Anda di halaman 1dari 29

1

MAKALAH MANAGEMEN ASUHAN KEBIDANAN

KEGAWATDARURATAN PADA NEONATUS

DAN KEGAWATDARURATAN PADA IBU NIFAS

DISUSUN OLEH :

 YANTHY HUTABARAT (2219201833)


 DUMA IRAWATI SITOMPUL (2219201224)
 GEBI SILVIA LUMBANTOBING (2219201466)
 BASRAINI (2219201170)
 ROSMAULI SITOMPUL (2219201681)
 NETTY MARBUN (2219201547)
 RAHMILA LUBIS (2219201465)
 RENTA HUTABARAT (2219201488)
 MUTIARA RIZKY (2219201542)
 RIAH UKURTA TARIGAN (2219201601)
 NURMALA SILABAN (2219201587)
 META HUTAGALUNG (2219201519)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


MITRA HUSADA MEDAN PROGRAM STUDI KEBIDANAN
2
PROGRAM SARJANA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat ,
karunia, dapat menyelesaikan makalah tentang “Managemen Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Pada Neonatus Dan Kegawatdaruratan Pada Ibu Nifas “ dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “kegawatdaruratan maternal dan neonatal”. Saya, juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan.

Medan, 03 Maret 2023

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................

A. Latar Belakang................................................................................................................. 4

B. Tujuan .............................................................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN TEORI

A. ASFIKSIA ......................................................................................................................... 5

B. PREMATUR.. ................................................................................................................... 5

C. HIPOTERMI....................................................................................................................... 9

D. BAYI DARI IBU DENGAN KMS .....................................................................................

E. BAYI DARI IBU PECANDU NAPZA ..........................................................................

F. MANAGEMEN IBU NIFAS

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................

A. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 14
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler,
kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati
cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina
setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet,sungsang,vacuum,hpp),
perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman
jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn bantuan alat-alat medis
modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi
mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan
keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat dihandalkan,
walaupun mereka itu memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Konsep Dasar Managemen Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Pada Neonatus Dan Kegawatdaruratan Pada Ibu Nifas.
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan
Konsep Dasar Managemen Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Pada Neonatus Dan
Kegawatdaruratan Pada Ibu Nifas.
1.4.Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Managemen Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Pada Neonatus Dan Kegawatdaruratan
Pada Ibu Nifas
2.      Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Managemen Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Pada Neonatus Dan Kegawatdaruratan
Pada Ibu Nifas.
5

BAB II

TINJAUAN TEORI

a) Pengertian Asfiksia
Asfiksia merupakan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosi.
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksida/hipoksia janin.
Diagnosis anoksida/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian ( Maryunani 2013:291).
Denyut jantung janin, frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit. Apabila
frekuensi denyutan menurun sampai di bawah 100 permenit di luar his dan lebih-lebih jika
tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.Mekonium dalam air ketuban, adanya
mekonium pada prseentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan gawat
janin, karena terjadi rangsangan nervus
a) Klasifikasi dan Tanda Gejalah Asfiksia
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:
 Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia , bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan resusitasi segera
secara aktif, dan pembentukan oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu
diberikan natrikus bikarbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan
glukosa 40% 1-2 ml per kg berat badan, diberikan melalui vena umbilicus.
Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia adalah sebagai berikut :
 Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit.
 Tidak ada usaha nafas
 Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
 Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
 Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.

a. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6)


Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit.
2) Usaha nafas lambat.
3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
5) Bayi tampak sianosis.
6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama persalinan
b. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :

1) Takipnea dengan nafas lebih dari 60 x/menit.


2) Bayi tampak sianosis.
6
3) Adanya retraksi sela iga.
4) Bayi merintih (grunting).
5) Adanya pernafasan cuping hidung.
6) Bayi kurang aktifitas

Tabel 2.1.1 APGAR score

Nilai 0 1 2
Appereance Seluruh Badan merah Seluruh tubuh
tubuh biru ekstremitas biru kemerahan
atau putih
Pulse (nadi) Tidak ada <100 kali permenit >100 kali
Permenit
Greemace Tidak ada Perubahan Bersin/
menangis
mimic
(menyeringai)
Activity Tidak ada Ekstremitas Gerakan
(tonus otot) aktif/ekstremita
sedikit fleksi s
Fleksi
Respiratory Tidak ada Lemah/tidak teratur Menangis
(pernafasan) kuat/keras
(sumber: Rukiyah dan Yulianti, 2014:172)

