Anda di halaman 1dari 19

TAFSIR MUHAMMAD ARKOUN

MAKALAH
Ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Tafsir Kontemporer Pada semester
lima, Tahun Akademik 2022-2023

Ditulis oleh:
Rosyid Janandi Pradika
NIM: 200102105
Rian Purwana
NIM: 200102103

Dosen Pengampu:
Aisyah, M.I.R.K

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR SEKOLAH


TINGGI ILMU USHULUDDIN DARUL QURAN BOGOR
1444H/2022M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tafsir
Muhammad Arkoun’’ tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pembimbing mata kuliah Studi Tafsir Kontemporer. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Perkembangan tafsir kontemporer bagi para pembaca dan juga
khususnya bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan tugas
ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang Saya
tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
proses penyelesaian makalah ini. kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, mohon kritik dan saran kepada teman-teman sekalian, demi
kesempurnaan dalam makalah ini.

Bogor, Sabtu 5 November 2022

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................II
DAFTAR ISI.................................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B.Batasan Masalah.......................................................................................................................3
C.Tujuan Penulisan......................................................................................................................3
BAB II BIOGRAFI MUFASSIR.....................................................................................................4
A. Perjalanan Hidup Muhammad Arkoun.................................................................................4
B. Karir Intelektual Muhammad Arkoun..................................................................................5
C. Karya-karya Muhammad Arkoun.........................................................................................6
BAB III PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MUHAMMAD ARKOUN TERHADAP PENAFSIRAN
AL-QUR’AN...................................................................................................................................8
A. Tokoh– Tokoh Yang Mempengaruhi Pemikiran Arkoun.....................................................8
B. Pemikiran-Pemikiran Arkoun Seputar Islam........................................................................8
C. Pemikiran Hermeneutika Al Qur'an Arkoun........................................................................9
D. Kritik Hermeneutika Al Qur'an Arkoun dengan Teori Ulum al-Qur'an.............................12
E. Muhammad Arkoun Pemikir Liberal-Sekulerisme............................................................13
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................15
KESIMPULAN..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................16

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata tafsir dalam bahasa inidonesia berasala dari bahasa arab yaitu tafsir. Kata tafsir
sendiri berasal dari akar kata fassara. Ada beberapa pendapat ahli bahasa dan ulama‟ tafsir
tentang makna tafsir secara etimologi dan terminologi. Kata fasara juga berarti nadlaraal-
Thayibuilaal-Mai (penglihatan atau penelitian seorang dokter terhadap air) makna yang sama
juga digunakan untuk kata al-Tafsirah. Ada pendapat yang mengatakan bahwa alTafsirah berarti:
(buang air orang sakit yang digunakan para dokter untuk mendiagnosa penyakit seseorang).1

Secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap kalamullah atau menjelaskan lafal
Alquran dan pemahamannya.2 Dengan tafsir inilah umat manusia dapat memahami sesuatu. Al-
Qur’an salah satunya yang sangat penting untuk ditafsirkan. Agar semua umat islam dapat
memahami isi Al-Qur’an dengan mudah dan tepat. Menafsirkan sesuatu haruslah dengan ilmu,
bukan sembarangan dalam menafsirkan. Al-Qur’an ditafsirkan oleh para mufassir yang mana
mereka memiliki ilmu yang sangat luas dan mumpuni, bahkan bukan hanya ilmu yang diakui
oleh banyak orang akan tetapi akhlak, budi pekerti, kecerdasan, daya ingat, dll yang juga menjadi
syarat-syarat dalam menafsirkan Al-Qur’an.

Ilmu tafsir merupakan salah satu cabang ilmu syar’i yang eksistensinya telah hadir dari
awal turunnya wahyu. Dari mulai zaman nabi Muhammad Saw, yang kemudian berlanjut kepada
fase sahabat, berlanjut lagi kepada fase tabi’in dan tabi’ at-tabi’in, hingga terus berlanjut hingga
zaman sekarang. Seiring berkembangannya zaman, ilmu tafsir pun tak luput dari berkembang
dari mulai bentuk, metode, hingga muncul berbagai macam corak penafsiran yang mampu
memperkaya wawasan keilmuan dalam memaknai ayat-ayat Al-Qur’an.

Perkembangan ilmu tafsir mengalami sebuah reformasi yang cukup signifikan. Pada
masa ini, penafsiran Al-Qur’an diiringi dengan berbagai pendekatan ilmu pengetahuan modern
secara metodologi, sistematika penyusunan, hingga dalam ranah isi penafsiran itu sendiri.
Penafsiran pada masa ini pun dipengaruhi cukup besar dengan kondisi masyarakat dalam
perspektif mufasir.

1
Abu al-fadl Jamal al-Din Muhammad bin Mukarram bin Manzhur alAfriqi al-Mishri, (Selanjutnya di Tulis Ibnu
Manzhur), Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1990), Juz ke-5, hlm. 5.
2
Abdul Hamid Al-Bilali, Al-Mukhtashar Al-Mashun Min Kitab AlTafsir Wa Al-Mufashirun (Kuwait: Dar
alDakwah, 1405)

IV
Arkoun, Muhammed (1. 1928) adalah seorang sarjana Islam dan Penulis Aljazair.
Sabagai salah seorang intelektual Muslim Arab terkemuka dewasa ini, Arkoun terlibat dalam
tugas yang sangat penting untuk menafsirkan dan menyusun kembali tradisi-tradisi keagamaan,
fiqih, dan filosofis klasik melalui sistem hermeneutic canggih yang terilhami oleh metodoligi
kritis barat kontemporer-tugas yang membuatnya menjadi seorang pemikir kontroversial dalam
menciptakan wacana kritis arab-islam modern, Hermeneutika secara umum dapat didefinisikan
sebagai suatu teori atau filsafat tentang interpretasi makna.

Sebagai seorang guru besar pemikiran Islam di Sorboun University, Perancis, pikiran-
pikirannya banyak dipengaruhi oleh filosof-filosof Perancis seperti Michael Foucault, Jacques
Derrida, terutama tentang teori dekonstruksinya . Kritik yang ditawarkan oleh Arkoun adalah
kritik nalar pemikiran Islam yang masih didominasi oleh nalar Arab. Kritik ini tidak hanya
berpijak kepada penyelidikan pengetahuan dan pemikiran atau sekedar meruntuhkan tesa,
konsep, atau mazhab, tetapi lebih dari itu bagaimana menyelidiki sistem pengetahuan,
menyelidiki dasar-dasar pemikiran dan mekanismenya serta melihat bagaimana cara
memproduksi makna dan kaidah yang membentuk wacana. Dari sinilah kemudian Arkoun
melampaui tingkat epistemologi tradisional, dan sudah menyentuh pada wilayah arkeologi
pemikiran Islam. Pada level ini, warisan pemikiran Islam dibongkar dan selanjutnya menggali
lapisan-lapisannya untuk menyingkap makna yang mendalam dalam pemikiran Islam.

