Anda di halaman 1dari 11

PERUBAHAN STRUKTUR DAN FUNGSI KELUARGA

Masyarakat Indonesia adalah amat majemuk. Untuk itu membahas tentang sosialisasi setiap suku
bangsa yang ada di masyarakat Indonesia secara detail tentu saja amatlah kompleks. Di samping itu
berbagai proses sedang terjadi dalam menempatkan Indonesia pada suatu situasi yang sama, yakni
berkembangnya industrialisasi dan teknologi yang menyebabkan hubungan internasional yang semakin
intensif serta proses urbanisasi yang amat pesat sehingga terjadi suatu ‘revolusi informasi’ terutama
melalui media massa, elektronik yang amat mudah ditangkap oleh seluruh lapisan masyarakat.
Tambahan pula lembaga sekolah (terutama sekolah dasar) yang telah menyebar di seluruh pelosok,
sangat mengubah pola sosialisasi di masyarakat Indonesia.

Saat ini sosialisasi yang khas pada suku-suku bangsa tertentu, sudah mulai pudar. Beberapa nilai dasar
yang mencirikan sosialisasi dari suatu suku bangsa tertentu mungkin masih tetap berusah
dipertahankan, tetapi sistem nilai baru yang dibawa oleh media massa seperti materialisme,
individualisme cenderung mulai diwarnai orientasi nilai seluruh masyarakat indonesia. Lembaga
keluarga memegang peran amat penting dalam setiap masyarakat. Para antropolog mencatat bahwa
secara universal lembaga ini memegang fungsi: pengaturan seksual, penerus keturunan, sosialisasi, kasih
sayang, penentuan status sosial seseorang, perlindungan, dan ekonomi.

James Coleman, seseorang peneliti pendidikan juga telah menemukan bahwa keluarga merupakan
faktor determinan paling berpengaruh terhadap prestasi pendidikan anak dan status pekerjaannya di
kemudian hari; kemudian menyusul lingkungan pergaulan (peer group) dan ketiga baru sekolah.

Dalam hubungan itu, Berger dan Luckman juga mengatakan bahwa persepsi terhadap dunia dari Bapak,
Ibu sebagai ‘significant others’ (orang yang amat penting dalam hidup anak) akan menjadi ‘objective
reality’ bagi si anak. ‘ ... though them is filtered a view of the world as natural or normal’.

Menggambarkan pola sosialisasi di dalam keluarga, dalam konteks masyarakat Indonesia, yaitu
industrialisasi dan urbanisasi. Saat ini masyarakat Indonesia telah mulai dan ditandai oleh beberapa ciri
masyarakat industri yaitu semakin meningkatnya proporsi tenaga kerja (pria dan wanita) yang bekerja
pada sektor industri. Berkembangnya norma dan nilai kehidupan yang modern, mengakibatkan tingkat
urbanisasi, dengan masuknya gejala globalisasi dan revolusi informasi yang membuat dunia ini semakin
transparan bagi semua orang terkasuk keluarga. Hal ini memberikan kecenderungan perubahan-
perubahan bagi struktur maupun fungsi keluarga dalam masyarakat.
A. Munculnya Fenomena Keluarga Kecil

Perubahan dalam struktur keluarga di Indonesia yang paling mencolok saat ini adalah berkurangnya
jumlah anak di dalam keluarga muda. Gejala ini memang relatif masih baru sehingga belum dapat
melihat secara empiris apakah anak yang lebih sedikit jumlahnya di tiap keluarga akan menghasilkan
suatu proses pendidikan yang lebih baik, artinya menghasilkan anak-anak yang lebih pandai, terampil
dan memiliki sikap-sikap, tindakan yang lebih positif.