B. Tinjauan Umum Asfiksia Berat


1. Pengertian Asfiksia Berat
Asfiksia Berat merupakan kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan
secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir
(Sudarti 2013:64).
2. Gejalah dan tanda
a. Tidak bernafas atau nafas megap-megap atau pernafasan lambat (kurang dari 30 kali
permenit).
b. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada).
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikerdia) (kurang dari 100 kali per menit) (Sudarti,
2013:64-65).
3. Etiologi / Penyebab Asfiksia
a. Faktor ibu
1) Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah dini dapat mengakibatkan asfiksia, baik akibat kelahiran kurang
bulan, sindrom gawat napas, gangguan plasenta maupun infeksi.Terjadinya asfiksia seringkali
diawali infeksi yang terjadi pada bayi, baik pada bayi cukup bulan terlebih lagi pada bayi
kurang bulan,7 dengan infeksi keduanya saling mempengaruhi. Ketuban pecah dini dapat
memudahkan infeksi asenden. Infeksi tersebut dapat berupa amnionitis dan korionitis atau
gabungan keduanya disebut korioamnionitis. Selain itu korioamnionitis dapat dihubungkan
7
dengan lama pecah selaput ketuban, jumlah kali periksa dalam dan pola kuman terutama grup
Staphylococus. Sepsis awitan dini sering dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan
sepsis awitan lambat sering dihubungkan dengan infeksi pascanatal terutama nosokomial
(Pediatri, 2013 : 318).

Mengingat besarnya pengaruh ketuban pecah dini terhadap risiko terjadinya kejadian
asfiksia neonatorum, maka perlu upaya peningkatan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh
ibu hamil sehingga dalam

asfiksia neonatorum. Pencegahan yang dapat diupayakan untuk mencegah terjadinya


Ketuban Pecah Dini (KPD) yaitu dengan mengurangi aktivitas dan dianjurkan istirahat pada
triwulan kedua atau awal triwulan ketiga serta tidak melakukan kegiatan yang membahayakan
kandungan selama kehamilan serta berhenti merokok dan menghindari lingkungan perokok
agar tak menjadi perokok pasif (Lidya 2014:38)
2) Hipoksia
Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini
dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal
ini sering ditemukan pada keadaan:
(1) Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipertoni atau tetani uterus akibat penyakit
atau obat.
(2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
(3) Hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain
(4) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
(5) Gravid ekonomi rendah
(6) Penyakit pembuluh dara ibu yang mengganggu pertukaran gas janin, misalnya hipertensi,
hipotensi, gangguan konstraksi uterus dan lain- lain.

b. Faktorplasenta
1) Plasenta tipis
2) Plasenta kecil
3) Plasenta tak menempel
4) Solution plasenta
5) Perdarah plasenta
c. Faktor non plasenta
1) Premature
2) IUGR
3) Gemeli
4) Tali pusat menumbung
5) Kelainan congenital
d. Faktor persalinan
1) Partus lama
2) Partus tindakan (Rochmah,dkk, 2012:20)
8
4. Patofiologi Asfiksia
Menurut Safrina, (2013) dalam Lia Yulianti (2015), segera setelah lahir bayi akan
menarik nafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk
resoirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada di dalam alveoli
akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat secara memadai (Yulianti, 2015)
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurang O2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan
makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama epneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.

5. Manifestasi klinik
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis
pada janin atau bayi berikut ini :
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala Tonus otot buruk karena kekurangan
oksigen pada otak, otot, dan organ lain.
c. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
d. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung
atau sel-sel otak.
e. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau
kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan.
f. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak
teratur/megap-megap.
g. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.
h. Penurunan terhadap spinkters.
i. Pucat (Lockhart 2014: 51-52).
6. Diagnosis Asfiksia
Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum.
a. Gangguan/ kesulitan waktu lahir.
b. Cara dilahirkan.
Pemeriksaan fisik.
a. Bayi tidak bernafas atau menangis.
b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit.
c. Tonus otot menurun
Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh
bayi.

BBLR (berat badan lahir rendah) Pemeriksaan penunjang


9
Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali
pusat jika:
a. PaO2 < 50 mm H2O
b. PaCO2 > 55 mm H2

7. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Pada kasus asfiksia , bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan
dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia adalah
sebagai berikut :
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit.
b. Tidak ada usaha nafas.
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan

8. Persiapan resusitasi pada bayi baru lahir dengan Asfiksia


a. Persiapan tenaga kesehatan
1) Memakai alat pelindung diri: celemek plastic, sepatu yang tertutup.
2) Lepaskan cincin, jam tangan sebelum cuci tangan.
3) Cuci tangan dengan air mengalir atau alcohol yang bercampur gliserin (Sudarti, 2013:68).
b. Persiapan keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya (Tando, 2013:147).
c. Persiapan tempat
Persiapan yang meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi. Gunakan ruangan yang
hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih, dan kering: misalnya
meja, dipan atau diatas lantai beralas tikar. Kondisi rata diperlukan untuk mengatur posisi
kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di dekta sumber pemanas ( misalnya lampu sorot)
dan tidak banyak tiupan angin ( jendela atau pintu yang terbuka). Biasanya digunakan lampu
sorot atau bohlan yang berdaya 60 watt (Tando, 2013: 148).
d. Persiapan alat
1) 2 helai kain atau handuk.

