beberapa penelitian terdahulu menunjukkan

adanya hubungan negatif antara life satisfaction dan cyberbullying (misalnya

Moore et al., 2012; Navarro et al., 2013; Buelga et al., 2015; Nick, 2016; Ramos-

Salazar, 2017, Kowalski et al., 2014). Hasil penelitian-penelitian tersebut

menggambarkan bahwa rendahnya life satisfaction berkontribusi menyebabkan

pelaku melakukan cyberbullying. Namun, hasil penelitian-penelitian tersebut

berbeda dengan temuan di penelitian lainnya (misalnya Schoeps et al., 2018;

Arriaga et al., 2017) yang menunjukkan bahwa tingginya life satisfaction

berdampak pada tingginya kemungkinan melakukan cyberbullying. Dengan begitu,

individu dengan life satisfaction tinggi juga memiliki kecenderungan terlibat

sebagai pelaku cyberbullying.

Sementara faktor eksternal yang mempengaruhi cyberbullying salah

satunya adalah social support. Hasil beberapa penelitian terdahulu (misalnya

Calvete et al., 2010; Fanti et al., 2012; Cook, 2015; Ševčíková et al., 2015; Cho &

Yoo, 2016; Nick, 2016; Heimen & Shemesh, 2017; Lianos & McGrath, 2017;

Kwak & Oh, 2017) menemukan adanya hubungan negatif antara social support dan
7

cyberbullying. Dengan begitu dipahami bahwa individu dengan tingkat social

support yang rendah, lebih berpotensi terlibat sebagai pelaku cyberbullying.

Namun, di penelitian lainnya (misalnya Akturk, 2015; Waisglass, 2017)

menemukan hasil yang berbeda bahwa tingginya cyberbullying berkaitan dengan

tingginya social support. Itu artinya, individu dengan social support yang tinggi

memiliki kecenderungan melakukan cyberbullying.

Uraian di atas menunjukkan pentingnya perhatian lebih terhadap fenomena

cyberbullying. Kajian-kajian yang dilakukan akan menjadi sumbangsih empiris

untuk program preventif maupun intervensi yang tepat. Terkait adanya kontradiksi

temuan-temuan penelitian terdahulu, maka penelitian ini bermaksud memberikan

analisa lanjutan. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi individu

melakukan cyberbullying yang diuraikan di atas yakni life satisfaction dan social

support akan dikaji kembali dalam penelitian ini dengan mengangkat judul

“Pengaruh Life Satisfaction dan Social Support terhadap Cyberbullying.”

Tidak sedikit penelitian terdahulu menggunakan landasan teori yang tidak

mampu secara spesifik mewakili fenomena cyberbullying yang terus berkembang.

Sebagai contoh, bullying tradisional jelas berbeda dengan cyberbullying berikut

segala keunikannya. Namun, banyak variasi pemaknaan terhadap cyberbullying

yang hanya menambahkan penggunaan teknologi digital sebagai pembeda dengan

bullying tradisional. Padahal ragamnya kekhasan cyberbullying tidak bisa

dijabarkan sesederhana itu. Oleh sebab itu, berbeda dengan beberapa penelitian

terdahulu, penelitian ini akan menggunakan landasan teori yang terkini, modern,

dan beradaptasi dengan perkembangan cyberbullying.


8

Selain itu, pengukuran juga merupakan bagian yang sangat penting.

Penelitian terdahulu cukup banyak yang menggunakan pengukuran yang sudah

tidak relevan dengan kondisi dan kemajuan saat ini. Sebagai contoh, masih banyak

pengukuran yang mengukur fitur teknologi digital yang hampir tak pernah dipakai

oleh remaja saat ini, misalnya email. Sementara penelitian ini sendiri akan

menggunakan pengukuran yang lebih relevan dengan perkembangan teknologi

digital yang ada saat ini. Karakteristik yang dimiliki pengukuran yang akan

digunakan dalam penelitian ini akan menganalisis lebih mendalam terkait

cyberbullying. Secara lebih spesifik landasan teori dan pengukuran tersebut akan

dipaparkan di bab berikutnya.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Prinsipnya, penelitian harus tetap berada pada jalurnya dan terarah. Maka dari itu

peneliti akan membatasi pokok pembahasan penelitian ini pada cyberbullying dan

variabel-variabel yang mempengaruhinya, yaitu life satisfaction dan social support.

Adapun penjelasan dari masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Cyberbullying

Cyberbullying adalah tindakan yang disengaja (intent) dan berulang kali

(repetition) untuk menyakiti (harm) menggunakan perangkat elektronik

dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan (imbalance of

power) (Patchin & Hinduja, 2015).


9

2. Life Satisfaction

Life satisfaction adalah evaluasi menyeluruh yang dilakukan individu

terkait seberapa puas dengan kehidupannya berdasarkan domain tertentu

termasuk diri sendiri, keluarga, teman, maupun lingkungan (Huebner,

1994).

3. Social Support

Social support adalah ketersediaan sumber daya psikologis dan materi dari

hubungan sosial yang dapat membantu individu mengatasi stress (Cohen,

2004).

1.2.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh signifikan life satisfaction dan social support

terhadap cyberbullying?

2. Apakah ada pengaruh signifikan aspek family satisfaction, friends-

satisfaction, school satisfaction, living environment satisfaction, self-

satisfaction, appraisal support, belonging support, tangible support, dan

self-esteem support terhadap cyberbullying?

3. Aspek mana sajakah yang memiliki sumbangan pengaruh paling besar

terhadap cyberbullying?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

1.3.1 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini pun bertujuan

untuk:
10

1. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh signifikan life satisfaction dan

social support terhadap cyberbullying.

2. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh signifikan aspek family

satisfaction, friends-satisfaction, school satisfaction, living environment

satisfaction, self-satisfaction, appraisal support, belonging support,

tangible support, dan self-esteem support terhadap cyberbullying.

3. Mengetahui aspek mana saja yang memiliki sumbangan pengaruh paling

besar terhadap cyberbullying.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan

manfaat praktis:

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih empiris untuk menguatkan

temuan-temuan terdahulu terkait cyberbullying dan faktor yang

mempengaruhinya, sebagai acuan dan pendukung penelitian di masa

mendatang dan secara umum diharapkan bermanfaat dalam ranah psikologi

terutama psikologi sosial, kesehatan mental dan psikologi pendidikan.

b. Manfaat Praktis

Seiring Teknologi Informasi dan Komunikasi yang terus berkembang dan

diiringi peningkatan angka kasus cyberbullying, maka diharapkan hasil

penelitian ini dapat menjadi bagian dari acuan program preventif maupun

intervensi cyberbullying, baik bagi kalangan remaja, tenaga pendidik,

keluarga, masyarakat, maupun skala nasional yaitu pemerintah.


11

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini disusun dalam bentuk berikut:

BAB 1: PENDAHULUAN

Membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB 2: LANDASAN TEORI

Terdiri dari landasan teori cyberbullying (definisi, karakteristik, faktor-

faktor yang mempengaruhi dan pengukurannya), life satisfaction (definisi,

aspek dan pengukurannya), social support (definisi, aspek dan

pengukurannya; kerangka berpikir), dan hipotesis penelitian.

BAB 3: METODE PENILITIAN

Terdiri dari populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, variabel

penelitian, definisi operasional variabel, instrumen pengumpulan data,

teknik dan uji validitas konstruk, teknik analisis data dan prosedur

penelitian.

BAB 4: HASIL PENELITIAN

Terdiri dari gambaran subjek penelitian, analisis deskriptif, kategorisasi

skor variabel, uji hipotesis, analisis regresi variabel, dan analisis proporsi

varian independent variable.

BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Bab ini membahas secara keseluruhan tentang penelitian ini, termasuk

kesimpulan, diskusi, dan saran.


BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Cyberbullying

Istilah cyberbullying mulai muncul dalam literatur akademik pada tahun 2003

dalam situs web Bill Belsey (http://www.cyberbullying.ca/) yang membahas

tentang cyberbullying di Kanada (Campbell, 2005; Li, 2007; Bauman & Bellmore,

2014). Sejak saat itu, jumlah penelitian cyberbullying dan kepedulian masyarakat

(para peneliti, praktisi pendidikan, dan orang-tua) tentang cyberbullying terus

meningkat, terutama karena banyaknya dampak negatif yang terjadi jika terlibat

dalam cyberbullying, termasuk kasus cyberbullycide (bunuh diri akibat

cyberbullying dan hal negatif lainnya di dunia digital) (Betts, 2016).

Berbeda dengan bullying tradisional, cyberbullying terjadi dalam konteks

online di mana pelaku dan korban tidak saling melihat. Akibatnya, pelaku

cyberbullying tidak dapat menyaksikan atau mendengar secara langsung bagaimana

dampak terhadap korbannya (Slonje et al., 2012). Hal tersebut merupakan bagian

dalam proses terjadinya cyberbullying. Dalam deindividuation theory dijelaskan

bahwa jika individu tidak dapat mengidentifikasi orang lain, maka kontrol dalam

internal diri cenderung rendah seperti rendahnya rasa malu maupun rasa bersalah,

sehingga hal tersebut secara tidak langsung membuka kemungkinan untuk

melakukan cyberbullying (Slonje et al., 2012).

2.1.1 Definisi Cyberbullying

Patchin & Hinduja (2015) mendefinisikan cyberbullying sebagai tindakan yang

disengaja dan berulang kali untuk menyakiti menggunakan perangkat elektronik

12
13

dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan. Smith et al. (2008)

mendefinisikan cyberbullying sebagai tindakan agresif yang disengaja oleh

kelompok atau individu menggunakan sarana elektronik dan berulang kali dalam

waktu yang lama terhadap korban yang hampir tidak sanggup membela diri.

Kemudian Willard (2007b) menjelaskan bahwa cyberbullying adalah perlakuan

kejam terhadap orang lain dengan mengirim atau mem-posting materi berbahaya

atau terlibat dalam bentuk lain agresi sosial menggunakan internet atau teknologi

digital lainnya.

Cyberbullying juga didefinisikan sebagai satu set perilaku yang dilakukan

melalui media elektronik atau digital oleh satu individu atau kelompok dengan

berulang kali mengirim pesan agresif atau permusuhan yang dimaksudkan untuk

menimbulkan bahaya atau ketidaknyamanan terhadap orang lain (Li, 2007; Patchin

& Hinduja, 2006; Smith et al., 2008; Tokunaga, 2010; Zych, I. et al., 2018). Belsey

(2008 dalam Chadwick, 2014) menjelaskan bahwa cyberbullying adalah

penggunaan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) untuk mendukung

perilaku yang dapat menyakiti atau menghina orang lain secara berulang dan

sengaja.

Kemudian Chadwick (2014) mendefinisikan cyberbullying sebagai

penggunaan teknologi untuk melecehkan, mengancam, atau mempermalukan orang

lain di dunia maya, sementara materi yang telah disebarkan tersebut sulit

dihilangkan. Dengan pemahaman yang hampir sama, cyberbullying juga diartikan

sebagai agresi yang disengaja dan berulang kali dilakukan menggunakan elektronik

terhadap seseorang yang tidak sanggup dengan mudah membela dirinya (Yang et
14

al., 2018). Konteks elektronik tersebut termasuk dalam bentuk e-mail, blog, pesan

instan, dan pesan teks (Kowalski et al., 2014; Yang et al., 2018).

Adapun definisi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendapat

Patchin & Hinduja (2015) yang mendefinisikan cyberbullying sebagai tindakan

yang disengaja dan berulang kali untuk menyakiti menggunakan perangkat

elektronik dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan.

2.1.2 Bentuk Aktivitas Cyberbullying

Ada berbagai bentuk aktivitas dalam cyberbullying, seiring perkembangan

teknologi bentuk-bentuk yang lebih modern pun akan terus muncul (Smith, 2012).

Menurut Lee et al. (2015) bentuk-bentuk aktivitas cyberbullying tersebut di

antaranya adalah sebagai berikut:

1. Verbal/Written Bullying

Yaitu tindakan agresif berupa mengirim pesan kasar, frontal, atau

mengatakan hal-hal buruk dengan menggunakan komunikasi elektronik

dengan maksud menyakiti seseorang.

2. Visual/Sexual Bullying

Yaitu tindakan agresif berupa mengirimkan atau mem-posting konten

visual/seksual yang tidak disukai oleh korban seperti foto atau video pribadi

yang berpotensi mempermalukan.

3. Social Exclusion

Yaitu tindakan agresif berupa mengucilkan seseorang dalam sebuah

aktivitas grup atau komunitas sosial berbasis online dengan maksud

menyakiti.
15

Sementara Patchin dan Hinduja (2015) memaparkan bahwa terdapat

beberapa karakteristik dalam cyberbullying, antara lain adalah:

1. Repetition (pengulangan)

Pengulangan merupakan unsur terpenting. Jadi sebuah intimidasi membuat

korban terlihat khawatir akan intimidasi berikutnya. Sebagai contoh,

tindakan agresif pelaku pertama (seperti chat, komentar, atau pun posting-

an) yang menjadi viral dikatakan cyberbullying jika ada bukti keterlibatan,

karena korban akan dirugikan setiap kali posting tersebut dilihat atau bahkan

diteruskan oleh orang lain.

2. Intent (niat atau kesengajaan)

Suatu tindakan haruslah disengaja. Dikatakan cyberbullying jika misalnya

dalam sebuah game online, pemain lama dengan sengaja menyerang,

mengganggu, melecehkan, atau meneror pemain baru karena dianggap

lemah.

3. Harm (merugikan)

Korban haruslah dirugikan termasuk dalam aspek fisik, sosial, emosional,

maupun psikologis. Sepanjang ada kerugian yang ditimbulkan maka

tindakan tersebut dikatakan cyberbullying.

4. Imbalance of Power (ketidakseimbangan kekuatan)

Dikatakan adanya ketidakseimbangan kekuatan jika dampak tindakan

pelaku lebih besar dibanding perlawanan dari korbannya. Hal tersebut bisa

bergantung pada kemahiran atau kepemilikan konten oleh pelaku seperti

informasi, gambar, atau video yang dapat jadi bahan tindakan cyberbullying.
16

Adapun penelitian sendiri ini akan menggunakan definisi yang dipaparkan

oleh Patchin dan Hinduja (2015) yang menjelaskan bahwa cyberbullying haruslah

memiliki beberapa karakteristik, di antaranya: repetition (pengulangan), Intent (niat

atau kesengajaan), Harm (merugikan), Imbalance of power (ketidakseimbangan

kekuatan).

2.1.3 Pengukuran Cyberbullying

Pengembangan alat ukur cyberbullying pada penelitian sebelumnya cukup

beragam. Calvete et al. (2010) mengembangkan skala Cyberbullying Questionnaire

(CBQ) berjumlah 27 item, masing-masing 16 item untuk cyberbullying perpetration

dan 11 item untuk cybervictimization. Berikutnya Lee et al. (2015)

mengembangkan skala Cyberbullying Perpetration dan Cyberbullying

Victimization (CBP & CBV Scale) dengan rincian masing-masing 41 item untuk

CVP Scale dan 38 item untuk CBV Scale. Sementara Topcu & Erdur-Baker (2017)

mengembangkan skala The Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI–II) untuk

cyberbullies dan cybervictimization yang masing-masing terdiri dari sepuluh item.

Kemudian Patchin & Hinduja (2015) mengembangkan skala pengukuran

Cyberbullying Scale dalam dua kategori mengacu pada pihak yang terlibat dalam

cyberbullying yaitu pelaku dan korban. Adapun skala untuk pelaku adalah

Cyberbullying Offending Scale (COS) dengan sembilan item, sedangkan untuk

korban adalah Cyberbullying Victimization Scale (CVS) dengan jumlah item yang

sama. Adapun skala yang akan digunakan dalam penelitian ini sendiri adalah skala

COS (Patchin & Hinduja, 2015) tersebut.


17

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Cyberbullying

Cyberbullying dapat dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor internal maupun

faktor eksternal. Beberapa penelitian terdahulu telah memaparkan faktor-faktor

tersebut, antara lain:

1. Faktor Internal

Faktor yang muncul dari dalam diri pelaku ini dapat dipengaruhi oleh

beberapa hal, termasuk jenis kelamin (misalnya Li, 2006; Kowalski &

Limber, 2007; Dilmac, 2009; Sourander et al., 2010; Kowalski et al, 2012;

Safaria et al, 2016), empati (misalnya Schultze-Krumbholz et al., 2009; Ang

& Goh, 2010; Steffgen et al., 2012; Kowalski et al., 2014), usia (misalnya

Kowalski & Limber, 2007; Williams & Guerra, 2007; Varjas et al., 2009;

Kowalski et al., 2014), moral disengagement (misalnya Williams & Guerra,

2007; Pornari & Wood, 2010; Almeida et al., 2012; Sticca et al., 2012),

cybervictimization dan traditional victimization (misalnya Bauman, 2009;

Mitchell et al., 2011; Law et al., 2012; Sticca et al., 2012; Kowalski et al,

2014), dan self-esteem (misalnya Patchin & Hinduja, 2010; Kowalski &

Limber, 2013; Brewer & Kerslake, 2015; Bergmann & Baier, 2018), dan

life satisfaction (misalnya Moore et al., 2012; Kowalski et al, 2014; Buelga

et al., 2015; & Ramos-Salazar, 2017).

2. Faktor Eksternal

Adapun faktor yang muncul dari luar diri ini adalah termasuk iklim sekolah

(misalnya Williams & Guerra, 2007; Kowalski et al., 2014), kepedulian

keluarga (misalnya Ybarra & Mitchell, 2004; Wang et al., 2009), anonimitas
18

(misalnya Kowalski & Limber, 2007; Ybarra et al., 2007), bullying

tradisional (misalnya Sticca et al., 2012; Smith & Slonje, 2010; Kowalski et

al, 2014), dan social support (misalnya Calvete et al., 2010; Fanti et al.,

2012; Cook, 2015; Ševčíková et al., 2015; Cho & Yoo, 2016; Nick, 2016;

Heimen & Shemesh, 2017; Lianos & McGrath, 2017; Kwak & Oh, 2017).

Dengan begitu dapat dipahami bahwa ada banyak variabel yang dapat

menjadi prediktor cyberbullying sebagai pelaku. Variabel-variabel tersebut akan

terus berkembang dan bertambah, sehingga kebutuhan akan kajian cyberbullying

yang komprehensif semakin meningkat. Adapun penelitian ini sendiri akan fokus

pada pengujian dua faktor, yaitu life satisfaction (faktor internal) dan social support

(faktor eksternal).

2.2 Life Satisfaction

2.2.1 Definisi Life Satisfaction

Life Satisfaction secara luas dianggap sebagai aspek utama dari kesejahteraan

manusia (Haybron, 2006; Diener & Diener 2009; Yalçın, 2011). Diener (1984,

dalam Moore et al., 2012) life satisfaction adalah evaluasi kognitif secara

keseluruhan yang dilakukan individu terkait seberapa baik kualitas hidupnya

berdasarkan domain tertentu. Sementara Pavot et al. (1991) mendefinisikan life

satisfaction sebagai evaluasi atau penilaian menyeluruh yang dilakukan individu

terhadap kehidupannya berdasarkan kriteria tertentu yang dibuat sendiri. Penilaian

yang dilakukan individu dalam life satisfaction mungkin bersifat subjektif, tetapi

penilaian tersebut sejatinya adalah berdasarkan beberapa standar objektif eksternal

pilihan. Itu sebabnya, seorang individu bisa saja merasa puas dengan seluruh aspek
19

kehidupannya, namun bisa juga tidak puas secara menyeluruh hanya karena satu

hal yang mengganggu (Diener et al., 1985).

Sumner (1996) mendefinisikan life satisfaction sebagai evaluasi positif

individu terhadap kehidupannya dengan penilaian yang cenderung seimbang dan

merasa sesuai dengan harapan. Sementara Santrock (2002) berpendapat bahwa life

satisfaction merupakan kepuasan psikologis secara umum ataupun kepuasan

terhadap kehidupannya secara menyeluruh.

Kemudian Shin dan Johnson (1978) memandang life satisfaction mengacu

pada penilaian individu secara menyeluruh terhadap kualitas kehidupannya

berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan sendiri. Dengan kalimat yang tidak

jauh berbeda, Huebner (1994) menjelaskan bahwa life satisfaction mengacu pada

evaluasi menyeluruh yang dilakukan individu terkait seberapa puas dengan

kehidupannya berdasarkan domain tertentu (keluarga, teman, sekolah, lingkungan,

diri sendiri).

