Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
NIM: 11140700000163
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
v
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
D) Pengaruh Life Satisfaction dan Social Support Terhadap Cyberbullying
E) xv + 84 halaman + lampiran
F) Studi tentang faktor yang mempengaruhi remaja melakukan cyberbullying
terbilang jarang. Penelitian ini bertujuan mengukur pengaruh life satisfaction
(family satisfaction, friends-satisfaction, school satisfaction, living environment
satisfaction, dan self-satisfaction) dan social support (appraisal support,
belonging support, tangible support, dan self-esteem support) terhadap
kecenderungan melakukan cyberbullying. Populasi penelitian ini adalah siswa-
siswi SMK Sirajul Falah, Parung, Kabupaten Bogor yang merupakan pengguna
handphone atau smartphone dan pengguna aktif media sosial dengan durasi
lebih dari satu jam per hari. Pengambilan sampel menggunakan teknik non-
probability sampling terhadap 255 siswa-siswi. Pengukuran variabel
mengadaptasi skala baku, yaitu Cyberbullying Offending Scale (COS) untuk
cyberbullying, Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS)
untuk life satisfaction, dan Interpersonal Social Evaluation List (ISEL) untuk
social support.
Setelah dilakukan analisis, ditemukan pengaruh yang signifikan dari life
satisfaction dan social support terhadap cyberbullying dengan R2=0.098. Dari
koefisien regresi terdapat tiga aspek yang berpengaruh secara signifikan, yaitu
living environment satisfaction, self-satisfaction, dan appraisal support. Hasil
penelitian ini jadi temuan tentang pentingnya menjaga kualitas lingkungan
sosial sebagai sumber integrasi sosial yang menentukan kecenderungan
manusia dalam berperilaku.
Kata kunci: cyberbullying, life satisfaction, social support.
G) Bahan bacaan: 156; buku: 6 + jurnal: 141 + disertasi: 2 + tesis: 2 + artikel: 5.
vi
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) Juli 2019
C) Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
D) Effect of Life Satisfaction and Social Support on Cyberbullying
E) xv + 84 pages + appendix
F) The study of adolescent factors in cyberbullying is fairly rare. This research
measures the impact of life satisfaction (family satisfaction, friends-satisfaction,
school satisfaction, living environment satisfaction, and self-satisfaction) and
social support (appraisal support, belonging support, tangible support, and self-
esteem support) towards the tendency to cyberbullying. The population was
students of SMK Sirajul Falah, Parung, Bogor who were handphone or
smartphone users and active social media users with a duration of more than
one hour per day. Sampling used non-probability sampling technique for 255
students. Variable measurements adapt the standard scale, namely
Cyberbullying Offending Scale (COS) for cyberbullying, Multidimensional
Student Life Satisfaction Scale (MSLSS) for life satisfaction, and Interpersonal
Social Evaluation List (ISEL) for social support.
Analysis result found significant effect of life satisfaction and social
support on cyberbullying with R2=0.098. From the coefficient regression there
are three aspects that significantly influence, namely living environment
satisfaction, self-satisfaction, and appraisal support. The results of this study
found out the importance of maintaining the quality of the social environment
as a source of social integration that determines human tendency to behave.
Keyword: cyberbullying, life satisfaction, social support.
H) Reference: 156; book: 6 + journal: 141 + dissertation: 2 + thesis: 2 + article: 5.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiym,
1. Ibu Dr. Zahratun Nihayah, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajarannya.
2. Ibu Nia Tresniasari, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas
kesabaran, arahan, bimbingan, keluangan waktu, tenaga juga pikirannya. Ilmu
dan pengalaman yang diberikan akan terus bermanfaat bagi peneliti.
3. Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih
atas bimbingannya sejak awal perkuliahan, begitu juga semangat dan motivasi
yang diberikan untuk menyelesaikan perkuliahan dengan baik.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Apa yang
telah diajarkan kepada peneliti merupakan jasa-jasa yang sangat besar.
5. Kepala SMK Sirajul Falah dan para stafnya yang telah memberikan kesempatan
seluas-luasnya selama proses pengumpulan data penelitian ini.
6. Adik-adik siswa-siswi SMK Sirajul Falah yang telah berpartisipasi sebagai
sampel. Terima kasih atas kesediaan waktu dan pikirannya untuk
menyumbangkan informasi penting untuk data penelitian ini.
7. Ibunda, insan tersayang. Kekasih yang dalam diam rutin mengirim do’a. Tak
cukup panjang ucapan ini, karena semakin panjang akan terasa semakin tak
terbalaskan semua ketulusan, pengorbanan, kesabaran dan kekuatannya.
8. Abang dan kakak-kakak peneliti: Abang Muhammad Nuh Nasution, S.H,
Kakak Siti Aisyah Nasution, S.Pd.I, Abang Muhammad Syarif Nasution, S.H.I,
Abang Muhammad Pauzi Nasution, Kakak Zainab Nasution, Abang Ahmad
Harmein Nasution. Terima kasih telah menjadi kekuatan penting bagi peneliti.
viii
9. Guru-guru peneliti di SDN 142614 Sirambas, terima kasih tak terhingga atas
jasa-jasa kepahlawanannya. Terima kasih kontribusi besarnya hingga sampai di
tahap ini dan tahap-tahap berikutnya.
10. Guru-guru peneliti di Pondok Pesantren Musthafawiyah, Purba Baru. Seluruh
ilmu keislaman yang diajarkan semoga bisa disempurnakan dengan keilmuan
psikologi ini, sehingga memberi manfaat bagi setiap orang dan bagi peneliti di
dunia dan akhirat.
11. Seluruh keluarga Nasution dan Nasution Mangintir di seluruh dunia. Terima
kasih telah menjadi kebanggaan dan kekuatan dalam segala urusan peneliti.
Peneliti
ix
DAFTAR ISI
x
2.2.2 Aspek-aspek Life Satisfaction ............................................... 20
2.2.3 Pengukuran Life Satisfaction .................................................. 22
2.3 Social Support ................................................................................... 23
2.3.1 Definisi Social Support ......................................................... 23
2.3.2 Aspek-aspek Social Support ................................................... 25
2.3.3 Pengukuran Social Support ................................................... 27
2.4 Kerangka Berpikir ............................................................................. 27
2.5 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 36
xi
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..........................................................................................72
5.2 Diskusi.................................................................................................73
5.3 Saran ....................................................................................................81
5.3.1 Saran Teoritis ..........................................................................81
5.3.2 Saran Praktis ............................................................................82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
2013). Detikinet memuat hasil penelitian We Are Social dan Hootsuite yang dirilis
Januari 2018 menunjukkan bahwa total populasi warga Indonesia mencapai 265,4
juta jiwa, sedangkan jumlah pengguna internetnya adalah setengah dari populasi
tersebut, yakni 132,7 juta. Dari total pengguna internet tersebut, sebanyak 130 juta
yang ada saat ini. Data tersebut juga menggambarkan bahwa hampir separuh
orang lain, pendukung produktivitas dalam banyak hal (Robinson, 2013), keperluan
pengguna remaja, kemajuan internet salah satunya dipandang sebagai sarana efektif
2004).
Seiring laju kemajuan itu juga, perilaku lama pun berpotensi berkembang
dalam bentuk-bentuk yang lebih modern (Campbell, 2005; Grigg, 2010). Bagi
1
2
platform teknologi (Langos, 2012), atau bentuk modern dari bullying tradisional
(Slonje & Smith, 2008, Smith et al., 2008; Wright, 2018), yang bertujuan
cyberbullying dianggap lebih parah dikarenakan bersifat online. Sebab, jika sebuah
sehingga cyberbullying pun terus berlanjut (Wolak et al., 2007; Dooley et al., 2009).
Tian et al., 2018). Di tanah air, UNICEF pernah bekerja sama dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika untuk melakukan penelitian dalam rentang tahun 2011
hingga 2013 yang kemudian hasilnya dirilis Februari 2014. Hasil penelitian
(Rifauddin, 2016).
Perlindungan Anak (KPAI) yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2016 ada
total 3.580 laporan kasus pelanggaran terhadap hak-hak anak. Dari keseluruhan
3
laporan tersebut, terdapat 14% atau sekitar 501 pelanggaran yang merupakan kasus
5.707 sampel berusia 12 sampai 17 tahun melaporkan bahwa sekitar 684 sampel
cyberbullying dalam bentuk lainnya sebanyak dua kali atau lebih selama 30 hari
terhadap remaja baik siswa SMP, SMA maupun mahasiswa. Survey yang dilakukan
didapatkan hasil bahwa sebanyak 66% dari sampel mengaku pernah menjadi pelaku
atau isu yang tidak menyenangkan bagi korban secara sengaja di media sosial
(Fatria, 2018).
terlibat dalam cyberbullying sepanjang enam bulan terakhir, baik sebagai pelaku
maupun korban. Dari 77% tersebut yang murni menjadi pelaku adalah sebesar 11%.
Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perempuan lebih sering menjadi pelaku
4
Selanjutnya penelitian pada siswa tingkat SMP dan SMU (usia 12 sampai
19 tahun) dengan sampel 363 sampel di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Hasilnya
iseng saja, sebanyak 36% karena rasa jengkel dan benci terhadap korban, sebanyak
Tidak hanya itu, beberapa anak menganggap cyberbullying sekadar hiburan, tetapi
Untuk mendapatkan data terkini, peneliti juga telah melakukan pilot study
pada tanggal 20 hingga 21 Januari 2019. Sampel dalam pilot study tersebut
Cohen, M., 2014), sehingga jelas memberi dampak negatif terhadap lingkungan
sosial (Horner et al., 2015; Martínez et al., 2018), baik bagi pelaku maupun korban.
