Anda di halaman 1dari 41

Pengaruh Intensitas Penggunaan Gawai terhadap Kesehatan

Mental Murid Kelas XII MIA SMA Xaverius 2 Jambi

DISUSUN OLEH:
Solo Wandika Putra Manurung

GURU PEMBIMBING:
Yustika Diani Sinaga, S.Pd.

XII MIA
SMA XAVERIUS 2 JAMBI
T.A. 2022/2023
Kata Pengantar

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan kasih-Nya, peneliti bisa menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul “Pengaruh Intensitas Penggunaan Gawai terhadap Kesehatan Mental
Murid Kelas XII MIA SMA Xaverius 2 Jambi” dengan baik. Atas dukungan
moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yustika Diani Sinaga, S.Pd.
selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia SMA Xaverius 2 Jambi yang
telah memberikan saran, bimbingan, dan kesempatan untuk menunjang
pembuatan karya tulis ilmiah.

Peneliti sangat berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat


menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan peneliti
berharap lebih jauh lagi agar karya tulis ilmiah ini dapat menjadi inspirasi
serta refrensi pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi peneliti masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya tulis


ilmiah ini karena kerterbatasan pengetahuan. Untuk itu peneliti sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Jambi, 31 Januari 2023

Solo Wandika Putra Manurung

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………………...ii
Daftar Isi………………………………………………………………….....iii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………...…1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………..3
1.3. Tujuan Penelitian………………………………………………………...3
1.4. Manfaat Penelitian……………………………………………………….4
1.5. Hipotesis…………………………………………………………………4
BAB 2 LANDASAN TEORI………………………………………………..5
2.1. Penelitian yang Relevan …...…………………………………………….5
2.2. Pengaruh………………………………………………………………….5
2.3. Intensitas Penggunaan………………………………………………...….6
2.4. Gawai…………………………………………………………………….7
2.5. Kesehatan Mental……………………………………………………….11
2.6. Murid……………………………………………………………………20
BAB 3 METODOLOGI
PENELITIAN…………………………………...22
3.1. Waktu dan Tempat Peneltian……………………………………………
22
3.2. Subjek Penelitian………………………………………………………..22
3.3. Metode
Penelitian……………………………………………………….22
3.4. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………
27
BAB 4
PEMBAHASAN…………………………………………………….30
4.1. Apakah Intensitas Waktu Penggunaan Gawai Dapat Mempengaruhi
Kesehatan Mental Murid Kelas XII MIA SMA Xaverius 2
Jambi?.................30

iii
4.2. Apa Solusi yang Dapat Dilakukan untuk Mengatasi Pengaruh Negatif
dari Intensitas Penggunaan Gawai yang
Berlebihan?.............................................31
BAB 5
KESIMPULAN……………………………………………………..34
5.1.
Kesimpulan……………………………………………………………...34
5.2. Saran…………………………………………………………………….34
Daftar Pustaka……………………………………………………………...35
Lampiran ………………………………………...…………………………
36

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan mental penting bagi setiap orang. Pada dasarnya setiap


orang membutuhkan kesehatan mental sepanjang rentang kehidupannya.
Kesehatan mental tidak hanya diartikan sebagai kondisi mental seseorang
yang tidak mengalami penyakit mental, namun juga mencakup kemampuan
seseorang untuk berpikir jernih, mengendalikan emosi, dan bersosialisasi.
Seseorang yang memiliki kesehatan mental yang baik akan dapat
beradaptasi dengan keadaan, menghadapi stres, menjaga hubungan baik dan
bangkit dari keadaan sulit. Sebaliknya, kesehatan mental yang kurang baik
akan dapat menyebabkan gangguan perilaku yang lebih serius akibat
ketidakseimbangan mental dan emosional, serta kehidupan sosial seseorang
yang kurang baik. Salah satu penyebabnya bisa dikarenakan intensitas
penggunaan gawai yang berlebihan.
Di era modern ini, gawai tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
sehari-hari. Tidak hanya bagi orang dewasa, namun remaja pun kini sulit
dipisahkan dari gawai. Hal ini membuat remaja jadi terbiasa menghabiskan
waktunya seharian dengan gawai.
Menurut Donny dan Magdalena (2015), penggunaan gawai oleh anak-
anak dan remaja dapat berupa intensitas dan frekuensi penggunaan gawai
yang berlebihan, akses konten atau isi yang menyimpang, pemakaian yang
tidak sesuai dengan waktu dan tempat, dan pemakaian fitur-fitur gawai yang
tidak seimbang. Anak-anak dan remaja cenderung menggunakan gawai
dengan intensitas dan frekuensi yang tinggi. Kondisi ini akan berdampak
negatif bagi anak dan remaja. Beberapa kasus mengenai dampak negatif dari
gawai ini sering sekali menimpa anak-anak maupun remaja. Mulai dari
kecanduan internet, game, dan juga konten-konten yang berisi pornografi.
Penelitian di atas, sejalan dengan Rozalia (2017) yang mengkaji
tentang “Hubungan Intensitas Pemanfaatan Gawai dengan Prestasi Belajar
Siswa Kelas V Sekolah Dasar”. Dalam penelitiannya Rozalia (2017)

1
menyimpulkan bahwa, terdapat hubungan negatif dan signifikan antara
intensitas pemanfaatan gawai dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar.
Sejalan dengan penelitian tersebut, Desiningrum, dkk (2016) juga
melakukan penelitian dengan judul “Intensitas Penggunaan Gawai dan
Kecerdasan Kognitif pada Remaja Awal”. Hasil uji hipotesis penelitian
tersebut mengindikasikan adanya hubungan negatif dan signifikan antara
intensitas penggunaan gawai dan kecerdasan kognitif pada remaja.
Sumbangan pengaruh intensitas penggunaan gawai terhadap kecerdasan
kognitif remaja dalam penelitian tersebut mencapai angka 23,3%.
Desinigrum, dkk (2016) menyatakan bahwa untuk mengurangi dampak
negatif penggunaan gawai terhadap anak dan remaja, maka orang tua harus
melakukan pengawasan dan pengaturan secara ketat penggunaan gawai oleh
anak dan remaja. Meski demikian, jarang orang tua yang benar-benar
melakukan pengawasan dan pengaturan secara ketat penggunaan gawai oleh
anak dan remaja, sehingga dampak negatif penggunaan gawai menjadi lebih
besar dan menonjol dibandingkan dengan dampak positifnya.
Intensitas penggunaan gawai yang tidak terkendali juga dapat
menyebabkan gangguan mental, salah satu contohnya adalah kecanduan.
Penelitian yang dilakukan di Nottinghamshire, Inggris oleh Samantha Sohn,
dkk tentang problematic smartphone usage menghasilkan kesimpulan bahwa
kecanduan gawai dapat menyebabkan gangguan mental seperti stres,
kecemasan, bahkan depresi. (Sohn et al., 2019)
Penggunaan gawai yang tidak terkendali juga dapat mengganggu
kondisi mental dan mempengaruhi perilaku sosial seseorang, seperti
melemahkan semangat, timbulnya rasa putus asa (frustrasi), menghambat
konsentrasi belajar, menimbulkan sikap gugup, serta terganggunya
kemampuan adaptasi sosial. (Azmi, 2017)
Karena kecenderungan kecanduan gawai mengarah pada perilaku
bermasalah dan mengganggu kondisi emosional, penting untuk dicatat bahwa
ketertarikan pada gawai dapat mengurangi kesempatan untuk berinteraksi
dengan teman sebaya dalam aktivitas fisik. Hal ini juga dapat menyebabkan