Neal et al. (1999) memandang bahwa life satisfaction secara fungsional

berkaitan dengan kepuasan pada semua aspek kehidupan. Dalam sebuah literatur

yang mendukung hal tersebut disebutkan bahwa juga menyatakan bahwa life

satisfaction melambangkan kriteria menyeluruh atau hasil akhir dari pengalaman

manusia (Prasoon et al., 2016). Lebih spesifik, Veenhoven (1996) menjelaskan

bahwa satisfaction adalah penilaian evaluatif terhadap sesuatu mengacu pada

kepuasan dan kesenangan mencakup penilaian kognitif dan afektif yang

berlangsung dari waktu ke waktu, sementara life satisfaction adalah sejauh mana

seseorang secara positif mengevaluasi kualitas hidupnya secara menyeluruh.


20

Adapun Penelitian ini sendiri akan menggunakan definisi yang dipaparkan

oleh Huebner (1994) yang menjelaskan bahwa life satisfaction mengacu pada

evaluasi menyeluruh yang dilakukan individu terkait seberapa puas dengan

kehidupannya berdasarkan domain tertentu (keluarga, teman, sekolah, lingkungan,

diri sendiri).

2.2.2 Aspek-Aspek Life Satisfaction

Huebner (1994) menjelaskan bahwa dalam life satisfaction terdapat beberapa aspek

penting, di antaranya adalah:

1. Family Satisfaction

Merupakan kepuasan individu terhadap keluarga, terbinanya kualitas

hubungan yang baik antara individu dengan keluarga dan antara sesama

anggota keluarga.

2. Friends-Satisfaction

Merupakan kepuasan individu terhadap jalinan pertemanan, sehingga tidak

ada pengalaman buruk yang dirasakan.

3. School Satisfaction

Merupakan kepuasan yang dirasakan individu di sekolah, merasa bahwa

aktivitas sekolah adalah hal yang menyenangkan dan memiliki pandangan

positif serta ketertarikan yang kuat terhadap sekolahnya.

4. Living Environment Satisfaction

Merupakan perasaan puas terhadap lingkungan tempat tinggal, baik

kepuasan terhadap lingkungan maupun terhadap orang-orang sekitarnya.


21

5. Self-Satisfaction

Merupakan kepuasan individu kepuasan terhadap diri sendiri baik secara

fisik maupun kompetensi diri.

Sementara Diener et al. (1999) menjelaskan bahwa terdapat beberapa

komponen dalam life satisfaction, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Desire to Change Life

Yaitu keinginan individu untuk mengubah kehidupannya agar lebih ideal

tentunya. Secara tafsiran aspek ini menggambarkan bahwa individu dalam

konsep life satisfaction memiliki sikap yang evaluatif.

2. Satisfaction with Current Life

Yaitu kepuasan hidup yang dirasakan individu dalam kondisi dan keadaan

yang sedang dijalani. Bisa dipahami bahwa aspek ini merupakan bagian dari

gambaran penerimaan individu terhadap kehidupan yang sedang

berlangsung.

3. Satisfaction with Past

Yaitu kepuasan hidup yang dirasakan atau dihadapi individu di masa lalu.

Individu dengan life satisfaction dalam pandangan aspek ini mampu

menerima apa yang telah dilalui dalam perjalanan hidupnya.

4. Satisfaction with Future

Yaitu kepuasan yang dirasakan individu terkait perkiraan apa yang akan

terjadi dimasa depan. Dipahami juga bahwa adanya indikasi optimisme

pada individu dengan tingkatan yang tinggi pada aspek ini.


22

5. Significant Others' Views of One's Life

Yaitu kepuasan yang dirasakan individu terkait penilaian orang lain tentang

dirinya. Aspek ini menggambarkan bagaimana faktor eksternal atau sosial

turut menentukan life satisfaction.

Secara umum dipahami bahwa dalam life satisfaction terkandung beberapa

aspek atau komponen yang kemudian bisa dideskripsikan dalam kategori internal

dan eksternal. Kedua kategori tersebut sejatinya bermuara pada munculnya

penilaian menyeluruh yang dilakukan individu terhadap kepuasan kehidupannya.

Penelitian ini sendiri menggunakan aspek-aspek life satisfaction yang dipaparkan

oleh Huebner (1994) yang mencakup aspek family satisfaction, friends-satisfaction,

school satisfaction, living environment satisfaction, dan self-satisfaction.

2.2.3 Pengukuran Life Satisfaction

Beberapa penelitian terdahulu telah menggunakan skala the Life Satisfaction Index

(LSI) untuk mengukur life satisfaction. LSI sendiri memiliki beberapa versi, The

Life Satisfaction Index A (LSIA) merupakan versi asli yang terdiri dari 20 item.

Versi kedua yaitu LSIB yang terdiri dari 12 item, namun versi ini sangat jarang

digunakan oleh para peneliti. Versi ketiga adalah LSIZ yang terdiri 13 item.

Kemudian versi terakhir adalah LSITA yang terdiri dari 35 item di mana

penggunaannya adalah untuk sampel berusia 50 tahun (Wallace dan Wheeler,

2002).

Diener (1985) menyusun the Satisfaction with Life Scale (SWLS) yang

terdiri dari 5 item yang mengukur life satisfaction secara global mengacu pada

karakteristik yang mendasari konsep life satisfaction. Huebner (1991) juga telah
23

mengembangkan skala life satisfaction khusus untuk siswa sekolah, yaitu Student

Life Satisfaction Scale (SLSS) yang terdiri dari 7 item. Kemudian skala Brief

Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (BMSLSS: Seligson et al., 2003)

yang terdiri dari 5 item. SLSS dan BMLSS sendiri mengukur secara global dalam

life satisfaction.

Adapun dalam penelitian ini sendiri menggunakan skala Multidimensional

Student Life Satisfaction Scale (MSLSS: Huebner, 1994). Skala ini terdiri dari 40

item dengan rincian masing-masing 30 item dalam bentuk favorable dan sepuluh

item dalam bentuk unfavorable. MSLSS secara keseluruhan mengukur beberapa

aspek, yaitu life satisfaction dalam aspek family, friends, school, living

environment, dan self.

2.3 Social Support

2.3.1 Definisi Sosial Support

Pada dasarnya konsep sosial support berfokus pada pencegahan individu dari

dampak kejahatan akibat peristiwa yang menimbulkan stres (Cohen et al., 1985).

Uchino (2006) menjelaskan bahwa social support merupakan paduan antara

struktur kehidupan sosial individu dan fungsi-fungsi yang lebih eksplisit di

dalamnya. Selain itu, social support juga umumnya dikonseptualisasikan sebagai

sumber daya sosial yang dapat diandalkan individu ketika berhadapan dengan

masalah-masalah kehidupan dan stressor (Thoits, 1995; Kort-Butler, 2017).

Dengan pemahaman yang hampir sama, Cohen (2004) menjelaskan bahwa social

support mengacu pada ketersediaan sumber daya psikologis dan materi dari

hubungan sosial yang dapat membantu individu mengatasi stres.


24

Sarafino & Smith (2011) berpendapat bahwa social support mengacu pada

kenyamanan, perhatian, harga diri, atau bantuan yang tersedia bagi seseorang dari

orang lain atau kelompok. Cobb (1976) mendefinisikan social support sebagai

informasi yang mengarahkan individu untuk percaya bahwa dia dicintai, dihargai,

dan menjadi bagian dalam kelompok yang saling bersinergi. Bernal et al. (2003)

juga mengungkapkan hal yang sama, menurutnya social support merupakan

interaksi manusia di mana adanya sumber daya sosial, emosional, instrumental, dan

rekreasional yang timbal balik. Sarason (1983) berpendapat bahwa sosial support

adalah keberadaan, kesediaan, dan kepedulian dari orang-orang yang dapat

diandalkan, menghargai, juga menyayangi individu.

Social support berguna sebagai sarana paling efektif yang dapat

dimanfaatkan individu untuk menyesuaikan diri dengan masalah yang sulit dan

sekaligus cara untuk mengatasinya, sehingga mencegah pengaruh buruk dari stress

baik terhadap mental maupun fisik (Cohen & Wills, 1985; Seeman, 1996; Thoits,

1995, Kim et al, 2008). Itu sebabnya, social support dianggap penting dalam

membina mental yang sehat. Semakin rendah social support maka semakin tinggi

gejala psikosomatis, sedangkan tingginya social support berkaitan dengan tingkat

depresi yang rendah (Zimet et al., 1988; Newby-Fraser dan Schlebusch, 1997;

Bernal et al., 2003).

Definisi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah definisi yang

dipaparkan oleh Cohen (2004) yang menjelaskan bahwa social support mengacu

pada ketersediaan sumber daya psikologis dan materi dari hubungan sosial yang

dapat membantu individu mengatasi stres.


25

2.3.2 Aspek-aspek Social Support

Cohen et al. (1985) memaparkan bahwa dalam social support terdapat beberapa

aspek, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Appraisal Support

Yaitu dukungan yang diterima individu berupa saran dan informasi yang

meliputi umpan balik, masukan, dan bahkan berbagi masalah pribadi untuk

menemukan solusi.

2. Belonging Support

Yaitu dukungan yang membuat individu merasa atau percaya bahwa ada

orang lain yang selalu bersamanya saat dibutuhkan, sehingga merasa

memiliki orang yang selalu meluangkan waktu untuknya.

3. Tangible Support

Yaitu dukungan yang diterima individu dalam bentuk nyata mencakup

dukungan berupa finansial, barang, maupun jasa.

4. Self-esteem Support

Yaitu dukungan yang dirasakan individu yang membuatnya percaya bahwa

orang lain memberikan penghargaan atas dirinya, sehingga tidak merasa

lebih rendah dibanding orang lain atau merasakan adanya kesejajaran.

Sementara menurut Cutrona et al. (1987) yang mengacu pada teori social

provisions Weiss, aspek-aspek social support antara lain adalah sebagai berikut:

1. Emotional Attachment

Yaitu individu merasa ada orang bersamanya sebagai hasil kedekatan

emosional dan ekspresi kasih sayang yang memberikan rasa aman.


26

2. Social Integration

Yaitu perasaan memiliki kelompok yang memberikan dukungan dan

memiliki minat yang sama, perhatian, dan kegiatan positif seperti rekreasi

sehingga individu merasa nyaman, aman, dan senang.

3. Reassurance of Worth

Yaitu dukungan berupa penghargaan atau pengakuan terhadap kemampuan

dan kualitas yang dimiliki individu, sehingga individu tersebut merasa

diterima dan juga dihargai.

4. Reliable Alliance

Yaitu dukungan yang mengacu pada ikatan atau hubungan yang dapat

diandalkan saat individu mendapat kesulitan, dengan kata lain dukungan ini

adalah yang berbentuk nyata dan langsung. Dukungan ini membuat individu

merasa tenang karena menyadari ada orang yang dapat dimintai pertolongan

di saat-saat sulit.

5. Guidance

Yaitu dukungan yang diterima individu dari orang di sekitarnya berupa

bimbingan yang berisi informasi dan saran untuk mengatasi semua bentuk

persoalan. Dukungan dalam konsep ini yang utama adalah berasal dari guru,

orang tua, mentor, maupun dari anggota keluarga.

6. Opportunity to Provide Nurturance

Yaitu dukungan yang mengacu pada perasaan dibutuhkan orang lain.

Dukungan bentuk ini cukup unik, karena dengan kata lain individu merasa
27

bahwa dirinya bermanfaat atau orang lain juga bergantung padanya, yang

dengan begitu menumbuhkan rasa diakui keberadaannya.

Adapun penelitian ini sendiri akan menggunakan aspek-aspek yang

dipaparkan oleh Cohen et al. (1985) di antaranya adalah: appraisal support,

belonging support, tangible support, dan self-esteem support.

2.3.3 Pengukuran Social Support

Beberapa penelitian terdahulu menggunakan beberapa skala pengumpulan data

untuk social support. The Social Provisions Scale (SPS: Cutrona & Russel, 1987)

terdiri dari 24 item dan enam dimensi, di antaranya: emotional attachment, social

integration, reassurance of worth, reliable alliance, guidance, opportunity for

nurturance. Skala SPS sendiri dikembangkan dari teori social provisions Weiss

karena dimensinya dianggap sama persis dengan apa yang hendak diukur dalam

social support. Kemudian Sosial Support Questionnaire (SSQ6 shortened version:

Sarason, 1987) terdiri dari enam item. Skala SSQ6 merupakan versi pendek dari

Sosial Support Questionnaire (SSQ: Sarason, 1983).

Penelitian ini sendiri akan menggunakan skala Interpersonal Support

Evaluation List (ISEL: Cohen et al., 1985) yang terdiri dari 40 item dengan empat

dimensi di mana setiap dimensi masing-masing memiliki sepuluh item, termasuk di

antaranya: appraisal support, belonging support, tangible support, dan self-esteem

support.

2.4 Kerangka Berpikir

Banyak faktor yang menyebabkan individu terlibat sebagai pelaku cyberbullying.

Selaras dengan literatur-literatur yang sudah dibahas di atas, faktor-faktor tersebut


28

merupakan faktor internal dan faktor eksternal. Adapun penelitian ini sendiri akan

berfokus pada life satisfaction sebagai faktor internal dan social support sebagai

faktor eksternal.

Life satisfaction merupakan evaluasi positif secara menyeluruh yang

dilakukan oleh individu terkait kepuasan dalam hidupnya berdasarkan domain

tertentu yang dibuat sendiri. Sebuah konsep yang dikemukakan oleh Huebner

(1994) menguraikan life satisfaction khusus bagi remaja adalah meliputi family,

friends, school, living environment, dan self. Secara keseluruhan aspek-aspek

tersebut dianggap membantu remaja menciptakan harmonisme kehidupan sehari-

hari. Itu sebabnya, life satisfaction penting dalam membantu individu

mengembangkan karakter positif (Shaffer-Hudkins, 2011).

Lebih lanjut, remaja dengan life satisfaction yang tinggi memiliki tingkat

stres sosial yang rendah, memiliki fungsi intrapersonal yang cakap, rendah dalam

psychological symptom, dan membantu membina kesehatan mental (Gilman &

Huebner, 2006), juga memiliki tingkat fungsi psikososial yang adaptif dan positif,

serta rendah dalam masalah emosional dan perilaku negatif (Suldo & Huebner,

2005). Itu sebabnya, individu dengan life satisfaction yang tinggi terbebas dari

perilaku-perilaku tak terpuji termasuk cyberbullying.

Kemudian perlu membahas dampak dari masing-masing aspek life

satisfaction terhadap cyberbullying. Pertama adalah family satisfaction, yaitu

mengacu pada perasaan puas dan pandangan positif individu terhadap keluarganya,

baik bersumber dari hubungan pribadi dengan anggota keluarga maupun

penilaiannya terhadap hubungan sesama anggota keluarga. Keluarga merupakan


29

salah satu model pertama pembentuk karakter individu. Kemudian mengacu pada

hakikat dasar manusia yang terlahir dan berkembangan dengan moral, dapat

dirasionalisasikan bahwa dengan family satisfaction yang tinggi dan beriringan

dengan moral tersebut maka individu dapat menjaga diri dari perilaku-perilaku

negatif.

Banyak hal yang mengakomodir tingginya family satisfaction, termasuk

harmonisme yang dirasakan dalam keluarga. Terkait dengan hal itu, hasil penelitian

yang dilakukan Estevez et al. (2018) menyimpulkan bahwa perilaku agresif dan

ketidakmampuan menjalin hubungan sosial yang baik erat kaitannya dengan

akumulasi ketidakharmonisan dalam keluarga. Lebih spesifik, hal tersebut

didukung oleh temuan Arriaga et al. (2017) yang memaparkan data bahwa

tingginya satisfaction with family berkaitan dengan rendahnya kecenderungan

melakukan cyberbullying. Kemudian temuan Bilie et al. (2014) juga menguraikan

bahwa pelaku cyberbullying memiliki tingkat satisfaction with family yang rendah.

Dengan begitu, jelas bahwa dengan family satisfaction yang tinggi, maka individu

mampu mengontrol diri dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain,

sehingga kemungkinan melakukan cyberbullying lebih rendah.

Kedua friends-satisfaction, yaitu kepuasan yang dirasakan individu

terhadap hubungan pertemanan yang dijalin, termasuk tidak adanya pengalaman

buruk bersama teman. Bagi remaja, pertemanan merupakan aspek penting

kehidupan. Oleh sebab itu, kegagalan-kegagalan dalam pertemanan dianggap dapat

menimbulkan masalah dalam keseharian. Sebagai contoh, Elmore dan Huebner

(2010) menemukan bahwa rendahnya friend/peer attachment memicu tingginya


30

agresif pada remaja. Sebaliknya, kesuksesan menjalin pertemanan akan mencegah

hal tersebut, salah satunya dapat disokong dengan diterimanya individu dengan baik

oleh teman-temannya. Sebab, jika individu kurang disukai oleh teman-temannya,

maka muncul kecenderungan berperilaku agresif (Prinstein & Cillessen, 2003).

Sebaliknya, dengan friend-satisfaction yang tinggi individu semakin prososial

(Zimmer-Gembeck et al., 2013).

Sementara dalam penelitian lainnya McDonald et al. (2011) menyimpulkan

bahwa tingginya kualitas pertemanan berkaitan dengan meningkatnya perilaku

prososial. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa ketika kualitas

pertemanan tinggi, maka perilaku agresif cenderung menurun. Studi Leung et al.

(2017) telah mendukung hal tersebut, temuannya menyimpulkan bahwa tingginya

kedekatan dan rasa persahabatan dengan teman berkaitan dengan rendahnya

keterlibatan sebagai pelaku cyberbullying. Temuan lainnya dipaparkan oleh Bilie

et al. (2014), paparan tersebut menjelaskan bahwa pelaku cyberbullying memiliki

kecenderungan rendah dalam satisfaction with family. Dengan begitu, tingginya

kualitas pertemanan sebagai aspek pendukung tingginya friends-satisfaction

berdampak pada rendahnya kecenderungan melakukan cyberbullying.

Ketiga school satisfaction, yaitu kepuasan terhadap kehidupan sekolah,

termasuk aktivitas yang dilakukan maupun iklim yang dirasakan individu di

sekolah. Itu sebabnya, penting untuk membangun hal-hal yang menunjang

kenyamanan siswa, sehingga merasa memiliki ikatan positif dengan sekolah

(school connectedness). School connectedness merupakan bagian dari school


31

satisfaction, yaitu mengacu pada sejauh mana siswa merasa diterima, dihormati,

dan didukung di lingkungan sekolah (Michalos, 2014).

School connectedness sendiri dapat dimanfaatkan untuk pembinaan

akademik yang positif, perilaku, emosional, kemampuan bersosialisasi, dan

meningkatkan kesehatan mental (Michalos, 2014). School connectedness juga

dapat menekan perilaku agresif siswa (Wilson, 2004; Thapa et al., 2013). Itu

artinya, dengan school satisfaction yang tinggi, mencegah siswa melakukan

cyberbullying. Untuk menguatkan konsep ini, Williams & Guerra (2007) dalam

temuannya memaparkan bahwa semakin tinggi perceived school climate (berupa

perasaan terhubung dengan sekolah dan iklim yang menyenangkan), maka semakin

rendah keterlibatan dalam internet bullying. Dalam penelitian lainnya Bilie et al.

(2014) telah menemukan bahwa tingginya satisfaction with school berkaitan

dengan rendahnya kemungkinan individu melakukan cyberbullying.

Keempat living environment satisfaction, yaitu mengacu pada kepuasan

individu terhadap lingkungan tempat tinggal, termasuk berkaitan dengan kualitas

alam dan pandangan positif terhadap orang sekitar. Jika mengkaji tata ruang

lingkungan tempat tinggal, lingkungan berkualitas akan memberikan rasa puas,

menenangkan dan damai. Sebaliknya, polusi udara dan kebisingan dapat

berdampak buruk secara psikologis dan rendahnya living environment satisfaction.

(Evans, 2003) memaparkan bahwa adanya peningkatan perilaku agresi seiring

tingginya tingkat kebisingan. Selain itu, Evans (2003) juga menjelaskan polusi

udara dapat menimbulkan dampak negatif seperti mudah marah dan perilaku

agresif. Itu sebabnya, pada tingkat living environment satisfaction yang tinggi,
32

individu semakin merasakan ketenangan dan bersikap toleran terhadap orang lain,

sehingga semakin rendah kemungkinan melakukan cyberbullying.

