Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Desain Instruksional

Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan sebagai suatu proses
mengatasi masalah pembelajaran secara sistematis melalui proses perencanaan, materi
pembelajaran dan kegiatan yang harus dilakukan, perencanaan sumber belajar yang tersedia
dan rencana penilaian keberhasilan.

Dengan kata lain, desain instruksional dapat membantu pendidik dan pendesain
instruksional menciptakan atau merancang pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional,
efektif dan efisien. Sehingga dalam proses akan ada terciptanya proses komunikasi dan
pembelajaran aktif dan interaktif dengan antara pendidik dan peserta didik.

Ciri utama dari desain instruksional adalah prinsip dan prosedur program didasarkan
pada temuan penelitian. Sifat kajiannya beragam, mulai dari penelitian eksperimen terkontrol,
penelitian pengembangan, hingga analisis kualitatif studi kasus. Meskipun perspektif desain
alternatif sudah mulai muncul, semuanya tidak terlepas dari dukungan atau tuntunan teori yang
mantap.

Prinsip-prinsip Desain Instruksional

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan instruksional menurut Filbeck dapat


dikelompokkan menjadi dua belas macam, yaitu:
1. Respons-respons baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respons tersebut. Dalam
kegiatan instruksional perlunya pemberian umpan balik positif atau pujian dengan segera atas
keberhasilan atau respons yang benar dari peserta didik. Dalam proses pengembangan
instruksional, prinsip ini diterapkan pula dalam bentuk pemberian latihan (exercise) dan tes
untuk dikerjakan peserta didik, serta pemberian umpan balik segera terhadap hasilnya.

2. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respons, tetapi juga dibawah pengaruh kondisi
atau tanda-tanda yang terdapat dalam lingkungan peserta didik. Kondisi atau tanda-tanda tersebut
berbentuk tulisan, gambar, komunikasi verbal, keteladan guru, atau perilaku sesama peserta
didik. Tujuan instruksional itu berisi pengetahuan, keterampilan atau setiap perilaku yang akan
dapat dilakukan peserta didik setelah menyelesaikan pelajaran. Implikasi lainnya adalah
penggunaan berbagai metode dan media agar dapat mendorong keaktifan peserta didik dalam
proses belajarnya.

3. Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya
bila tidak diperkuat dengan pemberian akibat yang menyenangkan. Karena itu pengetahuan dan
keterampilan baru yang telah dikuasai harus sering dimunculkan dan diberi akibat yang
menyenangkan agar keterampilan baru itu selalu digunakan.

4. Belajar yang berbentuk respons terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer kepada
situasi lain yang terbatas pula. Misalnya, pemberian kegiatan belajar yang melibatkan tanda-
tanda atau kondisi yang mirip dengan kondisi dunia nyata, yaitu lingkungan hidup peserta didik
di luar ruangan kelas.

5. Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang
kompleks, seperti pemecahan masalah. Uraian materi pelajaran perlu diperjelas dengan contoh
yang positif dan negatif. Untuk menjelaskan bilangan genap, misalnya, guru perlu memberikan
contoh bilangan genap dan contoh bilangan ganjil.

6. Status mental peserta didik untuk menghadapi pelajaran akan memengaruhi perhatian dan
ketekunannya selama proses belajar. Misalnya, memulai proses pembelajaran dengan memberi
petunjuk tentang prosedur yang harus diikuti agar mencapai tujuan instruksional.

7. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik untuk
menyelesaikan setiap langkah akan membantu sebagian besar peserta didik. Implikasinya
penggunaan buku teks terprogram .

8. Kebutuhan memcah materi belajar yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil akan dapat
dikurangi bila materi belajar dapat diwujudkan dalam satu model. Implikasinya berupa
penggunaan media dan metode instruksional yang dapat menggambarkan materi yang kompleks
kepada peserta didik seperti: model, realia (benda sebenarnya), film, program televisi, program
video, drama, dan demonstrasi.

9. Keterampilan tingkat tinggi, seperti keterampilan memecahkan masalah adalah perilaku


kompleks yang terbentuk dari komposisi keterampilan dasar yang lebih sederhana. Implikasinya
yaitu tujuan instruksional umum harus dirumuskan dalam bentuk hasil belajar yang operasional
agar dapat dianalisis menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus.

10. Belajar cenderung cepat dan efisien, serta menyenangkan bila peserta didik diberi informasi
bahwa ia menjadi lebih mampu dalam keterampilan memecahkan masalah. Ia cenderung belajar
lebih cepat bila diberi informasi tentang kualitas penampilannya dan bagaimana cara
meningkatkannya lebih baik.

11. Perkembangan dan kecepatan belajar peserta didik bervariasi, ada yang maju dengan cepat,
ada yang lebih lambat. Di samping itu, perkembangan dan kecepatan belajar seorang peserta
didik tidak stabil dari suatu hari ke hari yang lain dan tidak sama dari satu mata pelajaran ke
mata pelajaran yang lain. Variasi penguasaan terhadap pelajaran yang terdahulu mempunyai
hubungan yang lebih berarti terhadap variasi tersebut. Implikasinya peserta didik mendapat
kesempatan maju menurut kecepatan masing-masing.