2) Bahan ganjal bahu bayi, bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil di
gulung 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3) Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4) Tabung atau sungkup atau balon atau sungkup neonatal.
5) Kotak alat resusitasi.
6) Jam untuk pencatat waktu.

9. Penatalaksanaan Asfiksia
Untuk semua bayi baru lahir, lakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan :
a. Sebelum bayi lahir
1) Apakah kehamilan cukup bulan?
10
2) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
b. Segera setelah bayi lahir, sambil meletakkan bayi di atas kain bersih dan kering yang telah
disiapkan pada perut bawah ibu, segera lakukan penilaian berikut:
1) Apakah bayi menangis atau bernafas/tidak megap-megap?
2) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

Dalam bagan alur manajemen bayi baru lahir dapat dilihat alur pelaksanaan bayi baru
lahir mulai persiapan, penilaian dan keputusan serta

alternatif tindakan yang sesuai dengan hasil penilaian keadaan bayi baru lahir. Untuk bayi
baru lahir cukup bulan dengan air ketuban jernih yang langsung menangis atau bernafas
spontan dan bergerak aktif cukup dilakukan manajemen bayi baru lahir normal.

Jika bayi kurang bulan (≤37 minggu/259 hari) atau bayi lebih bula (≥ 42 minggu/283
hari) dan atau air ketuban bercampur mekonium dan atau tidak bernafas atau megap-
megap dan atau tonus otot tidak baik lakukan manjemen bayi baru lahir dengan asfiksia.

Jika bayi baru lahir tidak mulai bernafas memadai (setelah tubuhnya dikeringkan dan
lendirnya dihisap) berikan rangsangan taktil secara singkat. Pastikan posisi bayi diletakkan
dalam posisi yang benar dan jalan nafasnya telah bersih. Rangsangan taktil harus dilakukan
secara lembut dan hati-hati sebagai berikut

1) Dengan lembut, gosok punggung, tubuh, kaki atau tangan (ekstremitas) satu atau dua kali.
2) Dengan lembut, tepuk atau sentil telapak kaki bayi (satu atau dua kali).
Proses menghisap lendir, pengeringan, dan merangsang bayi tidak berlangsung lebih
dari 30 sampai 60 detik dari sejak lahir hingga proses tersebut selesai. Jika bayi terus
mengalami kesulitan bernafas, segera mulai tindakan ventilasi aktif terhadap bayi.

c. Ventilasi Tekanan Positif (VTP).


Ventilasi Tekanan Positif (VTP) merupakan tindakan memasukkan sejumlah udara
kedalam paru dengan tekanan positif, membuka alveoli untuk bernafas secara spontan dan
teratur.
1) Bila bayi tidak menangis atau megap-megap. Warna kulit bayi bitu atau pucat, denyut jantung
kurang dari 100 kali per menit, lakukan langkah resusitasi dengan melakukan Ventilasi
Tekanan Positif (VTP).
2) Sebelumnya periksa dan pastikan bahwa alat resusitasi (balon resusitasi dan sungkup muka)
telah tersedia dan berfungsi baik.
3) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau memeriksa bayi.
4) Selimuti bayi dengan kain kering dan hangat, kecuali muka dan dada bagian atas, kemudian
letakkan pada alas dan lingkungan yang hangat.
5) Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala telah dalam posisi setengah tengadah (sedikit
ekstensi).
6) Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut sehingga terbentuk semacam
pertautan antara sungkup dan wajah.
7) Tekan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan seluruh jari tangan (bergantung pada
ukuran balon resusitasi).
8) Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak dua
11
9) Bila pertautan baik (tidak bocor) dan dinding dada mengembang, maka lakukan ventilasi
dengan menggunakan oksigen (bila tidak tersedia oksigen gunakan udara ruangan).
10) Pertahankan kecepatan ventilasi sekitar 40 kali per detik dengan tekanan yang tepat sambil
melihat gerakan dada (naik turun) selama ventilasi.
11) Bila dinding dada naik turun dengan berarti ventilasi berjalan secara adekuat.
12) Bila dinding dada tidak naik, periksa ulaang dan betulkan posisi bayi, atau terjadi
kebocoran lekatan atau tekanan ventilasi kurang.
13) Lakukan ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik, kemudian lakukan Penilaian segera
tentang
b) Konsep Bayi Prematur

