Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA

TERHADAP INTERAKSI ORANG TUA DENGAN


ANAK PADA MASA PSBB

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok


Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif

Oleh:
Muhamad Nuh Sudrajat Karta Nagara - 03052012017

Yane Kristina - 03052012012

Sita Fitriani Dewi - 03051912061

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


UNIVERSITAS NASINAL PASIM
BANDUNG
Daftar Isi

BAB I .............................................................................................................................3
PENDAHULUAN ..........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................7
1.3 Tujuan penelitian ...................................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitan ..................................................................................................7
BAB 2 ............................................................................................................................8
KAJIAN TEORI .............................................................................................................8
2.1 Kajian Pustaka.......................................................................................................8
2.1.1 Interaksi Orang Tua dengan Anak ...................................................................8
2.1.2 Dukungan Sosial ......................................................................................9
2.2 Hipotesis ............................................................................................................. 10
BAB III ......................................................................................................................... 11
METODE PENELITIAN .............................................................................................. 11
3.1 Rancangan Penelitian .......................................................................................... 11
3.2 Variabel Penelitian .............................................................................................. 11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak Januari 2020, dunia dilanda fenomena yang dapat dikatakan sebagai
salau satu fenomena paling penting dan fenomena paling berbahaya dalam 5 tahun
terakhir. Diduga dimulai dari Provinsi Wuhan, Tiongkok, Corona Virus Disease
2019 atau yang lebih dikenal dengan akronim COVID-19 menyerang siapapun
tanpa tebang pilih. Secara sederhana COVID-19 merupakan virus yang
menyerang saluran pernafasan, nampak seperti flu pada umumnya, namun
dampak yang dirasakan tubuh begitu perlahan hingga sistem imun dari orang yang
terjakit akhirnya menghancurkan organ yang seharusnya dilindunginya, yaitu
paru-paru1. Penyebaran COVID-19 pun begitu sederhana, melalui cairan tubuh
yang secara tidak sadar dikeluarkan oleh pasien terjangkit, yaitu melalui cairan
tubuh. Termasuk didalamnya, baik yang berbentuk embun yang dikeluarkan
manusia secara natural ketika berbicara ataupun dalam bentuk dahak dan bersin,
dan juga keringat.

Mudahnya terjadinya penularan COVID-19 mengharuskan manusia,


dimanapun mereka, untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang umum dilakukan
untuk menghindari terjadinya penyebaran COVID-19 secara besar-besaran. Salah
satu protokol penting yang dicanangkan oleh World Health Organization (WHO)
adalah Social Distancing Protocol untuk menjaga jarak satu dengan yang lain,
dengan tujuan untuk meminimalkan kontak sesama manusia baik yang terjangkit
COVID-19 ataupun yang tidak2. Protokol yang lebih dikenal di Indonesia sebagai
Protokol Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), secara paksa mengubah
beberapa aspek dari kehidupan kita sebagai makhluk sosial dikarenakan
diharuskannya pembatasan interaksi secara langsung dari manusia ke manusia.
Beberapa sektor kehidupan yang menerima dampak paling besar adalah sektor
pendidikan dan sektor industri, terutama pabrik dan perkantoran, dimana pada
umumnya kedua sektor tersebut memiliki jadwal aktivitas yang ketat dan rutinitas
yang sudah baku.

1
Here is What Coronavirus Does to The Body, National Geographic,
https://www.nationalgeographic.com/science/2020/02/here-is-what-coronavirus-does-to-the-
body/