Berkurangnya jumlah anak telah mendorong para orang tua untuk meningkatkan ‘investasi’ pada setiap
anak, seperti: pendidikan formal, kursus ketrampilan, gizi, kesehatan dan sebagainya. Pada masyarakat
kelas bawah menyekolahkan anak saat ini hampir selalu menjadi obsesi utama mereka. Namun, masalah
yang dihadapi kelompok ini adalah mahalnya dana pendidikan baik ‘real cost’ maupun ‘opportunity
cost . Orang tua kelas menengah cenderung melengkapi rumah mereka dengan berbagai suplemen
bahan serta alat pendidikan seperti buku pengetahuan umum, kamus, ensiklopedia anak-anak,
komputer, TV, serta alat audio visual lainnya. Seringkali suplemen pendidikan di rumah-rumah kelas
menengah ini melebihi apa yang dapat disediakan di sekolah, sehingga peran keluarga menjadi semakin
penting dalam pengembangan pengetahuan umum serta intelegensa murid.

Di samping itu mereka juga cenderung mengirim anaknya ke berbagai kursus keterampilan (komputer,
bahasa Inggris, matematika, kesenian dan lain sebagainya). Orang tua golongan Kelas Atas, cenderung
melengkapi pendidikan anak mereka di luar negeri. Kebutuhan ini rupanya telah merangsang ‘industri’
pendidikan swasta di Indonesia untuk menyediakan sekolah di dalam negeri yang bertaraf internasional;
bahkan bila perlu sekolah/universitas ini bekerja sama secara langsung dengan lembaga-lembaga
pendidikan di luar negeri. Dengan demikian, dalam waktu yang relatif singkat akan terbentuk lapisan
generasi muda Indonesia yang memiliki pendidikan bertaraf internasional dan siap pula bersaing secara
internasional.

Peningkatan aspirasi pendidikan ini rupanya tidak hanya semata-mata bersifat ‘profan’, tetapi juga
bermotivasi keagamaan. Misalnya kini muncul sekolah-sekolah elit berasaskan keagamaan. Kelompok ini
rupanya ingin menitipkan sebagian pendidikan moral anak mereka pada lembaga pendidikan formal
yang bermutu baik. Peningkatan sumberdaya manusia pasti mengalami banyak kemajuan pesat karena
motivasi, bukan hanya ada pada pemerintah tetapi telah merata hampir disemua keluarga.
Dari segi lain, perlu dicatat pula bahwa disamping dapat bersifat mendidik, peralatan audiovisual di
dalam rumah dapat juga menimbulkan dampak yang tidak diinginkan pada proses sosialisasi anak.
Walaupun pesan-pesan di media elektronik tidak serta merta mengubah perilaku anak, tetapi dengan
membanjirnya informasi membuat orang tua di rumah tidak mampu untuk selalu memberikan
pengarahan, bimbingan yang memadai dan tidak mampu melakukan kontrol yang diperlukan.

Di samping hal tersebut, didalam keluarga kecil, sifat individualistis secara ’built-in’ akan berkembang
pada pribadi anak. mereka tidak lagi harus berbagi rata dan bertenggang rasa dengan 7 atau 8
saudaranya seperti pada keluarga di masa lalu. Selain itu memang tampak adanya nila-nilai baru yang
dikembangkan di dalam keluarga terutama dari kelas menengah ke atas, yaitu sikap yang lebih
memandang ke depan, lebih kompetitif, menghargai prestasi yang tinggi, keinginan untuk berbuat baik,
menyadari nilai-nilai pelestarian alam dan sebagainya. Perubahan lain dalam lembaga keluarga sebagai
akibat industrialisasi adalah gejala munculnya ‘kepincangan struktur’ yaitu yang berupa: ‘single parent
family’ dan single person household’.