1. Definisi Bayi Prematur


Bayi prematur terutama yang lahir dengan usia kehamilan <32 minggu, mempunyai
risiko kematian 70 kali lebih tinggi,karena mereka mempunyai kesulitan untuk
beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat ketidakmatangan sistem organ
tubuhnya seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati dan sistem pencernaannya
(Krisnadi, 2012).
Kata prematur juga sering digunakan untuk menunjukkan imaturitas atau berat
badan lahir rendah (BBLR). Umumnya kehamilan disebut cukup bulan bila
berlangsung antara 37-41 minggu dihitung dari hari pertama siklus haid terakhir
pada siklus 28 hari. Sedangkan persalinan yang terjadi sebelum usia kandungan
mencapai 37 minggu disebut dengan persalinan prematur (Sulistiarini & Berliana,
2016).
Bayi prematur atau bayi preterm merupakan bayi dengan berat badan saat lahir
kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan yang ditimbang pada
saat bayi baru lahir sampai dengan 24 jam pertama saat lahir (Pantiawati, 2012).
Pantiawati (2012) telah menyusun definisi sebagai berikut:
a. Preterm infant (prematur) atau bayi kurang bulan adalah bayi dengan
masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259) hari.

b. Term infant atau bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan
mulai dari 37 minggu sampai dengan 42 minggu (259- 293) hari.
c. Post term atau bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan
mulai dari 42 minggu atau lebih (294) hari atau lebih.
2. Klasifikasi Bayi Prematur
Menurut Tanto (2014), kelahiran prematur dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
d. Bayi prematur digaris batas
1) Bayi dengan kelahiran 37 minggu, masa gestasi.
2) 16% seluruh kelahiran hidup.

3) Berat bayi sekitar 2.500-3.250 gr.


4) Biasanya normal.
5) Masalah yang sering terjadi biasanya : ketidak stabilan, kesulitan
2

menyusu, ikterik, RDS mungkin muncul.


6) Penampilan : lipatan pada kaki sedikit, payudara lebih kecil, lanugo
banyak, genetalia kurang berkembang.
e. Bayi prematur sedang
1) Bayi dengan kelahiran 31-36 minggu, masa gestasi.
2) Berat badan bayi sekitar 1.500-2.500 gr.
3) 6-7% seluruh kelahiran hidup
4) Masalah : ketidakstabilan, pengaturan glukosa, RDS, ikterik,
anemia, infeksi, kesulitan menyusu.
5) Penampilan : seperti pada bayi prematur digaris batas tetapi
lebih parah, kulit lebih tipis,lebih banyak pembuluh darah yang
nampak.

f. Bayi sangat prematur


1) Bayi dengan kelahiran 20 -30 minggu, masa gestasi.
2) Berat bayi sekitar 500-1.400 gr.
3) 0,8% seluruh kelahiran hidup.
4) Masalah : semua
5) Penampilan : kecil tidak memiliki lemak, kulit sangat tipis, kedua
mata
3. Etiologi Bayi Prematur
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran prematur dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :
g. Faktor ibu
Faktor ibu merupakan hal yang dominan dalam mempengaruhi kejadian
prematur, faktor-faktor tersebut di antaranya adalah:
1) Toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia).
2) Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum,
malnutrisi dan anemia sel sabit.
3) Kelainan bentuk uterus (misal: uterus bikurnis, inkompeten serviks).
4) Tumor (misal: mioma uteri, eistoma).
5) Ibu yang menderita penyakit seperti penyakit akut dengan gejala panas
tinggi (misal: thypus abdominalis, dan malaria) dan penyakit kronis (misal:
3

TBC, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal).


6) Trauma pada masa kehamilan.
7) Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotika, rokok dan alkohol).

8) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
9) Bekerja yang terlalu berat.
10) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.
h. Faktor Janin
Beberapa faktor janin dapat mempengaruhi kejadian prematur antara lain:
1) kehamilan ganda.
2) Hidramnion.
3) ketuban pecah dini.
4) cacat bawaan.
5) kelainan kromosom.
6) Infeksi (misal: rubella, sifilis, toksoplasmosis).
7) insufensi plasenta.
8) inkompatibilitas darah ibu dari janin (faktor rhesus, golongan darah A, B
dan O).
9) infeksi dalam rahim.
b. Faktor Lain
Selain faktor ibu dan janin ada faktor lain yaitu :
1) faktor plasenta, seperti plasenta previa dan solusio plasenta.
2) faktor lingkungan, radiasi atau zat-zat beracun, keadaan sosial ekonomi
yang rendah, kebiasaan, pekerjaan yang melelahkan dan merokok.

