id
Oleh :
Esa Nur Hidayat
K 4402508
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian teori
1. Kolonialisme
a. Pengertian Kolonialisme.
Kata kolonialisme bukan kata asing dalam bagi bangsa Indonesia, sebab
kolonialisme identik dengan penjajahan. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia
pernah mengalami masa penjajahan selama tiga setengah abad dijajah Belanda
dan tiga setengah tahun dijajah oleh Jepang.
Dalam pembukaan UUD 45 juga memuat tentang penjajahan yaitu
dalam alinea 1 yang menyatakan bahwa penjajahan harus dihapuskan dari muka
bumi karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Dari
kalimat tersebut membuktikan bahwa bangsa Indonesia tidak menginginkan
adanya kolonialisme atau penjajahan. Selain itu juga dapat dipastikan bahwa
bangsa-bangsa di dunia juga tidak menginginkan adanya kolonialisme, sebab
tidak ada satupun bangsa yang ingin di kuasai oleh bangsa yang lain.
Secara etimologi, kata kolonialisme berasal dari kata koloni yang artinya
daerah jajahan tempat menempatkan penduduk atau kelompok orang yang
bermukim di daerah baru yang merupakan daerah asing, jauh dari tanah air, yang
tetap mempertahankan ikatan dengan tanah air atau tanah asal. Dalam
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Ensiklopedia Politik (1983: 75), kolonialisme di ambil dari nama seorang petani
Romawi yang pergi jauh untuk mencari tanah yang belum di kerjakan.
Menurut C.S.T Kansil dan Julianto (1986: 7), kolonialisme adalah
rangkaian nafsu suatu bangsa untuk menaklukkan bangsa lain di bidang politik,
ekonomi, sosial dan kebudayaan, dengan jalan dominasi politik, exploitasi
ekonomi, serta penetrasi kebudayaan. Sadengkan menurut Suharsa dan Ana
Retnoningsih (2005: 258) kolonialisme berarti penguasaan oleh suatu negara atas
daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara asal.
Jika kolonialisme itu mempunyai koloni-koloni di daerah lain dan
10
berusaha untuk menyatukan menjadi satu sistem penguasaan, maka hal itu disebut
dengan imperialisme. Sedangkan imperialisme itu sendiri berarti politik
eksploitasi bangsa lain untuk kepentingan imperialis. Jadi dapat di katakan bahwa
kolonialisme identik dengan imperialisme.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat di simpulkan bahwa kolonialisme
adalah upaya suatu bangsa untuk menaklukan dan menguasai bangsa lain dengan
jalan mendominasi dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam
rangka memperluas negaranya di luar wilayah dan bahkan di luar benua negara
tersebut.
b. Ciri-ciri kolonialisme.
Dalam kolonialisme terdapat dua bagian penting, yakni bangsa terjajah
dan bangsa penjajah. Ciri-ciri dari bangsa penjajah sangat dipengaruhi oleh faktor
obyektif negerinya, seperti perbedaan mengenai kekayaan alam, kemajuan
teknologi, dan sistem produksi barang. Penggolongan bangsa penjajah menurut
Suhartoyo Hardjosatoto (1985: 83-85) dibedakan manjadi empat, yaitu:
1). Penjajah yang kaya dan royal, artinya kaya akan bahan tambang dan
industrinya maju sehingga tidak menghisap kekayaan alam bangsa
terjajah, bahkan taraf hidup dan pendidikan pribumi dimajukan dan
kelak akan dijadikan partner.
2). Penjajah yang semi kaya, artinya penjajah ini tidak banyak memiliki
bahan tambang, tetapi industrinya maju sehingga memerlukan
pemasaran hasil industri.
3). Penjajah miskin, artinya penjajah ini industrinya telah maju tapi tidak
memiliki bahan baku dan bahan bakar bagi industrinya, sehingga
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Nasionalisme
a. Pengertian Nasionalisme.
Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai adanya ungkapan bahwa
perlunya dipupuk semangat kebangsaan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air,
sebab rasa cinta tanah air ini penting bagi suatu negara. Rasa cinta tanah air ini
juga sering dikaitkan dengan nasionalisme. Di Indonesia sendiri, nasionalisme
tumbuh karena adanya kolonialisme Belanda yang melakukan eksploitasi di
segala bidang.
Menurut Hans Kohn (1984: 11), bahwa nasionalisme adalah suatu faham
yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada
negara kebangsaan. Dalam kamus politik yang dikutip oleh Suhartoyo
Hardjosatoto (1985: 42) juga di jumpai makna natie dan nasionalisme seperti di
bawah ini:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Sebab-sebab Nasionalisme.
Sementara itu, nasionalisme yang muncul di Asia secara umum,
kebanyakan timbul akibat dari kolonialisme. Pernyataan serupa di kemukakan
oleh Toynbee dalam C.S.T Kansil dan Julianto (1985: 15) bahwa nasionalisme
merupakan jawaban bangsa Asia terhadap tantangan Barat, reaksi tersebut ada
dua macam yaitu: (1) Zelotisme, yaitu menutup pintu rapat-rapat bagi bangsa
Barat atau isolasi, dan (2) Herodianisme yaitu membuka pintu bagi pengaruh
Barat, menyerapnya dan kemudian digunakan untuk memukul kekuatan Barat.