2012), namun beberapa studi menunjukkan banyaknya dampak negatif bagi pelaku
5
kesehatan mental (Beckman, 2012), menurunnya konsentrasi (Beran & Li, 2007),
frustrasi, sedih, kebingungan, perasaan bersalah, perasaan malu, distress (Topco &
Erdu-Baker, 2010), social anxiety (Juvonen & Gross, 2008; Navarro et al., 2013),
meningkatnya depresi (Campbell et al., 2013), bahkan munculnya ide bunuh diri
korban juga mengakibatkan masalah kesehatan mental yang cukup luas. Penelitian
di sekolah, prestasi akademik yang buruk (Beran & Li, 2007; Safaria, 2016), social
(Patchin & Hinduja, 2006), penyalahgunaan narkoba, dan lebih parahnya memiliki
ide bunuh diri (Goebert et al., 2011; Gradinger et al., 2011; Safaria, 2016).
yang terlibat, yaitu: (1) bullies (put-downer bullies yaitu yang melecehkan serta
merendahkan orang lain terutama yang dianggap berbeda atau inferior dan get-
backers bullies yaitu orang yang diganggu oleh orang lain lalu menggunakan
mendukung pelaku atau hanya menonton dan tidak membantu korban; dan (4)
dukungan kepada korban, atau memberi tahu orang dewasa untuk minta
pertolongan. Sementara Patchin dan Hinduja (2015) berfokus pada dua pihak yang
yaitu korban. Adapun penelitian ini sendiri hanya berfokus pada pelaku saja
(cyberbullying offending).
faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Adapun faktor internal salah
Moore et al., 2012; Navarro et al., 2013; Buelga et al., 2015; Nick, 2016; Ramos-
Calvete et al., 2010; Fanti et al., 2012; Cook, 2015; Ševčíková et al., 2015; Cho &
Yoo, 2016; Nick, 2016; Heimen & Shemesh, 2017; Lianos & McGrath, 2017;
Kwak & Oh, 2017) menemukan adanya hubungan negatif antara social support dan
7
tingginya social support. Itu artinya, individu dengan social support yang tinggi
untuk program preventif maupun intervensi yang tepat. Terkait adanya kontradiksi
analisa lanjutan. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi individu
melakukan cyberbullying yang diuraikan di atas yakni life satisfaction dan social
support akan dikaji kembali dalam penelitian ini dengan mengangkat judul
dijabarkan sesederhana itu. Oleh sebab itu, berbeda dengan beberapa penelitian
terdahulu, penelitian ini akan menggunakan landasan teori yang terkini, modern,
tidak relevan dengan kondisi dan kemajuan saat ini. Sebagai contoh, masih banyak
pengukuran yang mengukur fitur teknologi digital yang hampir tak pernah dipakai
oleh remaja saat ini, misalnya email. Sementara penelitian ini sendiri akan
digital yang ada saat ini. Karakteristik yang dimiliki pengukuran yang akan
cyberbullying. Secara lebih spesifik landasan teori dan pengukuran tersebut akan
Prinsipnya, penelitian harus tetap berada pada jalurnya dan terarah. Maka dari itu
peneliti akan membatasi pokok pembahasan penelitian ini pada cyberbullying dan
1. Cyberbullying
2. Life Satisfaction
1994).
3. Social Support
Social support adalah ketersediaan sumber daya psikologis dan materi dari
2004).
terhadap cyberbullying?
terhadap cyberbullying?
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini pun bertujuan
untuk:
10
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan
manfaat praktis:
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
penelitian ini dapat menjadi bagian dari acuan program preventif maupun
BAB 1: PENDAHULUAN
penulisan.
teknik dan uji validitas konstruk, teknik analisis data dan prosedur
penelitian.
skor variabel, uji hipotesis, analisis regresi variabel, dan analisis proporsi
2.1 Cyberbullying
Istilah cyberbullying mulai muncul dalam literatur akademik pada tahun 2003
tentang cyberbullying di Kanada (Campbell, 2005; Li, 2007; Bauman & Bellmore,
2014). Sejak saat itu, jumlah penelitian cyberbullying dan kepedulian masyarakat
meningkat, terutama karena banyaknya dampak negatif yang terjadi jika terlibat
online di mana pelaku dan korban tidak saling melihat. Akibatnya, pelaku
dampak terhadap korbannya (Slonje et al., 2012). Hal tersebut merupakan bagian
bahwa jika individu tidak dapat mengidentifikasi orang lain, maka kontrol dalam
internal diri cenderung rendah seperti rendahnya rasa malu maupun rasa bersalah,
12
13
dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan. Smith et al. (2008)
kelompok atau individu menggunakan sarana elektronik dan berulang kali dalam
waktu yang lama terhadap korban yang hampir tidak sanggup membela diri.
kejam terhadap orang lain dengan mengirim atau mem-posting materi berbahaya
atau terlibat dalam bentuk lain agresi sosial menggunakan internet atau teknologi
digital lainnya.
melalui media elektronik atau digital oleh satu individu atau kelompok dengan
berulang kali mengirim pesan agresif atau permusuhan yang dimaksudkan untuk
menimbulkan bahaya atau ketidaknyamanan terhadap orang lain (Li, 2007; Patchin
& Hinduja, 2006; Smith et al., 2008; Tokunaga, 2010; Zych, I. et al., 2018). Belsey
perilaku yang dapat menyakiti atau menghina orang lain secara berulang dan
sengaja.
lain di dunia maya, sementara materi yang telah disebarkan tersebut sulit
sebagai agresi yang disengaja dan berulang kali dilakukan menggunakan elektronik
terhadap seseorang yang tidak sanggup dengan mudah membela dirinya (Yang et
14
al., 2018). Konteks elektronik tersebut termasuk dalam bentuk e-mail, blog, pesan
instan, dan pesan teks (Kowalski et al., 2014; Yang et al., 2018).
Adapun definisi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendapat
teknologi bentuk-bentuk yang lebih modern pun akan terus muncul (Smith, 2012).
1. Verbal/Written Bullying
2. Visual/Sexual Bullying
visual/seksual yang tidak disukai oleh korban seperti foto atau video pribadi
3. Social Exclusion
menyakiti.
15
1. Repetition (pengulangan)
tindakan agresif pelaku pertama (seperti chat, komentar, atau pun posting-
an) yang menjadi viral dikatakan cyberbullying jika ada bukti keterlibatan,
karena korban akan dirugikan setiap kali posting tersebut dilihat atau bahkan
lemah.
3. Harm (merugikan)
pelaku lebih besar dibanding perlawanan dari korbannya. Hal tersebut bisa
informasi, gambar, atau video yang dapat jadi bahan tindakan cyberbullying.
16
oleh Patchin dan Hinduja (2015) yang menjelaskan bahwa cyberbullying haruslah
kekuatan).
Victimization (CBP & CBV Scale) dengan rincian masing-masing 41 item untuk
CVP Scale dan 38 item untuk CBV Scale. Sementara Topcu & Erdur-Baker (2017)
Cyberbullying Scale dalam dua kategori mengacu pada pihak yang terlibat dalam
cyberbullying yaitu pelaku dan korban. Adapun skala untuk pelaku adalah
korban adalah Cyberbullying Victimization Scale (CVS) dengan jumlah item yang
sama. Adapun skala yang akan digunakan dalam penelitian ini sendiri adalah skala
1. Faktor Internal
Faktor yang muncul dari dalam diri pelaku ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, termasuk jenis kelamin (misalnya Li, 2006; Kowalski &
Limber, 2007; Dilmac, 2009; Sourander et al., 2010; Kowalski et al, 2012;
& Goh, 2010; Steffgen et al., 2012; Kowalski et al., 2014), usia (misalnya
Kowalski & Limber, 2007; Williams & Guerra, 2007; Varjas et al., 2009;
2007; Pornari & Wood, 2010; Almeida et al., 2012; Sticca et al., 2012),
Mitchell et al., 2011; Law et al., 2012; Sticca et al., 2012; Kowalski et al,
2014), dan self-esteem (misalnya Patchin & Hinduja, 2010; Kowalski &
Limber, 2013; Brewer & Kerslake, 2015; Bergmann & Baier, 2018), dan
life satisfaction (misalnya Moore et al., 2012; Kowalski et al, 2014; Buelga
2. Faktor Eksternal
Adapun faktor yang muncul dari luar diri ini adalah termasuk iklim sekolah
keluarga (misalnya Ybarra & Mitchell, 2004; Wang et al., 2009), anonimitas
18
tradisional (misalnya Sticca et al., 2012; Smith & Slonje, 2010; Kowalski et
al, 2014), dan social support (misalnya Calvete et al., 2010; Fanti et al.,
2012; Cook, 2015; Ševčíková et al., 2015; Cho & Yoo, 2016; Nick, 2016;
Heimen & Shemesh, 2017; Lianos & McGrath, 2017; Kwak & Oh, 2017).
Dengan begitu dapat dipahami bahwa ada banyak variabel yang dapat
yang komprehensif semakin meningkat. Adapun penelitian ini sendiri akan fokus
pada pengujian dua faktor, yaitu life satisfaction (faktor internal) dan social support
(faktor eksternal).
Life Satisfaction secara luas dianggap sebagai aspek utama dari kesejahteraan
manusia (Haybron, 2006; Diener & Diener 2009; Yalçın, 2011). Diener (1984,
dalam Moore et al., 2012) life satisfaction adalah evaluasi kognitif secara
yang dilakukan individu dalam life satisfaction mungkin bersifat subjektif, tetapi
pilihan. Itu sebabnya, seorang individu bisa saja merasa puas dengan seluruh aspek
19
kehidupannya, namun bisa juga tidak puas secara menyeluruh hanya karena satu
merasa sesuai dengan harapan. Sementara Santrock (2002) berpendapat bahwa life
jauh berbeda, Huebner (1994) menjelaskan bahwa life satisfaction mengacu pada
diri sendiri).
berkaitan dengan kepuasan pada semua aspek kehidupan. Dalam sebuah literatur
yang mendukung hal tersebut disebutkan bahwa juga menyatakan bahwa life
berlangsung dari waktu ke waktu, sementara life satisfaction adalah sejauh mana
oleh Huebner (1994) yang menjelaskan bahwa life satisfaction mengacu pada
diri sendiri).