2
Coronavirus disease (COVID-19) advice for the public, WHO,
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/advice-for-public
Pada sektor pendidikan, tata cara penyampaian pendidikan di Indonesia
umumnya dilakukan secara langsung, dimana tenaga pengajar dan peserta didik
bertatap muka secara langsung di sebuah ruang kelas. Di Indonesia, pembelajaran
jarak jauh sangatlah jarang digunakan dan cenderung tidak memberikan hasil
yang efektif baik dari tenaga pengajar maupun peserta didik dikarenakan
kurangnya engagement dari kedua belah pihak secara langsung selama proses
belajar mengajar. Namun, situasi saat ini dimana pemerintah mengharuskan PSBB
dilakukan secara menyeluruh, mengharuskan seluruh sektor pendidikan di
Indonesia untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dari jarak jauh; atau secara
lebih spesifik, kegiatan belajar mengajar menggunakan daring sebagai media
interaksi.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang lebih dahulu menerapkan
Pembelajaran Jarak Jauh, berdasarkan pernyataan Gubernur Jawa Barat dalam SK
Gubernur Nomor 400/27/hukham, tanggal 13 Maret 2020. Kegiatan belajar
mengajar diharuskan untuk dilakukan menggunakan daring sebagai media
pembelajaran. Tidak perlu dipungkiri, tidak semua sekolah siap untuk melakukan
pembelajaran melalui daring dikarenakan keterbatasan prasarana pendukung
pembelajaran baik dari pihak sekolah maupun dari peserta didik.

Pada sektor industri, sejak diberlakukannya PSBB se-Jawa Barat


berdasarkan SK MenKes HK.01.07/Menkes/289/2020, Gubernur Provinsi Jawa
Barat menganjurkan bagi sektor-sektor industri non-esensial (sektor-sektor selain
fasilitas medis) untuk memberlakukan Work from Home (WFH) untuk
mengurangi kontak fisik secara langsung demi mencegah penularan COVID-19
secara masal. Masing-masing perusahaan dan instasi diberikan wewenang untung
menentukan tata cara pelaksanaan WFH, namun pada umumnya perusahaan
memutuskan untuk merotasi jadwal WFH dari sebagian karyawannya untuk
memastikan terjadi transisi yang baik dari pola kerja di kantor menuju pola kerja
WFH.

Dengan diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh dan Work from Home


secara bersamaan, terjadi peningkatan waktu siswa didik dan orang tuanya di
rumah. Meningkatnya waktu yang dihabiskan di rumah oleh siswa dan orang tua
siswa menimbulkan potensi masalah dalam hubungan siswa dengan orang tuanya,
terutama anak-anak pada usia awal remaja (lebih kurang dari usia 12 hingga 17
tahun) yang masih sangat volatile dan tidak terbiasa terkurung dengan supervisi
dari orang tuanya selama 24 jam sehari. Untuk melihat lebih dalam dari mana
pontensi masalah tersebut muncul, penulis akan membahas secara singkat
mengenai tugas perkembangan anak dan juga dukungan sosial orang tua.

Pada usia 12 hingga 17 tahun manusia melewati fase pubertas, dimana


selain terjadinya pematangan organ-organ seksual dari seseorang, juga merupakan
fase dimana seseorang berusaha secara aktif untuk berusaha berintegrasi dengan
para orang dewasa3. Untuk mencapai tahap tersebut, seorang individu harus
melewati beberapa tahap yang pada ilmu psikologi perkembangan disebut sebagai
tugas-tugas perkembangan.
Tugas-tugas perkembangan tiga fungsi utama, pertama sebagian pedoman
atau petunjuk bagi individu akan apa yang diharapkan masyarakat dari mereka
pada usia-usia tertentu. Kemudian, untuk memberikan motivasi kepada setiap
individu untuk melakukan adpa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok
sosial pada usia tertentu sepanjang hidupnya. Terakhir, untuk menunjukkan
kepada setiap individu tentang apa yang akan mereka hadapi dan tindakan apa
yang diharapkan dari mereka kalau sampai pada tingkatan berikutnya 4.

Berikut adalah tugas-tugas perkembangan yang diharapkan dapat dicapai


seorang remaja menurut Havighurst5:
1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita
2. Mencapai peran sosial sesuai gender (baik pria atau wanita)
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
4. Mengharapkan dan mencapai perikalu sosial yang bertanggung jawab
5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa lainnya
6. Mempersiapkan karier ekonomi
7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku atau mengembangkan ideologi.

Keberhasilan atau kegagalan seseorang memenuhi tugas perkembangan


yang sesuai pada tahapan hidupnya merupakan titik penting bagi individu yang
bersangkutan. Hal ini terutama sangat penting bagi remaja pada usia 12-17 tahun,
dikarenakan titik ini merupakan titik vital yang menentukan berhasil atau tidaknya
integrasi mereka ke dalam masyarakat dewasa.

Tugas perkembangan remaja yang kelima, mencapai kemandirian


emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, merupakan salah satu
faktor intrinsik yang mendorong seseorang di usia remaja untuk “melawan” dan
secara aktif menghindari orang tuanya untuk berusaha menciptakan kemandirian
demi memenuhi tugas perkembangannya sebagai seorang remaja 6.

3
Hurlock, Elizabeth B., Developmental Psychology, A Life-span Approach, Fifth Edition, 1992

4
Ibid

5
Ibid

6
Ibid
Disisi lain, dengan diterapkannya WFH secara luas, banyak orang tua
siswa yang mendadak memiliki waktu tambahan di luar pekerjaannya. Salah satu
sisi yang sangat positif dari WFH adalah adanya kebebasan bagi setiap karyawan
untuk menentukan alur kerjanya secara fleksibel, tanpa dibatasi oleh kebiasaan di
kantor yang cenderung kaku. Hal tersebut menyebabkan munculnya waktu-waktu
senggang yang tadinya tidak dimiliki oleh orang tua dikarenakan kesibukannya
bekerja. Waktu tersebut bisa mereka pergunakan untuk lebih memperhatikan apa
yang terjadi di rumahnya, terutama apa yang sedang terjadi di kehidupan anak
yang juga sedang diharuskan beraktivitas di rumah.

Wajar jika sebagai orang tua, mereka ingin mengetahui lebih dan secara
aktif membantu segala sesuatu permasalahan yang anaknya hadapi. Dalam ilmu
psikologi, bentuk bantuan yang diberikan oleh orang tua ini termasuk dalam
dukungan sosial.

Dukungan Sosial (Social Support) adalah bentuk umpan balik dari orang
lain dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa seseorang dicintai, diperhatikan,
dihargai, dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban
yang bersifat timbal balik. Dukungan sosial juga berperan penting dalam
perkembangan manusia. Individu yang memiliki relasi yang baik dengan individu
lain akan cenderung memiliki kondisi mental dan fisi yang baik, kesejahteraan
subjektif yang tinggi, dan tingkat morbiditas dan mortaliltas yang rendah 7.

Ada beberapa aspek yang harus dipenuhi sehingga tercipta dukungan


sosial yang baik8, yaitu:
1. Dukungan emosional, berbentuk ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian.
2. Dukungan penghargaan, berbentuk ungkapan hormat dan penghargaan
positif, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu.
3. Dukungan instrumental, seperti bantuan langsung kepada korban
bencana alam.
4. Dukungan informatif, seperti memberikan saran atau umpan balik.

Dalam aspek dukungan sosial, poin pertama dan keempat merupakan poin
yang menarik untuk dilihat lebih lanjut terkait dengan bentuk dukungan yang
biasanya diberikan oleh orang tua kepada anaknya.

7
Rif’ati, Mas Ian., Arumsari, Azizah., Fajriani, Nurul., Maghfiroh, Virgin S., Abidi, Ahmad Fathan.,
Konsep Dukungan Sosial, Surabaya, 2018

8
Ibid
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan teori-teori di atas muncul sebuah permasalahan yang
menarik, yaitu dukungan sosial dari orang tua yang bersifat positif dan tulus
belum tentu diterima secara positif oleh anaknya terutama mereka yang berusia 12
hingga 17 tahun. Hal ini dikarenakan remaja pada rentang usia tersebut sedang
secara aktif membentuk kemandirian sebagai seorang individu terutama
kemandirian dari orang tuanya, sehingga bentuk bantuan dari orang tua, baik
berupa saran atau dukungan moril, dapat disalah-artikan oleh si anak sebagai
faktor yang mengganggu mereka untuk mencapai kemandirian yang merupakan
dari tugas perkembangannya. Masalah tersebut kemudian dapat berkembang,
seperti munculnya rejection dari si anak terhadap orang tuanya, dan
termanifestasikan dalam interaksi antara orang tua dengan anaknya.

Berdasarkan masalah tersebut, penulis merumuskan masalah penelitian


sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh dari dukungan sosial orang tua terhadap interaksi
orang tua dengan anaknya selama masa PSBB?
2. Jika ada pengaruhnya, apakah pengaruh dari dukungan sosial orang tua
bersifat positif atau negatif terhadap interaksi orang tua dengan
anaknya selama masa PSBB?

1.3 Tujuan penelitian


1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari dukungan sosial orang tua
terhadap interaksi orang tua dengan anaknya selama masa PSBB
2. Untuk mengetahui apakah pengaruh yang ditimbulkan dari dukungan
sosial orang tua terhadap interaksi orang tua dengan anaknya selama masa
PSBB bersifat positif atau negatif jika ditemukan adanya pengaruh

1.4 Manfaat Penelitan


Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Manfaat teoretis: memberikan wacana baru mengenai hubungan interaksi


orang tua dengan anak.
2. Manfaat Praktis: penelitian ini bertujuan untuk memaparkan mengenai
pengaruh dukungan sosial orang tua terhadap interaksi orang tua dengan
anak pada masa PSBB, sehingga pihak yang berkepentingan dapat
mengacu pada hasil penelitian ini. Juga penelitian ini mungkin dapat
berkontribusi sebagai acuan pola interaksi yang orang tua dengan anak
pada masa sulit seperti pada masa PSBB.
BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Interaksi Orang Tua dengan Anak
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dimana seorang anak akan
lahir dan tumbuh. Keluarga juga merupakan dasar yang fundamental bagi
pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Di dalam keluarga seorang anak
pertama kali terpapar dan mengenal norma sosial. Menurut Kartono (1992;128),
pengenalan pertama seorang anak akan norma sosial terjadi setelah terjadinya
interaksi sosial, belajar memperhatikan keinginan orang lain, dan kemudian
pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial dalam keluraga turut mementukan
cara bertindak dan bereaksi dalam pergaulan sosial yang lebih besar seperti dalam
masyarakat.

Menurut Balson (1992;128), keberhasilan keluarga sebagian besar


bergantung pada kemampuan setiap anggota keluarga dalam berinteraksi dan
menyatukan setiap anggota keluarga mereka. Jika hal tersebut tercapai,
dimungkinkan adanya kerjasama antar anggota keluarga sehingga persaingan dan
penolakan karena anak diperlakukan tidak sama tidak terjadi di dalam keluarga.

Ada tiga jenis pola asuh orang tua menurut Hoffman, yaitu:

1. Pola asuh bina kasih (induction), yaitu jenis pola asuh yang diterapkan
orang tua dalam mendidik anaknya dengan memberikan penjelasan yang
masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi
anaknya.
2. Pola asuh unjuk kuasa (power assertion), yaitu jenis pola asuh yang
diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan memaksakan
kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak tidak
dapat menerimanya.
3. Pola asuh lepas kasih (love withdrawal), yaitu jenis pola asuh yang
diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik
sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang
dikehendaki orang tuanya. Jika kemudian si anak melakukan apa yang
orang tuanya inginkan, makan cinta kasih orang tuanya pun akan kembali
seperti sediakala.
Untuk mencapai perkembangan anak yang optimal, termasuk didalamnya
perkembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman adalah
pola asuh bina kasih (induction). Dalam pola asuh bina kasih, setiap keputusan
yang diambil oleh orang tua terhadap anaknya harus disertai dengan penjelasan
atau alasan yang rasional. Dengan demikian, anak diharapkan dapat
mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan secara
mandiri untuk mengikuti atau tidak keputusan atau perlakuan orang tuanya (M.Ali
& Asrori, 2004;102).

