Anda di halaman 1dari 4

Menghadang Pemiskinan Perempuan di Masa Pandemi Covid-19

(Pengalaman Sekolah Perempuan Gresik dalam memperkuat akses Perempuan miskin terhadap
program perlindungan sosial di masa pandemic Covid-19)
Oleh : Iva Hasanah *
Latar Belakang
Situasi Pandemi Covid-19 berdampak pada kemiskinan global. Menurut Data Bank Dunia proyeksi laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 hanya mencapai 2,1% dalam skenario terburuk bahkan bisa
turun hingga -3.5%. Sedangkan hasil simulasi SMERU menunjukkan angka kemiskinan tahun 2020 akan
mencapai 12,4% (meningkat 3,2% dari angka kemiskinan pada September 2019 yang dapat diartikan
bahwa ada penambahan 8,5 juta orang miskin.
Seiring dengan pandemic meningkat pula kekerasan berbasis gender, terutama yang dialami oleh
perempuan dan anak perempuan. Untuk kontek Jawa Timur, masalah – masalah yang teridentifikasi
yakni meningkatnya jumlah perkawinan usia anak yang menjadi gerbang bagi pemiskinan terhadap
perempuan. Serta kekerasan terhadap perempuan yang berakar pada budaya patrarki dengan makin
bertambahnya beban dometistifikasi serta eksploitasi terhadap perempuan akibat banyak hilangnya
pendapatan rumah tangga karena tingginya PHK. Kondisi ini diperberat dengan akses perempuan di
ranah public masih belum setara,akibatnya mesti jumlah program bantuan sosial pandemi sudah banyak
tapi perempuan tidak cukup mudah mendapatkannya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengeluarkan Peraturan Kepala BNPB No.13
Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana yang melibatkan
perempuan dan laki-laki dalam tanggap darurat responsif gender. Akan tetapi karena data terpilah gender
juga tidak tersedia dengan merata, maka untuk memastikan jenis bantuan sesuai dengan kebutuhan
akan sulit diimplementasikan dilapangan.

Deskripsi Kegiatan/Program/Intervensi

Merespon situasi saat ini, KPS2K sebagai organisasi perempuan di Jawa Timur melakukan intervensi
berupa penguatan kepemimpinan perempuan miskin untuk melakukan advokasi terhadap bantuan –
bantuan pemerintah dan non pemerintah selama masa pandemic. Kegiatan ini merupakan keberlanjutan
dari program yang telah diselenggarakan sebelumnya terkait audit gender berbasis komunita (Gender
Watch) bekerjasama dengan Pemerintah kabupaten Gresik , Institut KAPAL Perempuan atas dukungan
DFAT sejak tahun 2014 sampai tahun 2020.

Sasarannya adalah komunitas perempuan akar rumput dan mereka tinggal di wilayah perdesaan.
Mereka terorganisir pada Sekolah Perempuan yang saat ini beranggota lebih dari 1,300 perempuan
tersebar di 15 desa di Gresik termasuk di kepulauan Bawean.

Keberhasilan pengorganisasian perempuan akar rumput dan advokasi Sekolah Perempuan ini dibuktikan
ketika pandemic para pemimpin perempuan akar rumput mampu mengakses program bantuan
pemerintah dan non pemerintah dan menjadi perempuan yang resilience di komunitasnya dengan
menumbuhkan insitiatif-inisiatif ekonomi local yang mampu mempertahankan situasi ekonomi rumah
tangga dari keterpurukan ekonomi.

Metode / Inovasi
Yang dilakukan pada program Gender Watch ini ada 3 strategi utama, yaitu Advokasi berbasis data,
peningkapat kapasitas organisasi perempuan akar rumput dan penguatan kelembagaan.
Advokasi berbasis data melalui metode penggalian data partisipatif (PRA) yang relevan bagi penerima
manfaat dan memperkuat multipihak sebagai pihak yang akan menggunakan data.
Sedangkan untuk memperkuat kepemimpinan perempuan akar rumput, maka peningkatan kapasitas
dilakukan dalam bentuk pengorganisasi dan pembelajaran di Sekolah Perermpuan dari level dusun
sampai desa.
Dan untuk mendukung pencapaian strategi diatas, maka dibutuhkan penguatan kelembagaan bagi
organisasi yang akan mensinergiskan antara komunitas penerima manfaat dan pembuat kebijakan.
Hasil dan Pembahasan

Advokasi berbasis data yang dilakukan tidak hanya menggali data secara partisipatif termasuk
meningkatkan kapasitas multipihak agar turut aktif melakukan advokasi data yang telah dihasilkan
ditingkat desa. Dengan demikian diharapkan kebijakan yang dihasilkan akan lebih sesuai dengan
kebutuhan penerima manfaat.
Adapun data-data yang dihasilkan dari PRA ini antara lain adalah data tentang masalah-masalah yang
dialami oleh perempuan (perkawinan anak, kesehatan reproduksi, perempuan kepala keluarga,
kekerasan terhadap perempuan, eksploitasi ekonomi, partisipasi public dll).
Sedangkan terkait pendataan di masa pandemic, Sekolah Perempuan berhasil mendorong adanya
metode pendataan mandiri secara online bagi rumah tangga miskin yang terpapar kondisi pandemi untuk
dapat menerima bantuan sosial sekaligus masuk dapat update DTKS.

Sedangkan untuk penguatan kapasitas Sekolah Perempuan adalah komunitas yang dibentuk untuk
dapat menjadi perwakilan dari perempuan miskin dalam mendorong adanya kebijakan-kebijakan yang
berperspektif gender terutama pada perempuan miskin. Kegiatan dalam bentuk pendampingan dan
pelatihan kepemimpinan untuk melahirkan pemimpin-pemimpin perempuan akar rumput yang kritis dan
punya perspektif gender. Sehingga mereka mampu melakukan perubahan mulai dari diri sendiri sampai
lingkungannya.
Pembelajaran rutin yang dilakukan ditingkat dusun dan desa menjadi media yang strategis untuk
membentuk komunitas perempuan yang tangguh dan secara aktif turut serta berpartisipasi dari
perencanaan dan pemantauan pembangunan dari desa mereka.
Keberhasilan inisiatif selama masa pandemic adalah mendorong leader-leader Sekolah Perempuan
untuk masuk dalam satgas covid ditingkat desa serta melahirkan usaha-usaha ekonomi dikomunitas
mereka misalnya mendirikan usaha jamu tradisional selama pandemic ini sebagai saya ekonomi mereka.

Penguatan organisasi masyarakat sipil dibutuhkan untuk dapat menjadi penghubung dan fasilitator
antara kepentingan pemerintah dan kepentingan masyarakat penerima manfaat. Penguatan ini melalui
dukungan penguatan pengolahan data dan akuntabilitas organisasi masyarakat sipil sebagai organisasi
public.

Pandemi ini advokasi akan lebih mudah karena penerima manfaat yang terorganisir pada Sekolah
Perempuan akan mampu melakukan advokasi secara aktif terhadap akses program pemerintah.
Sehingga distribusi program selama pandemi akan lebih cepat sampai pada kelompok tepat sasaran.

Pembelajaran
Dari program ini dapat dikatakan bahwa capaian yang paling strategis adalah bagaimana memperkuat
kepemimpinan dari penerima manfaat dalam hal ini adalah perempuan miskin yang selama ini dapat
dikatakan sebagai kelompok yang tidak dianggap dalam program penanggulangan kemiskinan.
Penguatan kepemimpinan inilah yang sebenarnya mampu mendorong adanyanya peningkatan akses,
manfaat, partisipasi dan control mereka terhadap kebijakan yang ada dan berkaitan dengan hak mereka.
Sedangkan keberadaan data pilah gender menjadi keharusan untuk dapat menghasilkan suatui
kebijakan yang responsive gender, teriutama jika data ini dapat mengembangkan tidak hanya metode
kuantitatif namun juga metode lain yang lebih partisipatif dan melibatkan penerima manfaat program.
Program Audit Gender ini melalui kepemimpinan di Sekolah Perempuan telah membuktikan jika
penerima manfaat program mampu melakukan advokasi berbasis data, bahkan dalam kondisi pandemi
yang mengharuskan adanya sosial distancing dan semakin terbukanya jurang ketimpangan.
Kapasitas komunitas akar rumput di Sekolah perempuan tentang pendataan, sangat membantu sekali
terhadap distribusi program bantuan selama pendemi dapat tepat sasaran bahkan telah mendorong
pemerintah daerah untuk menerima inovasi yang mereka usulkan melalui pendataan online mandiri yang
menjadi media bagi rumah tangga miskin yang tidak masuk pada DTKS akan dapat menerima bantuan-
bantuan sosial selama pandemi.
Tidak hanya dalam ranah advokasi, namun keberadaan Sekolah Perempuan juga mampu mendorong
dan memperkuat usaha-usaha kecil yang diinisiasi oleh anggota mereka tetap menjadi tumpuan
pendapatan keluarga.
Serta pendirian posko pengaduan ditingkat desa yang dapat secara cepat membantu perempuan untuk
dapat mengatasi masalah-masalah kekerasan berbasis gender yang dialami akibat pandemic ini.
Keberadaan pos ini sangat membantu kerja-kerja P2TP2A kabupaten Gresik yang mengalami kesulitan
ketika menjangkaunya.

Kesimpulan dan Rekomendasi/Implikasi Kebijakan

• Advokasi berbasis data menjadi salah satu strategi yang utama, berkaitan dengan data pilah gender
dan data situasi perempuan serta kelompok marjinal lainnya, agar dapat mendorong adanya
kebijakan yang responsive gender dan alokasi anggaran yang tepat.
• Pentingnya akses perempuan dan kelompok marjinal lainnya dalam melakukan perencanaan
pemantauan melalui partisipasi mereka pada musrenbang desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi
• Partisipasi mereka tidak hanya pasif namun dibutuhkan kekritisan dalam mengawal perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pembangunan.
• Perubahan mental model penerima manfaat menjadi pemimpin di akar rumput harus dilakukan
dengan metode pemberdayaan kritis dan perspektif gender yang tidak mendikotomi antara
kebutuhan praktis maupun strategis.
• Meningkatkan kapasitas multipihak juga dibutuhkan terkait actor-aktor kunci yang dapat mendorong
lahirnya kebijakan yang responsive gender melalui peningkatan kapasitas pengarusutamaan gender
yang berkelanjutan dan menjadi prioritas di daerah
• Persoalan pemiskinan pada perempuan tidak hanya dilihat dari satu aspek saja, namun multidimensi
untuk itu dibutuhkan perspektif gender dalam melalukan analisis tentang factor-faktor penyebab baik
internal maupun eksternal sehingga akan memudahkan dalam menentukan intervensi yang tepat
dan tentu menghindari program yang masih bias gender.
• Pemerintah daerah sudah tidak dapat lagi mensubordinasikan pengarus utamaan gender dalam
setiap tahapan pembangunan terutama ketika harus menghadapi pandemi yang belum akan
berakhir

Referensi:
• Dokumen – dokumen program yang terkompilasi pada laporan-laporan kegiatan baik yang telah
dipublikasikan pada website KPS2K www.kps2k.org maupun yang belum dipublikasikan.

*) Adalah DIrektur eksekutif KPS2K Jawa Timur dan Steriing Committee Program Gender Watch 2014-
2020.

Anda mungkin juga menyukai