Keberanian Arkoun tersebut didorong oleh kegelisahannya terhadap mereka yang


dikatakan sebagai kalangan ortodok yang ia lihat telah melakukan penyalahgunaan al-Qur‟an
untuk kepentingan mereka baik idiologis mapun politis. Arkoun menengarai penyalahgunaan
tersebut diakibatkan oleh ketidakmampuan mereka untuk mengungkap secara jernih pesan al-
Qur‟an sebagai man ia diturunkan dalam sebuah situasi sosial yang hidup. Dia banyak
mengadopsi ilmu-ilmu barat kontemporer dalam menafsirkan Al-Qur‟an, baik itu ilmu linguistik,
sejarah, antropologi dan yang lainnya. Dengan demikian dia mengharapkan akan menghasilkan
penafsiran baru yang belum pernah dilakukan oleh ilmuan muslim sebelumnya. Muhammad
Arkoun termasuk intelektual muslim yang telah mengangkat hermeneutika al-Qur‟an dalam
terma-terma kontemporer modern dan juga merupakan salah seorang pemikir muslim yang
berpengaruh.3

Pemikiran dan karya-karya Arkoun sangat ketara dipegaruhi oleh gerakan (post)
strukturalitis Perancis. Metode historisme yang dipakai Arkoun adalah formulasi ilmu-ilmu
social barat modern hasil ciptaan para pemikir (post) strukturalis Perancis referensi utamanya
adalah De Sausure (linguistik), Levi Staurus (antropologi), Lacan (psokologi), Barthes
(smiologi), Foucault (epistimologi), Derrida (grammatologi) filosof Perancis Paul Ricour,
antropolog seperti Jack Goody dan Pierre Bourdieu.4

3
Nasrudin, Manhaj Tafsir Muhammad Arkoun, Jurnal Maghza Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2016, 86.
4
Arkoun, telah Tiada dan Telaan Kritis Pemikirannya, Inpasonline,20/09/10, 20 September 2010, 23:51.

V
Apa yang diinginkan oleh Arkoun sebenarnya adalah bagaimana menghadirkan wahyu
dalam konteks sejarah. Dengan kata lain, ia ingin membumikan teologi Islam dalam kerangka
kekinian yang terkait dengan kehidupan modern. Warisan pemikiran Islam bukanlah sesuatu
yang ahistoris. Ia berkait kelindan dengan realitas yang mengitarinya. Arkoun mengatakan
bahwa “kita harus mengetahui bahwa al-Qur‟an adalah wacana yang mengakar dalam sebuah
sejarah yang dinamis dan dapat dirasakan”. Artinya bahwa ia terangkai dalam sejarah keseharian
dan kebiasaan yang lebih besar. Hanya saja, realitasnya menggambarkan bagaimana aspek
kesejarahannya menjadi terhalang dan berubah menjadi “sesuatu yang suci dan transenden”.
Dengan kata lain, pemikiran teologi Islam lebih sebagai dogma yang tidak perlu disentuh apalagi
dibongkar karena ia seakan-akan berada di luar sejarah.5

Untuk dapat menangkap aspek kesejarahan wacana qurani diatas, maka menurut Arkoun,
kita tidak boleh menutup mata terhadap metode dan pendekatan Barat dalam memahami sesuatu,
seperti ilmu bahasa (linguistik), humaniora, sejarah, sosiologi, bahkan epistemologi, arkeologi
serta geneologi. Ilmu-ilmu ini penting untuk diketahui agar makna yang terbangun pada awal
munculnya warisan Islam dapat terungkap. Sisi inilah yang membuat pikiran Arkoun menjadi
menarik untuk ditelaah lebih jauh disamping keunikannya tetapi juga keberaniannya untuk
menyentuh sesuatu yang telah disakralkan pada pergulatan pemikiran teologi Islam.6

B.Batasan Masalah
Dalam makalah ini pemakalah membatasi masalah yang akan dibahas dengan point-point
sebagai berikut:
1. Bagaimana Biografi Muhammad Arkoun?
2. Bagaimana Intelektualitas Muhammad Arkoun terhadap penafsiran Al-Qur’an?

C.Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun bertujuan untuk mengetahui pemikiran Muhammad Arkoun
Rahimahullahu Ta’ala, sebagai bentuk edukasi di zaman kontemporer ini.

5
Muhaemin Latif, Membumikan Teeologi Islam dalam Kehidupan Modern (Berkaca
dari Mohammed Arkoun), 171.
6
Siti Rohmah Soekarba, Kritik Pemikiran Arab: Metode Dekonstruksi
Mohammen Arkoun, Wacana, Vol 8, No.1, April 2006, 89.

VI
BAB II
BIOGRAFI MUFASSIR

A. Perjalanan Hidup Muhammad Arkoun

Muhammad Arkaoun lahir pada 1 Februari 1928 di Tourirt Mimoun, Kabyliah,


Aljazair. Kabila merupakan daerah pegunungan berpenduduk Berber, terletak disebelah
timur Aljir. Berber adalah penduduk yang tersebar di Afrika bagian utara. Bahasa yang
dipakai adalah bahasa non-Arab (ajamiyah).7 Arkoun pada masa mudanya sudah dikenal
cerdas sehingga bisa menguasai tiga bahasa sekaligus; mulai bahasa kabilia sebagai bahasa
ibu, kemudian bahasa arab, serta bahasa perancis.

Secara historis Aljazair ter-islamkan karena ditaklukkan oleh bangsa Arab dibawah
komando‟Uqbah bin Nafi‟ pada 683 M. Mayoritas bangsa Berber memeluk Islam Bersama
uqbah. Adapun corak keislaman yang berkembang pada masyarakat Berber dan sebagian
besar masyarakat Afrika Utara adalah model sufisme.

Adapun orang tua Arkoun adalah tokoh masyarakat di daerahnya dan masih
menggunakan bahasa aslinya, Kabilia. Walaupun demikian Arkoun sendiri menguasai
dengan baik bahasa Arab, bahasa nasional Aljazair yang ia pelajari sejak muda. Tetapi dalam
mengungkapkan gagasannya ia banyak menulis dalam bahasa Prancis.

Sebagai anak seorang pedagang rempah-rempah, Arkoun tumbuh menjadi sarjana dan
pemikir internasional yang sangat sukses. Arkoun berasal dari keluarga sederhana yang
tergolong pada strata sosial yang rendah. Dalam masyarakat Kabyliah, islam berkembang
melalui tradisi lisan sehingga taktek hafalan komunal cenderung mengabaikan study literet.
Ketika Arkoun lahir dan dibesarkan, Aljazair berada dibawah kekuasaan Prancis. Prancis
melakukan kolonisasi dan menguasai Negara itu sejak 1830.8

Perjalanan intelektual Arkoun dimulai pada pendidikan dasar yang ditempuh di kota
kelahirannya, kemudian pendidikan menengah pertama ditempuh di kota Oran, Algeria.
Kemudian pada tahun 1950-1962 Arkoun melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Aljir
dengan konsentrasi bahasa dan sastra arab. Pada tahun 1954-1962 Arkoun kembali
melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Perancis, mengambil pendidikan master di
Universitas Sorbonne dengan konsentrasi yang sama yaitu bahasa dan sastra arab. Perjalanan
intelektual Arkoun di Universitas Sorbonne cukup lama sampai tahun 1969 hingga
menghantarkan Arkoun mendapatkan gelar doktor dengan judul disertasi Humanisme Etika
Ibnu Miskawaih.

