Anda di halaman 1dari 12

PRAKTEK SEJARAH PEMINATAN

OLEH KELOMPOK II
Pempimbing : SUNDARI SILABAN S, Pd
Nama – nama Kelompok:
 AKNES SIMANULLANG
 KATARIA SIGALINGGING
 LESMIDA BARASA
 SISMAWATI NAIBAHO
 PUTRI SIMBOLON

SMA NEGERI 1 SIRANDORUNG


KECAMATAN SIRANDORUNG KABUPATEN TAPANULI TENGAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan internasional merupakan suatu kegiatan meningkatkan

kemakmuran suatu bangsa. Disepakatinya World Trade Organization (WTO)

merupakan salah satu alasan bahwa negara-negara mulai ingin berupaya

meningkatkan keadaan ekonomi negaranya ke ranah yang lebih besar yaitu

internasional, didasarkan pada hubungan antara negara di bidang perdagangan dan

ekonomi harus dijalankan dengan tujuan untuk meningkatkan standar hidup,

menjamin lapangan kerja dan meninggkatkan penghasilan dan pemenuhan

kebutuhan, pemanfaatan sumber-sumber daya dunia sepenuhnya, serta

memperluas produksi serta pertukaran barang.

Penulis menulis ini dilatar belakangi oleh bagaimana organisasi

internasional seperti World Trade Organization (WTO) melihat pelaku usaha

tambang di Indonesia yang di indikasi menghambat perdagangan internasional

dan sikap pemerintah Indonesia dalam mengatasi kondisi gencarnya komoditi

korporasi asing memasuki pasar domestik Indonesia dalam sektor ekspoitasi

pertambangan, tidak hanya dilihat dari hal tersebut tetapi dilihat juga dari

banyaknya negara-negara lain yang juga bergantung pada Indonesia dalam sektor

pertambangan. Dengan melihat hal tersebut cara untuk mencapai tujuan yang

seimbang dan adil diantara negara-negara tersebut adalah dengan mengadakan

pengaturan timbal balik yang saling menguntungkan untuk mengurangi tarif dan

2
hambatan-hambatan perdagangan lain serta menghilangkan diskriminasi dalam

perdagangan internasional.1

Perdagangan internasional merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang

sudah sangat tua dan penting sepanjang sejarah. Perdagangan internasional

memainkan peranan penting dalam perekonomian negara dan perekonomian

dunia. Volume perdagangan internasional berkembang sangat pesat terus

meningkat dari tahun ke tahun, setidaknya bisa dilihat dari perhitungan World

Watch Institute yang menggunakan data dari IMF (International Monetary Fund)

mengenai perkembangan volume ekspor dunia dari tahun ke tahun antara 1960-

2016.2 IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 2015-2018. 2015

mencapai 3,4 persen dan hingga pada saat ini 2018, pertumbuhan ekonomi dunia

mencapai 3,7 persen.3

Tentu saja keinginan tiap negara adalah untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonominya membuat pasar dunia dewasa ini cenderung semakin terbuka dan

semakin bebas dari hambatan. Semakin berkembang dan bebasnya perdagangan

merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari karena setiap negara yang

melakukan kegiatan perdagangan internasional menghendaki pasar dunia yang

terbuka bagi produk dalam negerinya untuk dapat diekspor ataupun impor guna

untuk memajukan juga perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu, untuk

mempermudah laju ekspor/impor barang tersebut, salah satu cara yang dapat

1
Pembukaan GATT 1947
2
Worldwatch Institute. World Export as Percentage of Gross Product 1950-1998 and
World Export as Percentage of Gross Product 1950-2016. Exports of goods and services (% of
GDP) https://data.worldbank.org/indicator/NE.EXP.GNFS.ZS. (diakses pada 30 Mei 2018)
3
World Economic Outlook, Tinjauan dari Proyeksi Prospek Ekonomi Dunia,
Perbedaan didasarkan pada pembulatan angka untuk saat ini dan April 2017 Ramalan World
Economic Outlook. https://www.imf.org/id/Publications/WEO/Issues/2017/07/07/world-
economic-outlook-update-july-2017#Table. (diakses pada 30 Mei 2018)
3
dilakukan adalah mengupayakan sebisa mungkin agar setiap hambatan