2
kurangnya keterampilan sosial dan kontrol emosional karena reaksi langsung
dari dampak penggunaan gawai yang berlebihan. (Cho and Lee, 2017)
Fakta-fakta tersebut tentu saja harus menjadi perhatian berbagai pihak
untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap anak-anak dan remaja, terutama
pada usia kritis sepeti murid SMA, dalam penggunaan gawai sebagai media
bermain atau komunikasi.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengkaji
tentang bagaimana dampak intensitas penggunaan gawai terhadap kondisi
mental seseorang terutama pada remaja. Untuk itu dalam penelitian ini
diambil sebuah judul “Pengaruh Intensitas Penggunaan Gawai terhadap
Kesehatan Mental Murid Kelas XII MIA SMA Xaverius 2 Jambi’.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa


masalah penting sebagai berikut:
1. Apakah intensitas waktu penggunaan gawai dapat mempengaruhi
kesehatan mental murid kelas XII MIA SMA Xaverius 2 Jambi?
2. Apa solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi pengaruh
negatif dari intensitas penggunaan gawai yang berlebihan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:


1. Untuk mengetahui apakah intensitas penggunaan gawai dapat
mempengaruhi kesehatan mental murid kelas XII MIA SMA
Xaverius 2 Jambi
2. Untuk mengetahui solusi apa saja yang dapat dilakukan untuk
mengatasi pengaruh negatif dari penggunaan gawai yang
berlebihan

3
1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah ilmu pendidikan, khususnya berkaitan dengan
perkembangan teknologi dan pendidikan bagi remaja. Serta
menambah referensi masyarakat dalam memahami permasalahan
seputar penggunaan gawai. Penelitian ini juga dapat menjadi
penguat teori dan informasi yang berkaitan dengan pengaruh
intensitas penggunaan gawai terhadap kondisi kesehatan mental
murid.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan pembelajaran dan pengetahuan lebih dalam mengenai
dampak-dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan gawai pada
kondisi kesehatan mental dan juga menambah ilmu dan
pengetahuan bagi pembaca.

1.5. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari intensitas
penggunaan gawai terhadap kondisi kesehatan mental murid kelas 12
MIA SMA Xaverius 2 Jambi.
Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan dari intensitas penggunaan
gawai terhadap kondisi kesehatan mental murid kelas 12 MIA SMA
Xaverius 2 Jambi.

4
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Penelitian yang Relevan

Ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan


penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu:
Penelitian yang telah dilakukan oleh Retalia R. (2020) dengan judul
Dampak Intentsitas Penggunaan Smartphone terhadap Interaksi Sosial
menunjukkan bahwa intensitas penggunaan gawai yang tinggi dapat
menyebabkan gangguan mental berupa kecanduan internet yang menjadi
salah satu faktor penyebab melemahnya kemampuan berinteraksi sosial
seseorang.
Skripsi yang dibuat oleh Karina Desi H. (2016) dengan judul
Pengaruh Intensitas Mengakses Fitur-Fitur Gadget dan Tingkat Kontrol
Orang Tua Terhadap Kesehatan Mental Remaja menunjukkan bahwa tingkat
intensitas penggunaan gadget yang tinggi dapat menyebabkan gangguan
mental berupa gangguan kepribadian antisosial.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Ferry S. dan Yuliani W. (2021)
dengan judul Hubungan Kecanduan Smartphone dengan Gangguan
Emosional Remaja menyimpulkan bahwa penggunaan smartphone yang
berlebihan dapat menyebabkan terganggunya kesehatan mental dan
emosional pada remaja yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir dan
mengendalikan emosi.

2.2. Pengaruh
2.2.1. Definisi Pengaruh
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015:1045), pengertian
pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda)
yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.
Untuk mengenali pengertian pengaruh secara lebih mendalam,
perlu mengetahui pendapat para ahli tentang hal ini. Berikut pengertian
pengaruh menurut para ahli:

5
Menurut Surakhmad (2012:1), pengaruh adalah kekuatan yang
muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam yang dapat
memberikan perubahan yang dapat membentuk kepercayaan atau
perubahan. Sejalan dengan pendapat Surakhmad, Yosin (2012:1)
berpendapat, pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul
dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di
alam sehingga mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya. Hal ini
didukung pula oleh W. J. S. Poewadarmita (1996:664) yang menyatakan
pengaruh adalah suatu daya yang ada dalam sesuatu yang sifatnya dapat
memberi perubahan kepada yang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian pengaruh adalah suatu
daya atau kekuatan yang dapat timbul dari sesuatu, baik itu benda, orang,
watak, kepercayaan dan perbuatan seseorang yang dapat mempengaruhi
lingkungan yang ada di sekitarnya.

2.3. Intensitas Penggunaan


2.4.1. Definisi Intensitas Penggunaan
Intensitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonsia (2018) adalah
keadaan tingkatan atau ukuran intensnya seorang individu melakukan
sesuatu kegiatan yang dkarenakan oleh dorongan pada dalam dirinya.
Chaplin (2008) mengemukakan bahwa intensitas ialah sifat yang
kuantitatif dari suatu penginderaan, yang berhubungan dengan intensitas
perangsangnya, atau dapat diartikan sebagai kekuatan tingkah laku
maupun pengalaman. Sementara itu, Klaoh (Kilimanca, 2006) berpendapat
bahwa intensitas merupakan tingkat keseringan seseorang dalam
melakukan suatu kegiatan tertentu yang didasari rasa senang dengan
kegiatan yang dilakukan tersebut. Intensitas kegiatan seseorang memiliki
hubungan yang erat dengan perasaan. Perasaan senang terhadap kegiatan
yang akan dilakukan dapat mendorong orang yang bersangkutan
melakukan kegiatan tersebut secara berulang-ulang. Hal ini sejalan dengan
pendapat Wulandari (2000) yang menyatakan bahwa kata intensitas
mengacu pada penggunaan waktu untuk melakukan aktifitas tertentu

6
(durasi) dengan jumlah ulangan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu
(frekuensi).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan intentitas
penggunaan adalah tingkat keseringan seseorang dalam menggunakan atau
melakukan sesuatu berdasarkan durasi dan frekuensinya yang biasanya
disebabkan oleh rasa senang.

2.4. Gawai
2.4.1. Definisi Gawai
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:422), gawai
memiliki makna yang sama dengan alat dan perkakas. Secara istilah, gawai
berasal dari bahasa Inggris yang artinya perangkat elektronik yang
memiliki fungsi khusus. Menurut Widiawati, Sugiman, dan Edy (2014),
gawai merupakan barang canggih yang diciptakan dengan berbagai
aplikasi yang dapat menyajikan berbagai media berita, jejaring sosial,
hobi, bahkan hiburan. Pendapat lain dikemukan oleh Jati dan Herawati
(2014) mengatakan bahwa gawai adalah media yang dipakai sebagai alat
komunikasi modern dan semakin mempermudah kegiatan komunikasi
manusia.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
gawai adalah alat komunikasi modern yang memiliki banyak fungsi serta
fitur yang berguna untuk membantu dan mempermudah kegiatan manusia.

2.4.2. Manfaat Penggunaan Gawai


Kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dengan
kemunculan gawai sangatlah membatu dan memberi kemudahan bagi
manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Berikut adalah beberapa
manfaat dari penggunaan gawai bagi manusia dalam kehidupan sehari-
hari:

1) Komunikasi

7
Gawai sebagai pengembangan dari teknologi informasi dan
komunikasi semakin canggih dalam hal fitur dan fungsi dalam membantu
berbagi informasi dan mempermudah komunikasi antara manusia.
Kemajuan dari teknologi tersebut terdapat pada berbagai aplikasi yang
terdapat dalam gawai seperti Whatsapp, Zoom, dan Instagram. Dari
kemajuan komunikasi yang terdapat pada gawai, pengguna tidak hanya
berkirim pesan, gambar maupun telepon, tetapi juga dapat melakukan
panggilan langsung tidak hanya suara tetapi juga bertatap muka dengan
orang yang berada di tempat yang jauh dengan menggunakan fitur video
call.