Kelima self-satisfaction, yaitu rasa puas individu terhadap kualitas dirinya,

baik dalam hal fisik maupun kompetensi diri. Sebagai manifestasi dari penilaian

individu terhadap dirinya, maka penerimaan terhadap apa yang ada dalam diri

adalah kunci utama. Namun, ketika individu berada pada posisi ketidakmampuan

menerima kenyataan yang ada pada dirinya, kemungkinan dampak negatif pun

bermunculan sehingga merasa inferior. Perasaan inferioritas tersebut berujung pada

emosi negatif seperti depresi, stres, rasa marah. Kemudian akumulasi dari emosi

negatif tersebut kemudian berdampak buruk pada interaksi sosial dan meningkatnya

perilaku agresif (Farnam et al. 2017). Mengacu pada konsep tersebut, Farnam et al.

juga menemukan bahwa penilaian individu terhadap citra diri (body image) yang

rendah, berkaitan dengan tingginya perilaku agresif. Oleh sebab itu, karena agresi

sebagai bagian dari cyberbullying, maka dapat dipahami bahwa rendahnya self-

satisfaction dianggap berdampak pada meningkatnya kecenderungan melakukan

cyberbullying.

Adapun variabel berikutnya adalah social support, yaitu dukungan dari

orang lain yang membuat individu percaya bahwa ada yang bersedia membantu saat

menghadapi permasalahan hidup, sehingga terhindar dari tekanan stress dan

memiliki mental yang sehat. Sejalan dengan hal tersebut, Rosenfeld et al. (1998)

dalam literaturnya menggambarkan pentingnya social support penting dalam

membina kesehatan mental dan perilaku prososial. Dengan mental yang sehat,

individu mampu menjaga diri dari tindakan-tindakan negatif. Itu sebabnya, social
33

support dianggap dapat menjauhkan individu dari perilaku maladaptif dengan

lingkungan sosial seperti cyberbullying. Para peneliti (misalnya Fanti et al., 2012;

Cho & Yoo, 2016; Lianos & McGrath, 2017) menyimpulkan bahwa para pelaku

cyberbullying cenderung memiliki skor social support yang lebih rendah dibanding

individu yang tidak terlibat sama sekali.

Terdapat beberapa aspek dalam social support. Pertama adalah appraisal

support, yaitu dukungan berupa informasi, masukan, umpan balik, nasihat, dan

saran. Itu artinya appraisal support sangat penting dalam menentukan langkah

kehidupan yang lebih tepat, termasuk agar tidak terjerumus pada tindakan yang

merusak lingkungan sosial. Willard (2007c) menjelaskan bahwa dalam konsep

cyberbullying, ketika para pelaku memasuki dunia maya, maka muncul

kecenderungan memiliki keleluasaan berpikir dan di sisi lain kurang mendapatkan

umpan balik atau nasihat, maka dapat memicu rusaknya norma sosial di dunia

maya, termasuk meningkatkan perilaku berisiko atau tidak bertanggung jawab.

Dengan begitu, rendahnya appraisal support dianggap berdampak pada

meningkatnya kecenderungan melakukan cyberbullying.

Kedua belonging support, yaitu mengacu pada perasaan memiliki orang

yang meluangkan waktu meski sekadar bersantai sehingga muncul keyakinan

bahwa dirinya tidak sendiri. Dengan bahasa lain, belonging support merupakan

aspek yang mengacu pada emosional. Dapat dipahami bahwa perasaan tersebut

memiliki kaitan salah satunya dengan kualitas pertemanan. Bukowski et al. (1994)

dalam instrumennya menyusun konsep bahwa kualitas pertemanan disokong oleh

beberapa aspek, termasuk companionship (rasa persahabatan) dan closeness


34

(kedekatan). Konsep closeness adalah bagian penting dari aspek emosional dalam

social support (Bernal, 2003). Dari literatur tersebut bisa dirasionalisasikan bahwa

perasaan memiliki orang-orang dekat tersebut dapat membawa ketenangan,

sehingga terhindar dari perilaku agresif semisal cyberbullying. Berkaitan dengan

hal tersebut, Leung et al. (2017) menemukan bahwa rendahnya companionship dan

closeness dapat memicu tingginya kecenderungan individu melakukan

cyberbullying.

Ketiga tangible support, yaitu dukungan yang diterima individu dalam

bentuk nyata berupa barang, jasa, maupun finansial. Di beberapa literatur lainnya,

tangible support sering disebut sebagai instrumental support. Dalam sebuah

literatur, McLean dan Griffiths (2018) menjelaskan bahwa instrumental support

dapat membina individu menjalin hubungan positif dengan orang lain. Oleh karena

itu, dapat dipahami bahwa tingginya tangible support dapat membantu individu

merawat jalinan kasih terhadap sesama sehingga tidak bertindak yang merugikan

orang lain. Dengan begitu, perilaku negatif seperti cyberbullying yang berpotensi

merusak hubungan positif dengan orang lain tidak dilakukan oleh individu dengan

tangible support yang tinggi.

Keempat self-esteem support, yaitu dukungan yang membuat individu

merasa dipercaya dan dihargai hal dalam kompetensi dan merasa tidak lebih rendah

dibanding orang lain. Temuan Williams & Guerra (2007) dijelaskan bahwa ketika

tingkat perceived peer support (termasuk berupa merasa diperdulikan), maka

tingkat melakukan internet bullying pun lebih rendah.


35

Dalam konsep lain self-esteem support sering disebut emotional support.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dilmac (2009) menyimpulkan bahwa

tingginya succorance berakibat pada tingginya kecenderungan remaja melakukan

cyberbullying. Succorance sendiri merupakan tingkatan seberapa butuh individu

terhadap simpati, kasih sayang, dan emotional support dari orang lain (Tavacioglu

et al., 2010). Dalam penelitian lain yang bersinggungan dengan keadaan psikologis

pelaku, Schermer et al. (2011) menemukan bahwa tingginya succorance juga

berkaitan dengan rendahnya tingkat prososial. Prososial dipahami sebagai variabel

yang berlawanan dengan cyberbullying. Artinya, ketika emotional support yang

dirasakan individu belum terpenuhi, maka muncul kemungkinan-kemungkinan

perasaan inferior yang berpotensi dilampiaskan dengan cara bertindak negatif,

termasuk cyberbullying.

Paparan kerangka berpikir di atas dideskripsikan ke dalam bagan gambar

2.1 berikut ini:


36

Life Satisfaction (MSLSS)

Family Satisfaction

Friends-Satisfaction

School Satisfaction

Living Environment
Satisfaction

Self-Satisfaction Cyberbullying (COS)

Social Support (ISEL)

Appraisal Support

Belonging Support

Tangible Support

Self-Esteem Support

Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir pengaruh life satisfaction (MSLSS: Huebner,
1994) dan social support (ISEL: Cohen, 1985) terhadap cyberbullying
(COS: Patchin & Hinduja, 2015).

2.5 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini akan menguji pengaruh Independent Variable (IV) terhadap

Dependent Variable (DV). Adapun DV dalam penelitian ini adalah cyberbullying,

sementara IV yang diteorikan mengacu pada penelitian sebelumnya, yaitu: life


37

satisfaction dan social support. Berkaitan dengan pengujian tersebut, maka peneliti

akan membangun hipotesis sebagai berikut:

a. Hipotesis Mayor

Ha: Ada pengaruh life satisfaction (family satisfaction, friends-satisfaction,

school satisfaction, living environment satisfaction, dan self-

satisfaction) dan social support (appraisal support, belonging

support, tangible support, dan self-esteem support) terhadap

cyberbullying.

b. Hipotesis Minor

Ha1: Ada pengaruh yang signifikan life satisfaction terhadap cyberbullying.

Ha1a: Ada pengaruh yang signifikan aspek family satisfaction

terhadap cyberbullying.

Ha1b: Ada pengaruh yang signifikan aspek friends-satisfaction

terhadap cyberbullying.

Ha1c: Ada pengaruh yang signifikan aspek school satisfaction

terhadap cyberbullying.

Ha1d: Ada pengaruh yang signifikan aspek living environment

satisfaction terhadap cyberbullying.

Ha1e: Ada pengaruh yang signifikan aspek self-satisfaction terhadap

cyberbullying.

Ha2: Ada pengaruh social support terhadap pelaku cyberbullying.

Ha2a: Ada pengaruh yang signifikan aspek appraisal support terhadap

cyberbullying.
38

Ha2b: Ada pengaruh yang signifikan aspek belonging support

terhadap cyberbullying.

Ha2c: Ada pengaruh yang signifikan aspek tangible support terhadap

cyberbullying.

Ha2d: Ada pengaruh yang signifikan aspek self-esteem support

terhadap cyberbullying.
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) Sirajul Falah, Parung, Kabupaten Bogor yang berjumlah 1.087

orang. Kemudian sampel haruslah memenuhi karakteristik berikut:

1. Merupakan siswa-siswi aktif SMK Sirajul Falah, Parung, Kabupaten Bogor.

2. Pernah menggunakan handphone atau smartphone maupun melakukan

aktivitas online.

3. Pengguna aktif media sosial dengan durasi setidaknya satu jam per hari.

Dengan mengacu pada karakteristik di atas, instrumen yang terkumpul

berjumlah 373, sedangkan yang memenuhi karakteristik untuk dijadikan sampel

adalah 255 orang. Itu sebabnya, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

non-probability sampling.

3.2 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini variabel yang menjadi fokus pembahasan adalah cyberbullying,

sedangkan yang lainnya adalah life satisfaction (dengan beberapa aspek, yaitu:

family satisfaction, friends-satisfaction, school satisfaction, living environment

satisfaction, dan self-satisfaction) dan social support (dengan beberapa aspek,

yaitu: appraisal support, belonging support, tangible support, dan self-esteem

support).

3.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini antara lain adalah:

39
40

1. Cyberbullying adalah tindakan yang disengaja (intent) dan berulang kali

(repetition) untuk menyakiti (harm) menggunakan perangkat elektronik

dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan (imbalance of

power).

2. Life Satisfaction adalah evaluasi umum yang dilakukan individu terkait

seberapa puas dengan kehidupannya berdasarkan domain tertentu yang dibuat

sendiri. Kepuasan tersebut meliputi beberapa aspek, di antaranya:

1) Family satisfaction, yaitu kepuasan yang dirasakan individu dalam

hubungan keluarganya, baik hubungan diri sendiri dengan keluarga

maupun pandangan terhadap hubungan antara anggota keluarga.

2) Friends-satisfaction, yaitu kepuasan individu terhadap pertemanan

yang dijalin.

3) School satisfaction, yaitu kepuasan yang dirasakan individu terhadap

kehidupan sekolah berkaitan dengan aktivitas dan iklim yang dirasakan.

4) Living environment satisfaction, yaitu kepuasan individu terhadap

lingkungan tempat tinggalnya dan orang-orang di sekitarnya.

5) Self-satisfaction adalah kepuasan yang dirasakan individu terhadap diri

sendiri berkaitan dengan fisik dan kualitas diri.

3. Social support adalah dukungan yang diterima individu berupa ketersediaan

sumber daya psikologis maupun materi yang dapat membantu individu saat

kesulitan. Dukungan tersebut dideskripsikan ke dalam beberapa aspek, antara

lain adalah sebagai berikut:


41

1) Appraisal support, yaitu dukungan yang diterima individu berupa saran

dan informasi.

2) Belonging support adalah dukungan yang membuat individu merasa

memiliki orang yang akan meluangkan waktu ketika membutuhkan

bantuan.

3) Tangible support adalah bantuan nyata yang diterima individu dari

orang lain berupa finansial, barang, maupun jasa.

4) Self-esteem support adalah dukungan yang diterima individu berupa

penghargaan yang menciptakan perasaan positif akan dirinya dan

membuatnya tidak merasa lebih rendah dari orang lain.

3.4 Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner, yaitu suatu

daftar yang disebarkan kepada sampel berisi rangkaian pernyataan berkaitan

dengan suatu variabel yang hendak diteliti. Variabel tersebut diukur dengan terlebih

dahulu dijabarkan ke dalam bentuk indikator maupun karakteristik variabel.

Indikator maupun karakteristik tersebut kemudian dijadikan sebagai tolak ukur

untuk menyusun item pernyataan dalam instrumen. Penelitian ini sendiri terdiri dari

tiga instrumen pengumpulan data yaitu instrumen cyberbullying, instrumen life

satisfaction, dan instrumen social support.

Khusus model instrumen pada skala life satisfaction dan social support

terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable).

Oleh karena itu, penskoran pada kedua skala tersebut adalah dengan ketentuan

sebagai berikut:
42

Tabel 3.1 Penilaian Skala Likert

Favorable Skor Unfavorable

Sangat tidak setuju 1 Sangat setuju


Tidak setuju 2 Setuju
Setuju 3 Tidak setuju
Sangat setuju 4 Sangat tidak setuju

3.4.1 Instrumen Cyberbullying

Untuk mengukur cyberbullying, peneliti menggunakan alat ukur Cyberbullying

Offending Scale (COS: Patchin & Hinduja, 2015). Skala COS terdiri dari sembilan

item yang mengukur cyberbullying secara umum. Peneliti melakukan adaptasi

sehingga yang dipakai dalam penelitian ini berjumlah delapan item.

Dalam pengisiannya, sampel diminta memberikan jawaban sesuai dengan

pengalaman melakukan cyberbullying. Jawaban tersebut ditentukan dalam empat

skala, yaitu: 0 = tidak pernah, 1 = sekali, 2 = jarang, 3 = beberapa kali, dan 4 =

sering.

Tabel 3.2 Blueprint Cyberbullying Offending Scale (COS)

Dimensi Karakteristik No. Item Jumlah Contoh

Menyakiti dengan Saya berkomentar kasar


sengaja dan berulang 1, 2, 3, 4, atau menyakitkan
Cyberbullying 8
kali menggunakan 5, 6, 7, 8 terhadap seseorang
elektronik. secara online.

Total 8
3.4.2 Instrumen Life Satisfaction

Pengukuran life satisfaction penelitian ini menggunakan alat ukur

Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS: Huebner 1994). MSLSS

terdiri dari 40 item, 10 item dalam bentuk unfavorable, dan 30 item dalam bentuk

favorable. Kemudian peneliti melakukan adaptasi, sehingga terpilih sebanyak 36

item, yakni masing-masing 26 item untuk favorable dan 10 item untuk unfavorable.
43

Adapun pengisian skala ini adalah menggunakan skala Likert dengan

rentangan empat poin, yaitu: 1 = sangat tidak setuju (STS), 2 = tidak setuju (TS), 3

= setuju (S), dan 4 = sangat setuju (SS).

Tabel 3.3 Blueprint Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS)

Aspek Indikator No. Item Jumlah Contoh


Family Harmonisme dan pandangan 1, 2, 3, 6 4 Keluarga saya
positif terhadap keluarga rukun

Hubungan yang baik dengan 4, 5, 7 3 Orang tua saya


orang-tua memperlakukan
saya dengan adil
Friends Pengalaman baik bersama 8, 9, 13*, 14* 4 Teman-teman
teman saya jahat
terhadap saya*
Hubungan baik dan 10, 11, 12* 3 Teman-teman saya
pandangan positif terhadap hebat
teman
School Perasaan senang dengan 15*, 16, 17, 4 Saya senang berada
sekolah dan aktivitasnya 21 di sekolah
Pandangan positif terhadap 18, 19*, 20* 3 Sekolah itu menarik
sekolah
Living E. Pandangan positif terhadap 22*, 25, 26*, 4 Rumah keluarga
tempat tinggal 29* saya bagus
Perasaan senang dengan 23, 27, 28, 3 Saya suka
tempat tinggal lingkungan saya
Hubungan dengan orang 24*, 30 2 Saya senang dengan
sekitar tetangga saya
Self Pandangan positif dan senang 31, 32, 33, 34, 6 Menurut saya, saya
dengan diri sendiri 35, 36 terlihat menarik

*unfavorable Total 36

3.4.3 Instrumen Social Support

Untuk mengukur social support, penelitian ini menggunakan skala Interpersonal

Support Evaluation List (ISEL: Cohen et al., 1985). ISEL terdiri dari 40 item, yang

kemudian diadaptasi oleh peneliti sehingga menjadi 31 item, di mana 18 item untuk

favorable dan 13 item untuk unfavorable. Adapun komponen yang diukur dalam
44

skala ini meliputi, appraisal support, belonging support, tangible support, dan self-

esteem support.

Tabel 3.4 Blue Print Interpersonal Support Evaluation List (ISEL)

Aspek Indikator No. Item Jumlah Contoh


Appraisal Merasa ada yang 1, 2*, 3, 4, 5, 7 Paling tidak ada satu orang
memberi informasi, 6, *7 yang saya kenal yang
saran, atau masukan nasihatnya sangat saya
percaya
Belonging Memiliki orang yang 8, 9*, 10, 12, 6 Tidak ada orang yang
meluangkan waktu 14, 17* merayakan ulang tahun
meski sekadar saya*
menemani
Merasa memiliki 11*, 13*, 15, 4 Saya merasa bahwa saya
kelompok atau tidak 16* terpinggirkan di antara
terasingkan teman-teman saya
Tangible Menerima bantuan 18, 19, 20, 5 Jika kesulitan mengerjakan
secara nyata termasuk 21, 22 tugas, ada orang yang akan
barang, finansial, dan membantu saya
jasa
Self-Esteem Merasa dipercaya 23*, 29*, 30 3 Secara umum, orang lain
orang lain dalam hal tidak memiliki banyak
kompetensi kepercayaan kepada saya
Merasa dihargai atas 24, 26, 2 Saya memiliki seseorang
pencapaian yang bangga dengan
prestasi saya
Merasa setara dengan 25*, 27*, 4 Saya dapat melakukan hal-
orang lain 28*, 31 hal seperti yang dilakukan
kebanyakan orang

*unfavorable Total 31

Pengisian skala ISEL tersebut menggunakan skala Likert dengan rentangan

empat poin, yaitu: 1 = sangat tidak setuju (STS), 2 = tidak setuju (TS), 3 = setuju

(S), dan 4 = sangat setuju SS).

3.5 Teknik Uji Validitas Konstruk

Validitas pengukuran adalah kecocokan antara alat ukur atau skala dengan sasaran

yang hendak diukur. Penting untuk melihat apakah item yang digunakan benar-

benar mewakili atau mengukur konstruk yang telah ditentukan. Temuan item yang
45

tidak valid dalam mengukur konstruk perlu didrop. Oleh sebab itu, untuk menguji

validitas konstruk setiap item tersebut maka peneliti melakukan uji validitas

menggunakan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software

LISREL 8.80. Sorayah (2014) menjelaskan beberapa langkah yang harus

dilakukan, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Menguji signifikansi item

Sebuah item dianggap signifikan jika nilai Chi-Square yang diperoleh =

p<0.05. Namun jika nilai Chi-Square = p>0.05, maka perlu melakukan

modifikasi terhadap model dengan cara memperbolehkan kesalahan

pengukuran pada item-item saling berkorelasi, tetapi dengan tetap menjaga

bahwa item hanya mengukur satu faktor (unidimensional). Setelah diperoleh

model fit, maka dilakukan langkah selanjutnya.

2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber model tidak fit

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana

yang menjadi sumber tidak fit, yaitu:

1) Menggunakan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor dari

masing-masing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t yang

diperoleh pada sebuah item tidak signifikan (t<1.96) maka item tersebut

akan didrop karena sumbangannya dianggap tidak signifikan terhadap

pengukuran.

2) Melihat arah koefisien muatan faktor loading. Jika suatu item memiliki

muatan faktor negatif, maka item tersebut didrop karena tidak sesuai
46

dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item tersebut,

maka semakin rendah nilai pada faktor yang diukur).

3) Sebagai kriteria tambahan dapat dilihat juga banyaknya korelasi partial

antara kesalahan pengukuran pada suatu item yang berkorelasi dengan

kesalahan pengukuran pada item lain. Jika pada suatu item terdapat

terlalu banyak korelasi (misalnya lebih dari tiga), maka item tersebut

juga akan didrop karena selain mengukur apa yang hendak diukur, item

tersebut juga mengukur hal lain.

4) Menghitung faktor skor. Jika langkah-langkah di atas telah dilakukan,

maka diperoleh item-item yang valid dalam mengukur konstruk yang

hendak diukur.

Dengan begitu dipahami bahwa setelah melakukan uji CFA, kriteria item

yang harus didrop adalah apabila nilai t<1.96, koefisien faktor item bermuatan

negatif, dan kesalahan pengukuran yang berkorelasi lebih dari tiga kali. Kriteria

tersebut menjadi tolak ukur apakah item benar mengukur konstruk yang hendak

diukur.

