Anda di halaman 1dari 50

PERSEPSI SISWA SMA MARSUDIRINI MUNTILAN

TERHADAP FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB INSOMNIA

KARYA TULIS ILMIAH

DIAJUKAN UNTUK SALAH SATU SYARAT AGAR DAPAT


MENGIKUTI UJIAN SEKOLAH DI SMA MARSUDIRINI MUNTILAN

TAHUN 2023/2024

Disusun oleh:

Gabriel Helena Prasasta

SMA MARSUDIRINI MUNTILAN

Jalan Sleko 4 Muntilan 56412 Telp (0293) 587475


Kab. Magelang, Jawa Tengah

2
HALAMAN PENGESAHAN

ii
UCAPAN TERIMAKASIH

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
UCAPAN TERIMAKASIH.................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi

BAB I PENDAHULAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................3
1.4.1 Siswa SMA Marsudirini.................................................................................3
1.4.2 Remaja............................................................................................................3
1.4.3 Masyarakat.....................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4


2.1 Landasan Teori...............................................................................................4
2.1.1 Persepsi...........................................................................................................4
2.1.2 Pengertian Remaja..........................................................................................4
2.1.3 Pengertian Insomnia.......................................................................................5
2.1.4 Faktor-Faktor Insomnia..................................................................................6
2.1.5 Klasifikasi Insomnia.......................................................................................7
2.1.6 Tanda dan Gejala............................................................................................8
2.1.7 Dampak Insomnia...........................................................................................9
2.1.8 Penatalaksanaan Insomnia............................................................................10
2.1.9 Alat Ukur Insomnia......................................................................................11
2.2 Kerangka Berpikir........................................................................................15
2.3 Hipotesis.......................................................................................................15

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN...........................................................16


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian......................................................................16
3.1.1 Tempat Penelitian.........................................................................................16
3.1.2 Waktu Penelitian..........................................................................................16
3.2 Metode Penelitian.........................................................................................16
3.3 Teknik Pengambilan Data............................................................................16
3.3.1 Populasi........................................................................................................16
3.3.2 Survei............................................................................................................17
3.3.3 Teknik Analisis Data....................................................................................17

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................18
4.1 Deskripsi Data..............................................................................................18
4.2 Pembahasan..................................................................................................29

BAB V PENUTUP..............................................................................................37

iv
5.1 Kesimpulan...................................................................................................37
5.2 Saran.............................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................39

Lampiran..............................................................................................................40

v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. 1 Faktor Insomnia Berdasarkan Hasil Angket Responden..................29
Gambar 4. 2 Dampak Insomnia Berdasarkan Hasil Angket Responden...............30

vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil wawancara responden...................................................................18

vii
BAB I
PENDAHULAN
I.1 Latar Belakang
Remaja saat ini banyak sekali melakukan bermacam-macam aktivitas yang
membuat mereka sibuk. Aktivitas fisik lebih dominan pada olahraga, seperti sepak
bola, futsal, bulu tangkis, dll. Aktivitas intelektual cenderung pada kegiatan les
pelajaran sekolah, bimbingan masuk perguruan tinggi, dll. Aktivitas tersebut ada
konsekuensinya, jika fisik tubuh lebih sehat sedangkan intelektual nilai pelajaran
menjadi lebih bagus. Ada beberapa remaja yang cenderung tidak melakukan
keduanya dan lebih sering bermain handphone. Hal ini yang dapat mengganggu
waktu tidur remaja.
Menurut data WHO dari artikel databoks, pada tahun 2018 sebanyak 81%
remaja di dunia kurang melakukan aktivitas fisik. Menurut data dari Badan
Penelitian dan Kementrian Kesehatan yang bekerjasama dengan WHO dari
ejournal.warmadewa, pada tahun 2015 pelajar SMP dan SMA kurang melakukan
aktivitas fisik sebesar 32,1%. Dari data Global School Health Survey tahun 2015
yang terdapat pada artikel kemkes.go.id bahwa 42,5% remaja kurang melakukan
aktivitas fisik. Pada tahun 2018 menurut Riskesda dari artikel indohcf rata-rata
penduduk yang kurang melakukan aktivitas adalah 33%. Berdasarkan Hootsuite
dari artikel kumparan plush, penduduk Indonesia sebanyak 171 juta atau 98%
pengguna internet dan 175,3 juta atau 64% menggunakan handphone.
Menurut data diatas remaja yang tidak melakukan aktivitas cenderung
bermain handphone hingga larut malam. Sehingga rata-rata remaja mengalami
insomnia dan lebih memilih bermain handphone. Insomnia yang sering terjadi
seperti mudah terbangun dan tidak dapat kembali tidur, saat bangun merasa tubuh
lelah serta lesu. Insomnia bisa berakibat pada kesehatan tubuh manusia.
Kebiasaan bermain handphone sebelum tidur juga dapat menyebabkan insomnia,
ini terjadi karena pancaran blue light yang dihasilkan dari handphone, pancaran
sinar inilah yang dapat menekan produksi hormon melatonin, yaitu hormon yang
berperan dalam mengatur siklus tidur.
Ada juga contoh kasus nyata yang dialami penulis, yang sering mengalami
gangguan tidur di malam hari. Gangguan tidur yang dialami penulis disebabkan

1
oleh penggunaan media sosial yang berlebih. Cara penulis menemukan solusinya
adalah dengan mulai melakukan hobi penulis yaitu menggambar, bagi penulis itu
sangat membantu untuk mengatasi kesulitan tidurnya. Penulis juga melakukan pra
survei, bahwa disekitar lingkungan penulis ada salah satu narasumber yang belum
menemukan cara mengatasi kesulitan tidurnya. Narasumber yang mengatakan, dia
akan tetap akan bermain handphonenya hingga dia ketiduran dengan sendirinya
atau mengkonsumsi obat yang dapat membuatnya tidur.
Penulis melakukan pra survei di SMA Marsudirini Muntilan pada 10 siswa
yang saat tengah malam mengalami kesulitan tidur. Yang mereka lakukan
membuka media sosial mereka atau ada yang bermain game di handphone
mereka. Hal inilah yang terkadang membuat beberapa siswa tersebut terlihat
lemas dan kurang bertenaga saat pagi hari. Saat pembelajaran dimulai ada siswa
yang menjadi tidak fokus kepada materi, siswa tersebut memang hadir di kelas
tapi pikirannya berfokus pada hal lain. Ini yang membuat siswa kurang menguasai
materi yang diajarkan dan berdampak pada nilai pelajarannya. Ada salah satu
siswa yang juga mengeluh ingin menghilangkan gangguan insomnianya, namun
dia masih bingung mengatasinya.
Berdasarkan hasil pra survei, maka ini penting untuk diteliti karena
kesulitan tidur dapat sangat berpengaruh dalam aktivitas sehari-hari. Tentunya
bagi remaja saat ini yang akan sangat mengganggu dan berpengaruh dalam
aktivitasnya. Remaja saat ini mengalami insomnia bisa diakibatkan dengan
kegiatan yang tidak teratur, sehingga membuat remaja menjadi mengalami stress
sehingga mengganggu jam tidurnya. Sehingga ini dapat berpengaruh dalam
konsentrasi saat pembelajaran di sekolah. Kurang cukupnya jam tidur juga dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan fisik pada remaja.
Beberapa siswa di SMA Marsudirini Muntilan mengalami ketergantungan
dengan handphone mereka, yang akhirnya menjadikan handphone sebagai solusi
saat mengalami insomnia. Akhirnya dengan bermain handphone membuat
semakin terjaga dan semakin susah untuk tidur. Ini yang semakin menarik untuk
diteliti apakah siswa di SMA Marsudirini Muntilan mengalami insomnia
dikarenakan oleh kecanduan handphone mereka atau memang karena kondisi pola
tidur mereka. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka penulis memilih

2
judul “Persepsi Siswa SMA Marsudirini Muntilan terhadap Faktor-Faktor
Penyebab Insomnia”.
I.2 Rumusan Masalah
Apa Persepsi Siswa SMA Marsudirini Muntilan terhadap Faktor-Faktor
Penyebab Insomnia?
I.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Persepsi Siswa SMA Marsudirini Muntilan terhadap
Faktor-Faktor Penyebab Insomnia.
I.4 Manfaat Penelitian
I.4.1 Siswa SMA Marsudirini
Agar siswa SMA Marsudirini dapat mengatasi atau mengurangi insomnia
yang mereka alami. Sehingga siswa SMA Marsudirini tidak mengalami insomnia
dan memiliki pola tidur yang lebih teratur agar tidak mengganggu kegiatan
belajar dan aktivitas sehari-hari.
I.4.2 Remaja
Agar para remaja yang saat ini mengalami insomnia dapat mengatasi atau
mengurangi insomnia yang sedang mereka alami. Serta dapat mengetahui apa
saja faktor faktor yang memungkinkan penyebab terjadinya insomnia.
I.4.3 Masyarakat
Agar para masyarakat yang bekerja dan mengalami insomnia juga dapat
membuat pola tidurnya menjadi lebih teratur, serta mengetahui apa saja faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya insomnia. Sehingga masyarakat juga dapat
membantu pada orang yang mengalami insomnia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Landasan Teori
II.1.1 Persepsi
Persepsi adalah penafsiran suatu objek, peristiwa atau informasi yang
dilandasi oleh pengalaman hidup seseorang yang melakukan penafsiran itu.
Dengan demikian, dapat dikatakan juga bahwa persepsi adalah hasil pikiran
seseorang dari situasi tertentu (Rahmad, 2003:16). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia Persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut (C. Leavitt,
1978: 117), dikutip dalam buku Desmita, perception dalam pengertian sempit
adalah penglihatan yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan
arti luas, perception adalah pandangan, yaitu bagaimana seseorang memandang
atau mengartikan sesuatu. Pengertian persepsi menurut (Clifford T. Morgan,
1971), bahwa persepsi adalah proses membedakan antara banyak rangsangan dan
proses menerjemahkan maksud-maksud rangsangan tersebut.
Dapat disimpulkan jika persepsi adalah tanggapan dari pemikiran seseorang
yang berhubungan atau sesuai dengan pola pikir dan pandangan dalam
mengartikan sesuatu. Persepsi seseorang bisa terbentuk dari sebuah pengalaman
yang pernah dialami, yang akhirnya dapat membentuk sebuah cara pandang baru
terhadap objek tersebut. Cara pandang ini yang dianggap sebagai sebuah persepsi.
Oleh karena itu persepsi dalam setiap individu akan berbeda-beda, karena pada
dasarnya kita memiliki cara pandang yang berbeda-beda dalam mengartikan sudut
pandang kita. Oleh karena itu persepsi dapat dijadikan sebagai perbandingan pola
pikir antara individu dengan individu.
II.1.2 Pengertian Remaja
Piaget (dalam Mastuti, 2012) mendefinisikan remaja sebagai usia dimana
individu terintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak sudah tidak
lagi berada dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada
tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Secara psikologis,
masa remaja adalah usia dimana individu terintegrasi dalam hubungan sosial
orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode

4
perkembangan ini. Hall (dalam Santrock, 2012:402) mendefinisikan Remaja
merupakan masa bergolak yang diwarnai konflik dan perubahan suasana hati
(mood). Hurlock (dalam Anindyajati, 2013) menyatakan bahwa istilah remaja
memiliki arti yang luas, yakni mencakup kematangan mental, emosional, sosial,
dan fisik. Dikatakan lebih lanjut masa remaja lainya dimulai pada masa anak
kemudian telah mencapai kematangan seksual dan berakhir setelah ia mencapai
usia matang secara hukum.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan remaja adalah peralihan
dari usia anak-anak menuju usia dewasa, serta masa mengalami perubahan dalam
hal berpikir yang dipicu dari lingkungan atau orang-orang sekitar. Masa remaja ini
adalah waktu yang tepat dalam mematangkan diri menuju ke fase yang lebih
dewasa. Dengan perpindahan ke usia dewasa ini, remaja mulai sedikit terbebas
dari pengawasan orang-orang yang lebih tua. Hal ini terjadi agar remaja menjadi
individu yang bukan hanya dewasa secara fisik namun juga secara mental untuk
menjadi individu yang lebih mandiri.
II.1.3 Pengertian Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik
kualitas maupun kuantitas. Menurut Linda C. Copel, gangguan insomnia ialah
orang yang mengalami gelisah dan mengeluhkan siklus tidak dapat tidur yang
membuat stres, menjadi sedih karena tidak dapat tidur dan kemudian terbangun
dari tidur akibat adanya rasa cemas. Menurut International classification of sleep
disorsders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam,
disertai rasa tidak nyaman, setelah eposide tidur tersebut. Sedangkan Joewana
mendefinisikan insomnia sebagai suatu keluhan tentang kurangnya kualitas tidur
yang disebabkan oleh satu dari sulit memasuki tidur, sering terbangun malam
kemudian sulit untuk tidur kembali, bangun terlalu pagi, dan tidur yang tidak
nyenyak. Jenis insomnia ada tiga macam yaitu tidak dapat memulai tidur, tidak
bisa mempertahankan tidur atau sering terjaga, dan bangun secara dini serta tidak
dapat tidur kembali (Potter, 2008).
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan, jika insomnia adalah
gangguan tidur yang mengganggu kualitas tidur seseorang pada malam hari dan
akhirnya menyebabkan penderita insomnia mengalami gangguan saat beraktivitas

5
pada saat pagi hari. Orang yang sering terbangun dan kemudian tidak bisa kembali
tidur juga termasuk penderita insomnia. Gangguan insomnia dapat merubah waktu
tidur saat malam hari yang akhirnya memicu pada pola tidur yang tidak baik bagi
kondisi tubuh atau penderita. Insomnia bukanlah sebuah penyakit namun adalah
sebuah gangguan pada aktivitas tidur pada malam hari.
II.1.4 Faktor-Faktor Insomnia
Menurut Rafknowledge (2010) secara garis besar ada beberapa faktor yang
menyebabkan insomnia yaitu:
1) Stres, individu yang didera kegelisahan yang dalam, biasanya karena
memikirkan permasalahan yang sedang dihadapi.
2) Depresi, selain menyebabkan insomnia, depresi juga menimbulkan
keinginan untuk tidur terus sepanjang waktu karena ingin melepaskan diri
dari masalah yang dihadapi, depresi bisa menyebabkan insomnia dan
sebaliknya insomnia menyebabkan depresi.
3) Kelainan-kelainan kronis, kelainan tidur seperti tidur apnea, diabetes, sakit
ginjal, arthritis, atau penyakit mendadak seringkali menyebabkan kesulitan
tidur.
4) Efek samping pengobatan, pengobatan untuk suatu penyakit juga dapat
menjadi penyebab insomnia.
5) Pola makan yang buruk, mengkonsumsi makanan berat sesaat sebelum pergi
tidur bisa menyulitkan untuk tertidur.
6) Kafein, nikotin, dan alkohol. Kafein dan nikotin adalah zat stimulant.
Alkohol dapat mengacaukan pola tidur Kurang berolahraga juga bisa
menjadi faktor sulit tidur yang signifikan.
Penyebab lainnya bisa berkaitan dengan kondisi-kondisi spesifik:
1) Usia lanjut (insomnia lebih sering terjadi pada orang berusia di atas 60
tahun).
2) Wanita hamil
3) Riwayat depresi atau penurunan
Insomnia ringan atau hanya sementara biasanya dipicu oleh:
1) Stres
2) Suasana ramai atau berisik

6
3) Perbedaan suhu udara
4) Perubahan lingkungan sekitar
5) Masalah jadwal tidur dan bangun yang tidak teratur
6) Efek samping pengobatan.
II.1.5 Klasifikasi Insomnia
Menurut klasifikasi diagnostik dari WHO pada tahun 2008, insomnia
dimasukkan dalam golongan DIMS (Discorder of Innitine and Maintaining
Sleep), yang secara praktis diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :
insomnia primer dan insomnia sekunder (Mickey Stanley dkk. 2010).
1) Insomnia Primer
Insomnia primer merupakan gangguan sulit tidur yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti. Sehingga dengan demikian, pengobatannya masih relatif
sukar dilakukan dan biasanya berlangsung lama atau kronis (Long term
insomnia).
Insomnia primer ini sering menyebabkan semakin parahnya gangguan sulit
tidur tersebut. Sebagian penderita golongan ini mempunyai dasar gangguan
psikiatris, khususnya depresi ringan, menengah, sampai depresi berat. Adapun
sebagian penderita lain merupakan pecandu alkohol atau obat- obatan terlarang
(narkotika). Kelompok yang terakhir ini membutuhkan penanganan yang khusus
secara terpadu mencakup perbaikan kondisi tidur (sleep invironment), pengobatan
dan terapi kejiwaan (psikoterapi).
2) Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder merupakan gangguan sulit tidur yang penyebabnya dapat
diketahui secara pasti. Gangguan tersebut dapat berupa faktor gangguan sakit
fisik, maupun gangguan kejiwaan (psikis). Pengobatan insomnia sekunder relatif
mudah dilakukan, terutama dengan menghilangnya penyebab utama terlebih
dahulu. Insomnia sekunder dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Transient insomnia
Mereka yang menderita Transient insomnia biasanya adalah mereka yang
termasuk orang yang tidur secara normal, tetapi dikarenakan suatu stres atau suatu
situasi penuh stress yang berlangsung untuk waktu yang tidak terlalu lama
(misalnya perjalanan jauh dengan pesawat terbang yang melampaui zona waktu,

7
hospitalisasi dan sebagainya), tidak bisa tidur penyebab dari transient Insomnia
yaitu, penyakit akut, cedera atau pembedahan, kehilangan orang yang dicintai,
kehilangan pekerjaan, masalah dalam pekerjaan.
2) Short term insomnia
Mereka yang menderita Short term insomnia adalah mereka yang
mengalami stress situasional (kehilangan/kematian seorang yang dekat, perubahan
pekerjaan dan lingkungan pekerjaan, pemindahan dan lingkungan tertentu ke
lingkungan lain, atau penyakit fisik). Biasanya insomnia yang demikian itu
lamanya sampai tiga minggu dan akan pulih lagi seperti biasa.
3) Long term insomnia
Yang lebih serius adalah insomnia kronik, yaitu Long term insomnia, untuk
dapat mengobati insomnia jenis ini maka tidak boleh dilupakan untuk
mengadakan pemeriksaan fisik dan psikiatrik yang rinci dan komprehensif untuk
dapat mengetahui etiologi dari insomnia ini.
II.1.6 Tanda dan Gejala
Menurut remelda (2008), tanda dan gejala yang timbul dari pasien yang
mengalami gangguan tidur yaitu penderita mengalami kesulitan untuk tertidur
atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan.
Gangguan tidur juga bisa dialami dengan ditandai :
1) Sulit untuk tidur tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan
untuk tetap tidur (sering bangun).
2) Bangun terlalu awal.
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala gangguan tidur. Gejala
yang dialami waktu siang hari adalah :
1) Mengantuk.
2) Resah Sulit berkonsentrasi.
3) Pasien insomnia umumnya dimulai dengan munculnya gejala-gejala: (buku)
4) Kesulitan jatuh tertidur atau tidak tercapainya tidur nyenyak. Keadaan ini
bisa berlangsung sepanjang malam dan dalam tempo berhari-hari,
berminggu- minggu, atau lebih.