1. Gejala Single Parent Familly.

Pengalaman di masyarakat maju menunjukkan adanya peningkatan jumlah ‘single parent family’ dalam
masa industrialisasi. Di Amerika Serikat misalnya, sekitar 20% anak-anak hidup dalam single parent
family. Walaupun angka ini belum begitu menonjol di masyarakat kita saat ini (bahkan angka untuk
wanita kepala rumah tangga justru menunjukkan sedikit penurunan, namun tampaknya gejala ini akan
meningkat dimasa datang mengingat akar gejala dari segala gejala yang ada yakni perceraian, urbanisasi,
dan wanita yang tidak menikah menunjukkan gejala peningkatan.

2. Gejala Single Person Household

Dalam masyarakat industri, mobilitas masyarakat sangat tinggi, banyak orang meninggalkan sanak
saudara, keluarga dan hidup sendiri di daerah lain (di luar negeri, biasanya di daerah perkotaan),
terutama pada anak remaja. Hal ini terutama pada anak-anak muda dari desa yang datang ke kota-kota
untuk menjadi buruh industri. Golongan buruh yang berpenghasilan rendah, mungkin tidak hidup sendiri
di dalam suatu rumah, tetapi pada kenyataannya mereka juga merupakan suatu ‘single person
household’ karena mereka hidup sendiri dan menentukan pengeluarannya sendiri.
Kelompok kaum muda desa yang bermigrasi ke kota telah mengalami suatu ‘interupsi’ dalam proses
sosialisasinya sebagai orang desa. Kini mereka diperhadapkan dengan suatu kehidupan kota yang jauh
lebih berbeda dengan latar belakang kehidupan mereka sebelumnya. Penyesuaian diri mereka pada pola
atau norma-norma kota berjalan kurang baik karena mereka tidak hidup dalam keluarga yang lengkap
dan stabil. Mereka memperoleh sosialisasi dengan kelompok sebaya.

Perkembangan lebih lanjut dari cara hidup dan kebudayaan ‘kaum muda buruh’ dikota masih belum
dapat diantisipasi, karena hal ini merupakan suatu fenomena baru. Tetapi dapat diduga bahwa mereka
akan menjadi kelompok yang kehilangan kepribadian desa. Karena tidak mampu mengadopsi budaya
kota secara sempurna, diduga mereka akan bersikap agresif dan pesimistik dalam berbagai hal.
Pemantauan sosial perlu dilakukan karena gejala ini akan memiliki dampak penting baik terhadap
keluarga yang akan terbentuk dari kaum muda buruh ini, maupun terhadap kehidupan kota itu sendiri di
masa depan.

Perubahan yang paling mencolok di dalam keluarga pada masa kini adalah dalam hal jumlah wanita yang
bekerja. Trend ini akan terus berkembang karena sekarang tampak adanya gejala gaya hidup yang mulai
membutuhkan ‘double income’ sehingga mungkin akan banyak suami yang ‘terpaksa’ mengizinkan
istrinya untuk bekerja, baik di kantor-kantor pemerintah, perusahaan-perusahaan swasta maupun milik
pemerintah, di pabrik sebagai buruh atau karyawan dan sebagainya, pokoknya yang penting dapat
bekerja untuk mendapatkan penghasilan memenuhi kebutuhan pribadi maupun kebutuhan keluarga.

B. Perubahan Struktur Keluarga

Seperti semua lembaga, keluarga adalh suatu sistem norma dan tata cara yang diterima untuk
menyelesaikan sejumlah tugas penting. Mendefinisikan keluarga tidaklah begitu mudah, namun telah
diupayakan sebelumnya. Dan dapat diungkapkan disini adalah bahwa keluarga adalah (1) suatu
kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama ; (2) suatu kelompok kekerabatan yang disatukan
oleh darah atau perkawinan ; (3) pesangan perkawinan dengan atau tanpa anak ; (4) pasangan tanpa
nikah yang mempunyai anak ; (5) satu orang dengan beberapa anak, begitu yang dikatakan Paul B.
Horton & Chester L. Hunt, dari Western Michigan University.