4. Tanda dan Gejala Bayi Prematur


Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), ada beberapa tanda dan gejala yang dapat
muncul pada bayi prematur antara lain adalah sebagai berikut :
a. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
b. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram.
c. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.
d. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
e. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
4

f. Rambut lanugo masih banyak.


g. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
h. Tulang rawan daun telinga belum sempuna pertumbuhannya.
i. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
j. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia
mayora dan klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun
ke dalam skrotum, pigmentasi dan rugue pada skrotum kurang (pada
bayi laki-laki).
k. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
l. Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
m. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan
jaringan lemak masih kurang.
n. Vernix caseosa tidak ada atau sedikit bila ada.
5. Penatalaksanaan pada Bayi Prematur
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), beberapa penatalaksanaan atau
penanganan yang dapat diberikan pada bayi prematur adalah sebagai
berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. Bayi prematur mudah
mengalami hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan
dengan ketat.
b. Mencegah infeksi dengan ketat. Bayi prematur sangat rentan dengan
infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci
tangan sebelum memegang bayi.
c. Pengawasan nutrisi. Reflek menelan bayi prematur belum sempurna, oleh
sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.
d. Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi
gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu
penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
e. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih
serta pertahankan suhu tetap hangat.
f. Kepala bayi ditutup topi dan beri oksigen bila perlu.
g. Tali pusat dalam keadaan bersih.
5

c) HIPOTERMI

1. Definisi Hipotermi

Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak normal (<36ºC) pada
pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh bayi baru lahir normal
adalah 36,5ºC-37,5ºC (suhu aksila). Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya
karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang
akan berakhir dengan

kegagalan fungsi jantung paru dan kematian (DepKes RI, 2007).


a. Klasifikasi

· Stres dingin suhu antara 35,5-36,4°CBila tubuh teraba hangat tapi


ekstremitas teraba dingin maka berarti bayi mengalami
· Hipotermia sedang suhu antara 32-35,4°CSedangkan bila tubuh dan
ekstremitas teraba dingin berarti bayi mengalami
· Hipotermia berat apabila suhu kurang dari 32°C

b. Penyebab

Menurut Departemen Kesehatan RI 2007, mekanisme kehilangan panas pada


bayi baru lahir dapat melalui 4 cara, yaitu:
· Radiasi yaitu dari bayi ke lingkungan dingin terdekat.
· Konduksi yaitu langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dengan bayi.
· Konveksi yaitu kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar.
· Evaporasi yaitu penguapan air dari kulit bayi.
c. Penanganan

· Bayi stres dingin: cari penyebabnya apakah popok yang basah, suhu
pendingin ruangan yang terlalu rendah, tubuh bayi basah, setelah mandi
yang tidak segera dikeringkan atau ada hal lain.
· Bila diketahui hal-hal ini maka segera atasi penyebabnya tersebut. Untuk
menghangatkan bayi dilakukan kontak kulit ke kulit antara bayi dan ibu
6

sambil
disusui, dan ukur ulang suhu bayi setiap jam sampai suhunya normal. Bila
suhunya tetap tidak naik atau malah turun maka segera bawa ke dokter.
· Bayi dengan suhu kurang dari 35,5°C mengalami kondisi berat yang
harus segera mendapat penanganan dokter. Sebelum dan selama dalam
perjalanan ke fasilitas kesehatan adalah terus memberikan air susu ibu
(ASI) dan menjaga kehangatan.
Tetap memberikan ASI penting untuk mencegah agar kadar gula darah tidak
turun.
· Apabila bayi masih mampu menyusu, bayi disusui langsung ke payudara
ibu. Namun, bila bayi tidak mampu menyusu tapi masih mampu menelan,
berikan ASI yang diperah dengan sendok atau cangkir.
· Menjaga bayi dalam keadaan hangat dilakukan dengan kontak kulit ke
kulit, yaitu melekatkan bayi di dada ibu sehingga kulit bayi menempel
langsung pada kulit ibu, dan ibu dan bayi berada dalam satu pakaian.
Kepala bayi ditutup dengan topi.

d. Pencegahan

· Menutup kepala bayi dengan topi


· Pakaian yang kering
· Diselimuti
· Ruangan hangat (suhu kamar tidak kurang dari 25°C)
· Bayi selalu dalam keadaan kering
· Tidak menempatkan bayi di arah hembusan angin dari
jendela/pintu/pendingin ruangan.
· Sebelum memandikan bayi perlu disiapkan baju, handuk, dan air hangat.
Setelah dimandikan, bayi segera dikeringkan dengan handuk dan
dipakaikan baju
7

d) BAYI DARI IBU KMS


Kartu Menuju Sehat (KMS) sudah digunakan di Indonesia sejak tahun 1970-an
sebagai alat untuk memantau tumbuh kembang anak. Usia yang dipantau
menggunakan KMS yaitu 0—5 tahun dan biasanya diisi oleh dokter atau petugas
kesehatan.
Namun, penting untuk orangtua memahami bagaimana cara membaca KMS agar
bisa memantau perkembangan anak dengan mudah. Berikut penjelasannya.
Apa itu Kartu Menuju Sehat (KMS)?

Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah catatan grafik perkembangan anak yang diukur
berdasarkan umur, berat badan, dan jenis kelamin.

Mengutip dari situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga macam alat
memantau pertumbuhan anak, menggunakan KMS,
8

Tidak hanya untuk anak, KMS, buku KIA, dan aplikasi PrimaKu juga memiliki catatan
untuk ibu mengenai kesehatan sejak hamil, melahirkan, sampai masa nifas.
Orangtua dianjurkan untuk memperbarui data di kartu tersebut setiap bulan dengan
membawa anak balita ke posyandu atau dokter anak.
Memantau pertumbuhan anak melalui kartu ini bisa membuat dokter menentukan
anak tumbuh normal sesuai dengan usianya atau tidak.
Kartu menuju sehat, terdiri dari 1 lembar (2 halaman bolak-balik) dengan 5 bagian di
dalamnya.
Cara mengisi dan membacanya dibedakan antara anak laki-laki dengan anak
perempuan. KMS anak laki-laki berwarna biru dan anak perempuan berwarna merah
muda.
Kartu Menuju Sehat (KMS) tersedia dalam bentuk fisik yang diberikan oleh dokter
setelah kelahiran anak. Namun kini KMS juga tersedia secara online yang bisa
diakses di sini.
Bagaimana cara membaca KMS?

Grafik tumbuh kembang anak dalam KMS


Setelah berat badan anak ditimbang dan tinggi badannya diukur, dokter atau tenaga
medis akan memberikan titik sesuai bulan waktu anak diperiksa.
9

Tugas orangtua selanjutnya adalah memperhatikan lokasi titik tersebut. Berikut


penjelasan seputar grafik pertumbuhan anak di KMS.
1. Berada di bawah garis merah

Bila grafik pertumbuhan anak berada di bawah garis merah, tandanya si Kecil
mengalami kurang gizi sedang hingga berat.
Jika anak berada di zona ini, konsultasi ke dokter anak untuk mendapatkan
pemeriksaan lebih lanjut. Biasanya dokter akan bertanya seputar kebiasaan makan
dan mengubah jadwal makan si Kecil.
Agar lebih jelas, orangtua bisa konsultasi pada dokter anak subspesialis metabolik
yang fokus terhadap kasus gizi kurang, gizi buruk, obesitas, dan kasus kelainan
metabolik.
2. Terletak di area warna kuning (di atas garis merah)

Jika grafik pertumbuhan anak di KMS berada di area warna kuning, hal ini
menunjukkan si Kecil mengalami kurang gizi ringan.
idak perlu panik, orangtua hanya perlu membuat evaluasi pemberian makan pada si
Kecil. Untuk lebih jelasnya, bisa konsultasikan ke dokter.
3. Berada di warna hijau muda di atas garis kuning

Bila grafik pertumbuhan terletak di warna hijau muda di atas garis kuning, si Kecil
memiliki berat badan cukup atau status gizi baik dan dikatakan normal.
Meski begitu, berat badan anak tetap perlu ditimbang dan diberikan makanan sesuai
kebutuhan gizi anak agar perkembangannya tetap sesuai dengan umurnya.
4. Di atas warna hijau tua

Grafik KMS di atas warna hijau tua menunjukkan anak memiliki berat badan yang
lebih di atas normal.
Jika anak Anda mengalami hal ini, segera konsultasikan ke dokter untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang tepat.
Perlu diingat bahwa anak yang kelebihan berat badan mudah terkena berbagai
penyakit, seperti obesitas atau serangan jantung.
Di samping itu, orangtua juga perlu melihat perkembangan dan perubahan posisi titik
pada grafik di setiap bulan.
10

Apakah naik atau turun, semakin menanjak, atau malah menurun karena hal
tersebut memiliki arti berbeda.
 Titik grafik lebih tinggi dibandingkan sebelumnya: berat badan anak naik.
 Titik grafik sejajar dengan bulan sebelumnya: berat badan sama dengan bulan lalu.
 Titik terputus-putus: kurang rutin menimbang anak.
 Titik grafik lebih rendah dari bulan sebelumnya: berat badan anak turun.
Berat badan turun sering terjadi terutama bila anak mulai memasuki usia 6 bulan,
ketika gigi sudah mulai tumbuh.
Ketika sedang tumbuh gigi, anak akan mengalami demam ringan dan nafsu makan
akan sedikit menurun.
Jika anak tidak mengalami sakit, tetapi berat badannya tetap berkurang, ibu harus
segera membawanya ke dokter.
Di dalam KMS, istilah naik atau tidak naik berat badan anak dilambangkan dengan
huruf N dan T. N yaitu untuk berat badan naik dan T untuk berat badan tidak naik.
Berat badan naik (N) artinya grafik berat badan mengikuti garis pertumbuhan atau
kenaikan berat badan sama dengan kenaikan berat badan minimal (KBM) atau lebih.
Berat badan tidak naik (T) artinya grafik berat badan mendatar atau menurun
memotong garis pertumbuhan di bawahnya atau kenaikan berat badan kurang dari
KBM