Huebner (1994) menjelaskan bahwa dalam life satisfaction terdapat beberapa aspek
1. Family Satisfaction
hubungan yang baik antara individu dengan keluarga dan antara sesama
anggota keluarga.
2. Friends-Satisfaction
3. School Satisfaction
5. Self-Satisfaction
Yaitu kepuasan hidup yang dirasakan individu dalam kondisi dan keadaan
yang sedang dijalani. Bisa dipahami bahwa aspek ini merupakan bagian dari
berlangsung.
Yaitu kepuasan hidup yang dirasakan atau dihadapi individu di masa lalu.
Yaitu kepuasan yang dirasakan individu terkait perkiraan apa yang akan
Yaitu kepuasan yang dirasakan individu terkait penilaian orang lain tentang
aspek atau komponen yang kemudian bisa dideskripsikan dalam kategori internal
Beberapa penelitian terdahulu telah menggunakan skala the Life Satisfaction Index
(LSI) untuk mengukur life satisfaction. LSI sendiri memiliki beberapa versi, The
Life Satisfaction Index A (LSIA) merupakan versi asli yang terdiri dari 20 item.
Versi kedua yaitu LSIB yang terdiri dari 12 item, namun versi ini sangat jarang
digunakan oleh para peneliti. Versi ketiga adalah LSIZ yang terdiri 13 item.
Kemudian versi terakhir adalah LSITA yang terdiri dari 35 item di mana
2002).
Diener (1985) menyusun the Satisfaction with Life Scale (SWLS) yang
terdiri dari 5 item yang mengukur life satisfaction secara global mengacu pada
karakteristik yang mendasari konsep life satisfaction. Huebner (1991) juga telah
23
mengembangkan skala life satisfaction khusus untuk siswa sekolah, yaitu Student
Life Satisfaction Scale (SLSS) yang terdiri dari 7 item. Kemudian skala Brief
yang terdiri dari 5 item. SLSS dan BMLSS sendiri mengukur secara global dalam
life satisfaction.
Student Life Satisfaction Scale (MSLSS: Huebner, 1994). Skala ini terdiri dari 40
item dengan rincian masing-masing 30 item dalam bentuk favorable dan sepuluh
aspek, yaitu life satisfaction dalam aspek family, friends, school, living
Pada dasarnya konsep sosial support berfokus pada pencegahan individu dari
dampak kejahatan akibat peristiwa yang menimbulkan stres (Cohen et al., 1985).
sumber daya sosial yang dapat diandalkan individu ketika berhadapan dengan
Dengan pemahaman yang hampir sama, Cohen (2004) menjelaskan bahwa social
support mengacu pada ketersediaan sumber daya psikologis dan materi dari
Sarafino & Smith (2011) berpendapat bahwa social support mengacu pada
kenyamanan, perhatian, harga diri, atau bantuan yang tersedia bagi seseorang dari
orang lain atau kelompok. Cobb (1976) mendefinisikan social support sebagai
informasi yang mengarahkan individu untuk percaya bahwa dia dicintai, dihargai,
dan menjadi bagian dalam kelompok yang saling bersinergi. Bernal et al. (2003)
interaksi manusia di mana adanya sumber daya sosial, emosional, instrumental, dan
rekreasional yang timbal balik. Sarason (1983) berpendapat bahwa sosial support
dimanfaatkan individu untuk menyesuaikan diri dengan masalah yang sulit dan
sekaligus cara untuk mengatasinya, sehingga mencegah pengaruh buruk dari stress
baik terhadap mental maupun fisik (Cohen & Wills, 1985; Seeman, 1996; Thoits,
1995, Kim et al, 2008). Itu sebabnya, social support dianggap penting dalam
membina mental yang sehat. Semakin rendah social support maka semakin tinggi
depresi yang rendah (Zimet et al., 1988; Newby-Fraser dan Schlebusch, 1997;
Definisi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah definisi yang
dipaparkan oleh Cohen (2004) yang menjelaskan bahwa social support mengacu
pada ketersediaan sumber daya psikologis dan materi dari hubungan sosial yang
Cohen et al. (1985) memaparkan bahwa dalam social support terdapat beberapa
1. Appraisal Support
Yaitu dukungan yang diterima individu berupa saran dan informasi yang
meliputi umpan balik, masukan, dan bahkan berbagi masalah pribadi untuk
menemukan solusi.
2. Belonging Support
Yaitu dukungan yang membuat individu merasa atau percaya bahwa ada
3. Tangible Support
4. Self-esteem Support
Sementara menurut Cutrona et al. (1987) yang mengacu pada teori social
provisions Weiss, aspek-aspek social support antara lain adalah sebagai berikut:
1. Emotional Attachment
2. Social Integration
memiliki minat yang sama, perhatian, dan kegiatan positif seperti rekreasi
3. Reassurance of Worth
4. Reliable Alliance
Yaitu dukungan yang mengacu pada ikatan atau hubungan yang dapat
diandalkan saat individu mendapat kesulitan, dengan kata lain dukungan ini
adalah yang berbentuk nyata dan langsung. Dukungan ini membuat individu
merasa tenang karena menyadari ada orang yang dapat dimintai pertolongan
di saat-saat sulit.
5. Guidance
bimbingan yang berisi informasi dan saran untuk mengatasi semua bentuk
persoalan. Dukungan dalam konsep ini yang utama adalah berasal dari guru,
Dukungan bentuk ini cukup unik, karena dengan kata lain individu merasa
27
bahwa dirinya bermanfaat atau orang lain juga bergantung padanya, yang
untuk social support. The Social Provisions Scale (SPS: Cutrona & Russel, 1987)
terdiri dari 24 item dan enam dimensi, di antaranya: emotional attachment, social
nurturance. Skala SPS sendiri dikembangkan dari teori social provisions Weiss
karena dimensinya dianggap sama persis dengan apa yang hendak diukur dalam
Sarason, 1987) terdiri dari enam item. Skala SSQ6 merupakan versi pendek dari
Evaluation List (ISEL: Cohen et al., 1985) yang terdiri dari 40 item dengan empat
support.
merupakan faktor internal dan faktor eksternal. Adapun penelitian ini sendiri akan
berfokus pada life satisfaction sebagai faktor internal dan social support sebagai
faktor eksternal.
tertentu yang dibuat sendiri. Sebuah konsep yang dikemukakan oleh Huebner
(1994) menguraikan life satisfaction khusus bagi remaja adalah meliputi family,
Lebih lanjut, remaja dengan life satisfaction yang tinggi memiliki tingkat
stres sosial yang rendah, memiliki fungsi intrapersonal yang cakap, rendah dalam
Huebner, 2006), juga memiliki tingkat fungsi psikososial yang adaptif dan positif,
serta rendah dalam masalah emosional dan perilaku negatif (Suldo & Huebner,
2005). Itu sebabnya, individu dengan life satisfaction yang tinggi terbebas dari
mengacu pada perasaan puas dan pandangan positif individu terhadap keluarganya,
salah satu model pertama pembentuk karakter individu. Kemudian mengacu pada
hakikat dasar manusia yang terlahir dan berkembangan dengan moral, dapat
dengan moral tersebut maka individu dapat menjaga diri dari perilaku-perilaku
negatif.
harmonisme yang dirasakan dalam keluarga. Terkait dengan hal itu, hasil penelitian
yang dilakukan Estevez et al. (2018) menyimpulkan bahwa perilaku agresif dan
didukung oleh temuan Arriaga et al. (2017) yang memaparkan data bahwa
bahwa pelaku cyberbullying memiliki tingkat satisfaction with family yang rendah.
Dengan begitu, jelas bahwa dengan family satisfaction yang tinggi, maka individu
mampu mengontrol diri dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain,
hal tersebut, salah satunya dapat disokong dengan diterimanya individu dengan baik
prososial. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa ketika kualitas
pertemanan tinggi, maka perilaku agresif cenderung menurun. Studi Leung et al.
satisfaction, yaitu mengacu pada sejauh mana siswa merasa diterima, dihormati,
dapat menekan perilaku agresif siswa (Wilson, 2004; Thapa et al., 2013). Itu
cyberbullying. Untuk menguatkan konsep ini, Williams & Guerra (2007) dalam
perasaan terhubung dengan sekolah dan iklim yang menyenangkan), maka semakin
rendah keterlibatan dalam internet bullying. Dalam penelitian lainnya Bilie et al.
alam dan pandangan positif terhadap orang sekitar. Jika mengkaji tata ruang
tingginya tingkat kebisingan. Selain itu, Evans (2003) juga menjelaskan polusi
udara dapat menimbulkan dampak negatif seperti mudah marah dan perilaku
agresif. Itu sebabnya, pada tingkat living environment satisfaction yang tinggi,
32
individu semakin merasakan ketenangan dan bersikap toleran terhadap orang lain,
baik dalam hal fisik maupun kompetensi diri. Sebagai manifestasi dari penilaian
individu terhadap dirinya, maka penerimaan terhadap apa yang ada dalam diri
adalah kunci utama. Namun, ketika individu berada pada posisi ketidakmampuan
menerima kenyataan yang ada pada dirinya, kemungkinan dampak negatif pun
emosi negatif seperti depresi, stres, rasa marah. Kemudian akumulasi dari emosi
negatif tersebut kemudian berdampak buruk pada interaksi sosial dan meningkatnya
perilaku agresif (Farnam et al. 2017). Mengacu pada konsep tersebut, Farnam et al.
juga menemukan bahwa penilaian individu terhadap citra diri (body image) yang
rendah, berkaitan dengan tingginya perilaku agresif. Oleh sebab itu, karena agresi
sebagai bagian dari cyberbullying, maka dapat dipahami bahwa rendahnya self-
cyberbullying.