Para anggota suatu komunitas mungkin bisa menyebut dirinya sebagai suatu keluarga, akan tetapi, pada
umumnya tidak mampu tinggal dalam suatu rumah di suatu daerah ‘tempat tinggal keluarga tunggal’.
Pasangan ‘kumpul kebo’ yang hidup bersama tanpa nikah tidaklah diakui sebagai suatu keluarga (Bdk.
Biro Snsus Amerika Serikat) . Menurut biro ini, sebuah keluarga adalah ‘dua orang atau lebih yang
mempunyai hubungan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam suatu rumah tangga’ ,
bukan sebagai ‘posseiq’ (orang-orang yang berlawanan jenis yang hidup secara bersama-sama).

Kalau dilihat dari susunan keluarga maka pertalian darah antara suami istri dan anak-anak menjadi
perhatian utama. Keluarga sedarah terdiri atas sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi di mana
hubungan itu digambarkan melalui garis lelaki (patrilinial) atau melalui garis perempuan (matrilinial).
Keluarga yang didasarkan atas pertalian perkawinan atau kehidupan suami istri, maka disebut keluarga
suami istri (conjugal family), Keluarga hubungan kerabat sedarah (consanguine family), tidak didasarkan
pada pertalian kehidupan suami istri melainkan pada darah dari sejumlah kerabat.

C. Perubahan Fungsi Keluarga

Dahulu keluarga merupakan kesatuan ekonomi dalam arti kesatuan produksi dan konsumsi. Proses
perubahan ekonomi pada masyarakat industri telah mengubah sifat keluarga dari institusi pedesaan ke
agraria, dan dari agraria ke industri kekotaan. Dengan demikian, peran anggota-anggota keluarga juga
mengalami perubahan. Misalnya, fungsi-fungsi produksi hilang, keluarga menjadi kesatuan konsumsi
semata-mata. Keluarga-keluarga di kota tidak lagi melakukan fungsi produksi secara langsung.

Anggota-angota keluarga bekerja di luar untuk mendapatkan upah atau gaji, dengan mana mereka
membeli keperluan-keperluan bagi keperluannya, dan keluarganya (kebutuhan primer maupun
sekunder). Pergeseran fungsi produksi keluarga tersebut nampak pada dan berkembangnya industri
pakaian jadi, alat-alat rumah tangga, makanan, tokoh makanan, pasar swalayan, supermarket, restoran,
dan sebagainya. Dalam masyarakat pedesaan yang bersifat agraria, fungsi keluarga sebagai suatu
kesatuan produksi dan konsumsi masih saja nampak, seperti keluarga menanam, mengolah dan juga
menjual hasil pertaniannya ke pasar dan sebagainya.

Perubahan fungsi-fungsi ekonomi keluarga di kota seperti yang telah disebutkan di atas, mempengaruhi
perubahan pembagian tugas anggota-anggota keluarga. Fungsi-fungsi seperti pengawasan, perbaikan
rumah, membayar sewa listrik, dan lain sebagainya yang semula menjadi tugas utama sang suami,
sekarang ini banyak diambil alih oleh sang istri. Dan sebaliknya, sang suami menolong membersihkan
rumah, memberi makan anak-anaknya, memandikan anak-anaknya, sebagaimana dilakukan oleh isteri
tercinta, atau yang menjadi tugas sang istri tercinta.
Perubahan fungsi-fungsi yang ada dalam suatu keluarga ataupun masyarakat secara keseluruhan turut
mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi sosial keluarga. Fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan
adalah:

1. Fungsi Pendidikan:

Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi pendidikan. Fungsi pendidikan keluarga ini telah
mengalami banyak perubahan. Secara informal fungsi pendidikan keluarga masih tetap penting, namun
secara formal fungsi pendidikan itu telah diambil alih oleh sekolah. Dalam hubungan dengan hal itu,
Nasution (1983), menyebutkan fungsi sekolah antara lain: (a) sekolah mempersiapkan anak untuk suatu
pekerjaan; (b) sekolah memberikan ketrampilan dasar; (c) sekolah membuka kesempatan memperbaiki
nasib; (d) sekolah menyediakan tenaga pembangunan; (e) sekolah membantu memecahkan masalah-
masalah sosial; (f) sekolah mentransmisi kebudayaan; (g) sekolah membentuk manusia yang sosial; (h)
sekolah merupakan alat mentransformasi kebudayaan.

