Anda di halaman 1dari 39

Dialog Hujan

Tanpa kata, tanpa nada


Rintik hujan pun menafsirkan kedamaian
Hanya rasa, hanya prasangka
Yang terdengar di dalam dialog hujan

Lagu dari Senar Senja itu mengalun merdu di ruangan serba kelam di salah satu
kawasan perumahan elit di Yogyakarta. Langit menemani tubuh proporsionalnya
untuk bermuram durja ditengah derasnya hujan di awal Desember kala itu, menarik
kembali sebagian ingatannya tentang kisah yang teramat disesalinya, dan berita
dukanya adalah kisah tersebut benar benar telah selesai tanpa sempat ia mulai. Ia
memejamkan matanya erat ketika sekelebat bayangan wanita cantik dengan senyum
cerianya mencoba menyapa ia dalam benaknya, seakan tak mengizinkan ia untuk
melupakan kisah mereka, dan membuatnya kembali terperosok ke dalam luka lama
tersebut. Senyum tipis perlahan mulai mekar di sudut bibirnya, sejenak ia hanya ingin
mengingat suara tawa yang tak lagi bisa ia dengar, untuk sejenak biarkan ia ingin
melupakan sifatnya yang membuat kisah ini berakhir tak bahagia. Namun tampaknya
takdir benar benar tak membiarkan si pria yang ‘hampir’ bahagia ini untuk tersenyum
lebih lama, ingatannya kembali membawanya ke hari dimana ia dengan bodohnya
menyia-nyiakan seseorang yang akan menjadi penyesalan terbesarnya.

*
“Selamat pagi” Jemari kecil itu perlahan terangkat ke atas meraih kembali sisa sisa
mimpinya tadi malam, seiring dengan sapaan pada semesta yang rutin dilakukannya.
Tangan kecilnya meraih benda pipih di samping nakas, sekedar menghidupkan dan
mematikan kembali ponsel itu, kebiasaan para generasi serba teknologi.
Dengan perasaan yang berat akhirnya ia beranjak meninggalkan kasurnya mengakhiri
kegiatan ‘ayo malas malasan lima menit lagi’ itu dan pergi ke kamar mandi untuk
memulai rutinitas mahasiswinya.
“Morning mom” Arkaya menyapa sang Ibu sembari memberikan kecupan singkat di
pipi wanita kelahiran Canada tersebut, ya sang ibunda berasal jauh dari Benua
Amerika Utara sana jatuh cinta pada pria Yogyakarta seperti ayahnya.

“Ada kelas pagi?” tanya Gabela pada putrinya, cuman sekedar basa basi di pagi hari
agar bisa menghangatkan meja makan di rumah megah itu.

“Iya Mom, si botak mulai meresahkan ya Mom” keluh Arkaya pada Gabela yang
dihadiahi pelototan oleh sang ibunda.

“Aya!, Mom gak pernah ngajarin kamu buat ngata ngatain orang kayak gitu yaaa”
peringat Gabela yang hanya dibalas cengiran oleh mahasiswi UGM itu.

“Yaudah Mom, Aya berangkat dulu yaa” pamitnya sembari kembali mengecup pipi
Gabela dan mengambil kunci motor vespa lilac kesayangnya. Arkaya dan lilac
merupakan soulmate yang tak bisa dipisahkan oleh takdir, entah apa yang membuat
gadis kelahiran 2001 ini begitu menyukai warna tersebut, yang jelas hampir
keseluruhan barang yang ia punya adalah barang yang berwarna lilac, oke mari
tanyakan ini pada Arkaya nanti, karna sekarang bukan waktu yang tepat, Pak botak
itu benar benar tidak memberi toleransi pada mahasiswa yang terlambat, dan Arkaya
harus bergegas untuk absensinya.

**
“Kusut banget tu muka Ya” ucap Elma sembari menepuk bahu Arkaya dari belakang
dan tentu saja mendapat balasan tepukan serupa dari Arkaya untuk sahabatnya itu.

“Mikirin apa sih Ya?, ngambek ni gue dikacangin mulu” keluh Elma yang sedari tadi
hanya didiamkan oleh Arkaya, bayangkan! Mereka sudah berada di kantin dari 30
menit yang lalu dan Arkaya hanya me on-off kan ponselnya dan mendiami Elma.

“Berisik Elma! Lagian berapa kali si Aya bilang jangan pake lo-gue, Aya gak suka!”
“Hehehe ya maap, abisnya gue ngerasa gak cocok aja manggil diri sendiri pake nama
kayak lo gituu” protesnya pada Arkaya, ia benar benar tak berbohong pada sahabat
yang baru dikenalnya satu semester itu, karena ia memang tak terbiasa menggunakan
namanya sendiri sebagai panggilan ke dirinya sendiri, ia merasa terlalu manja untuk
menggunakan panggilan serupa.

“hhh yaudah deh Elma pakai lo-gue aja, Aya capek protes mulu” sungutnya dengan
bibir yang mengerucut.

“hehe, makasih ya Ayaaa, jadiii, lo belum mau cerita nih kenapa wajah lo kusut gitu?
padahal baru jam sepuluh lo Ya, belum sampe setengah hari aja mentari lo udah
ilang” akhirnya Elma mencoba bertanya untuk mendapatkan jawaban dari Aya,
perihal muka kusutnya di Rabu pagi yang cukup cerah itu.

“Aya capek Ma, ga tau kenapa akhir akhir ini Aya ngerasa hidup Aya tu monoton
ajaa, datar aja, bangun pagi nyapa mom sama dad, kuliah trus pulang, Aya kayak
ngerasa kosong gituu loh Ma” adunya pada sang sahabat, Arkaya benar benar jujur
tentang perasaanya.

Ia merasa tak begitu menikmati masa pendewasaanya dengan seru, semua berjalan
seperti biasa, seperti disaat ia masih remaja SMA bahkan seperti kebiasaan bocah
SMP, padahal yang sering ia dengar masa pendewasaan biasanya akan jauh lebih
berat dibanding masa remaja, karena kita akan mulai mengalami berbagai masalah
dan diharuskan untuk mengahadapi permasalahan itu seorang diri, tapi demi Tuhan,
ia benar benar tak merasakan apa apa selama ini, hidup yang mengalir lancar saja
tanpa beban itu yang ia alami.

“Astaga Aya! Mana ada orang yang mau punya masalah sih Ya, lo doang ini! Gak
habis pikir gua Ya, beneran deh, absurd banget otak lo Ya” Elma memandang wajah
sahabatnya itu dengan heran, manusia normal macam apa yang mengeluh dengan
kebahagiaan hidupnya!

“ish Elma! Gak gitu maksud Aya, Aya cuman pengen kayak orang orang di masa
pendewasaan ini, hidupnya udah gak melulu sama mom dan dad, bisa jalan sama
teman teman gengnya, dan mungkin... pacarnya” Arkaya memelankan suaranya di
akhir kata, sembari menunduk malu, yang mendapat balasan kerutan di kening Elma
“ooo i got the point!” ucap Elma seraya menjentikkan jemarinya
“jadi maksud lo, lo pengen punya pacar kan Ya?” yang ditanya hanya mengangguk
malu malu.
“ck bisa bisanya lo mikirin yang kayak gini sampai bikin muka lo kusut Ya, lagian
apa yang lo khawatirin si, banyak Ya yang suka sama lo, lo nya aja yang gak peka.”
Arkaya hanya diam menyimak Elma, sesekali mngernyit heran dengan apa yang
dimaksud Elma.
“Lo tau Elang jurusan Teknik Mesin gak?” lagi lagi gelengan yang didapat Elma
sebagai balasan.
“hhh dia tu tertarik sama lo, lo gak liat waktu acara PKKMB kemarin? Dia selalu curi
curi kesempatan buat datang ke kumpulan jurusan teknik sipil, cuma buat curi curi
pandang sama lo!” setelah menyelesaikan ucapannya Elma pun mengedarkan
pandangannya ke ruangan kantin, setelahnya ia pun berteriak heboh karena
menemukan apa yang ia cari.

“itu tuh Ya, arah jam 9” bisiknya pada Arkaya


“siapa Ma?” heran Arkaya
“nenek gue” jawabnya sambil malas malasan
“ya si Elang lah Ya!” sekarang ia merasa menyesal memilih Arkaya sebagai
sahabatnya dia awal semester.
“gimana?” setelah lama Arkaya terdiam semenjak ia tunjukkan siapa Elang, akhirnya
ia pun mencoba menanyakan pendapat Arkaya
“Aya gak mau Elma, Aya takut sama Elang, hiks, hiks” perlahan Arkaya
mengeluarkan suara tangisnya, entah mengapa ia merasa takut melihat alis camar
Elang, ia merasa ter intimidasi hanya dengan melihat wajah yang terlalu tegas itu.

Elma panik, benar benar panik, ia tak tahu kenapa Arkaya bisa se ovvereact ini
melihat seorang Elang. Elma benar benar dibuat heran dengan cara berpikir seorang
Arkaya Juanda, masalahnya dari segi manapun orang-orang tau bahwa Elang
Pradipta tak mempunyai sisi menyeramkan seperti yang ditangisi oleh Arkaya. Tetapi
sebagai sahabat yang baik ia pun juga tak ingin untuk memaksa Arkaya untuk
berkenalan dengan orang asing, apalagi orang yang Arkaya takuti.
“hhh, yaudah deh Ya, gua gak bakal ngecomblangin lo sama Elang lagi, jangan
nangis gini dong, gua takut liatnya” ucapnya sembari mengelus bahu Arkaya yang
masih bergetar
“trus sekarang lo maunya gimana, gua takut ngenalin lo ke yang lain lagi, gua gak
mau lo nangis lagi” tanya Elma setelah dirasa Arkaya mulai tenang
“maaf ya Elma, Aya cuma ngerasa gak nyaman aja” ucapnya menyesali
kebodohannya beberapa menit lalu.

“udahlaah gausah dipikirin Ya, sekarang daripada gue yang capek capek nyariin buat
lo tapi lo malah takut, mending lo sendiri deh yang nyari seseorang yang gak lo
‘takutin’ buat jadi calon pacar lo” ujar Elma sok ngide sebenarnya. Arkaya yang
ditanya demikian pun menundukkan wajah dan tersipu malu, membuat lawan
bicaranya mengernyitkan dahi dalam, mencoba menebak maksud dari Arkaya , dan
setelahnya ia pun menjentikkan jarinya, lagi.

“Arkaya! Jangan bilang lo udah tau siapa yang lo suka? trus lo pura pura ngebahas ini
dari awal supaya gue gak ngetawain lo, tapi gue malah nyuruh lo sama Elang dan itu
yang ngebuat lo sedih? bukan karena lo takut sama Elang?” telak, Elma menanyakan
semua hal yang ada dibenak Arkaya, dan sayangnya semua tebakan tebakan itu benar
adanya.

“i..iya Ma” jawab Arkaya malu malu dan takut sahabatnya ini menertawakannya

“astaga Aya, kalo gue tau dari awal kan urusannya jadi gampang, lo ngapain pake
teka teki segala siiiih” protes Elma frustasi.

“jadiii, siapa?” tanya Elma


“apanya?” cengo Arkaya
“Arkaya” peringat Elma agar Arkaya tak lagi membuatnya merasa kesal dengan
sahabatnya itu, ia tau Arkaya hanya berpura pura.
“hehe ampun Ma, Dia satu kelas sama kita kok” jawab Arkaya kembali membuat
teka teki baru
“Aya! Sebutin namanya aja apa susahnya siiih” lagi, Elma protes atas keleletan
sahabatnya itu, oh ayolah mereka sudah cukup bermain main sedari tadi.
“mmm itu Ma, namanya.... Fathan” jawab Arkaya memelankan suaranya di akhir

“HAH!! LO SERIUS YA?”