orang lain yang membuat individu percaya bahwa ada yang bersedia membantu saat
memiliki mental yang sehat. Sejalan dengan hal tersebut, Rosenfeld et al. (1998)
membina kesehatan mental dan perilaku prososial. Dengan mental yang sehat,
individu mampu menjaga diri dari tindakan-tindakan negatif. Itu sebabnya, social
33
lingkungan sosial seperti cyberbullying. Para peneliti (misalnya Fanti et al., 2012;
Cho & Yoo, 2016; Lianos & McGrath, 2017) menyimpulkan bahwa para pelaku
cyberbullying cenderung memiliki skor social support yang lebih rendah dibanding
support, yaitu dukungan berupa informasi, masukan, umpan balik, nasihat, dan
saran. Itu artinya appraisal support sangat penting dalam menentukan langkah
kehidupan yang lebih tepat, termasuk agar tidak terjerumus pada tindakan yang
umpan balik atau nasihat, maka dapat memicu rusaknya norma sosial di dunia
bahwa dirinya tidak sendiri. Dengan bahasa lain, belonging support merupakan
aspek yang mengacu pada emosional. Dapat dipahami bahwa perasaan tersebut
memiliki kaitan salah satunya dengan kualitas pertemanan. Bukowski et al. (1994)
(kedekatan). Konsep closeness adalah bagian penting dari aspek emosional dalam
social support (Bernal, 2003). Dari literatur tersebut bisa dirasionalisasikan bahwa
hal tersebut, Leung et al. (2017) menemukan bahwa rendahnya companionship dan
cyberbullying.
bentuk nyata berupa barang, jasa, maupun finansial. Di beberapa literatur lainnya,
dapat membina individu menjalin hubungan positif dengan orang lain. Oleh karena
itu, dapat dipahami bahwa tingginya tangible support dapat membantu individu
merawat jalinan kasih terhadap sesama sehingga tidak bertindak yang merugikan
orang lain. Dengan begitu, perilaku negatif seperti cyberbullying yang berpotensi
merusak hubungan positif dengan orang lain tidak dilakukan oleh individu dengan
merasa dipercaya dan dihargai hal dalam kompetensi dan merasa tidak lebih rendah
dibanding orang lain. Temuan Williams & Guerra (2007) dijelaskan bahwa ketika
terhadap simpati, kasih sayang, dan emotional support dari orang lain (Tavacioglu
et al., 2010). Dalam penelitian lain yang bersinggungan dengan keadaan psikologis
termasuk cyberbullying.
Family Satisfaction
Friends-Satisfaction
School Satisfaction
Living Environment
Satisfaction
Appraisal Support
Belonging Support
Tangible Support
Self-Esteem Support
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir pengaruh life satisfaction (MSLSS: Huebner,
1994) dan social support (ISEL: Cohen, 1985) terhadap cyberbullying
(COS: Patchin & Hinduja, 2015).
satisfaction dan social support. Berkaitan dengan pengujian tersebut, maka peneliti
a. Hipotesis Mayor
cyberbullying.
b. Hipotesis Minor
terhadap cyberbullying.
terhadap cyberbullying.
terhadap cyberbullying.
cyberbullying.
cyberbullying.
38
terhadap cyberbullying.
cyberbullying.
terhadap cyberbullying.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Sirajul Falah, Parung, Kabupaten Bogor yang berjumlah 1.087
aktivitas online.
3. Pengguna aktif media sosial dengan durasi setidaknya satu jam per hari.
adalah 255 orang. Itu sebabnya, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
non-probability sampling.
Pada penelitian ini variabel yang menjadi fokus pembahasan adalah cyberbullying,
sedangkan yang lainnya adalah life satisfaction (dengan beberapa aspek, yaitu:
support).
39
40
power).
yang dijalin.
sumber daya psikologis maupun materi yang dapat membantu individu saat
dan informasi.
bantuan.
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner, yaitu suatu
dengan suatu variabel yang hendak diteliti. Variabel tersebut diukur dengan terlebih
untuk menyusun item pernyataan dalam instrumen. Penelitian ini sendiri terdiri dari
Khusus model instrumen pada skala life satisfaction dan social support
Oleh karena itu, penskoran pada kedua skala tersebut adalah dengan ketentuan
sebagai berikut:
42
Offending Scale (COS: Patchin & Hinduja, 2015). Skala COS terdiri dari sembilan
sering.
Total 8
3.4.2 Instrumen Life Satisfaction
terdiri dari 40 item, 10 item dalam bentuk unfavorable, dan 30 item dalam bentuk
item, yakni masing-masing 26 item untuk favorable dan 10 item untuk unfavorable.
43
rentangan empat poin, yaitu: 1 = sangat tidak setuju (STS), 2 = tidak setuju (TS), 3
*unfavorable Total 36
Support Evaluation List (ISEL: Cohen et al., 1985). ISEL terdiri dari 40 item, yang
kemudian diadaptasi oleh peneliti sehingga menjadi 31 item, di mana 18 item untuk
favorable dan 13 item untuk unfavorable. Adapun komponen yang diukur dalam
44
skala ini meliputi, appraisal support, belonging support, tangible support, dan self-
esteem support.
*unfavorable Total 31
empat poin, yaitu: 1 = sangat tidak setuju (STS), 2 = tidak setuju (TS), 3 = setuju
Validitas pengukuran adalah kecocokan antara alat ukur atau skala dengan sasaran
yang hendak diukur. Penting untuk melihat apakah item yang digunakan benar-
benar mewakili atau mengukur konstruk yang telah ditentukan. Temuan item yang
45
tidak valid dalam mengukur konstruk perlu didrop. Oleh sebab itu, untuk menguji
validitas konstruk setiap item tersebut maka peneliti melakukan uji validitas
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana
diperoleh pada sebuah item tidak signifikan (t<1.96) maka item tersebut
pengukuran.
2) Melihat arah koefisien muatan faktor loading. Jika suatu item memiliki
muatan faktor negatif, maka item tersebut didrop karena tidak sesuai
46
kesalahan pengukuran pada item lain. Jika pada suatu item terdapat
terlalu banyak korelasi (misalnya lebih dari tiga), maka item tersebut
juga akan didrop karena selain mengukur apa yang hendak diukur, item
hendak diukur.
Dengan begitu dipahami bahwa setelah melakukan uji CFA, kriteria item
yang harus didrop adalah apabila nilai t<1.96, koefisien faktor item bermuatan
negatif, dan kesalahan pengukuran yang berkorelasi lebih dari tiga kali. Kriteria
tersebut menjadi tolak ukur apakah item benar mengukur konstruk yang hendak
diukur.
Peneliti menguji apakah tujuh item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur cyberbullying. Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan
model tidak fit. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 15.53, df = 12, p = 0.21349,
47
dan RMSEA = 0.034, artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, sehingga seluruh item hanya mengukur satu faktor, yaitu cyberbullying.
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.5 di atas tidak
ditemukan nilai t<1.96 dan atau bermuatan faktor negatif. Namun, ketika
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, item 7 berkorelasi empat kali. Dengan
Life satisfaction terdiri dari lima aspek, yaitu: family satisfaction, friends-
1. Family Satisfaction
Peneliti menguji apakah tujuh item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur family satisfaction. Analisis CFA dengan model satu faktor
48
artinya model tidak fit. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di
mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-Square = 16.38, df = 12, p =
0.17461, dan RMSEA = 0.038, artinya model dengan satu faktor (unidimensional)
dapat diterima, sehingga seluruh item hanya mengukur satu faktor, yaitu family
satisfaction.
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.6 menunjukkan
bahwa semua item signifikan, tidak terdapat muatan faktor negatif dan tidak ada
yang berkorelasi lebih dari tiga kali, sehingga tidak ada item yang perlu didrop.
2. Friends-Satisfaction
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 48.16, df =
14, p = 0.00001, dan RMSEA = 0.098, artinya model tidak fit. Namun, setelah
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, artinya seluruh
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Berdasarkan tabel 3.7, terdapat dua item yang
tidak signifikan, yaitu item 12 dan item 14. Kedua item tersebut tidak signifikan
dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu, kedua item tersebut harus didrop.
Selebihnya tidak terdapat muatan faktor negatif begitu juga item yang berkorelasi
3. School Satisfaction
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 94.35, df =
14, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.150, artinya model tidak fit. Namun, setelah
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
50
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehingga seluruh item
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Dari tabel 3.8 dapat dilihat bahwa terdapat satu
item yang tidak signifikan, yaitu item 19 dikarenakan nilai t<1.96, sehingga harus
didrop. Sementara itu tidak terdapat item bermuatan faktor negatif maupun item
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 55.61, df =
27, p = 0.00096, dan RMSEA = 0.065, artinya model tidak fit. Namun, setelah
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehingga seluruh
item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu living environment satisfaction.
51
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Jika mengacu pada tabel 3.9, terdapat dua item
yang tidak signifikan, yaitu item 22 dan item 24. Kedua item tersebut tidak
signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu, kedua item tersebut
harus didrop. Selebihnya tidak terdapat item bermuatan faktor negatif maupun item
5. Self-Satisfaction
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 32.12, df =
9, p = 0.00019, dan RMSEA = 0.101, artinya model tidak fit. Namun, setelah
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehingga seluruh item
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.10 menunjukkan
bahwa semua item signifikan, tidak terdapat muatan faktor negatif dan tidak ada
item yang berkorelasi lebih dari tiga kali, sehingga tidak ada item yang perlu didrop.
Social support terdiri dari empat aspek, yaitu: appraisal support, belonging
1. Appraisal Support
Peneliti menguji apakah tujuh item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur appraisal support. Analisis CFA dengan model satu faktor
artinya didapatkan model yang langsung fit. Dengan begitu model satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, artinya seluruh item yang ada hanya mengukur
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 3.11,
terdapat dua item yang tidak signifikan, yaitu item 6 dan item 7. Kedua item tersebut
tidak signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu, kedua item
tersebut harus didrop. Selebihnya tidak terdapat muatan faktor negatif maupun item
2. Belonging Support
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 102.34, df
= 35, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.087, artinya model tidak fit. Namun, setelah
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehinga seluruh
item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu belonging support.