Proses pendidikan di sekolah menjadi makin lama (dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi) dan
pengaruhnya menjadi semakin penting. Apabila dahulu fungsi sekolah terbatas, pada pandidikan intelek,
maka kecenderungan sekarang pendidikan sekolah diarahkan kepada anak sebagai ‘pribadi’. Guru
dengan bantuan counselor, school psychologist, ataupun clinical psychologist, dan social worker
bersama sama membantu anak agar berhasil menyesuaikan diri dalam masyarakat di mana dia
hidup/berada.

2. Fungsi Rekreasi.

Dahulu keluarga merupakan medan rekreasi bagi anggota-anggotanya. Sekarang pusat-pusat rekreasi di
luar keluarga, seperti : bioskop, panggung sirkus, lapangan olah raga, kebun binatang, teman-teman,
night club dan sebagainya lebih menarik minat dan perhatian bagi keluarga. Demikian pula rekreasi
dalam kelompok sebaya menjadi semakin penting terutama bagi anak-anak dalam suatu keluarga.
Perubahan tersebut menimbulkan kurang lebih dua akibat, yaitu: (a) jenis-jenis rekreasi yang dialami
anggota-anggota keluarga menjadi lebih bervariasi, dan (b) anggota keluarga lebih cenderung untuk
mencari hiburan di luar keluarga.

3. Fungsi Keagamaan
Dahulu keluarga merupakan pusat pendidikan upacara (ritus-ritus keagamaan) , ataupun ibadah bagi
para anggota-anggotanya di samping peranan yang dilakukan oleh institusi agama. Proses sekularisasi
dalam masyarakat dan merosotnya pengaruh institusi agama menimbulkan, kemunduran fungsi
keagamaan dalam keluarga.

4. Fungsi Perlindungan.

Dahulu keluarga berfungsi sebagai perlindungan atau memberikan perlindungan, baik fisik maupun
sosial, kepada para anggotanya. Sekarang ini, banyak fungsi perlindungan dan perawatan telah diambil
alih oleh badan-badan sosial, seperti: tempat perawatan bagi anak-anak cacat tubuh dan mental, anak
yatim piatu, anak-anak jalanan/anak nakal, lansia, dan sebagainya.

Selain itu juga, ada lagi fungsi-fungsi sosial lain seperti:

(1) Fungsi Pengaturan Seksual :

Keluarga adalah lembaga pokok, yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan
mengorganisasikan kepuasan seksual. Sebagian besar masyarakat menyediakan berbagai macam cara
untuk menyalurkan nafsu seksualnya. Dengan tingkat toleransi yang berbeda-beda, setiap orang dalam
masyarakat juga mentoleransikan sejumlah perilaku yang memperkosa norma-norma seksual. Dengan
kata lain, dalam setiap masyarakat terdapat beberapa penyimpangan kebudayaan yang nyata daripada
kebudayaan yang dicita-citakan dalam perilaku seksual.

Sebagian besar masyarakat mempunyai sejumlah norma penghindaran yang menetapkan bagaimana
menyadarkan kegiatan seks yang tidak disetujui secara bijaksana (misalnya tempat-tempat hiburan) .
Namun demikian, semua masyarakat mengharapkan bahwa sebagian besar hubungan seksual akan
terjadi antara orang-orang yang oleh norma-norma mereka ditentukansebagai boleh berhubungan satu
sama lain secarah sah. Norma-norma itu, sering kali mengijinkan variasi seksual yang sangat luas dengan
siapa saja. Setiap orang mempunyai tata kelakuan (mores) yang melarang orang-orang tertentu
berhubungan seseorang tertentu pula.
Sebagian masyarakat ataupun seluruhnya, tidak ingin ataupun memperbolehkan hubungan seks
sebelum menkah tetapi juga melembagakan nya. Merka menganggapnya sebagai kegiatan yang pantas
dan berguna dan telah mengembangkan seperangkat peraturan kelembagaan pendukung yang
membuatnya aman dan tidak membahayakan.