3.5.1 Uji Validitas Konstruk Cyberbullying

Peneliti menguji apakah tujuh item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur cyberbullying. Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan

hasil Chi-Square = 276.77, df = 20, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.225, artinya

model tidak fit. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana

kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama

lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 15.53, df = 12, p = 0.21349,
47

dan RMSEA = 0.034, artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat

diterima, sehingga seluruh item hanya mengukur satu faktor, yaitu cyberbullying.

Table 3.5 Muatan Faktor Item Cyberbullying


Banyaknya
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.*
Korelasi
1 1.01 0.11 9.06 √ 2
2 0.53 0.05 10.33 √ 0
3 0.4 0.05 8.06 √ 2
4 0.36 0.05 7.18 √ 2
5 0.15 0.05 3.17 √ 2
6 0.24 0.04 5.88 √ 2
7 1.23 0.13 9.3 √ 4
8 0.34 0.05 6.24 √ 2
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada

signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,

dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.5 di atas tidak

ditemukan nilai t<1.96 dan atau bermuatan faktor negatif. Namun, ketika

dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, item 7 berkorelasi empat kali. Dengan

begitu, item 7 harus didrop.

3.5.2 Uji Validitas Konstruk Life Satisfaction

Life satisfaction terdiri dari lima aspek, yaitu: family satisfaction, friends-

satisfaction, school satisfaction, living environment satisfaction, dan self-

satisfaction. Berikut uraiannya:

1. Family Satisfaction

Peneliti menguji apakah tujuh item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur family satisfaction. Analisis CFA dengan model satu faktor
48

didapatkan hasil Chi-Square = 63.05, df = 14, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.116,

artinya model tidak fit. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di

mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama

lainnya, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-Square = 16.38, df = 12, p =

0.17461, dan RMSEA = 0.038, artinya model dengan satu faktor (unidimensional)

dapat diterima, sehingga seluruh item hanya mengukur satu faktor, yaitu family

satisfaction.

Table 3.6 Muatan Faktor Item Family Satisfaction


Banyaknya
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.*
Korelasi
1 0.73 0.06 13.12 √ 0
2 0.74 0.06 13.11 √ 2
3 0.85 0.05 16.4 √ 0
4 0.7 0.7 12.3 √ 0
5 0.71 0.06 12.29 √ 1
6 0.5 0.06 8.3 √ 0
7 0.68 0.06 11.59 √ 1
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada

signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,

dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.6 menunjukkan

bahwa semua item signifikan, tidak terdapat muatan faktor negatif dan tidak ada

yang berkorelasi lebih dari tiga kali, sehingga tidak ada item yang perlu didrop.

2. Friends-Satisfaction

Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 48.16, df =

14, p = 0.00001, dan RMSEA = 0.098, artinya model tidak fit. Namun, setelah

dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada


49

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan nilai Chi-Square = 20.35, df = 13, p = 0.08692, dan RMSEA = 0.047,

artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, artinya seluruh

item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu friends-satisfaction.

Table 3.7 Muatan Faktor Item Friends-Satisfaction


Banyaknya
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.*
Korelasi
8 0.42 0.08 5.59 √ 1
9 0.64 0.07 9.17 √ 1
10 0.66 0.07 9.39 √ 0
11 0.69 0.07 9.71 √ 0
12 -0.02 0.07 -0.25 x 0
13 0.25 0.07 3.44 √ 0
14 -0.07 0.07 -0.97 x 0
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada

signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,

dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Berdasarkan tabel 3.7, terdapat dua item yang

tidak signifikan, yaitu item 12 dan item 14. Kedua item tersebut tidak signifikan

dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu, kedua item tersebut harus didrop.

Selebihnya tidak terdapat muatan faktor negatif begitu juga item yang berkorelasi

lebih dari tiga kali.

3. School Satisfaction

Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 94.35, df =

14, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.150, artinya model tidak fit. Namun, setelah

dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
50

dengan nilai Chi-Square = 10.48, df = 8, p = 0.23288, dan RMSEA = 0.035, artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehingga seluruh item

yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu school satisfaction.

Table 3.8 Muatan Faktor Item School-Satisfaction


Banyaknya
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.*
Korelasi
15 0.34 0.07 5.02 √ 2
16 0.22 0.07 3.14 √ 3
17 0.73 0.06 11.58 √ 0
18 0.81 0.06 12.87 √ 1
19 0.01 0.08 0.08 x 1
20 0.29 0.07 4.1 √ 3
21 0.64 0.06 10.13 √ 2
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada

signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,

dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Dari tabel 3.8 dapat dilihat bahwa terdapat satu

item yang tidak signifikan, yaitu item 19 dikarenakan nilai t<1.96, sehingga harus

didrop. Sementara itu tidak terdapat item bermuatan faktor negatif maupun item

yang berkorelasi lebih dari tiga kali.

4. Living Environment Satisfaction

Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 55.61, df =

27, p = 0.00096, dan RMSEA = 0.065, artinya model tidak fit. Namun, setelah

dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan nilai Chi-Square = 30.59, df = 25, p = 0.20303, dan RMSEA = 0.030,

artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehingga seluruh

item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu living environment satisfaction.
51

Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada

signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,

dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Jika mengacu pada tabel 3.9, terdapat dua item

yang tidak signifikan, yaitu item 22 dan item 24. Kedua item tersebut tidak

signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu, kedua item tersebut

harus didrop. Selebihnya tidak terdapat item bermuatan faktor negatif maupun item

yang berkorelasi lebih dari tiga kali.

Table 3.9 Muatan Faktor Item Living Environment Satisfaction


Banyaknya
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.*
Korelasi
22 -0.01 0.06 -0.1 x 0
23 0.76 0.11 7.02 √ 1
24 0.04 0.06 0.71 x 0
25 0.23 0.06 3.65 √ 0
26 0.16 0.06 2.62 √ 1
27 0.95 0.11 8.58 √ 1
28 0.54 0.08 6.85 √ 0
29 0.25 0.06 3.79 √ 1
30 0.24 0.06 3.67 √ 0
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

5. Self-Satisfaction

Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 32.12, df =

9, p = 0.00019, dan RMSEA = 0.101, artinya model tidak fit. Namun, setelah

dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan nilai Chi-Square = 9.64, df = 7, p = 0.29069, dan RMSEA = 0.039, artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehingga seluruh item

yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu self-satisfaction.


52

Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada

signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,

dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.10 menunjukkan

bahwa semua item signifikan, tidak terdapat muatan faktor negatif dan tidak ada

item yang berkorelasi lebih dari tiga kali, sehingga tidak ada item yang perlu didrop.

Table 3.10 Muatan Faktor Item Self-Satisfaction


Banyaknya
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.*
Korelasi
31 0.6 0.06 9.82 √ 0
32 0.64 0.06 10.44 √ 1
33 0.74 0.06 12.7 √ 0
34 0.69 0.06 11.61 √ 1
35 0.59 0.06 9.51 √ 0
36 0.76 0.06 13.23 √ 2
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

3.5.3 Uji Validitas Konstruk Social Support

Social support terdiri dari empat aspek, yaitu: appraisal support, belonging

support, tangible support, dan self-esteem support. Secara keseluruhan akan

diuraikan sebagai berikut:

1. Appraisal Support

Peneliti menguji apakah tujuh item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur appraisal support. Analisis CFA dengan model satu faktor

didapatkan hasil Chi-Square = 21.64, df = 14, p = 0.08623, dan RMSEA = 0.046,

artinya didapatkan model yang langsung fit. Dengan begitu model satu faktor

(unidimensional) dapat diterima, artinya seluruh item yang ada hanya mengukur

satu faktor, yaitu appraisal support.


53

Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada

signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,

dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 3.11,

terdapat dua item yang tidak signifikan, yaitu item 6 dan item 7. Kedua item tersebut

tidak signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu, kedua item

tersebut harus didrop. Selebihnya tidak terdapat muatan faktor negatif maupun item

yang berkorelasi lebih dari tiga kali.

Table 3.11 Muatan Faktor Item Appraisal Support


Banyaknya
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.*
Korelasi
1 0.46 0.11 4.13 √ 0
2 0.25 0.1 2.57 √ 0
3 0.49 0.11 4.23 √ 0
4 0.2 0.1 2.13 √ 0
5 0.27 0.1 2.76 √ 0
6 0.18 0.1 1.88 x 0
7 0.04 0.09 0.41 x 0
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

2. Belonging Support

Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 102.34, df

= 35, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.087, artinya model tidak fit. Namun, setelah

dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan nilai Chi-Square = 37.85, df = 28, p = 0.10134, dan RMSEA = 0.037,

artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehinga seluruh

item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu belonging support.
54

Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada

signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,

dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.12 menunjukkan

bahwa terdapat dua item yang tidak signifikan, yaitu item 9 dan item 13. Kedua

item tersebut tidak signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu,

kedua item tersebut harus didrop. Selain itu, tidak terdapat item yang memiliki

muatan faktor negatif. Namun, ketika dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,

item 16 berkorelasi empat kali. Dengan begitu, item 16 juga harus didrop.

Table 3.12 Muatan Faktor Item Belonging Support


Banyaknya
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.*
Korelasi
8 0.56 0.08 6.77 √ 2
9 0.04 0.07 0.5 x 3
10 0.58 0.07 8.36 √ 1
11 0.16 0.07 2.34 √ 1
12 0.27 0.07 3.94 √ 0
13 -0.04 0.07 -0.54 x 0
14 0.55 0.07 7.89 √ 0
15 0.78 0.08 10 √ 1
16 0.21 0.07 2.93 √ 4
17 0.15 0.07 2.17 √ 2
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

3. Tangible Support

Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 8.25, df =

5, p = 0.14295, dan RMSEA = 0.051, artinya model tidak fit. Namun, setelah

dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan nilai Chi-Square = 1.10, df = 4, p = 0.89483, dan RMSEA = 0.000, artinya


55

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, artinya seluruh item

yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu tangible support.

Table 3.13 Muatan Faktor Item Tangible Support


Banyaknya
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.*
Korelasi
18 0.64 0.06 9.98 √ 0
19 0.75 0.07 10.83 √ 1
20 0.63 0.06 9.89 √ 0
21 0.36 0.07 5.42 √ 0
22 0.71 0.07 10.1 √ 1
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada

signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,

dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 3.13

menunjukkan bahwa semua item signifikan, tidak terdapat muatan faktor negatif

dan tidak ada yang berkorelasi lebih dari tiga kali, sehingga tidak ada item yang

perlu didrop.

4. Self-Esteem Support

Peneliti menguji apakah seluruh item yang ada bersifat unidimensional, artinya

benar hanya mengukur self-esteem support. Analisis CFA dengan model satu faktor

didapatkan hasil Chi-Square = 86.71, df = 27, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.093,

artinya model tidak fit. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di

mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama

lainnya, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-Square = 29.22, df = 20, p =

0.08361, dan RMSEA = 0.043, artinya model dengan satu faktor (unidimensional)
56

dapat diterima, artinya seluruh item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu

self-esteem support.

Table 3.14 Muatan Faktor Item Self-Esteem Support


Banyaknya
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.*
Korelasi
23 0.44 0.09 4.96 √ 2
24 0.28 0.06 4.55 √ 1
25 0.15 0.05 2.84 √ 1
26 0.15 0.07 2.31 √ 4
27 0.06 0.05 1.26 x 2
28 -0.08 0.05 -1.68 x 1
29 0.21 0.05 3.94 √ 1
30 0.63 0.15 4.12 √ 1
31 0.72 0.16 4.51 √ 1
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada

signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,

dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.14 menunjukkan

bahwa terdapat dua item yang tidak signifikan, yaitu item 27 dan item 28. Kedua

item tersebut tidak signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu,

kedua item tersebut harus didrop. Selain itu, tidak terdapat item yang memiliki

muatan faktor negatif. Namun, saat dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, item

26 berkorelasi empat kali. Dengan begitu, item 26 juga harus didrop.

3.6 Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan metode analisis regresi

berganda (multiple regression analysis). Teknik analisis berganda ini digunakan

agar dapat menjawab hipotesis yang terdapat di bab 2. Dalam penelitian ini terdapat
57

satu dependent variable dan sembilan independent variable. Sehingga susunan

persamaan garis regresi penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + e

Keterangan:

Y1 = cyberbullying

a = konstan/intercept

b = koefisien regresi

X1 = family satisfaction

X2 = friends-satisfaction

X3 = school satisfaction

X4 = living environment satisfaction

X5 = self-satisfaction

X6 = appraisal support

X7 = belonging support

X8 = tangible support

X9 = self-esteem support

e = residu

Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model

yang paling sesuai (error kecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis

berikut:

1. R2 (R-Square) untuk mengetahui berapa persen (%) sumbangan DV yang

dijelaskan oleh IV berpengaruh signifikan terhadap DV.


58

2. Dapat diketahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari setiap IV.

Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari IV

yang bersangkutan.

3. Dapat diketahui besarnya sumbangan pengaruh dari setiap IV terhadap DV

serta signifikansinya.

3.7 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain:


1. Peneliti merumuskan masalah kemudian menentukan variabel yang akan

diteliti yaitu cyberbullying, life satisfaction, dan social support. Setelah itu

mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut

pandang teoritis.

2. Menyiapkan alat ukur yang akan digunakan, antara lain: alat ukur

cyberbullying menggunakan skala baku Cyberbullying Offending Scale

(COS: Patchin & Hinduja, 2015), alat ukur life satisfaction mengadaptasi

dari skala baku Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS:

Huebner, 1994), dan alat ukur social support mengadaptasi dari skala baku

Interpersonal Social Evaluation List (ISEL: Cohen et al., 1985).

3. Melakukan pilot study terhadap siswa-siswi di SMK Sirajul Falah, Parung,

Kabupaten Bogor dengan membagikan skala Cyberbullying Offending

Scale (COS: Patchin & Hinduja, 2015) dengan fitur Google Form.

Berdasarkan hasil pilot study tersebut, didapatkan informasi tingginya

angka pelaku cyberbullying di antara para siswa-siswi.


59

4. Berdasarkan hasil pilot study di atas, maka siswa-siswi sekolah tersebut

dianggap layak dijadikan sampel penelitian ini. Meski begitu, sampel

terpilih adalah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, yaitu merupakan

siswa-siswi SMK Sirajul Falah, pernah menggunakan handphone,

smartphone, maupun melakukan aktivitas online, dan merupakan pengguna

aktif media sosial dengan durasi setidaknya satu jam per hari.

5. Mengurus surat izin penelitian yang ditujukan kepada Kepala Sekolah yang

ditetapkan sebagai sampel.

6. Pengambilan data dengan membagikan angket penelitian kepada para

siswa-siswi.

7. Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan, peneliti kemudian melakukan

pengujian dan analisis data.


BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Subjek Penelitian

Adapun gambaran umum subjek penelitian ini didasarkan pada usia, jenis kelamin,

tingkat kelas. Secara rinci akan diuraikan pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian

Frekuensi Persentase

Usia 15 Tahun 39 15.3%


16 Tahun 80 31.4%
17 Tahun 74 29%
18 Tahun 50 19.6%
19 Tahun 12 4.7%
Total 255 100%

Jenis Kelamin Laki-laki 100 39.2%


Perempuan 155 60.8%
Total 255 100%

Kelas X 113 44.3%


XI 57 22.4%
XII 85 33.3%
Total 255 100%

Pada tabel di atas secara keseluruhan dapat dilihat bahwa dalam jenjang usia

didominasi oleh siswa-siswi 16 tahun (31.4%), sedangkan yang paling sedikit

adalah usia 19 tahun (4.7%). Adapun jenis kelamin, didominasi oleh siswa-siswi

perempuan yakni 60.8%, sedangkan laki-laki 39.2%. Kemudian dalam tingkatan

kelas didominasi oleh siswa-siswi kelas X sebesar44.3%, disusul oleh kelas XII

sebesar 33.3%, dan terakhir kelas XI sebesar 22.4%.

4.2 Hasil Analisis Deskriptif

1. Analisis Deskriptif Bentuk Cyberbullying

60
61

Untuk melihat uraian bentuk cyberbullying yang paling sering dan paling jarang

dilakukan oleh para siswa-siswi yang menjadi sampel penelitian ini, berikut tabel

4.2 akan menguraikan hal tersebut

Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Bentuk Cyberbullying


Persentase (%)*
No. Item
0 1 2 3 4
1 Saya berkomentar kasar atau menyakitkan 15 32 38 14 1
terhadap seseorang secara online

2 Saya mem-posting foto yang dapat menyakiti 23 34 33 10 0


seseorang secara online

3 Saya mem-posting video yang dapat menyakiti 91 7 1 0 0


seseorang secara online

4 Saya menyebarkan gosip seseorang secara 11 49 35 6 0


online

5 Saya mengancam akan melukai seseorang 70 16 11 2 1


secara online

6 Saya mengancam akan melukai seseorang 72 22 4 2 0


melalui pesan teks (chatting)

7 Saya membuat web page (fan page) untuk 99 1 0 0 0


menyakiti seseorang

8 Saya menyamar menjadi seseorang di media 53 35 11 2 0


sosial kemudian bertindak kasar dengan
maksud menyakiti orang lain

*0 = tidak pernah; 1 = sekali; 2 = jarang; 3 = beberapa kali; 4 = sering

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa urutan bentuk

cyberbullying yang paling sering dilakukan sampel penelitian ini adalah: (1)

berkomentar kasar atau menyakitkan; (2) menyebarkan gosip seseorang; (3) mem-

posting foto yang dapat menyakiti seseorang; (4) melakukan penyamaran di media

sosial untuk menyakiti seseorang; (5) mengancam akan melukai seseorang secara

online; (6) mengancam lewat pesan teks (chatting); (7) mem-posting video yang
62

dapat menyakiti seseorang; dan terakhir adalah (8) membuat web page untuk

menyakiti seseorang.

2. Analisis Deskriptif Masing-Masing Variabel

Di bawah ini akan diuraikan hasil analisis statistik deskriptif masing-masing

variabel meliputi nilai minimum, nilai maksimum, mean dan standar deviasi.

Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Masing-masing Variabel

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Cyberbullying 255 33.68 74.76 50 8.71805


Family Satisfaction 255 17.26 60.90 50 9.04877
Friends Satisfaction 255 12.19 66.90 50 8.58076
School Satisfaction 255 24.03 66.78 50 8.46401
Living Env. Satisfaction 255 27.25 67.30 50 8.03550
Self-Satisfaction 255 27.70 68.25 50 8.82697
Appraisal Support 255 33.56 63.76 50 5.89527
Belonging Support 255 26.53 68.12 50 7.82534
Tangible Support 255 20.33 70.28 50 8.29350
Self-Esteem Support 255 24.80 62.13 50 7.75746
Valid N (listwise) 255

Hasil analisis tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai terendah adalah pada

friends-satisfaction dengan nilai minimum=12.19, nilai maksimum=66.90,

mean=50, dan standar deviasi=8.58076, sementara untuk nilai tertinggi adalah

cyberbullying dengan nilai minimum=33.68, maksimum=74.76, mean=50, dan

standar deviasi=8.71805.

4.3 Kategorisasi Skor Variabel

Kategorisasi skor variabel dalam penelitian ini dibuat dalam tiga kategori, yaitu

tinggi sedang dan rendah. Untuk mendapatkan norma kategorisasi tersebut adalah

dengan menggunakan pedoman berikut:


63

Tabel 4.4 Norma Kategorisasi Skor Variabel

Kategorisasi Norma

Tinggi >M + 1SD


Sedang M – SD ≤ x ≤ M + SD
Rendah <M - 1SD

Setelah kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai

persentase kategori untuk masing-masing variabel. Dari hasil analisis didapatkan

data sebagai berikut:

Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Variabel


Frekuensi Persentase
Variabel
R S T R S T
Cyberbullying 35 186 34 13.8 72.9 13.2
Family Satisfaction 42 181 32 16.5 70.9 12.6
Friends Satisfaction 18 193 44 7.1 75.6 17.3
School Satisfaction 21 198 36 8.2 77.6 14.2
Living Environment Satisfaction 26 196 34 10.2 76.8 13
Self-Satisfaction 32 185 38 12.6 72.4 15
Appraisal Support 7 230 18 2.8 90.2 7
Belonging Support 17 207 31 6.7 81.4 11.9
Tangible Support 21 206 28 8.2 80.8 11
Self-Esteem Support 23 209 22 9 82.3 8.7
R = Rendah; S = Sedang; T = Tinggi

Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa perbedaan antara kategori rendah,

sedang dan tinggi pada variabel cyberbullying. Selisih antara kategori rendah dan

kategori tinggi tidak terlalu jauh, yaitu masing-masing sebesar 13.8% (36 sampel)

dan 13.2% sisanya (35 sampel) masuk dalam kategori rendah. Meski angkanya

kecil, namun dapat dilihat adanya kecenderungan kategori rendah.