e) BAYI DARI IBU PENGGUNA NAPZA, MEROKOK DAN HIV

1. Bayi dengan ibu pengguna NAPZA

Neonatal Abtinence Syndrom (NAS) adalah istilah yang digunakan untuk


sekelompok bayi yang menderita akibat ibunya terpapar narkotika.
· Epidemiologi
Insiden kejadian bayi terpapar NAPZA bervariasi antara 3 sampai 50 %
tergantung populasi spesifik pasien. Perkotaan dilaporkan mengalami
insiden lebih tinggi. Penggunaan narkoba dilaporkan sebanyak 7.5 %
pada seluruh kehamilan.
· Faktor Resiko
 Gravida 4 ataulebih
 Tidak ada ataupun jarang control kehamilan
11

 Anak sebelumnya yang tidak tinggal dengan ibunya


 Riwayat CPS
 Riwayat
 penyakit kronis
 Disorientasi selama anamnesa
· Efek
Bervariasi tergantung jenis narkotika, efek lazim seperti: IUGR, prematur,
kejang, kelainan kongenital
Gejala pada bayi yang cukup bulan:
 tremor
 menangir berlebihan
 kejang
 muntah
 diare
 dehidrasi
 demam
· Pemeriksaan Penunjang
 Tes jaringan tali pusat
 Tes rambut janin (bias dilakukan pada janin gestasi diatas 6 bulan)
· Penatalaksanaan tergantung:
 usia gestasi
 toleransi tubuh bayi terhadap pengobatan spesifik

2. Bayi dengan ibu HIV

Wanita yang terinfeksi HIV dapat menstransmisikan virus HIV pada bayinya
selama proses kehamilan, persalinan ataupun menyusui. Dilema yang terjadi
adalah apakah menyusukan bayi tersebut atau tidak, karena air susu
mentransmisikan virus HIV pada
bayi dan sebaliknya jika tidak disusukan bayi akan mengalami beberapa masalah
terkait nutrisi, pneumonia dan diare. (WHO)
12

f) Managemen masa Nifas


Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini, yatu 6-8
minggu (Bahiyatun, 2009; h. 2).Masa nifas (puerperium) adalah masa dari kelahiran
plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga
kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney, 2007; h.
958).Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifuddin, 2006; h. 122).

Adapun beberapa mnagemen asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada ibu nifas


1. Perdarahan Postpartum

a. Definisi Perdarahan Postpartum


Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai perdarahan pervaginam yang
melebihi 500 ml setelah bersalin (Bahiyatun, 2009; h. 115).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi dan
plasenta lahir (Saifuddin, 2006; h. 173).
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 ml
setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan abdominal
(Varney, 2007; h. 841).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perdarahan postpartum
adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir atau lebih dari 1.000
ml pada persalinan abdominal yang terjadi setelah bayi dan plasenta lahir.
b. Perkiraan Jumlah Kehilangan Darah
Kondisi untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat sangatlah sulit karena
darah seringkali bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin
tersembunyi karena terserap handuk, bantal, kain atau sarung dan tertumpah di
lantai. Tidak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan
jumlah sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti
jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah.
13

Menilai kehilangan darah yakni dengan cara melihat volume darah yang terkumpul
dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua darah
tersebut. Jika darah darah dapat mengisi dua botol, ibu telah kehilangan satu liter
darah. Jika ibu mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250 ml darah.
Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi
ibu. Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui
penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu
lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekana darah sistolik turun lebih dari
10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml.
Jika ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari
total jumlah darah ibu (2000-2500 ml) (JNPK-KR, 2008; h. 110-111).
c. Jenis Perdarahan Postpartum :
1) Perdarahan Postpartum Primer (early postpartum haemorrage)
yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi
dan plasenta lahir.
Perdarahan Postpartum Sekunder (late postpartum haemorrage) yaitu perdarahan
yang terjadi tidak termasuk 24 jam pertama setelah bayi dan plasenta lahir
(Wiknjosastro, 2007; Nugroho, 2010).

