Anda di halaman 1dari 72

Respon Imun Terhadap Infe

Tiga mekanisme
pertahanan dasar

Antigen
(spora/pollen,
benda asing,
bakteri, virus, sel
kanker)

First line of defense


Second line of Third line of
(barier mekanik,
defense (inflamasi, defense (sel T, sel
kimia, flora normal,
WBC, demam) B)
refleks protektif)
Tiga mekanisme
pertahanan dasar
 Sistem kekebalan yang sehat menggunakan tiga mekanisme
pertahanan dasar.
 Meliputi barier anatomi, mekanis & kimiawi, pertahanan
internal di lokasi invasi, dan imunitas yang didapat (adaptif)
yang dibuat oleh tubuh sebagai respons terhadap antigen
tertentu.
 Dua baris pertahanan pertama non spesifik, dan berfungsi
dengan cara yang sama terhadap patogen manapun yang
ditemui. Mekanisme nonspesifik ini melindungi kita sejak lahir
atau segera setelahnya. Mekanisme pertahanan ketiga,
bersifat sangat spesifik dan merupakan sesuatu yang kita
kembangkan sepanjang hidup.
First line of defense
(Barier mekanik & kimia non spesifik)
First line of defense
 Meliputi barier mekanis, bahan kimia, organisme yang selalu ada di
tubuh kita, dan refleks proteksi.
 Tujuan dari mekanisme ini adalah untuk menjauhkan patogen dari
tubuh kita atau mencegah benda asing (patogen) tersebut
bertahan cukup lama untuk menyebabkan kerusakan lebih lanjut.
 Kulit dan membran mukosa tubuh kita merupakan bagian yg
sangat penting karena berfungsi membentuk barier fisik atau
mekanis untuk banyak patogen dan jenis benda asing lainnya.
 Sekresi zat-zat kimia juga berperan penting, dengan menyesuaikan
pH untuk mencegah pertumbuhan sebagian besar patogen, dan
dengan menjebak patogen tersebut dalam lingkungan yang
lengket yg kemudian dapat dihancurkan atau dilumpuhkan. Silia
yang melapisi membran mukosa terus bekerja untuk menyapu
semua zat yang terperangkap. Refleks, seperti bersin atau batuk,
First line of defense