Selanjutnya analisis pada aspek-aspek life satisfaction. Pertama, family

satisfaction lebih dominan kategori rendah sebesar 16.5% (42 sampel) dibanding

kategori tinggi yang sebesar 12.6% (32 sampel). Kedua, friends-satisfaction lebih
64

dominan kategori tinggi sebesar 17.3% (44 sampel) dibanding kategori rendah yang

sebesar 7.1% (18 sampel). Ketiga, school satisfaction lebih dominan kategori tinggi

sebesar 14.2% (36 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar 8.2% (21

sampel). Keempat, living environment satisfaction lebih dominan kategori tinggi

sebesar 13% (34 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar 10.2% (26

sampel). Terakhir adalah self-satisfaction lebih dominan kategori tinggi sebesar

15% (38 sampel) dibanding rendah yang sebesar 12.6% (32 sampel).

Kemudian analisis pada aspek-aspek social support. Pertama, appraisal

support lebih dominan kategori tinggi sebesar 7% (18 sampel) dibanding kategori

rendah yang sebesar 2.8% (7 sampel). Kedua, belonging support lebih dominan

kategori tinggi sebesar 11.9% (31 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar

6.7% (17 sampel). Ketiga, tangible support lebih dominan kategori tinggi sebesar

11% (28 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar 8.2% (21 sampel).

Terakhir, self-esteem support lebih dominan kategori rendah sebesar 9% (23

sampel) dibanding kategori tinggi yang sebesar 8.7% (22 sampel).

4.4 Hasil Uji Hipotesis

4.4.1 Analisis Regresi Variabel

Pada tahap ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda

menggunakan software IBM SPSS Statistics versi 20.0. Tahap ini akan

menghasilkan beberapa data, termasuk besaran R-Square untuk melihat berapa

persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable,

kemudian apakah secara keseluruhan independent variable berpengaruh signifikan


65

terhadap dependent variable, dan terakhir melihat signifikan atau tidaknya

koefisien regresi dari setiap independent variable.

Tabel 4.6 R-Square

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .312 .098 .064 8.43280

Adapun langkah pertama adalah melihat besaran R-Square. Pada tabel 4.6

di atas dapat dilihat bahwa perolehan R-Square adalah sebesar 0.098, artinya

proporsi varian dari cyberbullying yang dijelaskan oleh independent variable yaitu

sebesar 9.8%. Adapun 90.2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar

penelitian ini.

Tabel 4.7 ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 1882.677 9 209.186 2.942 .002*


1 Residual 17422.462 245 71.112
Total 19305.138 254

Langkah kedua adalah menganalisis pengaruh dari seluruh independent

variable terhadap cyberbullying. Berdasarkan hasil uji F pada tabel 4.7, diperoleh

F sebesar 2.942 dengan p=0.002 (sig.<0.05). Dengan demikian hipotesis mayor

yang berbunyi “ada pengaruh life satisfaction (family satisfaction, friends-

satisfaction, school satisfaction, living environment satisfaction, dan self-

satisfaction) dan social support (appraisal support, belonging support, tangible

support, dan self-esteem support) terhadap cyberbullying” tidak ditolak. Artinya

ada pengaruh dari life satisfaction dan social support terhadap cyberbullying.
66

Selanjutnya adalah melihat koefisien regresi dari masing-masing

independent variabel. Jika sig.<0.05, maka koefisien regresi tersebut signifikan, itu

artinya independent variable tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

cyberbullying. Adapun besaran koefisien regresi dari masing-masing independent

variable dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Koefisien Regresi


Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B SE β
(Constant) 29.509 6.435 4.586 0
Family satisfaction 0.011 0.101 0.012 0.111 0.912
Friends-satisfaction -0.020 0.068 -0.020 -0.299 0.765
School satisfaction -0.057 0.067 -0.055 -0.841 0.401
Living env. satisfaction 0.168 0.077 0.155 2.174 0.031*
1
Self-satisfaction -0.181 0.072 -0.183 -2.514 0.013*
Appraisal support 0.313 0.093 0.212 3.349 0.001*
Belonging support 0.009 0.080 0.008 0.114 0.910
Tangible support 0.007 0.076 0.006 0.089 0.929
Self-esteem support 0.160 0.119 0.142 1.349 0.179

Berdasarkan tabel 4.7 di atas maka dapat disimpulkan persamaan regresi

penelitian ini adalah sebagai berikut: (*signifikan)

“Cyberbullying1 = 29.509 + 0.011 family satisfaction - 0.020 friends-

satisfaction - 0.057 school satisfaction + 0.168 living

environment satisfaction* - 0.181 self-satisfaction* +

0.313 appraisal support* + 0.009 belonging support +

0.007 tangible support + 0.160 self-esteem support.”

Dari persamaan regresi di atas dapat diketahui bahwa terdapat tiga variabel

yang signifikan, yaitu: (1) living environment satisfaction, (2) self-satisfaction, (3)

appraisal support. Sementara enam variabel lainnya tidak signifikan. Penjelasan


67

dari nilai koefisien regresi yang diperoleh dari masing-masing independent variable

adalah sebagai berikut:

1. Family Satisfaction

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.011 dengan taraf signifikansi

0.912 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh

yang signifikan aspek family satisfaction terhadap cyberbullying” ditolak.

Dengan begitu dipahami bahwa family satisfaction tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap cyberbullying.

2. Friends-Satisfaction

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.020 dengan taraf signifikansi

0.765 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh

yang signifikan aspek friends-satisfaction terhadap cyberbullying” ditolak.

Dengan begitu dipahami bahwa friends-satisfaction tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap cyberbullying.

3. School Satisfaction

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.057 dengan taraf signifikansi

0.401 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh

yang signifikan aspek school satisfaction terhadap cyberbullying” ditolak.

Dengan begitu dipahami bahwa school satisfaction tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap cyberbullying.

4. Living Environment Satisfaction

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.168 dengan taraf signifikansi

0.031 (sig<0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh


68

yang signifikan aspek living environment satisfaction terhadap

cyberbullying” tidak ditolak. Nilai koefisien regresi tersebut menunjukkan

arah positif, artinya semakin tinggi living environment satisfaction, maka

semakin tinggi pula kecenderungan melakukan cyberbullying.

5. Self-Satisfaction

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.181 dengan taraf signifikansi

0.013 (sig<0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh

yang signifikan aspek self-satisfaction terhadap cyberbullying” tidak

ditolak. Nilai koefisien regresi tersebut menunjukkan arah negatif, artinya

semakin rendah self-satisfaction, maka semakin tinggi kecenderungan

melakukan cyberbullying.

6. Appraisal Support

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.313 dengan taraf signifikansi

0.001 (sig<0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh

yang signifikan aspek appraisal support terhadap cyberbullying” tidak

ditolak. Nilai koefisien regresi tersebut menunjukkan arah positif, artinya

semakin tinggi appraisal support, maka semakin tinggi pula kecenderungan

melakukan cyberbullying.

7. Belonging Support

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.009 dengan taraf signifikansi

0.910 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh

yang signifikan aspek belonging support terhadap cyberbullying” ditolak.


69

Dengan begitu dipahami bahwa belonging support tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap cyberbullying.

8. Tangible Support

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.007 dengan taraf signifikansi

0.929 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh

yang signifikan aspek tangible support terhadap cyberbullying” ditolak.

Dengan begitu dipahami bahwa tangible support tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap cyberbullying.

9. Self-Esteem Support

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.160 dengan taraf signifikansi

0.179 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh

yang signifikan aspek self-esteem support terhadap cyberbullying” ditolak.

Dengan begitu dipahami bahwa self-esteem support tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap cyberbullying.

4.4.2 Analisis Proporsi Varian Independent Variable

Tabel 4.9 Proporsi Varian Independent Variable


Change Statistics
2
SE of the R F Sig. F
Model R R2 Adjusted R2 Estimate Change Change df1 df2 Change
1 .142 .020 .016 8.64730 .020 5.174 1 253 .024*
2 .144 .021 .013 8.66113 .001 .192 1 252 .661
3 .152 .023 .011 8.66804 .002 .598 1 251 .440
4 .187 .035 .020 8.63171 .012 3.117 1 250 .079
5 .219 .048 .029 8.59194 .013 3.319 1 249 .070
6 .300 .090 .068 8.41651 .042 11.488 1 248 .001*
7 .300 .090 .064 8.43281 .000 .042 1 247 .837
8 .301 .091 .061 8.44683 .001 .181 1 246 .671
9 .312 .098 .064 8.43280 .007 1.819 1 245 .179
70

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui sumbangan proporsi varian dari

masing-masing independent variable terhadap cyberbullying. Hasil dari

penambahan proporsi varian masing-masing independent variable dapat dilihat

pada tabel 4.9, dengan informasi sebagai berikut:

1. Family satisfaction memberikan sumbangan sebesar 2% terhadap varians

cyberbullying dengan sig. F Change = 0.024, artinya sumbangan tersebut

signifikan.

2. Friends-satisfaction memberikan sumbangan sebesar 0.1% terhadap

varians cyberbullying dengan sig. F Change = 0.661, artinya sumbangan

tersebut tidak signifikan.

3. School satisfaction memberikan sumbangan sebesar 0.2% terhadap varians

cyberbullying dengan sig. F Change = 0.440, artinya sumbangan tersebut

tidak signifikan.

4. Living environment satisfaction memberikan sumbangan sebesar 1.2%

terhadap varians cyberbullying dengan sig. F Change = 0.079, artinya

sumbangan tersebut tidak signifikan.

5. Self-satisfaction memberikan sumbangan sebesar 1.3% terhadap varians

cyberbullying dengan sig. F Change = 0.070, artinya sumbangan tersebut

tidak signifikan.

6. Appraisal support memberikan sumbangan sebesar 4.2% terhadap varians

cyberbullying dengan sig. F Change = 0.001, artinya sumbangan tersebut

signifikan.
71

7. Belonging support memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap varians

cyberbullying dengan sig. F Change = 0.837, artinya sumbangan tersebut

tidak signifikan.

8. Tangible support memberikan sumbangan sebesar 0.01% terhadap varians

cyberbullying dengan sig. F Change = 0.671, artinya sumbangan tersebut

tidak signifikan.

9. Self-esteem support memberikan sumbangan sebesar 0.07% terhadap

varians cyberbullying dengan sig. F Change = 0.179, artinya sumbangan

tersebut tidak signifikan.


BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis deskripsi bentuk cyberbullying yang paling sering

dilakukan oleh para sampel, maka urutannya adalah: (1) berkomentar kasar atau

menyakitkan; (2) menyebarkan gosip seseorang; (3) mem-posting foto yang dapat

menyakiti seseorang; (4) melakukan penyamaran di media sosial untuk menyakiti

seseorang; (5) mengancam akan melukai seseorang secara online; (6) mengancam

lewat pesan teks (chatting); (7) mem-posting video yang dapat menyakiti

seseorang; dan (8) membuat web page untuk menyakiti seseorang.

Kemudian mengacu pada hasil uji hipotesis mayor, disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan dari life satisfaction (family satisfaction, friends-

satisfaction, school satisfaction, living environment satisfaction, dan self-

satisfaction) dan social support (appraisal support, belonging support, tangible

support, dan self-esteem support) terhadap cyberbullying. adapun besaran pengaruh

tersebut adalah sebesar 9.8%, sedangkan 90.2% sisanya dapat dipengaruhi oleh

variabel lainnya.

Adapun hasil uji hipotesis minor, bila dilihat dari koefisien regresi masing-

masing independent variable, terdapat tiga aspek yang secara signifikan

mempengaruhi cyberbullying, yaitu living environment satisfaction, self-

satisfaction, dan appraisal support. Dengan demikian disimpulkan bahwa

cyberbullying dapat dipengaruhi oleh living environment satisfaction dan self-

72
73

satisfaction yang merupakan aspek life satisfaction dan appraisal support yang

merupakan aspek social support.

5.2 Diskusi

Hasil analisis menunjukkan secara umum variabel life satisfaction berpengaruh

positif terhadap cyberbullying. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Schoeps et

al. (2018) yang menemukan bahwa tingginya life satisfaction merupakan prediktor

tingginya cyberbullying.

Terdapat dua aspek life satisfaction yang berpengaruh signifikan, pertama

adalah living environment satisfaction berpengaruh secara positif, artinya semakin

tinggi living environment satisfaction, semakin tinggi pula kecenderungan

melakukan cyberbullying. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Moore et al.

(2012) yang menemukan bahwa tingginya cyberbullying berkaitan dengan

rendahnya living environment satisfaction. Peneliti berasumsi bahwa tinggi atau

rendahnya living environment satisfaction adalah subjektivitas yang terbangun

dalam diri individu di wilayah tertentu dan melalui proses alami menyesuaikan diri

dengan kualitas lingkungan sosial yang ada. Artinya sebuah populasi tidak mustahil

memiliki living environment satisfaction yang tinggi di wilayah dengan kualitas

lingkungan sosial yang buruk, sehingga kecenderungan melakukan cyberbullying

pun tinggi.

Terkait hal tersebut, beberapa peneliti memang menggarisbawahi

pentingnya mengajarkan remaja untuk tangguh menghadapi pengalaman perilaku

negatif, sehingga pengalaman tersebut tidak menjadi kebiasaan atau berkembang

ke ruang publik yang lebih luas, termasuk cyberbullying. Selain itu, remaja juga
74

penting memiliki kemampuan menghadapi tekanan sosial berupa norma-norma

yang berlaku terutama dari teman sebaya. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana

subjective norm kemudian tercipta dan diiringi kuatnya social pressure of

subjective norm. Sebab, Pabian & Vandebosch, (2013) membuktikan bahwa

subjective norm dan social pressure of subjective norm dapat mempengaruhi

individu untuk terlibat sebagai pelaku cyberbullying.

Pada dasarnya remaja memang cenderung melakukan yang apa dilakukan

orang lain terutama teman sebaya. Hal tersebut kemudian secara alami mendorong

pandangan individu bahwa melakukan tindakan negatif tertentu semisal

cyberbullying adalah hal yang normal jika sudah sering terjadi di lingkungan sosial

tempat tinggalnya (Cyberbullying Research Center, 2010). Dengan begitu, dalam

kajian dampak aspek living environment satisfaction terhadap cyberbullying, secara

tidak langsung tetap harus mengacu pada kualitas norma sosial yang berlaku di

lingkungan.

Berdasarkan hasil pilot study peneliti terhadap 95 siswa-siswa populasi

penelitian ini ditemukan sebanyak 77.6% sampel pernah melakukan cyberbullying.

Angka tersebut cukup tinggi, sehingga memberi gambaran bahwa lingkungan di

sekitar populasi ini memiliki kecenderungan terbiasa dengan hal buruk seperti

cyberbullying. Sebab, siswa yang proactive aggression cenderung menjalin

pertemanan dengan orang yang memiliki kebiasaan yang sama, dengan artian

terbiasa dengan aggression juga (Poulin et al., 1999).

Lebih lanjut, pengaruh positif living environment satisfaction terhadap

cyberbullying tersebut juga memberi pertanda adanya variabel penting lainnya,


75

termasuk tingkat aggressivity. Untuk menguatkan hal tersebut, Wright et al. (2015)

menguraikan bahwa tingginya face-to-face aggression perpetration berkaitan

dengan tingginya cyber aggression perpetration. Artinya, dipahami bahwa individu

yang agresif di dunia nyata memiliki kecenderungan agresif juga di dunia maya.

Kemudian komponen environment sendiri adalah termasuk orang-orang sekitar,

seperti tetangga dan teman-teman (Poulin et al., 1999). Poulin et al. kemudian

membuktikan bahwa tingginya rasa senang terhadap teman-teman di sekitar dapat

memicu tingginya proactive aggression. Sementara di sisi lain Ang et al. (2013)

menemukan bahwa tingginya proactive aggression dan reactive aggression

berhubungan dengan tingginya kecenderungan melakukan cyberbullying. Dengan

begitu, runtutan temuan penelitian-penelitian tersebut menggambarkan bahwa

ketika individu memiliki living environment satisfaction yang tinggi lalu beriringan

dengan tingginya aggressivity sebagai mediator, maka dapat berdampak pada

tingginya kecenderungan melakukan cyberbullying.

Kedua adalah self-satisfaction, secara signifikan berpengaruh negatif

terhadap cyberbullying. Hasil tersebut berbanding lurus dengan hasil penelitian

Navarro et al. (2013) yang memaparkan bahwa self-satisfaction yang tinggi dapat

mengurangi kecenderungan terlibat sebagai pelaku cyberbullying. Peneliti

memandang bahwa self-satisfaction yang tinggi mampu membawa ketentraman

dalam diri individu. Sebaliknya rendahnya self-satisfaction akan membuka

kemungkinan diekspresikan dengan tindakan intoleran di lingkungan sosial baik

dunia nyata maupun dunia maya. Senada dengan hal tersebut, Pickhardt (2013) juga
76

memaparkan adanya kemungkinan timbulnya perilaku agresif pada remaja yang

mengalami self-dissatisfaction.

Self-satisfaction sendiri salah satunya mengacu pada kualitas fisik. Terkait

dengan hal tersebut Ola & Singh (2016) menemukan bahwa ketidakpuasan yang

dialami remaja terhadap citra tubuh tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan

mental, tetapi juga meningkatkan perilaku agresif. Hal tersebut menandakan

rendahnya self-satisfaction berdampak pada ketidakmampuan para remaja dalam

bersikap toleran dan beradaptasi dengan baik di lingkungan sosial. Meski

agresivitas dalam hal ini adalah secara umum, namun tidak menutup kemungkinan

agresivitas tersebut juga dilakukan di dunia maya mengingat kebutuhan akan

teknologi tersebut hampir tak terbatasi. Dengan begitu, kemungkinan melakukan

cyberbullying pun meningkat seiring rendahnya self-satisfaction.

Adapun aspek-aspek life satisfaction yang tidak signifikan berpengaruh

terhadap cyberbullying yang pertama adalah family satisfaction. Arriaga et al.

(2017) menemukan bahwa tingginya satisfaction with the family berkaitan dengan

tingginya cyberbullying. Hal ini bisa dikarenakan seluruh sampel merupakan

pengguna aktif media sosial dengan durasi lebih dari sejam per hari. Tidak hanya

itu, jenis dan durasi kerja rata-rata orang-tua sampel cenderung memperkecil kontak

langsung dengan anak-anaknya. Dengan begitu, attachment keluarga tidak total

secara fisik, namun juga secara digital. Itu sebabnya, sebuah populasi dengan kasus

seperti ini sangat mungkin memiliki kecenderungan melakukan cyberbullying

meski memiliki family satisfaction yang tinggi, sebab adanya pergeseran standar

kepuasan terhadap keluarga tersebut yang lebih dominan dalam konteks online.
77

Kedua adalah friends-satisfaction. Kualitas pertemanan tentu merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari friends-satisfaction. Bukowski et al. (1994)

menjelaskan bahwa kualitas pertemanan terdiri dari beberapa aspek, termasuk

companionship (rasa persahabatan) dan closeness (kedekatan). Sementara Leung et

al. (2017) menemukan bahwa rendahnya companionship dan closeness berdampak

pada tingginya kecenderungan melakukan cyberbullying. Dalam pandangan

peneliti, remaja yang memiliki friends-satisfaction yang rendah tidak dapat

membina nilai-nilai kasih dengan sempurna dengan teman-temannya. Hal tersebut

mengakibatkan munculnya kecenderungan melakukan cyberbullying. Penelitian

yang dilakukan Navarro et al. (2013) mendukung konsep tersebut yang menemukan

bahwa rendahnya friends-satisfaction berdampak pada tingginya kemungkinan

melakukan cyberbullying. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Arriaga et al.

(2017) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi satisfaction with friends, semakin

tinggi pula cyberbullying. Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan

pentingnya friend-satisfaction, temuan Zimmer-Gembeck et al. (2013)

memaparkan bahwa dengan friend-satisfaction yang tinggi membuat individu

semakin prososial.