7
Hermeneutika Muhamed Arkoun: Sekedar Pengantar, (T.tp.:T.pn., 2009) 10 0f 10.
8
John. L.Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (T.tp.: Meizan, t.t.), 174.

VII
B. Karir Intelektual Muhammad Arkoun

Pendidikan dasar Arkoun dimulai dari desa asalnya Kabilia. Dan kemudian
melanjutkan sekolah menengah di kota pelabuhan Oran, sebuh kota utama di Aljazair bagian
barat yang jauh dari Kabilia. kemudian Arkoun melanjutkan studi bahasa dan sastra di
Universitas Aljir(1950-1954), sambil mengajar bahasa Arab pada sebuah sekolah menengah
atas di Al-Harach yang berlokasi didaerah pinggiran ibu kota Aljazair.

Pada saat perang kemerdekaan Aljazair dari Prancis (1954-1962). Arkoun


melanjutkan studi tentang bahasa dan sastra Arab di Universitas Sorbonne, paris. Ketika itu,
dia sempat bekerja sebagai agrege bahasa dan kesusastraan Arab di Paris serta mengajar
SMA (Lyce) di Strasbourg (daerah Prancis sebelah timur laut) dan diminta member kuliah di
Fakultas sastra Universitas Strasbourg (1956-1959).

Di Universitas Sarbonne inilah Arkoun memperoleh gelar Doktor sastra pada 1669
dengan disertasinya mengenai humanisme salam pemikiran etika Ibnu Miskawayh seorang
pemikir Arab abad X Masehi yang menekuni antara lain bidang kedokteran dan filsafat.
Judul disertasi tersebut adalah L’Humanisme Arabe au IVe/ Xe sience: Miskawayh philosope
et historian.

Sebenarnya penelitian disertasinya itu sudah ia persiapkan jauh-jauh sebelumnya,


terbukti pada 1961 Arkon telah menyelesaikan terjemahan, membuat pengantar dan member
catatan atas karya Miskawayh dari bahasa Arab , Tahzib al-Akhlaq kedalam bahasa Prancis
dengan judul Traite d’Ethique (traduction francaise avec introduction et notes du Tahzib al-
Akhlaq de Miskawayh. Dua tahun kemudian ia menulis sebuah buku tentang pemikiran
Islam klasik yaitu Aspect de la pense muselman clasique.

Jenjang pendidikan dan pergulatan ilmiah yang ditempuh Arkoun membuat


pergaulannya dengan tiga bahasa (Berber Kabilia, Arab dan Prancis) dan tradisi serta
kebudayaannya menjadi semakin erat. Pada kemudian hari, inilah yang cukup mempengaruhi
perhatiannya yang begitu besar terhadap peran bahasa dalam pemikiran dan masyarakat
manusia. Ketiga bahasa tersebut mewakili tiga tradisi, yaitu orientasi budaya, cara berpikir
dan cara memahami yang berbeda bahasa Berber Kabilia merupakan alat untuk
mengunkapkan berbagai tradisi dan nilai mengenai kehidupan social dan ekonomi yang
sudah ribuan tahun usianya, bahasa Arab merupakan alat untuk melestarikan tradisi
keagamaan Islam di Aljazair dan di berbagai belahan dunia Islam lainnya. Adapun Bahasa
Prancis merupakan bahasa administrasi pemerintahan serta alat untuk mengenal nilai-nilai
dan tradisi keilmuan Barat terutama Prancis.

Pada tahun 1961, Arkoun dipercaya menjadi dosen Universitas tempat ia belajar
sampai 1969. Dari tahun 1970-1972, Arkoun mengajar di Universitas Lyon., kemudian
kembali ke Paris sebagai guru besar sejarah pemikiran islam di Universitas Sarbonne
Nouvelle. Arkoun juga menjadi guru bahasa Arab dan peradaban Islam di Universitas Paris
VIII (1972-1977).9

9
Ahmad Munir, Kritik Nalar Islam, Op.Cit, 24.

VIII
Selain mengajar, Arkoun juga mengikuti berbagai kegiatan ilmiah dan menduduki
jabatan penting di dunia akademis dan masyarakat. Dia menjabat sebagai direktur ilmiah
jurnal Arabica, anggota Panitia Nasional Perancis untuk Etika dan Ilmu Pengetahuan
Kehidupan dan Kedokteran,anggota Majelis Nasional Perancis untuk AIDS dan anggota
Legiun Kehormatan Perancis (chevalier de la Legion d‟honneur). Dia pernah mendapat gelar
kehormatan, diangkat sebagai Officer des Palmes Academiques, sebuah gelar kehormatan
Perancis untuk tokoh terkemuka di dunia universitas dan pernah menjabat sebagai direktur
Lembaga Kajian Islam dan Timur Tengah pada Universitas Sorbonne Neuvelle (Paris).
Sosok Arkoun yang demikian ini, dapat dinilai sebagai cendekiawan yang engage,
melibatkan diri dalam berbagai kegiatan dan aksi yang menurutnya penting bagi
kemanusiaan, sebab baginya pemikiran dan aksi harus saling berkaitan.10

Penjelajahan Arkoun meliputi fisik dan intelektual. Setelah pensiun dari universitas
Sarbonne pada awal 1990-an, dia mengajar di London dan Amsterdam, dan terus
menyebarkan pesan-pesannya ke seluruh benua ini tanpa berharap akan mendapat sambutan.
Di Barat, Arkoun masih berperan sebagai penentang kecenderungan Orientalisme. Dan di
Timur Tengah dia merasa tak nyaman (atau tak diterima) di negeri-negeri di mana Islam
versi resmi atau gerakan fundamentalis mencegah digelarnya diskusi tentang isu-isu yang
dilontarkannya.

C. Karya-karya Muhammad Arkoun

Mohammad Arkoun tergolong seorang ilmuan yang sangat produktif. Ia telah menulis
banyak buku penting belasan bukunya ditulis dalam bahasa Prancis dan sebagian ditulis
dalam bahasa Inggris. Walaupun Arkoun termasuk ahli dalam bahasa Arab, karena
disamping ia telah mempelajarinya sajak masih muda juga bertahun-tahun ia mendalami
khazanah kesusastraan Arab klasik. Namun, Arkoun belum pernah dalam bahasa Arab
dengan versi aslinya.