2) Mencari sumber belajar


Kemajuan teknologi pada gawai selain memudahkan dalam
berkomunikasi juga mempermudahkan manusia untuk mencari informasi
dengan fitur intenet yang terdapat di dalamnya. Kemudahan dapat di
rasakan semua orang, terutama siswa sekolah yang dapat digunakan untuk
mencari sumber belajar guna mendukung proses belajar. Penggunaan
gawai untuk mencari sumber belajar semakin dioptimalakan dengan
kemudahan dan sumber pengetahuan yang luas serta dapat diakses kapan
saja dan di mana saja. Fitur browser seperti Chrome, Mozilla Firefox,
Operamini, dll. merupakan aplikasi yang terdapat pada gawai yang sering
digunakan untuk mengakses mesin pencarian Google untuk mencari data.

3) Hiburan
Gawai menyematkan berbagai fitur yang dapat digunakan manusia
sebagai sarana menghilangkan rasa jenuh ketika lelah dengan tugas atau
perkerjaan. Fitur multimedia yang terdapat pada gawai sebagai sarana
hiburan dapat digunakan untuk mendengarkan musik maupun menonton
video, selain itu banyak aplikasi yang dapat diakses dan diunduh secara
gratis seperti situs berbagi video Youtube, Metube, Vidio atau gim seperti
COC, PUBG, dan Mobile Legend. Terdapat juga aplikasi media sosial
untuk menambah teman atau berkenalan dengan teman baru seperti

8
Twitter, Facebook, dan Instagram. Pengguna gawai dapat memasang dan
menjalankan berbagai aplikasi yang tersedia di internet dan juga non
internet yang sesuai dengan keinginan penggunanya itu sendiri.

2.4.3. Dampak Negatif Penggunaan Gawai


Penggunaan gawai yang tidak diimbangi dengan pengawasan dapat
menimbulkan dampak buruk bagi penggunaanya. Dampak yang
ditimbulkanpun terhadap manusia cukup beragam dari segi kesehatan
sampai sosial. Menurut Nafisa (2017) dampak negatif dari penggunaan
gawai sebagai berikut:

a) Risiko terkena radiasi


Terlalu lama menggunakan gawai dapat menimbulkan pengaruh
kesehatan pada penggunanya. Dalam tiap gawai memiliki radiasi yang bisa
menyebabkan penyakit pada penggunanya.

b) Gangguan emosi dan mental


Penggunaan yang terlalu sering dan kurang pengawasan dapat
berdampak pada mental penggunanya. Aplikasi terutama gim yang
terdapat pada gawai dapat membuat seseorang ketagihan dalam
memainkannya, apabila sudah akut maka akan susah untuk berhenti dan
terus akan memainkannya. Selain itu penggunaan gawai yang terlalu lama
dapat mempengaruhi kemampuan mengendalikan emosi seseorang.

c) Lambat memahami pelajaran


Konsentrasi yang terpecah antara bermain dengan gawai dan
belajar menyebabkan remaja khusus siswa sekolah susah dalam belajar.
Alhasil karena lebih sering bermain dengan gawai dari belajar murid
menjadi sulit untuk memahami materi pelajaran.

d) Risiko penyalahgunaan

9
Kalangan remaja sangat rentan dari penyalahangunaan gawai.
Banyaknya informasi, konten, vidio maupun gambar yang seharusnya
tidak pantas untuk dilihat bisa diakses kapan saja. Misalnya menonton
video dan gambar asusila, menyebarkan hoax dan sebagainya.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan
gawai memiliki manfaat yakni sarana komunikasi, hiburan, mencari
sumber belajar dan memiliki dampak negatif pada penggunannya yaitu
risiko terpaparnya radiasi, mengalami gangguan mental dan berpikir, serta
penyalahgunaan.

2.4.4. Intensitas Penggunaan Gawai


Penggunaan gawai dewasa ini perlu diperhatikan secara khusus.
Penggunaan gawai yang tidak bijak dan berlebihan dapat menimbulkan
kerugian bagi penggunanya, kerugian dalam hal kesehatan bahkan
kerugian secara ekonomi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Pertiwi, dkk (2018:30) dengan sedikit penyesuaian. Durasi penggunaan
gawai diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu intensitas rendah, intensitas
sedang dan intensitas tinggi, dengan penjabar sebagai berikut:
1) Intensitas rendah, yaitu penggunaan gawai yang kurang dari 3 jam/hari
2) Intensitas sedang, yaitu penggunaan gawai sekitar 3 jam/hari
3) Intensitas tinggi, yaitu penggunaan gawai yang lebih dari 3 jam/hari
Gawai dalam penggunaannya sering digunakan untuk mengakses
internet dan aplikasi yang diperlukan untuk menunjang pekerjaan maupun
hiburan. Penelitian penggunaan gawai untuk mengakses internet yang
dilakukan Hootsuite. Hootsuite merupakan sebuah situs layanan
manajemen konten (content management) yang menyediakan layanan
media daring yang terhubung dengan berbagai situs jejaring sosial. Dalam
data tren internet dan media sosial pada bulan Januari 2019 yang
diterbitkan oleh Hootsuite rata-rata orang Indonesia menggunakan gawai
untuk mengakses internet per hari selama 8 jam 36 menit, dilihat dari
penggunaannya orang indonesia merupakan pengguna internet intensitas
tinggi. Rincian data penggunaan internet sebagai berikut:

10
1) 3 jam 26 menit digunakan untuk mengakses media sosial dan mengirim
pesan instan, sepeti mengirim e-mail.
2) 2 jam 56 menit digunakan untuk mengakses situs berbagi video atau
menonton tayangan televisi streaming.
3) 1 jam 22 menit digunakan untuk mendapatkan musik ataupun
mendengarkan musik lewat aplikasi berbayar.
Aktivitas yang sering dilakukan ketika mengakses internet dengan
menggunakan gawai menurut data dari Hootsuite adalah menonton video
dari situs berbagi video, Youtube dengan persentase 88 %. Selain
menonton video dari situs berbagi video Youtube, akses internet dengan
menggunakan gawai juga digunakan untuk aktivitas perpesanan dan sosial
media menggunakan aplikasi WhatsApp dengan prentase 83 %, Facebook
dengan presentase 81% dan Instagram dengan presentase 80% (Andi,
2019).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata
penggunaan gawai normalnya adalah antara 3-4 jam/hari, masyarakat
indonesia pada tahun Januari 2019 merupakan pengguna gawai untuk
mengakses internet dengan intensitas penggunaan yang cukup tinggi rata-
rata per hari, yakni 8 jam 36 menit. Aktivitas yang paling sering dilakukan
menggunakan gawai antara lain mengakses situs berbagi video dan sosial
media.

2.5. Kesehatan Mental


2.5.1. Definisi Kesehatan Mental
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan mental
adalah suatu keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan
sosial, dan bukan hanya suatu keadaan bebas dari penyakit, cacat dan
kelemahan. Sementara itu menurut Sarwono (2012), kesehatan mental
adalah kondisi atau keadaan seseorang sehingga ia akan terhindar dari
gangguan kejiwaan atau penyakit kejiwaan. Notosoedirjo & Latipun
(2011) menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan individu yang

11
tumbuh kembang dalam penuh tanggung jawab di dalam lingkup sosial
atau masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesehatan
mental adalah satu kondisi dimana perkembangan fisik secara intelektual
dan emosional seseorang berkembang sejalan dengan terwujudnya
keserasian antara individu dengan dirinya sendiri, orang lain, dan
lingkungan dimana ia tinggal.