Ketiga adalah school satisfaction. Sekolah memiliki peran penting dalam

membangun karakter positif siswa-siswinya. Kegagalan sekolah dalam kurikulum,

fasilitas, lingkungan, maupun menciptakan iklim yang baik berdampak pada

rendahnya school satisfaction. Selain itu, sekolah juga perlu menciptakan iklim

yang bisa membangun ikatan positif dalam diri siswa dengan sekolah (school

connectedness). School connectedness merupakan kepercayaan individu bahwa


78

orang di lingkungan sekolahnya peduli dan menganggap keberadaannya (Centers

for Disease Control and Prevention, 2009). Variabel ini merupakan bagian dari

school satisfaction yang bermanfaat akademik yang positif, perilaku, emosional,

kemampuan bersosialisasi, dan meningkatkan kesehatan mental (Michalos, 2014),

dan menekan perilaku agresif siswa (Wilson, 2004; Thapa et al., 2013). Bilie et al.

(2014) telah menemukan bahwa tingginya satisfaction with school berkaitan

dengan rendahnya kemungkinan individu melakukan cyberbullying. Dengan

begitu, tingginya school satisfaction dapat dicanangkan sebagai pencegahan

keterlibatan siswa-siswi menjadi pelaku cyberbullying.

Kemudian secara umum variabel social support secara signifikan

berpengaruh positif terhadap cyberbullying. Penelitian terdahulu (misalnya Akturk,

2015; Waisglass, 2017) menemukan hal yang sama bahwa tingginya perceived

social support merupakan prediktor tingginya kecenderungan melakukan

cyberbullying. Peneliti memandang bahwa positif atau negatifnya efek dari social

support yang tinggi adalah bergantung pada sumber dan konten dukungan yang

diterima. Itu sebabnya, individu dengan social support yang tinggi bisa saja

memiliki kecenderungan berperilaku negatif seperti cyberbullying jika menerima

dukungan yang bersumber dan berkonten negatif pula.

Adapun temuan dalam tiap aspeknya, terdapat satu aspek social support

yang berpengaruh signifikan terhadap cyberbullying, yaitu appraisal support.

Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan Nick (2016) yang menguraikan

bahwa tingginya cyberbullying berkaitan dengan tingginya information support.

Appraisal support sendiri mengacu pada dukungan yang diterima individu berupa
79

informasi, saran, maupun masukan. Appraisal support penting untuk memudahkan

pemecahan masalah, menemukan langkah kehidupan yang lebih tepat dan

mendapatkan umpan balik sebagai evaluasi kehidupan. Namun, individu dengan

appraisal support yang tinggi tetap memiliki kemungkinan melawan norma

lingkungan sosial seperti cyberbullying. Hal tersebut bisa terjadi jika konten

informasi, saran, maupun masukan yang diterima cenderung bermuatan negatif.

Beberapa bukti percakapan perseorangan maupun group chatting para sampel

semisal WhatsApp dan Line mendukung hal tersebut. Ditemukan beberapa konten

masukan, ajakan, maupun informasi yang bermuatan negatif, termasuk saran untuk

melakukan penyerangan terhadap orang yang terlibat masalah pribadi maupun

kelompok dengan para sampel.

Jika mengacu pada konsep Social Information Processing (SIP) theory,

perilaku agresif akan semakin berkembang atau menguat ketika terus menerus

mendapatkan rangsangan. Hal tersebut berlaku juga pada individu yang menerima

umpan balik berkonten negatif namun tetap berada dalam lingkungan sosial yang

sama (Liu et al., 2011). Ketika hal tersebut terjadi, maka umpan balik tersebut bisa

saja dianggap reward yang menguatkan individu untuk semakin berperilaku agresif

(Liu et al., 2012), dalam lingkup dunia maya tentu tak terkecuali cyberbullying. Hal

yang sama telah diungkapkan oleh Hubbard et al. (2001), dalam literaturnya

dijelaskan bahwa social information processing bisa berdampak pada perilaku

agresif. Sehingga jelas bahwa ketika informasi, masukan, saran, atau pun umpan

balik yang diterima individu memuat konten negatif, maka kemungkinan terlibat

sebagai pelaku cyberbullying pun menguat.


80

Kemudian aspek social support yang pengaruhnya tidak signifikan

terhadap cyberbullying yang pertama adalah aspek belonging support. Penelitian

yang dilakukan Nick (2016) menunjukkan bahwa social companionship support

yang tinggi merupakan prediktor tingginya cyberbullying. Hal ini bisa terjadi jika

tingginya belonging support justru membuat individu justru merasa superior sebab

merasa lebih aman dengan perasaan memiliki banyak teman. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Wang et al. (2009) menunjukkan tingginya bullying berkaitan

dengan tingginya seberapa banyak teman yang dimiliki individu, hanya saja

variabel yang digunakan merupakan bentuk tradisional dari cyberbullying.

Kedua adalah aspek tangible support. Sebutan lain dari tangible support

adalah instrumental support. Hasil penelitian yang dilakukan Nick (2016)

menemukan bawah tingginya instrumental support seiring dengan tingginya

cyberbullying. Peneliti berasumsi bahwa terpenuhinya dukungan-dukungan dalam

bentuk nyata bukan tidak mungkin berpotensi berdampak negatif jika dukungan

tersebut digunakan untuk hal-hal negatif, termasuk cyberbullying.

Ketiga adalah self-esteem support. Dalam penelitiannya, Nick (2016)

menemukan bahwa tingginya cyberbullying berkaitan dengan tingginya

esteem/emotional support. Self-esteem support sendiri mengacu pada dukungan

harga diri, pada tingkatan yang tinggi dukungan tersebut membuat individu merasa

tidak lebih rendah dibanding orang lain. Peneliti memandang, meski memiliki self-

esteem support yang tinggi, remaja yang aktif di media sosial tetap mungkin

melakukan cyberbullying. Hal tersebut bisa terjadi jika tingginya self-esteem


81

support justru membuat individu merasa lebih superior, sehingga kecenderungan

melakukan cyberbullying pun semakin tinggi.

5.3 Saran

Kekurangan dan keterbatasan penelitian ini akan jadi bahan evaluasi agar diperoleh

penelitian yang lebih sempurna di masa mendatang. Temuan penelitian ini juga

diharapkan menjadi informasi penting bagi pembaca sebagai pencegahan maupun

penanggulangan cyberbullying.

5.3.1 Saran Teoritis

1. Seiring terus berkembangnya fitur dan variasi media sosial, karakteristik

maupun bentuk cyberbullying dimungkinkan akan mengalami perkembangan.

Oleh sebab itu, sebaiknya penelitian di masa mendatang lebih responsif dengan

fenomena tersebut dan memilih literatur yang mampu mewakili atau mengukur

fenomena cyberbullying dengan tepat.

2. Perkembangan keunikan cyberbullying seperti dijelaskan di poin satu memberi

gambaran bahwa variabel-variabel yang urgen untuk dikaji cukup banyak.

Sinyal yang sama ditunjukkan oleh R-Square penelitian ini yang hanya

menghasilkan angka 9.8%. Oleh sebab itu, penelitian di masa mendatang

didorong untuk menguraikan hasil dengan variabel yang lebih banyak, terutama

aggressivity. Meski variabel tersebut memiliki irisan yang cukup berarti dengan

cyberbullying, namun hasil yang didapatkan diharap mampu memberi deskripsi

yang lebih jelas tentang letak permasalahan utama penyebab cyberbullying,

terutama bagaimana kajian antara faktor internal (diri sendiri) dan eksternal

(norma lingkungan sosial) kemudian dapat dipisahkan.


82

3. Penggunaan life satisfaction sebagai variabel penelitian di masa mendatang

sebaiknya menyusun instrumen yang dapat mengukur kualitas norma

lingkungan sosial populasi yang digunakan. Lingkungan sosial tersebut

meliputi lingkungan keluarga, pertemanan, dan sekolah. Hal ini akan

menghimpun informasi penting untuk mengukur apakah akumulasi life

satisfaction sampel tersebut memuat kepuasan yang positif atau negatif.

4. Kualitas norma lingkungan sosial yang dijelaskan di atas menjadi dasar bahwa

penelitian masa mendatang sebaiknya menggunakan populasi yang memiliki

kualitas norma lingkungan sosial yang berbeda dengan populasi penelitian ini.

Hal ini bertujuan untuk memastikan dampak dari kualitas norma lingkungan

sosial terhadap aspek living environment satisfaction. Sehingga secara

keseluruhan dapat dianalisis bagaimana kualitas norma lingkungan sosial

berpengaruh terhadap life satisfaction.

5. Penelitian di masa mendatang penting untuk menyusun instrumen social

support yang mampu mengukur dengan jelas sumber dan konten dukungan

yang diperoleh sampel. Dengan begitu, didapatkan informasi terkait apakah

sumber dan konten dukungan tersebut positif atau negatif.

5.3.2 Saran Praktis

1. Keunikan cyberbullying akan terus berkembang berikut muatan

karakteristiknya seiring perkembangan teknologi digital. Oleh sebab itu,

penting memberi pendampingan untuk para remaja agar mampu beradaptasi

dengan perkembangan tersebut sehingga terhindar dari paparan negatif yang

muncul. Pendampingan tersebut bisa berupa pemberian program-program yang


83

mengajarkan penggunaan teknologi digital ke arah yang positif seperti ruang

seni, kreativitas dan inovasi, serta ruang untuk ekspresi diri yang mengajarkan

karakter yang kompetitif.

2. Hasil penelitian ini memberi gambaran bahwa kualitas lingkungan sosial dapat

menentukan norma life satisfaction di wilayah tertentu. Kualitas lingkungan

sosial berkontribusi membina aspek-aspek life satisfaction, dalam hal ini living

environment satisfaction. Living environment satisfaction di wilayah dengan

kualitas norma lingkungan sosial yang buruk, berdampak pada pembinaan

kesehatan mental yang tidak optimal, sehingga individu dikhawatirkan tetap

memiliki kecenderungan melakukan cyberbullying. Jadi, penting bekerja sama

menciptakan norma lingkungan sosial yang positif dan sehat, yang

berkontribusi positif juga terhadap pembinaan life satisfaction.

3. Berkaitan dengan poin dua di atas, perlu meluruskan norma lingkungan sosial

yang cenderung memiliki norma negatif. Beberapa langkah yang tepat dapat

dilakukan secara gotong royong. Langkah yang paling dasar adalah

menciptakan kerukunan antar masyarakat, pendekatan nilai-nilai ketuhanan,

pembuatan sanksi yang berorientasi solutif, tidak memihak dan tegas,

membangun pribadi sehat, program penyuluhan dan rehabilitasi,

pengembangan kegiatan-kegiatan positif, dan penanaman nilai dan norma

positif pada kalangan anak-anak.

4. Mengacu pada kondisi lingkungan yang kemudian secara beriringan dengan

kondisi energi yang berlebihan pada remaja, maka diperlukan penyediaan

fasilitas yang mampu menampung energi yang berlebihan tersebut. Fasilitas


84

yang dimaksud bisa berupa ruang seni, kreativitas dan inovasi, serta fasilitas-

fasilitas lainnya yang mendorong pembangunan karakter yang berjiwa

kompetitif. Dengan begitu, diharapkan energi berlebih yang dimiliki para

remaja tersebut dapat disalurkan dengan optimal dan positif, sehingga

memperkecil kecenderungan disalurkan ke kegiatan-kegiatan yang merugikan

diri sendiri maupun memperburuk lingkungan sosial, termasuk cyberbullying.

5. Kontribusi social support juga dicanangkan untuk membina pribadi yang

prososial untuk menekan kecenderungan melakukan cyberbullying. Namun,

social support terutama aspek appraisal support bisa saja tak berkontribusi

positif jika sumber dan konten dukungan yang diterima memuat negativitas.

Jadi, penting menciptakan integrasi sosial yang mengacu pada moral, sehingga

dengan sama-sama saling tenggang rasa atau tolong menolong dalam hal

kebaikan dan kebenaran. Khusus untuk remaja, penting untuk mengajarkan

tolong menolong dan saling menasihati dalam kebaikan dan kebenaran.


DAFTAR PUSTAKA

Akturk, A. O. (2015). Analysis of cyberbullying sensitivity levels of high school


students and their perceived social support levels. Interactive Technology
and Smart Education, 12(1), 44–61. doi:10.1108/itse-07-2014-0016.

Almeida, A., Correia, I., Marinho, S., & Garcia, D. (2012). Virtual but not less real.
Cyberbullying in The Global Playground, 223–244.
doi:10.1002/9781119954484.ch11

Ang, R. P., & Goh, D. H. (2010). Cyberbullying among adolescents: The role of
affective and cognitive empathy, and gender. Child Psychiatry & Human
Development, 41(4), 387–397. doi:10.1007/s10578-010-0176-3

Ang, R. P., Huan, V. S., & Florell, D. (2013). Understanding the relationship
between proactive and reactive aggression, and cyberbullying across united
states and singapore adolescent samples. Journal of Interpersonal Violence,
29(2), 237–254. doi:10.1177/0886260513505149

Arriaga, S., Garcia, R., Amaral, I. & Daniel, F. (2017). Bullying, cyberbullying and
social support: A study in a portuguese school. Proceedings of INTED2017
Conference, 4746-4755. http://hdl.handle.net/1822/45214

Bauman, S. (2009). Cyberbullying in a rural intermediate school: An exploratory


study. The Journal of Early Adolescence, 30(6), 803–833.
doi:10.1177/0272431609350927

Bauman, S., & Bellmore, A. (2014). New directions in cyberbullying research.


Journal of School Violence, 14(1), 1–10.
doi:10.1080/15388220.2014.968281

Beckman, L., Hagquist, C., & Hellström, L. (2012). Does the association with
psychosomatic health problems differ between cyberbullying and traditional
bullying?. Emotional and Behavioural Difficulties, 17(3-4), 421–434.
doi:10.1080/13632752.2012.704228

Beran, T. & Li, Q. (2007). The relationship between cyberbullying and school
bullying. The Journal of Student Wellbeing, 1(2), 15–33.
DOI:10.21913/JSW.v1i2.172

Bergmann, M., & Baier, D. (2018). Prevalence and correlates of cyberbullying


perpetration. Findings from a german representative student survey.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 15(2),
274. doi:10.3390/ijerph15020274
Bernal, G. (2003). Development of a brief scale for social support: Reliability and
validity in puerto rico. International Journal of Clinical and Health
Psychology. 3(2), 251-264.

Besley, B. (2008). ‘Cyberbullying: An emerging threat to the ‘‘always on’’


generation. Canadian Teacher Magazine, 18–20.
http://www.canadianteachermagazine.com/issues/2008/CTM_Spring08%2
0web/docs/CTM_Spring08.linked.pdf

Betts, LC. (2016). Cyberbullying: Approaches, consequences and interventions.


Nottingham: Palgrave Macmillan UK. DOI 10.1057/978-1-137-50009-0_1

Bilie, V., Flander, G.B. & Rafajac, B. (2014). Life satisfaction and school
performance of children exposed to classic and cyber peer bullying. Coll.
Antropol., 38(1), 21–29.
https://pdfs.semanticscholar.org/1d76/e07adfd3c4c2c4538aa6ab854f0174b
a7e6d.pdf

Bonanno, R. A., & Hymel, S. (2013). Cyber bullying and internalizing difficulties:
Above and beyond the impact of traditional forms of bullying. Journal of
Youth and Adolescence, 42(5), 685–697.doi:10.1007/s10964-013-9937-1

Borzekowski, D. L. G., & Rickert, V. I. (2001). Adolescent cybersurfing for health


information. Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine, 155(7),
813.doi:10.1001/archpedi.155.7.813

Brewer, G., & Kerslake, J. (2015). Cyberbullying, self-esteem, empathy and


loneliness. Computers in Human Behavior, 48, 255–260.
doi:10.1016/j.chb.2015.01.073

Buelga, S., Iranzo, B., Cava, M.-J., & Torralba, E. (2015). Psychological profile of
adolescent cyberbullying aggressors/Perfil psicosocial de adolescentes
agresores decyberbullying. Revista de Psicología Social, 30(2), 382–406.
doi:10.1080/21711976.2015.1016754

Bukowski, W. M., Hoza, B., & Boivin, M. (1994). Measuring friendship quality
during pre- and early adolescence: The development and psychometric
properties of the friendship qualities scale. Journal of Social and Personal
Relationships, 11(3), 471–484.doi:10.1177/0265407594113011

Calvete, E., Orue, I., Estévez, A., Villardón, L., & Padilla, P. (2010). Cyberbullying
in adolescents: Modalities and aggressors’ profile. Computers in Human
Behavior, 26(5), 1128–1135. doi:10.1016/j.chb.2010.03.017

Campbell, M. A. (2005). Cyber bullying: an old problem in a new guise?.


Australian Journal of Guidance and Counselling, 15(01), 68–
76. doi:10.1375/ajgc.15.1.68
Campbell, M. A., Slee, P. T., Spears, B., Butler, D., & Kift, S. (2013). Do
cyberbullies suffer too? Cyberbullies’ perceptions of the harm they cause to
others and to their own mental health. School Psychology International,
34(6), 613–629.doi:10.1177/0143034313479698

Carter, M.A. (2013). Third party observers witnessing cyber bullying on social
media sites. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 84, 1296–
1309. doi: 10.1016/j.sbspro.2013.06.747.

Centers for Disease Control and Prevention. (2009). School connectedness:


Strategies for increasing protective factorsamong youth. Atlanta: U.S.
Department of Healthand Human Services.
https://www.cdc.gov/healthyyouth/protective/pdf/connectedness.pdf

Chadwick, S. (2014). Introduction: Impacts of cyberbullying, building social and


emotional resilience in schools, 1–10. doi:10.1007/978-3-319-04031-8_1

Cho, Y.-K. & Yoo, J. (2016). Cyberbullying, internet and SNS usage types, and
perceived social support: A comparison of different age groups.
Information, Communication & Society, 20(10), 1464–1481.
doi:10.1080/1369118x.2016.1228998

Cobb, S. (1976). Social support as a moderator of life stress. Psychosomatic


Medicine, 38(5), 300–314. doi:10.1097/00006842-197609000-00003.

Cohen, S. (2004). Social relationships and health. American Psychologist, 59(8),


676–684. doi:10.1037/0003-066x.59.8.676.

Cohen, S., & Wills, T. A. (1985). Stress, social support, and the buffering
hypothesis. Psychological Bulletin, 98(2), 310–357.doi:10.1037/0033-
2909.98.2.310

Cohen, S., Mermelstein, R., Kamarck, T., & Hoberman, H. M. (1985). Measuring
the functional components of social support. Social support: Theory,
research and applications, 73–94. doi:10.1007/978-94-009-5115-0_5

Cook, L.A. (2015). "Cybervictimization as a predictor of aggression and


cyberbullying among adolescents: Examination of potential risk and
protective factors". Disertasi. Hattiesburg: University of Southern
Mississippi. https://aquila.usm.edu/dissertations/113.

Cutrona, C.E. & Russell, D.W. (1987). The provisions of social relationships and
adaptation to stress. In book: Advances in Personal Relationships. 1, 37-67.
https://www.researchgate.net/publication/271507385

Cyberbullying Research Center. (2010). Social norms and cyberbullying among


students. Diakses tanggal 20 Juni 2019 dari https://cyberbullying.org/social-
norms-and-cyberbullying-among-students.
Dempsey, A. G., Sulkowski, M. L., Nichols, R., & Storch, E. A. (2009). Differences
between peer victimization in cyber and physical settings and associated
psychosocial adjustment in early adolescence. Psychology in the Schools,
46(10), 962–972.doi:10.1002/pits.20437

Diener, E. (1984). Subjective well-being. Psychological Bulletin, 95(3), 542–575.


doi:10.1037/0033-2909.95.3.542

Diener, E., & Diener, M. (2009). Cross-cultural correlates of life satisfaction and
self-esteem. Culture and Well-Being, 71–91. doi:10.1007/978-90-481-
2352-0_4

Diener, E., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The satisfaction with
life scale. Journal of Personality Assessment, 49(1), 71–
75.doi:10.1207/s15327752jpa4901_13

Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective well-being:
Three decades of progress. Psychological Bulletin, 125(2), 276–302.
doi:10.1037/0033-2909.125.2.276.

Dilmac, B. (2009). Psychological needs as a predictor of cyber bullying: A


preliminary report on college students. Educational Sciences: Theory and
Practice, 9, 1307–1325. https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ858926.pdf

Dooley, J. J., Pyżalski, J., & Cross, D. (2009). Cyberbullying versus face-to-face
bullying. Zeitschrift Für Psychologie/Journal of Psychology, 217(4), 182–
188. doi:10.1027/0044-3409.217.4.182

Elmore, G. M., & Huebner, E. S. (2010). Adolescents’ satisfaction with school


experiences: Relationships with demographics, attachment relationships,
and school engagement behavior. Psychology in the Schools, 47(6), 525–
537.doi:10.1002/pits.20488

Estevez, E., Jimenez, T.I, & Morena, D. (2018). Aggressive behavior in


adolescence as a predictor of personal, family, and school adjustment
problems. Psicothema, 30(1), 66-73. doi: 10.7334/psicothema2016.294.