Beberapa karyanya dalam bahasa Arab merupakan terjemahan dengan penerjemah


orang Arab.11
1. Traite d’ethique (tradition francaise avec introduction et notes du Tahdhib Al-
Akhlaq) (sebuah pengantar dan catatan-catatan tentang etika dan Tahzib Al-
Akhlaq Miskawaih).
2. Contribution a l’etude de l’humanisme arabe au IVe/Xe siècle: Miskawayh
philosophe et histirien (sumbangan terhadap pembahasan humanisme Arab abad
ke-4 H/10 M Miskawaih sebagai filsuf dan sejarawan).
3. La pensee arabe (pemikiran Arab).
4. Ouvertures sur l’islam (catatan-catatan pengantar untuk memahami Islam).

Buku-buku Arkoun yang merupakan kumpulan artikel di beberapa jurnal antara lain
adalah Essais sur la pensee Islamique (Esai-esai tentang pemikiran Islam) Lectures du Coran
(Pembacaan-pembacaan al-Quran) dan Pour une critique de la raison Islamique (Demi kritik

10
Ratna Widayati, Muhammed Arkuon; Biografi dan Pemikiran, Artikel Diakses
pada 1 Desember 2012.
11
Baedhowi, Humanisme Islam, 39.

IX
nalar Islam). Buku-bukunya yang lain adalah Aspects de la pense musulmane calssique
(Aspek-aspek pemikiran klasik), Deux Epitres de miskawayh (Dua surat Miskawayh),
Discours coranique et penseescientifique (Wacana al-Quran dan pemikiran ilmiah), L‟Islam,
hier, demain (Islam, kemarin dan esok, karya bersama Lois Garded), dan L’Islam, religion et
societe (Islam, agama dan masyarakat), dan masih banyak lagi buku-buku atau pun artikel
karya Akoun yang lainnya.

Karya-karya Arkoun tersebut kalau dicermati ternyata banyak diilhami oleh para
ilmuan Prancis, seperti Paul Ricoeur, Michel Fouchault, Jack Derrida, Roland Barthes dan
Piere Bourdieu. Di samping itu diilhami ahli bahasa Swiss, Ferdinand de Saussure,
antropologi Inggris, Jack Goody, ahli sastra Kanada , Nordthrop Frye, dan sebagainya.

Arkoun terus mencoba pengalaman-pengalaman baru tentang Islam dan kaum muslim
dengan menggunakan teori-teori mutakhir yang berkembang di dunia Barat modern. Upaya
tersebut dilakukan Arkoun untuk memadukan unsure yang sangat mulia dalam pemikiran
Islam dengan unsur yang sangat berharga di dalam pemikiran Barat modern (rasionalitas dan
sikap kritis). Dengan begitu, Arkoun berharap akan muncul suatu pemikiran yang bisa
memberikan jawaban atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh kaum muslim akhir-akhir
ini dan dapat membebaskannya dari belenggu yang mereka ciptakan sendiri.12

12
Moh. Fauzan Januri dan Muhammad Alfan, Dialog Pemikiran Timur Barat 219.

X
BAB III
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MUHAMMAD ARKOUN
TERHADAP PENAFSIRAN AL-QUR’AN
A. Tokoh– Tokoh Yang Mempengaruhi Pemikiran Arkoun

Suatu pemikiran tidak hadir dengan begitu saja, pasti ada tokoh yang mempengaruhinya, tokoh
yang mempengaruhi Arkoun diantaranya:

1. Michel Foucault Michel Foucault merupakan tokoh filsafat yang terkenal dengan aliran
strukturalismenya. Menurutnya manusia dari zaman ke zaman mempunyai episteme yang
berbeda dalam memandang sesuatu, dalam tataran praktisnya episteme dan wacana
tunduk pada suatu kenyataan sehingga menghasilkan sudut pandang yang berbeda pula.
Hal inilah yang mempengaruhi Arkoun bahwa pemikiran seyogyanya harus berkembang,
pintu berijtihad masih terbuka lebar dan belum tertutup. Dengan adanya ijtihad
menandakan masih terbukanya kegiatan berfikir, sudah suatu keharusan setiap zaman
mempunyai pemikiran baru dan tidak terkungkung terhadap pemikiran lama.
2. Jacques Derrida Jacques Derrida merupakan pakar bahasa yang mempengaruhi Arkoun
dengan teori semiotika dan konsep dekonstruksinya. Manusia menurutnya tidak bisa
berfikir dan menulis tanpa merujuk suatu pemikiran, maka salah satunya dengan
memahami teks. Dengan bahasa manusia mampu mengungkap dirinya, serta manusia
bisa maju dengan adanya budaya kritik, salah satunya kritik terhadap teks atau wacana.
Derrida menyebut kritik dengan sebutan dekonstruksi, dari sinilah Arkoun terinspirasi
mendekonstruksi terhadap pemikiran Islam.
3. Ferdinand de Saussure Ferdinand de Saussure merupakan pakar linguistik dari Swiss.
Menurutnya bahasa merupakan sekumpulan kode dan kaidah yang berhubungan dengan
teori sosial, baik budaya, mitos, seni dan lain sebagainya. Ferdinand de Saussure
termasuk pakar linguistik modern yang terkenal dengan gerakan strukturalismenya.
4. Paul Ricoeur Paul Ricoeur salah satu pemikir dengan konsep mitos, menurutnya mitos
merupakan komponen terpenting dalam membantu manusia. Dalam konsep mitos yang
terpenting adalah menghilangkan nihilistiknya. Berangkat dari ini Arkoun mempunyai
konsep tersendiri mengenai mitos. Mitos menurutnya mempunyai makna positif,
kemudian Arkoun menggunakan istilah usthurah dalam pendekatan sejarahnya.

B. Pemikiran-Pemikiran Arkoun Seputar Islam

Pemikiran-pemikiran Arkoun seputar Islam secara garis besar mengarah kepada kritik
nalar Islam, setidaknya Arkoun membagi kritik nalar Islam menjadi tiga bagian, yaitu; pertama,
mengenai tema akal dalam Alquran, banyak tema akal dalam Al Quran menurut Arkoun hanya
dipahami melalui pendekatan majaz, jarang sekali ayat-ayat mengenai akal dikupas melalui ilmu
logika atau pemikiran, hal ini berselang pada massa 0-150 Hijriyah. Kedua, pada periode klasik
menurut Arkoun aktivitas pemikiran sudah dimasuki pemikiran-pemikiran filsafat serta sudah
mengarah ke ranah ilmiah, sehingga pada periode ini banyak gerakan besar-besaran

XI
penerjemahan karya barat ke dalam bahasa arab. Pada periode ini pula banyak lahir tokoh-tokoh
Islam seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Miskawaih. Periode ini berselang pada massa
150-450 Hijriyah. Ketiga, menurut Arkoun pada periode ini aktifitas pemikiran mulai mengarah
kepada penyempitan berfikir, karena pada periode ini pemikiran sudah terkungkung budaya fikih
semata, sehingga banyak muncul tokoh-tokoh imam mazhab seperti Imam Maliki, Imam Hanafi,
Imam Hambali dan Imam Shafi’i.13

Pada periode selanjutnya Arkoun ingin mengisi kekosongan tersebut dengan menawarkan
pemikiran-pemikirannya. Dengan pengalaman intelektual baik dari Aljazair dan Perancis Arkoun
nampaknya mempunyai segudang terobosan permasalahan seputar Islam.