(2) Fungsi Reproduksi:

Untuk urusan memproduksi anak disetiap masyarakat terutama tergantung pada keluarganya. Cara-cara
lain hanyalah kemungkinan teroritis saja, dan sebagian besar masyarakat mengatur untuk memproduksi
anak diluar pernikahan. Namun, tidak ada masyarakat yang memperbolehkan anak-anaknya untuk tidak
memproduksi anak (melahirkan anak), kecuali sebahagian dari keluarga secara khusus (cfr. panggilan
rohaniwan/rohaniwati).

(3) Fungsi Afeksi:

Salah satu kebutuhan dasariah manusia adalah kebutuhan akan rasa kasih sayang atau rasa dicintai. Para
psikiater berpendapat bahwa barangkali penyebab utama gangguan emosional, masalah perilaku dan
bahkan kesehatan fisik yang terbesar adalah ‘ketiadaan cinta’, yakni ketidak adanya kehangatan,
hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan assosiasi yang intim (Formm, 1956;dsb). Apabila seorang
anak mendapat perawatan fisik yang baik dan akan tetapi tidak ditimang-timang, atau tidak mendapat
kasih sayang maka dia akan berkembang mencapai kondisi yang disebut ‘marasmus’ (merana). Perihal
mengenai cinta ini telah secara cukup lengkap dibahas pada bab-bab sebelumnya.

Dampak Modernisasi Terhadap Fungsi Keluarga

Salah satu akibat dipisahkannya kegiatan-kegiatan ekonomi dari lingkungan komunitas keluarga adalah
bahwa suatu keluarga kehilangan beberapa fungsi dan memproleh suatu peranan yang khusus. Oleh
karena keluarga tidak lagi merupakan suatu unit produksi, maka satu atau lebih dari anggotanya
meninggalkannya untuk mendapatkan pekerjaan dalam pasaran tenaga kerja. Kegiatan-kegiatan
keluarga makin lebih terpusat pada kesenangan-kesenangan emosionil dan sosialisasi.

Implikasi sosial dari perubahan struktur keluarga adalah terjadinya proses individuasi dan isolasi
keluarga batih (nuclear family). Bila keluarga harus mondar-mandir dalam pasaran tenaga kerja maka
tidaklah mungkin untuk membawa seluruh anggota keluarga, malah tidak mungkin untuk
mempertahankan hubungan-hubungan yang erat dan yang bercabang-cabang itu dengan para sepupu.
Hubungan dengan anggota-anggota keluarga yang seketurunan mulai pecah; hanya beberapa generasi
yang menetap dalam suatu rumahtangga yang sama; keluarga-keluarga yang baru kawin membentuk
rumahtangga sendiri dan meninggalkan para orangtua. Satu persoalan yang sosial yang timbul akibat
perubahan dalam keluarga ini adalah tempat dari orang-orang yang telah tua sekali. Oleh karena tidak
lagi ditampung oleh unit kekerabatan yang melindungi mereka, maka orang-orang yang sangat tua ini
jatuh ke dalam pengawasan komunitas atau negara sebagai “titipan” yang jumlahnya semakin besar dari
waktu ke waktu. Akibat tersisihnya orang dari masyarakat, maka timbullah lembaga baru seperti pensiun
dan jaminan sosial.