Evans, G.W. (2003). The built environment and mental health. Journal of Urban
Health: Bulletin of the New York Academy of Medicine, 80(4), 536-555.
http://la570.willsull.net/ewExternalFiles/EvansG2003.pdf

Fanti, K.A., Demetriou, A.G., Hawa, V.V. (2012). A longitudinal study of


cyberbullying: Examining riskand protective factors. European Journal of
Developmental Psychology, 9(2), 168–181.
doi:10.1080/17405629.2011.643169
Farnam, A., Marashi, F., & Sana’tnama. (2017). The relationship of body image
with emotion regulation, stress, and aggression and their comparison
between males and females with multiple sclerosis. Jundishapur J Chronic
Dis Care, 6(3), 1-9. doi: 10.5812/jjcdc.13818

Fatria, RQ. (2018). Gambaran perilaku mahasiswa cyber-bullying mahasiswa


universitas pancasila. Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda
Psikologi Indonesia 2018, Vol. 3, No. 1, Hal 13-20.

Febrianti, R. & Hartana, G. (2014). Cyberbullying pada Mahasiswa Universitas


Indonesia. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Field, T. (2018). Cyberbullying: A narrative review. Journal of Addiction Therapy


and Research. 2, 010-027. DOI: 10.29328/journal.jatr.1001007.

Gilman, R. & Huebner, E. S. (2006). Characteristics of adolescents who report very


high life satisfaction. Journal of Youth and Adolescence, 35(3), 293–
301. doi:10.1007/s10964-006-9036-7.

Grigg, D.W. (2010). Cyber-aggression: Definition and concept of cyberbullying.


Australian Journal of Guidance and Counselling, 20(02), 143–156.
doi:10.1375/ajgc.20.2.143

Haryanto, A.T. (2018). 130 juta orang indonesia tercatat aktif di medsos. Diakses
tanggal 8 Oktober 2018 dari https://inet.detik.com/cyberlife/d-
3912429/130-juta-orang-indonesia-tercatat-aktif-di-medsos

Haybron, D. (2006). Life satisfaction, ethical reflection, and the science of


happiness. Journal of Happiness Studies, 8(1), 99–138.
doi:10.1007/s10902-006-9006-5.

Heiman, T., & Shemesh, D.O. (2017). Cyberbullying and traditional bullying:
parents' perceptions of their child with learning disabilities. Journal of
Humanities and Social Science (IOSR-JHSS), 22(1), 59-66. DOI:
10.9790/0837-2201065966.

Hemphill, S. A., Kotevski, A., & Heerde, J. A. (2015). Longitudinal associations


between cyber-bullying perpetration and victimization and problem
behavior and mental health problems in young Australians. International
Journal of Public Health, 60(2), 227–237. doi:10.1007/s00038-014-0644-9

Hinduja, S., & Patchin, J. W. (2010). Bullying, cyberbullying, and suicide. Archives
of Suicide Research, 14(3), 206–221.doi:10.1080/13811118.2010.494133

Horner, S., Asher, Y., & Fireman, G. D. (2015). The impact and response to
electronic bullying and traditional bullying among adolescents. Computers
in Human Behavior, 49, 288–295. doi: 10.1016/j.chb.2015.03.007
Hubbard, J. A., Dodge, K. A., Cillessen, A. H. N., Coie, J. D., & Schwartz, D.
(2001). The dyadic nature of social information processing in boys’ reactive
and proactive aggression. Journal of Personality and Social Psychology,
80(2), 268–280.doi:10.1037/0022-3514.80.2.268.

Huebner, E.S. (1991). Initial development of the student’s life satisfaction scale.
School Psychology International, 12(3), 231–
240.doi:10.1177/0143034391123010

Huebner, E.S. (1994). Preliminary development and validation of a


multidimensional life satisfaction scale for children. Psychological
Assessment, 6(2), 149–158. doi:10.1037/1040-3590.6.2.149.

Juvonen, J., & Gross, E. F. (2008). Extending the school grounds? Bullying
experiences in cyberspace. Journal of School Health, 78(9), 496–
505. doi:10.1111/j.1746-1561.2008.00335.x

Kim, H.S., Sherman, D.K., Taylor, S.E. (2008). Culture and social support.
American Psychologist, 63(6), 518–526. doi:10.1037/0003-066x.

Kort-Butler, L.A. (2017). Social support theory. The Encyclopedia of Juvenile


Delinquency and Justice, 1–4. doi:10.1002/9781118524275.ejdj0066

Kowalski, R.M., Giumetti, G.W., Schroeder, A.N., & Lattanner, M.R.


(2014). Bullying in the digital age: A critical review and meta-analysis of
cyberbullying research among youth. Psychological Bulletin, 140(4), 1073–
1137. doi:10.1037/a0035618

Kowalski, R.M., & Limber, S.P. (2007). Electronic bullying among middle school
students. Journal of Adolescent Health, 41(6), S22–S30.
doi:10.1016/j.jadohealth.2007.08.017.

Kowalski, R.M., & Limber, S.P. (2013). Psychological, physical, and academic
correlates of cyberbullying and traditional bullying. Journal of Adolescent
Health, 53, S13-S20. doi: 10.1016/j.jadohealth.2012.09.018.

Kowalski, R.M., Morgan, C.A., & Limber, S.P. (2012). Traditional bullying as a
potential warning sign of cyberbullying. School Psychology International,
33(5), 505–519.doi:10.1177/0143034312445244

Kwak, M., & Oh, I. (2017). Comparison of psychological and social characteristics
among traditional, cyber, combined bullies, and non-involved. School
Psychology International, 38(6), 608–627.doi:10.1177/0143034317729424

Langos, C. (2012). Cyberbullying: the challenge to define. Cyberpsychology,


Behavior, and Social Networking, 15(6), 285–289.
doi:10.1089/cyber.2011.0588.
Lapidot-Lefler, N. & Dolev-Cohen, M. (2014). Differences in social skills among
cyberbullies, cybervictims, cyberbystanders, and those not involved in
cyberbullying. Journal of Child and Adolescent Behaviour, 02(04), 1-9.
doi:10.4172/2375-4494.1000149

Law, D. M., Shapka, J. D., Hymel, S., Olson, B. F., & Waterhouse, T. (2012). The
changing face of bullying: An empirical comparison between traditional and
internet bullying and victimization. Computers in Human Behavior, 28(1),
226–232. doi: 10.1016/j.chb.2011.09.004

Lee, J., Abell, N., & Holmes, J.L. (2015). Validation of measures of cyberbullying
perpetration and victimization in emerging adulthood. Research on Social
Work Practice, 27(4), 456–467. doi:10.1177/1049731515578535

Leung, A. N. M., Wong, N., & Farver, J. M. (2018). Cyberbullying in Hong Kong
Chinese students: Life satisfaction, and the moderating role of friendship
qualities on cyberbullying victimization and perpetration. Personality and
Individual Differences, 133, 7–12. doi:10.1016/j.paid.2017.07.016

Li, Q. (2006). Cyberbullying in schools: A research of gender differences. School


Psychology International, 27(2), 157–170.
doi:10.1177/0143034306064547

Li, Q. (2007). Bullying in the new playground: Research into cyberbullying and
cybervictimization. Australasian Journal of Educational Technology, 23,
435-454. doi: org/10.14742/ajet.1245.

Lianos, H. & McGrath, A. (2017). Can the general theory of crime and general
strain theory explain cyberbullying perpetration?. Crime & Delinquency,
64(5), 674–700. doi:10.1177/0011128717714204.

Liu, J., Lewis, G., & Evans, L. (2012). Understanding aggressive behaviour across
the lifespan. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, 20(2), 156–
168.doi:10.1111/j.1365-2850.2012.01902.x

Liu, J., Li, L., & Fang, F. (2011). Psychometric properties of the Chinese version
of the parental bonding instrument. International Journal of Nursing
Studies, 48(5), 582–589.doi:10.1016/j.ijnurstu.2010.10.008

Martínez, I., Murgui, S., Garcia, O.F., & Garcia, F. (2018). Parenting in the digital
era: protective and risk parenting styles for traditional bullying and
cyberbullying victimization. Computers in Human Behavior.
doi:10.1016/j.chb.2018.08.036.
McLean, L., & Griffiths, M. D. (2018). Female gamers’ experience of online
harassment and social support in online gaming: a qualitative study.
International Journal of Mental Health and Addiction. doi:10.1007/s11469-
018-9962-0

Michalos, A.C. (Ed.). (2014). Encyclopedia of quality of life and well-being


research. doi:10.1007/978-94-007-0753-5

Mitchell, K. J., Finkelhor, D., Wolak, J., Ybarra, M. L., & Turner, H. (2011). Youth
internet victimization in a broader victimization context. Journal of
Adolescent Health, 48(2), 128–134. doi:10.1016/j.jadohealth.2010.06.009

Moore, P.M., Huebner, E.S., Hills, K.J. (2012). Electronic bullying and
victimization and life satisfaction in middle school students. Social
Indicators Research, 107(3), 429–447. doi:10.1007/s11205-011-9856-z.

Moore, P.M., Huebner, E.S., Hills, K.J. (2012). Electronic bullying and
victimization and life satisfaction in middle school students. Social
Indicators Research, 107(3), 429–447. doi:10.1007/s11205-011-9856-z.

Navarro, R., Ruiz-Oliva, R., Larrañaga, E., & Yubero, S. (2013). The impact of
cyberbullying and social bullying on optimism, global and school-related
happiness and life satisfaction among 10-12-year-old schoolchildren.
Applied Research in Quality of Life, 10(1), 15–36.doi:10.1007/s11482-013-
9292-0.

Newby-Fraser, E., & Schlebusch, L. (1997). Social support, self-efficacy and


assertiveness as mediators of student stress. Psychology: A Journal of
Human Behavior, 34(3-4), 61-69.

Nick, E.A. (2016). “The online social support scale: exploratory factor analysis,
validation, and effects on psychosocial outcomes”. Tesis. Neshville: Faculty
of the Graduate School of Vanderbilt University.
https://etd.library.vanderbilt.edu/available/etd-07152016-
115623/unrestricted/Nick.pdf

Nixon, C. (2014). Current perspectives: the impact of cyberbullying on adolescent


health. Adolescent Health, Medicine and Therapeutics,
143.doi:10.2147/ahmt.s36456

Oda. (2018). 117 laporan bullying diterima Kemensos RI hingga Juli 2017. Diakses
tanggal 8 Oktober 2018 dari http://jogja.tribunnews.com/2017/07/22/117-
laporan-bullying-diterima-tepsa-kemensos-ri-hingga-juli-2017.

Ola, M. & Singh, D.C. (2016). Relationship of gymming with mental health, body
image satisfaction, aggression and happiness. World Journal of Research
and Review (WJRR), 3(3), 43-46.
Pabian, S., & Vandebosch, H. (2013). Using the theory of planned behaviour to
understand cyberbullying: The importance of beliefs for developing
interventions. European Journal of Developmental Psychology, 11(4), 463–
477.doi:10.1080/17405629.2013.858626.

Patchin, J.W., & Hinduja, S. (2006). Bullies move beyond the schoolyard. Youth
Violence and Juvenile Justice, 4(2), 148–169.
doi:10.1177/1541204006286288

Patchin, J.W. & Hinduja, S. (2010). Cyberbullying and self-esteem. Journal of


School Health, 80(12), 614-622. doi: 10.1111/j.1746-1561.2010.00548.x.

Patchin, J.W. & Hinduja, S. (2015). Measuring cyberbullying: Implications for


research. Aggression and Violent Behavior, 23, 69–74.
doi:10.1016/j.avb.2015.05.013.

Patchin, J.W. & Hinduja, S. (2016). 2016 cyberbullying data. Diakses tanggal 8
Oktober 2018 dari https://cyberbullying.org/2016-cyberbullying-data

Pavot, W., Dinner, E., Colvin, C.R., & Sandvik, E. (1991). Further validation of the
satisfaction with life scale: evidence for the cross-method convergence of
well-being measures. Journal of Personality Assessment, 57(1), 149–161.
doi:10.1207/s15327752jpa5701_17

Pickhardt, C.E. (2013). Adolescence and self-dissatisfaction. Diakses pada tanggal


22 Juni 2019 dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/surviving-
your-childs-adolescence/201301/adolescence-and-self-dissatisfaction

Pornari, C. D., & Wood, J. (2009). Peer and cyber aggression in secondary school
students: the role of moral disengagement, hostile attribution bias, and
outcome expectancies. Aggressive Behavior, 36(2), 81–
94. doi:10.1002/ab.20336

Poulin, F., & Boivin, M. (1999). Proactive and reactive aggression and boys’
friendship quality in mainstream classrooms. Journal of Emotional and
Behavioral Disorders, 7(3), 168–177. doi:10.1177/106342669900700305

Prasoon, R., & Chaturvedi, K.R. (2016). Life satisfaction: a literature review.
International Journal of Management Humanities and Social Sciences. 1(2),
25-32.

Prinstein, M. J., & Cillessen, A. H. (2003). Forms and functions of adolescent peer
aggression associated with high levels of peer status. Merrill-Palmer
Quarterly, 49(3), 310–342. doi:10.1353/mpq.2003.0015.

Rahayu, F. (2012). Cyberbullying sebagai dampak negatif penggunaan teknologi


informasi. Jurnal Sistem Informasi, 8(1), 22-31. Doi:10.21609/jsi.v8i1.321
Ramos-Salazar, L. (2017). Cyberbullying victimization as a predictor of
cyberbullying perpetration, body image dissatisfaction, healthy eating and
dieting behaviors, and life satisfaction. Journal of Interpersonal Violence,
088626051772573. doi:10.1177/0886260517725737.

Rifauddin, M. (2016). Fenomena cyberbullying pada remaja. Jurnal Ilmu


Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, 4(1), 35-44.

Robinson, E. (2013). Parental involvement in preventing and responding to


cyberbullying. Family Matters, 92, 69-76.
https://aifs.gov.au/sites/default/files/fm92g.pdf

Rosenfeld, L. B., Richman, J. M., & Bowen, G. L. (1998). Low social support
among at-risk adolescents. Children & Schools, 20(4), 245–260.
doi:10.1093/cs/20.4.245.
Safaria, T. (2016). Prevalence and impact of cyberbullying in a sample of
indonesian junior high school students. The Turkish Online Journal of
Educational Technology, volume 15 issue 1.
https://www.researchgate.net/publication/290482072

Santrock, J.W. (2002). Life span development: perkembangan masa hidup. Jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarafino, E.P. & Smith, T.W. (2011). Health psychology: biopsychosocial


interaction. Seventh Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc

Sarason, I.G., Levine, H.M., Basham, R.B. & Sarason, B.R. (1983). Assessing
social support: the social support questionnaire. Journal of Personality and
Social Psychology, 44(1), 127–139. doi:10.1037/0022-3514.44.1.127

Sarason, I.G., Sarason, B.R., Shearin, E.N., & Pierce, G.R. (1987). A brief measure
of social support: practical and theoretical implications. Journal of Social
and Personal Relationships, 4(4), 497–510.
doi:10.1177/0265407587044007.

Schermer, J. A., Vernon, P. A., Maio, G. R., & Jang, K. L. (2011). A behavior
genetic study of the connection between social values and personality. Twin
Research and Human Genetics, 14(03), 233–239.
doi:10.1375/twin.14.3.233

Schoeps, K., Villanueva, L., Prado-Gascó, V. J., & Montoya-Castilla, I.


(2018). Development of emotional skills in adolescents to prevent
cyberbullying and improve subjective well-being. Frontiers in Psychology,
9.doi:10.3389/fpsyg.2018.02050.
Schultze-Krumbholz, A., & Scheithauer, H. (2009). Social-behavioral correlates of
cyberbullying in a german student sample. Zeitschrift Für
Psychologie/Journal of Psychology, 217(4), 224–226. doi:10.1027/0044-
3409.217.4.224
Seeman, T. E. (1996). Social ties and health: The benefits of social integration.
Annals of Epidemiology, 6(5), 442–451. doi:10.1016/s1047-
2797(96)00095-6
Seligson, J. L., Huebner, E. S., & Valois, R. F. (2003). Social indicators research,
61(2), 121–145. doi:10.1023/a:1021326822957

Ševčíková, A., Macháčková, H., Wright, M. F., Dědková, L., & Černá, A.
(2015). Social support seeking in relation to parental attachment and peer
relationships among victims of cyberbullying. Journal of Psychologists and
Counsellors in Schools, 25(02), 170–182.doi:10.1017/jgc.2015.1

Shaffer-Hudkins, E.J. (2011). “Health-promoting behaviors and subjective well-


being among early adolescents.”. Disertasi. South Florida: Department of
Psychological and Social Foundations College of Education, University of
South Florida.

Shin, D. C., & Johnson, D. M. (1978). Avowed happiness as an overall assessment


of the quality of life. Social Indicators Research, 5(1-4), 475–
492. doi:10.1007/bf00352944

Slonje, R., & Smith, P.K. (2008). Cyberbullying: Another main type of bullying?
Scandinavian Journal of Psychology, 49(2), 147–154.doi:10.1111/j.1467-
9450.2007.00611.x.

Slonje, R., Smith, P. K., & Frisén, A. (2012). Processes of cyberbullying, and
feelings of remorse by bullies: a pilot study. European Journal of
Developmental Psychology, 9(2), 244–
259.doi:10.1080/17405629.2011.643670

Smith, P.K. (2012). Cyberbullying and cyber aggression. In S. R. Jimerson, A. B.


Nickerson, M. J. Mayer, & M. J. Furlong (Eds.), Handbook of school
violence and school safety: International research and practice (pp. 93-
103). New York: Routledge/Taylor & Francis Group.

Smith, P. K., & Slonje, R. (2010). Cyberbullying: the nature and extent of a new
kind of bullying, in and out of school. In S. Jimerson, S. Swearer, & D.
Espelage (Eds.) Handbook of bullying in schools (pp. 249–262). New York:
Routledge. https://www.researchgate.net/publication/281349257
Smith, P.K., Mahdavi, J., Carvalho, M., Fisher, S., & Tippett, N. (2008).
Cyberbullying: its nature and impact in secondary school pupils. Journal of
Child Psychology and Psychiatry, 49(4), 376–385. doi:10.1111/j.1469-
7610.2007.01846.x.

Sourander, A., Brunstein Klomek, A., Ikonen, M., Lindroos, J., Luntamo, T.,
Koskelainen, M., & Helenius, H. (2010). Psychosocial risk factors
associated with cyberbullying among adolescents. Archives of General
Psychiatry, 67(7), 720.doi:10.1001/archgenpsychiatry.2010.79

Sorayah. (2014). Uji validitas konstruk Beck Depression Inventory-II (BDI-II).


Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1-13.

Steffgen, G., König, A., Pfetsch, J., & Melzer, A. (2011). Are cyberbullies less
empathic? Adolescents’ cyberbullying behavior and empathic
responsiveness. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking,
14(11), 643–648. doi:10.1089/cyber.2010.0445

Sticca, F., Ruggieri, S., Alsaker, F., & Perren, S., (2012). Longitudinal risk factors
for cyberbullying in adolescence. Journal of Community & Applied Social
Psychology, 23(1), 52–67. Doi:10.1002/casp.2136.

Suldo, S. M., & Huebner, E. S. (2005). Is extremely high life satisfaction during
adolescence advantageous?. Social Indicators Research, 78(2), 179–
203. doi:10.1007/s11205-005-8208-2.

Sumner, L.W. (1996). Welfare happiness & ethnics. New York: Oxford University
Press.