perdagangan baik tarif maupun non-tariff dapat dikurangi atau dihapuskan melalui

diadakannya perjanjian bilateral, regional maupun multilateral. Pada tahun 1995,

Indonesia secara resmi masuk dan menjadi anggota suatu organisasi internasional

yaitu World Trade Organization dan meratifikasi seluruh perjanjian World Trade

Organization. Indonesia masuk dalam World Trade Organization dengan melalui

Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing

The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia) yang menyatakan bahwa Indonesia mengesahkan persetujuan

pembentukan organisasi perdagangan dunia.4

Namun dalam perjalanan perkembangannya tidak jarang, kebijakan yang

diberlakukan maupun dari peraturan perdagangan internasional ataupun nasional

terkadang bertentangan dengan mekanisme pasar dan tidak sesuai dengan

perdagangan bebas sehingga menghambat majunya pasar bagi pelaku bisnis

negara lain. Kondisi seperti ini memicu meningkatnya persaingan perdagangan

antara negara sebagai konsekuensi atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh

masing-masing negara dalam rangka memperbaiki kondisi perekonomian

negaranya masing-masing. Perbedaan tersebut antara lain mengenai asumsi

persaingan sempurna, constant return to scale dan barang yang homogen berubah

menjadi persaingan tidak sempurna, increasing return to scale dan perbedaan

produk.5

4
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing
The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
5
Krugman, Paul R & Obstfeld, Maurice, Internasional Economics, Theory and Policy,
Fifth Edition, Nj: Addison-Wesley Publishing Company, 2000, hlm. 235.
4
Sedangkan, hambatan perdagangan (trade barriers) adalah semua kebijakan

atau praktik yang dilakukan pemerintah atau peraturan suatu negara yang

menghambat perdagangan bebas (free trade), yang menghambat arus barang, jasa

dan modal antar negara yang saling berkerja sama dalam ruang lingkup

internasional. Hambatan tersebut biasanya cenderung dipandang sebagai tindakan

yang diberlakukan pemerintahan suatu negara terhadap pasar bebas (free market)

untuk jual beli barang dan jasa secara internasional. Perdagangan bebas sendiri

adalah suatu kondisi perdagangan lintas negara tidak dihambat oleh bea cukai,

kuota, peraturan atau hambatan lainnya untuk penggerakan barang dan jasa.6

Perdagangan bebas adalah keadaan dimana arus perdagangan yang didasarkan

atas penawaran dan permintaan secara bebas dari upaya pengaturan, pengawasan

atau pembinaan pemerintah dan hambatan lainnya.

Singkatnya, perdagangan bebas adalah keadaan dimana yang harusnya tidak

ada campur tangan pemerintah dalam bentuk apapun terhadap arus perdagangan

internasional yang bebas. Setiap tindakan yang menyimpang dari perdagangan

bebas umumnya cenderung bertujuan untuk memberi perlindungan bagi keadaan

dalam negeri terhadap persaingan luar negeri disebut sebagai kebijakan

proteksionistis (protectionistic)7 atau tindakan dengan mengambil langkah

membatasi masuknya barang impor atau masuknya barang ke dalam negeri dalam

upaya melindungi hasil produksi industri dalam negeri. Hambatan perdagangan

tersebut cenderung mengurangi efisiensi kegiatan perekonomian negara, karena

masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari produktivitas negara lain.

6
Graham Dunkley (2001) dikutip dari Rusli Pandika, Sanksi Dagang Unilateral Di
Bawah Sistem Hukum WTO, Cetaka Ke-1, P.T Alumni, 2010, hlm. 139.
7
Rusli Pandika, Op.Cit, hlm. 139.
5
Pihak yang pasti diuntungkan dari diberlakukannya hambatan perdagangan