Secara serentak hubungan antara orangtua dan anak-anak juga mengalami perubahan. Sang ayah, yang
sekarang harus meninggalkan rumahtangganya untuk bekerja di tempat yang lain, dengan sendirinya
kehilangan banyak fungsinya untuk memberi latihan ekonomi yang sebelumnya diberikannya pada anak-
anaknya. Berhubung dengan itu sistem-sistem apprentice-ship atau “magang”, di mana sang ayah dan
sang anak harus berada bersama-sama di tempat kerja, menghilang dengan bertambahnya spesialisasi
produksi di pabrik-pabrik. Sering dikemukakan bahwa menghilangnya kewibawaan ekonomi dari sang
ayah menyebabkan menghilangnya kewibawaan umumnya dari para orangtua, sekalipun pernyataan ini
sangat sulit dibuktikan secara empiris. Sang ibu yang sering merupakan satu-satunya orang dewasa di
antara para anak-anak selama hampir sehari penuh, mengembangkan suatu hubungan emosionil yang
lebih intensif dengan mereka. Peranannya dalam sosialisasi menjadi lebih penting, karena ia memiliki
hampir semua tanggungjawab untuk membina kehidupan emosional yang pertama dari anak-anak itu.

Betapapun eratnya hubungan antara sang ibu dan sang anak dalam tahun-tahun pertama itu, masa ini
tidaklah lama. Suatu masyarakat kota-industri yang sedang maju memerlukan bermacam-macam teknik
yang tidak selamanya dapat disediakan oleh keluarga. Oleh karena itu, keluarga cenderung untuk
menyerahkan fungsi pendidikannya pada sistem-sistem pendidikan formal. Pagi-pagi sekali suatu
keluarga batih telah menyerahkan kewibawaannya atas anak-anaknya pada Sekolah Dasar (atau taman
kanak-kanak, atau bahkan di Play Group); sewaktu remaja anak-anak itu menjalin hubungan-hubungan
ke luar tidak saja dengan sekolah, tetapi juga dengan sebagian dari pasaran tenaga kerja. Tambahan lagi,
anak-anak itu mungkin telah menikah pada usia yang muda (sebelum atau sesudah dupuluh tahun),
membentuk rumahtangga mereka sendiri dan makin kurang bergantung pada orangtua.

Suatu percabangan dari hubungan orangtua – anak yang berubah-ubah ini adalah “jurang masa remaja”,
yaitu ketika para remaja terlepas dari hubungan yang erat dengan orangtua semasa usia muda, tetapi
belum mendapat pekerjaan dalam dunia dewasa atau peranan-peranan dalam rumahtangga atau
masyarakat. Oleh karena itu, untuk beberapa tahun lamanya si remaja mengalami tidak adanya peranan
yang melibatkan dirinya secara mantap.

Suatu percabangan lain dari terjadinya perubahan besar dalam perhubungan-perhubungan keluarga di
lingkungan kota industri adalah yang mengenai adalah pembentukan keluarga-keluarga baru. Dalam
kebanyakan lingkungan tradisional, suatu perkawinan sangat ketat dikendalikan oleh para orangtua;
cita-rasa dan keinginan pasangan-pasangan yang akan dikawinkan itu kurang lebih tidak dianggap
penting. Jadi, dasar bagi suatu perkawinan di sini tidak terletak pada cinta, tetapi pada pengaturan-
pengaturan yang lebih praktis seperti adanya mas kawin dalam jumlah yang tertentu atau perjanjian
pemberian sebidang tanah yang terpilih. Dengan menghilangnya hubungan-hubungan keluarga besar
dan pemberian arti baru pada kewibawaan orangtua, maka para remaja dibebaskan untuk memilih
pasangan-pasangan mereka sendiri.

II. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga adalah untuk menciptakan anggota masyarakat yang baru yang sesuai dengan norma-
norma atau ukuran pada masyarakat tersebut. Perubahan yang ada pada masyarakat mempengaruhi
suatu keluarga dalam memberikan pengajaran pada anak-anaknya. Secara umum fungsi keluarga adalah
untuk sosialisasi, reproduksi, dan legalitas status. Menurut Goode (1983), ada empat fungsi universal
keluarga inti, yaitu fungsi seksual, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi pendidikan. Keempat
fungsi tersebut bersifat universal dan mendasar bagi kehidupan manusia.

Bagi hampir semua masyarakat, keluarga adalah pusat yang paling penting dalam kehidupan seorang
individu biasa. Dari keluarga, seseorang itu melangkah keluar, dan kepada keluarga juga seseorang itu
akan kembali, berada dalam kelompok orang yang paling erat dalam hidup mereka. Keluarga adalah
kelompok inti yang paling penting dan dengannya seseorang itu berhubungan. Ia dicirikan dengan
adanya kemesraan, hubungan tatapmuka, dan sangat abadi. Hubungan yang mesra dengan kelompok
manusia yang terdekat menjadi kebutuhan seluruh manusia, sekurang-kurangnya sejauhmana wujudnya
dalam semua masyarakat sebagai petunjuk universalitas.

Selain sebagai kelompok hidup yang mesra, keluarga juga menjadi sumber penyebaran makanan kepada
emua lembaga lain. Di dalamnya, bukan saja desakan berproduksi dilakukan, tetapi dari segi alamiah
merupakan satu-satunya kelompok di mana proses pembiakan diatur. Jadi keluarga juga mengambil
tahu mengenai desakan berproduksi pembiakan, dan juga ditugaskan menjaga dan mendidik anak-anak
pada masa bayinya. Oleh karena keluarga bertanggungjawab atas anak-anak itu pada tingkat awal dalam
tahun pembentukan, maka pengaruhnya dalam proses sosialisasi adalah begitu penting.

Dalam banyak masyarakat, keluarga juga berfungsi sebagai unit produksi ekonomi. Usaha-usaha utama
mencari biaya hidup dijalankan oleh keluarga sebagai satu unit, biasanya dengan pembagian kerja di
kalangan anggota. Ada kalanya fungsi ini diambil alih oleh kelompok yang lebih besar, seperti
sekumpulan pemburu atau gabungan beberapa keluarga, tetapi biasanya keluarga itu bertugas sebagai
satu unit yang terkoordinasi dalam produksi ekonomi.

Keluarga bertugas sebagai pelindung para anggotanya dari kemungkinan gangguan masyarakat luar atau
orang dari suku atau sukubangsa yang lain. Ada kalanya suku yang biasanya memotong melintang garis
keturunan keluarga, menjalankan fungsi ini, dan dengan terbentuknya negara, kebanyakan jika tidak
semuanya, fungsi ini kemudian dijalankan oleh lembaga yang dibentuk belakangan.

Keluarga juga berfungsi sebagai dasar untuk menentukan status para anggotanya. Di mana terdapat
perbedaan besar dalam status di kalangan suatu masyarakat, keluarga yang darinya seseorang itu
dilahirkan biasanya mempunyai hubungan dengan sistem status ini, dan status individu itu diperoleh,
sekurang-kurangnya sebagian dari keluarganya. Perubahan status biasanya terjadi melalui perkawinan.
Dalam masyarakat yang mempunyai warisan status, keluarga menjadi unit di mana warisan status itu
diturunkan. Hak-hak istimewa biasanya diturunkan melalui garis keluarga, seperti hak memperoleh
tanda kehormatan dari orang lain dan hak istimewa mendapatkan harta tertentu.

Fungsi keluarga yang penting lainnya adalah menjaga dan merawat anggota yang sakit, tua, atau tidak
bernasib baik. Fungsi ini, seperti fungsi yang lain, berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lain,
tetapi kebanyakan masyarakat menentukan keluarga dengan tanggungjawab khusus kepada para
anggotanya apabila ia membutuhkan bantuan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai