Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ANATOMI FISIOLOGI HEWAN

“FISIOLOGI CICAK”

Diajukan untuk memenuhi tugas anatomi fisiologi hewan yang diampu oleh:
Bapak Drs. Nurwidodo, M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 1:

1. Ilham Ramadhan (201710070311043)


2. Puput Destariana (201710070311046)
3. Uzlifatul Jannah (201710070311062)
4. Ardianto (201710070311068)
5. Nur Islakhun Nisa (201710070311073)
6. Iin Indah Prasetya wati (201710070311072)
7. Indah Permatasari (201710070311076)
8. Nofa Try Widyaningrum (201710070311079)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
A. SISTEMATIKA
Tujuh jenis cicak dan tokek tersebut termasuk dalam Suku Gekkonidae.
Sebagian besar dari jenis cicak dan tokek sangat mudah dijumpai di sekitar tempat
aktivitas manusia. Klasifikasi dari cicak te menurut De Rooij (1915) dan Zug
(1993) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Anak Filum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Bangsa : Squamata
Anak Bangsa : Lacertilia
Suku : Gekkonidae
Marga : Cosymbotus

B. MORFOLOGI

Cicak adalah wewan reptil yang biasa merayap didinding atau pohon.
Cicak berwarna abu-abu ada pula yang berwarna coklat kehitaman. Cicak
biasanya berukuran sekitar 10 cm. Morfologi cicak berbentuk pipih ke arah lateral
terdiri atas kepala, badandan ekor, dan lidah serta dua pasang tungkai. Ukuran
mata besar dengan pupil ventrikal, tanpa kelopak mata. Binatang ini mampu
memanjat dinding tegak lurus, bahkan memanjat dan merayap di atap.
Kemampuan ini dimiliki karena cecak memiliki bulu-bulu halus yang mampu
melekat pada permukaan apapun pada keempat kakinya. Tak hanya itu, ekornya
juga berfungsi sebagai penyeimbang pada saat cecak memanjat permukaan yang
tegak lurus. Pada saat cecak terpeleset, ujung ekornya akan mendorong
permukaan sehingga kepala dan bagian atas tubuh cecak tidak menjauh dari
permukaan dinding. Dalam keadaan normal ekor ini akan menempel pada
permukaan sehingga memberi cecak waktu sekitar ¼ detik untuk melepas
pegangan pada permukaan dan melangkah ke depan. Namun bila semua usaha
gagal dan harus terjatuh, ekor ini akan menjadi penyeimbang sehingga posisi jatuh
cecak selalu dengan keempat kakinya terlebih dahulu yang menyentuh tanah. Ekor
cecak mampu membuat seluruh tubuhnya berputar hanya dalam waktu 1/10 detik
saja.Ekor cicak rapuh, dorsal tubuh dengan sisik halus tipe granular atau tuberkel
,bersifat arboreal atau teresttial. Makanan utama cicak adalah serangga dan
hampir semua cicak bersifat nokturnal.

C. HABITAT
Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat adalah satu kesatuan kawasan
yang dapat menjamin segala keperluan hidup satwaliar baik makanan, air, udara
bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembangbiak, maupun tempat
mengasuh anak-anaknya. Setiap jenis satwa memiliki karakteristik habitat
tersendiri. Habitat yang ideal untuk hidup tokek dan cicak berada pada ketinggian
0-850 m dpl dengan suhu yang dibutuhkan sekitar 32°C dan kelembaban 25-35 %
(Susilo & Rahmat 2010). Lebih lanjut dinyatakan bahwa tokek dan cicak lebih
menyukai habitat yang kering, terutama dataran rendah.