 Lingkungan asam di perut kita dan enzim dalam air liur juga
membantu lini pertahanan pertama.
 Kotoran telinga melindungi telinga kita, keringat membantu
membuang bakteri yang tidak diinginkan, dan enzim dalam air mata
yang disebut lisozim menghancurkan banyak patogen potensial.
 Selain itu, tubuh kita secara alami diisi oleh berbagai jenis bakteri.
Kehadiran bakteri ini cukup bermanfaat bagi sistem kekebalan kita.
Kehadiran flora normal ini menciptakan lingkungan persaingan di
mana sebagian besar bakteri yang menyerang tidak dapat bertahan
hidup. Kita memiliki flora normal di seluruh tubuh kita, termasuk di
dalam dan di kulit, di mulut, dan di saluran usus.
Barrier anatomi
Barrier fisiologi
Second line of defense
(Respon non spesifik internal)
Second line of defense
 Jika zat asing berhasil melewati garis pertahanan pertama, zat asing
tersebut akan berhadapan dengan respons non spesifik internal, yg
dikenal sebagai garis pertahanan kedua.
 Meliputi fagositosis, inflamasi/peradangan, demam, dan sel natural killer
(NK).
 Garis pertahanan kedua ini juga dikenal sebagai respons imun alami
atau bawaan.
 Ketika sel terluka, akan melepaskan bahan kimia (sitokin/kemokin) ke
dalam aliran darah yang memberi sinyal pada garis pertahanan kedua
untuk diaktifkan. Pensinyalan ini disebut kemotaksis, dan ini menarik
beberapa jenis sel darah putih ke daerah terinfeksi yg bertindak sbg
fagosit.
 Sel darah putih (neutrofil dan monosit) secara khusus diprogram untuk
menelan dan menghancurkan penyerang. Proses ini disebut fagositosis.
Second line of defense
 Ketika zat asing masuk ke dalam tubuh, daerah sekitarnya menjadi
merah, panas, dan bengkak. Proses internal yang menyebabkan
munculnya ini disebut peradangan, dan jika disebabkan oleh patogen,
ini disebut infeksi.
 Peradangan terjadi sebagai akibat dari luka atau iritasi pada sel. Ketika
sel menjadi teriritasi atau terluka, mereka melepaskan histamin. Histamin
menyebabkan pembuluh darah di area tersebut membesar, atau
menjadi lebih besar. Aliran darah meningkat ke area yang teriritasi, dan
ini menyebabkan panas dan kemerahan yang kita lihat dan rasakan.
 Histamin juga menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi "bocor",
sehingga lebih banyak cairan yang keluar dari aliran darah ke area luka
di sekitarnya, menyebabkan pembengkakan. Nyeri terasa karena
reseptor saraf di sekitarnya dirangsang oleh semua aktivitas.
Second line of defense
 Saat suplai darah meningkat, lebih banyak fagosit dibawa ke area
tersebut. Saat melakukan tugasnya, sel-sel ini membuat banyak debris.
Kemudian akan ditemukan fagosit mati, keluarnya cairan, patogen, dan
sel darah yang terluka menumpuk menjadi satu dan sering kita kenal
sebagai nanah.
 Gejala selanjutnya dalam invasi patogen adalah demam, yang terjadi
karena fagosit yang merespons lokasi cedera melepaskan zat kimia
yang memberi sinyal pada otak untuk meningkatkan suhu tubuh.
Peningkatan suhu membantu garis pertahanan kedua dengan
menurunkan kemampuan banyak patogen untuk bertahan hidup,serta
merangsang lebih banyak fagositosis.
Second line of defense
 Selain itu, ada protein pelindung yg juga membantu di tempat invasi.
 Dua kelompok protein pelindung tersebut yaitu: interferon dan protein
komplemen.
 Interferon disekresikan oleh sel yang telah terinfeksi oleh virus, dan
mereka membantu sel lain menahan penyebaran dan replikasi virus.
 Protein komplemen mampu menghancurkan bakteri dengan cara
menutupi permukaan sel bakteri dan melubangi membran sel sehingga
menyebabkan bakteri mati.
 Komponen terakhir dari garis pertahanan kedua adalah sel natural killer
(NK), yang merupakan jenis limfosit khusus yang merespons invasi. Sel NK
dapat menyerang dan menghancurkan sel manusia yang telah
terinfeksi oleh patogen. Selain itu, sel NK bermanfaat dalam
menghancurkan sel kanker tertentu sebelum menyebar.
Second line of defense
Second line of defense
Third line of defense
(Imunitas yg didapat / adaptif)
Third line of defense

 Imunitas yang didapat (adaptif) adalah mekanisme pertahanan yang


mengharuskan tubuh "berpikir (mengatur strategi)" untuk membasmi zat
asing/patogen.
 Melibatkan tiga karakteristik yang tidak ada di garis pertahanan
pertama atau kedua.
o Pengenalan antigen sebagai nonself
o Antigen (zat asing) diidentifikasi dengan sangat spesifik
o Tubuh membentuk memori thd antigen tersebut, sehingga akan
segera dikenali jika terjadi paparan berikutnya.
Biasanya seluruh proses ini membutuhkan 1 hingga 2 minggu setelah
paparan pertama terhadap antigen tertentu.
Third line of defense
 Sel T dan sel B adalah limfosit yang diprogram secara khusus.
Keduanya adalah bagian dari proses pertahanan tubuh level
ketiga, tetapi masing-masing menjalankan fungsi yang berbeda
saat terpapar antigen.
 Sel T terlibat dalam imunitas yang dimediasi sel, dan sel B terlibat
dalam imunitas yang dimediasi oleh antibodi, juga dikenal sebagai
imunitas humoral.
 Imunitas yang diperantarai sel dimulai di tempat invasi. Sel T
menjadi "teraktivasi" menuju antigen spesifik saat ia dihadirkan oleh
makrofag. (Makrofag adalah jenis fagosit yang meninggalkan aliran
darah dan masuk ke jaringan)
Third line of defense
 Setelah diaktifkan, sel T ini membuat empat salinan identik dari dirinya
sendiri, yang semuanya memiliki fungsi khusus:
o Sel T sitotoksik diproduksi untuk membunuh antigen.
o Sel T helper dirancang untuk merangsang sel T lain dan membantu
sel B.
o Sel T supresor (sel T regulator) dibuat untuk menghambat aktivitas sel T
dan B ketika cukup banyak yang telah diproduksi.
o Sel T memori bertanggung jawab mengingat antigen untuk
pertemuan di masa depan, yang memungkinkan imunitas yang
diperantarai sel terjadi lebih cepat terhadap paparan berikutnya.
Sebagian besar limfosit dalam sirkulasi kita adalah sel T. Meskipun tidak
ada antibodi yang diproduksi oleh sel T, mereka memainkan peran
penting dalam banyak reaksi sensitivitas kontak, infeksi virus, infeksi
jamur, dan penghancuran sel ganas.
Third line of defense
 Imunitas yang dimediasi oleh antibodi menggunakan sel-sel limfositik B.
 Seperti halnya imunitas yang dimediasi sel, antigen pertama-tama harus
diekspos atau diperkenalkan ke sel B melalui presentasi dari makrofag.
 Sel T helper melepaskan zat kimia untuk membantu proses pengenalan
antigen.
 Setelah diaktifkan, sel B menghasilkan dua replika dirinya sendiri, yang
memiliki tugas masing-masing:
o Sel plasma dibuat untuk memproduksi antibodi yang spesifik untuk
antigen tertentu. Antibodi ini bekerja seperti gembok dan kunci dan
tidak dapat dipertukarkan dengan antigen lain. Antibodi mengikat
antigen, menghalangi kemampuannya untuk mempengaruhi sel-sel
tubuh.
o Sel B memori membentuk “daya ingat“ terhadap antigen dan
mengingatnya untuk paparan di masa mendatang.
Third line of defense
Third line of defense
Third line of defense
Third line of defense
Third line of defense
Third line of defense
Jalur masuk pathogen &
respon imun thd infeksi
Fase respon imun
29