a. Definisi Atonia Uteri


Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab peradarahan
postpartum yang paling penting dan biasa terjadi setelah bayi lahir hingga 4 jam
setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat
mengarah pada terjadinya syok hipovolemik (Nugroho, 2010; h.153).
Atonia uteri adalah kondisi myometrium yang tidak dapat berkontraksi segera
setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu
15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri, segera setelah
lahirnya plasenta (Joseph dan Nugroho, 2010; h.108).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa atonia uteri adalah uterus
yang tidak dapat berkontraksI setelah plasenta lahir.
b. Faktor Predisposisi
Menurut Oxorn dan Forte (2010; h. 414) faktor-faktor yang dapat menyebabkan
14

atonia uteri adalah:


(1) Jarak hamil < 2 tahun
(2) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan saat terbaik bagi wanita untuk terjadi
kehamilan adalah pada usia antara 20 hingga 35 tahun, karena ibu hamil usia
kurang dari 20 tahun atau lebih dari
(1) Grandemultipara
Ibu yang telah melahirkan lebih dari 4 anak, uterus cenderung bekerja tidak efisien
dalam semua kala persalinan.
(2) Uterus yang terlalu regang misal hidramnion, kehamilan ganda,
anak sangat besar (BB > 4000 gram)
Uterus yang mengalami distensi secara berlebihan cenderung mempunyai daya
kontraksi yang jelek.
(3) Kelainan uterus (mioma uteri, bekas operasi SC)
Mioma uteri dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu atau
menghambat kontraksi serta retraksi uterus. Sedangkan riwayat operasi dapat
menyebabkan cacat
15

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asfiksia merupakan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbia dan asidosi. Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan
kelanjutan dari anoksida/hipoksia janin. Diagnosis anoksida/hipoksia janin dapat
dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal
yang perlu mendapat perhatian.
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini,
yatu 6-8 minggu (Bahiyatun, 2009; h. 2).Masa nifas (puerperium) adalah masa dari
kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga
kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney, 2007; h.
958).Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu
Bayi prematur terutama yang lahir dengan usia kehamilan <32 minggu,
mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi,karena mereka mempunyai kesulitan
untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat ketidakmatangan sistem
organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati dan sistem pencernaannya
(Krisnadi, 2012).
Kata prematur juga sering digunakan untuk menunjukkan imaturitas atau berat
badan lahir rendah (BBLR). Umumnya kehamilan disebut cukup bulan bila
berlangsung antara 37-41 minggu dihitung dari hari pertama siklus haid terakhir
pada siklus 28 hari. Sedangkan persalinan yang terjadi sebelum usia kandungan
mencapai 37 minggu disebut dengan persalinan prematur (Sulistiarini & Berliana,
2016).
Bayi prematur atau bayi preterm merupakan bayi dengan berat badan saat
lahir kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan yang ditimbang
pada saat bayi baru lahir sampai dengan 24 jam pertama saat lahir (Pantiawati,
2012).
16

3.2 Saran
a. Kepada mahasiswa agar lebih mengetahui tentang Kegawatdaruratan Pada
Neonatus Dan Kegawatdaruratan Pada Ibu Nifas
b. Kepada mahasiswa agar dapat lebih memahami tentang program pelaksanaan
PONED dan PONEK itu sendiri itu sehingga dapat menyalurkan
pengetahuannya tersebut kepada keluarganya, lingkungan sekitarnya serta
dapat menerapkan terhadap diri sendiri.
c. Untuk pihak rumah sakit yang terkait agar lebih meningkatkan pelyanannya serta
melengkapi sarana dan prasarana di rumah sakit agar kesehatan reproduksi ibu
yang baik dan pencapaian tumbuh kembang anak yang optimal sesuai dengan
potensi genetiknya.
d. Untuk pihak puskesmas yang terkait agar lebih mengoptimalkan pelyanan
kesehatan terhadap ibu dan anak sta menyediakan sarana dan prasarana
puskesmas yang dibutuhkan untuk menghindari terjadinya rujukan
17

DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta,


2008

Manuaba IBG., Perdarahan Postpartum, Operasi Kebidanan Kandungan dan


Keluarga Berencana untuk Dokter Umum, PP. 298-302, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2004

Prawiroharjo., Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,


Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2008

Ambarwati, Eny Retna. 2009. Asuahn Kebidanan Nifas. Jogjakarta : Mitra Cendikia.

Damayanti. 2009. Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika

Cunningham, F.Gary, Norman F. Gant, et all. Williams Obstetrics international


edition. 21 st edition. Page 619-663.
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi
4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wiknjosastro Hanifa, Ilmu Kebidanan. 2009. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardo.
Murray, Sharon Smith & Emily Slone McKinney. (2007). Foundations of
Maternal-Newborn Nursing 4th Edition. Singapore: Saunders.
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.

http://nurramayanti.blogspot.com/2013/04/kegawatdaruratan-maternal-dan-
neonatal.html

https://www.slideshare.net/patenpisan/stabilisasi-maternal-201307
18

Anda mungkin juga menyukai