tersebut tidak lain adalah tentunya produsen dan pemerintah. Produsen

mendapatkan proteksi dari hambatan perdagangan, sementara pemerintah

mendapatkan penghasilan dari bea-bea atau antara lain yaitu pajak. Dalam

perdagangan internasional hubungan antar negara tidak selalu berjalan dengan

lancar. Pasti ada beberapa hambatan yang akan mempengaruhi kegiatan

perdagangan internasional, salah satunya adalah adanya kebijakan impor/ekspor

yang dilakukan suatu negara. Dengan dilaksanakannya suatu kebijakan yang

diberlakukan oleh suatu negara cenderung akan menghambat dan membatasi

masuknya barang ke negara, karena secara otomatis masing-masing negara akan

berusaha untuk melindungi produk dalam negerinya, seperti adanya diberlakukan

pembatasan kuota impor/ekspor atau larangan impor/ekspor terhadap barang-

barang tertentu contohnya seperti yang sangat marak saat ini, yaitu impor/ekspor

mineral dan batu bara. Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia

dalam sektor pertambangan, mengingat mineral merupakan golongan sumber

daya alam yang tidak dapat diperbarui. Dari sebab itu maka timbul lah rasa ingin

melindungi kepentingan negara, dan sebagaimana bisa dilihat dari amanat UUD

1945 Pasal 33 Ayat 3. Maka perlu adanya peraturan terhadap pengolahan,

produksi hingga mulai diberlakukannya batasan ekspor mineral Indonesia ke

negara lain. Selain itu ketersediaan mineral dapat menjaga produksi dalam negeri.

Untuk melaksanakan amanat UUD 1945 tersebut pemerintah menerbitkan

Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

disahkan sebagai pengganti Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

6
Undang-undang Minerba tesebut disetujui oleh DPR pada tanggal 16

Desember 2008. Namun seiring berkembangnya dunia pertambangan, undang-

undang tersebut dilihat mulai tidak sesuai dengan kondisi saat ini dan yang akan

datang terutama globalisasi dan perkembangan teknologi di Indonesia. Untuk itu

pemerintah berupaya menyusun undang-undang yang lebih stategis khususnya

dibidang pertambangan mineral dan batubara. Undang-undang tersebut disusun

sebagai landasan hukum pengelolaan hasil tambang di Indonesia. Sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara sektor pertambangan di Indonesia harus mulai menerapkan kebijakan

bahwa perusahaan tambang mineral dan batubara wajib melakukan dan

membangun pengolah dan pemurnian khususnya pada bahan tambang mineral.

Melalui penerapan tersebut ekspor mineral mentah akan dilarang bila dilakukan

tanpa pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu. Pemerintah memberikan

tenggang waktu lima (5) tahun sejak diputuskan pada 2009 yaitu untuk

pembangunan pabrik pengolahan pemurnian mineral dan bahan tambang metah

lainnya atau smelter.

World Trade Organization (WTO) sendiri merupakan satu-satunya badan

internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara.

Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang

berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan

yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut

merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk

mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan di negaranya masing-

masing. Mekanisme pasar yang semakin terbuka dan bebas itulah, hal tersebut

7
selalu diwarnai oleh persaingan perdagangan yang tinggi. Akibat dari persaingan

inilah yang menimbulkan terjadinya permasalahan atau sengketa dagang antara

negara-negara. Pada saat yang bersamaan, keterbukaan pasar harus disertai

dengan kebijakan nasional dan internasional yang sesuai dan yang dapat

memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sesuai

dengan kebutuhan dan aspirasi setiap negara anggota. WTO sebagai pilar utama

globalisasi di bidang perdagangan menunjukkan semakin dominan peranannya

dalam perekonomian dunia. Dalam kondisi ini Indonesia menghadapi dilema yang

cukup besar. Disatu sisi Indonesia tidak ingin terisolir dari arus perdagangan

utama dunia. Namun di lain pihak jika perdagangan bebas dipaksakan

diperlakukan sekarang, akan banyak memukul industri dalam negeri yang belum

siap menghadapi liberalisasi perdagangan ini.

Dalam salah satu Artikel perjanjian WTO dijelaskan negara anggota WTO

sama sekali tidak boleh melakukan pembatasan numerik atau berdasarkan dari

jumlah barang tersebut, maupun secara menyeluruh. Walaupun sudah

diratifikasikan oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para

produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan dan

terbukanya pasar nasional terhadap perdagangan internasional dengan

pengecualian yang patut atau fleksibilitas yang memadai, dipandang akan

mendorong dan membantu pembangunan yang berkesinambungan, meningkatkan

kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, dan membangun perdamaian dan

stabilitas. Meski demikian seharusnya perumusan Undang-Undang No. 4 Tahun

2009 tentang Pertambangan dan Mineral Batubara dapat diputuskan secara bijak.