1.
Imunitas thd
bakteri
ekstraseluler
30

Karakteristik bakteri
ekstraseluler
 Bakteri ekstraseluler mampu mereplikasi diri di luar sel inang,
misalnya, dalam darah, dalam jaringan ikat, dan dalam ruang
jaringan seperti lumen saluran udara dan saluran pencernaan.
31

Karakteristik bakteri
ekstraseluler
 Banyak spesies bakteri ekstraseluler berbeda yang
bersifat patogen, dan menimbulkan penyakit yang
disebabkan oleh dua mekanisme utama, yaitu:
 Bakteri menyebabkan inflamasi, yang
mengakibatkan kerusakan jaringan di tempat infeksi.
 Bakteri menghasilkan toksin, yang memiliki efek
patologis beragam. Toksin bisa berupa endotoksin,
yang merupakan komponen dinding sel bakteri, atau
eksotoksin, yang disekresikan oleh bakteri.
32

Karakteristik bakteri
ekstraseluler
 Endotoksin bakteri gram negatif, disebut
lipopolysaccharide (LPS).
 Banyak eksotoksin bersifat sitotoksik, dan yang lain
menyebabkan penyakit dengan berbagai mekanisme.
33

Imunopatogenesis Bakteri
34

Respon imun bawaan


 Mekanisme utama imunitas bawaan terhadap
bakteri ekstraseluler adalah :
 Aktivasi komplemen
 Fagositosis
 Respons inflamasi.
35

Aktivasi komplemen
 Peptidoglikan di dinding sel bakteri gram-positif dan LPS pada
bakteri gram-negatif mengaktifkan komplemen dengan jalur
alternatif.
 Bakteri yang mengekspresikan mannose pada permukaannya
dapat mengikat mannose-binding lectin, yang mengaktifkan
komplemen oleh jalur lektin.
 Salah satu hasil dari aktivasi komplemen adalah opsonisasi dan
peningkatan fagositosis bakteri.
36

Aktivasi komplemen
 Selain itu, membrane attack complex (MAC) dihasilkan oleh
aktivasi komplemen yang melisiskan bakteri, terutama spesies
Neisseria yang sangat rentan terhadap lisis karena dinding
selnya yang tipis, dan produk sistem komplemen yang
merangsang respon inflamasi dengan merekrut dan
mengaktifkan leukosit.
37

Aktivasi komplemen
38

Aktivasi fagosit & inflamasi


 Fagosit (neutrofil dan makrofag) menggunakan reseptor
permukaan, termasuk reseptor mannose dan reseptor
scavenger, untuk mengenali bakteri ekstraseluler, dan
menggunakan reseptor Fc dan reseptor komplemen untuk
mengenali bakteri yang diopsonisasi dengan antibodi dan
protein komplemen.
 Produk mikroba mengaktifkan Toll-like receptors (TLRs) dan
berbagai sensor sitoplasma dalam fagosit dan sel lainnya.
 Beberapa dari reseptor ini berfungsi terutama untuk
mendorong terjadinya fagositosis mikroba (misal, reseptor
mannose, reseptor scavenger); yang lain merangsang aktivitas
mikrobisidal fagosit (terutama TLR); dan yang lainnya lagi
mendorong fagositosis dan aktivasi fagosit (Fc dan reseptor
komplemen).
39

Aktivasi fagosit & inflamasi


 Selain itu, sel dendritik dan fagosit yang diaktivasi oleh mikroba
mengeluarkan sitokin, yang menginduksi infiltrasi leukosit ke
tempat infeksi (inflamasi). Leukosit yang direkrut mencerna
dan menghancurkan bakteri.
40
Aktivasi fagosit & inflamasi
41

Respon imun adaptif


Imunitas Humoral
 Imunitas humoral adalah respons imun protektif utama
terhadap bakteri ekstraseluler, dan berfungsi untuk memblokir
infeksi, menghilangkan mikroba, dan menetralkan racunnya.
 Respon antibodi terhadap bakteri ekstraseluler diarahkan
terhadap dinding sel antigen dan sekresi toksin yang terkait
sel, yang mungkin berupa polisakarida atau protein.
42

Respon imun adaptif


Imunitas Humoral
 Polisakarid aadalah prototipe antigen yang tidak bergantung
sel T, dan imunitas humoral adalah mekanisme pertahanan
utama terhadap bakteri terkapsulasi yang kaya polisakarida.
 Mekanisme efektor yang digunakan oleh antibodi untuk
memerangi infeksi ini termasuk netralisasi, opsonisasi dan
fagositosis, serta aktivasi komplemen oleh jalur klasik.
43

Respon imun adaptif


Imunitas Humoral
 Netralisasi dimediasi oleh isotipe IgG, IgM, dan IgA
berafinitas tinggi, yang terakhir terutama dalam
lumen organ mukosa.
 Opsonisasi dimediasi oleh beberapa subclass IgG,
dan aktivasi komplemen dimulai oleh IgM dan
subclass IgG.
44

Respon imun adaptif


Imunitas Seluler
 Antigen protein dari bakteri ekstraseluler juga mengaktifkan sel T
helper CD4+, yang menghasilkan sitokin yang menginduksi
inflamasi lokal, meningkatkan aktivitas fagositik dan mikrobisidal
dari makrofag dan neutrofil, serta merangsang produksi
antibodi. Respon Th17 yang diinduksi oleh mikroba ini merekrut
neutrofil dan monosit dan dengan demikian mempromosikan
inflamasi lokal di tempat-tempat infeksi bakteri.
45

Respon imun adaptif


Imunitas Seluler
 Bakteri juga menginduksi respon Th1, dan interferon-
γ (IFN-γ) yang diproduksi oleh sel-sel Th1
mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan
mikroba yang difagositosis.
 Sitokin ini juga dapat merangsang produksi
opsonisasi dan isotipe antibodi yang mengikat
komplemen.
46

Respon imun
adaptif thd bakteri
ekstraseluler
47

Efek respon imun thd bakteri ekstraseluler


 Konsekuensi utama yang merugikan dari respon host
terhadap bakteri ekstraseluler adalah inflamasi dan septic
shock.
 Reaksi dari neutrofil dan makrofag yang berfungsi untuk
membasmi / eradikasi infeksi menyebabkan kerusakan
jaringan oleh produksi lokal spesies oksigen reaktif dan
enzim lisosom.
 Sitokin yang disekresikan oleh leukosit sebagai respons
terhadap produk bakteri juga merangsang produksi
protein fase akut dan menyebabkan manifestasi sistemik
infeksi.
48

Efek respon imun thd bakteri ekstraseluler


 Septic shock adalah konsekuensi patologis yang parah
dari infeksi yang disebarluaskan oleh beberapa bakteri
gram-negatif dan gram-positif. Ini adalah sindrom yang
ditandai dengan kolaps sirkulasi dan koagulasi
intravaskular diseminata.
 Fase awal septic shock disebabkan oleh sitokin yang
diproduksi oleh makrofag yang diaktivasi oleh komponen
dinding sel bakteri, termasuk LPS dan peptidoglikan. Tumor
necrosis factor (TNF), IL-6, dan IL-1 adalah mediator sitokin
utama septic shock, tetapi IFN-γ dan IL-12 juga dapat
berkontribusi. Ledakan awal sejumlah besar sitokin ini
kadang-kadang disebut badai sitokin.
49

Efek respon imun thd bakteri ekstraseluler


 Ada beberapa bukti bahwa perkembangan septic shock
dikaitkan dengan respon imun yang rusak, mungkin terkait
dengan deplesi atau supresi sel T, yang mengakibatkan
penyebaran mikroba yang tidak terkendali.
 Toksin bakteri tertentu menstimulasi semua sel T individu yang
mengekspresikan famili tertentu dari gen reseptor sel T (TCR).
Toksin seperti itu disebut superantigen karena menyerupai
antigen yang berikatan dengan TCR dan molekul MHC kelas
II, mengaktifkan lebih banyak sel T.
 Kemampuan superantigen untuk mengaktifkan banyak sel T,
sehingga mengakibatkan terjadinya produksi sejumlah besar
sitokin dan menyebabkan sindrom inflamasi sistemik.
50

Infeksi merangsang makrofag untuk melepaskan


sitokin dan kemokin yang memicu respons
inflamasi
51

Kondisi septic shock akibat


infeksi sistemik bakteri Gram-
negatif. Pelepasan TNF-α oleh
makrofag menginduksi efek
perlindungan lokal, tetapi TNF-
α dapat bersifat merusak ketika
dilepaskan secara sistemik
52

2.
Imunitas thd
bakteri intraseluler
53

Karakteristik bakteri intraseluler


 Karakteristik bakteri intraseluler fakultatif adalah kemampuan
mereka untuk bertahan hidup dan bahkan untuk mereplikasi
dalam fagosit. Karena mikroba ini mampu menemukan
tempat bersembunyi (ceruk) sehingga tidak dapat
dijangkau oleh antibodi dalam sirkulasi.
 Eliminasi bakteri intraseluler membutuhkan mekanisme
imunitas yang diperantarai sel (respon imunitas seluler).
 Pada banyak infeksi bakteri intraseluler, respon inang
menyebabkan cedera jaringan.
54

Respon imun bawaan dan adaptif


terhadap bakteri intraseluler
55

Respon imun bawaan


 Respon imun bawaan terhadap bakteri intraseluler
dimediasi terutama oleh sel-sel fagosit dan sel
Natural Killer (NK).
 Fagosit, pada awalnya neutrofil, kemudian
makrofag menelan dan berupaya menghancurkan
mikroba, tetapi bakteri intraseluler patogenik resisten
terhadap degradasi dalam fagosit.
 Produk-produk dari bakteri ini dikenali oleh TLR dan
protein sitoplasma dari famili NOD-like receptor
(NLR), menghasilkan aktivasi fagosit.
56

Respon imun bawaan


 Bakteri intraseluler mengaktifkan sel NK dengan
menginduksi ekspresi ligan mengaktifkan sel NK
pada sel yang terinfeksi dan dengan merangsang
produksi sel dendritik dan makrofag dari IL-12 dan IL-
15, keduanya merupakan sitokin yang mengaktifkan
sel NK.
 Sel-sel NK menghasilkan IFN-γ, yang pada gilirannya
mengaktifkan makrofag dan mempromosikan
pembunuhan bakteri fagositosis.
 Dengan demikian, sel NK memberikan pertahanan
awal terhadap mikroba, sebelum pengembangan
imunitas adaptif.
57

Respon imun adaptif


 Respon imun protektif utama terhadap bakteri intraseluler
adalah rekrutmen yang dimediasi sel T dan aktivasi fagosit
(imunitas seluler).
 Sel T memberikan pertahanan terhadap infeksi melalui dua
jenis reaksi:
 Sel T CD4+ mengaktifkan fagosit melalui aksi ligan CD40
dan IFN-γ, yang mengakibatkan terbunuhnya mikroba
yang dicerna oleh fagosit dan mampu bertahan hidup di
dalam fagosit tersebut.
 Limfosit T sitotoksik CD8+ / CD8+ cytotoxic T lymphocytes
(CTL) membunuh sel yang terinfeksi, menghilangkan
mikroba yang lolos dari mekanisme pembunuhan fagosit.
58