8
5) Merasa lelah saat bangun tidur dan tidak merasakan kesegaran. Mereka
yang mengalami insomnia seringkali merasa tidak pernah tertidur sama
sekali.
6) Sakit kepala di pagi hari. Ini sering disebut efek mabuk, padahal, nyatanya
orang tersebut tidak minum-minum di malam itu.
7) Kesulitan berkonsentrasi.
8) Mudah marah.
9) Mata memerah.
10) Bangun di malam hari.
11) Bangun terlalu pagi.
12) Merasa sulit tidur siang meskipun lelah.
13) Kekhawatiran terus menerus tentang tidur.
14) Mengantuk di siang hari.
II.1.7 Dampak Insomnia
Dampak merugikan yang timbul dari gangguan tidur yaitu menurut Asmadi
(2009) :
1) Depresi
2) Kesulitan untuk berkonsentrasi
3) Aktivitas sehari hari menjadi terganggu
4) Prestasi kerja atau belajar mengalami penurunan
5) Mengalami kelelahan di siang hari
6) Meningkatkan resiko kematian
7) Menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan yang berlebihan
8) Memunculkan berbagai penyakit fisik.
Dampak Insomnia menurut Rafknowledge (2004):
1) Orang dengan insomnia lebih mudah menderita depresi dibandingkan
mereka yang biasa tidur dengan baik.
2) Kekurangan tidur akibat insomnia memberi kontribusi pada timbulnya suatu
penyakit, termasuk penyakit jantung.
3) Dampak mengantuk/ketiduran di siang hari dapat mengancam keselamatan
kerja, termasuk mengemudi kendaraan.
4) Orang dengan insomnia bisa kehilangan banyak waktu dari pekerjaannya.

9
Tidur malam yang buruk, dapat menurunkan kemampuan dalam memenuhi
tugas harian serta kurang menikmati aktivitas hidup.

II.1.8 Penatalaksanaan Insomnia


Terapi nonfarmakologi khususnya behavioral therapies efektif sebagai
farmakoterapi dan diharapkan menjadi pilihan pertama untuk insomnia kronis
pada pasien usia lanjut. Behavioral therapies terdiri dari beberapa metode yang
dapat diterapkan baik secara tunggal maupun kombinasi yaitu :
1) Stimulus control
Melalui metode ini pasien di edukasi untuk menggunakan tempat tidur
hanya untuk tidur dan menghindari aktivitas lain seperti membaca dan menonton
tv di tempat tidur. Ketika mengantuk pasien datang ke tempat tidur, akan tetapi
jika selama 15- 20 menit berada disana pasien tidak bisa tidur maka pasien harus
bangun dan melakukan aktivitas lain sampai merasa mengantuk baru kembali ke
tempat tidur. Metode ini juga harus didukung oleh suasana kamar yang tenang
sehingga mempercepat pasien untuk tertidur. Dengan Metode terapi ini, pasien
mengalami peningkatan durasi tidur sekitar 30 - 40 menit.
2) Sleep restriction
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi frekuensi tidur dan meningkatkan
sleep efficiency. Pasien diedukasi agar tidak tidur terlalu lama dengan mengurangi
frekuensi berada di tempat tidur. Terlalu lama di tempat tidur akan menyebabkan
pola tidur jadi terpecah - pecah. Pada usia lanjut yang sudah tidak beraktivitas
lebih senang menghabiskan waktunya di tempat tidur namun, berdampak buruk
karena pola tidur menjadi tidak teratur. Melalui Sleep Restriction ini diharapkan
dapat menentukan waktu dan lamanya tidur yang disesuaikan dengan kebutuhan.
3) Sleep higiene
Sleep Higiene bertujuan untuk mengubah pola hidup pasien dan
lingkungannya sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur. Hal-hal yang dapat
dilakukan pasien untuk meningkatkan Sleep Higiene yaitu: olahraga secara teratur
pada pagi hari, tidur secara teratur, melakukan aktivitas yang merupakan hobi dari
usia lanjut, mengurangi konsumsi kafein, mengatur waktu bangun pagi,

10
menghindari merokok dan minum alkohol 2 jam sebelum tidur dan tidak makan
daging terlalu banyak sekitar 2 jam sebelum tidur.

4) Terapi relaksasi
Tujuan terapi ini adalah mengatasi kebiasaan usia lanjut yang mudah terjaga
di 1 malam hari saat tidur. Pada beberapa usia lanjut mengalami kesulitan untuk
tertidur kembali setelah terjaga. Metode terapi relaksasi meliputi : melakukan
relaksasi otot, aromaterapi lavender, guided imagery, latihan pernapasan dengan
diafragma, yoga atau meditasi. Pada pasien usia lanjut sangat sulit melakukan
metode ini karena tingkat kepatuhannya sangat rendah.
II.1.9 Alat Ukur Insomnia
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur insomnia dari subjek adalah
menggunakan KSPBJ - IRS (Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta – Insomnia
Rating Scale) menurut Iskandar dan Setyonegoro dalam Ramadhani (2014). Yang
telah dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia. Alat ukur ini mengukur insomnia
secara terperinci. Berikut merupakan butir-butir dari KSPBJ - IRS yang telah
dimodifikasi dan nilai scoring dari tiap item yang dipilih oleh subjek adalah
sebagai berikut:
1) Lamanya tidur
Bagian ini mengevaluasi jumlah tidur total yang tergantung dari lamanya
subjek tertidur dalam satu hari. Untuk subjek normal tidur biasanya lebih dari 6,5
jam. Sedangkan pada penderita insomnia memiliki lama tidur lebih sedikit nilai
yang diperoleh untuk setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban tidur lebih dari 6,5 jam, nilai 1 untuk jawaban tidur
antara 5,5 – 6,5 jam untuk insomnia ringan, nilai 2 untuk jawaban tidur antara 4,5
– 5,5 jam untuk insomnia ringan, nilai 3 untuk jawaban tidur antara 4,5 jam untuk
insomnia berat.
2) Mimpi
Subjek normal biasanya tidak bermimpi atau tidak mengingat bila ia mimpi,
sedangkan penderita insomnia mempunyai mimpi yang lebih banyak. Nilai yang
diperoleh untuk setiap jawaban adalah:

11
Nilai 0 untuk jawaban tidak ada mimpi, nilai 1 untuk jawaban terkadang
yang mimpi yang menyenangkan atau mimpi biasa saja, nilai 2 untuk jawaban
selalu bermimpi, nilai 3 untuk jawaban mimpi buruk.

3) Kualitas tidur
Kebanyakan subjek normal tidurnya dalam, sedangkan penderita insomnia
biasanya tidur dangkal. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban dalam atau sulit terbangun, nilai 1 untuk jawaban
terhitung tidur yang baik, tetapi sulit terbangun, nilai 2 untuk jawaban terhitung
tidur yang baik, tetapi mudah terbangun, nilai 3 untuk jawaban tidur dangkal,
mudah terbangun.
4) Masuk tidur
Subjek normal biasanya dapat tidur dalam waktu 5 – 15 menit atau rata- rata
kurang dari 30 menit. Penderita insomnia biasanya lebih lama dari 30 menit. Nilai
yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban kurang dari ½ jam, nilai 1 untuk jawaban antara ½
jam sampai 1 jam untuk insomnia ringan, nilai 2 untuk jawaban antara 1-3 jam
untuk insomnia sedang, nilai 3 untuk jawaban lebih dari 3 jam untuk insomnia
berat.
5) Terbangun malam hari
Subjek normal dapat mempertahankan tidur sepanjang malam, kadang-
kadang terbangun 1 - 2 kali, tetapi penderita insomnia terbangun lebih dari 3 kali.
Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban tidak terbangun sama sekali, nilai 1 untuk jawaban 1
- 2 kali terbangun untuk insomnia ringan, nilai 2 untuk jawaban 3 - 4 kali
terbangun untuk insomnia sedang, nilai 3 untuk jawaban lebih dari 4 kali
terbangun untuk insomnia berat.
6) Waktu untuk tertidur kembali
Subjek normal mudah sekali untuk tidur kembali setelah terbangun dimalam
hari, biasanya kurang dari 5 menit ½ jam mereka dapat tidur kembali.Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban adalah:

12
Nilai 0 untuk jawaban kurang dari 5 ½ jam, nilai 1 untuk jawaban antara ½
jam – 1 jam untuk insomnia ringan, nilai 2 untuk jawaban antara 1 - 3 jam untuk
insomnia sedang, nilai 3 untuk jawaban lebih dari 3 jam atau tidak dapat tidur lagi
untuk insomnia berat.

