“FISIOLOGI CICAK”
Diajukan untuk memenuhi tugas anatomi fisiologi hewan yang diampu oleh:
Bapak Drs. Nurwidodo, M.Kes
B. MORFOLOGI
Cicak adalah wewan reptil yang biasa merayap didinding atau pohon.
Cicak berwarna abu-abu ada pula yang berwarna coklat kehitaman. Cicak
biasanya berukuran sekitar 10 cm. Morfologi cicak berbentuk pipih ke arah lateral
terdiri atas kepala, badandan ekor, dan lidah serta dua pasang tungkai. Ukuran
mata besar dengan pupil ventrikal, tanpa kelopak mata. Binatang ini mampu
memanjat dinding tegak lurus, bahkan memanjat dan merayap di atap.
Kemampuan ini dimiliki karena cecak memiliki bulu-bulu halus yang mampu
melekat pada permukaan apapun pada keempat kakinya. Tak hanya itu, ekornya
juga berfungsi sebagai penyeimbang pada saat cecak memanjat permukaan yang
tegak lurus. Pada saat cecak terpeleset, ujung ekornya akan mendorong
permukaan sehingga kepala dan bagian atas tubuh cecak tidak menjauh dari
permukaan dinding. Dalam keadaan normal ekor ini akan menempel pada
permukaan sehingga memberi cecak waktu sekitar ¼ detik untuk melepas
pegangan pada permukaan dan melangkah ke depan. Namun bila semua usaha
gagal dan harus terjatuh, ekor ini akan menjadi penyeimbang sehingga posisi jatuh
cecak selalu dengan keempat kakinya terlebih dahulu yang menyentuh tanah. Ekor
cecak mampu membuat seluruh tubuhnya berputar hanya dalam waktu 1/10 detik
saja.Ekor cicak rapuh, dorsal tubuh dengan sisik halus tipe granular atau tuberkel
,bersifat arboreal atau teresttial. Makanan utama cicak adalah serangga dan
hampir semua cicak bersifat nokturnal.
C. HABITAT
Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat adalah satu kesatuan kawasan
yang dapat menjamin segala keperluan hidup satwaliar baik makanan, air, udara
bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembangbiak, maupun tempat
mengasuh anak-anaknya. Setiap jenis satwa memiliki karakteristik habitat
tersendiri. Habitat yang ideal untuk hidup tokek dan cicak berada pada ketinggian
0-850 m dpl dengan suhu yang dibutuhkan sekitar 32°C dan kelembaban 25-35 %
(Susilo & Rahmat 2010). Lebih lanjut dinyatakan bahwa tokek dan cicak lebih
menyukai habitat yang kering, terutama dataran rendah.
E. PERILAKU PERKAWINAN
Ketika melakukan perkawinan, cicak jantan merangkul cicak betina dari
arah belakang kemudian menempelkan kulitnya di bagian atas tubuh cicak betina
tersebut. Kemudian proses perkawinan dilanjutkan dimana cicak jantan
menggesekkan ekornya di sekeliling tubuh cicak betina kemudian diarahkan
menuju ke kloaka sehingga saluran reproduksi dari keduanya pun terbuka.
Beberapa jenis cicak bereproduksi secara aseksual, dimana cicak betina
menghasilkan telur yang subur tanpa perlu dibuahi oleh cicak jantan. Rata-rata
atau sebagian besar jenis cicak (kecuali beberapa spesies yang ditemukan di
Selandia Baru) bereproduksi dengan cara bertelur (ovipar). Sebagian spesies
menghasilkan banyak telur namun adapula yang hanya menghasilkan dua telur
saja untuk setiap reproduksi.
Telur-telur ini biasanya disimpan di bawah bebatuan, di kulit-kulit kayu,
atau bahkan di jendela-jendela rumah. Hanya beberapa spesies cicak yang
mengerami telurnya sedangkan sebagian besar tidak. Telur cicak berwarna
keputihan dan adapula yang bercorak, bahkan sspesies tertentu memiliki telur
dengan corak warna yang sangat terang. Tekstur kulit telurnya kasar mneyerupai
serabut kain, dan cangkang telurnya mengeras karena mengandung unsur kalsium.
Musim kawin pada cicak juga ditentukan oleh banyak faktor seperti
penyinaran, suhu, curah hujan dan ketersediaan makanan. Pada organisme jantan,
terjadi fluktuasi terhadap perbesaran ukkuran testis. Cicak jantan cenderung lebih
egois terhadap daerah teritorialnya dan lebih agresif selama musim kawin.
Fertilisasi terjadi secara internal. Cicak jantan menyiapkan hemipenisnya dan
mengaktifkan kerja jaringan ereksi. Hemipenis tersebut disimpan dengan keadaan
letaknya lebih rendah dibandingkan dengan ekor. Dari sepasang hemipenis yang
dimilki, hanya satu yang digunakan selama kopulasi berlangsung. Kopulasi tidak
dilakukan oleh cicak muda, namun sebagian besar bersifat sexually dimorphic.
F. PERISTIWA AUTOTOMI
Cicak (Hemidactylus frenatus) merupakan salah satu anggota Lacertilia
yang mempunyai kemampuan autotomi dan regenerasi ekor sehingga sangat
menarik untuk diteliti. Setelah peristiwa autotomi ekor akan terjadi proses
regenerasi sehingga tumbuh ekor baru yang bentuk dan ukurannya hampir sama
dengan ekor semula. Perbedaan ekor asli dengan hasil regenerasi terutama terletak
pada struktur vertebrata dan medulla spinalis (Balinsky, 1982).
Ekor yang mengalami regenerasi tidak disokong oleh deretan vertebra
seperti halnya ekor asli, oleh bangunan berbentuk pipa memanjang tersusun atas
tulang rawan. Pada ekor yang regenerasi medulla spinalistidak sempurna karena
hanya tersusun atas sel - sel epindima sel - sel glia dan serabut - serabut syaraf
tanpa badan sel syaraf. Lapisan epindema merupakan deretan sel - sel ependima
yang melapisi canalis centralis medulla spinalis. Proses autotomi terjadi secara
spontan dan pada ekor yang putus tidak terlihat adanya bekas kerusakan,
walaupun ekor sebenarnya tersusun atas jaringan-jaringan yang tidak sama
konsistensinya. Putusnya ekor terjadi pada tempat - tempat tertentu yang disebut
dataran autotomi yaitu dataran retakan yang terletak melintang pada ekor. Bila
putusnya ekor terjadi bukan pada dataran autotomi, maka regenerasi akan
terhambat bahkan regenerasi akan berhenti sama sekali (Bustard, 1998; Pratt,
1946). Proses regenerasi dimulai dengan penutupan luka oleh epitheliocyti kulit
yang bergerak meluas masuk ke bagian luka yaitu di antara koagulat darah yang
menutupi luka dan textus connectivus di dekatnya. Peluasan epitheliocyti ini
disebabkan oleh gerakan ameboid cellulae tersebut dan bukan oleh priliferasi
bagian tepi luka, karena pada saat itu tidak dijumpai mitosis pada epitheliocyti
kulit (Balinsky, 1982).
DAFTAR PUSTAKA