12. Dengan persiapan, peserta didik dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan


kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respons
yang benar.
Model Pengembangan Desain Instruksional

Berikut adalah beberapa model desain pembelajaran:

1. Model Dick and Carey


Desain pengajaran menurut pendekatan sistem model Dick & Carey, yang dikembangkan oleh
Walter Dick & Lou Carey. Menurut pendekatan ini, ada beberapa komponen yang akan dilalui
dalam proses pengembangan dan desain berupa urutan langkah-langkah. Banyak pengembang
perangkat yang mengikuti urutannya dengan mantap dan berhasil mengembangkan alat yang
efektif. Dick dan Carey telah mengidentifikasi sembilan tahapan dalam merancang pembelajaran
sebagai berikut: Tahap 1. Identifikasi Tujuan Instruksional

Tahap 2. Melakukan Analisis Instruksional

Tahap 3. Identifikasi Perilaku Masuk dan Karakteristik Pembelajar


Tahap 4. Tulis Tujuan Kinerja

Tahap 5. Kembangkan Item Tes yang Direferensikan Kriteria


Tahap 6. Mengembangkan Strategi Instruksional
Tahap 7. Mengembangkan dan Memilih Meterial Instruksional

Tahap 8. Mengembangkan dan Melakukan Evaluasi Formatif

Tahap 9. Mengembangkan dan Melakukan Evaluasi Sumatif

2. Model Gerlach dan Ely

Model pembelajaran Gerlach dan Ely merupakan metode perencanaan pengajaran yang
sistematis. Model ini menjadi pedoman atau peta perjalanan belajar karena seluruh proses
belajar mengajar ditampilkan dengan baik, meskipun tidak menggambarkan secara rinci setiap
komponennya. Model ini juga menunjukkan hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya
dan menyajikan pola urutan yang dapat dikembangkan dalam suatu rencana pengajaran.
Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) dimaksudkan sebagai pedoman
perencanaan pengajaran. Pengembangan sistem pembelajaran menurut model ini melibatkan
sepuluh elemen, diantaranya:

a. Spesifikasi Isi
b. Spesifikasi Tujuan
c. Penilaian Perilaku Memasuki
d. Penentuan Strategi
e. Organisasi Grup
f. Alokasi Waktu
g. Alokasi Ruang
h. Pemilihan Sumber Daya
i. Evaluasi Kinerja
j. Analisis Umpan Balik

3. Model ADDIE

Model desain pembelajaran ADDIE merupakan model desain pembelajaran yang menggunakan
5 langkah atau langkah sederhana dalam penerapannya. Model desain pembelajaran ADDIE
yang memiliki 5 tahapan/langkah dalam pembelajarannya, yaitu Analisis, Perancangan,
Pengembangan, Implementasi, dan Evaluasi.

Ada lima langkah yang diusulkan dalam model ini menurut akronimnya, yaitu:

a. Analisis: menganalisis kebutuhan untuk menentukan masalah dan solusi yang tepat, serta
menentukan kompetensi siswa.

b. Desain: menentukan kompetensi khusus, metode, bahan ajar, dan strategi pembelajaran.

c. Pengembangan: menghasilkan program dan bahan ajar yang akan digunakan dalam program
pembelajaran.

4. Model Degeng
Degeng (1997:13) mengemukakan delapan langkah desain pembelajaran dalam konteks model
elaborasi, yaitu:
a. Analisis tujuan dan karakteristik Bidang Studi;
b. Analisis sumber belajar (kendala);
c. Analisis karakteristik peserta didik;
d. Menetapkan tujuan pembelajaran dan konten pembelajaran;
e. Tentukan strategi untuk mengatur konten pembelajaran;

f. Tentukan strategi untuk menyampaikan konten pembelajaran;

g. Menetapkan strategi manajemen pembelajaran;


h. Pengembangan prosedur pengukuran hasil belajar.

5. MODEL PPSI
Model PPSI ini merupakan gabungan dari perencanaanpengajaran versi Performance Based
Teacher Education (PBET), perencanaan pengajaran yang sistematis dan perencanaan pengajaran
model Davis. Di Indonesia dikembangkan menjadi PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional).
Istilah sistem pembelajaran dalam PPSI mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan
pendekatan sistem, sehingga PPSI dapat juga disebut dengan pendekatan berorientasi pada
tujuan. Model pengembangan pembelajaran PPSI memiliki 5 langkah utama, yaitu:

a. Perumusan tujuan, terdiri dari merumuskan tujuan instruksional khusus (ICT), TIK ini harus
memenuhi 4 kriteria, yaitu:

Menggunakan istilah operasional,

Berbentuk hasil belajar,

Perilaku berbentuk, dan

Hanya satu jenis perilaku.

b. Pengembangan alat evaluasi, meliputi menentukan jenis tes yang digunakan untuk menilai
apakah tujuan telah tercapai atau belum.

c. Kegiatan pembelajaran, meliputi merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk


mencapai tujuan, menentukan kegiatan belajar yang tidak perlu dilakukan, dan menentukan
kegiatan yang akan dilakukan;

d. Pengembangan program kegiatan, meliputi: merumuskan materi pelajaran, menerapkan


metode yang digunakan, alat belajar atau buku yang digunakan, dan jadwal.

e. Pelaksanaan, meliputi: adakan tes awal, menyampaikan, materi pelajaran, memegang pos tes,
dan memperbaiki.

Referensi

Batubara, F. A. (2018). Desain Instruksional (Kajian Terhadap Komponen Utama Strategi


Instruksional dan Penyusunannya). Jurnal Ilmiah Al-Hadi, 3(2), 657-667.

Rachmawati, D. W., dkk. (2021). Teori & Konsep Pedagogik. Cirebon: Penerbit Insania.

Anda mungkin juga menyukai