“ish Elmaa, ssttt jangan kencang kencang, kita masih di kantin kalau Elma lupa”
“oke oke maaf, gue cuma syok aja” balas Elma disertai cengiran bodohnya
“kok bisa sih lo suka sama dia? Maksud gue, diantara banyaknya anak jurusan teknik
sipil kenapa harus dia? Ya, lo tau kan dia dinginnya gimana? Dan dia satu SMA sama
gue, setahu gue dia anaknya anti banget sama yang namanya pacaran, dan kasar sama
cewek yang ngedeketin dia” Elma benar benar tak sedang melebih lebihkan
ceritanya, ia tahu benar bagaimana seorang Fathansyah Dzimar, pria dingin yang tak
tersentuh, yang kehidupannya hanya tentang belajar dan basket. Teman temannya
pun hanya 3 orang yang merupakan anak petinggi SMA nya dulu, bahkan sampai
saat ini Fathan tidak membuka lowongan untuk mencari circle baru ataupun
menambah keanggotaan pertemanannya.
“iyaa Elma, Aya tau kok, makanya Aya cerita sama Elma biar Elma bantu Aya, mau
ya Ma?ya?ya?” pinta Arkaya mengeluarkan jurus memohonnya. Elma hanya menarik
nafas dalam dan mengangguk mengiyakan dan tentu saja sambil berdoa agar kisah
cinta pertama sahabatnya ini berlangsung baik baik saja.

***

“Baik sampai disini materi pemrograman kita, bapak harap untuk pertemuan
selanjutnya, presentasi dari kalian lebih kreatif dan dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan temannya” ucapan selamat tinggal dari dosen pemrograman itu disambut
dengan rasa syukur oleh mahasiswanya.

“Fathan , tolong bawakan paper ini ke ruangan saya” permintaan tolong yang
diajukan oleh dosen tersebut hanya mendapat anggukan sekilas dari Fathan,
setelahnya ia melenggang pergi sendirian membawa paper yang disebutkan oleh sang
dosen.
“Tan, tunggu!” Dimas meneriakinya agar berhenti sejenak, ia ingin ikut bersama
sahabatnya tersebut, ia tak ingin berada dikelas sendirian seperti anak ambis yang
hanya tau belajar, oh ayolaah belajar bukan gaya Dimas sekali, walaupun ia berteman
dengan Fathan yang begitu rajin, tetapi kapasitas otak dan tingkat kerajinan mereka
berbeda tentu saja.
“buruan” balas Fathan tak repot repot untuk menoleh atapun mengeraskan suaranya.
Dimas pun mengambil langkah untuk menyamai langkahnya dengan Fathan.

“abis ini kita nyamperin Alby dikantin Tan, dia udah nungguin dari tadi katanya”
kalimat pemberitahuan dari Dimas tersebut menjadi kalimat perintah setelah
diterjemahkan oleh otak Fathan, yang artinya mutlak harus mereka lakukan.

Alby merupakan teman se geng mereka, tetapi Alby memilih untuk melanjutkan
pendidikannya di jurusan Teknik Industri, sedangkan Fathan dan Dimas memilih
jurusan Teknik Sipil. Walaupun tak berada di kelas dan jurusan yang sama, mereka
akan selalu bermain bersama, bahkan dari kecil persahabatan mereka sudah terjalin
dengan erat.

“Alby kambeeng” teriak Dimas sesaat setelah mereka sampai dikantin, bagaimana
tidak iblis satu ini, telah membuat jebakan rupanya, ia berpura pura baik dengan
menarik bangku kantin untuk diduduki Dimas, dan tanpa perasaan curiga sedikitpun
Dimas duduk di bangku yang telah dipilihkan Alby, yang ternyata telah ditempeli
dengan kecap, bangku dengan warna serupa itupun seolah bersih tak ada
celah,ditambah positif thinking Dimas yang berlebihan membuatnya sangat mudah
dijebak oleh titisan iblis tersebut.

Fathan yang melihat kejadian tersebut hanya menggeleng gelengkan kepala,


bagaimana tidak, Alby memang dikenal jahil seantero sekolah, dan terbukti selalu
bisa menjahili Dimas setiap harinya, namu sekali lagi, tingkat positif thinking Dimas
yang berlebihan membuatnya selalu terjebak lagi dan lagi pada perangkap Alby.

“lagian lo sih Dim, udah tau si Alby isengnya keterlaluan, masih aja percaya sama
kelakuan baik dia” decaknya pada Dimas, sedangkan pelaku kejahilan hanya tertawa
terbahak bahak ditempatnya, menyaksikan Dimas yang sudah panik karena
seragamnya yang penuh dengan noda kecap.
“hahaha udah ah Dim, lo gak usah sok panik gitu, ntar seragam lo gue ganti deh,
bilang aja mau jajan di mana, Dior? Gucci? atau Prada?” akhirnya setelah
menyelesaikan tawanya Alby pun angkat suara, dan menawarkan ganti rugi pada
Dimas, namun tempat tempat yang disebutkan Alby tadi membuat Rangga yang
kebetulan duduk disebelah geng mereka menggelengkan kepala pelan, ‘orang kaya
dan logikanya’, mungkin kalimat ini yang ada dipikiran Rangga.

****
“jadi gimana Ma?”
Di bawah malam yang lumayan terang karena sinar bulan itu, ada dua orang gadis
yang sedang berdiskusi tentang asmara, Arkaya menatap Elma yang sedang
menginap dirumahnya penuh harap, tentang ide yang disampaikan agar disetujui oleh
Elma, kalian harus tau, dalam sebuah hubungan, restu dari sahabat adalah hal yang
penting, karena kalau tidak direstui nanti ketika kalian curhat sedikit saja, maka
kalian akan disuruh putus, uuh mengerikan. Dan tentu saja Arkaya mengindari resiko
yang satu ini,walaupun ia belum menjalin hubungan dengan siapapun, tapi ia rasa ia
tetap harus mendiskusikannya dengan Elma.

“lo tau kan Ya? Dari awal gua udah gak setuju kalo lo mau ngedeketin Fathan, tapi
ngeliat lo yang udah mikirin cara pendekatan kayak gini, gue bisa apa?” lirih Elma,
toh kalau ia tetap kekeh tidak mengizinkan Arkaya mendekati cinta pertamanya itu,
ia yakin Arkaya akan nekat dan tetap melakukannya diam diam dibelakang Elma.

Arkaya tersenyum, senyum cantik itu menular pada siapapun yang melihatnya, Elma
pun membalas senyuman Arkaya dan memeluk Arkaya, membawanya dalam
dekapan hangat ala sahabat perempuan.

“tapi Ya, lo harus janji sama gue, nanti di perjalanan kalo lo ngerasain sakit, bilang
sama gue, apapun yang terjadi nanti lo harus cerita semuanya ke gue, jangan di
pendam sendiri”
“ Aya janji Elma”
*****
“Arkaya? Tumben kamu udah bangun? Dan ngapain kamu nyiapin bekal?” kelakuan
aneh Arkaya pagi itu disambut tanda tanya besar dari mom, bagaimana tidak, Arkaya
yang biasanya bangun pukul setengan delapan itu telah ia temukan berada di dapur di
jam tujuh pagi, dan sedang menyiapkan sandwich kedalam kotak bekal. Sedangkan
yang ditanya hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Arkaya cuma iseng aja kok mom, hehe” jawabnya canggung
“yaudahlah terserah kamu, kamu ada kelas pagi?” Gabela memilih tak acuh pada
kegiatan anaknya itu
“iya mom, Aya ke atas dulu ya, mau siap siap” ucapnya terburu buru dan berlalu ke
kamarnya untuk bersiap berangkat kuliah.

Sesampainya di kampusnya Arkaya pun langsung menghubungi Elma untuk


menanyakan dimana sahabatny itu berada, setelah mendapatkan jawaban dari
pertanyaannya Elma bergegas menuju kelas yang Elma sebutkan tadi

“bagus gak Ma?” tanya Arkaya tentang bekal yang telah ia siapkan sendiri tanpa
bantuan mom, Arkaya tak bisa memasak kecuali membuat mie instan dan
menggoreng telur, makanya ia hanya membuat bekal sandwich yang hanya
membutuhkan telur dadar sebagai pelengkapnya.

“bagus Ya, apalagi kalau buat gue, bakalan pas banget ini” jawab Elma berbinar
“yee Elma, ini kan bukan buat Elma, tapi buat Fathan. Masa Elma lupa sii rencana
Aya yang waktu ituu” sungut Arkaya
“hehe ya gak lupa lah, tapi gue kan juga pengen Ya, masa cuman si Fathan aja yang
dapet” balas Elma mendramatisir keadaan
“issh kalau Elma mau besok deh Aya bikinin, tapi yang ini harus Aya kasih ke
Fathan dulu” jawab Arkaya disertai semburat pink di pipinya ketika nama Fathan ia
sebutkan.
“yaudah iyaa, yang lagi kasmaran mah beda” gerutu Elma pada akhirnya.
“ yaudah Aya simpan dulu deh bekalnya, sambil nungguin Fathan datang, aaah
Elmaa, Aya deg degan!” teriak Arkaya tiba tiba, entah mengapa tekad yang sudah ia
bangun tadi tiba tiba runtuh begitu saja, dadanya benar benar bergemuruh sekarang

“itu tuh ya si Fathan, samperin gih!” ucap Elma ke Arkaya ketika melihat Fathan
datang dengan ekspresi kaku seperti biasa, bahkan sampai saat ini ia tak habis fikir
bagaimana bisa Arkaya jatuh hati pada manusia seperti itu.

“Pagi Fathan, aku Arkaya, kita satu jurusan dan satu kelas juga hehe, ini bekal buat
kamu, dimakan yaaa” tanpa sempat menjawab ucapan Elma tadi Arkaya sudah
langsung menghampiri Fathan yang hampir menduduki bangkunya. Tentu saja
kedatangan Arkaya disambut dengan alis Fathan yang bergerak naik, tanda
menanyakan apa maksud dari perempuan di hadapannya ini. Tetapi Arkaya yang
tidak peka, hanya bisa tersipu dan meletakkan kotak bekal tersebut ke meja bangku
yang hendak diduduki oleh Fathan,dan segera berlalu meninggalkannya

Fathan pun hanya menggeleng malas dengan sikap Arkaya, ia pikir di bangku
perkuliahan tidak akan ada lagi wanita yang mau mendekatinya karena mereka sudah
dewasa, karena menurut Fathan hanya anak SMA yang menye-menye yang mau
melakukan hal menggelikan yang bernama pendekatan ini.
“Tan paper lo udah belum? Pinjam dong mau g....., loh lo bawa bekal Tan? Serius?
Seorang Fathan Dzimar bawa bekal? Pfft malu maluin rahang tegas lo aja si Taan”
Dimas yang tadinya berniat untuk mengcopy tugas milik Fathan pun berhenti
bertanya ketika ia melihat sebuah kotak bekal berwarna lilac berada di atas meja
Fathan. Ia menertawakan kekonyolan sahabatnya itu karena masih membawa bekal
ketika usianya hampir berkepala dua.