Namun secara garis besar tawaran-tawaran Arkoun semuanya produk barat yang
digunakan untuk mendekonstruksi pemikiran Islam secara umum.14 Tawaran Arkoun secara
umum adalah ingin membaca ulang semua khazanah keislaman dengan lebih segar dan terbaru,
mulai dari aspek kesejarahan, bahasa, sosiologi maupun antropologi. Namun secara khusus
tawaran Arkoun dalam ranah aplikasinya menggunakan sudut pandang nalar filosofis dalam
menilai dan menentukan sesuatu, dengan cara itulah menurut Arkoun umat Islam bisa lebih maju
dan terdepan.15

C. Pemikiran Hermeneutika Al Qur'an Arkoun

Sebelum melangkah ke dalam pemikiran hermeneutika Al Qur'an Arkoun hendaknya


perlu diketahui pandangan-pandangan Arkoun secara umum mengenai Alquran, karena
bagaimanapun kerangka pemikiran Arkoun mengenai Alquran ini akan menghantarkan pada
hermeneutika Arkoun secara umum.

Pertama, Arkoun memandang bahwa Alquran merupakan produk sejarah, pemikiran ini
hampir sama dengan pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd bahwa Alquran adalah produk budaya.16
Kedua pemikiran ini sama-sama memicu kontroversi dikalangan umat Islam. Arkoun
menekankan bahwa Alquran yang sampai pada umat Islam sekarang dalam realisasinya
dipengaruhi oleh sejarah dan budaya Arab, selain itu menurut Arkoun bahwa mushaf Usmani
merupakan produk kekuasaan yang tersusun rapi pada masa itu, maka Arkoun berinisiatif
melakukan pembacaan Alquran salah satunya dengan aspek kesejarahan.17

Kedua, bahwa Alquran merupakan kitab yang bebas untuk ditafsirkan, karena
didalamnya banyak mengandung pengetahuan-pengetahuan yang tidak terbatas. Al Quran
dengan terbuka menerima berbagai interpretasi baru dan tidak hanya terkungkung dalam satu
penafsiran yang bersifat mutlak, karena dengan adanya keberagaman dan aktivitas penafsiran ini
menandakan Alquran selalu mengikuti konteks perubahan zaman.18 Namun Kenyataannya masih
13
Mohammad Arkoun, Qadaya fi Naql al-‘Aql al-Dini, terj Sulanam, (UINSA , 2017), 7-8.
14
Muhammad Azhar, “Etika Politik Arkoun”, Jurnal Ishraqi Vol. 10, No. 1 (2012), 1.
15
Mohammad Arkoun, Qad{a>ya> fi Naql…, 9.
16
Ahmad Fauzan, “Teks Alquran Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zayd”, Jurnal Kalimah, Vol. 13, No. 1 (2015), 66.
17
Anwar Ma’rufi, “Konsep Tanzil Dalam Perspektif Arkoun dan Zarqoni”, Jurnal Studia Quranika, Vol. 1, No. 1
(2016), 97-111.
18
M Ilham Muchtar, “Analisis Konsep Hermeneutika Dalam Penafsiran Al Qur'an”, Jurnal Hunafa:

XII
banyak kelompok-kelompok Islam yang memahami Al Quran hanya sebagai kepentingan
golongannya sehingga makna Al Quran hanya dimonopoli untuk golongan tertentu, atas dasar
inilah yang menjadi keprihatinan Arkoun serta mendorongnya melakukan perubahan besar
terhadap pemahaman Al Quran.19

Ketiga, Arkoun menawarkan konsep Islamologi dalam pembacaan Alquran. Islamologi


merupakan salah satu pemikiran barat yang fokus pada persoalan epistemologi. Tujuan
diterapkanya Islamologi salah satunya adalah untuk mengembangkan Islam yang mampu
menjawab persoalan zaman, selain itu Islamologi bertujuan untuk memahami Islam dengan lebih
segar dan rasional. Kaitanya dengan Al Quran, bertujuan memahami Alquran dengan berbagai
pendekatan keilmuan, tidak hanya terkungkung dalam satu disiplin ilmu. 20 dari langkah-langkah
pemikiran di atas Arkoun menekankan kembali pembacaan Alquran dengan metode
hermeneutika, setidaknya hermeneutika Al Qur'an Arkoun dapat dipetakan menjadi dua bagian,
pertama aspek bahasa, kedua aspek sejarah. 21 Terkait aspek bahasa, Arkoun menawarkan
pembacaan Alquran melalui semiotika.22 Semiotika adalah salah satu cabang ilmu bahasa
khususnya membahas persoalan teks. Kaitanya dengan Al Quran, semiotika bertujuan untuk
mengungkap makna teks lewat tanda-tanda yang terdapat dalam ayat tersebut. 23 Selain itu,
Arkoun menekankan bahwa pembacaan teks melalui bahasa atau semiotika dari dulu hingga
sekarang dianggap penting bagi mufassir, pada tataran aplikatif Arkoun meramunya dengan
penemuan-penemuan baru serta diintegrasikan dalam pembacaan Al Quran.