D. SISTEM REPRODUKSI DAN ORGAN REPRODUKSI


Pada cicak, organ genitalia masculine terdiri atas testis yang berbentuk
oval, relatif kecil, berwarna keputih-putihan, berjumlah sepasang, terletak di
dorsal rongga abdomen yang di gantung oleh mesorchium. Testis akan membesar
saat musim kawin. Saluran reproduksi, duktus mesonefrus berfungsi sebagai
saluran reproduksi, dan saluran ini akan menuju kloaka. Sebagian duktus wolf
dekat testis bergelung membentuk epididimis. Epididimis sebagai saluran yang
sangat berkelok-kelok keluar dari testes di sebelah lateral testes. Tubulus
mesonefrus membentuk duktus aferen yang menghubungkan tubulus seminiferus
testis dengan epididimis. Duktus wolf bagian posterior menjadi duktus deferen.
Pada kebanyakan reptile termasuk cicak, duktus deferen bersatu dengan ureter dan
memasuki kloaka melalui satu lubang, yaitu sinus urogenital yang pendek.
Hemipenis merupakan sepasang alat capulatio yang berupa tonjolan di dinding
cloaka. Hemipenis ini jika dalam keadaan istirahat akan melipat masuk ke dalam
pangkal cauda dengan dinding ototnya di bagian luar, kemudian jika akan
mengadakan copulatio di tonjolkan keluar.
Sedangkan untuk cicak betina, organ genitalianya terdiri dari ovarium
yang berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan bagian permukaannya benjol-
benjol. Letaknya tepat di bagian ventral kolumna vertebralis. Saluran reproduksi,
oviduk panjang dan bergelung. Bagian anterior terbuka ke rongga selom sebagai
ostium, sedang bagian posterior bermuara di kloaka. Dinding bersifat glanduler,
bagian anterior menghasilkan albumin yang berfungsi untuk membungkus sel
telur, kecuali pada ular dan kadal. Bagian posterior sebagai shell gland akan
menghasilkan cangkang kapur.
Cicak dari ordo Squamata ini termasuk ke dalam ovipar (berkembang biak
dengan cara bertelur). Cicak yang merupakan kelompok reptil adalah hewan yang
fertilisasinya terjadi di dalam tubuh (fertilisasi internal). Umumnya reptil bersifat
ovipar, namun ada juga reptil yang bersifat ovovivipar, seperti ular garter dan
kadal. Telur ular garter atau kadal akan menetas di dalam tubuh induk betinanya.
Namun makanannya diperoleh dari cadangan makanan yang ada dalam telur.
Cicak betina menghasilkan ovum di dalam ovarium. Ovum kemudian bergerak di
sepanjang oviduk menuju kloaka. Cicak jantan menghasilkan sperma di dalam
testis. Sperma bergerak di sepanjang saluran yang langsung berhubungan dengan
testis, yaitu epididimis. Dari epididimis sperma bergerak menuju vas deferens dan
berakhir di hemipenis. Hemipenis merupakan dua penis yang dihubungkan oleh
satu testis yang dapat dibolak-balik seperti jari-jari pada sarung tangan karet. Pada
saat cicak-cicak ini mengadakan kopulasi, hanya satu hemipenis saja yang
dimasukkan ke dalam saluran kelamin cicak betina.
Ovum cicak betina yang telah dibuahi sperma akan melalui oviduk dan
pada saat melalui oviduk, ovum yang telah dibuahi akan dikelilingi oleh cangkang
yang tahan air. Hal ini akan mengatasi persoalan setelah telur menetas yang
nantinya diletakkan dalam lingkungan basah. Pada kebanyakan jenis cicak, telur
ditanam dalam tempat yang hangat dan ditinggalkan oleh induknya, beberapa
menjaga sekaligus mennghangatkan telurnya. Dalam telur terdapat persediaan
kuning telur yang berlimpah.