Respon imun adaptif


 Sel T CD4+ berdiferensiasi menjadi efektor Th1 di bawah
pengaruh IL-12, yang diproduksi oleh makrofag dan sel
dendritik. Sel T mengekspresikan ligan CD40 dan
mengeluarkan IFN-γ, dan dua rangsangan ini mengaktifkan
makrofag untuk menghasilkan beberapa zat mikrobisida,
termasuk spesies oksigen reaktif, oksida nitrat, dan enzim
lisosom.
 Bakteri yang difagositosis merangsang respons sel T CD8+, jika
antigen bakteri diangkut dari fagosom ke dalam sitosol atau
jika bakteri keluar dari fagosom dan memasuki sitoplasma sel
yang terinfeksi.
59

Respon imun adaptif


 Dalam sitosol, mikroba tidak lagi rentan terhadap mekanisme
mikrobisidal fagosit, dan untuk pemberantasan infeksi, sel
yang terinfeksi harus dibunuh oleh CTL.
 Dengan demikian, efektor imunitas yang diperantarai sel,
yaitu sel T CD4+ yang mengaktifkan makrofag dan CD8+ CTL,
berfungsi secara kooperatif dalam pertahanan terhadap
bakteri intraseluler.
60

Kerja sama sel T CD4 + dan


CD8 + dalam pertahanan
melawan mikroba
intraseluler
61

Evasi (penghindaran) imun oleh bakteri


Respon Imun
Terhadap Parasit
Karakteristik Parasit
Infeksi parasit meliputi protozoa, cacing, dan ektoparasit (mis. kutu dan tungau). Parasit tersebut saat ini
memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada kelas organisme penular lainnya,
terutama di negara berkembang.

Diperkirakan sekitar 30% populasi dunia menderita infeksi parasit. Malaria mempengaruhi lebih dari 100 juta
orang di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas sekitar 500.000 kematian setiap tahunnya.

Manusia biasanya terinfeksi oleh gigitan dari inang perantara yang terinfeksi atau dengan berbagi habitat
tertentu dengan inang perantara. Sebagai contoh, malaria dan trypanosomiasis ditularkan oleh gigitan
serangga, dan schistosomiasis ditularkan melalui paparan air di mana siput yang terinfeksi berada.

Sebagian besar infeksi parasit bersifat kronis karena imunitas bawaan yang lemah dan kemampuan parasit
untuk menghindar atau melawan eliminasi dengan respon imun adaptif. Selain itu, banyak obat anti-parasit
tidak efektif membunuh organisme.
Respon Imun Bawaan
Respon imun bawaan utama terhadap protozoa adalah fagositosis, tetapi banyak dari parasit yang
resisten terhadap pembunuhan fagositosis dan bahkan dapat bereplikasi dalam makrofag.

Beberapa protozoa mengekspresikan molekul permukaan yang dikenali oleh TLR dan mengaktifkan
fagosit. Spesies Plasmodium (protozoa yang bertanggung jawab untuk malaria), Toxoplasma gondii
(agen yang menyebabkan toksoplasmosis), dan spesies Cryptosporidium (parasit utama yang
menyebabkan diare pada pasien yang terinfeksi HIV) semuanya mengekspresikan lipid glikosil
fosfatidylinositol yang dapat mengaktifkan TLR2 dan TLR4.

Fagosit juga dapat menyerang parasit cacing dan mengeluarkan zat mikrobisida untuk membunuh
organisme yang terlalu besar untuk difagositosis. Namun, banyak cacing memiliki tegumen tebal yang
membuatnya tahan terhadap mekanisme sitosidal neutrofil dan makrofag, dan mereka terlalu besar
untuk ditelan oleh fagosit. Beberapa cacing mengkatifkan jalur komplemen alternatif.
Respon Imun Adaptif Thd Protozoa
Mekanisme imun terhadap protozoa yang bertahan hidup dalam makrofag berlangsung melalui reaksi
imun seluler, khususnya aktivasi makrofag oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T CD4+.

Infeksi dapat diatasi dengan bantuan IFN-γ yang diproduksi oleh sel Th1. Dilain pihak, aktivasi sel Th2 oleh
protozoa menyebabkan peningkatan daya hidup protozoa dan kekambuhan, karena sitokin yang
diproduksi oleh sel Th2 diantaranya IL-4 menekan aktivasi makrofag.