8
Indonesia juga tetap memiliki kedaulatan namun dengan bergabung dalam

instrumen hukum internasional seperti WTO, maka Indonesia tetap harus

memiliki komitmen juga untuk secara sukarela mematuhi hukum Internsional

tersebut. Menjadi pokok bahasan adalah sesuai supremasi hukum Internasional,

seluruh perbuatan dalam hukum nasional, tidak dapat menjadi pembenaran

pelanggaran terhadap hukum Internasional. Aturan tersebut berdampak cukup

besar pada produksi pertambangan di Indonesia yang berakibat tidak dapat

dijualnya barang produksi dalam negeri demikian pula sebagian dan hanya akan

ditimbun begitu saja, karena dilarang untuk diekspor. Substansi undang-undang

Mineral dan Batubara tersebut dinilai termasuk menentang undang-undang

Internasional, karena menerapkan pembatasan dalam ekspor. Sementara dalam

keikutsertaan Indonesia dalam World Trade Organisation (WTO) yang harusnya

tidak dibenarkan menerapkan batasan dalam ekspor maupun impor. Bagaimana

tindakan WTO mengatasi permasalahan ini dan masalah-masalah yang timbul,

dapat dilihat jika ada negara-negara yang mempertanyakan kebijakan hilirisasi

tersebut.

B. Rumusan Masalah

Apakah tindakan Indonesia dalam mewajibkan kebijakan smelter yang

sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Pertambangan dan Mineral

Batubara No. 4 Tahun 2009 bertentangan dengan ketentuan GATT/WTO?

C. Tujuan Penelitian

9
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis apakah

tindakan Indonesia dalam mewajibkan kebijakan smelter yang sebagaimana

tertuang dalam Undang-Undang Pertambangan dan Mineral Batubara No. 4

Tahun 2009 bertentangan dengan ketentuan GATT/WTO.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah tindakan Indonesia dalam mewajibkan

kebijakan smelter yang sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang

Pertambangan dan Mineral Batubara No. 4 Tahun 2009 bertentangan

dengan ketentuan GATT/WTO.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam

penelitian yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.

E. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penitilian ini adalah metode Normatif.

Metode Normatif adalah metode yang digunakan dalam penelitian hukum dengan

cara meneliti bahan hukum itu sendiri. Penulis menggunakan pendekatan Undang-

Undang. Pendekatan Undang-Undang dilakukan dengan menelaah semua

Undang-Undang dan regulasi yang bersangkutpaut dengan isu hukum yang

sedang ditangani.8 Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian

yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan

8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi 1, Catakan ke-1, Kencana, Jakarta,
2008, hlm. 35.

10
mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian

hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum

subjektif (hak dan kewajiban).

1. Statute Approach (Pendekatan Undang-Undang)

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan

perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu

hukum) yang sedang dihadapi. Bahan-bahan yang menjadi kajian

dalam penelitian ini adalah bahan-bahan hukum. Diantaranya antara

lain; bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2017 Tentang

Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara; Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World

Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia); General Agrement on Tariffs and Trade; WTO

Analytical Index GATT 1994 Article XI General Elimination Of

Quantitative Restrictions; WTO Analytical Index GATT 1994 –

Article XX General Exceptions; The Agreement on Trade-Related

Investment Measures (TRIM’s)

11
2. Conceptual Approach (Pendekatan Konseptual)

Pendekatan merupakan jenis pendekatan dalam penelitian hukum

yang memberikan sudut pandang analisa penyelesaian permasalahan

dalam penelitian hukum dilihat dari aspek konsep-konsep hukum yang

di latar belakanginya.

3. Deskriptif Kualitatif

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kejadian atau

fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat

penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya

terjadi. Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data yang

bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi di Indonesia dalam

lingkup pelaku usaha pertambangan dipandangan organisasi

internasional atau World Trade Organization, sikap serta pandangan

yang terjadi di dalam suatu masyarakat, pertentangan antara dua

keadaan atau lebih, perbedaan fakta yang ada antara kedua belah

pihak, serta pengaruhnya terhadap kondisi tersebut, dan sebagainya.

12

Anda mungkin juga menyukai