Menurut Dinkmeyer dan McKay, karakteristik dari hubungan antara orang


tua dengan anak adalah sebagai berikut:

1. Perhatian dan kepedulian yang bersifat timbal balik


2. Empati untuk satu sama lain
3. Keinginan untuk mendengarkan satu sama lain
4. Pembagian pikiran atau perasaan daripada menyembunyikan dan
menahan kemarahan (saling terbuka)
5. Dukungan dan penerimaan untuk satu sama salin (Balson,1992;74)

2.1.2 Dukungan Sosial


Dukungan Sosial (Social Support) adalah bentuk umpan balik dari orang
lain dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa seseorang dicintai, diperhatikan,
dihargai, dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban
yang bersifat timbal balik. Dukungan sosial juga berperan penting dalam
perkembangan manusia. Individu yang memiliki relasi yang baik dengan individu
lain akan cenderung memiliki kondisi mental dan fisi yang baik, kesejahteraan
subjektif yang tinggi, dan tingkat morbiditas dan mortaliltas yang rendah9.

Ada beberapa aspek yang harus dipenuhi sehingga tercipta dukungan


sosial yang baik10, yaitu:
5. Dukungan emosional, berbentuk ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian.
6. Dukungan penghargaan, berbentuk ungkapan hormat dan penghargaan
positif, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu.
7. Dukungan instrumental, seperti bantuan langsung kepada korban
bencana alam.

9
Rif’ati, Mas Ian., Arumsari, Azizah., Fajriani, Nurul., Maghfiroh, Virgin S., Abidi, Ahmad Fathan.,
Konsep Dukungan Sosial, Surabaya, 2018

10
Ibid
8. Dukungan informatif, seperti memberikan saran atau umpan balik.

2.2 Hipotesis
Penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut:

1. Adanya pengaruh dari dukungan sosial orang tua terhadap interaksi orang
tua dengan anaknya selama masa PSBB.
2. Adanya pengaruh positif dari dukungan sosial orang tua terhadap interaksi
orang tua dengan anaknya selama masa PSBB.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Menurut Soetrino Hadi11, penelitian adalah suatu usaha dalam menemukan
segala sesuatu untuk mengisi kekosongan atau kekurangan yang ada, menggali
lebih dalam apa yang telah ada, mengembangkan dan memperluas, serta menguji
kebenaran dari apa yang telah ada namun kebenarannya masih diragukan.

Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan


menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai
apa yang ini diketahui peneliti. Angka-angka yang terkumpul sebagai hasil
penelitian kemudian dapat dianalisis menggunakan metode statistik
(Margono,2000;105-106).

Berdasarkan penelitian ini, maka jenis penelitian yang digunakan untuk


mengetahui pengaruh dukungan sosial orang tua terhadap interaksi orang tua
dengan anaknya bersifat asosiatif kausal. Penelitian asosiatif kausal bertujuan
untuk menemukan hubungan sebab-akibat dari variabel-variabel yang terlibat.

3.2 Variabel Penelitian


Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel independent
dan variabel dependen. Variabel independent merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang berperan sebagai sebab dari perubahan atau timbulnya
variabel dependen. Variable dependen merupakan variable yang dipengaruhi atau
menjadi akibat dari variabel independent.

Pembagian variabel yang akan diteliti adalah:

Variabel Independen (X) : Dukungan Sosial

Variabel Dependen (Y) : Interaksi Orangtua-Anak

Adapun hubungan dari variabel-variabel yang akan diteliti sebagai berikut:

11
Pengertian Penelitian: Definisi, Tujuan, dan Ciri-ciri penelitian;
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-penelitian.html; diakses pada tanggal 18
Desember 2020 pukul 21.22
Diagram 3.1

Hubungan antar variabel

Dukungan Sosial Interaksi Orangtua-Anak

(X) (Y)

Anda mungkin juga menyukai