54
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.12 menunjukkan
bahwa terdapat dua item yang tidak signifikan, yaitu item 9 dan item 13. Kedua
item tersebut tidak signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu,
kedua item tersebut harus didrop. Selain itu, tidak terdapat item yang memiliki
muatan faktor negatif. Namun, ketika dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
item 16 berkorelasi empat kali. Dengan begitu, item 16 juga harus didrop.
3. Tangible Support
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 8.25, df =
5, p = 0.14295, dan RMSEA = 0.051, artinya model tidak fit. Namun, setelah
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, artinya seluruh item
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 3.13
menunjukkan bahwa semua item signifikan, tidak terdapat muatan faktor negatif
dan tidak ada yang berkorelasi lebih dari tiga kali, sehingga tidak ada item yang
perlu didrop.
4. Self-Esteem Support
Peneliti menguji apakah seluruh item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur self-esteem support. Analisis CFA dengan model satu faktor
artinya model tidak fit. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di
mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-Square = 29.22, df = 20, p =
0.08361, dan RMSEA = 0.043, artinya model dengan satu faktor (unidimensional)
56
dapat diterima, artinya seluruh item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu
self-esteem support.
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.14 menunjukkan
bahwa terdapat dua item yang tidak signifikan, yaitu item 27 dan item 28. Kedua
item tersebut tidak signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu,
kedua item tersebut harus didrop. Selain itu, tidak terdapat item yang memiliki
muatan faktor negatif. Namun, saat dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, item
agar dapat menjawab hipotesis yang terdapat di bab 2. Dalam penelitian ini terdapat
57
Keterangan:
Y1 = cyberbullying
a = konstan/intercept
b = koefisien regresi
X1 = family satisfaction
X2 = friends-satisfaction
X3 = school satisfaction
X5 = self-satisfaction
X6 = appraisal support
X7 = belonging support
X8 = tangible support
X9 = self-esteem support
e = residu
yang paling sesuai (error kecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis
berikut:
2. Dapat diketahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari setiap IV.
yang bersangkutan.
serta signifikansinya.
diteliti yaitu cyberbullying, life satisfaction, dan social support. Setelah itu
pandang teoritis.
2. Menyiapkan alat ukur yang akan digunakan, antara lain: alat ukur
(COS: Patchin & Hinduja, 2015), alat ukur life satisfaction mengadaptasi
Huebner, 1994), dan alat ukur social support mengadaptasi dari skala baku
Scale (COS: Patchin & Hinduja, 2015) dengan fitur Google Form.
aktif media sosial dengan durasi setidaknya satu jam per hari.
5. Mengurus surat izin penelitian yang ditujukan kepada Kepala Sekolah yang
siswa-siswi.
Adapun gambaran umum subjek penelitian ini didasarkan pada usia, jenis kelamin,
tingkat kelas. Secara rinci akan diuraikan pada tabel 4.1 berikut:
Frekuensi Persentase
Pada tabel di atas secara keseluruhan dapat dilihat bahwa dalam jenjang usia
adalah usia 19 tahun (4.7%). Adapun jenis kelamin, didominasi oleh siswa-siswi
kelas didominasi oleh siswa-siswi kelas X sebesar44.3%, disusul oleh kelas XII
60
61
Untuk melihat uraian bentuk cyberbullying yang paling sering dan paling jarang
dilakukan oleh para siswa-siswi yang menjadi sampel penelitian ini, berikut tabel
cyberbullying yang paling sering dilakukan sampel penelitian ini adalah: (1)
berkomentar kasar atau menyakitkan; (2) menyebarkan gosip seseorang; (3) mem-
posting foto yang dapat menyakiti seseorang; (4) melakukan penyamaran di media
sosial untuk menyakiti seseorang; (5) mengancam akan melukai seseorang secara
online; (6) mengancam lewat pesan teks (chatting); (7) mem-posting video yang
62
dapat menyakiti seseorang; dan terakhir adalah (8) membuat web page untuk
menyakiti seseorang.
variabel meliputi nilai minimum, nilai maksimum, mean dan standar deviasi.
Hasil analisis tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai terendah adalah pada
standar deviasi=8.71805.
Kategorisasi skor variabel dalam penelitian ini dibuat dalam tiga kategori, yaitu
tinggi sedang dan rendah. Untuk mendapatkan norma kategorisasi tersebut adalah
Kategorisasi Norma
Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa perbedaan antara kategori rendah,
sedang dan tinggi pada variabel cyberbullying. Selisih antara kategori rendah dan
kategori tinggi tidak terlalu jauh, yaitu masing-masing sebesar 13.8% (36 sampel)
dan 13.2% sisanya (35 sampel) masuk dalam kategori rendah. Meski angkanya
satisfaction lebih dominan kategori rendah sebesar 16.5% (42 sampel) dibanding
kategori tinggi yang sebesar 12.6% (32 sampel). Kedua, friends-satisfaction lebih
64
dominan kategori tinggi sebesar 17.3% (44 sampel) dibanding kategori rendah yang
sebesar 7.1% (18 sampel). Ketiga, school satisfaction lebih dominan kategori tinggi
sebesar 14.2% (36 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar 8.2% (21
sebesar 13% (34 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar 10.2% (26
15% (38 sampel) dibanding rendah yang sebesar 12.6% (32 sampel).
support lebih dominan kategori tinggi sebesar 7% (18 sampel) dibanding kategori
rendah yang sebesar 2.8% (7 sampel). Kedua, belonging support lebih dominan
kategori tinggi sebesar 11.9% (31 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar
6.7% (17 sampel). Ketiga, tangible support lebih dominan kategori tinggi sebesar
11% (28 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar 8.2% (21 sampel).
Pada tahap ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
menggunakan software IBM SPSS Statistics versi 20.0. Tahap ini akan
persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable,
Adapun langkah pertama adalah melihat besaran R-Square. Pada tabel 4.6
di atas dapat dilihat bahwa perolehan R-Square adalah sebesar 0.098, artinya
proporsi varian dari cyberbullying yang dijelaskan oleh independent variable yaitu
sebesar 9.8%. Adapun 90.2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian ini.
variable terhadap cyberbullying. Berdasarkan hasil uji F pada tabel 4.7, diperoleh
ada pengaruh dari life satisfaction dan social support terhadap cyberbullying.
66
independent variabel. Jika sig.<0.05, maka koefisien regresi tersebut signifikan, itu
Dari persamaan regresi di atas dapat diketahui bahwa terdapat tiga variabel
yang signifikan, yaitu: (1) living environment satisfaction, (2) self-satisfaction, (3)
dari nilai koefisien regresi yang diperoleh dari masing-masing independent variable
1. Family Satisfaction
2. Friends-Satisfaction
3. School Satisfaction
5. Self-Satisfaction
melakukan cyberbullying.
6. Appraisal Support
melakukan cyberbullying.
7. Belonging Support
8. Tangible Support
9. Self-Esteem Support
signifikan.
tidak signifikan.
tidak signifikan.
signifikan.
71
tidak signifikan.
tidak signifikan.
5.1 Kesimpulan
dilakukan oleh para sampel, maka urutannya adalah: (1) berkomentar kasar atau
menyakitkan; (2) menyebarkan gosip seseorang; (3) mem-posting foto yang dapat
seseorang; (5) mengancam akan melukai seseorang secara online; (6) mengancam
lewat pesan teks (chatting); (7) mem-posting video yang dapat menyakiti
terdapat pengaruh yang signifikan dari life satisfaction (family satisfaction, friends-
tersebut adalah sebesar 9.8%, sedangkan 90.2% sisanya dapat dipengaruhi oleh
variabel lainnya.
Adapun hasil uji hipotesis minor, bila dilihat dari koefisien regresi masing-
72
73
satisfaction yang merupakan aspek life satisfaction dan appraisal support yang
5.2 Diskusi
al. (2018) yang menemukan bahwa tingginya life satisfaction merupakan prediktor
tingginya cyberbullying.
dalam diri individu di wilayah tertentu dan melalui proses alami menyesuaikan diri
dengan kualitas lingkungan sosial yang ada. Artinya sebuah populasi tidak mustahil
pun tinggi.
ke ruang publik yang lebih luas, termasuk cyberbullying. Selain itu, remaja juga
74
yang berlaku terutama dari teman sebaya. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana
orang lain terutama teman sebaya. Hal tersebut kemudian secara alami mendorong
cyberbullying adalah hal yang normal jika sudah sering terjadi di lingkungan sosial
tidak langsung tetap harus mengacu pada kualitas norma sosial yang berlaku di
lingkungan.
sekitar populasi ini memiliki kecenderungan terbiasa dengan hal buruk seperti
pertemanan dengan orang yang memiliki kebiasaan yang sama, dengan artian
termasuk tingkat aggressivity. Untuk menguatkan hal tersebut, Wright et al. (2015)
yang agresif di dunia nyata memiliki kecenderungan agresif juga di dunia maya.
seperti tetangga dan teman-teman (Poulin et al., 1999). Poulin et al. kemudian
memicu tingginya proactive aggression. Sementara di sisi lain Ang et al. (2013)
ketika individu memiliki living environment satisfaction yang tinggi lalu beriringan
Navarro et al. (2013) yang memaparkan bahwa self-satisfaction yang tinggi dapat
dunia nyata maupun dunia maya. Senada dengan hal tersebut, Pickhardt (2013) juga
76
mengalami self-dissatisfaction.
dengan hal tersebut Ola & Singh (2016) menemukan bahwa ketidakpuasan yang
dialami remaja terhadap citra tubuh tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan
agresivitas dalam hal ini adalah secara umum, namun tidak menutup kemungkinan
(2017) menemukan bahwa tingginya satisfaction with the family berkaitan dengan
pengguna aktif media sosial dengan durasi lebih dari sejam per hari. Tidak hanya
itu, jenis dan durasi kerja rata-rata orang-tua sampel cenderung memperkecil kontak
secara fisik, namun juga secara digital. Itu sebabnya, sebuah populasi dengan kasus
meski memiliki family satisfaction yang tinggi, sebab adanya pergeseran standar
kepuasan terhadap keluarga tersebut yang lebih dominan dalam konteks online.