Fathan hanya mendecak malas ketika Dimas langsung tertawa tanpa mendengarkan
alasan keberadaan kotak tersebut. Walaupun sebenarnya ia memang tak ingin repot
repot menjelaskan, karena ia memang tak peduli. Ia pun mengambil kotak tersebut
dan hendak membuangnya, namun cepat ditahan oleh Dimas
“eits mau ngapain lo?” cegatnya
“mau buang, sakit mata gue ngeliat warnanya”
“loh emang ini bukan lo yang bawa?, kenapa gak milih pake warna lain aja?”
“lo beneran mikir gue bawa bekal?” Fathan pun menyentil dahi Dimas yang
mendapat tatapan tajam dari si pemilik dahi
“gue dikasih sama cewek aneh sok akrab itu” ucapnya tanpa repot mengucapkan
nama Arkaya dan menunjuk dengan dagu
“Arkaya?! lo dikasih bekal sama Arkya? Serius? Dan bekalnya malah pengen lo
buang? Waah beneran sinting ni anak”
“maksud lo ngatain gue apasih?”
“hehe selow dong brow, bukan ngata-ngatain lo poinnya, tapi maksud gue, seorang
yang cakep, polos, dan cerah kayak Arkaya lo tolak? Lo masih normal kan Tan”
“lo ngatain gue homo?!” pertanyaan aneh Dimas mendapat geplakan yang cukup
keras di bagian belakang kepalanya.

“ gue cuman gak mau aja makan bekal dari orang asing” jawab Fathan acuh
“yaudah siniin aja buat gue, gue laper, gak sempat sarapan, oiya btw gue pinjam
paper lo ya” ucapnya kembali teringat alasan kenapa ia bangun agak pagi dan
menyusul Fathan dengan cepat, ya karena tugasnya yang belum selesai ia kerjakan.

Tanpa mereka berdua sadari ada dua pasang mata yang juga sedang memperhatikan
mereka dari kejauhan dengan arti tatapan yang berbeda, yang satu terlihat marah
sedangkan yang lain terlihat sangat sedih.

“tuhkan gue bilang juga apa Ayaaa, Fathan tu kasar sama cewek, apalagi yang terang
terangan ngedeketin dia kayak gini. Lo siih cari penyakit udah yaa, gue gak mau lo
jadi sedih gara gara si fathan itu. Sekarang gak ada bawa bawa bekal lagi, gue gak
ngebolehin!” perintah Elma pada Arkaya

“tapi Ma, ini baru permulaan, wajar kan kalau kita gagal di awal? Gue gak sedih kok,
gue tau Fathan pasti ngerasa aneh aja gue tiba tiba ngasih dia bekal”

Bohong sebenarnya kalau Arkaya mengatakan ia baik baik saja dengan apa yang
dilihatnya saat ini, ia benar benar mempersiapkan bekal itu pagi tadi, ia yang jarang
bisa terbangun dengan alarm handpone itu langsung mendudukkan diri ketika tadi
pagi ia dengan benda pipih itu berdering. Tapi balasan atas usahanya benar benar
menyakitkan. Ia mencoba menguatkan diri sendiri berkata tak apa, ini hanya
permulaan, besok ia akan mencoba lagi dan kalau tetap ditolak ia juga akan tetap
berusaha ia tak akan menyerah begitu saja.

******
“Fathan ini aku bawain sarapan ya, walau udah agak telat si karna udah jam setengah
sepuluh hehe, tapi dimakan ya Fathan. Maaf kotak yang kemarin warnanya lilac, Aya
suka warna lilac soalnya, eeh ternyata Fathan gak suka, makanya sekarang Aya
bawain pake kotak warna cream” jelas Arkaya panjang lebar, walau ia tahu benar
Fathan benar benar tak berminat dengan penjelasan dan bekal yang ia berikan. Tetapi
Arkaya tetap berusaha, setidaknya Fathan mau membalas perkataannya. Fathan tetap
saja Fathan ia hanya diam saja dan tetap mengacuhkan Arkaya, sampai perempuan
cantik itu menyerah sendiri dan kembali ke tempat duduknya.

“ ditolak lagi kan lo Ya?” tanya Elma sedikit kesal, walaupun ia sudah bisa menebak
akan terjadi seperti ini tetap saja ia merasa sebal pada Fathan yang sama sekali tak
mempunyai hati menurutnya.

“hmm iya Ma, tapi gapapa deh, Aya sedikit senang Ma, tadi Fathan mau natap Aya
pas Aya narok kotak bekalnya” jawabnya dengan senyum sumringah, bukan hal
berarti memang yang dilakukan oleh Fathan Dzimar, bukankah menatap lawan bicara
adalah hal yang biasa saja dan sangat sangat wajar? Namun berbeda efeknya bagi
seorang Arkaya, ia benar benar merasa bahagia dengan hal paling sederhana itu.

“Ya, lo ikut gak nanti sore?” tanya Elma mendadak mengalihkan pembicaraan
“kemana Ma?”
“ada pertandingan futsal, anak teknik sama anak hukum, ikut gak lo? Biar perginya
barengan”
“yaudah deh Aya ikut, bosen juga dirumah gak ngapa ngapain” putus Arkaya.
“yaudah nanti sore gue jemput ya Ya, awas kalo sampe kelamaan dandan lo, gak mau
gue nungguin bakalan gue tinggal!” ancam Elma, dia harus selalu melakukan itu jika
mengajak Arkaya untuk hang out, karena Arkaya merupakan tipe perempuan yang
sangat ribet, semua hal harus mendetail dan rapih, berbeda dengannya yang sangat
simple dalam urusan gaya.

“iyaaa Elma bawel” jawab Arkaya dan mereka kembali fokus dengan dunia
perkuliahan mereka saat pak Dani datang ke kelas mereka.

*******
Sudah setengah jam seorang Elma Wijaksana berada di kediaman Arkaya, benar saja,
Arkaya belum selesai dengan acara dandannya dan membuat mereka pasti hanya
dapat menyaksikan setengah pertandingan. Dan soal ancaman Elma tadi, mana
mungkin ia tega meninggalkan Arkaya begitu saja, lagipula ia juga tak mau
menonton jika disana tak ada Arkaya, mau mengobrol dengan siapa ia nanti.

“ Aya udah siap Ma, ayo berangkat” cengiran Arkaya dengan polosnya itu hanya
dibalas raut wajah datar dari Elma.
“gue sampai sekarang masih heran loh Ya, yang bikin lo selalu lama kalau dandan itu
apa, padahal lo gak make up, lo gak ribet bikin alis karena alis lo udah rapi, tapi lo
selalu sukse bikin gue nunggu kalo kita udah janjian mau main” akhirnya semua
keluh kesah Elma disampaikan di depan Arkaya
“hehe kan Aya harus skincare-an dulu Ma, milihin baju yang cocok, warna yang
sesuai, sama ngaca ulang ulang buat pastiin semuanya udah selesai” jawaban Arkaya
justru semakin membuat Elma kesal, karena tak ingin lebih memperlambat waktu
mereka akhirnya Elma pun langsung menarik Arkaya ke mobilnya.

Ditengah perjalanan tanpa Elma sadari Arkaya menahan rasa sakit ditambah pusing
yang luar biasa pada belakang kepalanya, akhir akhir ini ia sering merasakan sakit
yang serupa, ia hanya mengira itu karena pola tidurnya yang akhir akhir ini
berantakan karena seluruh tugas untuk melengkapi nilai semesternya sudah berada di
tenggat deadline. Arkaya benar benar menahan rasa sakitnya sekuat tenaga, perlahan
keringat sebesar biji jagung itu mengalir melewati pelipisnya, ia tak ingin membuat
Elma khawatir akhirnya ia berpura pura tertidur dengan posisi membelakangi Elma.
Sesampainya di lapangan futsal kampus mereka, Elma pun membangunkan Arkaya,
namun ada yang aneh dengan sahabatnya itu, walaupun Arkaya memang tipe yang
susah dibangunkan, tapi kali ini ia benar benar tak bisa dibangunkan, tidak ada tanda
tanda ia terusik sama sekali dengan guncangan di bahunya. Elma yang sudah sedikit
kesal karena mereka benar benar terlambat akhirnya turun dari mobil duluan dan
membuka pintu yang di samping kemudi.

“Aya! Astaga lo kenapa, Ayaa, Ayaa” betapa kagetnya Elma saat ia membuka pintu
yang ada di hadapannya adalah wajah pucat pasi Arkaya dengan hidung yang
mengeluarkan darah, ia kembali mengguncang bahu Arkaya dengan sekuat tenaga.
“Elma” suara Arkaya begitu lirih ketika usaha Elma membangunkannya
membuahkan hasil.
“Aya, lo kenapa sih? Lo sakit apa? Itu lo mimisan Aya” panik Elma langsung
mengambil tissue dan memberikannya pada Arkaya
“gue anter lo kerumah sakit ya?”
“ga usah Ma, Aya pasti cuman kecapekan aja, anterin Aya pulang aja Ya, Aya mau
sama mom sekarang” pintanya memelas pada Elma, karena sungguh badannya benar
benar terasa sakit sekarang dan ia hanya butuh istirahat, pikirnya.

“yaudah deh gue anterin pulang aja” akhirnya Elma kembali masuk ke mobilnya
untuk mengantarkan Arkaya pulang.
“Elma maaf ya, gara-gara Aya Elma gak jadi nonton pertandingannya” Arkaya benar
benar merasa bersalah dan tidak enak hati pada Elma
“iih lo ngomong apaan sih Ya, nonton futsal gak penting bagi gue, yang penting lo
sehat aja sekarang udah bikin gue tenang” Elma mendadak kesal dengan ucapan
melantur Arkaya, yang benar saja, tidak mungkin ia lebih mementingkan menonton
pertandingan futsal dibanding kesehatan sahabatnya, lagipula ia hanya ingin hang out
dengan Arkaya sebagai tujuan utamanya bukan menonton pertandingan.

Akhirnya mereka berdua terdiam selama di perjalanan, sama sama kalut dengan
pemikiran masing masing.
“Loh ini Arkaya kok pucat sama lemas gini Elma? Kenapa?” sesampainya dirumah
Arkaya, Elma langsung saja membuka pintu tanpa memencet bel, Gabela yang kaget
pun langsung menghampiri pintu utama rumah mereka dan mendapati putrinya yang
dipapah oleh Elma dalam keadaan pucat pasi.

“Elma minta maaf ya mom, tadi Elma ngajak Arkaya nonton pertandingan futsal trus
pas udah nyampe disana, tiba tiba Arkaya kayak kecapekan gitu dan tadi juga sempat
mimisan, Elma mau bawa kerumah sakit gamau katanya, mau pulang aja sama mom,
makanya Elma bawa kerumah mom.” jelas Elma panjang lebar
“kok kamu minta maaf sih, yaudah Arkaya nya bawa keatas aja yok sini, biar mom
bantu” Gabela dan Elma pun membopong Arkaya ke kamarnya di lantai dua.

“Makasih banyak ya Ma, udah nganterin Arkaya pulang”


“iya mom, emm kayaknya Elma pulang dulu ya mom? Biar Arkaya istirahat aja
mom”
“ yaudah, kamu hati hati ya pulangnya, jangan ngebut”

Setelah berpamitan dengan Gabela, Elma pun bergegas untuk pulang, dan hanya bisa
berharap semoga Arkaya benar benar tidak apa-apa.

********
Malam itu ketika jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam, Gallendra Madana
Juanda sampai ke rumah kediamnnya, setelah seharian mengurus kantornya, ia
merasa begitu lelah, namun saat sampai kerumah yang didapatinya justru putri
semata wayangnya tengah terbaring sakit dengan wajah pucat dan terlihat begitu
lemah dimatanya.
“Aya, kenapa mom?” tanyanya khawatir pada Gabela, sebab istrinya sedari tadi terus
menggenggam tangan putri mereka dengan air mata yang tak henti terjatuh
“gatau dad, tadi dia pergi sama Elma, kata Elma pas mereka sampai di tujuan mereka,
tiba tiba Elma udah pucat dan sempat mimisan”
“yaudah, sekarang mom siap siap ya, kita bawa kerumah sakit aja”
Mereka pun bersiap untuk membawa Arkaya ke rumah sakit, sesampainya disana
mereka langsung di bawa ke IGD, dan dokter mengatakan bahwa Arkaya akan
melakukan pengecekan darah di lab.