2.5.2. Karakteristik Kesehatan Mental


Karakteristik individu yang sehat mentalnya dijelaskan oleh
American Psychological Association (dalam Notoatmodjo, 2010):
a. Aspek fisik, yang terdiri dari:
a. Perkembangan normal.
b. Mampu untuk melakukan kewajibannya.
c. Sehat secara fisik.
b. Aspek psikis, yang terdiri dari:
a. Respek terhadap diri sendiri.
b. Memiliki rasa humor.
c. Memiliki respon emosional yang wajar.
d. Mampu berpikir realistik dan objektif.
e. Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.
f. Bersifat kreatif dan inovatif.
g. Bersifat terbuka dan fleksibel.
h. Memiliki perasaan bebas untuk memilih dan berekspresi.
c. Aspek sosial, yang terdiri dari:
a. Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang (affection).
b. Mampu menjalin interaksi dengan lingkungannya secara sehat.
c. Bersifat saling menghargai dan tidak membeda-bedakan tingkat
sosial, pendidikan, agama, ras, dan suku.
d. Aspek moral-religius, yang terdiri dari:
a. Taat kepada Tuhan dan mampu menjalani ajaran-Nya.
b. Tidak berbohong, bertanggung jawab, dan tulus dalam beramal.

12
Berdasarkan indikator di atas, maka kesehatan mental diartikan
sebagai ukuran atas standar yang digunakan dalam menilai keadaan atau
situasi bahwa seseorang sehat mentalnya, jika telah memenuhi aspek fisik,
psikis, sosial dan moralnya.

2.5.3. Kriteria Kesehatan Mental


Schneiders (dalam Semiun, 2006), mengemukakan beberapa
kriteria dalam kesehatan mental yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Efisiensi Mental
Penilaian kesehatan mental dan gangguan emosional neurotik.
2. Penguasaan, Integrasi Pikiran dan Perilaku
Kepribadian yang baik adalah salah satu dari penguasaan diri yang
efektif. Tanpa adanya penguasaan ini maka obsesi atau ide yang melekat,
delusi, fobia, dan gejala-gejala yang mungkin ada akan muncul.
3. Integrasi Motif-motif serta Pengendalian Konflik dan Frustrasi
Konflik yang hebat dalam diri bisa muncul apabila motif-motif
perilaku tidak terintegrasi dengan baik serta kebutuhan akan afeksi dan
keamanan bertentangan dengan otonomi individu itu sendiri.
4. Perasaan dan Emosi yang Positif dan Sehat
Perasaan dan emosi positif seperti diterima, disayangi, dimiliki,
terlindungi, dan harga diri masing-masing memberi sumbangan pada
kestabilan mental dan dilihat sebagai tanda mental yang sehat.
5. Ketentraman Pikiran
Penyesuaian diri dan kesehatan mental berorientasi kepada
ketentraman pikiran atau mental. Apabila ada keharmonisan emosi, pikiran
positif, pengendalian pikiran dan tingkah laku, serta integrasi motif-motif
perilaku maka akan muncul ketentraman mental.
6. Sikap yang Sehat
Sikap memiliki keselarasan dengan perasaan dalam hubungannya
dengan kesehatan mental. Sikap seorang individu yang sehat akan sesuai
dengan pikiran yang selalu teringat akan pentingnya mempertahankan

13
pandangan yang sehat terhadap hidup, orang-orang, pekerjaan atau
kenyataan.
7. Konsep Diri yang Sehat
Kesehatan mental sangat bergantung kepada konsep diri sehingga
seseorang harus mempertahankan orientasi yang sehat pada kenyataan
objektif, demikian juga harus berpikir sehat mengenai dirinya sendiri.
8. Identitas Ego yang Memenuhi Syarat
Identitas ego adalah ketika seseorang menjadi diri sendiri. Apabila
identitas ego tumbuh menjadi stabil dan otonom, maka individu tersebut
akan mampu bertingkah laku secara konsisten dan dapat bertahan pada
lingkungannya.
9. Hubungan yang Kuat dengan Kenyataan
Seseorang yang tertekan oleh masa lampau adalah orang yang
tidak berorientasi pada kenyataan, sedangkan seseorang yang
menggantikan kenyataan dengan fantasi atau khayalan adalah orang yang
telah menolak kenyataan.
Dari penjelasan kriteria kesehatan mental yang dikemukakan oleh
Schneiders (dalam Semiun, 2006) di atas dapat disimpulkan bahwa
kesehatan mental memiliki hubungan dengan aspek kepribadian seseorang
seperti efisiensi mental, penguasaan, integrasi pikiran dan perilaku,
pengendalian konflik perasaan dan emosi yang positif, ketentraman
pikiran, sikap yang sehat, konsep diri yang baik, dan integrasi ego yang
memenuhi syarat serta seseorang yang memulai hubungan yang kuat
dengan kenyataan.

2.5.4. Dimensi Kesehatan Mental


Dimensi kesehatan mental menurut Veit & Were (1983) mencakup
dua aspek, yaitu:
a. Aspek Psychological Distress
Aspek ini mendeskripsikan individu yang berada dalam keadaan
kesehatan mental yang buruk atau negatif. Keadaan kesehatan mental yang
buruk diukur berdasarkan adanya gejala-gejala klinis yang dirasakan

14
individu. Ada tiga gejala yang dicirikan yaitu tingginya tingkat kecemasan
baik dalam fisik maupun psikis, depresi yang muncul akibat perasaan
sedih yang berlebihan, dan kehilangan kontrol diri.

b. Aspek Psychological Well-being


Aspek ini mendeskripsikan individu yang berada dalam keadaan
kesehatan mental yang baik atau sejahtera. Hal ini dilihat dari indikator-
indikator yang dirasakan oleh individu seperti, memilik kepuasan dalam
hidup, ikatan emosional, dan rasa empati atau tujuan umum yang positif
dan realistis. Individu yang memiliki kondisi psikologis yang baik akan
memiliki kepuasan terhadap dirinya sendiri, keterkaitan emosi dengan
orang-orang di sekitarnya, dan selalu memiliki tujuan atau pencapaian
yang realistis.

2.5.5. Ciri-ciri Kesehatan Mental


Pada umumnya pribadi yang normal memiliki mental yang sehat.
Demikian sebaliknya, bagi seseorang dengan pribadi yang abnormal
cenderung memiliki mental yang tidak sehat (Baharuddin, 1993:13). Orang
yang bermental sehat adalah mereka yang memiliki kesejahteraan batin
dan kesegaran jasmai. Ancok (dalam Frankl, 2003) menyatakan bahwa
kehidupan yang sehat adalah kehidupan yang penuh makna. Hanya dengan
makna yang baik orang akan menjadi insan yang berguna tidak hanya
untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Kerusakan moral dan
gangguan jiwa adalah karena seseorang tidak memiliki makna hidup yang
baik.
World Health Organization (WHO) pada tahun 1959 memberikan
ciri-ciri atau batasan mental yang sehat adalah sebagai berikut:
a. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun
kenyataan itu buruk baginya.
b. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payahnya.

15
c. Merasa lebih puas ketika memberi dari pada menerima.
d. Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.
e. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling
memuaskan.
f. Menerima kekecewaan sebagai pelajaran untuk di kemudian hari.
g. Menjuruskan rasa permusuhan atau amarah kepada penyelesaian yang
konstruktif dan kreatif bukan destruktf.
h. Mempunyai rasa kasih sayang yang benar.
Selain itu, Kartini Kartono (2000:82-83), mengemukakan empat
ciri-ciri khas pribadi yang bermental sehat, meliputi:
a. Ada kordinasi dari segenap usaha dan potensinya, sehingga orang
mudah melakukan adaptasi terhadap tuntutan lingkungan, standar, dan
norma sosial serta perubahan sosial yang berlangsung serba cepat.
b. Memiliki integrasi dan regulasi terhadap struktur kepribadian sendiri,
sehingga mampu memberikan partisipasi aktif kepada masyarakat.
c. Senantiasa giat melakasanakan proses realisasi diri (yaitu
mengembangkan secara riil segenap bakat dan potensi), memiliki
tujuan hidup dan selalu berusaha melebihi keadaan yang sekarang.
d. Bergairah, sehat lahir dan batinnya, tenang harmonis kepribadiannya,
efisien dalam setiap tindakannya, serta mampu menghayati kenikmatan
dan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya.
Sementara itu menurut Sarwono (2012), ada beberapa ciri
kesehatan mental yang baik dari seseorang, yaitu:
a. Mempunyai tujuan yang sehat pada sesuatu yang telah terjadi pada
lingkungan naupun diri sendiri.
b. Mempunyai kecakapan menyesuaikan diri pada segala kemungkinan
dan kemampuan mengatasi persoalan.
c. Tercapainya tujuan sifat seseorang yang baik dan juga tidak merugikan
lengkungan sekitarnya.
Dengan melihat uraian di atas maka dapat diartikan ciri-ciri orang
yang sehat mentalnya yaitu dengan adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa
yang relatif sempurna, memiliki kemampuan maksimal untuk mengatasi

16
goncangan mental dan menyesuaikan diri dengan kenyataan, dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap diri sendiri maupun orang lain,
dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul dari berbagai faktor dalam
kehidupan, tidak merugikan orang lain, ikut bertanggung jawab terhadap
sesama, dapat menyatakan isi hatinya dengan bebas dan tepat, merasa
dirinya diperlakukan adil, memiliki rasa puas terhadap sesuatu, memiliki
keseimbangan emosi dan tidak tergantung pada sesuatu.
Sementara itu, perilaku abnormal yang dalam beberapa kasus
disebut sebagai gangguan mental juga dianggap dengan sakit mental. Dari
pengertian ini, orang yang menunjukkan tidak sehat mentalnya maka
digolongkan sebagai orang yang mengalami gangguan mental. S. Scott
(dalam Notosoedirjo, 2001:43) mengelompokkan enam macam kriteria
atau ciri-ciri seseorang yang tidak sehat mentalnya, yaitu:
a. Orang yang memperoleh atau membutuhksn pengobatan psikiatris.
b. Tidak dapat menyesuaikan diri terhadap masyarakat.
c. Orang yang perlu diagnosis kejiwaan.
d. Mengalami ketidak bahagiaan subjektif.
e. Adanya gejala-gejala gangguan jiwa secara objektif.
f. Gagal dalam adaptasi secara positif.
Berdasarkan poin-poin di atas maka dapat disimpulkan bahwa tidak
adanya keserasian antara fungsi-fungsi jiwa sehingga tidak dapat
mengatasi masalah dalam hidup dan goncangan mental, gagalnya dalam
beradaptasi, tidak dapatnya menerima kenyataan, sering merugikan orang
lain, merasa tidak bebas, merasa tidak bahagia dan tidak punya relasi
terhadap orang lain, banyak dikuasai emosi dan tidak dapatnya menatap
masa depan dengan baik adalah ciri-ciri bagi orang yang tidak memiliki
kesehatan mental yang baik.

2.5.6. Jenis-jenis Gangguan Mental


Kartini Kartono (2000:5), menyatakan bahwa gangguan mental
merupakan bentuk gangguan pada ketenangan batin dan ketentraman hati.
Penyakit mental ditandai dengan fenomena ketakutan, pahit hati, hambar

17
hati, apatis, cemburu, iri hati, dengki, kemarahan yang eksplosif, maupun
ketegangan batin yang kronis. Berikut ini diuraikan beberapa jenis
penyakit mental/gangguan mental yang setidaknya dikategorikan menjadi
4 (empat) jenis, yaitu:
1. Gangguan Organik Otak
Jenis gangguan ini adalah akibat langsung dari fisik (seluruh tubuh)
perubahan dan penyakit yang mempengaruhi otak. Hal ini menyebabkan
perubahan untuk beberapa derajat kebingungan dan delusi selain
kecemasan dan kemarahan. Beberapa penyakit ini meliputi:
Pertama: penyakit degeneratif meliputi:
a. Huntington: penyakit-penyakit genetik yang terdiri dari gerakan
abnormal, demensia, dan masalah psikologis.
b. Multiple Sclerosis: gangguan sistem kekebalan tubuh yang
mempengaruhi sistem saraf pusat (otak & saraf tulang belakang).
c. Pikun.
d. Parkinson: gangguan saraf yang menyebabkan kelumpuhan.
Kedua: kardiovaskular, yakni gangguan berhubungan dengan jantung,
stroke, dan gangguan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi.
Ketiga: trauma diinduksi, berhubungan dengan cedera otak, perdarahan
dan gegar otak.
Keempat: intoksikasi, yakni terkait ketergantungan obat-obatan dan
alkohol.
2. Gangguan Kecemasan Berlebih
Beberapa gangguan utama dalam kategori ini adalah: depresi,
fobia, dan gangguan panik. Beberapa penyebab gangguan ini disebabkan
oleh situasi sebelumnya, misalnya: terutama peristiwa traumatis, seperti
korban pelecehan seksual, korban perundungan dan veteran perang adalah
individu yang biasanya memiliki kepanikan dan fobia.
3. Gangguan Kepribadian
Ada 3 kelompok gangguan kepribadian, meliputi :
Pertama, perilaku yang tidak biasa, seperti:

18
1. Paranoid, yaitu perasaan takut, cemas, dan khawatir berlebih bahwa
setiap orang dan segala sesuatu yang diketahui maupun tidak
diketahui mereka dapat membahayakan mereka, namun pada
kenyataannya hal ini tidak benar.
2. Skizofrenia, yaitu gangguan kejiwaan kronis ketika seseorang
mengalami halusinasi, delusi, kekacauan dalam berpikir, kesulitan
membedakan antara kenyataan dan pikirannya sendiri, serta
perubahan sikap.
Kedua, perilaku emosional tak menentu, seperti:
1. Antisosial, yaitu sikap apatis terhadap orang lain dan tidak ada
keinginan untuk bersosialisasi.
2. Kepribadian mengambang, yaitu tidak menentunya emosi dalam
berhubungan dengan orang.
3. Kepribadian munafik, yaitu sifat pencari perhatian, manipulator,
dan cenderung melebih-lebihkan hubungan “semua orang
mencintai saya”.
Ketiga, cemas dan takut, termasuk:
1. Avoidant, yaitu gangguan kepribadian takut mengambil risiko,
mudah tertipu, hiper-sensitif, dan menghindari segala sesuatu yang
mencakup interaksi sosial.
2. Dependent, yaitu gangguan kepribadian akibat kelalaian atau
musibah, jatuh miskin, atau pernah ditinggalkan dan merasa itu
akan terjadi lagi.
3. Obsesif-kompulsif, yaitu gangguan kecemasan, menarik pikiran
dan obsesi terhadap hal-hal yang tidak nyata.
4. Adiksi, yaitu gangguan kecemasan akibat kecanduan atau perasaan
terikat terhadap sesuatu yang menyebabkan seseorang menarik diri,
kesulitan dalam mengatur kesehariannya dan kehilangan mayoritas
kontrol terhadap dirinya sendiri.
5. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah kumpulan penyakit yang sangat mempengaruhi
proses otak dalam berpikir. Orang-orang ini mengalami kesulitan berpikir

19
rasional dan penilaian mereka terganggu. Gejala yang paling umum
penyakit ini biasanya delusi dan halusinasi. Delusi percaya fakta tertentu
bahkan setelah fakta-fakta tersebut telah terbukti salah. Halusinasi mirip
dengan delusi dalam keyakinan yang salah, namun halusinasi dirasakan
dengan indra dan tidak pikiran. ”mendengar hal” atau “melihat sesuatu”
adalah contoh dari halusinasi. Beberapa gejala lain adalah: perilaku aneh
(mungkin berbahaya untuk diri sendiri atau orang lain), kurangnya
kebersihan pribadi, penurunan minat dalam melakukan hal-hal, pola bicara
aneh yang tidak dimengerti, perubahan suasana hati, kesulitan menjalin
hubungan, lambat atau melakukan gerakan-gerakan aneh.

2.6. Murid
2.6.1. Definisi Murid
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:986), murid adalah
anak atau orang yang sedang belajar atau bersekolah. Sementara itu,
pengertian murid atau siswa menurut ketentuan umum Undang-undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu. Kata ‘siswa’ digunakan untuk menjelaskan
‘murid’ karena memiliki kedudukan sebagai sinonim. Selain itu, murid
yang termasuk dalam kelas kata nomina ini juga mempunyai sinonim lain.
Beberapa di antaranya adalah pelajar, anak didik, anak sekolah dan
mahasiswa. Pemakaian kata tersebut disesuaikan dengan tingkatan
pendidikan. Sebutan murid, siswa dan anak sekolah lebih cocok untuk
tingkatan sekolah dasar hingga menengah atas. Sedangkan sebutan
mahasiswa khusus untuk jenjang perguruan tinggi. Sebutan pelajar dan
anak didik cenderung bersifat netral. Keduanya dapat digunakan untuk
merujuk pada individu yang ada di setiap jenjang pendidikan.
Terdapat pula pengertian murid menurut beberapa ahli. Menurut
Arifin (2000), murid adalah manusia didik yang sedang berada dalam
proses perkembangan atau pertumbuhan menurut hakikatnya masing-

20
masing yang memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten
menuju ke arah titik optimal yakni kemampuan hakikatnya. Sementara itu
menurut Sarwono (2007), murid merupakan orang yang secara resmi
terdaftar untuk mengikuti pelajaran di dunia pendidikan. Hal ini seiring
dengan pendapat Sudirman (2003) yang menyatakan bahwa murid atau
siswa adalah orang yang datang ke sekolah untuk memperoleh atau
mempelajari beberapa tipe pendidikan.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa murid
adalah individu atau orang yang mengembangkan potensi dirinya dalam
bentuk fisik maupun psikis melalui beberapa proses pendidikan dan
bimbingan untuk menjadi seseorang yang intelektual agar kedepannya
dapat menjadi generasi penerus bangsa dan dapat berguna bagi lingkungan
serta masyarakat di sekitarnya.

21
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


3.1.1. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan
sejak tanggal 1 Desember 2022 – 25 Januari 2023.

3.1.2. Tempat Penelitian


Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di lingkungan kelas XII
MIA SMA Xaverius 2 Jambi di Lorong Peltu Suwito, Simpang IV Sipin,
Kec. Telanaipura, Kota Jambi, Jambi.

3.2. Subjek Penelitian


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1379), subjek
penelitian adalah orang, tempat atau benda yang diamati atau diteliti.
Sementara itu menurut Moloeng (2010:132), subjek penelitian adalah
informan, yang berarti orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Menurut
Nanang Martono (2010:112), subjek penelitian membahas karakteristik
subjek yang digunakan dalam penelitian, termasuk penjelasan mengenai
populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel yang digunakan.
Dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki peran sebagai
pemberi informasi dan tanggapan terkait data yang dibutuhkan oleh peneliti,
serta memberikan masukan kepada peneliti, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Subjek penelitian pada karya tulis ilmiah ini adalah murid-murid kelas
XII SMA Xaverius 2 Jambi.

3.3. Metode Penelitian


Menurut Hasan (2002:21), metode penelitian adalah tatacara
bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. Kata metode berasal dari kata

22
Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti)
dan kata benda hodos (jalan, cara, arah). Kata methodos berarti penelitian,
metode ilmiah, uraian ilmiah, yaitu cara bertindak menurut sistem aturan
tertentu. Metode adalah cara-cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk
mencapai maksud.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Metode kualitatif dilakukan untuk memberikan penjelasan mengenai suatu
fenomena dan nantinya akan mengkontruksikan suatu teori yang berkaitan
dengan fenomena tersebut. Dalam sebuah proses penelitian kualitatif, hal-hal
yang bersifat perspektif subjek lebih ditonjolkan dan landasan teori
dimanfaatkan oleh peneliti sebagai pemandu, agar proses penelitian sesuai
dengan fakta yang ditemui di lapangan ketika melakukan penelitian.
Menurut Sugiyono (2010:9), Metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara tringulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi. Sementara itu Moleong (2012:6) berpendapat
bahwa penelitan kualitatif dilakukan dengan tujuan untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tidndakan, dll. Secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan menanfaatkan berbagai metode alamiah.
Metode kualitatif merupakan metode yang cenderung dihubungkan
dengan sifat subjektif dari sebuah realita sosial, yang memiliki kemampuan
baik untuk menghasilkan pemahaman dari berbagai perspektif. Menurut
Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang
diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara
holistic (utuh) (Moleong, 2002:3).

23
Denzin dan lincoln (1987) menyatakan bahwa penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada. Dalam penelitian kualitatif, metode yang biasanya
dimanfaatkan adalah wawancara, observasi, dan pemanfaatan dokumen.
Pada penelitian kualitatif, peneliti berusaha memahami subjek dari
kerangka berpikirnya sendiri. Dengan demikian yang terpenting adalah
pengalaman, pendapat, perasaan, dan pengetahuan partisipan. Oleh karena itu,
semua perspektif menjadi bernilai bagi penelitian. Peneliti tidak meliahat
benar atau salah, namun semua data penting. Pendekatan ini sering disebut
juga sebagai pendekatan yang humanistik, karena peneliti tidak kehilangan
sisi kemanusiaan dari suatu kehidupan sosial. Peneliti tidak dibatasi lagi oleh
angka-angka, perhitungan statistik, variable-variabel yang mengurangi nilai
keunikan individual.
Metode yang digunakan dalam pendekatan ini tidak kaku dan tidak
terstandarisasi. Penelitian kualitatif sifatnya fleksibel, dalam arti
kesesuaiannya tergantung dari tujuan setiap penelitian. Walaupun demikian,
sekali ada pedoman untuk diikuti, tapi bukan aturan yang mati. Jalannya
penelitian dapat berubah sesuai kebutuhan, situasi lapangan serta hipotesa-
hipotesa baru yang muncul selama berlangsungnya penelitian tersebut.
Adapun karakteristik pendekatan kualitatif menurut Guba dan Lincoln
(dalam Moleong, 1985:33-34), yaitu sebagai berikut:
1. Latar alamiah
Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau
pada konteks dari suatu keutuhan (entity). Hal ini dilakukan karena ontologi
alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang
tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya.
2. Manusia sebagai alat instrument
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang
lain merupakan alat pengumpul data yang utama. Hal ini dilakukan agar dapat
berhubungan secara langsung dengan responden. Disamping itu, manusia

24
mampu memahami kenyataan yang terjadi dilapangan serta berperan pada
pengumpulan data melalui penelitian.
3. Metode kualitatif
Metode kualitatif dipergunakan dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan
dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih
peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh
bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
4. Analisis data secara induktif
Penelitian ini menggunakan analisis induktif dengan alasan pertama
proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda sebagai
yang terdapat dalam data; kedua, analisis induktif lebih dapat membuat
hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akuntable;
ketiga, analisis demikian dapat mengurangi latar secara penuh dan dapat
membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada
suatu latar lainnya; keempat, analisis induktif lebih dapat menemukan
pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan; dan terakhir,
analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai
bagian dari struktur analitik. Dengan analisis seperti ini, data dari lapangan
bersifat khusus untuk selanjutnya dapat disimpulkan sebuah teori yang dapat
digeneralisasikan secara luas.
5. Teori dari dasar
Penelitian kualitatif lebih menghendaki penyusunan teori substansi
yang berasal dari data. Disebabkan oleh pertama, tidak ada teori apriori yang
dapat mencakupi kenyataan-kenyataan ganda yang mungkin akan dihadapai;
kedua, penelitian ini mempercayai apa yang dilihat sehingga ia berusaha
untuk sejauh mungkin menjadi netral; dan ketiga teori dari pemahaman yang
mendasar dapat lebih responsif terhadap nilai-nilai kontekstual.
6. Deskriptif
Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-
angka. Data diperoleh melalui proses wawancara, catatan lapangan, foto,

25
dokumen-dokumen lain. Semua data yang terkumpul menjadi kunci terhadap
apa yang diteliti. Dengan demikian, laporan akan berisi kutipan-kutipan data
untuk memberi gambaran laporan tersebut.
7. Lebih meningkatkan proses daripada hasil
Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil
disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih
jelas apabila diamati dalam proses penelitin.
8. Adanya “batas” yang ditentukan oleh “fokus”
Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkannya batas dalam
penelitiannya. Hal ini disebabkan oleh:
 Batas menentukan kenyataan ganda yang kemudian mempertajam fokus
penelitian.
 Penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara
peneliti dan fokus penelitian.
9. Adanya kriteria khusus atau keabsahan data
Penelitian kualitatif mendefinisikan validitas, reabilitas, dan
objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan lazim digunakan dalam
penelitian klasik.
10. Desain yang bersifat sementara
Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus menerus
disesuaikan dengan kenyataan di lapangan. Jadi tidak menggunakan desain
yang tersusun secara ketat dan tidak dapat dirubah lagi. Karena apa yang akan
terjadi di lapangan tidak dapat diramalkan sebelumnya oleh peneliti.
11. Hasil penelitian yang dirundingkan dan disepakati
Penelitian kualitatif lebih menghendaki agar pengertian dan hasil
interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang
dijadikan sumber data.
Dalam menganalisis data penelitian kualitatif digunakan proses secara
induktif. Berangkat dari kasus-kasus yang bersifat khusus berdasarkan
pengalaman nyata (ucapan dan perilaku subjek penelitian atau situasi
lapangan penelitian) yang kemudian dirumuskan menjadi model, konsep,
teori, dan prinsip, proposisi atau definisi yang bersifat umum. Induksi adalah

26
proses dengan mana peneliti mengumpulkan data dan kemudian
mengembangkan suatu teori dari data tersebut. Peran bahasa dan makna-
makna yang dianut subjek penelitian menjadi sangat penting. Hal ini karena
pada penelitian kualitatif bertujuan memperoleh pemahaman yang otentik
mengenai pengalaman orang-orang, sebagaimana dirasakan (Mulyana,
2008:156).
Dalam penelitian kualitatif peran teori tidak sejelas dalam penelitian
kuantitatif karena modelnya induktif, yaitu dengan urutan: (1) mengumpulkan
informasi, (2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan, (3) membangun kategori-
kategori, (4) mencari pola-pola (teori), dan (5) membangun sebuah teori atau
membandingkan pola dengan teori-teori lain.
Hasil akhir dari penelitian kualitatif, bukan sekedar menghasilkan data
atau informasi yang sulit dicari melalui metode kuantitatif, tetapi juga harus
mampu menghasilkan informasi-informasi bermakna, bahkan hipotesis atau
ilmu baru yang digunakan untuk membantu mengatasi masalah dan
meningkatkan taraf hidup manusia (Sugiyono, 2005:18).

3.4. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam
melakukan penelitian. Tanpa upaya pengumpulan data, berarti penelitian
tidak dapat dilakukan. Dengan mengtahui pengumpulan data, peneliti
menggunakan beberapa teknik dalam melengkapi dan memperdalam subjek
yang akan diteliti.
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural
setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan
data lebih banyak pada observasi berperan serta (participan observation),
wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi (Catherine
Marshall, Gretchen B. Rosman, dalam Sugiyono, 2010:225). Metode
pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

3.4.1. Observasi

27
Observasi adalah pengamatan dengan melakukan pencatatan atau
pengkodean perilaku individu atau suasana, kondisi, dsb. Dalam arti yang
luas, observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Marshall (dalam
Sugiyono, 2010:226) menjelaskan bahwa, Melalui observasi, peneliti
belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.
Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah
ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, pembuatan, kejadian atau
peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi
adalah untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku
manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek
tertentu, melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Bentuk
dari observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu
observasi partisipasi dan observasi nonpartisipasi (observasi terstruktur
dan tidak terstruktur).
Dalam hal ini, peneliti melakukan pengumpulan data yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan
penginderaan kepada subjek penelitian yaitu murid-murid kelas XII SMA
Xaverius 2 Jambi.

3.4.2. Angket
Menurut Sugiyono (2017:142) angket atau kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab.
Tipe pertanyaan dalam angket dibagi menjadi dua, yaitu: terbuka
dan tertutup. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan
responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu
hal. Sebaliknya pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang mengharapkan
jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu
alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Setiap
pertanyaan angket yang mengharapkan jawaban berbentuk data nominal,

28
ordinal, interval, dan ratio, adalah bentuk pertanyaan tertutup Sugiyono
(2017:143).
Angket atau kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket atau kuesioner terbuka, karena responden dapat memberikan
jawaban mereka dengan bebas sesuai dengan apa yang mereka pikirkan
dan rasakan.

3.4.3. Studi Pustaka


Studi pustaka atau kepustakaan dapat diartikan sebagai serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat serta mengolah bahanpenelitian ( Zed, 2003:3).
Dalam penelitian studi pustaka setidaknya ada empat ciri utama yang
penulis perlu perhatikan diantaranya : Pertama, bahwa penulis atau peneliti
berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data angka, bukan dengan
pengetahuan langsung dari lapangan. Kedua, data pustaka bersifat “siap
pakai” artinya peniliti tidak terjung langsung kelapangan karena peneliti
berhadapan langsung dengan sumber data yang ada di perpustakaan.
Ketiga, bahwa data pustaka umumnya adalah sumber sekunder, dalam arti
bahwa peneliti memperoleh bahan atau data dari tangan kedua dan bukan
data orisinil dari data pertama di lapangan. Keempat, bahwa kondisi data
pustaka tidak dibatasi oleh runga dan waktu (Zed, 2003:4-5). Berdasarkan
dengan hal tersebut diatas, maka pengumpulan data dalam penelitian
dilakukan dengan menelaah dan/atau mengekplorasi beberapa Jurnal,
buku, dan dokumen-dokumen (baik yang berbentuk cetak maupun
elektronik) serta sumber-sumber data dan atau informasi lainnya yang
dianggap relevan dengan penelitian atau kajian.

29
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1. Apakah Intensitas Waktu Penggunaan Gawai Dapat


Mempengaruhi Kesehatan Mental Murid Kelas XII MIA SMA
Xaverius 2 Jambi?
Menurut data yang telah peneliti kumpulkan melalui serangkaian
observasi non-partisipan dan pembagian angket terbuka, didapatkan data
bahwa murid kelas XII MIA SMA Xaverius 2 Jambi memiliki intensitas
penggunaan gawai yang tinggi, yaitu lebih dari 3 jam/hari seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Mayoritas responden mengaku menggunakan gawai
sekitar 4 jam dalam sehari, sementara beberapa diantaranya mengaku bisa
menghabiskan waktu sekitar 8-12 jam dalam sehari untuk menggunakan
gawai.
Para responden biasanya menggunakan gawai pada saat ada waktu
luang, namun tidak jarang mengecek gawai mereka di sela-sela kesibukan
walau sama sekali tidak ada urusan penting atau notifikasi yang masuk.
Mayoritas juga mengaku sering lupa waktu bila sudah menggunakan gawai,
dibuktikan dengan seberapa sering mereka berakhir begadang atau telat
makan karena terlalu asik memainkan gawai mereka. Hal tersebut
mengurangi produktifitas mereka serta sering kali mengacaukan jadwal
kegiatan mereka. Mereka juga tidak jarang akan merasa kesal apabila waktu
menggunakan gawai mereka terganggu, meskipun hanya sedikit yang
melampiaskan rasa kesalnya melalui tindakan fisik yang ekstrem. Beberapa
dari responden merasa gelisah jika tidak ada gawai di sekitar mereka dan
beberapa yang lain merasa menghabiskan waktu di dunia maya lebih menarik
dari pada di dunia nyata.
Selain itu, berdasarkan jawaban-jawaban responden terhadap beberapa
pertanyaan yang peneliti ajukan melalui angket terbuka secara daring
mengenai ada tidaknya perubahan kondisi fisik maupun mental yang
responden alami setelah menggunakan gawai selama beberapa waktu,
didapatkan data bahwa hampir seluruh responden meraskan perubahan

30
negatif dalam fisik dan psikis mereka. Beberapa responden mengaku merasa
lebih emosional, mudah frustrasi dan stres setelah menggunakan gawai,
terutama setelah atau saat mereka kalah dalam bermain gim. Sementara itu
responden lain mengaku mengalami perubahan fisik seperti pengelihatan
yang semakin kabur, pusing, lemas dan mudah mengantuk.
Berdasarkan data serta fakta yang di dapat melalui observasi maupun
angket dan dihubungkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa penggunaan gawai dengan intensitas tinggi dapat
mempengaruhi kesehatan mental. Gangguan mental yang paling mendekati
dan cocok dengan kondisi yang dialami oleh responden adalah gangguan
kecanduan gawai. Mayoritas responden mengalami dan merasakan gejala-
gejala atau hal-hal yang dilami serta dirasakan seseorang dengan diagnosis
kecanduan gawai, seperti sulit mengendalikan kesehariannya, sulit mengatur
emosi dan merasa terikat dengan gawai itu sendiri. Meski belum dalam
tingkat akut, tentunya gangguan yang dialami tersebut sewaktu-waktu dapat
menjadi semakin parah atau tak terkendali, jika tidak segera dilakukan
tindakan penanganan dan pencegahan.

4.2. Apa Solusi yang Dapat Dilakukan untuk Mengatasi Pengaruh


Negatif dari Intensitas Penggunaan Gawai yang Berlebihan?
Melanjutkan pembahasan sebelumnya, bahwa intensitas
penggunaan gawai yang tinggi dan berlebih dapat mempengaruhi
mental dan dapat menyebakan gangguan pada fungsi mental itu
sendiri, salah satunya adalah kecanduan gawai. Gangguan tersebut
apabila tidak diberi penanganan maka tidak menutup kemungkinan
akan menjadi semakin parah dan sulit untuk dikendalikan.
Berdasarkan penelitian studi pustaka yang telah dilakukan peneliti
melalui pemahaman buku dan jurnal secara daring maupun luring,
didapatkan beberapa cara untuk mengatasi dan mengurangi pengaruh
negatif dari intensitas penggunaan gawai yang berlebihan, yaitu:
1. Perbanyak Bersosialisasi dengan Teman atau Keluarga di Dunia
Nyata

31
Langkah pertama dalam mengatasi dampak negatif
penggunaan gawai dengan intensitas tinggi dan berlebih adalah
dengan memperbanyak waktu dengan teman atau keluarga di dunia
nyata.
Menghabiskan waktu dengan mengobrol santai atau
bersenda gurau bersama orang-orang terdekat tanpa gangguan
gawai dapat mengurangi pikiran dan hasrat untuk menggunakan
gawai serta dapat menjaga kesehatan mental. Sebaik mungkin
cobalah hindari kesepian, karena hal tersebut dapat berujung
dengan anda kembali menggunakan gawai anda.

2. Tidak Menggunakan Gawai Sebelum Tidur


Matikan gawai anda dan jangan menggunakannya 30-60
menit sebelum tidur. Hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan
kebiasaan anda dalam menggunakan gawai sebelum tidur yang bisa
saja dan tidak jarang menyebabkan anda lupa waktu dan berakhir
tidak tidur semalaman. Hal ini juga bertujuan agar anda dapat tidur
lebih cepat dan mendapat waktu istirahat yang cukup, sehingga saat
bangun tidur tubuh anda terasa lebih segar dan pikiran anda terasa
lebih jernih, sehingga anda dapat melakukan aktivitas anda dengan
lebih lancar.

3. Batasi Penggunaan atau Hapus Aplikasi di Gawai yang Menjadi


Penyebab Kecanduan
Setiap orang memiliki aplikasi yang sering dibuka di gawai
mereka masing-masing, biasanya media sosial ataupun gim. Pada
dasaranya, aplikasi-aplikasi tersebutlah yang kerap menjadi
penyebab kecanduan atau intensitas penggunaan yang tidak
terkontrol. Untuk mengurangi adiksi, maka disarankan untuk
mengurangi atau membatasi penggunaan aplikasi-aplikasi tersebut.
Anda dapat menghapusnya dalam kurun waktu tertentu atau
menahan diri untuk tidak membukannya, sampai anda yakin sudah

32
dapat mengendalikan hasrat untuk membuka aplikasi-aplikasi
tersebut. Untuk mendukung gerakan ini, anda dapat mengalihkan
waktu luang anda dengan melakukan hobi atau membaca buku
alih-alih dengan bermain dengan aplikasi-aplikasi lain di gawai
anda.

33
BAB 5
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan
bahwa murid kelas XII MIA SMA Xaverius 2 Jambi memiliki
intensitas waktu penggunaan gawai yang tinggi. Intensitas
penggunaan gawai yang tinggi ini mempengaruhi kondisi fisik
maupun mental murid secara signifikan. Murid menjadi lebih sulit
mengontrol emosi, mudah merasa frustrasi, serta sulit mengendalikan
diri mereka dalam menggunakan gawai. Selain itu, murid mengalami
perubahan fisik berupa pengelihatan yang mulai kabur serta kondisi
tubuh yang lemas maupun mudah mengantuk. Hal-hal di atas
menunjukkan adanya gangguan mental yang di alami murid, yaitu
berupa kecanduan gawai. Tapi pengaruh negatif dari intensitas tinggi
penggunaan gawai ini masih dapat diatasi dengan beberapa terapi
maupun penanganan mandiri.

5.2. Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah para murid harus
mulai berusaha mengurangi intensitas penggunaan gawai mereka
untuk menjaga kesehatan fisik dan mental mereka. Mulailah dari hal
kecil, seperti menahan diri membuka sosial media saat sedang
berkumpul bersama teman atau lebih banyak melakukan hobi atau
kegiatan yang dianggap menyenangkan di dunia nyata tanpa gangguan
gawai.

34
DAFTAR PUSTAKA

Hasanah, Muhimmatul. 2017. Pengaruh Gadget terhadap Kesehatan Mental


Anak. Association of Indonesian Islamic Kindergarten.

Setiawan, Ferry, dan Yuliani. 2021. Hubungan Kecanduan Smartphone


dengan Gangguan Emosional Remaja. Samarinda: Universitas
Muhammadiyah.

Naharian, Melkian dkk. 2021. Pengaruh Intensitas Penggunaan Smartphone


terhadap Kesejahteraan Psikologis pada Mahasiswa. Manado: Universitas
Negeri Manado.

Desi, Karina. 2016. Pengaruh Intensitas Mengakses Fitur-fitur Gadget dan


Tingkat Kontrol Orang Tua terhadap Kesehatan Mental Remaja. Skripsi.
Semarang: Universitas Diponegoro

Yuningsih, Helma. 2021. Dampak Kecanduan Smartphone terhadap


Kesehatan Mental Remaja. Skripsi. Padang; Universitas Andalas.

35
LAMPIRAN

36
37

Anda mungkin juga menyukai