E. PERILAKU PERKAWINAN
Ketika melakukan perkawinan, cicak jantan merangkul cicak betina dari
arah belakang kemudian menempelkan kulitnya di bagian atas tubuh cicak betina
tersebut. Kemudian proses perkawinan dilanjutkan dimana cicak jantan
menggesekkan ekornya di sekeliling tubuh cicak betina kemudian diarahkan
menuju ke kloaka sehingga saluran reproduksi dari keduanya pun terbuka.
Beberapa jenis cicak bereproduksi secara aseksual, dimana cicak betina
menghasilkan telur yang subur tanpa perlu dibuahi oleh cicak jantan. Rata-rata
atau sebagian besar jenis cicak (kecuali beberapa spesies yang ditemukan di
Selandia Baru) bereproduksi dengan cara bertelur (ovipar). Sebagian spesies
menghasilkan banyak telur namun adapula yang hanya menghasilkan dua telur
saja untuk setiap reproduksi.
Telur-telur ini biasanya disimpan di bawah bebatuan, di kulit-kulit kayu,
atau bahkan di jendela-jendela rumah. Hanya beberapa spesies cicak yang
mengerami telurnya sedangkan sebagian besar tidak. Telur cicak berwarna
keputihan dan adapula yang bercorak, bahkan sspesies tertentu memiliki telur
dengan corak warna yang sangat terang. Tekstur kulit telurnya kasar mneyerupai
serabut kain, dan cangkang telurnya mengeras karena mengandung unsur kalsium.
Musim kawin pada cicak juga ditentukan oleh banyak faktor seperti
penyinaran, suhu, curah hujan dan ketersediaan makanan. Pada organisme jantan,
terjadi fluktuasi terhadap perbesaran ukkuran testis. Cicak jantan cenderung lebih
egois terhadap daerah teritorialnya dan lebih agresif selama musim kawin.
Fertilisasi terjadi secara internal. Cicak jantan menyiapkan hemipenisnya dan
mengaktifkan kerja jaringan ereksi. Hemipenis tersebut disimpan dengan keadaan
letaknya lebih rendah dibandingkan dengan ekor. Dari sepasang hemipenis yang
dimilki, hanya satu yang digunakan selama kopulasi berlangsung. Kopulasi tidak
dilakukan oleh cicak muda, namun sebagian besar bersifat sexually dimorphic.

F. PERISTIWA AUTOTOMI
Cicak (Hemidactylus frenatus) merupakan salah satu anggota Lacertilia
yang mempunyai kemampuan autotomi dan regenerasi ekor sehingga sangat
menarik untuk diteliti. Setelah peristiwa autotomi ekor akan terjadi proses
regenerasi sehingga tumbuh ekor baru yang bentuk dan ukurannya hampir sama
dengan ekor semula. Perbedaan ekor asli dengan hasil regenerasi terutama terletak
pada struktur vertebrata dan medulla spinalis (Balinsky, 1982).
Ekor yang mengalami regenerasi tidak disokong oleh deretan vertebra
seperti halnya ekor asli, oleh bangunan berbentuk pipa memanjang tersusun atas
tulang rawan. Pada ekor yang regenerasi medulla spinalistidak sempurna karena
hanya tersusun atas sel - sel epindima sel - sel glia dan serabut - serabut syaraf
tanpa badan sel syaraf. Lapisan epindema merupakan deretan sel - sel ependima
yang melapisi canalis centralis medulla spinalis. Proses autotomi terjadi secara
spontan dan pada ekor yang putus tidak terlihat adanya bekas kerusakan,
walaupun ekor sebenarnya tersusun atas jaringan-jaringan yang tidak sama
konsistensinya. Putusnya ekor terjadi pada tempat - tempat tertentu yang disebut
dataran autotomi yaitu dataran retakan yang terletak melintang pada ekor. Bila
putusnya ekor terjadi bukan pada dataran autotomi, maka regenerasi akan
terhambat bahkan regenerasi akan berhenti sama sekali (Bustard, 1998; Pratt,
1946). Proses regenerasi dimulai dengan penutupan luka oleh epitheliocyti kulit
yang bergerak meluas masuk ke bagian luka yaitu di antara koagulat darah yang
menutupi luka dan textus connectivus di dekatnya. Peluasan epitheliocyti ini
disebabkan oleh gerakan ameboid cellulae tersebut dan bukan oleh priliferasi
bagian tepi luka, karena pada saat itu tidak dijumpai mitosis pada epitheliocyti
kulit (Balinsky, 1982).
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra H. S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor : Yayasan Penerbit Fakultas


Kehutanan.
Balinsky, B. I. 1970. An Introduction to Embryology. 3Ed. W.B. Saunders Co.
Philadelphia.
Bustard, H. R. 1968. Temperatur Dependant Tail Autotomy Mekanism in
Geckkonoid lizard. Herpetologica. Hal 127-130.
Campbell, Neil A., et all. 2008. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga
Eprilurahman,Rury. 2012. Fauna indonesia. Jakarta : MZI
Kimball, John W., 1988. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Siti Soetarmi
Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.
http://chanelduniareptil.blogspot.com/2011/07/cecak.html
http://adtfal.blogspot.com/2015/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Anda mungkin juga menyukai