Pada akhirnya dengan cara inilah menurut Arkoun umat Islam dapat memainkan peranan
penting dalam sejarah Islam.24 Kaitanya dengan contoh penafsiran pada aspek semiotika Arkoun
memberikan penafsiran pada surah al-Fatihah. Pertama Arkoun menempatkan urutan surat Al
Fatihah pada urutan ke empat puluh enam dari surat yang lainnya, hal ini jauh berbeda pada
mushaf utsmani yang menempatkan surat al-Fatihah pada urutan pertama, hal ini dikarenakan
pada surat tersebut menjadi pokok ibadah umat Islam. Setelah itu Arkoun memeriksa susunan
bahasa pada surat al-Fatihah, membedakan tanda-tanda pada setiap huruf karena dengan cara ini
bisa mengetahui pengirim makna serta pihak yang dituju. Setelah itu Arkoun memulai
menganalisis kata demi kata dengan metode linguistik, mulai dari isim, fi'il, musama. Pada
susunan isim ma’rifah maknanya sebagian besar merujuk kepada Allah, seperti kalimat al-
Rahman, alRahim dsb. Untuk itu Arkoun menyarankan dalam pembacaan kata hendaknya
mengetahui 45 lima surat yang turun sebelum surat al-Fatihah. Karena tradisi bangsa Arab pada
abad ketujuh masehi memaknai isim ma'rifah masih secara umum dan sulit dimengerti. Secara
umum Arkoun kemudian menjelaskan susunan kata isim ma’rifah yang tidak terkait dengan
makna Allah, selain itu menjelaskan kata dhamir baik mukhatab maupun dhamir munfashil
nasab. Kemudian menjelaskan kata dhamir mutakaalim dan kata dhamir secara umum. 25
19
Studia Islamika, Vol. 13, No. 1 (2016), 68.
20
Rudy Al-Hana, Menimbang Paradigma Hermeneutika Dalam Menafsirkan Al Qur'an, ( Surabaya: PT Revka Putra
Media, 2014), 47.
21
Ishak Hariyanto, “Hermeneutika Alquran…, 134-136.
22
Semiotika berasal dari bahasa Yunani same yang mempunyai makna tanda. Dalam prakteknya berarti
semiotika ilmu untuk menganalisis bagaimana mengetahui tanda tanda dalam teks.
23
Nasrul Syarif, “Pendekatan Semiotika Dalam Studi Al Quran”, Jurnal An-Nida, Vol. 7, No 1 (2018), 89.
24
Mokhamad Sukron, “Kajian Hermeneutika Dalam ‘Ulum Alquran”, Jurnal Al-Bayan, Vol. 1, No. 2
(2016), 93.
25
M. Salahudin, “Kajian Alquran dalam Perspektif Mohammed Arkoun”, Jurnal Ta’wiluna, Vol. 2, No.

XIII
Selanjutnya Arkoun berkesimpulan bahwa penggunaan dhamir pada surat al-Fatihah dalam
kategori aktan, dalam hal ini Allah dalam struktur katanya sebagai pengirim sedangkan manusia
sebagai penerima, susunan kata juga bisa dibalik manusia sebagai pengirim-penerima Allah
sebagai pengirim-penerima. Hal ini bisa dicontohkan pada kata alHamdulillahi rabb al ‘Alamin.
Melalui analisis semiotika ini Arkoun membaca surat al-Fatihah menjadi empat bagian; mulai
dari ujaran inti, predikat dan ujaran pengembang.26

Aspek sejarah, Arkoun menawarkan teori sejarah dalam pembacaan sebuah teks Al
Quran. Karena pada dasarnya segala sesuatu pada hakikatnya tidak lepas dari konteks
kesejarahan, termasuk dalam kehidupan beragama, pemikiran dan teks agama itu sendiri yaitu
Alquran. Konsep barat yang dibawa oleh Arkoun ini diharapkan mampu melihat penafsiran
secara utuh tanpa ada diskriminasi atau monopoli kultur tertentu, karena menurut Arkoun
Alquran pada saat diturunkan sudah dipengaruhi sejarah dan budaya Arab, maka Arkoun
menawarkan teori sejarah untuk menjawab masalah tersebut.27 Arkoun memberikan dua
pandangan mengenai kontekstualisasi pembacaan wahyu Alquran: pertama, Alquran pada
dasarnya menggunakan bahasa yang sangat tinggi dalam penggunaan simbol, maka menurut
Arkoun pembacaan mengenai teori simbol ini sangat dibutuhkan untuk mengungkap makna
mistis yang berada dalam Alquran, sekaligus untuk mengaktualisasi pemikiran ilmiah terhadap
makna simbolis tersebut. Kedua, banyak pemikiranpemikiran klasik tidak terlalu tertarik dalam
pembahasan simbol, sebaliknya banyak yang merendahkan bahasan tersebut. Maka dari itu
Arkoun menawarkan konsep baru dalam pembacaan teks dengan menggunakan hermeneutika
yang berbasis sejarah kontekstual, diharapkan dengan adanya teori ini mampu memberikan
warna baru dalam pembacaan sebuah teks Al Quran, maka dalam teori sejarah menurut Arkoun
bukan sekedar mentransfer makna, lebih dari itu dalam teori sejarah berguna untuk
mentransformasi makna.28

Pemahaman di dalam tradisi Islam selalu terbuka, maka peluang untuk berijtihad masih
terbuka lebar, sehingga pemikiran dalam tradisi Islam selalu berkembang mengikuti konteks
waktu, termasuk penafsiran Alquran. Al Quran dalam konteksnya akan selalu ditafsirkan oleh
manusia guna memproduksi makna baru sesuai kebutuhan manusia, sehingga manusia dalam
menyikapi sebuah penafsiran tidak terjebak pada satu makna saja dan tidak terdoktrin pada suatu
penafsiran pada masa tertentu. Sebab itulah setiap zaman pasti akan muncul penafsirpenafsir
Alquran yang berusaha menafsirkan Alquran dengan konteks terbaru. Dalam hal ini, Arkoun
mempunyai dua teori dalam menyikapi teks Al Quran: pertama, konsep Alquran ketika masih di
lauhul mahfudz statusnya masih asli dan terjaga, kebenarannya bersifat absolut dan transenden.
Kedua, Al Quran yang berada di dunia sudah dijangkau manusia atau bisa dikatakan “ada
campur-tangan manusia” dan kebenarannya bersifat transenden.29 Pada akhirnya Arkoun
menyadari dengan adanya produksi makna teks dalam tradisi suatu penafsiran hal ini
menandakan bahwa pemahaman manusia terhadap teks Al Quran sudah mulai berkembang,
sehingga menurut Arkoun tujuan dalam pembacaan sebuah teks diharapkan mampu mengetahui
pesan Nabi dalam teks Alquran.
2 (2021), 13-14
26
Ibid.,
27
Polmer Richard, Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), 40.
28
Muhammad Arkoun, Kajian Kontemporer Al Quran, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1999), 199.
29
Abdul Karim Hasan Shalih, Pendekatan Historis untuk Al Quran, (UII Malaysia, 2003), 189

XIV
Terkait pembacaan sebuah teks, Arkoun menawarkan tiga pendekatan. Pertama dengan
pendekatan liturgis, dalam prakteknya pembacaan teks dilakukan dengan cara ritual atau ibadah,
mulai dari shalat, doa dan lain sebagainya. Tujuannya dalam teori ini manusia mampu
berkomunikasi secara secara langsung baik vertikal maupun horizontal, selain itu manusia
mampu menghayati pemahaman Alquran secara mendalam. Kedua, dengan pendekatan egsegis,
dalam prakteknya teori ini berfokus pada “ujaran kedua” dalam teks Alquran. Ketiga, dengan
memanfaatkan semua teori dan metodologi ilmu pengetahuan yang telah disumbangkan manusia
salah satunya pemikiran Arkoun sendiri. Maka untuk menerapkan semua teori tersebut Arkoun
menggunakan teori islamologi terapan dalam pembacaan atau penafsiran Alquran, dengan cara
analisis sejarah yang bersifat dekonstruktif.30