7) Lamanya tidur setelah terbangun


Subjek normal biasanya dapat tertidur kembali setelah bangun, sedangkan
penderita insomnia tidak dapat tidur kembali atau tidur hanya ½ jam. Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban :
Nilai 0 untuk jawaban lama tidur lebih dari 3 jam, nilai 1 untuk jawaban
lama tidur antara 1 - 3 jam, nilai 2 untuk jawaban lama tidur ½ - 1 jam, nilai 3
untuk jawaban lama tidur kurang dari ½ jam.
8) Lamanya gangguan tidur terbangun pada malam hari
Subjek normal biasanya tidak mengalami gangguan tidur terbangun malam
hari atau hanya 1 malam, tetapi penderita insomnia biasanya mengalami gangguan
tidur selama 7 hari, sebulan tergantung dari berat insomnianya. Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban lama gangguan tidur terbangun dini hari tidak sama
sekali atau 1 pagi, nilai 1 untuk jawaban 2 - 7 hari untuk insomnia ringan, nilai 2
untuk jawaban 2 - 4 minggu untuk insomnia sedang, nilai 3 untuk jawaban lama
gangguan sudah lebih dari 4 minggu untuk insomnia berat.
9) Terbangun dini hari
Subjek normal dapat terbangun kapan ia ingin bangun,tetapi penderita
insomnia biasanya bangun lebih cepat (misal 1 - 2 jam sebelum waktu untuk
bangun). Biasanya rata-rata subjek normal terbangun 4.30 WIB. Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban adalah :
Nilai 0 untuk jawaban bangun jam 4.30 nilai WIB. Nilai 1 untuk jawaban
bangun jam 4.00 untuk insomnia ringan, nilai 2 untuk jawaban bangun jam 3.30
dan tidak dapat tidur lagi untuk insomnia sedang, nilai 3 untuk jawaban bangun
sebelum 3.30 dan tidak dapat tidur lagi untuk insomnia berat.
Terbangun malam hari

13
Subjek normal dapat mempertahankan tidur sepanjang malam, kadang-
kadang terbangun 1 - 2 kali, tetapi penderita insomnia terbangun lebih dari 3 kali.
Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban tidak terbangun sama sekali, nilai 1 untuk jawaban 1
- 2 kali terbangun untuk insomnia ringan, nilai 2 untuk jawaban 3 - 4 kali
terbangun untuk insomnia sedang, nilai 3 untuk jawaban lebih dari 4 kali
terbangun untuk insomnia berat.
10) Waktu untuk tertidur kembali
Subjek normal mudah sekali untuk tidur kembali setelah terbangun dimalam
hari, biasanya kurang dari 5 menit ½ jam mereka dapat tidur kembali.Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban kurang dari 5 ½ jam, nilai 1 untuk jawaban antara ½
jam – 1 jam untuk insomnia ringan, nilai 2 untuk jawaban antara 1 - 3 jam untuk
insomnia sedang, nilai 3 untuk jawaban lebih dari 3 jam atau tidak dapat tidur lagi
untuk insomnia berat.
11) Lamanya tidur setelah terbangun
Subjek normal biasanya dapat tertidur kembali setelah bangun, sedangkan
penderita insomnia tidak dapat tidur kembali atau tidur hanya ½ jam. Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban lama tidur lebih dari 3 jam, nilai 1 untuk jawaban
lama tidur antara 1 - 3 jam, nilai 2 untuk jawaban lama tidur ½ - 1 jam, nilai 3
untuk jawaban lama tidur kurang dari ½ jam.
12) Lamanya gangguan tidur terbangun pada malam hari
Subjek normal biasanya tidak mengalami gangguan tidur terbangun malam
hari atau hanya 1 malam, tetapi penderita insomnia biasanya mengalami gangguan
tidur selama 7 hari, sebulan tergantung dari berat insomnianya. Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban lama gangguan tidur terbangun dini hari tidak sama
sekali atau 1 pagi, nilai 1 untuk jawaban 2 - 7 hari untuk insomnia ringan, nilai 2
untuk jawaban 2 - 4 minggu untuk insomnia sedang, nilai 3 untuk jawaban lama
gangguan sudah lebih dari 4 minggu untuk insomnia berat.
13) Terbangun dini hari

14
Subjek normal dapat terbangun kapan ia ingin bangun,tetapi penderita
insomnia biasanya bangun lebih cepat (misal 1 - 2 jam sebelum waktu untuk
bangun). Biasanya rata-rata subjek normal terbangun 4.30 WIB. Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban bangun jam 4.30 nilai WIB. Nilai 1 untuk jawaban
bangun jam 4.00 untuk insomnia ringan, nilai 2 untuk jawaban bangun jam 3.30
dan tidak dapat tidur lagi untuk insomnia sedang, nilai 3 untuk jawaban bangun
sebelum 3.30 dan tidak dapat tidur lagi untuk insomnia berat.
14) Lamanya perasaan tidak segar setiap bangun pagi
Subjek normal merasa segar setelah tidur di malam hari, akan tetapi
penderita insomnia biasanya bangun tidak segar atau lesu dan perasaan ini
biasanya dialami selama 7 hari, sebulan, bahkan berbulan-bulan tergantung berat
insomnianya. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban lamanya perasaan tidak segar setiap bangun pagi
tidak ada, nilai 1 untuk jawaban 2 - 7 hari untuk insomnia ringan, nilai 2 untuk
jawaban 2 - 4 minggu untuk insomnia sedang, nilai 3 untuk jawaban lama
gangguan sudah lebih dari 4 minggu untuk insomnia berat.
Setelah semua nilai terkumpul kemudian dihitung dan digolongkan kedalam
tingkat insomnia:
a. Insomnia ringan : 11 - 17
b. Insomnia sedang : 18 - 24
c. Insomnia berat : 25 - 33

II.2 Kerangka Berpikir

Aktivitas Remaja yang Faktor-faktor


Waktu tidur
remaja mengalami penyebab
yang cukup
kesulitan tidur insomnia

II.3 Hipotesis
Ada persepsi siswa SMA Marsudirini Muntilan terhadap faktor-faktor
penyebab insomnia. Siswa SMA Marsudirini memiliki presepsi jika penyebab
insomnia bisa terjadi oleh bermacam-macam faktor, seperti stress atau terlalu

15
banyak bermain handphone dan lain sebagainya, yang akan diperdalam dengan
penelitian ini.

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Tempat dan Waktu Penelitian
III.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Marsudirini Muntilan yang berlokasi di
Jalan Sleko No 4, Muntilan. Alasan peneliti memilih tempat penelitian tersebut
karena peneliti berasumsi bahwa siswa SMA Marsudirini Muntilan memiliki
pandangan yang beragam mengenai faktor-faktor penyebab insomnia.
III.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 10 Oktober 2023 sampai dengan
tanggal 10 November 2023
III.2 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode survei menggunakan media
form. Metode penelitian survey atau hanya disebut metode survei, adalah
penelitian yang sumber utama data dan informasinya diperoleh oleh responden
sebagai sampel penelitian menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data.
Dalam penelitian ini terdapat 7 pertanyaan yang peneliti tanyakan yaitu :
1) Nama
2) Menurut pandangan anda faktor apa yang memicu terjadinya insomnia yang
anda alami saat ini?
3) Apakah anda mengalami kesulitan berkonsentrasi?
4) Apakah anda menjadi mudah marah?
5) Apakah anda mudah terbangun saat malam atau pagi hari?
6) Apakah anda merasa lelah saat bangun tidur?
7) Apakah anda mudah mengantuk di siang hari?
III.3 Teknik Pengambilan Data
III.3.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2008, p. 61) pengertian populasi adalah “wilayah
generalisasi yang terdiri dari atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya”. Setiap pelaksanaan penelitian tidak terlepas
dari objek dan subjek penelitian. Melalui objek penelitian tersebut akan diperoleh

17
variabel-variabel yang menjadi permasalahan sekaligus merupakan sumber data
yang akan diteliti. Objek yang ditetapkan untuk diteliti adalah populasi. Populasi
dalam penelitian ini adalah 20 siswa dari 96 siswa yang mengalami insomnia di
SMA Marsudirini Muntilan.
III.3.2 Survei
Survei adalah metode riset dengan menggunakan kuisioner sebagai
instrumen pengumpulan datanya. Tujuannya untuk memperoleh informasi tentang
sejumlah responden yang dianggap mewakili populasi tertentu" (Kriyantono,
2008, p. 59). Dalam penelitian survey, informasi dikumpulkan dari responden
dengan menggunakan kuesioner. Umumnya, pengertian survei dibatasi pada
penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili
seluruh populasi. Dengan demikian penelitian survei adalah "penelitian yang
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok" (Singarimbun, 2002, p.3). Pada umumnya yang
merupakan unit analisa dalam penelitian survei adalah individu. Penelitian survei
dapat digunakan untuk maksud deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan
untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu.
III.3.3 Teknik Analisis Data
Penelitian deskriptif kuantitatif adalah mendeskripsikan, meneliti, dan
menjelaskan sesuatu yang dipelajari apa adanya, dan menarik kesimpulan dari
fenomena yang dapat diamati dengan menggunakan angka-angka. Penelitian
deskriptif kuantitatif adalah penelitian yang hanya menggambarkan isi suatu
variabel dalam penelitian, tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa penelitian deskriptif kuantitatif adalah
penelitian yang menggambarkan, mengkaji dan menjelaskan suatu fenomena
dengan data (angka) apa adanya tanpa bermaksud menguji suatu hipotesis
tertentu.