“selamat siang pak,buk, bisa ikut saya keruangan saya sebentar?” setelah pengecekan
selesai, dan dokter mengatakan kalau hasilnya akan keluar pada siang hari,
Gallendara dan Gabela pun sudah stay di Rumah Sakit dari sepuluh pagi, karena jam
tujuh pagi tadi mereka menyempatkan pulang kerumah untuk mengambil keperluan
Arkaya.
“jadi gimana keadaan Arkya dok?” Gallendra memberanikan diri untuk bertanya
ketika mereka baru saja duduk di kursi yang dipersilahkan oleh sang dokter.
“sebelumnya saya ingin bertanya, apakah Arkaya sering mengalami sakit kepala yang
begitu hebat?”
“dia tidak pernah mengeluhkan sakit kepada saya dok” jawab Gabela, karena tentu ia
lebih tau tentang keluh kesah Arkaya dibanding Gallendra, karena bapak satu anak
tersebut hanya berada dirumah dari pukul sembilan malam sampai tujuh pagi.
“ooh jadi pasien memang tak pernah memberitahukan rasa sakitnya sama sekali ya?
Mungkin ini yang menyebabkan sel kankernya lebih mudah menyebar, karena tidak
cepat memeriksakan saat gejala pertama, mohon maaf pak, buk, berdasarkan hasil
diagnosis pasien memiliki kanker otak yang sudah stadium 3, kami tak dapat
menyarankan banyak hal kecuali kemoterapi dan harus rutin mengkonsumsi obat”

Secepat itu semesta Gallendra runtuh, ia benar benar diguncang hebat dengan berita
tersebut, putrinya, putri semata wayangnya, yang selalu ia manjakan, hari ini dengan
telinganya sendiri ia mendengar vonis dokter tentang penyakit mematikan yang ada
ditubuh putrinya, ternyata dibalik keceriaan Arkaya ada malam malam yang penuh
tangis yang mungkin tak bisa di tenangkan oleh Gabela maupun dirinya. Air mata itu
luruh begitu saja dari netra legamnya, ia begitu terpukul dengan semua kejadian yang
sangat tiba tiba ini. Dilihatnya Gabela yang berusaha menahan isakannya tetapi air
mata yang terus mengalir dari manik aqua tersebut sudah memperlihatkan betapa
hancurnya tubuh ringkih itu, percayalah menangis tanpa suara adalah tangisan paling
menyakitkan yang pernah ada, ia pun menarik tubuh Gabela kepelukannya, sambil
berusaha saling menguatkan satu sama lain.
Setelah Gallendra menyelesaikan semua tebusan ia pun melangkah cepat ke kamar
Arkaya, Gabela sudah berada disana tertidur dengan posisi duduk sambil masih
menggenggam tangan Arkaya yang terbebas dari infus. Ia menghampiri Gabela dan
membangunkan istrinya itu untuk pindah saja ke ranjang yang sudah disediakan di
ruang VVIP tersebut. Arkaya masih senantiasa menutup matanya dari kemarin tak
mengizinkan Gallendra menatap mata putrinya itu.

“Mom...” suara Arkaya terdengar begitu lirih ketika memanggil Gabela malam itu.
“Aya, disini mom sayang, kamu udah bangun, sebentar ya” Gabela pun langsung
memanggil dokter untuk datang keruangan mereka untuk mengecek keadaan Arkaya,
dan tidak lupa untuk menelepon dad yang masih berada di kantor.

“pasien masih harus banyak istirahat bu, jadi jangan membuatnya terlalu berpikir
keras, saya permisi, selamat malam” dokter pun pergi meninggalkan ruangan tersebut
“Arkaya kamu ada yang sakit sayang?kamu mau apa?”
“Aya gapapa kok mom, tapi kenapa Aya ada di rumah sakit mom?” Arkaya yang
sudah menahan pertanyan itu dari tadi pun ada kesempatan untuk menanyakannya
ketika dokter meninggalkan ruangan.

“Aya udah bangun sayang? Tebak dad bawa apa buat Aya” setelah Gabela
meneleponnya tadi Gallendra langsung bergegas menuju rumah sakit tempat putrinya
dirawat dengan membawa cake red velvet kesukaan putrinya.
“waah cake, makasih dad”
“Mom? Pertanyaan Aya tadi belum Mom jawab looh” setelah memakan cake nya
Arkaya pun kembali teringat pertanyaan yang ia ajukan pada Gabela tadi yang
membuat Gabela dan Gallendra saling pandang bagaimana cara menjelaskannya pada
putrinya
“baik, jadi dad yang menjelaskannya, tapi Aya harus janji jangan sedih ya, dan harus
jujur sama pertanyaan dad nanti? Deal?” akhirnya setelah berbicara lewat bahasa
kalbu dengan Gabela, Gallendra pun memutuskan ia yang akan menyampaikannya
pada putrinya. Setelah penawaran yang diajukan oleh Gallendra Arkaya pun
mengangguk menyetujui persyaratan dari Gallendra
“oke sebelumnya dad mau nanya dulu, Aya pernah gak ngerasain sakit kepala yang
sakiiit banget? Atau vertigo? Atau mual sama muntah tanpa sebab?”pertanyaan
pertama Gallendra itu ia tanyakan dengan sangat hati hati pada putrinya.

“pernah dad” jawab Arkaya singkat


“yang mana? Sakit kepala yang sakiit banget, atau vertigo atau muntah tanpa sebab?”
“tiga tiganya Aya pernah ngalamin dad, tapi seringnya malam gitu, apalagi kalo Aya
udah banyak tugas dad”
“dari kapan kamu ngalamin kayak gitu?” introgasi itu masih berlanjut
“emm kalo yang sakit kepala udah dari persiapan UTBK tahun lalu dad, kalau vertigo
beberapa bulan belakang, trus yang mualnya beberapa minggu ini dad” jelas Arkaya
mendetail
“kenapa gak pernah cerita sama dad atau mom Aya?”
“emangnya kenapa sih dad? Aya kan cuman nanyain kenapa Aya disini, kok jadi
ribet gini pertanyaan dad?” akhirnya Arkaya mengerang protes karena tak kunjung
mendapat jawaban alasannya berada di rumah sakit.
“kamu terkena kanker Ayaa, kanker hiks hiks” badan Gabela bergetar setelah
mengatakan kalimat tersebut yang langsung direngkuh oleh Gallendra, berbanding
terbalik dengan Arkaya yang tubuhnya menegang setelah mendengar kalimat yang
diucapkan Gabela, perlahan air matanya jatuh membasahi bantal yang menjadi
penompang kepalanya.
“kanker apa mom?” pertanyaan yang sangat lirih itu memecah suara tangis Gabela
“kanker otak stadium 3 Arkaya” dengan berat hati Gabella mengungkapkan hal
tersebut ke putrinya, bagaimanapun Arkaya harus mengetahui penyakitnya
“sekali lagi dad tanya, kenapa gak pernah bilang kalo kamu sakit? Setidaknya kalau
kamu ngomong ini dari awal, masih bisa kita atasin Ya, kemungkinan kamu sembuh
masih besar seharusnya” Gabela mencoba menenangkan Gallendra karena dirasa
suaranya sudah mulai meninggi
“Aya gak tau bakal separah ini dad, Aya fikir rasa sakitnya karna Aya terlalu banyak
pikiran sama telat tidur aja, Aya gak mau bikin dad sama mom khawatir”
“tapi kami khawatir sekarang Aya, jauh lebih khawatir dari yang kamu bayangkan”
teriak Gallendra, ia benar benar lepas kendali sekarang, lalu ia pun bergegas pergi ke
luar ruangan, ia tak mau emosinya kembali meledak disaat seperti ini, Arkaya baru
saja siuman, ia tak ingin memperparah keadaan anaknya, biarlah ia kini mencari
udara segar sejenak.
“Aya, maafin dad ya sayang? Mom yakin dad pasti ga ada niat buat ngebentak kamu,
dad cuma khawatir” Gabela yang menyadari putrinya ketakutan pun memeluk
Arkaya, ia pun terkejut sebenarnya, Gallendra tak pernah membentak Arkaya karena
ia tau putrinya ini tak biasa mendengar nada yang tinggi seperti itu, tapi ia
memaklumi karena ia yakin suaminya pasti sangat khawatir dengan kondisi Arkaya,
dan ia tak dapat mengekspresikannya dengan benar, yang berujung pada sebuah
bentakan.

*********
“nikmat banget idup lo ngilang satu minggu full yee” sindir Elma pada Arkaya yang
hanya dibalas cengiran olehnya.

Arkaya dirawat selama satu minggu di rumah sakit, dan ia minta pada kedua
orangtuanya untuk tidak mengatakan pada siapa siapa tentang penyakitnya ini,
termasuk pada Elma, ia tak ingin sahabatnya itu khawatir, dan berdalih bahwa ia
sedang ingin ke kerumah neneknya yang juga di Yogyakarta untuk menenangkan
pikirannya di desa neneknya tersebut sebelum UAS dimulai. Arkaya diperbolehkan
pulang kerumahnya setelah ia mencoba meloby kedua orang tuanya untuk bisa
pulang, karena ia tak tahan dengan bau rumah sakit, hidungnya gatal karena setiap
hari mencium bau obat saja, dan setelah memeriksa kondisinya pada dokter, Arkaya
pun diizinkan pulang dengan syarat tidak terlalu berkegiatan yang dapat membuat ia
kelelahan, pola makan teratur, dan pola tidur yang teratur tentu saja. Soal hubungan
Arkaya dan Gallendra mereka sudah berbaikan dengan Gallendra yang langsung
menghampiri Arkaya paginya setelah ia berhasil menenangkan dirinya sendiri, ia
benar benar menyesal telah membentak Arkaya.

“seru gak liburan lo?”


“ya seru lah! Arkaya bisa ngilangin stress sebelum UAS dirumah nenek, rumah
nenek emang yang paling dabest deeh” jawab Arkya sembari mengangkat kedua
jempolnya didepan wajah Elma, dalam hati ia meminta maaf pada sahabatnya itu
karena telah berbohong mengenai kabar hilangnya Arkaya selama satu minggu ini.
“ish Aya mah, kan gue jadi pengen liburan juga” iri Elma pada Arkaya, ia juga ingin
bersantai sebelum ujian tapi ia sadar nilainya akan rendah kalau tidak belajar berbeda
dengan Arkaya yang bahkan bisa mendapatkan nilai sempurna bahkan tanpa belajar.
“yaudah siap ujian kita jalan jalan mau gak?keliling Jogja aja pasti seru!” ajak
Arkaya bersemangat
“wah ide bagus Ya, oke gue setuju, beneran ya tapi? Ngilang awas ya lo” tunjuk
Elma pada Arkaya yang dibalas anggukan oleh Arkaya.
“Ya, gimana progres pendekatan lo sama Fathan?” tiba tiba Elma menanyakan
tentang urusan asmara Arkaya
“ya gitu aja Ma, kan kemarin Aya gak ngampus selama seminggu, pasti sekarang
Fathan udah lupa lagi sama Aya” jawabnya sambil melengkungkan bibir ke bawah,
kebiasaannya saat merasa sedih
“trus sekarang lo mau nyerah atau lanjut?” tantang Elma sambil menaik turunkan
alisnya menggoda Arkaya.
“lanjut laah, Aya gak cepat nyerah ya Elma!” tekad Arkaya, yang dibalas gelak tawa
oleh Elma, karena baru beberapa menit yang lalu ia mengeluh tentang Fathan yang
pasti sudah lupa padanya sekarang ia malah kembali bersemangat untuk mendekati
Fathan kembali.
“yaudah ntar sore ikut gue yuk Ya, anak teknik sipil sama teknik mesin bakalan
tanding basket ntar sore, lo bisa tuh ngasih semangat sama babang Fathan lo
hahahaha” ledek Elma sembari menirukan gerakan gerakan cheers.
“iiih Elma sialan!!” pekik Arkaya
“Astaga Aya kasar” delik Elma, tak benar benar kasar sebenarnya, ia hanya
menggoda Arkaya yang tak pernah mengumpat sebelumnya, Arkaya hanya pura pura
tak mendengar dan matanya fokus menatap ke depan menunggu dosen mereka datang
untuk memulai ujian.