Tavacioglu, L., Kora, K., Atilgan, K.O., & Savran, C. (2010). Assessment of
demographic and personality characteristics of elite dancers in turkey.
Journal of Human Kinetics, 25, 109‐115.
http://www.johk.pl/files/013_tavacioglou.pdf

Thapa, A., Cohen, J., Guffey, S., & Higgins-D’Alessandro, A. (2013). A review of
school climate research. Review of Educational Research, 83(3), 357–
385.doi:10.3102/0034654313483907

Thoits, P. A. (1995). Stress, coping, and social support processes: where are we?
what next?. Journal of Health and Social Behavior, 35, 53.
doi:10.2307/2626957

Tian, L., Yan, Y., & Huebner, E.S. (2018). Effects of cyberbullying and
cybervictimization on early adolescents’ mental health: differential
mediating roles of perceived peer relationship stress. Cyberpsychology,
Behavior, and Social Networking, 21(7), 429–436.
doi:10.1089/cyber.2017.0735
Tokunaga, R. S. (2010). Following you home from school: A critical review and
synthesis of research on cyberbullying victimization. Computers in Human
Behavior, 26(3), 277–287.doi:10.1016/j.chb.2009.11.014

Topcu, Ç., & Erdur-Baker, Ö. (2010). The Revised Cyber Bullying Inventory
(RCBI): validity and reliability studies. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 5, 660–664. doi: 10.1016/j.sbspro.2010.07.161

Topcu, Ç., & Erdur-Baker, Ö. (2017). RCBI-II: The second revision of the Revised
Cyber Bullying Inventory. Measurement and Evaluation in Counseling and
Development, 51(1), 32–41.doi:10.1080/07481756.2017.1395705

Uchino, B. N. (2006). Social support and health: A review of physiological


processes potentially underlying links to disease outcomes. Journal of
Behavioral Medicine, 29(4), 377–387.doi:10.1007/s10865-006-9056-5

Varjas, K., Henrich, C. C., & Meyers, J. (2009). Urban middle school students’
perceptions of bullying, cyberbullying, and school safety. Journal of School
Violence, 8(2), 159–176.doi:10.1080/15388220802074165

Veenhoven, R. (1996). The study of life satisfaction. Chapter 1 in: Saris, W.E.,
Veenhoven, R., Scherpenzeel, A.C. & Bunting B. (eds) 'A comparative
study of satisfaction with life in Europe. Budapest: Eötvös University Press,
1996, ISBN963 463 081 2, pp. 11-48.

Waisglass, N. (2017). "The lasting effects of cyber bullying on well-being". Tesis.


Kentucky: Brescia Psychology Undergraduate Honours.
https://ir.lib.uwo.ca/brescia_psych_uht/6

Wallace, K.A., & Wheeler, A.J. (2002). Reliability generalization of the life
satisfaction index. Educational and Psychological Measurement, 62(4),
674-684.

Wang, J., Iannotti, R. J., & Nansel, T. R. (2009). School bullying among
adolescents in the united states: Physical, verbal, relational, and cyber.
Journal of Adolescent Health, 45(4), 368–375. doi:
10.1016/j.jadohealth.2009.03.021

Willard, N. (2007a). Educator’s guide to cyberbullying and cyberthreats. Center for


Safe and Responsible Use of the Internet, 1-16.
https://www.wcs.k12.va.us/users/honaker/cyberbullying-for-teachers.pdf

Willard, N. (2007b). Cyberbullying and cyberthreats effectively managing internet


use risks in schools. Center for Safe and Responsible Use of the Internet, 1-
18. https://www.cforks.org/Downloads/cyber_bullying.pdf
Willard, N. (2007c). Cyberbullying and cyberthreats: Responding to the challenge
of online social aggression, threats, and distress. Champaign, IL, US:
Research Press, 265-280. http://www.embracecivility.org/wp-
content/uploadsnew/2012/10/appK.pdf

Williams, K.R., & Guerra, N.G. (2007). Prevalence and predictors of internet
bullying. Journal of Adolescent Health, 41(6), S14–S21.
doi:10.1016/j.jadohealth.2007.08.018

Wilson, D. (2004). The interface of school climate and school connectedness and
relationships with aggression and victimization. Journal of School Health,
74(7), 293–299. doi:10.1111/j.1746-1561.2004.tb08286.x

Wolak, J., Mitchell, K. J., & Finkelhor, D. (2007). Does online harassment
constitute bullying? An exploration of online harassment by known peers
and online-only contacts. Journal of Adolescent Health, 41(6), S51–S58.
doi: 10.1016/j.jadohealth.2007.08.019

Wright, M. (2018). Cyberbullying victimization through social networking sites


and adjustment difficulties: The role of parental mediation. Journal of the
Association for Information Systems, 19(2), 113-123.
doi:10.17705/1jais.00486

Wright, M., Aoyama, I., Kamble, S., Li, Z., Soudi, S., Lei, L., & Shu, C.
(2015). Peer attachment and cyber aggression involvement among chinese,
indian, and japanese adolescents. Societies, 5(2), 339–353.
doi:10.3390/soc5020339

Yalçın, İ. (2011). Social support and optimism as predictors of life satisfaction of


college students. International Journal for the Advancement of Counselling,
33(2), 79–87. doi:10.1007/s10447-011-9113-9.

Yang, X., Wang, Z., Huan, C., & Liu, D., (2018). Cyberbullying perpetration
among Chinese adolescents: The role of interparental conflict, moral
disengagement, and moral identity. Children and Youth Services Review,
86, 256–263. doi: 10.1016/j.childyouth.2018.02.003.

Ybarra, M. L., Diener-West, M., & Leaf, P. J. (2007). Examining the overlap in
internet harassment and school bullying: Implications for school
intervention. Journal of Adolescent Health, 41(6), S42–S50. doi:
10.1016/j.jadohealth.2007.09.004

Ybarra, M.L. & Mitchell, K.J. (2004). Online aggressor/targets, aggressors, and
targets: a comparison of associated youth characteristics. Journal of Child
Psychology and Psychiatry, 45(7), 1308–1316. doi:10.1111/j.1469-7610.
2004.00328.x
Zimet, G. D., Dahlem, N. W., Zimet, S. G., & Farley, G. K. (1988). The
multidimensional scale of perceived social support. Journal of Personality
Assessment, 52(1), 30–41. doi:10.1207/s15327752jpa5201_2

Zimmer-Gembeck, M. J., Nesdale, D., McGregor, L., Mastro, S., Goodwin, B., &
Downey, G. (2013). Comparing reports of peer rejection: Associations with
rejection sensitivity, victimization, aggression, and friendship. Journal of
Adolescence, 36(6), 1237–1246. doi:10.1016/j.adolescence.2013.10.002

Zych, I., Baldry, A.C., Farrington, D.P., & Llorent, V.J. (2018). Are children
involved in cyberbullying low on empathy? A systematic review and meta-
analysis of research on empathy versus different cyberbullying roles.
Aggression and Violent Behavior, 1-46. doi: 10.1016/j.avb.2018.03.004.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Link Google Form Pilot Study
https://docs.google.com/forms/d/1Lytd51Zz5xiEgaHFPpDIT6oorkvBwhO2KK-
57qcga0s/edit
LAMPIRAN 2
1. Surat Izin Penelitian
2. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
LAMPIRAN 3
Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN

PENDAHULUAN

Assalaamu ‘alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh


Responden Yth,
Saya Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian
dalam rangka penyusunan skripsi. Saya memohon kesediaan saudara/i untuk
menjadi responden dengan mengisi kuesioner ini.
Kuesioner ini terdiri dari beberapa isian dan pernyataan. Saudara/i dimohon
membaca, memahami, dan menjawab setiap isian dan pernyataan tersebut. Dalam
setiap pernyataan tidak ada jawaban yang benar atau salah, saudara/i dimohon
untuk menilai gambaran diri anda sendiri.
Seluruh data yang saudara/i berikan murni hanya untuk penelitian dan dijamin
kerahasiaannya. Saya berterima kasih atas kesediaannya, semoga setiap urusan kita
dimudahkan, aamiin.

Hormat Saya,
Peneliti
Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir

PERSETUJUAN RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama/Inisial : ……….
Kelas/Jurusan : .……… / ………………………………………
Menyatakan bersedia berpartisipasi mengisi kuesioner penelitian ini.

………………………….
(Tanda tangan)
DEMOGRAFI RESPONDEN

1. Umur: ……. tahun


2. Jenis kelamin:
a. Laki-laki
b. Perempuan
3. Jenis media sosial yang digunakan (boleh lebih dari satu)
a. Instagram b. LINE
c. WhatsApp d. Facebook
e. Twitter f. Lainnya: ……………………
4. Durasi penggunaan media sosial:
a. < 1 jam/hari
b. 1 - 3 jam/hari
c. > 4 jam/hari
5. Aktivitas berkomentar di media sosial:
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Sering
6. Aktivitas mem-posting foto/video di media sosial:
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Sering
7. Pendapatan orang tua per bulan:
a. < Rp. 1,8 juta
b. Rp. 1,8 juta – Rp. 3,7 juta
c. Rp. 3,7 juta – Rp. 5 juta
d. Rp. 5 juta – Rp. 7 juta
e. > Rp. 7 juta
SKALA 1
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah
sesuai dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang
disediakan dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
- STS = Sangat Tidak Setuju
- TS = Tidak Setuju
- S = Setuju
- SS = Sangat Setuju

NO. PERNYATAAN STS TS S SS


1 Saya senang berada di rumah dengan keluarga saya
2 Anggota keluarga saya berbicara dengan baik satu sama lain
3 Keluarga saya rukun
4 Orang tua saya memperlakukan saya dengan adil
5 Saya senang menghabiskan waktu bersama orang tua saya
Keluarga saya lebih baik daripada kebanyakan keluarga
6
yang lainnya
Orang tua saya dan saya melakukan hal-hal yang
7
menyenangkan bersama
8 Teman-teman saya akan membantu jika saya butuh bantuan
9 Teman-teman saya memperlakukan saya dengan baik
10 Saya memiliki cukup banyak teman
11 Teman-teman saya hebat
Saya berharap saya punya teman yang berbeda dari yang
12
sekarang
13 Teman-teman saya jahat terhadap saya
14 Saya memiliki kenangan buruk dengan teman-teman saya
15 Saya merasa tidak enak di sekolah
16 Saya menanti waktu untuk pergi ke sekolah
17 Saya senang berada di sekolah
18 Sekolah itu menarik
19 Ada banyak hal tentang sekolah yang tidak saya sukai
20 Saya berharap saya tidak harus pergi ke sekolah
21 Saya menikmati kegiatan sekolah
22 Kota ini dipenuhi dengan orang-orang jahat
23 Saya suka tempat tinggal saya
Saya berharap ada orang yang berbeda dari yang sekarang di
24
lingkungan saya
25 Rumah keluarga saya bagus
26 Saya berharap tinggal di rumah yang lain
Ada banyak hal menyenangkan untuk dilakukan di tempat
27
saya tinggal
28 Saya suka lingkungan saya
29 Saya berharap saya tinggal di tempat lain
30 Saya senang dengan tetangga saya
31 Saya menyukai diri saya sendiri
32 Saya orang yang baik
33 Ada banyak hal yang dapat saya lakukan dengan baik
34 Hampir semua orang senang dengan saya
35 Saya suka mencoba hal-hal baru
36 Menurut saya, saya terlihat menarik

SKALA 2
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah
sesuai dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang
disediakan dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
- STS = Sangat Tidak Setuju
- TS = Tidak Setuju
- S = Setuju
- SS = Sangat

NO. PERNYATAAN STS TS S SS


Paling tidak ada satu orang yang saya kenal yang nasihatnya
1
sangat saya percayai
Sebenarnya tidak ada orang yang bisa memberi saya umpan
2
balik yang tepat tentang bagaimana saya menangani masalah
Ketika saya butuh saran bagaimana menangani masalah
3
pribadi, ada orang yang bisa saya temui
Ada orang yang saya merasa nyaman untuk meminta nasihat
4
tentang masalah seksual
Saya merasa bahwa tidak ada seorang pun yang dapat saya
5 ajak berbagi tentang kekhawatiran dan ketakutan yang
bersifat paling pribadi
Jika krisis keluarga muncul, beberapa teman saya dapat
6
memberi nasihat yang baik tentang penanganannya
Hanya sedikit orang yang saya percayai untuk membantu
7
menyelesaikan masalah
Jika ingin pergi ke bioskop, saya dapat menemukan orang
8
untuk saya ajak
9 Tidak ada orang yang merayakan ulang tahun saya
Ada beberapa orang yang mau menghabiskan waktu
10
bersama saya
Saya jarang diundang untuk melakukan suatu kegiatan
11
dengan orang lain
Jika ingin makan siang, saya mudah menemukan orang
12
untuk saya ajak
Kebanyakan orang yang saya kenal tidak menikmati hal
13
yang sama seperti yang saya lakukan
Ketika saya merasa kesepian, ada beberapa orang yang bisa
14
saya hubungi dan ajak bicara
Saya rutin bertemu atau berbicara dengan anggota keluarga
15
atau teman
Saya merasa bahwa saya terpinggirkan di antara teman-
16
teman saya
Jika ingin pergi berwisata, saya akan kesulitan menemukan
17
orang untuk diajak
Jika saya berselisih dengan orang lain, ada orang yang akan
18
mendamaikan
Jika saya ingin menitipkan suatu barang, ada orang yang
19
bersedia menjaga barang tersebut
Jika saya kesulitan mengerjakan tugas, ada orang yang akan
20
membantu saya
Jika saya berada di suatu tempat dan membutuhkan
21
jemputan, ada orang yang bersedia menjemput saya
Jika saya butuh uang untuk makan siang, ada orang yang
22
bisa saya pinjami
Secara umum, orang lain tidak memiliki banyak
23
kepercayaan kepada saya
24 Saya memiliki seseorang yang bangga dengan prestasi saya
Sebagian besar teman saya lebih berhasil membuat
25
perubahan dalam hidup mereka daripada saya
Kebanyakan orang yang saya kenal berpikir tinggi tentang
26
saya
27 Sebagian besar teman saya lebih menarik daripada saya
28 Saya kesulitan mengimbangi teman-teman saya
Saya pikir teman-teman saya merasa bahwa saya tidak
29
pandai membantu mereka memecahkan masalah
Saya lebih dekat dengan teman-teman saya daripada
30
kebanyakan orang
Saya dapat melakukan hal-hal seperti yang dilakukan
31
kebanyakan orang
SKALA 3
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah
sesuai dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang
disediakan dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
0 = Tidak Pernah
1 = Sekali
2 = Jarang
3 = Beberapa kali
4 = Sering

NO. PERNYATAAN 0 1 2 3 4
Saya berkomentar kasar atau menyakitkan terhadap
1
seseorang secara online
Saya mem-posting foto yang dapat menyakiti seseorang
2
secara online
Saya mem-posting video yang dapat menyakiti seseorang
3
secara online
4 Saya menyebarkan gosip seseorang secara online
5 Saya mengancam akan melukai seseorang secara online
Saya mengancam akan melukai seseorang melalui pesan
6
teks (chatting)
Saya membuat web page (fan page) untuk menyakiti
7
seseorang
Saya menyamar menjadi seseorang di media sosial
8 kemudian bertindak kasar dengan maksud menyakiti
orang lain
LAMPIRAN 4
Syntax dan Path Diagram
1. Syntax dan Path Diagram Cyberbullying

UJI VALIDITAS KONSTRUK CYBERBULLYING


DA NI=8 NO=255 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8
PM SY FI=CYB.COR
MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CYB
FR TD 8 6 TD 7 1 TD 8 7 TD 6 4 TD 7 4 TD 3 1 TD 7 5 TD 5 3
PD
OU TV SS MI
2. Path Diagram Life Satisfaction
a. Syntax dan Path Diagram Family Satisfaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK FAMILY SATISFACTION
DA NI=7 NO=255 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7
PM SY FI=FamS.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
FamS
FR TD 5 2 TD 7 2
PD OU TV SS MI
b. Syntax dan Path Diagram Friends-Satisfaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK FRIENDS-SATISFACTION
DA NI=7 NO=255 MA=PM
LA
ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
PM SY FI=FriS.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
FriS
FR TD 2 1
PD OU TV SS MI
c. Syntax dan Path Diagram School Satisfaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK SCHOOL SATISFACTION
DA NI=7 NO=255 MA=PM
LA
ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21
PM SY FI=SchS.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SchS
FR TD 6 1 TD 7 2 TD 5 4 TD 7 6 TD 6 2 TD 2 1
PD OU TV SS MI
d. Syntax dan Path Diagram Living Environment Satisfaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK LIVING ENVIRONMENT SATISFACTION
DA NI=9 NO=255 MA=PM
LA
ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26 ITEM27 ITEM28 ITEM29
ITEM30
PM SY FI=LES.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
LES
FR TD 8 5 TD 6 2
PD OU TV SS MI
e. Syntax dan Path Diagram Self-Satisfaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF-SATISFACTION
DA NI=6 NO=255 MA=PM
LA
ITEM31 ITEM32 ITEM33 ITEM34 ITEM35 ITEM36
PM SY FI=SelfS.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SelfS
FR TD 6 4 TD 6 2
PD OU TV SS MI
3. Path Diagram Social Support
a. Syntax dan Path Diagram Appraisal Support
UJI VALIDITAS KONSTRUK APPRAISAL SUPPORT
DA NI=7 NO=255 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7
PM SY FI=AppS.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
AppS
PD OU TV SS MI
b. Syntax dan Path Diagram Belonging Support
UJI VALIDITAS KONSTRUK BELONGING SUPPORT
DA NI=10 NO=255 MA=PM
LA
ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16
ITEM17
PM SY FI=BelS.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
BelS
FR TD 9 2 TD 2 1 TD 8 1 TD 10 2 TD 10 9 TD 9 3 TD 9 4
PD OU TV SS MI
c. Syntax dan Path Diagram Tangible Support
UJI VALIDITAS KONSTRUK TANGIBLE SUPPORT
DA NI=5 NO=255 MA=PM
LA
ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22
PM SY FI=TangS.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
TangS
FR TD 5 2
PD OU TV SS MI
d. Syntax dan Path Diagram Self-Esteem Support
UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF-ESTEEM SUPPORT
DA NI=9 NO=255 MA=PM
LA
ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26 ITEM27 ITEM28 ITEM29 ITEM30
ITEM31
PM SY FI=SES.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY AD=OFF ME=UL
LK
SES
FR TD 9 8 TD 4 2 TD 7 4 TD 6 1 TD 5 3 TD 5 4 TD 4 1
PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 5
Output Analisis Regresi
1. Model Summary
Model Summary

Model R R Adjusted R Std. Error Change Statistics


Square Square of the R Square F df1 df2 Sig. F
Estimate Change Change Change

1 ,312a ,098 ,064 8,43280 ,098 2,942 9 245 ,002


a. Predictors: (Constant), SES, AppS, SchS, FriS, LES, BelS, TangS, SelfS, FamS

2. ANOVA

ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 1882,677 9 209,186 2,942 ,002

1 Residual 17422,462 245 71,112

Total 19305,138 254


a. Dependent Variable: CYB
b. Predictors: (Constant), SES, AppS, SchS, FriS, LES, BelS, TangS, SelfS, FamS

3. Koefisien Regresi

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients Std. Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 29,509 6,435 4,586 ,000

FamS ,011 ,101 ,012 ,111 ,912

FriS -,020 ,068 -,020 -,299 ,765

SchS -,057 ,067 -,055 -,841 ,401

LES ,168 ,077 ,155 2,174 ,031


1
SelfS -,181 ,072 -,183 -2,514 ,013

AppS ,313 ,093 ,212 3,349 ,001

BelS ,009 ,080 ,008 ,114 ,910

TangS ,007 ,076 ,006 ,089 ,929

SES ,160 ,119 ,142 1,349 ,179


a. Dependent Variable: Cyberbullying
4. Model Summary Proporsi Varian Independent Variable
Model Summary

Model R R Adjusted R Std. Error Change Statistics


Square Square of the R Square F df1 df2 Sig. F
Estimate Change Change Change

1 ,142a ,020 ,016 8,64730 ,020 5,174 1 253 ,024


b
2 ,144 ,021 ,013 8,66113 ,001 ,192 1 252 ,661
3 ,152c ,023 ,011 8,66804 ,002 ,598 1 251 ,440
4 ,187d ,035 ,020 8,63171 ,012 3,117 1 250 ,079
5 ,219e ,048 ,029 8,59194 ,013 3,319 1 249 ,070
6 ,300f ,090 ,068 8,41651 ,042 11,488 1 248 ,001
7 ,300g ,090 ,064 8,43281 ,000 ,042 1 247 ,837
8 ,301h ,091 ,061 8,44683 ,001 ,181 1 246 ,671
9 ,312i ,098 ,064 8,43280 ,007 1,819 1 245 ,179
a. Predictors: (Constant), FamS
b. Predictors: (Constant), FamS, FriS
c. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS
d. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES
e. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES, SelfS
f. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES, SelfS, AppS
g. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES, SelfS, AppS, BelS
h. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES, SelfS, AppS, BelS, TangS
i. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES, SelfS, AppS, BelS, TangS, SES

Anda mungkin juga menyukai