18
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Deskripsi Data
Dalam penelitian ini selain penulis melakukan survei dengan penyebaran
angket, penulis juga melakukan survei dengan cara wawancara kepada 20
responden di SMA Marsudirini Muntilan yang tidur lebih dari jam 12 malam, hal
ini bertujuan untuk menjadi bahan pelengkap penelitian ini. Berikut hasil
wawancara penulis yang sudah dilampirkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil wawancara responden

No Nama Hasil Wawancara


1. Geraldo Excel Lie Waktu untuk tidur dalam rentan beberapa
hari ini lebih cepat tidur dikarenakan oleh
cuaca yang mendukung. Saat mengalami
insomnia responden mengaku jika
handphone sebagai salah satu penyebab
mengalami insomnia. Ketika responden
memainkan handphone dan membuka
media sosial atau game dan ada sesuatu hal
yang menarik, responden secara otomatis
terbangun dan tidak merasa ngantuk
sampai jam 12 atau sampai jam setengah 3.
Responden juga dapat tidur ketika dia
memaksakan diri untuk mematikan
handphone nya, jika tidak dia paksa maka
responden akan terjaga sampai jam 4 atau
jam 6 karena mulai merasa lelah atau
sudah merasa ngantuk. Dengan gangguan
tidur yang dialami, responden mengalami
perubahan fisik yang disebabkan juga
akibat terlalu sering bermain handphone
yang kemudian membuat responden jarang
untuk makan yang terkadang membuat

19
No Nama Hasil Wawancara
asam lambung menjadi naik. Responden
dapat tidur saat jam 10 malam, Sekitar 1
bulan saat penulis melakukan penelitian
atau saat responden tidak sedang
mengalami stress. Responden juga pernah
dapat tidur jam 8 malam karena merasa
bosan dengan handphone dan mematikan
handphone nya. Namun hal itu tak
bertahan lama yang disebabkan oleh game
pada handphonenya membuatnya terjaga
kembali dan tidak bisa tidur sesuai jam
tidur normal. Jika responden diminta
mematikan handphone nya seperti ketika
merasa bosan dengan handphone nya, ia
merasa tidak bisa dan terlalu sulit.
Responden juga mengatakan jika ia ingin
tidur secara konsisten namun pasti karena
godaan handphonenya membuat jadwal
tidur konsisten itu tidak mungkin bertahan
lama. Penulis juga menyarankan responden
untuk tidur sambil menyetel lagu atau
mencium aroma terapi, namun responden
tidak dapat tidur dengan kondisi ruangan
yang berisik seperti suara lagu dan
responden juga tidak dapat tidur dengan
bau aroma terapi. Responden juga
menambahkan jika tidur siang yang
terkadang dia lakukan bukan salah satu
faktor membuatnya terjaga, karena ketika
jam 10 malam responden merasa ngantuk
namun karena memainkan handphonenya

20
No Nama Hasil Wawancara
membuat ia kembali terjaga. Responden
juga sering terbangun yang dikarenakan
faktor eksternal dan internal.
2. Bernath Alviere Responden dapat tidur jam 10 sampai jam
Gunawan 12 atau lebih, jadi bisa dikatakan
responden dapat tidur sesuai keinginan,
namun responden lebih sering tidur jam 12
keatas. Namun saat siang harinya
responden harus tidur siang, yang
membuat responden sering tidur saat di
sekolah. Dalam beberapa hari ini juga
responden sering tidur diatas jam 12 dan
menurutnya itu normal karena responden
merasa lebih nyaman jika tidur diatas jam
12. Saat responden terjaga, responden
biasanya memainkan handphone nya untuk
melihat youtube. Responden juga
menambahkan jika dia dapat dengan
mudah tidur saat mematikan handphone
nya.
3. Geoceffina Delffi Responden tidak dapat tidur dibawah jam
Indriana 12 malam. Ketika Responden merasa mata
sudah lelah tapi responden tetap tidak bisa
tidur yang akhirnya responden bermain
handphone untuk membuka media sosial.
Responden sangat setuju jika handphone
sebagai penyebab terjadinya insomnia.
Responden sangat ingin kembali tidur
sesuai jam normal atau dibawah jam 12.
Hal yang terkadang membantu responden
tidur yaitu dengan menghayal sebelum

21
No Nama Hasil Wawancara
tidur yang menurutnya cukup membantu.
Responden biasanya tidur jam 12 atau jam
1, dan saat bangun masih merasa ngantuk.
4. Awang Obergien Sekitar 1 bulan lalu sebelum penulis
Putra melakukan penelitian, responden sering
mengalami insomnia sedangkan untuk
beberapa hari ini sudah tidak terlalu
mengalami insomnia atau berkurang.
Responden dapat mengurangi gangguan
insomnia itu dengan cara mematikan
handphone dan melakukan olahraga sekitar
30 menit sebelum tidur. Responden juga
setuju jika handphone sebagai salah satu
faktor penyebab insomnia, karena
menurutnya saat kita membuka handphone
atau media sosial secara tidak sadar kita
akan terus menerus membukanya hingga
lupa waktu. Responden juga mengaku jika
dulu dia adalah orang yang sering
ketagihan bermain game hingga jam 2 atau
jam 3 pagi. Saat bangun pagi responden
masih merasa lelah.
5. Clemens Kaisa Responden terkadang tidur jam 9 malam
Paska Pramudya atau jam 10 malam atau jam 12 malam
atau jam 1 pagi dan nanti akan terbangun
jam 3 karena merasa takut jika terlambat
berangkat sekolah. Responden juga
menyempatkan waktu untuk bermain
handphone sebelum tidur karena baginya
ini adalah sebuah kebiasaannya.
Responden juga menyampaikan

22
No Nama Hasil Wawancara
pendapatnya jika handphone bukan
sebagai penyebab insomnia, karena dengan
membuka handphone membuat dia tidak
membayangkan hal hal yang menakutkan
yang dapat membuatnya semakin sulit
untuk tidur. Responden juga tidak dapat
tidur dikarenakan terbayang sesuatu yang
menyeramkan, serta dapat tidur dengan
suasana yang tidak terlalu hening.
6. Justin Kurniawan Responden terkadang tidur diatas jam 12
saat berada dirumah, karena kondisi rumah
dan responden suka bermain keluar pada
saat malam hari. Saat responden tidak
dapat tidur di asrama, responden akan
keluar kamar dan merenungkan diri.
Akhir-akhir ini responden tidur jam 11 dan
terbangun jika saat mimpi buruk.
Responden tidur dengan kondisi ruangan
yang dingin dan posisi yang nyaman.
Responden berpendapat setuju tidak setuju
apabila handphone sebagai penyebab
insomnia, karena menurutnya orang
mengalami insomnia karena disebabkan
stress dan akhirnya menjadikan handphone
sebagai pelampiasan untuk menghindari
hal yang membuatnya stress.
7. Maximilianus Jupa Responden tidur lebih dari jam 11 sekitar
Herka Kurnia jam 12 atau jam 1. Responden merasa
ngantuk namun seperti tidak bisa terlepas
dari handphone. Responden setuju jika
handphone adalah penyebab insomnia.

23
No Nama Hasil Wawancara
Responden juga mau tidur normal atau
dibawah jam 12, namun hanya saja
responden belum menemukan caranya.
Responden ketika tidak dapat tidur
biasanya menonton film. Responden tidur
dibawah jam 10 sekitar 2 kali. Jika besok
masih sekolah responden akan
mengusahakan tidur tidak terlalu malam,
namun jika libur sekolah responden akan
tidur saat pagi atau tidak tidur.
8. Ursula Juan Persia Akhir-akhir ini responden tidur jam 3 pagi
Vanescia atau jam 4 pagi dikarenakan oleh pikiran,
biasanya responden merasa sudah
mengantuk tapi tidak dapat untuk tidur.
Responden mudah terbangun ketika
mendengar notif handphone dan kemudian
tidak dapat kembali tidur. Responden juga
setuju jika handphone adalah penyebab
insomnia. Jika handphone didaya mati
responden merasa tidak tenang dan
responden merasa jika tidur terlalu malam
lebih nyaman serta suka jika saat bangun
merasa tubuh tidak terlalu segar.
Responden ingin tidur dibawah jam 12
namun bangun tubuh terasa tidak terlalu
segar. Bau wangi serta irama musik
membantu responden untuk tidur namun
jika suara yang mengagetkan seperti notif
responden merasa tidak dapat tidur.
9. Fransiskus Wahyu Responden sering tidur diatas jam 12 dan
Widianto akhir-akhir ini dapat tidur jam 8 atau jam 9

24
No Nama Hasil Wawancara
malam tapi terbangun jam 12 atau jam 1
malam. Saat tidak dapat tidur responden
biasanya membuka handphone untuk
membuka media sosial. Responden tidak
ingin tidur dibawah jam 12 karena
responden merasa nyaman tidur saat jam
12 keatas. Ketika di sekolah responden
merasa tidak lelah atau mengantuk,
menurutnya karena responden sering
berolahraga. Bagi responden handphone
bukan sebagai penyebab insomnia karena
itu sudah menjadi tanggung jawab diri
sendiri dalam penggunaan handphone.
10. Hanna Kayla Responden tidur saat malam hari paling
cepat jam 12 dan paling lama jam 1 atau
jam 2 pagi. Aktivitas yang dilakukan
responden sebelum tidur bermain
handphone atau melakukan pekerjaan
rumah. Responden ingin tidur pada jam
normal atau kurang dari jam 12 malam,
namun menurutnya sulit. Saat malam hari
responden sudah merasa mengantuk tapi
merasa tidak bisa lepas dari handphone
atau memikirkan sesuatu yang
membuatnya tidak dapat tidur. Responden
tidak dapat tidur saat mendengar suara
seperti notif pada handphone dan
responden bisa tidur dengan cepat saat
melakukan aktivitas yang membuatnya
kelelahan. Responden setuju jika
handphone sebagai faktor penyebab

25
No Nama Hasil Wawancara
insomnia. Responden saat di sekolah tidak
mengalami hal-hal yang mengganggu
aktivitas.
11. Yeny Rahmawati Responden biasanya tidur saat malam hari
Maharany pada jam 12 atau jam 1. Responden
mengalami rasa ngantuk saat bermain
handphonenya namun saat ingin tidur
responden merasa tidak bisa tidur dan
akhirnya membuka handphone nya
kembali. Menurut responden hal yang
membantu untuk dia tidur yaitu saat
mendengarkan lagu. Responden setuju jika
handphone sebagai salah satu penyebab
insomnia. Saat responden bangun dari
tidur malamnya ia merasa tubuh tidak
segar dan masih mengalami ngantuk.
12. Amaris Jeremiah Responden biasanya tidur jam 10 malam
Prabswara P. Purba atau jam 2 malam saat malam minggu atau
besok harinya adalah hari libur, selain itu
responden biasanya tidur jam 9 atau jam
10 malam. Responden tidak setuju.
Responden juga kurang setuju jika
handphone adalah penyebab insomnia,
karena menurutnya saat dia bermain
handphone di malam hari dia masih bisa
untuk tidur, namun juga tergantung dengan
metabolisme setiap orang yang bermain
handphone membuat dia menjadi
insomnia. Responden saat mengalami
kesulitan tidur mengatasi dengan cara
menonton video dari handphone agar

26
No Nama Hasil Wawancara
memicu rasa ngantuk.
13. Yosua lubering Responden tidur saat malam hari pada jam
pangestu 12 atau jam 1. Responden mengalami
kesulitan saat tidur dan bermain
handphone untuk melihat video .
Responden juga setuju jika handphone
sebagai penyebab insomnia.
14. Aditama Nugrohi Responden tidur saat malam hari biasanya
jam 9 malam, namun jika ada keperluan
seperti mengerjakan tugas responden akan
tidur saat jam 1 pagi. Responden tidak
setuju jika handphone menjadi penyebab
insomnia, karena menurutnya ada beberapa
orang yang memiliki pekerjaan di malam
hari yang membuatnya tidak bisa tidur saat
malam hari.
15. David Wicaksono Responden tidur saat malam hari biasanya
jam 12 keatas dan yang dilakukan
responden yaitu bermain game, namun jika
dia tidak diajak bermain game responden
akan tidur. Saat responden tidur larut
malam membuat responden terkadang
mengantuk di siang hari. Menurut
responden tentang handphone sebagai
penyebab insomnia adalah tergantung
keadaan dan orangnya, karena biasanya
ada orang yang menggunakan handphone
terus menerus hingga bosan maka orang
itu akan berhenti dengan sendirinya dan
memilih untuk tidur. Responden saat tidak
memiliki kuota handphone akan cenderung

27
No Nama Hasil Wawancara
tidur jam 7 atau jam 8 malam.
16. Jessica Ayunda Responden biasanya sampai tidak tidur
septiasa saat malam hari dan hal itu tidak
mengganggu aktivitas saat di sekolah,
namun akhir-akhir ini dapat tidur jam 12,
menurut responden dia dapat tidur lebih
cepat karena melakukan aktivitas
membaca wattpad yang membantu
menimbulkan rasa ngantuk. Responden
sering mengalami rasa ngantuk saat tidur
namun ketika ingin tidur responden tidak
dapat tidur. Responden juga mengalami
perubahan pada berat badan yang menurun
namun nafsu makan sangat besar.
17. Brigita Gracea Responden biasanya tidur saat malam hari
Maresta sekitar jam 12 lebih, namun akhir-akhir ini
responden dapat tidur lebih cepat karena
responden mengalami kelelahan yang
disebabkan dari aktivitas ekstra di sekolah.
Saat tidak dapat tidur responden biasanya
bermain handphone, padahal responden
sudah merasakan rasa ngantuk tetapi tidak
bisa tidur. Responden mengatakan jika
penyebab dia mengalami kesulitan tidur
adalah handphone. Hal ini membuat
responden mengalami rasa ngantuk
terutama siang hari dan mudah emosi saat
aktifitas sehari-hari.
18. Nicolaus Whisnu Responden bisa tidur pada jam 3 dan itu
Bayu Aji membuat saat jam pelajaran di sekolah
mengalami rasa ngantuk. Responden

28
No Nama Hasil Wawancara
mengalami rasa ngantuk namun saat ingin
tidur dia tidak dapat tidur dan akhirnya
membuka handphone sampai lupa waktu.
Responden juga mencoba membuat diri
untuk tidur namun saat memejamkan mata
responden tetap tidak bisa tidur dan
akhirnya membuka handphone nya
kembali. Responden setuju jika handphone
sebagai penyebab insomnia. Responden
juga mengalami perubahan fisik menjadi
lebih kurus, responden juga menambahkan
menurut riset yang responden pernah baca
di dunia olahraga jika bergadang membuat
masa otot akan berkurang.
19. Quirinus Dapunta Responden dapat tidur malam pada jam 3
Sanghyang Jayanasa pagi. Responden juga mengalami rasa
ngantuk saat menjelang siang hari. Saat
tidak bisa tidur responden hanya akan
melamun. Responden sering merasakan
ngantuk namun saat mencoba untuk tidur
dia malah tidak dapat tidur. Responden
tidak setuju jika handphone sebagai
penyebab insomnia.
20. Richo Galih Responden tidur saat malam hari antara
Prasetya jam 12 malam atau jam 1 pagi, namun
biasanya tidur pada jam 11 malam.
Ketika responden tidak dapat tidur, dia
akan membaca buku novel atau bermain
handphone. Aktivitas ini yang membuat
responden menjadi tidak bisa tidur dan
sudah seperti rutinitas baginya. Responden

29
No Nama Hasil Wawancara
terkadang meminum kopi dan tidur saat
siang hari yang bisa membuatnya tidak
dapat tidur saat malam hari. Terkadang
responden mengalami ngantuk saat siang
hari atau saat jam pelajaran yang
menurutnya membosankan. Sulit tidurnya
ini membuat perubahan fisik, yaitu
bertambahnya berat badan, karena saat
responden semakin terjaga di malam hari
otomatis nafsu makannya bertambah yang
membuatnya ingin makan saat malam hari.
Kesulitan tidur yang dialami responden
baginya tidak mempengaruhi emosinya.
Responden juga setuju jika handphone
sebagai penyebab insomnia, karena
menurutnya itu adalah sebuah kecanduan
handphone. Namun responden sendiri bisa
satu hari tanpa handphone karena ada
aktivitas lainnya yang membuatnya tidak
terlalu tergantung dengan handphone.

IV.2 Pembahasan

Gambar 4. 1 Faktor Insomnia Berdasarkan Hasil Angket Responden

30
Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa 23,6% responden
setuju jika insomnia yang dialami karena stress, sebesar 21,8% setuju insomnia
yang dialami disebabkan oleh suasana yang kurang kondusif untuk tidur, sebesar
20% setuju insomnia yang dialami disebabkan oleh perilaku bermain handphone,
sebesar 10,9% setuju insomnia yang dialami disebabkan oleh konsumsi kafein
berlebih, sebesar 9,1% setuju insomnia yang dialami disebabkan karena
kurangnya berolahraga, sekitar 7,3% setuju insomnia yang dialami disebabkan
oleh pola makan yang buruk, sekitar 1,8% setuju insomnia yang dialami saat ini
disebabkan oleh efek pengobatan, dan sekitar 1,8% responden berpendapat jika
insomnia yang dialami disebabkan oleh efek tidur pada siang hari dan saat
sebelum tidur membayangkan sesuatu yang menakutkan sehingga menyebabkan
responden tidak dapat tidur di malam hari.

Gambar 4. 2 Dampak Insomnia Berdasarkan Hasil Angket Responden

Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa 25% responden


mengalami rasa lelah saat bangun pagi, terdapat 20% responden mengalami rasa
ngantuk pada saat siang hari, terdapat 20% responden mengalami gangguan
kesulitan dalam berkonsentrasi, terdapat 16,7% responden menjadi mudah marah,
terdapat 13,3% responden menjadi mudah terbangun saat malam hari atau pagi
hari, sekitar 1,7% responden berpendapat mengalami ketindihan dan menjadi
mudah sakit, namun ada sekitar 1,7% responden tidak mengalami atau merasakan
perubahan apapun saat mengalami gangguan insomnia.
Berdasarkan hasil penyebaran angket jika siswa SMA Marsudirini setuju
jika salah satu faktor penyebab insomnia adalah stress, yang dapat dibuktikan dari
hasil data responden yang sebanyak 23,6% responden setuju jika insomnia
disebabkan oleh stress. Berarti 23,6% siswa mengalami gangguan insomnia

31
dikarenakan oleh faktor dalam dirinya yang bisa disebabkan oleh pikirannya atau
hal dari luar. Menurut Heiman dan Kariv (2005), penyebab stress atau dikenal
dengan stressor dapat dibagi menjadi dua yaitu stressor eksternal dan stresor
internal. Stressor eksternal yaitu stress yang disebabkan dari tekanan luar individu
seperti hubungan keluarga, lingkungan, hubungan pertemanan, dan lain-lain.
Stressor internal yaitu stress yang berasal dari dalam individu sendiri seperti
kondisi fisik, motivasi, dan tipe kepribadian. Penyebab stress paling banyak dari
penelitian ini yaitu dari stresor eksternal, ini dapat dibuktikan dari hasil data
responden yang sebanyak 23,6% responden mengaku mengalami stress. Stress
yang dialami terjadi karena kegiatan aktivitas sekolah, projek maupun KTI, dan
tugas-tugas lainnya yang mereka harus kerjakan. Stress yang mereka alami inilah
yang kemudian berdampak pada kualitas tidur saat malam hari, banyak siswa
yang kemudian menjadi mengalami pergaulatan dengan dirinya yang memicu
kecemasan dan berakhir dengan kesulitan tidur saat malam hari.
Rata-rata siswa yang banyak mengalami insomnia adalah siswa kelas 12
yang merupakan siswa angkatan terakhir di SMA Marsudirini Muntilan dan
sedang menyelesaikan tugas akhir mereka yaitu KTI. KTI ini merupakan salah
satu stresor eksternal yang membuat siswa kelas 12 mengalami stress karena
beban pikiran yang bertambah berat dari pada saat mereka berada di kelas 10 dan
11. Namun ada beberapa siswa yang bisa mengatur cara pola tidur mereka dan
telah mengetahui cara mengatasi stress yang mereka dapat, inilah yang membuat
ada beberapa siswa kelas 12 tidak mengalami insomnia.
Bagi siswa kelas 11 dan 10 yang mengalami insomnia yang sedang dihadapi
oleh tugas dan proyek yang membuat mereka masih membiasakan diri, ditambah
mereka adalah angkatan yang mengalami perpindahan kurikulum merdeka yang
juga masih belum terbiasa dengan perbedaan saat dibangku SMP. Hal ini yang
bisa menjadi stressor eksternal siswa kelas 11 dan 10 mengalami stress ialah
perubahan sistem pembelajaran serta dalam tahap berproses mengatur waktu
dengan kegiatan-kegiatan sekolah, karena saat kelas 11 dan 10 ini mereka juga
dibuat aktif dalam berkegiatan di sekolah seperti ekstra, OSIS, dewan ambalan,
serta kegiatan diluar sekolah yang membuat mereka mengalami stress dengan
jadwal kegiatan yang begitu padat.

32
Akibat dari aktivitas yang banyak ini membuat siswa kemudian menjadi
susah mengatur waktu dan waktu bagi siswa untuk beristirahat menjadi
berkurang, sehingga ini membuat otak harus bekerja semaksimal mungkin dan
kurang beristirahat. Bekerjanya otak secara terus menerus karena memikirkan
tugas serta aktivitas padat yang harus mereka lakukan inilah yang membuat siswa
tidak tenang saat malam hari dan menjadi mengalami kesulitan untuk tidur untuk
mengistirahatkan diri dan pikirannya. Siswa akan terjaga atau tidur lebih dari jam
tidurnya yang membuat kualitas tidur menjadi menurun.
Selain stress, faktor kedua yang menjadi penyebab insomnia adalah suasana
kondusif saat tidur. Saat kita beristirahat di malam hari suasana untuk beristirahat
akan sangat mempengaruhi dalam meningkatkan kualitas tidur yang kita miliki.
Menurut Lanywati (2001) kebutuhan tidur yang cukup ditentukan selain oleh
faktor jumlah jam tidur (kualitas tidur), ditambah dengan kedalaman (kualitas
tidur). Kualitas tidur sendiri merupakan pemenuhan energi yang dimiliki dengan
beristirahat. Ada individu yang dapat beristirahat dalam kondisi suasana tidur
yang kurang kondusif, seperti suara musik, suhu ruangan yang panas atau dingin,
dll. Namun ada juga individu yang dapat beristirahat harus dengan suasana
ruangan yang sepi tanpa ada gangguan sedikitpun. Inilah yang juga menjadi salah
satu faktor gangguan saat tidur dimalam hari, namun dengan kategori faktor
penyebab insomnia yang ringan. Hal ini dapat dibuktikan dari 21,8% responden
yang setuju insomnia yang mereka alami disebabkan oleh suasana yang kurang
kondusif untuk tidur. Beberapa diantara mereka tentunya memiliki suasana untuk
tidur yang berbeda-beda, seperti ada salah satu responden yang harus tidur dalam
kondisi ruangan yang dingin, ada juga responden yang bisa tidur dengan suasana
ruangan yang tidak terlalu hening. Namun ada juga responden yang harus tidur
dengan suasana ruangan yang hening dan suhu ruangan yang normal. Ini
membuktikan bahwa suasana ruangan untuk tidur sangat berpengaruh dan
mendukung untuk kualitas tidur yang baik, sehingga dapat tidur dengan waktu
yang cukup dan bangun dengan kondisi tubuh yang segar.
Faktor ketiga yang dianggap memicu terjadinya insomnia adalah perilaku
bermain handphone. Menurut Teori dari king (2014) mengatakan bahwa
pemakaian media elektronik (smartphone) yang patologi atau kajian sebelum tidur

33
apabila digunakan lebih dari 35 menit yang artinya penggunaan media elektronik
yang berlebih akan menyebabkan masalah yang signifikan terkait dengan durasi
tidur malam yang pendek dan kejadian insomnia. Durasi penggunaan alat
elektronik (smartphone) yang berlebihan sebelum tidur yang beresiko mengalami
insomnia. Hal ini dapat dilihat dari 20% siswa untuk lepas dari handphone
adalah hal yang bisa dibilang sulit, karena saat ini banyak orang-orang yang
mengalami ketergantungan dengan handphone. Penggunaan handphone siswa
terkadang tidak dapat bisa terkontrol membuat siswa menjadi lupa waktu atau saat
ingin tidur malam siswa akan mengalami kesulitan, dan memilih memainkan
handphonenya untuk menjadikannya sebagai pengantar tidur. Namun itu malah
membuat beberapa siswa bukannya tidur melainkan mengalami kecanduan dalam
bermain handphone hingga membuatnya terjaga lebih dari jam tidur. Akhirnya
siswa semakin tidak bisa tidur dan terus terjaga. Akhirnya siswa mengalami
penurunan terhadap kualitas tidur mereka, mereka cenderung akan bangun
dengan kondisi tubuh yang tidak segar saat pagi hari karena pengistirahatan otak
dan tubuh memiliki waktu yang pendek.
Rata-rata responden menggunakan handphonenya dengan jangka waktu
yang lebih dari 35 menit. Ini membuat responden mengalami insomnia yang
disebabkan dari aktivitas penggunaan handphone berlebih di malam hari. Dalam
penggunaan handphone mata menyerap cahaya yang dipantulkan handphone,
yang membuat otak terus bekerja, sehingga otak tidak dapat beristirahat. Otak
yang terus bekerja inilah yang akhirnya tidak dapat beristirahat dan terjadi
gangguan dalam tubuh untuk tidur.
Dari beberapa faktor tersebut membuat adanya efek samping yang dialami
responden. Menurut Asmadi (2009) mengemukakan bahwa dampak insomnia
yaitu dapat menyebabkan depresi, kesulitan untuk berkonsentrasi, aktivitas sehari
hari menjadi terganggu, prestasi kerja atau belajar mengalami penurunan,
mengalami kelelahan di siang hari, meningkatkan resiko kematian, menyebabkan
kecelakaan karena mengalami kelelahan yang berlebihan, memunculkan berbagai
penyakit fisik. Sedangkan menurut Rafknowledge (2004), orang dengan insomnia
lebih mudah menderita depresi dibandingkan mereka yang biasa tidur dengan
baik, kekurangan tidur akibat insomnia memberi kontribusi pada timbulnya suatu

34
penyakit, termasuk penyakit jantung, dampak mengantuk/ketiduran di siang hari
dapat mengancam keselamatan kerja, termasuk mengemudi kendaraan, orang
dengan insomnia bisa kehilangan banyak waktu dari pekerjaannya, tidur malam
yang buruk, dapat menurunkan kemampuan dalam memenuhi tugas harian serta
kurang menikmati aktivitas hidup. Dari dampak yang dikemukakan oleh para ahli,
penulis menyimpulkan terdapat tiga dampak yang paling banyak dialami oleh
siswa SMA Marsudirini Muntilan yaitu mengalami rasa lelah saat bangun di pagi
hari atau tubuh merasa tidak segar saat bangun tidur di pagi hari, rasa ngantuk saat
siang hari, dan kurangnya berkonsentrasi. Ini dapat dibuktikan dengan adanya
data dari responden, bahwa sebesar 25% siswa di SMA Marsudirini mengalami
rasa lelah saat bangun di pagi hari atau tubuh merasa tidak segar saat bangun tidur
di pagi hari. Ada beberapa responden yang mengeluhkan saat bangun dipagi hari
selalu merasa tubuh lelah dan tidak segar, ini juga diakibatkan dari kurangnya jam
tidur di malam hari serta terkadang mudah terbangun saat malam hari. Kurangnya
waktu untuk tidur yang akhirnya membuat tubuh mengalami waktu yang kurang
untuk beristirahat. Suasana saat tidur pada lingkungan tidur yang tidak nyaman
dapat mengganggu kualitas tidur yang dimiliki tubuh untuk beristirahat, yang
membuat tubuh akan merasa lelah atau bangun dengan kondisi tidak segar saat
pagi harinya. Tubuh yang tidak dapat beristirahat karena gangguan suasana
ruangan, akhirnya membuat individu itu dapat memicu terjadinya stress saat
menjelang waktu tidur dimalam hari. Ini berkaitan bahwa Stress juga dapat
menjadi penyebab mengalami rasa lelah saat bangun di pagi hari, karena saat
mengalami stress akan membuat pikiran menjadi terus bekerja dan tidak dapat
beristirahat, sehingga akhirnya mengganggu kualitas tidur yang dimiliki setiap
individu, saat pagi hari tubuh menjadi lelah dan tidak bersemangat.
Rasa ngantuk pada saat siang hari, yang dapat dilihat dari respon responden
sebesar 20% siswa mengalami rasa ngantuk saat menjelang siang hari. Ini dapat
terjadi karena siswa kurang mendapatkan kualitas tidur yang baik, seperti jam
tidur malam yang terlalu pendek atau kebiasaan buruk seperti konsumsi kafein
berlebih yang kemudian mengganggu jam tidur. Ini dapat diperkuat dengan
adanya salah satu responden mengeluh saat menjelang siang hari mengalami
perubahan fisik seperti mata memerah dan mulai merasakan rasa ngantuk yang

35
berat, serta ada responden yang mulai mengalami rasa ngantuk di siang hari
karena dipicu oleh faktor eksternal seperti saat siang hari terdapat materi
pembelajaran yang menurutnya membosankan atau sulit yang kemudian membuat
pikirannya merasa jenuh, kemudian responden mulai merasakan rasa ngantuk.
Rasa ngantuk di siang hari ini dapat terjadi akibat dari insomnia, karena waktu
otak kita dimalam hari untuk beristirahat menjadi berkurang sehingga waktu
bangun di pagi hari tubuh merasa lelah, kemudian saat menjelang siang hari otak
merasa kelelahan dengan aktivitas yang dilakukan kemudian menimbulkan rasa
ngantuk dan kurang berkonsentrasi akibat efek dari kurangnya jam istirahat otak
saat malam hari, serta menumbuhkan kebiasaan sewaktu kecil untuk tidur siang.
Ini mengapa saat menjelang siang hari beberapa siswa sudah merasa lelah dan
ngantuk saat jam pembelajaran.
Kurangnya berkonsentrasi, yang dapat dilihat dari respon responden
sebanyak 20% responden mengalami kesulitan berkonsentrasi saat pelajaran
terutama saat memasuki siang hari. Responden mengaku saat pembelajaran,
pikiran mereka tidak dapat atau kurang menangkap pembelajaran yang saat itu
diajarkan, terutama saat siang hari dengan cuaca yang terkadang semakin panas
membuat responden semakin tidak bisa memahami materi atau menurunnya
konsentrasi dalam pembelajaran. Mereka cenderung memikirkan hal lain yang
membuat mereka tidak dapat menangkap isi materi pembelajaran saat itu. Ini
berarti bahwa kondisi suasana pada saat siang hari juga mendukung dalam kinerja
konsentrasi pada otak. Otak yang mulai jenuh serta lelah bekerja terus menerus
membuat muncul rasa ngantuk dalam tubuh. Otak yang kurang mendapatkan
istirahat saat malam hari setelah bekerja sepanjang hari juga menjadi penyebab
dari kurangnya berkonsentrasi dalam pembelajaran, karena otak menjadi lelah dan
tidak dapat bekerja sempurna dalam mengolah informasi yang didapatkan.
Sehingga tubuh menjadi lemas karena pusat utama dalam tubuh sudah mengalami
kelelahan. Dengan otak yang kurang berkonsentrasi saat jam pelajaran ini
membuat siswa menjadi kurang menguasai pembelajaran di jam tersebut dan
bahkan bisa membuat menurunnya pencapaian hasil pembelajaran siswa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa SMA Marsudirini Muntilan
terhadap faktor-faktor penyebab insomnia yaitu disebabkan oleh stress, suasana

36
yang kurang kondusif untuk tidur, dan perilaku bermain handphone. Stress yang
dialami siswa SMA Marsudirini disebabkan oleh stressor eksternal yang berasal
dari tugas, jadwal aktivitas yang padat, KTI, dan proyek. Suasana kondusif saat
tidur sangat penting dalam meningkatkan kualitas tidur yang baik, karena setiap
siswa memiliki suasana tidur yang berbeda beda, seperti ada yang butuh suasana
ruangan yang hening, suhu ruangan yang dingin, namun ada yang perlu suasana
sedikit ramai dan suhu ruangan yang normal. Perilaku bermain handphone dapat
menyebabkan insomnia karena dalam waktu penggunaan handphone siswa sering
lupa waktu dan menjadikan handphone sebagai pengantar sebelum tidur tapi
malah membuat siswa semakin tidak bisa tidur. Bagi siswa SMA Marsudirini
Muntilan terdapat juga dampak yang mereka rasakan dari insomnia, seperti
mengalami rasa lelah saat bangun di pagi hari atau tubuh merasa tidak segar saat
bangun tidur di pagi hari, rasa ngantuk saat siang hari, dan kurangnya
berkonsentrasi.

37
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Pada bagian ini penulis uraikan secara singkat hasil penelitian yang
diperoleh di lapangan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa SMA Marsudirini Muntilan
terhadap faktor-faktor penyebab insomnia yaitu disebabkan oleh stress, suasana
yang kurang kondusif untuk tidur, dan perilaku bermain handphone. Stress yang
dialami siswa SMA Marsudirini disebabkan oleh stressor eksternal yang berasal
dari tugas, jadwal aktivitas yang padat, KTI, dan proyek. Suasana kondusif saat
tidur sangat penting dalam meningkatkan kualitas tidur yang baik, karena setiap
siswa memiliki suasana tidur yang berbeda beda, seperti ada yang butuh suasana
ruangan yang hening, suhu ruangan yang dingin, namun ada yang perlu suasana
sedikit ramai dan suhu ruangan yang normal. Perilaku bermain handphone dapat
menyebabkan insomnia karena dalam waktu penggunaan handphone siswa sering
lupa waktu dan menjadikan handphone sebagai pengantar sebelum tidur tapi
malah membuat siswa semakin tidak bisa tidur. Bagi siswa SMA Marsudirini
Muntilan terdapat juga dampak yang mereka rasakan dari insomnia, seperti
mengalami rasa lelah saat bangun di pagi hari atau tubuh merasa tidak segar saat
bangun tidur di pagi hari, rasa ngantuk saat siang hari, dan kurangnya
berkonsentrasi.
V.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian diatas, maka penulis dapat
memberikan beberapa masukan atau saran berupa:
1) Bagi Siswa SMA Marsudirini Muntilan
Dapat lebih mengenali tentang insomnia terutama faktor-faktor penyebab
terjadinya insomnia, sehingga dapat melakukan langkah-langkah kegiatan
kesehatan yang dapat mencegah atau mengurangi gangguan insomnia. Siswa juga
diharapkan mengurangi hal-hal pemicu gangguan insomnia seperti mengurangi
penggunaan handphone, mengurangi stress dan lebih memperhatikan kesehatan
tubuh, serta menerapkan pola hidup sehat.

38
2) Bagi Remaja
Remaja dapat mengolah hal-hal penyebab insomnia yang mereka alami
seperti membatasi dan mengatur waktu penggunaan handphone dan mulai mencari
aktivitas positif. Remaja juga belajar untuk mengontrol stress dengan cara
memikirkan hal positif, mendekatkan diri dengan Tuhan, dan berolahraga.
Mencoba untuk mencari dan menemukan suasana tidur yang nyaman dan
membuat tubuh rileks untuk beristirahat.
3) Bagi Masyarakat
Untuk para masyarakat bisa lebih peduli dan mengenal gangguan insomnia
yang bisa dialami oleh berbagai umur, sehingga masyarakat dapat mengetahui
dalam penanganan gangguan insomnia, seperti memberikan pengawasan bagi
penderita insomnia atau dapat menghubungi pihak medis untuk penanganan lebih
lanjut.

39
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2009). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Astuti, N. M. (2011). Penatalaksanaan Insomnia Pada Usia Lanjut. Denpasar:
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Hamun, M. S. (2012). Mengenal sebab-sebab, akibat-akibat dan cara terapi
insomnia. Jogjakarta: FlashBook.
Heiman, Kariv. (2005). Task oriented versus emotion oriented coping strategies:
the case of college students. College Student Journal, 39(1). 72-89.
Hurlock, E. B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Iskandar, Y. S. (1985). Psikiatri Biologi Vol III Diagnosa dan Terapi dari
Insomnia. Jakarta: Yayasan Dharma Graha.
King, dkk. (2014). Sleep Interference Effects of Pathological Electronic Media
Use during Adolescence. International Journal of Mental Health and
Addiction. 12(1). 21-35.
Lanywati, E. (2001). Insomnia: Gangguan Sulit Tidur. Yogyakarta:
Kanisius.
Pieter, Herri Zan, dkk. (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan.
Jakarta: Kencana.
Prasadja, A. (2009). Ayo Bangun Dengan Bugar Karena Tidur Yang Benar.
Jakarta Selatan: Hikmah.
Rafknowledge. (2004). Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Sumedi, Taat, dkk. (2010). Pengaruh Senam Lansia Terhadap Penurunan Skala
Insomnia Pada Lansia Di Panti Wredha Dewanata Cilacap. Jurnal
Keperawatan Soedirman. 5(1). 14.
Tarmiji, dkk. (2016). Persepsi Siswa Terhadap Kesiapan Guru Dalam Proses
Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan
Unsyiah. 1(1). 43-44.
Wardana, J. (2021). Mengurangi Derita Pengidap Insomnia. Jakarta: Tempo
Publishing.

40
Lampiran
https://docs.google.com/forms/d/1Fdzv2qSBsucCas7Kwzfa2v0Ex-dW4DQ5-
ZdKG4NF9k8/edit

41
42

Anda mungkin juga menyukai