77
yang dilakukan Navarro et al. (2013) mendukung konsep tersebut yang menemukan
melakukan cyberbullying. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Arriaga et al.
(2017) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi satisfaction with friends, semakin
semakin prososial.
rendahnya school satisfaction. Selain itu, sekolah juga perlu menciptakan iklim
yang bisa membangun ikatan positif dalam diri siswa dengan sekolah (school
for Disease Control and Prevention, 2009). Variabel ini merupakan bagian dari
dan menekan perilaku agresif siswa (Wilson, 2004; Thapa et al., 2013). Bilie et al.
2015; Waisglass, 2017) menemukan hal yang sama bahwa tingginya perceived
cyberbullying. Peneliti memandang bahwa positif atau negatifnya efek dari social
support yang tinggi adalah bergantung pada sumber dan konten dukungan yang
diterima. Itu sebabnya, individu dengan social support yang tinggi bisa saja
Adapun temuan dalam tiap aspeknya, terdapat satu aspek social support
Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan Nick (2016) yang menguraikan
Appraisal support sendiri mengacu pada dukungan yang diterima individu berupa
79
lingkungan sosial seperti cyberbullying. Hal tersebut bisa terjadi jika konten
semisal WhatsApp dan Line mendukung hal tersebut. Ditemukan beberapa konten
masukan, ajakan, maupun informasi yang bermuatan negatif, termasuk saran untuk
perilaku agresif akan semakin berkembang atau menguat ketika terus menerus
mendapatkan rangsangan. Hal tersebut berlaku juga pada individu yang menerima
umpan balik berkonten negatif namun tetap berada dalam lingkungan sosial yang
sama (Liu et al., 2011). Ketika hal tersebut terjadi, maka umpan balik tersebut bisa
saja dianggap reward yang menguatkan individu untuk semakin berperilaku agresif
(Liu et al., 2012), dalam lingkup dunia maya tentu tak terkecuali cyberbullying. Hal
yang sama telah diungkapkan oleh Hubbard et al. (2001), dalam literaturnya
agresif. Sehingga jelas bahwa ketika informasi, masukan, saran, atau pun umpan
balik yang diterima individu memuat konten negatif, maka kemungkinan terlibat
yang tinggi merupakan prediktor tingginya cyberbullying. Hal ini bisa terjadi jika
tingginya belonging support justru membuat individu justru merasa superior sebab
merasa lebih aman dengan perasaan memiliki banyak teman. Hasil penelitian yang
dengan tingginya seberapa banyak teman yang dimiliki individu, hanya saja
Kedua adalah aspek tangible support. Sebutan lain dari tangible support
bentuk nyata bukan tidak mungkin berpotensi berdampak negatif jika dukungan
harga diri, pada tingkatan yang tinggi dukungan tersebut membuat individu merasa
tidak lebih rendah dibanding orang lain. Peneliti memandang, meski memiliki self-
esteem support yang tinggi, remaja yang aktif di media sosial tetap mungkin
5.3 Saran
Kekurangan dan keterbatasan penelitian ini akan jadi bahan evaluasi agar diperoleh
penelitian yang lebih sempurna di masa mendatang. Temuan penelitian ini juga
penanggulangan cyberbullying.
Oleh sebab itu, sebaiknya penelitian di masa mendatang lebih responsif dengan
fenomena tersebut dan memilih literatur yang mampu mewakili atau mengukur
Sinyal yang sama ditunjukkan oleh R-Square penelitian ini yang hanya
didorong untuk menguraikan hasil dengan variabel yang lebih banyak, terutama
aggressivity. Meski variabel tersebut memiliki irisan yang cukup berarti dengan
terutama bagaimana kajian antara faktor internal (diri sendiri) dan eksternal
4. Kualitas norma lingkungan sosial yang dijelaskan di atas menjadi dasar bahwa
kualitas norma lingkungan sosial yang berbeda dengan populasi penelitian ini.
Hal ini bertujuan untuk memastikan dampak dari kualitas norma lingkungan
support yang mampu mengukur dengan jelas sumber dan konten dukungan
seni, kreativitas dan inovasi, serta ruang untuk ekspresi diri yang mengajarkan
2. Hasil penelitian ini memberi gambaran bahwa kualitas lingkungan sosial dapat
sosial berkontribusi membina aspek-aspek life satisfaction, dalam hal ini living
3. Berkaitan dengan poin dua di atas, perlu meluruskan norma lingkungan sosial
yang cenderung memiliki norma negatif. Beberapa langkah yang tepat dapat
yang dimaksud bisa berupa ruang seni, kreativitas dan inovasi, serta fasilitas-
social support terutama aspek appraisal support bisa saja tak berkontribusi
positif jika sumber dan konten dukungan yang diterima memuat negativitas.
Jadi, penting menciptakan integrasi sosial yang mengacu pada moral, sehingga
dengan sama-sama saling tenggang rasa atau tolong menolong dalam hal
Almeida, A., Correia, I., Marinho, S., & Garcia, D. (2012). Virtual but not less real.
Cyberbullying in The Global Playground, 223–244.
doi:10.1002/9781119954484.ch11
Ang, R. P., & Goh, D. H. (2010). Cyberbullying among adolescents: The role of
affective and cognitive empathy, and gender. Child Psychiatry & Human
Development, 41(4), 387–397. doi:10.1007/s10578-010-0176-3
Ang, R. P., Huan, V. S., & Florell, D. (2013). Understanding the relationship
between proactive and reactive aggression, and cyberbullying across united
states and singapore adolescent samples. Journal of Interpersonal Violence,
29(2), 237–254. doi:10.1177/0886260513505149
Arriaga, S., Garcia, R., Amaral, I. & Daniel, F. (2017). Bullying, cyberbullying and
social support: A study in a portuguese school. Proceedings of INTED2017
Conference, 4746-4755. http://hdl.handle.net/1822/45214
Beckman, L., Hagquist, C., & Hellström, L. (2012). Does the association with
psychosomatic health problems differ between cyberbullying and traditional
bullying?. Emotional and Behavioural Difficulties, 17(3-4), 421–434.
doi:10.1080/13632752.2012.704228
Beran, T. & Li, Q. (2007). The relationship between cyberbullying and school
bullying. The Journal of Student Wellbeing, 1(2), 15–33.
DOI:10.21913/JSW.v1i2.172
Bilie, V., Flander, G.B. & Rafajac, B. (2014). Life satisfaction and school
performance of children exposed to classic and cyber peer bullying. Coll.
Antropol., 38(1), 21–29.
https://pdfs.semanticscholar.org/1d76/e07adfd3c4c2c4538aa6ab854f0174b
a7e6d.pdf
Bonanno, R. A., & Hymel, S. (2013). Cyber bullying and internalizing difficulties:
Above and beyond the impact of traditional forms of bullying. Journal of
Youth and Adolescence, 42(5), 685–697.doi:10.1007/s10964-013-9937-1
Buelga, S., Iranzo, B., Cava, M.-J., & Torralba, E. (2015). Psychological profile of
adolescent cyberbullying aggressors/Perfil psicosocial de adolescentes
agresores decyberbullying. Revista de Psicología Social, 30(2), 382–406.
doi:10.1080/21711976.2015.1016754
Bukowski, W. M., Hoza, B., & Boivin, M. (1994). Measuring friendship quality
during pre- and early adolescence: The development and psychometric
properties of the friendship qualities scale. Journal of Social and Personal
Relationships, 11(3), 471–484.doi:10.1177/0265407594113011
Calvete, E., Orue, I., Estévez, A., Villardón, L., & Padilla, P. (2010). Cyberbullying
in adolescents: Modalities and aggressors’ profile. Computers in Human
Behavior, 26(5), 1128–1135. doi:10.1016/j.chb.2010.03.017
Carter, M.A. (2013). Third party observers witnessing cyber bullying on social
media sites. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 84, 1296–
1309. doi: 10.1016/j.sbspro.2013.06.747.
Cho, Y.-K. & Yoo, J. (2016). Cyberbullying, internet and SNS usage types, and
perceived social support: A comparison of different age groups.
Information, Communication & Society, 20(10), 1464–1481.
doi:10.1080/1369118x.2016.1228998
Cohen, S., & Wills, T. A. (1985). Stress, social support, and the buffering
hypothesis. Psychological Bulletin, 98(2), 310–357.doi:10.1037/0033-
2909.98.2.310
Cohen, S., Mermelstein, R., Kamarck, T., & Hoberman, H. M. (1985). Measuring
the functional components of social support. Social support: Theory,
research and applications, 73–94. doi:10.1007/978-94-009-5115-0_5
Cutrona, C.E. & Russell, D.W. (1987). The provisions of social relationships and
adaptation to stress. In book: Advances in Personal Relationships. 1, 37-67.
https://www.researchgate.net/publication/271507385
Diener, E., & Diener, M. (2009). Cross-cultural correlates of life satisfaction and
self-esteem. Culture and Well-Being, 71–91. doi:10.1007/978-90-481-
2352-0_4
Diener, E., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The satisfaction with
life scale. Journal of Personality Assessment, 49(1), 71–
75.doi:10.1207/s15327752jpa4901_13
Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective well-being:
Three decades of progress. Psychological Bulletin, 125(2), 276–302.
doi:10.1037/0033-2909.125.2.276.