Protozoa yang berkembang biak dalam sel dan melisiskan sel tersebut menginduksi respon spesifik sel T
sitotoksik seperti halnya yang terjadi pada infeksi virus sitopatik.
Respon Imun Adaptif Thd Cacing
Mekanisme imun terhadap infeksi cacing yang hidup ekstraseluler teerjadi melalui respon antibodi IgE
dan esosinofil.

IgE berfungsi merangsang matosit untuk melepaskan granula dan menstimulus reaksi inflamasi, eksudasi
protein yang mengandung imunoglobulin dan melepaskan eosinophil chemotactic factor (ECF)
sehingga eosinofil mendekat dan melekat pada permukaan parasit.

Parasit yang dilapisi IgG atau IgE dapat dihancurkan oleh eosinofil karena granula eosinofil dapat
melepaskan peroksidase dan enzim proteolitik yang merusak parasit.

Mekanisme ini merupakan respon ADCC yang khas, dimana IgE melekat pada permukaan cacing,
eosinofil kemudian melekat melalui reseptor Fc sehingga eosinofil teraktivasi dan melepaskan granula
enzim yang dapat merusak parasit.
Respon Imun Adaptif Thd Cacing
Respon ini terjadi karena cacing dapat merangsang sel Th2 untuk memproduksi IL-4 dan IL-5. IL-4
merangsang produksi IgE, sedangkan IL-5 merangsang pembentukan dan perkembangan eosinofil.

Eosinofil lebih potent untuk membunuh cacing dibanding leukosit lain karena granula eosinofil berupa
major basic protein (MBP) lebih toksik bagi cacing dibanding enzim proteolitik dan ROI yang diproduksi
oleh neutrofil dan makrofag.

Untuk menyingkirkan cacing dalam saluran cerna diperlukan proses yang lebih rumit yang memerlukan
gabungan respon imun humoral dan seluler.
Respon Imun
Terhadap Jamur
Respon Imun Terhadap Jamur
Ada empat kategori infeksi jamur. Meskipun beberapa jamur dapat menyebabkan penyakit pada orang
yang sehat, namun infeksi jamur menjadi sangat parah pada subyek yg imunokompromais (fungsi sistem imun
yg menurun), diantaranya yaitu:
• pasien dengan AIDS yang tidak diobati
• pasien dengan kanker dan menjalani kemoterapi
• pasien dengan transplantasi agen imunosupresif
• beberapa pasien yang menggunakan kortikosteroid jangka panjang

Temuan klinis ini menunjukkan peran kunci neutrofil, makrofag dan sel T CD4 yang mengatur aktivitasnya
dalam imunitas anti jamur.
Respon Imun Bawaan Thd Jamur
Respons imun bawaan terhadap jamur meliputi defensin dan fagosit. Defensin memiliki sifat anti jamur
dan anti bakteri, sedangkan fagosit, terutama neutrofil dan makrofag, sangat penting untuk
membunuh jamur, baik dengan: degranulasi dan pelepasan bahan beracun ke hifa yang sebagian
besar tidak bisa dicerna atau ingesti yeast atau conidia.

Respons ini bergantung pada pengenalan PAMPs di dinding sel jamur oleh PRRs (Pattern Recognition
Receptors). Famili TLR sekali lagi memainkan peran penting dalam proses ini, bersama dengan reseptor
mannose dan reseptor komplemen.
Respon Imun Adaptif Thd Jamur
Imunitas yang dimediasi sel T sangat penting untuk resistensi terhadap jamur. Kebanyakan jamur sangat
imunogenik dan menginduksi antibodi yang kuat dan respons imun yang dimediasi sel T, yang dapat
dideteksi dengan serologi.

Peran proteksi dari Th1 (dan mungkin juga sel Th17) dan aktivasi fagosit lebih dominan daripada respon
yang dimediasi antibodi. Karena pasien dengan defisiensi sel T, dibandingkan dengan pasien yg cacat
dalam produksi antibodinya, lebih berisiko terkena penyakit jamur. Dan titer antibodi, meskipun berguna
sebagai alat epidemiologis untuk menentukan pajanan, tidak selalu berkorelasi dengan prognosis.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai