Anda di halaman 1dari 2

Tujuan utama dari pelaksanaan arbitrase adalah terwujudnya

perdamaian di antara pihakpihak yang bersengketa. Perdamaian adalah

suatu akad atau persetujuan dari kedua belah pihak untuk mengakhiri

sengketa dengan jalan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Akad

perdamaian adalah suatu janji yang harus ditepati, apalagi perdamaian yang dilakukan itu merupakan
putusan hakam. Permasalahannya adalah

sejauhmana kekuatan putusan yang ditetapkan oleh hakam?

Dalam hal ini, para ahli fiqh berbeda pendapat, ahli fiqh dari kalangan

mazhab Abu Hanifah, Ibnu Hanbal dan Imam Maliki berpendapat bahwa

keputusan hakam bersifat mengikat, sebab kedua belah pihak yang

bersengketa telah bersepakat menunjuk hakam untuk menyelesaikan

dengan sengketanya.13 Argumentasi mereka adalah hadits Rasulullah

SAW yang menjelaskan bahwa apabila suatu sengketa telah diputuskan

oleh seseorang yang telah ditunjuk kemudian mereka tidak mau tunduk

dengan keputusan tersebut, mereka akan mendapat murka Allah SWT.1

Pendapat yang dipegang oleh AlMusanny dari kalangan pengikut

mazhab Syafi’i berbeda pendapat dengan pendapat di atas. Nama keluarga

mengatakan keputusan hakim berarti tidak

berpartisipasi kecuali secara tegas disetujui oleh kedua belah pihak

dalam sengketa. Menurut mereka, kesepakatan kedua belah pihak

Menantang pencalonan seseorang sebagai hakam berarti menerima

keputusan yang dia buat. Oleh karena itu, keputusan hakim adalah

diperlukan, persetujuan kedua belah pihak diperlukan.15

Menanggapi dua komentar di atas, menurut penulis,

situasi dan kondisi di mana hakim berada


menerima mandat melalui organisasi resmi (panitia arbitrase), kemudian masing-masing

, keputusan itu mengikat para pihak yang bersengketa.

Anda mungkin juga menyukai