Anda di halaman 1dari 3

Kita Bisa Menunda, Tapi Waktu Tidak

Written by : Nai lul Mufidah (8B)

Mela claudy, selain suka tidur gadis itu juga suka menulis, menjadi seorang penulis sudah menjadi cita-
citanya sejak kecil.
Dan satu lagi, Mela juga sangat suka berpuisi. Kebetulan kemarin wali kelasnya memberi informasi, pada
tanggal dua belas april akan diadakan lomba berpuisi, tempatnya di lapangan garuda.
Mela yang merasa mempunyai bakat berpuisi, dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk meraih
juara satu lomba berpuisi.
Saat ini Mela berdiri dibarisan paling depan, gendang telinganya ia pajang lebar-lebar, berusaha
mengabaikan suara orang-orang disekitarnya demi mendengar pemberitahuan dengan jelas dari
seorang pria paruh baya yang berdiri di atas panggung.
"Yang terakhir, juara satu diraih oleh... "
Pria itu menggantungkan kalimatnya, membuat semua penonton penasaran terutama Mela.
"Juara satu diraih oleh Mela claudy dari SMP merah putih! "
Lanjut pria tersebut dengan suara lantang, menghilangkan rasa penasaran semua penonton.
Mela melangkah maju untuk menerima penghargaan diiringi oleh riuh tepukan tangan dari teman-
temannya.
Sangking bahagianya, Mela sampai tak menyadari sebuah batu besar menyandung kakinya sehingga
membuat dirinya terjatuh.
"Mela!!!"
Sontak kedua matanya terbuka lebar, mendapati wanita berumur 30an tahun namun masih terlihat
sangat cantik, yang tak lain adalah mamanya.
Hampir setiap pagi dia disuguhi pemandangan mamanya yang selalu berdiri di ambang pintu sambil
berkacak pinggang adalah sesuatu hal yang tidak pernah terlewatkan.
"Sudah ratusan kali mama manggil kamu mela!, kenapa gak bangun-bangun!" Ucap mamanya setengah
berteriak.
Mela menguap lebar.
"Huaaa... , gak mungkin sampai ratusan kali ma... Paling juga cuma lima kali ini" kata Mela, matanya
masih sangat susah untuk dibuka.
Melihat Mela yang kembali menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut membuatnya menahan
kesabaran untuk menghadapi putri semata wayangnya.
"Bangun mela udah jam enam! "
tegasnya, tangannya menarik selimut yang menutupi tubuh mela lalu memaksanya untuk duduk.
"Katanya mau lomba, kalo gak mau telat harus bangun sekarang"
"Mela udah bangun ma..., dapet juara satu" ucap mela setengah ngelantur, matanya masih tertutup
walaupun sudah didudukkan.
Satu-satunya cara untuk menyadarkan Mela dari tidurnya mau tidak mau ia terpaksa menyiramkan air
ke tubuh mela yang sudah disiapkan dari tadi.
Putrinya itu memang benar-benar susah untuk dibangunkan.
Byur!
Kali ini kedua mata mela benar-benar terbuka lebar membulat membentuk bola.
"Mama" teriak mela kaget
"Kenapa disiram, kan kasur mela jadi basah maaa" ucap mela dengan tatapan memelas.
Mamanya hanya mendesah pelan.
"Bangun udah siang, jangan tidur lagi" ucap mamanya lalu keluar dari kamar mela.

**
Bersama dengan ana, sahabat mela. Mereka berangkat bersama menuju lapangan garuda tempat lomba
diadakan.
Setiba di lapangan ana dan mela memilih tempat duduk yang lumayan sepi, menunggu acara dimulai.
Mengingat di dalam mimpinya dia mendapat juara satu, mela semakin bersemangat siapa tahu
mimpinya akan menjadi kenyataan, tapi yang diherankan kenapa dia sempat terjatuh sebelum meraih
penghargaan?
Maka dari itu mela ingin melanjutkan tidur untuk melanjutkan mimpinya yang sempat terjeda.
"Eh eh mau ngapain mel?"tanya ana was-was melihat mela melipatkan tangan dimeja dan menumpukan
kepala diatas tangannya.
" bobo"jawab mela santai namun berhasil membuat ana terbelalak.
"Ha?!, gak gak kamu gak boleh tidur" cegah ana.
"Kenapa?" tanya mela, bingung.
"Kamu kalo tidur suka gak inget waktu mel, aku takut kamu kelewatan, daripada tidur mending buat
latihan mel "jelas ana mengingat melas sangat susah untuk dibangunkan.
"Aku ngantuk na... "
Mela tak menghiraukan kata temannya, dia melanjutkan bersiap-siap untuk tidur.
"Dasar Mela pemalas, suka tidur" ujar ana kesal.
"Aku suka tidur bukan berarti aku pemalas hanya saja mimpiku lebih indah dari kenyataannya" ucap
Mela sok puitis.
Ana hanya mengeleng-gelengkan kepalanya.
"Yaudah terserah kamu, aku mau ke aula dulu, inget! Jangan sampai kelewatan tidur" ucap ana lalu
meninggalkan Mela yang mungkin sudah terlelap.
Benar saja, Mela kembali ke alam mimpinya tapi kali ini tempatnya berbeda, gelap dan hanya terdengar
suara sayup-sayup orang-orang berteriak. Mela bingung, dimana pria yang berdiri di atas panggung tadi?
Dimana teman-temannya yang menepukkan tangan untuknya?
Yang Mela lihat hanya kegelapan tanpa ada cahaya sedikit pun.
"Dek dek, bangun dek"
Seseorang cowok menepuk-nepuk pundak Mela pelan, membuat Mela tersadar dari tidurnya.
"Kenapa kak? Sekarang giliran saya maju ya?"
"Maju apa dek?, acaranya udah selesai" ucapnya lalu meninggalkan Mela sendirian.
Mela melongo, sama sekali tidak mengira akan mendengar kalimat seperti itu meluncur dari bibir cowok
tadi. Dengan perasaan tak percaya, gadis itu mencubit pahanya berharap ini hanya bagian dari
mimpinya, tapi rasanya sakit itu berarti sekarang dia sedang tidak bermimpi.
Mela berdiri dengan perut mulas dan kepalanya berputar. Di antara kabut semu, Mela berusaha
menegaskan pandangan. Orang-orang yang tadi dilihatnya benar-benar sudah menghilang dari
pandangannya.
Dia benar-benar telah kehilangan kesempatannya.
"Lombanya lancar kan mel?tapi kenapa mukamu pucet banget, kamu sakit mel? " tanya ana setiba di
depan Mela, tatapannya penuh dengan kekhawatiran.
"Maap mel, aku kelewatan" ucap Mela lirih, tangisnya pecah didalam pelukan sahabatnya.
Ana yang sudah berkali-kali mendapati Mela kelewatan dari tidurnya, bahkan kali ini benar-benar masih
tidak percaya.
Heran, ditempat seramai ini bisa-bisanya Mela tidur dengan lelap tanpa terganggu sama sekali.
"Gapapa mel, mulai sekarang kamu jangan hidup dalam mimpi, tapi bermimpilah dalam hidup" ucap ana
berusaha menenangkan tangis Mela dipelukkanya.
Karna penyesalan bukanlah pendaftaran yang selalu di awal, oleh karena itu berhati-hatilah dengan
detikan waktu, dia tidak akan berkompromi dan meninggalkan siapa saja yang menyia-nyiakannya.

Anda mungkin juga menyukai