Dooley, J. J., Pyżalski, J., & Cross, D. (2009). Cyberbullying versus face-to-face
bullying. Zeitschrift Für Psychologie/Journal of Psychology, 217(4), 182–
188. doi:10.1027/0044-3409.217.4.182
Evans, G.W. (2003). The built environment and mental health. Journal of Urban
Health: Bulletin of the New York Academy of Medicine, 80(4), 536-555.
http://la570.willsull.net/ewExternalFiles/EvansG2003.pdf
Haryanto, A.T. (2018). 130 juta orang indonesia tercatat aktif di medsos. Diakses
tanggal 8 Oktober 2018 dari https://inet.detik.com/cyberlife/d-
3912429/130-juta-orang-indonesia-tercatat-aktif-di-medsos
Heiman, T., & Shemesh, D.O. (2017). Cyberbullying and traditional bullying:
parents' perceptions of their child with learning disabilities. Journal of
Humanities and Social Science (IOSR-JHSS), 22(1), 59-66. DOI:
10.9790/0837-2201065966.
Hinduja, S., & Patchin, J. W. (2010). Bullying, cyberbullying, and suicide. Archives
of Suicide Research, 14(3), 206–221.doi:10.1080/13811118.2010.494133
Horner, S., Asher, Y., & Fireman, G. D. (2015). The impact and response to
electronic bullying and traditional bullying among adolescents. Computers
in Human Behavior, 49, 288–295. doi: 10.1016/j.chb.2015.03.007
Hubbard, J. A., Dodge, K. A., Cillessen, A. H. N., Coie, J. D., & Schwartz, D.
(2001). The dyadic nature of social information processing in boys’ reactive
and proactive aggression. Journal of Personality and Social Psychology,
80(2), 268–280.doi:10.1037/0022-3514.80.2.268.
Huebner, E.S. (1991). Initial development of the student’s life satisfaction scale.
School Psychology International, 12(3), 231–
240.doi:10.1177/0143034391123010
Juvonen, J., & Gross, E. F. (2008). Extending the school grounds? Bullying
experiences in cyberspace. Journal of School Health, 78(9), 496–
505. doi:10.1111/j.1746-1561.2008.00335.x
Kim, H.S., Sherman, D.K., Taylor, S.E. (2008). Culture and social support.
American Psychologist, 63(6), 518–526. doi:10.1037/0003-066x.
Kowalski, R.M., & Limber, S.P. (2007). Electronic bullying among middle school
students. Journal of Adolescent Health, 41(6), S22–S30.
doi:10.1016/j.jadohealth.2007.08.017.
Kowalski, R.M., & Limber, S.P. (2013). Psychological, physical, and academic
correlates of cyberbullying and traditional bullying. Journal of Adolescent
Health, 53, S13-S20. doi: 10.1016/j.jadohealth.2012.09.018.
Kowalski, R.M., Morgan, C.A., & Limber, S.P. (2012). Traditional bullying as a
potential warning sign of cyberbullying. School Psychology International,
33(5), 505–519.doi:10.1177/0143034312445244
Kwak, M., & Oh, I. (2017). Comparison of psychological and social characteristics
among traditional, cyber, combined bullies, and non-involved. School
Psychology International, 38(6), 608–627.doi:10.1177/0143034317729424
Law, D. M., Shapka, J. D., Hymel, S., Olson, B. F., & Waterhouse, T. (2012). The
changing face of bullying: An empirical comparison between traditional and
internet bullying and victimization. Computers in Human Behavior, 28(1),
226–232. doi: 10.1016/j.chb.2011.09.004
Lee, J., Abell, N., & Holmes, J.L. (2015). Validation of measures of cyberbullying
perpetration and victimization in emerging adulthood. Research on Social
Work Practice, 27(4), 456–467. doi:10.1177/1049731515578535
Leung, A. N. M., Wong, N., & Farver, J. M. (2018). Cyberbullying in Hong Kong
Chinese students: Life satisfaction, and the moderating role of friendship
qualities on cyberbullying victimization and perpetration. Personality and
Individual Differences, 133, 7–12. doi:10.1016/j.paid.2017.07.016
Li, Q. (2007). Bullying in the new playground: Research into cyberbullying and
cybervictimization. Australasian Journal of Educational Technology, 23,
435-454. doi: org/10.14742/ajet.1245.
Lianos, H. & McGrath, A. (2017). Can the general theory of crime and general
strain theory explain cyberbullying perpetration?. Crime & Delinquency,
64(5), 674–700. doi:10.1177/0011128717714204.
Liu, J., Lewis, G., & Evans, L. (2012). Understanding aggressive behaviour across
the lifespan. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, 20(2), 156–
168.doi:10.1111/j.1365-2850.2012.01902.x
Liu, J., Li, L., & Fang, F. (2011). Psychometric properties of the Chinese version
of the parental bonding instrument. International Journal of Nursing
Studies, 48(5), 582–589.doi:10.1016/j.ijnurstu.2010.10.008
Martínez, I., Murgui, S., Garcia, O.F., & Garcia, F. (2018). Parenting in the digital
era: protective and risk parenting styles for traditional bullying and
cyberbullying victimization. Computers in Human Behavior.
doi:10.1016/j.chb.2018.08.036.
McLean, L., & Griffiths, M. D. (2018). Female gamers’ experience of online
harassment and social support in online gaming: a qualitative study.
International Journal of Mental Health and Addiction. doi:10.1007/s11469-
018-9962-0
Mitchell, K. J., Finkelhor, D., Wolak, J., Ybarra, M. L., & Turner, H. (2011). Youth
internet victimization in a broader victimization context. Journal of
Adolescent Health, 48(2), 128–134. doi:10.1016/j.jadohealth.2010.06.009
Moore, P.M., Huebner, E.S., Hills, K.J. (2012). Electronic bullying and
victimization and life satisfaction in middle school students. Social
Indicators Research, 107(3), 429–447. doi:10.1007/s11205-011-9856-z.
Moore, P.M., Huebner, E.S., Hills, K.J. (2012). Electronic bullying and
victimization and life satisfaction in middle school students. Social
Indicators Research, 107(3), 429–447. doi:10.1007/s11205-011-9856-z.
Navarro, R., Ruiz-Oliva, R., Larrañaga, E., & Yubero, S. (2013). The impact of
cyberbullying and social bullying on optimism, global and school-related
happiness and life satisfaction among 10-12-year-old schoolchildren.
Applied Research in Quality of Life, 10(1), 15–36.doi:10.1007/s11482-013-
9292-0.
Nick, E.A. (2016). “The online social support scale: exploratory factor analysis,
validation, and effects on psychosocial outcomes”. Tesis. Neshville: Faculty
of the Graduate School of Vanderbilt University.
https://etd.library.vanderbilt.edu/available/etd-07152016-
115623/unrestricted/Nick.pdf
Oda. (2018). 117 laporan bullying diterima Kemensos RI hingga Juli 2017. Diakses
tanggal 8 Oktober 2018 dari http://jogja.tribunnews.com/2017/07/22/117-
laporan-bullying-diterima-tepsa-kemensos-ri-hingga-juli-2017.
Ola, M. & Singh, D.C. (2016). Relationship of gymming with mental health, body
image satisfaction, aggression and happiness. World Journal of Research
and Review (WJRR), 3(3), 43-46.
Pabian, S., & Vandebosch, H. (2013). Using the theory of planned behaviour to
understand cyberbullying: The importance of beliefs for developing
interventions. European Journal of Developmental Psychology, 11(4), 463–
477.doi:10.1080/17405629.2013.858626.
Patchin, J.W., & Hinduja, S. (2006). Bullies move beyond the schoolyard. Youth
Violence and Juvenile Justice, 4(2), 148–169.
doi:10.1177/1541204006286288
Patchin, J.W. & Hinduja, S. (2016). 2016 cyberbullying data. Diakses tanggal 8
Oktober 2018 dari https://cyberbullying.org/2016-cyberbullying-data
Pavot, W., Dinner, E., Colvin, C.R., & Sandvik, E. (1991). Further validation of the
satisfaction with life scale: evidence for the cross-method convergence of
well-being measures. Journal of Personality Assessment, 57(1), 149–161.
doi:10.1207/s15327752jpa5701_17
Pornari, C. D., & Wood, J. (2009). Peer and cyber aggression in secondary school
students: the role of moral disengagement, hostile attribution bias, and
outcome expectancies. Aggressive Behavior, 36(2), 81–
94. doi:10.1002/ab.20336
Poulin, F., & Boivin, M. (1999). Proactive and reactive aggression and boys’
friendship quality in mainstream classrooms. Journal of Emotional and
Behavioral Disorders, 7(3), 168–177. doi:10.1177/106342669900700305
Prasoon, R., & Chaturvedi, K.R. (2016). Life satisfaction: a literature review.
International Journal of Management Humanities and Social Sciences. 1(2),
25-32.
Prinstein, M. J., & Cillessen, A. H. (2003). Forms and functions of adolescent peer
aggression associated with high levels of peer status. Merrill-Palmer
Quarterly, 49(3), 310–342. doi:10.1353/mpq.2003.0015.
Rosenfeld, L. B., Richman, J. M., & Bowen, G. L. (1998). Low social support
among at-risk adolescents. Children & Schools, 20(4), 245–260.
doi:10.1093/cs/20.4.245.
Safaria, T. (2016). Prevalence and impact of cyberbullying in a sample of
indonesian junior high school students. The Turkish Online Journal of
Educational Technology, volume 15 issue 1.
https://www.researchgate.net/publication/290482072
Santrock, J.W. (2002). Life span development: perkembangan masa hidup. Jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sarason, I.G., Levine, H.M., Basham, R.B. & Sarason, B.R. (1983). Assessing
social support: the social support questionnaire. Journal of Personality and
Social Psychology, 44(1), 127–139. doi:10.1037/0022-3514.44.1.127
Sarason, I.G., Sarason, B.R., Shearin, E.N., & Pierce, G.R. (1987). A brief measure
of social support: practical and theoretical implications. Journal of Social
and Personal Relationships, 4(4), 497–510.
doi:10.1177/0265407587044007.
