Anda di halaman 1dari 4

From zero to hero

Sore itu ditemani dengan semilir angin tangan lincahnya menulis dengan pelan diatas kertas
berwarna kuning itu. Terlihat jelas kerutan didahinya yang menandakan ia sedang kebingungan.
“huft aku bingung mau nulis apa” keluh mulut kecilnya.
Tanpa sadar tangan kecil itu menuliskan beberapa kata, dan sesudahnya buku itu ia telakkan di
atas lemari belajarnya. Kemudian ia berjalan keluar dan mulai bermain boneka diteras rumah.
Tak jauh dari tempatnya bermain, dapat ia lihat sosok sang ayah dari jendela kamarnya tengah
membaca dan menuliskan sesuatu, yang sepertinya itu adalah buku dairy nya.
Sontak saja ia bergegas masuk dan membuka dairy itu. Air matanya jatuh, meskipun tak paham
dengan kata kata itu ia tetap merekamnya dengan jelas dimemori kenangannya.
“kamu adalah mutiara berharga yang kami punya” ya itulah kata kata yang tertulis disana. Sang
ayah lah yang menuliskannya.
Beranjak dewasa kata kata itu terus menjadi semangatnya bagaikan vitamin, itu sedikit tapi
sangat besar pengaruhnya. Dan waktupun terus berjalan, perubahan terus datang dan tekanan tak
pernah berhenti datang.
Gadis itu tumbuh dengan luka yang disebabkan oleh orang tuanya sendiri, tidak punya teman dan
dijauhi itu sudah biasa baginya. Sempat ingin mengeluh dan menyerah tapi dia berusaha untuk
tetap bertahan. Hal itu terus berlanjut hingga ia dewasa. Tapi syukurnya ia tumbuh menjadi gadis
yang lembut hati dan tak pernah mengeluh lagi.
Berjuang sendiri tentu bukanlah hal yang mudah baginya. Ditambah lagi dengan kegagalan yang
terus berteman dengan nya. Sampai suatu hari ia datang kesebuah acara ESQ dikampusnya. Dia
duduk dibarisan terdepan dan duduk dengan tenang sambil meresapi setiap kata yang
terlontarkan dari sang pembawa acara. Hingga pada satu kesempatan, sang pembawa acara
meminta seluruh hadirin untuk menutup mata dan membayangkan hal hal indah yang merak
impikan.
Gadis itu juga menurutinya. Dan sang pembawa acara berkata “ siapakah dari antara kalian yang
ingin menceritakan mimpi indah itu?”
Tanpa sadar tangan gadis itu terangkat, dan si pembawa acara memberikan microphone
kepadanya.
Hening. Semua hadirin tetap pada posisi mereka dan tetap menutup mata. Gadis itu mulai
membuka suaranya
“terimaksih MC sudah memberikanku kesempatan”
“aku tak tau apakah ini impian ini akan terwujud atau tidak tapi aku ingin membagikannya
disini”
“aku manusia terpayah yang memimpikan segudang hal indah. Aku tumbuh dengan luka dari
orang yang sangat kusayang. Aku berkali kali gagal dalam setiap lomba yang ku ikuti. Dan aku
sangat payah dalam pelajaran”
“seandainya bisa aku membenci semua itu,tapi nyatanya aku tak bisa. Jadi aku bermimpi untuk
bisa berdiri didepan orang tuaku dan berkata”
“hay mama, aku tau kau tak ingin anak seperti diriku, tapi kumohon terimalah aku. Seperti
katamu akan menjadi orang hebat dan akan kubuatkan rumah sakit untuk mu kelak”
“hay ayah,bisakah hentikan bentakan dan pukulan darimu. Itu sangat menyakitkan. Aku adalah
putrimu”
“maafkan aku karna hadir ditengah kalian, meskipun tak akan bisa membalas budi kalian. Tapi
aku akan berusaha membuat kalian tak malu mempunyai putri sepertiku”
Isak tangis pilu dan menyakitkan itu masih menyelimuti gedung acara itu.
Lega itulah yang gadis itu rasakan. Pundaknya terasa ringan dan ia dapat tersenyum.

Gadis itu terbangun dari mimpi indahnya dan meraskan pipi nya basah. Lalu dalam sekejap ia
bangun lalu menatap ruang kerjanya yang penuh dengan piala dan piagam penghargaan, dan
matanya terfokus pada foto kelulusan S2 nya di australis, kemudian memasang jas dokter dan
keluar dari ruang kerjanya. Ia berjalan dengan senyuman manis nya. Dan berkata dalam hati
“ hay mama dan ayah, andai kalian dapat melihat ini. Aku ingin berterimakasih. Rumah sakit ini
aku bangun untuk kalian. Kuharap kalian menyukainya”

That afternoon, accompanied by a breeze, his agile hands wrote slowly on the yellow paper.
The frown on his forehead clearly showed that he was confused.
"Huft I'm confused what to write" complained his little mouth.
Unknowingly the little hand scribbled a few words, and after that he put the book down on his
study cupboard. Then he walked out and started playing with dolls on the terrace of the house.
Not far from where he played, he could see the figure of his father from his bedroom window
reading and writing something, which seemed to be his dairy book.
Suddenly he rushed in and opened the dairy. His tears fell, even though he did not understand
the words he still recorded them clearly in his memories.
"You are the precious pearl that we have" yes those are the words written there. The father
wrote it.
Growing up, those words continued to inspire him like vitamins, they had a little but a big
impact. And the time goes on, changes keep coming and the pressure never stops coming.
The girl grew up with wounds caused by her own parents, having no friends and being shunned
is normal for her. Had wanted to complain and give up but he tried to survive. This continued
until he grew up. But thankfully she grew into a soft-hearted girl and never complained again.
Fighting alone is certainly not an easy thing for him. Coupled with the failure that continues to
be friends with him. Until one day he came to an ESQ event at his campus. He sat in the front
row and sat quietly while taking in every word that came out of the presenter. Until on one
occasion, the presenter asked the entire audience to close their eyes and imagine the beautiful
things that peacocks dream of.
The girl also complied. And the presenter said "which of you wants to tell the beautiful dream?"
Unknowingly the girl's hand rose, and the presenter gave the microphone to her.
Silence. Everyone in the audience remained in their positions and kept their eyes closed. The
girl started to raise her voice
"Thank you MC for giving me a chance"
"I don't know if this dream will come true or not but I want to share it here"
“I am the worst human being who dreams of a myriad of beautiful things. I grew up with
wounds from people I really care about. I failed many times in every race that I participated in.
And I'm really bad at studying."
"I wish I could hate all that, but in fact I can't. So I dreamed of being able to stand in front of my
parents and say”
"Hey mama, I know you don't want a child like me, but please accept me. Like you said, I will
become a great person and I will build a hospital for you in the future."
"Hey dad, can you stop the yelling and hitting from you. It is very painful. I am your daughter"
"I'm sorry for being in your midst, even though I won't be able to repay your favor. But I will try
to make you not ashamed to have a daughter like me."
The sad and painful sobs still enveloped the event hall.
That relief was what the girl felt. His shoulders felt light and he could smile.
The girl woke up from her sweet dream and felt her cheeks wet. Then in an instant he got up
and looked at his study full of trophies and award certificates, and his eyes focused on his
master's graduation photo in Australia, then put on his doctor's coat and walked out of his
office. He walked away with a sweet smile. And say in my heart
"Hey mom and dad, wish you could see this. I want to thank you. I built this hospital for you. I
hope you like it”

Anda mungkin juga menyukai