D. Kritik Hermeneutika Al Qur'an Arkoun dengan Teori Ulum al-Qur'an

Islam sejak dari awal sudah mempunyai teori yang sudah baku dan mapan dalam pembacaan
teks Al Quran, yaitu teori Ulum al-Qur'an. Teori Ulum al-Qur'an terdiri dari asbab al-Nuzul,
muhkam mutasyabih, makkiyah dan madaniyah, nasikh mansukh dan lain sebagainya. Selain itu
dalam pembacaan Alquran Islam memberikan aturan yang ketat baik berkenaan pada syarat
seorang mufassir maupun syarat keilmuannya, hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahan
penafsiran.31 Seiring perkembangan zaman pembacaan Alquran mulai berkembang dengan
munculnya teori-teori barat salah satunya teori hermeneutika.32

Sebenarnya hermeneutika merupakan alat baca untuk memahami kitab bibel. 33 Namun
terlepas dari itu teori hermeneutika sudah merambah ke wilayah Islam. Merambahnya
hermeneutika ke dalam pemikiran Islam dibawa oleh pemikir-pemikir Islam yang belajar di barat
mulai Fazlur Rahman, Syahrur, Nasr Hamid Hingga Arkoun. Arkoun merupakan pemikir
kelahiran Aljazair yang menawarkan teori sejarah dan bahasa/semiotika dalam pembacaan teks
Al Quran. Dalam pembacaan sebuah teks Al Qur'an Arkoun sangat berani, hal ini bisa dilihat
sikap dalam membaca sebuah teks tidak melihat dan mematikan makna teologis seperti
mayoritas ulama tafsir, Arkoun lebih mengedepankan temuan-temuan baru sesuai
pemahamanmu terhadap teks itu sendiri. Hal inilah yang merubah paradigma dari “makna teks
ke pemahaman” menjadi “pemahaman ke makna”. Jadi dalam pembacaan Al Quran teks
dianggap mati, sedangkan yang hidup dan menjadi wewenang adalah seorang penafsir, pelaku
sebagai pengatur wahyu. Akibatnya, dengan penggunaan paradigma di atas dalam pembacaan
sebuah teks harus menghilangkan sifat pengarang dalam konteks Al Quran yaitu Allah. Menurut
Arkoun dengan menghilangkan pengarang dalam sebuah teks bisa lebih optimal dalam
memahaminya.

Sisi lain Arkoun memandang bahwa Alquran sudah tidak otentik, konsep ini sangat
bertentangan dengan mayoritas ulama tafsir. Karena mayoritas ulama tafsir memandang Alquran
baik sejak di lauhul mahfudz sampai ke dunia tetap terjaga keasliannya. Berangkat dari sini
Arkoun sudah berbeda dalam memandang konsep tanzil (proses diwahyukannya Al Quran),
30
Fahmi Salim, Kritik Terhadap Studi Al Qur'an Kaum Liberal, (Jakarta: Gema Insani, 2010), 209.
31
Setio Budi, “Implementasi Syarat-Syarat Mufassir Di Era Digital”, Jurnal An-Natiq, Vol. 1, No. 2 (2021), 133.
32
Hermeneutika merupakan salah satu alat baca untuk menganalisis sebuah teks.
33
Deby Agustin Tangahu, “Hermeneutika Dalam Studi Alquran: Analisis Pemikiran Hamid Fahmy Zarkasyi”, Jurnal
Rausan Fikr, Vol. 13, No. 2 (2017), 265-266.

XV
sehingga Akhirnya Alquran dipandang sama dengan kitab-kitab Injil maupun Taurat bisa dibaca
dengan sekritis mungkin.34

Dari pemikiran Arkoun setidaknya banyak menimbulkan kontroversi terutama bagi umat
Islam pada umumnya, bahkan apabila dianalisis lebih jauh hal ini sangat bertentangan dengan
konsep keimanan seseorang, terutama bagi keimanan masyarakat awam. Jadi apabila
hermeneutika Arkoun disandingkan dengan teori ulum al-Qur'an, hal itu sangat tidak mungkin,
ibarat langit dan bumi, sangat jauh. Hemat penulis perlunya kritik lebih mendalam salah satunya
dengan teori ulum al-Quran. Karena pada tataran prakteknya hermeneutika Arkoun sejatinya
tidak bisa digunakan untuk menafsirkan Alquran, namun apabila digunakan dalam pembacaan di
luar Alquran itu sangat bisa. Artinya wilayah hermeneutika Arkoun terletak pada ma haula al
Qur'an (di luar Al Quran) bukan pada ma fi Qur'an (di dalam Al Quran), lebih jauh
hermeneutika Arkoun masih sebatas teori karena Arkoun belum menafsirkan Alquran. Arkoun
hanya menulis teori-teori belum sampai pada tahap penafsiran.

Contoh Penafsiran dalam sumber literatur-literatur sangat sulit didapati penafsiran


Arkoun terhadap Al Quran, karena pemikiran-pemikiran Arkoun hanya sebatas teori belum
sampai pada ranah penafsiran Alquran secara utuh, hal ini juga sama apa yang disampaikan oleh
Abdul Kadir Riyadi dalam diskusi perkuliahan bahwa teori hermeneutika Arkoun secara umum
tidak bisa dipakai untuk menafsirkan apa yang ada di dalam Alquran.35 Hermeneutika Arkoun
hanya bisa menafsirkan apa yang ada di luar Alquran. Jadi secara umum bahwa teori
hermeneutika Arkoun hanya masih sebatas teori.

E. Muhammad Arkoun Pemikir Liberal-Sekulerisme

Setelah memaparkan pemikiran Arkoun di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


pemikiran Arkoun dalam memandang Al Quran secara khusus dan Islam secara umum tergolong
pada kategori pemikir liberal. Konsep liberal sendiri merupakan produk barat yang pada saat itu
ingin keluar dari kungkungan dan hegemoni gereja. Istilah liberal berasal dari kata liber yang
mempunyai makna bebas dan merdeka.36

Dengan latar belakang keilmuan, Arkoun melakukan sudut pandang barat dalam
membaca dan memahami Alquran. Pemikiran Arkoun banyak terpengaruh oleh pemikirpemikir
barat. Letak proyek Arkoun bukan mengarah pada letak geografis barat, melainkan penggunaan
pemikiran, peradaban, serta pandangan hidupnya. Dalam konteks Al Qur'an, Arkoun ingin
memahami dan menafsirkan Alquran dengan bebas, saking bebasnya, kehendak diri lebih
dominan dalam mewarnai proses pemikirannya. Dengan semangat pemikiran liberal, arkoun
mengharapkan Islam bisa lebih maju. Selain itu mengapa Arkoun menjadikan Barat sebagai
tolak ukur pemikirannya? Mengapa bukan Timur saja? Karena menurut Arkoun, Barat tidak
terbelenggu dengan konsep ketuhanan dan takut dosa. Hal inilah yang kemudian diterapkan oleh
Arkoun dalam membaca teks Al Quran. Selain pemikiran liberal, Arkoun juga sangat sekuler

34
Anwar Ma’rufi, Konsep Tanzil…, 118.
35
Abdul Kadir Riyadi merupakan Guru Besar Filsafat Tasawuf UIN Sunan Ampel Surabaya
36
Darwin Zainuddin, Dinamika Dan Aktivitas Gerakan Liberalisasi Islam Di Indonesia (Sebuah Tantangan Masa
Depan Dakwah Islamiyah, (Medan: Perdana Publishing, 2015), 5.

XVI
dalam memahami Islam. Sekuler merupakan gerakan yang ingin memisahkan konsep agama dari
kehidupan manusia, bahkan negara. Sekularisme merupakan induk lahirnya pemikiran barat yang
mengakar di dalam berbagai bidang, baik agama, politik dan ekonomi. Pada akhirnya liberal dan
sekuler merupakan kerangka Barat, dalam praktisnya digunakan Arkoun dalam pembacaan teks
Al Quran mengarah pada modernisasi yang bersifat ilmiah.37

Untuk itu Arkoun menekankan bahwa seyogyanya Islam menerima pemikiranpemikiran


barat serta terbuka, karena sesungguhnya dengan cara tersebut, Islam menurut Arkoun dapat
mengejar ketertinggalan. Hadirnya ilmu pengetahuan bukan menjadi ancaman dan momok bagi
Islam, justru dengan adanya ilmu pengetahuan Islam akan menjadi agama terbuka dalam
menghadapi tantangan.38 Kalaupun ada penolakan pada sebagian pemikir muslim, hal ini
menandakan matinya pemikiran di sebagian intelektual muslim, yang terkungkung dalam tradisi
tradisional yang anti kemodernan.39

Lalu bagaimanakah imbas dari sekularisasi yang menekankan konsep modernisme,


menurut Arkoun sekuler sendiri sudah ada pada zaman Nabi, namun penjelasan Arkoun
mengenai hal tersebut masih belum jelas. Menurut Arkoun umat Islam tidak usah takut dengan
adanya sekularisasi, yang lebih ditakutkan seharusnya adalah para kaum fundamental yang
memahami Alquran dan hadits dengan pemahaman kelompoknya hal ini menurut Arkoun
merupakan gerakan sekularisasi sesungguhnya. Singkat kata, menurut Arkoun umat Islam tidak
usah takut dengan sekularisasi karena tidak bisa merubah nilai-nilai Islam yang mengakar di
masyarakat dengan hadirnya zaman modern.40

37
Darwin Zainuddin, Dinamika…, 8.
38
Sihol Farida Tambunan, “Antara Islam dan Barat: Pandangan Muhammad Arkoun Mengenai Kemodernan”, Jurnal
Masyarakat dan Budaya, Vol. 5, No. 3 (2003), 86.
39
Ibid.,
40
Ibid.,90

XVII
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Mohammed Arkoun lahir pada tanggal 1 Februari 1928 dalam keluarga biasa di
perkampungan Barber yang berada di kaki gunung Taorirt-Mimoun, Kabilia sebelah timur Aljir,
Aljazair. Dari keluarga yang berada dalam strata fisik dan sosial yang rendah membuat dirinya
terpacu untuk memperbaiki kahidupannya dari segi pendidikan hingga menghabiskan sebagian
waktunya untuk berkarir di negara Perancis. Dengan menguasai tiga bahasa (Kabilia Barber
sebagai bahasa ibu, bahasa Arab sebagai bahasa nasional Aljazair, dan bahasa Perancis),
sesungguhnya mewakili tiga tradisi , orientasi budaya, cara berpikir dan cara memahami yang
berbeda. Sebagai seorang intelektual yang hidup di dua dunia, timur dan barat, Pemikiran dan
karya-karya Arkoun sangat ketara dipegaruhi oleh gerakan (post) strukturalitis Perancis. Metode
historisme yang dipakai Arkoun adalah formulasi ilmu-ilmu sosial barat modern hasil ciptaan
para pemikir (post) strukturalis Perancis referensi utamanya adalah De Sausure (linguistik), Levi
Staurus (antropologi), Lacan (psokologi), Barthes (smiologi), Foucault (epistimologi), Derrida
(grammatologi) filosof Perancis Paul Ricour, antropolog seperti Jack Goody dan Pierre
Bourdieu. Arkoun memanfaatkan keilmuan Barat Modern khususnya Perancis dengan
memanfaatkan segala keilmuan mutakhir (ilmu-ilmu sosial dan ilmu bahasa) seperti ilmu
sosiologi, antropologi, linguistik untuk pemikiran Islam.

Setelah memaparkan pemikiran-pemikiran Arkoun di atas, dapat ditarik benang merah;


pertama bahwa secara umum hermeneutika Arkoun terbagi menjadi dua pendekatan yaitu:
pendekatan sejarah (antropologi) dan kebahasaan (semiotika). Kedua, setelah melakukan kritik
menggunakan teori Ulum al-Qur'an, bahwa hermeneutika Arkoun ternyata masih banyak sisisisi
yang harus ditinggalkan diantaranya; mengenai Al Qur'an produk sejarah, menghilangkan aspek
teologis ayat, dan memandang Al Qur'an tidak otentik lagi. Maka atas dasar itulah banyak tokoh
menempatkan Arkoun salah satu pemikir liberal-sekulerisme. Namun terlepas dari itu perlunya
penelitian lebih banyak lagi mengenai pemikiran-pemikiran Arkoun dengan sudut pandang yang
berbeda.

XVIII
DAFTAR PUSTAKA

A Anwar, Cecep Ramli Bihar. Muhammad Arkoun: Cara Membaca Al-Qur‟an. Islamlib.com.
09 Juli 2002.

Arkoun, Mohammed. 1993. Gagasan tentang Wahyu: dari Ahl al-Kitab sampai Masyarakat
Kitab. di dalam Studi Islam Prancis bawah

redaksi H. Chambert-Loir dan N.J.G. Kaptein.Jakarta:INIS.

Baedhowi. 2008. Humanisme Islam: Kajian Terhadap Pemikiran Filosofis

Muhammad Arkoun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Esposito, John. L. t.t. Ensiklopedi Oxford
Dunia Islam Modern. T.tp.: Meizan.

Fauzan , Moh. dan Muhammad Alfan. 2011. Dialog Pemikiran Timur Barat. Bandung: Pustaka
Setia.

Hasib, Kholili. Mohammed Arkoun dan Desakralisasi Al-Qur‟an.

Inpasonline.com. Diakses selasa, 21 September 2010

Hidayati, Nuril. Modernitas dalam Pemikiran Islam Mohammad Arkoun.

Munir, Ahmad. “Kritik Nalar Islam: Analisis atas Pemikiran

Muhammad Arkaoun”. 2008 Al-Tahrir Jurnal Pemikiran Islam Vol 8.

Nasrudin. 2016. Manhaj Tafsir Muhammad Arkoun, Jurnal Maghza Vol 1. No 1.

XIX

Anda mungkin juga menyukai