*********
“Mom Aya berangkat” teriak Arkaya tanpa sempat mencium tangan Gabela ia benar
benar takut disembur oleh Elma karena sudah membiarkan gadis itu menunggu
selama 15 menit di kursi depan rumahnya, sedikit kemajuan memang, Elma yang
biasanya menunggu hingga 30 menit kini dapat mengehmat 15 menit waktunya. Tapi
tetap saja ia kesal, ia paling benci menunggu soalnya.

“Elma nanti berhenti dulu ya di minimarket depan, Aya mau beli minuman dulu
untuk Fathan” pinta Arkaya pada Elma
“yaudah iya, beliin gue sekalian ya Ya”
“iyaaa”

Sesampainya mereka di lapangan basket kampus suasana sudah riuh dengan terikan
penyemangat dari penonton, Arkaya dan Elma pun memilih duduk di rombongan
anak anak teknik sipil yang lain, mereka berhasil menduduki kursi paling depan dan
yang paling dekat dengan tempat istirahat klub basket teknik sipil.

“aa Fathan ganteng banget Elma”


“aduuh kaki Fathan sakit gak ya”
“Elma itu hebat banget ya”

Semua kata pujian yang keluar dari mulut Arkaya hanya tentang Fathan, tak jarang ia
juga meringis ketika Fathan terjatuh seolah ia juga bisa merasakan sakitnya. Setelah
pertandingan usai dengan akumulasi skor seimbang yang berarti besok adalah final
dari pertandingan basket ini, Arkaya tanpa persetujuan Elma pun menghampiri
tempat istirahat klub basket di depan mereka, ia segera memanggil Fathan dan
memberikan minuman yang tadi telah ia beli bersama Elma

“Fathan! Ini minum buat Fathan, tadi Fathan keren loh mainnya” ujarnya dengan
mata berbinar.
“widiih udah ada gebetan lo Fat?” teriak Doni salah satu anggota basket dari jurusan
teknik Sipil
“makasih” setelah mengatakan demikian Fathan pun bergegas duduk dengan timnya,
ia terlihat begitu santai dan terkesan acuh terhadap candaan yang dilontarkan teman
temannya padanya.
Berbeda dengan perempuan yang masih terdiam di ujung lapangan, tangannya masih
terangkat sejak ia menawarkan minum tadi, ia benar benar membatu disana, membuat
Elma ragu apakah Arkaya masih bernafas ditempatnya atau tidak. Ucapan
terimakasih Fathan sangat berpengaruh bagi Arkaya ternyata.

“Aya udaah, balik yuuuk, lo kayak orang bodoh tau gak sih, berdiri sendiri di
lapangan kek gini, ayok pulaang mereka pada ngeliatin lo ituu” Elma benar benar
malu atas apa yang dilakukan Arkaya

“Elma coba cubit Aya, Aya gak mimpi kan? Tadi Fathan ngambil minuman yang
Aya kasih kan? Trus bilang makasih juga?” Arkaya benar benar terlihat seperti orang
bodoh sekarang, dengan mata yang berbinar dan senyum yang tak luntur
“lo gak mimpi Ya, gue juga ngeliat kok, dia beneran nerima minum dari lo sama
bilang makasih juga”ucap Elma meyakinkan Arkaya dan segera menarik Arkaya ke
mobil untuk pulang, ia takut terlalu lama berdiri di sana dan Arkaya melakukan hal
yang tidak tidak

“AAAA ELMA GUE SENENG BANGET” seperti yang satu ini, di malah berteriak
kesenengan disaat mereka masih berada dilapangan, Elma baru sempat menggeser
Arkaya beberapa langkah saat anak itu malah berteriak kencang, Elma benar benar
ingin menangis saat ini karena menahan malu. Kali ini tanpa aba aba ia benar benar
menyeret Arkaya menuju mobilnya.

“Aya, gue maluu” ringis Elma saat mereka sudah berada di mobil
“tapi Aya seneng Elma”
“ gue tau Aya, tapi gak gini juga, masa lo teriak di depan mereka siih” Elma benar
benar sekesal itu dengan reaksi Arkaya tadi
“Ma kalau Fathan nerima minum yang Aya kasih, berarti Fathan udah suka ya sama
Aya?”
“ya gak gitu juga Aya, dia nerima karena itu gratis dan dia juga lagi haus, mana ada
ceritanya orang nerima minum berarti dia suka”
“yaudah deh mungkin sekarang belum kali ya Ma, besok Aya coba lagi deh”
Akhirnya Elma pun melajukan mobilnya membelah jalanan untuk mengantarkan
Arkaya pulang, senyum tak henti hentinya terbit dari bibir Arkaya, matanya juga
berbinar binar, Elma ikut senang melihat Arkaya yang seperti ini, walaupun Elma
agak heran Arkaya sedikit lebih pucat dari pada biasanya, tapi Elma tak mau
berpikiran negatif, ,mungkin kalau Arkaya sedang berbahagia akan menjadi sedikit
pucat begitu, hanya itu yang dapat Elma pikirkan tentang keadaan sahabatnya itu.

“Elma ingetin Aya yaa, hari ini hujan pertama yang mengiringi kebahagiaan Aya.
Aya juga bakal selalu menghitung hujan hujan setelah ini Ma, Aya gak mau lagi
benci hujan” Elma tersenyum menatap Arkaya mengiyakan perkataan sahabatnya itu,
ia tahu bahwa Arkaya benci hujan, Yogyakarta yang dingin dan kaku ditambah rintik
hujan merupakan perpaduan sempurna untuk membuat Arkaya demam, ia tak bisa
terkena udara dingin, karena hidungnya akan mampet dan ia benci ketika kesulitan
menghirup oksigen. Elma benar benar berharap kedepannya Arkaya akan tetap
seceria ini.

Saat mereka menginjakkan kaki dirumah Arkaya, mereka langsung disambut dengan
pekikan khawatir Gabela, Arkaya dan Elma basah kuyup, salahkan saja jarak gerbang
dengan pintu utama mereka yang bisa dibilang dekat itu.
“Aya, kok basah basahan gini sih, nanti kalo kamu sakit gimana? Buruan masuk dan
langsung ke kamar mandi ganti baju, Elma nginap disini aja ya, pake baju Aya aja”
Arkaya langsung masuk ke kamarnya meninggalkan Gabela yang masih bernego
dengan Elma agar menginap di rumahnya saja, karena Gabela khawatir kalau Elma
mengendarai mobil ditengah deras hujan begini.
“eeh gapapa mom, Elma pulang aja deh, Elma tadi cuman mastiin mom ada dirumah
atau enggak aja kok, besok kami masih ujian mom, Elma harus belajar buat besok”
“yakin kamu bisa pulang sendiri? Atau nanti nunggu hujan reda dulu deh baru
pulang, mom khawatir Elma”
“makasih udah nge khawatirin mom, tapi Elma bener bener gapapa, Elma pamit ya
mom” percakapan itu dimenangkan oleh Elma, ia segera mencium tangan Gabela dan
berpamitan.
“Arkaya kamu gapapa?” setelah mengantar Elma ke gerbang, Gabela kembali
menghampiri Arkaya ke kamarnya
“Aya gapapa kok mom hehe” jawab Arkaya, ia berbohong dengan kata tidak apa
apanya karena kini, keadaannya sangat mengenaskan, hidung yang tersumbat dan
memerah, bibir yang pucat pasi, serta ,matanya yang begitu sayu, membuat siapa saja
akan meringis melihat keadaan gadis tersebut.
“obat kamu udah diminum? Kepalanya sakit gak?”
“udah kok mom, agak pusing aja, karena kehujanan deh kayaknya”
“yaudah istirahat aja ya, kalau besok kamu masih sakit biar mom minta izin ke
kampus aja, ujian susulan aja ya sayang?” Arkaya hanya mengangguk mengiyakan
kata Gabela, toh kalau ia menolak pun, mom nya akan tetap memaksa. Ia tahu kenapa
Gabela sangat khawatir akan kesehatannya saat ini, karena sekarang selain alergi
dingin yang sudah dimilikinya sedari kecil, satu penyakit kembali menghampiri
tubuh ringkih itu, kanker otak stadium 3, tanpa ia cari tahu pun sudah dapat ia
pastikan betapa mengerikannya penyakit tersebut.

Perlahan Arkaya memikirkan bagaimana kehidupannya kedepannya akan


berlangsung, bagaimana ia yang setelah ini akan sibuk dengan kemoterapi, bolak
balik rumah sakit untuk cek labor, bahkan memikirkan bagaimana rupanya nanti
ketika ia harus menggunduli rambut panjangnya yang lebat, tak terasa bulir bening
itu mengalir di pipi kemerahannya, ciri khas ketika ia merasa kedinginan. Tangisnya
malam itu bersahut sahutan dengan suara hujan, dadanya semakin sesak ketika
hidungnya benar benar tersumbat, ia harus menarik napas pelan-pelan dari mulutnya
untuk mengembalikan jumlah oksigen di paru parunya, setelah lelah dengan
semuanya Arkaya pun tertidur dengan mata yang basah dan sembab sisa pikiran
buruknya, ia hanya merapalkan doa kepada tuhannya agar besok pagi ia masih
terbangun dan mampu melihat senyuman mom dan dad.

**********
“Aya, bangun! Ada Elma nungguin kamu dibawah” Gabela berada di kamar Arkaya
untuk membangunkan putrinya itu. Arkaya sudah baik baik saja saat ia cek
keadaannya subuh tadi, dan Arkaya sendiri yang merengek untuk tetap ke kampus
hari ini.
“jam berapa mom?”
“udah jam delapan Aya”
“yaudah”
“MOM?KENAPA BARU BANGUNIN AYA?!! AYA KAN UJIANNYA JAM
SETENGAH SEMBILAN!” pekik Arkaya dan langsung berlari ke kamar mandi

“kamunya aja yang polos Ya, dinakas kamu udah ada jam juga, yaudah deh gapapa
dari pada terlalu terlambat, mending bangunin jam setengah delapan” Gabela terkikik
sendiri dengan kepolosan Arkaya, yang benar saja, ia harusnya lebih teliti lagi
melihat jam, ada jam digital di nakas dan juga di dinding.