Schermer, J. A., Vernon, P. A., Maio, G. R., & Jang, K. L. (2011). A behavior
genetic study of the connection between social values and personality. Twin
Research and Human Genetics, 14(03), 233–239.
doi:10.1375/twin.14.3.233
Ševčíková, A., Macháčková, H., Wright, M. F., Dědková, L., & Černá, A.
(2015). Social support seeking in relation to parental attachment and peer
relationships among victims of cyberbullying. Journal of Psychologists and
Counsellors in Schools, 25(02), 170–182.doi:10.1017/jgc.2015.1
Slonje, R., & Smith, P.K. (2008). Cyberbullying: Another main type of bullying?
Scandinavian Journal of Psychology, 49(2), 147–154.doi:10.1111/j.1467-
9450.2007.00611.x.
Slonje, R., Smith, P. K., & Frisén, A. (2012). Processes of cyberbullying, and
feelings of remorse by bullies: a pilot study. European Journal of
Developmental Psychology, 9(2), 244–
259.doi:10.1080/17405629.2011.643670
Smith, P. K., & Slonje, R. (2010). Cyberbullying: the nature and extent of a new
kind of bullying, in and out of school. In S. Jimerson, S. Swearer, & D.
Espelage (Eds.) Handbook of bullying in schools (pp. 249–262). New York:
Routledge. https://www.researchgate.net/publication/281349257
Smith, P.K., Mahdavi, J., Carvalho, M., Fisher, S., & Tippett, N. (2008).
Cyberbullying: its nature and impact in secondary school pupils. Journal of
Child Psychology and Psychiatry, 49(4), 376–385. doi:10.1111/j.1469-
7610.2007.01846.x.
Sourander, A., Brunstein Klomek, A., Ikonen, M., Lindroos, J., Luntamo, T.,
Koskelainen, M., & Helenius, H. (2010). Psychosocial risk factors
associated with cyberbullying among adolescents. Archives of General
Psychiatry, 67(7), 720.doi:10.1001/archgenpsychiatry.2010.79
Steffgen, G., König, A., Pfetsch, J., & Melzer, A. (2011). Are cyberbullies less
empathic? Adolescents’ cyberbullying behavior and empathic
responsiveness. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking,
14(11), 643–648. doi:10.1089/cyber.2010.0445
Sticca, F., Ruggieri, S., Alsaker, F., & Perren, S., (2012). Longitudinal risk factors
for cyberbullying in adolescence. Journal of Community & Applied Social
Psychology, 23(1), 52–67. Doi:10.1002/casp.2136.
Suldo, S. M., & Huebner, E. S. (2005). Is extremely high life satisfaction during
adolescence advantageous?. Social Indicators Research, 78(2), 179–
203. doi:10.1007/s11205-005-8208-2.
Sumner, L.W. (1996). Welfare happiness & ethnics. New York: Oxford University
Press.
Tavacioglu, L., Kora, K., Atilgan, K.O., & Savran, C. (2010). Assessment of
demographic and personality characteristics of elite dancers in turkey.
Journal of Human Kinetics, 25, 109‐115.
http://www.johk.pl/files/013_tavacioglou.pdf
Thapa, A., Cohen, J., Guffey, S., & Higgins-D’Alessandro, A. (2013). A review of
school climate research. Review of Educational Research, 83(3), 357–
385.doi:10.3102/0034654313483907
Thoits, P. A. (1995). Stress, coping, and social support processes: where are we?
what next?. Journal of Health and Social Behavior, 35, 53.
doi:10.2307/2626957
Tian, L., Yan, Y., & Huebner, E.S. (2018). Effects of cyberbullying and
cybervictimization on early adolescents’ mental health: differential
mediating roles of perceived peer relationship stress. Cyberpsychology,
Behavior, and Social Networking, 21(7), 429–436.
doi:10.1089/cyber.2017.0735
Tokunaga, R. S. (2010). Following you home from school: A critical review and
synthesis of research on cyberbullying victimization. Computers in Human
Behavior, 26(3), 277–287.doi:10.1016/j.chb.2009.11.014
Topcu, Ç., & Erdur-Baker, Ö. (2010). The Revised Cyber Bullying Inventory
(RCBI): validity and reliability studies. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 5, 660–664. doi: 10.1016/j.sbspro.2010.07.161
Topcu, Ç., & Erdur-Baker, Ö. (2017). RCBI-II: The second revision of the Revised
Cyber Bullying Inventory. Measurement and Evaluation in Counseling and
Development, 51(1), 32–41.doi:10.1080/07481756.2017.1395705
Varjas, K., Henrich, C. C., & Meyers, J. (2009). Urban middle school students’
perceptions of bullying, cyberbullying, and school safety. Journal of School
Violence, 8(2), 159–176.doi:10.1080/15388220802074165
Veenhoven, R. (1996). The study of life satisfaction. Chapter 1 in: Saris, W.E.,
Veenhoven, R., Scherpenzeel, A.C. & Bunting B. (eds) 'A comparative
study of satisfaction with life in Europe. Budapest: Eötvös University Press,
1996, ISBN963 463 081 2, pp. 11-48.
Wallace, K.A., & Wheeler, A.J. (2002). Reliability generalization of the life
satisfaction index. Educational and Psychological Measurement, 62(4),
674-684.
Wang, J., Iannotti, R. J., & Nansel, T. R. (2009). School bullying among
adolescents in the united states: Physical, verbal, relational, and cyber.
Journal of Adolescent Health, 45(4), 368–375. doi:
10.1016/j.jadohealth.2009.03.021
Williams, K.R., & Guerra, N.G. (2007). Prevalence and predictors of internet
bullying. Journal of Adolescent Health, 41(6), S14–S21.
doi:10.1016/j.jadohealth.2007.08.018
Wilson, D. (2004). The interface of school climate and school connectedness and
relationships with aggression and victimization. Journal of School Health,
74(7), 293–299. doi:10.1111/j.1746-1561.2004.tb08286.x
Wolak, J., Mitchell, K. J., & Finkelhor, D. (2007). Does online harassment
constitute bullying? An exploration of online harassment by known peers
and online-only contacts. Journal of Adolescent Health, 41(6), S51–S58.
doi: 10.1016/j.jadohealth.2007.08.019
Wright, M., Aoyama, I., Kamble, S., Li, Z., Soudi, S., Lei, L., & Shu, C.
(2015). Peer attachment and cyber aggression involvement among chinese,
indian, and japanese adolescents. Societies, 5(2), 339–353.
doi:10.3390/soc5020339
Yang, X., Wang, Z., Huan, C., & Liu, D., (2018). Cyberbullying perpetration
among Chinese adolescents: The role of interparental conflict, moral
disengagement, and moral identity. Children and Youth Services Review,
86, 256–263. doi: 10.1016/j.childyouth.2018.02.003.
Ybarra, M. L., Diener-West, M., & Leaf, P. J. (2007). Examining the overlap in
internet harassment and school bullying: Implications for school
intervention. Journal of Adolescent Health, 41(6), S42–S50. doi:
10.1016/j.jadohealth.2007.09.004
Ybarra, M.L. & Mitchell, K.J. (2004). Online aggressor/targets, aggressors, and
targets: a comparison of associated youth characteristics. Journal of Child
Psychology and Psychiatry, 45(7), 1308–1316. doi:10.1111/j.1469-7610.
2004.00328.x
Zimet, G. D., Dahlem, N. W., Zimet, S. G., & Farley, G. K. (1988). The
multidimensional scale of perceived social support. Journal of Personality
Assessment, 52(1), 30–41. doi:10.1207/s15327752jpa5201_2
Zimmer-Gembeck, M. J., Nesdale, D., McGregor, L., Mastro, S., Goodwin, B., &
Downey, G. (2013). Comparing reports of peer rejection: Associations with
rejection sensitivity, victimization, aggression, and friendship. Journal of
Adolescence, 36(6), 1237–1246. doi:10.1016/j.adolescence.2013.10.002
Zych, I., Baldry, A.C., Farrington, D.P., & Llorent, V.J. (2018). Are children
involved in cyberbullying low on empathy? A systematic review and meta-
analysis of research on empathy versus different cyberbullying roles.
Aggression and Violent Behavior, 1-46. doi: 10.1016/j.avb.2018.03.004.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Link Google Form Pilot Study
https://docs.google.com/forms/d/1Lytd51Zz5xiEgaHFPpDIT6oorkvBwhO2KK-
57qcga0s/edit
LAMPIRAN 2
1. Surat Izin Penelitian
2. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
LAMPIRAN 3
Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
PENDAHULUAN
Hormat Saya,
Peneliti
Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
PERSETUJUAN RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama/Inisial : ……….
Kelas/Jurusan : .……… / ………………………………………
Menyatakan bersedia berpartisipasi mengisi kuesioner penelitian ini.
………………………….
(Tanda tangan)
DEMOGRAFI RESPONDEN
SKALA 2
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah
sesuai dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang
disediakan dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
- STS = Sangat Tidak Setuju
- TS = Tidak Setuju
- S = Setuju
- SS = Sangat
NO. PERNYATAAN 0 1 2 3 4
Saya berkomentar kasar atau menyakitkan terhadap
1
seseorang secara online
Saya mem-posting foto yang dapat menyakiti seseorang
2
secara online
Saya mem-posting video yang dapat menyakiti seseorang
3
secara online
4 Saya menyebarkan gosip seseorang secara online
5 Saya mengancam akan melukai seseorang secara online
Saya mengancam akan melukai seseorang melalui pesan
6
teks (chatting)
Saya membuat web page (fan page) untuk menyakiti
7
seseorang
Saya menyamar menjadi seseorang di media sosial
8 kemudian bertindak kasar dengan maksud menyakiti
orang lain
LAMPIRAN 4
Syntax dan Path Diagram
1. Syntax dan Path Diagram Cyberbullying
2. ANOVA
ANOVA
3. Koefisien Regresi
Coefficientsa