Menurut Hertz dalam F. Isjwara (1982: 127), menyebutkan ada empat
cita-cita yang terkandung dalam nasionalisme, yaitu:
1). Perjuangan mewujudkan cita-cita nasional yang meliputi persatuan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, keagamaan, kebudayaan dan
persekutuan serta adanya solidaritas.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3. Pers
a. Pengertian Pers.
Istilah pers sebagai terjemahan dari bahasa Inggris Press dapat
mempunyai pengertian luas maupun sempit. Dalam pengertian luas, pers
mencakup semua media komunikasi massa seperti radio, televisi, dan film.
Sedangkan dalam arti sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan
yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan,
serta majalah tengah bulanan, dan yang disebut sebagai media cetak (F.
Rachmadi, 1990: 9-10).
Menurut Undang-Undang Pers No. 11 tahun 1996 yang mengatur
tentang ketentuan umum, pasal 1 yakni: Pers adalah lembaga kemasyarakatan,
alat revolusi yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa
yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur terbitnyadilengkapi atau tidak
dilengkapi alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat klise, mesin stensil
atau tenik-teknik lainnya (Onong U Efendi, 1986: 192). Sedangkan menurut
Onong U Efendi, Pers yaitu penyiaran-penyiaran, pikiran, gagasan atau berita-
berita dengan kata-kata tertulis.
sumbangannya yang cukup basar sebagai alat perubahan sosial dalam usaha
pembangunan bangsa.
Secara umum, pers berfungsi sebagai alat penyebaran gagasan, cita-cita,
serta pikiran manusia. Menurut pendapat Wilbur Schramm yang dikutip oleh F.
Rachmadi (1970: 20) mengatakan bahwa surat kabar merupakan buku harian
tercetak bagi manusia, dan merupakan sumber informasi terperinci dan
interpretasi tentang masalah-masalah umum. Dari pernyataan tersebut, terlihat
bahwa pentingnya surat kabar itu terletak pada aspek edukasi yang dibawakannya.
Mengenai fungsi pers di Indonesia, seperti yang dikutip T. Atmadi (1985:
9) tentang GBHN 1988 (Tap MPR No. II/MPR/1988) telah mencantumkan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Dalam rangka meningkatkan peranan pers dalam pembangunan perlu
ditingkatkan usaha pembangunan pers yang sehat, pers yang bebas dan
bertanggung jawab, taitu pers yang dapat menjalankan fungsinya sebagai (1)
informasi yang objektif dan edukatif, (2) melakukan kontrol sosial yang
konstruktif, (3) menyalurkan aspirasi rakyat, dan (4) meluaskan komunikasi
dan partisipasi rakyat.
2. Kerangka Berpikir
Kolonialisme Belanda
di Indonesia
Nasionalisme
Perjuangan
Soewardi Soerjaningrat Tindakan
Pemerintah Kolonial
dalam bidang pers
Perjuangan Pers
Nasional
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Keterangan :
Seperti yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia, bahwa bangsa
Indonesia pernah mengalami masa penjajahan selama berabad-abad. Diantara
bangsa yang pernah menjajah di Indonesia adalah Belanda. Pada masa
kolonialisme Belanda di Indonesia, terdapat dua bagian masyarakat yang penting,
yaitu masyarakat Indonesia sebagai bangsa terjajah dan masyarakat Belanda
sebagai bangsa penjajah. Dalam melaksanakan praktek kolonialismenya, Belanda
melakukan penaklukan dalam bidang politik, ekonomi dan kebudayaan di
Indonesia. Selain dalam bidang tersebut, Belanda juga melakukan pengekangan
terhadap pers pribumi yang dianggap sebagai menggangu ketertiban umum.
Karena pers tersebut oleh masyarakat Indonesia digunakan sebagai sarana
perjuangan.
Akibat dari tekan-tekanan dari Belanda, rakyat Indonesia mengalami
penderitaan yang lama kelamaan dari penderitaan tersebut membangkitkan jiwa
nasionalisme rakyat Indonesia. Rasa nasionalisme rakyat Indonesia mula-mula
hany bersifat kedaerahan dengan jalan mendirikan organisasi-organisasi. Akan
tetapi sejak tahun 1908 tepatnya sejak berdirinya Boedi Oetomo, sifat-sifat
kedaerahan tersebut berubah menjadi sifat yang berorientasikan nasional. Hal ini
dikarenakan masyarakat Indonesia secara keseluruhan sadar akan adanya rasa
senasib sepenanggungan dan sama-sama menjadi korban dari kkolonialisme
Belanda.
Berawal dari berdirinya Boedi Oetomo, mendorong lahirnya pergerakan
kebangsaan lainnya seperti Sarekat Islam dan Indische Partij yang secara terang-
terangan bergerak dalam bidang politik. Organisasi perjuangan tersebut merasa
memerlukan sarana yang digunakan sebagai wadah perjuangan. Salah saut dari
wadah perjuangan bagi organisasi perjuangan itu adalah di bidang pers. Bidang
pers dirasa sangat cocok untuk melakukan perjuangan non fisik, karena melalui
tulisan-tulisan yang tajam mengkritik pemerintah kolonial yang dimuat dalam
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
juga sering mengadakan kontak dengan tokoh di Hindia Belanda yang biasanya
berisi tentang semangat-semangat perjuangan untuk melawan kolonialisme
Belanda.