“Mom, Aya berangkat yaa, sarapannya di kampus aja deh nanti, udah telat banget
ini” kalimat buru buru Arkaya hanya dihadiahi gelak tawa oleh dua perempuan yang
ada di meja makan
“rencana Mom emang paling oke!” seru Elma seraya mengangkat jempolnya pada
Gabela
“maksudnya apa mom,Ma?”
“coba liat jam deh Ya” perintah Gabela
“Mom iiih, baru jam delapan ternyata, Aya pikir Aya udah telat banget, mom
boongin Aya?” kesal Arkaya pada Gabela, yang lagi dan lagi hanya gelak tawa yang
didapatnya sebagai balasan
“yaudah sarapan dulu sini, kamu kalau gak mom gituin juga gak bakalan bangun
kan?” dengan langkah yang tersungut sungut Arkaya menghampiri Gabela dan Elma,
menikmati sarapannya walaupun tadi sempat kesal dengan kedua wanita ini.
“lo mau ngasih apa lagi hari ini Ya?”
“apanya?”
“ck biasanya kan lo bakalan nyiapin bekal buat Fathan, tapi sekarang gue gak ngeliat
lo bawa apa apa buat Fathan” Elma benar benar penasaran dengan apa yang akan
dilakukan oleh Arkaya untuk mendekati gebetannya itu
“oh iya Elma! Aya lupa, duh gimana niih? Elma nanti mampir di minimarket lagi ya
bentar, Aya mau beliin susu aja deh”
“ck gue kira lo beneran nyiapin hal baru, lupa ternyata” decak Elma yang dibalas
senyum bodoh Arkaya.
“pagi Fathan, ini aku bawain susu kotak buat kamu, maaf ya aku lupa nyiapin bekal”
ucap Arkaya sembari memelas ke Fathan. Fathan hanya memandang Arkaya heran
“lo siapa sih? Udah bebarapa minggu ini gangguin gue mulu, gue muak tau nggak!”
bentak Fathan kasar. Arkaya terkejut ketika ia dibentak begitu, ia paling takut dengan
dibentak.
“Fathan lupa? Ini Aya, yang kemarin ngasih Fathan minum waktu tanding basket”
entah keberanian darimana Arkaya menyela ucapan Fathan dan menatap tepat di
kedua netra tajam tersebut.
“oooh jadi cuma karena gue nerima minum dari lo kemarin, lo ngerasa gue mau
nerima semua pemberian lo? Enggak ya!” bentaknya lagi
“Fathan gak suka Arkaya?” pertanyaan dengan nada yang begitu lirih tersebut masuk
ke telinga Fathan dan semakin membuatnya frustasi, ia memang sudah tak sekasar
dahulu pada perempuan, mari berterima kasih pada Alby yang sudah menasehati
Fathan, tapi bukan berarti ia akan bersikap menye menye dan haus perhatian, tetap
saja ia akan membangun tembok yang tinggi antara dirinya dan kaum hawa.
“Minggir lo” perkataan tajam dengan nada yang terkesan dingin itu membuat Arkaya
bimbang ingin menanggapi bagaimana, tak lama dirasakannya ada jemari yang
menggenggam tangannya dan menariknya pergi.
“lo masih mau berdiri kayak orang bego didepan Fathan saat dia udah
mempermalukan lo di depan seluruh anak kelas? Gue tau lo suka sama dia Aya, tapi
plis jangan bego bego banget soal urusan kayak ginii, dia ngusir lo kalau lo gak
ngerti” Elma yang sudah sangat geram menyaksikan perdebatan keduanya pun
menarik Arkaya dari hadapan Fathan dan tanpa ia sadari ia juga meninggikan
suaranya di hadapan Arkaya. Air mata Arkaya yang berusaha ia tahan sedari
menghadap Fathan tadi pun sekarang sudah benar benar tumpah tanpa dapat ia
bendung lagi, runtuh sudah pertahanannya ketika Elma pun turut membentaknya
“Elma, Aya salah kalau suka sama Fathan? Aya juga gatau kenapa Aya sukanya sama
Fathan bukan sama Elang aja, Aya juga gak ngerti Elma... hiks..hiks” Elma segera
merengkuh Arkaya dalam dekapannya sembari berulang kali mengatakan tidak apa-
apa dan meminta maaf karena telah membentaknya, untungnya dosen mereka belum
sampai keruangan ketika drama ini berlangsung.
***********
“Aya gue gak setuju ya sama ide lo kali ini!” peringat Elma pada Arkaya tentang ide
yang cemerlang katanya satu jam yang lalu
“ish Elma percaya aja sama Aya, pasti berhasil kok, oke” ucapnya sambil
mengangkat jempol.
Arkaya bergegas menghampiri Fathan yang di depan pintu kelasnya yang masih
mengobrol dengan Dimas.
“eh Aya, ada apaan Ya?” tentu saja bukan Fathan yang menanyakan pertanyaan ini,
melainkan Dimas yang sudah sangat sumringah semenjak Arkaya menghampiri
mereka
“Dimas? Arkaya boleh ngobrol sama Fathan nya bentar gak?
“oh boleh Ya, silahkan” ucap Dimas sopan dengan gestur mengajak Arkaya untuk
berada di sisi depan Fathan. Fathan hanya menaikkan sebelah alisnya pertanda ‘apa
yang mau lo obrolin’ pada Arkaya.
“gak disini Fathan, ikut Aya ke taman belakang mau?” tawarnya, ia merasa tak enak
hati sekaligus malu untuk mengobrolkan hal ini.
“Fatha mau kok Ya, ya kan Fat?” belum sempat Fathan buka suara untuk menolak
Arkaya Dimas menyela percakapan mereka lagi dan mendorong Fathan dan
mengkode pada Arkaya agar segera ke taman.
“gue bisa jalan sendiri, singkirin tangan lo” gertak Fathan pada Dimas, setelah Dimas
melepaskannya ia benar benar mengikuti langkah Arkaya.

“lo mau ngomongin apa sih sebenernya?”


“iih Fathan, duduk dulu”
“buruan ngomong aja, gue ga punya waktu”
“kalo Fathan gak duduk Aya juga gak bakalan mau ngomong” balas Arkaya sengit.
Akhirnya Fathan pun duduk, dan setelahnya ia mengumpat dalam hati kenapa ia
mengikuti perkataan gadis di depannya ini, padahal ia bisa saja langsung pergi, toh
yang punya keperluan Arkaya bukan dirinya. Tapi badannya lebih mengikuti perintah
Arkaya daripada perintah otaknya, Arkaya sialan.
“buruan,” ulangnya ketika Arkaya hanya menatapnya dengan senyum yang
membuatnya bergidik ngeri.
“ Fathan kenapa ngebenci Arkaya? Arkaya kan orang baik, Arkaya udah ngasih
Fathan bekal kalo kita ada kelas pagi, ngasih susu kotak kalau Arkaya lupa nyiapin
bekal beliin-”
“gue gak pernah sekalipun nyuruh lo ngelakuin itu” sela Fathan merasa risih
“i..ya siih, tapi kan Aya tetap udah baikin Fathan, Fathan gak mau gitu baikan sama
Aya?”
“lo cuma mau ngobrolin ini doang? Kalau udah selesai gue mau pergi”
“tunggu Fathan!” entah keberanian darimana Arkaya meraih tangan Fathan, dan
langsung ditepis dengan kasar oleh Fathan, ia tak terbiasa dengan skinship apalagi ia
masih merasa sangat asing dengan keberadaan Arkaya yang sudah menganggu
ketentraman hidupnya selama satu bulan ini.

“mau lo apa sih hah! Jangan pernah lo sentuh gue! Gue gak suka!” teriaknya
melampiaskan seluruh emosinya.
“Aya mau kita pacaran Fathan!” dengan mata yang tertutup dan seluruh keberanian
Arkaya mengungkapkan alasannya ingin mengobrol dengan Fathan siang itu. Fathan
yang mendengar kata ‘pacar’ itu hanya terdiam dan menatap Arkaya tajam, yang
benar saja, wanita mana yang seberani ini mengungkapkan perasaannya?, Arkaya
benar benar sinting. Setidaknya itu yang ada difikiran Fathan saat ini.

“lo udah gila Arkaya” desisnya


“Aya gak gila Fathan, Aya serius sama ucapan Aya, oke mungkin sekarang Fathan
emang gak suka sama Aya, tapi gak ada salahnya mencoba kan? Aya cuma minta
waktu Fathan satu minggu kok, dalam satu minggu ini ayok kita berlaku kayak
pasangan pada umumnya, setelah itu Fathan bisa pergi kalau Fathan tetap gak
nyaman sama Aya, Aya gapapa” tangan Arkaya gemetar sekarang, ia benar benar
berhasil mengungkapkan apa yang ia inginkan dengan lancar.
“apa yang bakal gue dapet dengan menyetujui ini?” Arkaya gelagapan saat Fathan
menanyakan hal tersebut, ia tidak mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan ini
sebelumnya, bahkan ia tak menyiapkan pertanyaan apapun, ia kira Fathan akan
langsung pergi ketika ia mengungkapkan ini.

“Aya bakal...bakal...” Arkaya benar benar panik sekarang, ia tak punya jaminan
“lo gak bisa ngapa ngapain kan? Karena gak ada hal menarik gue akan p-”
“Aya mau disuruh suruh Fathan! Apapun! Bawain tas Fathan nyiapin bekal sama
susu kotak ataupun air mineral tiap hari” balasnya lantang, Fathan cukup terkejut
dengan keberanian Arkaya, tapi tetap saja ia tak tertarik sedikitpun dengan tawaran
itu. Tapi ia punya rencana lain, ia ingin Arkaya menyesal telah menganggunya satu
bulan ini, senyum miring itu tercetak jelas di bibirnya.
“oke, gue terima tawaran lo” kalimat singkat itu sukse membuat Arkaya tersenyum
begitu lebar, sangat bahagia dengan matanya yang berbinar, Fathan mati matian
menahan senyumnya, karena demi apapun senyum itu sangat menular!.

“see you soon pacar” ujarnya malu malu dan bergegas kembali ke kelas untuk segera
pulang bersama Elma. Tanpa sempat Arkaya sadari ekspresi kaku Fathan tunjukkan
sedari tadi perlahan sirna digantikan dengan kekehan kecil di bibirnya.

“Fathan gila!, gue mikirin apaan sih ah” ujarnya setelah menampar dirinya sendiri.

“Elmaaa ayoo pulaaang” Elma benar benar dibuat bergidik ngeri dengan gaya bicara
Arkaya saat ini, senyum yang begitu mekar dengan mata berkilap bahagia, benar
benar mengerikan.
“berhasil ide lo?” Elma mendapatkan anggukan dari Arkaya sebagai jawaban, ia pun
memeluk Arkaya, turut bahagia dengan kabar baik itu, walaupun ada sedikit tanda
tanya dihatinya, mengapa Fathan semudah itu mengiyakan? Padahal tadi pagi laki
laki itu masih terlihat risih dengan keberadaan Arkaya. Tapi diluar itu semua ia benar
benar bahagia melihat suasana hati Arkaya begitu baik saat ini.

“Elma, kita jalan jalan dulu ya, Aya mau ke Alun-Alun Kidul Ma” teriak Arkaya, ia
tak ingin cepat cepat pulang
“tapi sekarang masih siang Ma, ngapain kesana?”
“mutar mutar aja” Arkaya hanya ingin menikmati suasana hatinya saat ini, ia tak
ingin kembali ke rumah sekarang, itu hanya akan mengacaukan kondisi hatinya
dengan melihat obat obatan itu. Elma tentu saja tak bisa menolak permintaan Arkaya,
ia pun membawa Arkaya ke alun-alun Kidul, sekedar meluapkan rasa bahagianya
dunia.
“tetap kayak gini ya Ya, walaupun nanti waktu perjanjian kalian udah habis” lirih
Elma di belakang Arkaya, kalimat tersebut sengaja ia ucapkan lirih, ia tak mau
Arkaya mendengarnya dan membuat suasana hati gadis itu kembali buruk.

“Arkaya! Lo kenapa?!!” saat tengah asyik menikmati angin sore itu Arkaya tiba tiba
mimisan dengan bibir yang kembali pucat dan badan sangat dingin, tapi dia
mengeluarkan keringat.
“Ya lo kenapa? Jangan bikin gue khawatir Arkaya” Elma sudah menangis melihat
keadaan Arkaya saat ini, sekarang mereka dalam perjalanan ke rumah Arkaya,
setelah Arkaya dibantu oleh salah satu pemilik warung di alun-alun tadi untuk masuk
ke mobil Elma. Arkaya tak ingin Elma membawanya kerumah sakit, ia tak ingin
Elma mengetahui keadaanya yang sebenarnya, makanya Arkaya hanya menyuruh
Elma untuk mengantarkannya kerumah saja.

“Makasih udah nganterin Arkaya ya Ma, Arkaya gapapa kok, Elma boleh pulang
sekarang, nanti mama kamu nyariin” setelah sampai di rumah Arkaya, Gabela pun
segera membantu Arkaya untuk masuk ke kamarnya, sedangkan Elma disuruh
menunggu di bawah oleh Gabela. Arkaya lah yang meminta mom-nya untuk
menyuruh Elma pulang saja, ia tak mau Elma mengetahui penyakitnya. Dengan berat
hati Elma pun meninggalkan kediaman keluarga Juanda tersebut. Setelah mengantar
Elma sampai gerbang, Gabela kembali menghampiri putrinya dan segera menelfon
Gallendra, tak lama Gallendra pun datang dan langsung membawa putri beserya
istrinya ke rumah sakit.

“jadi gimana dok?”


“Aya, apa Aya udah rutin mengonsumsi obatnya?” dokter yang sudah mengenal
Arkaya itu menanyakan perihal kemungkinan kemungkinan yang membuat
kondisinya drop.
“udah dok”
“Aya yakin gak ada nge-skip obatnya?”
“emm, tadi siang Aya gak minum obatnya dok, Aya baru pulang main tadi” jawabnya
jujur, ia benar benar ingin beristirahat saja sekarang.
“naah pak buk, ada baiknya untuk selalu mengingatkan Arkaya tentang obatnya, ia
tak boleh berhenti mengonsumsi obat karena kankernya sudah stadium lanjut.”
“baik dok, saya akan ingat pesan dokter”
“baik, jangan lupa untuk kembali ke rumah sakit minggu depan untuk kemoterapi
pertamanya, saya permisi pak bu, selamat malam” setelah dokter itu pergi, sejumlah
pertanyaan pun dilontarkan oleh Gallendra tentang kenapa bisa putriny itu mengskip
jadwal minum obatnya, dan kenapa ia baru berada di rumah saat jam 6 sore. Namun
pertanyaan pertanyaan tersebut hanya dijawab dengan
“besok aja ya dad Aya ceritanya, Aya capek banget sekarang, Aya mau pulang aja”
ujarnya dengan begitu lemah, mau tak mau Gallendra menunda introgasinya pada
Arkaya dan mengurus Administrasi rumah sakit agar setelahnya mereka bisa kembali
kerumah.

**********
“Aya yakin bisa kekampus sekarang Ya? Kamu masih sakit lo, dad gamau lagi
ngeliat kamu drop kayak kemarin” Gallendra berulang kali menanyakan hal tersebut
pada Arkaya, ia bahkan sampai tak berangkat kerja hari ini demi memastikan
kesehatan Arkaya, tetapi nampaknya putrinya itu terlalu bersemangat untuk ke
sekolah pagi ini, ia benar benar sudah selesai bahkan disaat Gabela baru ingin
membangunkannya.
“Aya udah gak papa kok dad, lagian Aya gak mau ujian susulan, pasti nanti bakalan
lebih ribet lagi, kan nati juga ada Elma yang bakalan jagain Aya di kampus” ujarnya
menenangkan lelaki peruh baya tersebut.
“hhh yaudah, hari ini dad yang anter ya?”
“gausah dad, Aya sama aku aja” tiba tiba Elma sudah berada di ruang tamu keluarga
tersebut dan sempat mendengar pembicaraan Gallendra tantang antar mengantar,
hanya sebatas itu karena ia pun baru sampai. Sedangkan Arkaya yang tidak tau kapan
sahabatnya itu datang hanya bisa berharap semoga Elma tidak mendengarkan
semuanya.
“Elma kapan dateng sayang? Ayok gabung sini sarapan bareng” Gabela yang
mengetahui kekhawatiran putrinya tersebut pun menanyakan apa yang ada di benak
Arkaya.
“barusan aja kok mom” jawabnya sambil mengambil tempat duduk tepat disamping
kanan Arkaya, ia sangat terbiasa dengan rumah ini, walaupun mereka baru bersahabat
selama satu semester, tetapi rupanya orang tua Elma dan Arkaya merupakan teman
SMA jadi mereka sering bermain dan liburan keluarga bersama karen kembali
bertemu dengan kawan lama, dunia memang sesempit itu ternyata.

“yaudah kami pamit ya mom dad”


“iya, hati hati kalian berdua”

Setelahnya Arkaya dan Elma pun berjalan beriringan sampai ke mobil Elma.
“lo kenapa kemarin Ya?kok akhir akhir ini lo sering mimisan sih?lo gak lagi
nyembunyiin apa apa dari gue kan?” delik Elma curiga pada Arkaya
“Aya gapapa ko Ma, mungkin kecapek an aja, soalnya kan kita juga lagi UAS dan
jadwal tidur Aya jadi gak teratur gara gara itu” jawab Arkaya berusaha membuat
jawabannya terlihat jujur
“hhh lo ngapain belajar segitu kerasnya sih yaa, sampai jadwal tidur lo keganggu
gitu, padahal lo bisa dapet nilai bagus walaupun gak belajar, gue yang kapasitas
otaknya dibawah lo aja santai lo ini” pernyataan Elma mengundang gelak tawa
Arkaya
“Elma juga pinter kok” ujar Arkaya di sela sela tertawanya.
“Elma” setelah tawa keduanya mereda Arkaya pun memanggil Elma
“kenapa?”
“nanti kalau misalnya Aya pergi, Elma janji yaa cari sahabat baru lagi, yang bikin
Elma jauh lebih bahagia dari pada Aya, yang jauh lebih menyayangi Elma dari pada
Aya, Aya bakalan marah kalau Elma nyari sahabatnya sembarangan” omelan dengan
wajah lugu dan lucu tersebut tetap membuat Elma bingung, pergi yang bagaimana
yang dimaksud sahabatnya ini?
“lo ngomong apa sih Ya? Emangnya lo mau kemana?”
“gak ada, kan Aya bilang cuma kalau Aya pergi aja” ucapnya sembari tersenyum ke
arah Elma dan segera beralih mentap jendela disampingnya. Ia tak ingin menangis
dihadap sahabatnya ini, entahlah ia merasa hanya ingin mengungkapkan itu saja
sebelum semuanya terlambat.
“Selamat pagi pacar hehe, ini Elma bawain susu kotak lagi, diminum ya” ujar Arkaya
sumringah ketika melihat Fathan telah duduk dikursi paling depan di kelasnya.
“hmm makasih, tarok disana aja!” perintah Fathan sembari kembali membaca buku
yang ada di genggamannya
“Fathan, hari ini boleh gak Aya duduk disamping kamu?”
“ga boleh” deliknya
“yaaah, padahal kan kemarin Fathan udah janji bakalan bersikap kayak pasangan
biasa” ujar Arkaya sembari mem-poutkan bibirnya, Fathan yang merasa risih melihat
itupun akhirnya mengangguk mengiyakan ucapan Arkaya yang dibalas terima kasih
berulang ulang yang diucapkan gadis tersebut. Sedangkan Elma hanya mendengus
melihat Arkaya yang tanpa izinnya sama sekali untuk berpindah tempat duduk
disamping Fathan, manusia kalau udah bucin bisa lupa segalanya.

Saat ujian berlangsung, entah mengapa Fathan begitu tertarik memperhatikan


Arkaya, bagaimana wajah itu ketika fokus pada soalnya, bagaimana matanya berputar
ketika sedang memikirkan jawaban, dan helaan nafas putus asanya ketika ia sudah
kehabisan ide, semuanya tak luput dari perhatian Fathan, setelahnya ia pun
menggelengkan kepala kuat kuat karena tersadar dengan apa yang barusan ia
lakukan. Akan tetapi Fathan tak sadar ada satu orang yang juga sedang
memperhatikannya yaitu Elma, ia tersenyum di belakang sana saat menyadari
mungkin Fathan mulai tertarik pada Arkaya, ia benar benar berharap dugaannya jadi
kenyataan.

***********
“Arkaya! Lo gapapa? Aya plis jawab gue!” pekikan Elma yang begitu tiba tiba saat
ujian tengah berlangsung tersebut membuat seluruh perhatian mahasiswa yang lain
pun menuju ke arah Elma, termasuk Fathan, ia benar benar terkejut dengan pekikan
yang sangat kencang tersebut, merasa nama pacar satu minggunya lah yang
diteriakkan ia pun menghampiri Elma
“Aya kenapa Ma?”
“Arkaya mimisan lagi Than!” pekik Elma di hadapan Fathan, membuat Fathan
bingung, rasanya kemarin Arkaya baik baik saja ketika mengikuti ujian, ia ingat betul
ketika wajah ceria Arkaya mengatakan terima kasih pada Fathan saat dia akan pulang
dan percakapan kecil mereka di depan pintu, walaupun ia tidak dapat memahami
sepenuhnya maksud Arkaya waktu itu. Dan apa maksudnya kata ‘lagi’ yang Elma
lontarkan? Apakah Arkaya sering seperti ini? Ada apa sebenarnya ini?

“kalian berdua urus Arkaya terlebih dahulu, nanti akan saya siapkan jadwal susulan
kalian, yang lain tetap fokus pada ujiannya” perintah mutlak dari pak Doni tersebut
segera membuat Elma dan Fathan membopong Arkaya menuju mobil Elma, karena
Fathan memang biasanya ke kampus hanya membawa motor Kawasaki Z100 nya
saja. Fathan memutuskan mengambil kunci mobil Elma dari tangan wanita tersebut,
ia yakin Elma sangat panik sekarang dan tidak memungkinkan untuk menyetir.
“Rumahnya dimana?”
“bawa ke rumah sakit aja Than, gue gak mau keadaannya makin parah” perintah
tersebut langsung diiyakan oleh Fathan dan menginjak gas agar cepat sampai di
tempat tujuan.

“Halo mom, ini Elma mom, Arkaya tadi mimisan lagi mom, ini lagi dijalan mau
Elma bawa kerumah sakit aja mom”
“yaudah, rumah sakit mana Ma?, mom akan segera kesana sama dad, Aya baik baik
aja kan?”
“ke rumah sakit Dr. Sardjito mom, sekarang Aya masih pingsan mom”
“Yaudah, kamu tunggu bentar ya Ma, mom bakalan segera kesana”

Setelah menelfon orang tua Arkaya, Elma segera menyuruh Fathan untuk
mempercepat laju mobilnya. Sesampainya disana Arkaya segera dibawa petugas
rumah sakit ke IGD.

“Ma? Sahabat lo sakit apa sih? Trus waktu lo bilang kalau dia mimisan lagi itu
gimana maksudnya?” setelah semua kekalutan itu akhirnya Fathan memberanikan
diri untuk bertanya
“gue juga gak tau Than, belakangan ini dia jadi sering mimisan dan sering banget gue
ngeliat di pucat pasi, tapi dia selalu bilang kecapek-an, gue sih percaya percaya aja
karna dia emang ambis anaknya, tapi setelah ngeliat kejadian ini, gua jadi yakin dia
bohong sama gue” perlahan rasa cemas itu membuat genangan kecil di pipinya,
Fathan yang melihat itu pun mencoba menenangkan Elma dengan mengusap bahu
perempuan itu.
“gue bukan sahabat yang baik ya Than? Bahkan Aya gak mau cerita hal ini ke gue,
gue kira gue udah ngerti dia tentang semuanya, ternyata belum, gue yakin masih
banyak hal yang coba dia sembunyiin dari gue”
“lo gak salah Elma, gue yakin Aya pasti punya alasan buat itu” Fathan mencoba
menenangkan Elma yang benar benar terlihat kacau sekarang.

“Elma, mana Aya? Dia gapapa kan sayang? Aya kenapa?” Gabela yang baru datang
pun menghampiri Elma yang disusul oleh Gallendra. Melihat kedatangan Gabela ,
Elma segera berhambur memeluk ibu dari sahabatnya itu, yang juga dibalas pelukan
oleh Gabela
“Saya Fathan Om, tadi waktu ujian tiba tiba Aya pingsan dan mimisan, jadinya kami
bawa kesini dan sama dokternya langsung disuruh bawa ke IGD” jelas Fathan
mencoba memberikan informasi yang diinginkan oleh Gallendra, karena ia yakin
Elma tak akan sanggup menjelaskannya

“mom, jujur sama Elma, sebenarnya Aya kenapa? Kenapa Aya jadi sering pingsan
sama mimisan mom?” desak Elma
“Aya... Aya kena kanker otak stadium 3 Ma” dengan berat hati Gabela
memberitahukan tentang penyakit putrinya pada Elma, dan tentu saja itu didengar
langsung oleh Fathan, ia merinding seketika mendengar penyakit mematikan tersebut
berada di badan kecil Arkaya, sedangkan Elma ia kembali meraung dengan kencang
mengetahui hal tersebut, ia kembali merasa kecewa dengan dirinya karena sampai
tidak mengetahui hal ini
“Aya gak pernah cerita ini ke kamu karena ia gak mau kamu khawatir Ma, Aya gak
suka ngeliat kamu natap dia sedih, makanya ia selalu bilang ke mama buat diem aja
tentang ini.
“tapi Elma berhak tau mom, Elma gak tau apa apa tentang penyakit Aya, Elma
ngerasa bodoh banget mom”
“sst kamu jangan ngomong kayak gitu, kamu sahabat terbaik Aya yang pernah mom
kenal, Aya pasti kuat karena ada kamu, kita doain yang terbaik buat Aya yaa.” sibuk
dengan tangis dan rasa penyesalan kedua kaum hawa tersebut tak sadar bahwa setelah
percakapan mereka usai ada pemuda lain yang mendengar semuanya dengan pikiran
kosong, dengan mata nanar dan langkah tak tentu arah ia pun pergi dari hadapan
kedua wanita tersebut.

Fathan benar benar merasa bodoh sekarang, bagaimana bisa ia tak menyadari maksud
perkataan Arkaya kemarin, bagaimana bisa ia tak dapat menebak semua petunjuk
yang Arkaya coba berikan, perlahan air mata itu juga jatuh di pipinya, ia tak suka
menangis, apalagi menangisi perempuan kalau ayahnya tau tentang ini, ia akan
dimarahi habis habisan. Tapi untuk kali ini ia benar benar tak bisa menahannya lagi,
dadanya benar benar sesak sekarang ia benar benar menangis di depan taman yang
ada dirumah sakit tersebut.

Flashback on
“Fathan, makasih ya udah mau nerima tawaran Aya waktu itu, sekarang Aya bisa
ngerasain rasanya pacaran, walaupun gak akan lama tapi seenggaknya Aya
pacarannya sama orang yang Aya suka hehe” senyuman Arkaya siang itu benar
benar menenangkan Fathan, ia hanya merasa nyaman dengan hal itu.
“Fathan nanti kalau misalnya Aya pergi, Fathan jangan dingin dingin lagi ya sama
orang, dinginnya Fathan itu malah bikin Fathan tambah ganteng tau, dan pasti
makin banyak yang suka sama Fathan, dan Aya gak suka” Fathan mnegernyit heran
dengan pemilihan kata Arkaya, dibandingakn wanita itu yang pergi, bukankah
seharusnya ia yang meninggalkan wanita tersebut? Karena hanya wanita itu yang
menginginkan hubungan ini, lantas kenapa Arkaya yang pergi?.
“eh Aya becanda aja kok Fathan, malah bagus kan kalo misalnya banyak yang suka
Fathan? Fathan bisa cepet dapat pengganti Aya, bahagia terus ya Fathan, Aya
sayang Fathan”
Flashback off

“gapapa kamu keluarin aja semua tangisnya, jangan ditahan, yang ada dada kamu
makin sesak nanti” suara berat dan penuh wibawa itu menghampiri gendang telinga
Fathan, ia pun menoleh melihat siapa yang memergokinya menangis di taman rumah
sakit.
“kamu pacar putri saya?” pertanyaan sederhana itu terasa sangat berat untuk Fathan
jawab, karena ia tak tahu apa status ia dan Arkaya sebenarnya, karena hubungan
mereka berjalan hanya dengan sebuah tawaran sederhana dan tidak ada alasan yang
jelas
“antara iya dan bukan om” jawabnya sambil tersenyum getir pada akhirnya,
Gallendra sebenarnya telah mengetahui hubungan macam apa yang di jalani anaknya
dengan laki laki ini, Elma sudah menceritakan semuanya, ia hanya memastikan saja
ucapan yang sulit dipercaya Elma itu benar adanya.
“saya sudah tau semuanya, tapi melihat kamu menangis seperti ini, membuat saya
bertanya, bagaimana dengan perasaan kamu sebenarnya?” lagi pertanyaan sederhana
yang tak kunjung Fathan dapat jawabannya.
“tidak apa-apa, kamu tidak harus memahami semuanya sekarang, cepat atau lambat
kamu akan sadar dengan apa yang sebenarnya kamu rasakan sekarang.” Gallendra
membawa pemuda itu dalam dekapannya, pelukan menenangkan dari seorang ayah
adalah hal terbaik yang ada di dunia setelah pelukan ibu tentunya.

“dad, dokternya udah keluar, ayo cepat” pekikan Gabela memecah suasana haru
tersebut menggantikannya dengan suasana cemas.
“bagaimana kondisi Arkaya dok?” satu kalimat dari Gallendra itu mengundang
helaan nafas panjang dari sang dokter, membuat mereka yang ada disana menahan
nafas menantikan kalimat yang akan disampaikan dokter yang ber name tag Alfarukh
tersebut.
“Kamis, 29 November 2020 pukul 12.11 Arkaya Juanda dinyatakan telah berpulang
ke Maha Kuasa” kalimat dengan satu tarikan nafas tersebut mampu mebuat tangis
manusia di sana pecah, tak ada yang dapat membendung tangisan itu lagi, bahkan
Gabela dan Elma yang sudah menangis dari tadi pun seolah tak kenal lelah, mereka
tetap menangis meraung di depan ruangan tersebut. Bahkan semesta pun tampak
mengiringi kepergian malaikat kecil tersebut, hujan diluar sana menajadi saksi bahwa
bumi juga turut berbela sungkawa.
************
Fathansyah Dzimar nama yang telah disematkan oleh dua malaikatku ketika tangis
pertamaku pecah 19 tahun yang lalu, sedikit untaian doa dari mereka agar aku bisa
menjadi seorang pemenang yang berguna dan memiliki kehormatan diri untuk
meraihnya. Aku selalu dikisahkan oleh Ayah tentang darah pejuang yang bahkan
telah menjadi bahan dongengnya untukku kala aku masih berusia 4 tahun waktu itu.
Ayah bilang kalau kamu tak ingin merasakan sulitnya berusaha diwaktu muda maka
jangan pernah membayangkan kamu akan bahagia dihari tua, lingkup pergaulan ku
ketika anak-anak memang sangat kecil adanya, aku hanya diizinkan bermain dengan
anak anak yang berada di sebelah rumahku,dan sepupuku, bila kini kuingat aku
hanya mempunyai 3 yang bahkan menjadi sahabatku sampai kini, sangat miris
memang jika dibandingkan dengan anak anak seusiaku waktu itu yang bahkan bebas
bermain kemanapun ia mau, bebas berteman dengan siapapun yang ia temui di taman
atau dengan orang orang yang kebetulan waktu itu membeli es krim di kedai Paman
Johan, tapi aku tak pernah memikirkan hal itu, aku juga sangat menikmati masa kecil
karena ayah selalu memanjakanku dengan membeli mainan keluaran terbaru yang
dapat kupastikan tetanggaku juga akan merengek kepada ayahnya pada malam
harinya untuk dibelikan permainan semacam itu juga. Amora Cecilia , nama yang
begitu cantik bagiku, seorang wanita berdarah spanyol yang menjadi tambatan hati
ayah sampai kini, walau raganya tak bersama kami lagi semenjak paru paruku baru
merasakan oksigen 3 bulan lebih kurang, ibu pergi meninggalkan kami karena
terinfeksi bakteri Strepkokus B yang menyebabkan kegagalan fungsi organ kerena
terjadi penggumpalan darah sehingga menghalangi aliran darah ke organ vital ibu.

Semenjak ibu pergi, nenek bilang ayah banyak berubah, lelaki itu benar benar sibuk
dengan pekerjaannya dan sering tak ingat rumah, saat remaja, aku tersadar betapa
berpengaruhnya seorang wanita bagi pemikiran ayah, hal itu pula yang membuatku
tak ingin pacaran dan didekati wanita manapun, namun satu nama itu berhasil
meraihnya, benteng pertahanan yang sudah tinggi dan sangat kuat ku bangun luluh
lantah dalam waktu satu minggu. Aku benar benar terjatuh dengan pesona Arkaya
Juanda, pemilik nama yang begitu cantik sesuai dengan parasnya, senyumnya dan
hatinya. Ia benar benar mampu memporak porandakan semuanya dalam sekejap, aku
yang tak ingin berhubungan dengan wanita manapun menjadi rapuh karenanya.
Sayangnya saat aku baru menyadari tentang perasaan ini, ia pergi tanpa sempat aku
ucapkan tentang rasanya yang terbalas, tentang aku yang kalah dengan tantangannya
waktu itu, tentang aku yang benar benar masih setia dengan satu nama, Arkaya
Juanda. Seluruh semesta ku runtuh ketika kalimat yang paling aku benci itu
kudengar. Tuhan benar benar tak ingin aku menyecap bahagia rupanya, tak hanya ibu
yang Ia ambil tapi juga cinta pertamaku. Kisah kami yang telah usah walau belum
sempat kumulai, kami benar benar berakhir tanpa ada kata pembuka. Kini duniaku
kembali kelam, kurasa tak bisa lagi aku membuka hati, karena ketika pertama kalinya
aku jatuh cinta, aku benar benar dipatahkan dengan hebatnya. Untukmu Arkaya
Juanda terima kasih atas kehadiran mu yang sejenak, setidaknya nanti aku bisa
menceritakan tentang apa itu cinta, karena kamu telah mengajarkanku, tunggu aku,
aku akan menegjarmu, aku benar benar tak takut kematian sekarang, kamu dan ibuku
telah menunggu untuk aku pulang. Terakhir kalinya Arkaya Juanda aku
mencintaimu, tetaplah tumbuh di hatiku, nanti saat kita benar benar menjadi satu di
alam sana, aku berjanji akan hanya ada aku dan kamu yang saling mencintai, takkan
ada kata kasar dariku untukmu lagi, beristirahatlah dengan tenang wanita hebat, aku
akan merindukanmu.

--------------------------TAMAT-------------------------

Anda mungkin juga menyukai