Anda di halaman 1dari 14

KORELASI SIKAP BERDIALOG TERHADAP AGAMA LAIN DENGAN BUDAYA ANTI

KEKERASAN PADA KALANGAN ORANG MUDA KATOLIK SANTO YOHANES


MOTOYAMA DI WILAYAH KOORDINASI TALETE

Maria Irma Huby


Pendidikan Keagamaan Katolik, Sekolah Tinggi Pastoral Don Bosco Tomohon
irmamariahuby23@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara sikap berdialog
Orang Muda Katolik terhadap agama lain dengan budaya anti kekerasan pada Orang Muda Katolik
Santo Yohanes Motoyama di Wilayah Koordinasi Talete. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan
Agustus 2021 di wilayah koordinasi Talete yang meliputi tiga wilayah rohani yaitu: Santa Faustina,
Santa Maria Goretti, dan Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus. Para responden dalam penelitian
ini yaitu orang-orang muda Katolik yang berasal dari ketiga wilayah rohani tersebut. Metode
penelitian yang digunakan penulis dalam karya tulis ini adalah metode penelitian kuantitatif. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik sampel jenuh yang menyertakan keseluruhan
jumlah anggota populasi. Sampel yang diteliti dalam karya tulis ilmiah ini berjumlah 36 orang.
Instrumen penelitian yang digunakan oleh penulis adalah kuesioner (angket) dengan pilihan jawaban
alternatif yang meliputi: sangat setuju (4), setuju (3), tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1).
Penelitian ini juga menggunakan analisis data yaitu analisis korelasi product moment.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara sikap berdialog Orang Muda
Katolik terhadap agama lain dengan budaya anti kekerasan pada Orang Muda Katolik Santo
Yohanes Motoyama di Wilayah Koordinasi Talete. Hal ini dibuktikan dengan hasil perolehan
koefisien korelasi nilai R hitung sebesar 0,648 yang berada pada interval 0,60-0,799 dengan nilai
koefisien determinasi sebesar 42%. Dengan demikian terdapat korelasi yang kuat dan signifikan
antara sikap berdialog Orang Muda Katolik terhadap agama lain dengan budaya anti kekerasan.

Kata Kunci: Dialog, Agama, Orang Muda Katolik, Anti Kekerasan.

PENDAHULUAN
Dialog merupakan proses untuk belajar dan bertumbuh bersama. Berdasarkan tatanan
manusiawi dialog merupakan komunikasi antar pribadi yang mengantar kepada tujuan bersama.
Dalam konteks pluralitas beragama dialog tidak sekedar diskusi melainkan relasi yang bersifat
membangun. Oleh karena itu Gereja banyak berdiskusi tentang dialog serta sungguh berperan
didalamnya. Melalui salah satu dokumen Konsili Vatikan II yakni Pernyataan tentang Hubungan
Gereja dengan Agama-Agama Bukan Kristen menyatakan: “...maka Gereja mendorong para
puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih melalui dialog dan kerjasama dengan para

1
penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta peri hidup Kristiani,
mengakui, memelihara dan mengembangkan harta kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosial
budaya yang terdapat pada mereka” (NA art. 2). Melalui pernyataan ini Gereja menunjukkan
dukungan dan sikapnya yang amat positif terhadap agama lain. Gereja meyakini bahwa agama lain
mempunyai kebenarannya masing-masing dan sekaligus sebagai tanda penyaluran rahmat Allah.
Maka dari itu Paus di masa sesudah Konsili Vatikan II tiada hentinya melakukan perjalanan-
perjalanan untuk bertemu dengan semua pihak dan berdialog serta berdoa bagi perdamaian dunia.
Dalam kehidupan Gereja dialog merupakan bagian intrinsik yang termasuk bentuk esensial
pewartaan. Penyelamatan Allah melalui Putera-Nya merupakan dialog Allah kepada manusia.
Penyelamatan ini terjadi atas perantaraan Sabda yang menjelma dan Gereja sebagai saksinya. Maka
wahyu ilahi menunjukkan dengan jelas bahwa terdapat hubungan adikodrati antara Allah dengan
manusia. Dialog memiliki hakikat yang meliputi proses berbicara dan mendengarkan penuh
pengertian, saling memberi dan menerima, serta belajar untuk mendalami cara pandang masing-
masing pihak. Dialog mengandaikan adanya kesamaan dan kesediaan berkontribusi bagi
perkembangan bersama melalui kesediaan saling berbagi antaranggota sebagai sahabat. Maka dialog
senantiasa meliputi kerendahan dan kelembutan hati, semangat berbagi, serta keterbukaan untuk
saling mendengarkan (Riyanto, A. 1995. hlm.35). Maka dari itu orang muda Katolik sebagai bagian
integral Gereja hendaknya turut berkontribusi dalam tugas perutusan ini. Hal ini juga dilatarbelakangi
oleh merebaknya berbagai tindak kekerasan antarumat beragama. Tidak bisa dipungkiri bahwa
kekerasan atas nama agama masih sering terjadi. Maka dari itu orang muda Katolik sebagai bagian
integral Gereja turut berperan dalam tugas perdamaian ini.
Selain itu, berbagai tantangan dan godaan dunia merupakan salah satu keadaan yang
mengundang Gereja untuk melaksanakan dialog. Apabila Gereja melakukannya hal ini didorong oleh
keprihatinan, kepedulian, dan terlebih cintanya untuk mengembalikan dunia kepada tujuannya
diciptakan yaitu menjadi tempat kediaman penuh kedamaian bagi semua manusia. Maka dalam
mendorong terciptanya dialog, doa turut berperan besar. Paus Fransiskus mengatakan bahwa doa
permohonan merupakan suatu bentuk doa yang dapat mendorong kita untuk terlibat dalam dialog.
Doa semacam ini dilakukan oleh St. Paulus sang pewarta agung: “setiap kali aku berdoa untuk kamu
semua, aku selalu berdoa... sebab kamu ada di hatiku” (Flp. 1:4, 7). “Maka, kita menemukan bahwa
doa permohonan tidak menjauhkan kita dari kontemplasi yang benar sebab kontemplasi yang tidak
memberi tempat kepada orang lain adalah suatu kebohongan” (EG 281). Tidak hanya mencakup doa
permohonan melainkan juga doa syukur pada Allah bagi orang lain. “Pertama-tama aku mengucap
syukur kepada Allah oleh Yesus Kristus atas kamu sekalian” (Rm. 1:8). “Ketika seorang pewarta Injil
selesai berdoa, hatinya menjadi lebih terbuka, bebas dari keterasingan diri, dan berhasrat untuk
melakukan kebaikan dan berbagi hidup dengan sesama” (EG 282).
Dalam Surat Apostolik Evangelii Gaudium dikatakan bahwa tujuan dari evangelisasi dan dialog
adalah memberikan sukacita bagi umat manusia. Dalam Evangelii Gaudium 1 dinyatakan bahwa

2
“sukacita Injil memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus”. Maka melalui dialog
setiap orang dimungkinkan untuk memperoleh sukacita Injil dan kebenaran yang diwartakan. Melalui
dialog orang dituntut untuk “percaya kepada Bapa yang mengasihi semua manusia dengan kasih tanpa
batas, percaya bahwa Putera Allah telah menanggung kedagingan manusiawi dan segala dosa umat
manusia, serta percaya bahwa Roh Kudus senantiasa berkarya pada setiap kondisi situasi manusiawi”.
Dengan demikian misteri Trinitas senantiasa mengingatkan umat manusia bahwa telah diciptakan
dalam citra persekutuan ilahi sehingga tidak dapat mencapai keselamatan oleh karena usaha sendiri
(Wuritimur, A. 2018. hlm. 196).
Menurut Gereja Katolik Indonesia, Orang Muda Katolik adalah pribadi yang telah menerima
sakramen baptis dan telah berusia 13-35 tahun yang belum menikah. Orang Muda Katolik
dikategorikan dalam tahap-tahap yaitu: Remaja (early adolescent) berusia 13-35 tahun, Taruna
(young adolescent) berusia 16-19 tahun, Madya (middle adolescent) berusia 20-24 tahun, dan Karya
(early adult with work orientation) berusia 25-35 tahun. Dalam sikap berdialog terhadap agama lain,
Orang Muda Katolik harus senantiasa mengusahakan dialog yang penuh kesederajatan dan kesatuan.
Akan tetapi sering terdapat beberapa tantangan dalam mewujudkannya. Tantangan tersebut meliputi
rintangan bahasa, gambaran keliru tentang orang lain, serta nafsu untuk membela diri. Maka dari itu
kaum muda harus lebih mengefektifkan dialog interreligius sebagai sarana yang menjunjung
persamaan dan kesederajatan. Hal ini dapat terwujud melalui pembelajaran perbedaan keyakinan
masing-masing agama, serta saling berdialog dengan penuh kejujuran, ketulusan, dan penuh
keikhlasan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan berarti suatu tindakan yang berciri keras
terhadap perbuatan individu atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau
menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain dan dapat terjadi dengan paksaan. Kekerasan
merupakan tindakan menyimpang yang mengakibatkan luka dan menyakiti orang lain. Tindakan
kekerasan memiliki pengertian yang sama dengan penganiayaan, yaitu perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain (Chawazi, 2001).
Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan sebuah perilaku, baik yang terbuka (overt) atau
tertutup (covert) dan baik yang bersifat menyerang atau bertahan yang disertai penggunaan kekuatan
kepada orang lain. Tindakan kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah dan permusuhan yang
mengakibatkan hilangnya kontrol diri. Hal ini kemudian berkembang menjadi tindakan yang
mengakibatkan individu berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang membahayakan
(Stuart dan Sundeen, 1998).
Selain itu terdapat pengertian lain kekerasan yaitu suatu aksi atau perbuatan yang didefenisikan
secara hukum, kecuali jika unsur-unsur yang ditetapkan oleh hukum kriminal atau hukum pidana telah
diajukan dan dibuktikan melalui keraguan yang beralasan, bahwa seseorang tidak dapat dibebani
tuduhan telah melakukan aksi yang dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan (Sue Titus Reid,
1989). Kekerasan merupakan tindakan menyimpang yang mengakibatkan luka dan menyakiti orang

3
lain. Tindak kekerasan memiliki pengertian yang sama dengan penganiayaan, yaitu perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain (Chawazi, 2001).
Berkaitan dengan hal ini, menurut Mannheim terdapat istilah legally wrong yang merupakan
penyebutan untuk menunjuk suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau hukum pidana.
Dengan demikian tindak kekerasan adalah perbuatan disengaja atau suatu bentuk aksi kelalaian yang
semuanya merupakan pelanggaran atau hukum kriminal yang dilakukan tanpa suatu pembelaan atau
dasar kebenaran dan diberi sanksi oleh Negara sebagai suatu tindak pidana berat atau tindak
pelanggaran hukum ringan (Santoso, 2003).
Unsur-unsur kekerasan memuat perbuatan yang melawan hukum, merugikan orang lain,
menimbulkan akibat, dan dilakukan dengan niat terlebih dahulu. Perbuatan melawan hukum
merupakan tindakan yang meliputi kesalahan pelaku, terdapat kerugian bagi korban, serta terdapat
hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. Undang-Undang Hukum di Indonesia mengatur
bahwa setiap pelanggaran hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan untuk
mengganti kerugian tersebut (KUHP pasal 1365). Unsur kekerasan yang merugikan orang lain
merupakan kekerasan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok sehingga menimbulkan
kerugian bagi orang lain. Kerugian ini dapat meliputi kerugian fisik seperti tindakan kekerasan
menampar, memukul, menusuk, menendang, dan sebagainya. Sedangkan kerugian materi meliputi
pengrusakan barang atau uang yang disebabkan oleh tindakan kekerasan. Selain itu, tindakan
kekerasan dapat menimbulkan beberapa akibat, baik dari segi fisik maupun psikis. Dari segi fisik
dapat mengakibatkan luka, tidak sadarkan diri, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, serta
menyebabkan timbulnya suatu penyakit tertentu. Sedangkan akibat kekerasan yang tidak terlihat atau
secara psikis yaitu dapat menyebabkan luka batin dan trauma. Maka akar dari segala tindakan
kekerasan ini yakni dilakukan dengan niat dalam diri terlebih dahulu.
Kerangka Berfikir
Dialog merupakan jembatan yang memfasilitasi pertukaran nilai-nilai religius sehingga makin
memperkaya identitas kepercayaan. Dialog interreligius memuat argumen divergen setiap pihak
sehingga mengantar pada upaya penyatuan hati dan pemikiran yang dihormati bersama. Maka dari itu
orang muda Katolik turut berperan dalam membangun hubungan penuh perdamaian dengan agama
lain. Salah satu sikap yang diusahakan tersebut yakni budaya anti kekerasan. Dengan demikian orang
muda sebagai pilar penyangga dan masa depan Gereja, senantiasa menjamin keberlangsungan misi
Gereja dari zaman ke zaman. Indikator variabel X (Sikap berdialog OMK) adalah sebagai berikut:
Dialog dan orang muda Katolik, gagasan tentang dialog menurut Ensiklik Ecclesiam Suam, dasar
pendorong gereja berdialog dengan agama lain, tujuan gereja berdialog dengan agama lain, hambatan-
hambatan dalam dialog antarumat beragama, definisi orang muda Katolik, konsep tentang orang
muda, peran orang muda Katolik dalam Gereja, dan tantangan orang muda dalam dialog antarumat
beragama. Sedangkan indikator variabel Y (Budaya anti kekerasan) adalah pengertian kekerasan,

4
unsur-unsur kekerasan, jenis-jenis kekerasan, faktor-faktor pemicu kekerasan, dan kekerasan
mengatasnamakan agama.
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2011: 96). Berdasarkan rumusan
masalah, landasan teori, dan kerangka berpikir dalam penelitian ini, maka hipotesis yang dapat
diambil adalah:
H0 : Tidak ada korelasi yang signifikan antara sikap berdialog OMK terhadap agama lain
dengan budaya anti kekerasan pada OMK Santo Yohanes Motoyama di wilayah koordinasi Talete.
H1 : Ada korelasi yang signifikan antara sikap berdialog OMK terhadap agama lain dengan
budaya anti kekerasan pada OMK Santo Yohanes Motoyama di wilayah koordinasi Talete.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, yaitu pendekatan yang
terkait dengan teknik-teknik survei sosial. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angkatan data
kualitatif yang diangkakan. Penelitian ini juga merupakan penelitian yang bersifat kausal, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk meneliti hubungan sebab akibat antara dua variabel. Dalam penelitian
ini, dijelaskan pengaruh perubahan variasi nilai dalam suatu variabel terhadap perubahan variasi nilai
dalam satu atau lebih variabel lainnya. Artinya, apakah perubahan nilai dalam suatu variabel akan
menyebabkan perubahan nilai dalam variabel lain. Terlebih khusus dalam penelitian ini akan dilihat
korelasi antara sikap berdialog Orang Muda Katolik terhadap agama lain dengan budaya anti
kekerasan pada Orang Muda Katolik Santo Yohanes Motoyama di wilayah koordinasi Talete.
Kesimpulan hasil penelitian ini diinterpretasikan dari hasil analisis data yang menggunakan rumus
matematis melalui program IBM SPSS 24.0 for windows.
Menurut Sugiyono, variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab berubahnya atau timbulnya variabel terikat. Variabel terikat
atau tidak bebas sering disebut variabel output, kriteria, atau konsekuensi, dan merupakan variabel
yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini
terdapat dua variabel yang akan diteliti, yakni variabel sikap berdialog OMK terhadap agama lain
(variabel bebas) dan variabel budaya anti kekerasan (variabel terikat).
Menurut Sugiyono (2011:117) populasi adalah wilayah generalisasi atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulannya. Pengertian lain populasi adalah menurut Saifuddin A (1998:77), yakni
populasi didefinisikan sebagai kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.

5
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah OMK Santo Yohanes Motoyama di wilayah
koordinasi Talete sebanyak 36 orang. Selain itu, terdapat juga sampel. Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sampel jenuh. Sampel jenuh adalah teknik penentuan sampel
yang menggunakan semua anggota populasi sebagai sampel (Sugiyono, 2011:68). Sampel yang
digunakan peneliti adalah seluruh populasi yang diambil dari seluruh Orang Muda Katolik Santo
Yohanes Motoyama di Wilayah Koordinasi Talete yang berjumlah 36 orang.
Instrumen penelitian adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk melakukan pengukuran guna
pengumpulan data penelitian atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data.
Instrumen penelitian dibuat agar penelitian menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti
lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah (Suharsimi Arikunto, 2006:160).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar angket kuesioner. Lembar angket
kuesioner adalah lembar angket kepada subjek atau responden sesuai dengan tujuan penelitian.
Tujuan pembuatan kuesioner ini yaitu untuk memperoleh informasi yang relevan reliabilitas dan
validitas setinggi mungkin.
Jumlah instrumen yang akan digunakan tergantung pada variabel yang akan diteliti. Dalam
penelitian ini peneliti meneliti tentang “Korelasi Sikap Berdialog Orang Muda Katolik tehadap
Agama Lain dengan Budaya Anti Kekerasan pada Orang Muda Katolik Santo Yohanes Motoyama di
Wilayah Koordinasi Talete”. Maka dalam hal ini terdapat dua instrumen yang dibuat sesuai dengan
jumlah variabel penelitian, yaitu instrumen untuk mengukur sikap berdialog Orang Muda Katolik
terhadap Agama lain dan instrumen untuk mengukur budaya anti kekerasan pada Orang Muda
Katolik Santo Yohanes Motoyama di Wilayah Koordinasi Talete.
Sebelum menyusun kuesioner yang nantinya akan diberikan kepada responden untuk diisi,
maka terlebih dahulu harus disusun kisi-kisi instrument sebagai dasar penyusunan. Berikut ini
merupakan kisi-kisi instrumen penelitian:

Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Variabel Indikator No. Item

Sikap Berdialog OMK 1. Memberikan 2,3,4,5,6

terhadap Agama Lain Sukacita

2. Membuat Orang

Percaya dan 1,7,8,9,11

Memuliakan Allah

Tritunggal

6
3. Mewujudkan

Perdamaian dalam 10,12,13,14,15

Masyarakat

Budaya Anti Kekerasan 1. Suatu Perbuatan 16,17,18,19

Melawan Hukum

2. Merugikan Orang 20,21,22,23

Lain

3. Menimbulkan 24,25,29,30

Akibat

4. Dilakukan Dengan 26,27,28

Niat Terlebih

Dahulu

Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket tertutup yaitu angket yang telah
dilengkapi dengan alternative jawaban dengan menggunakan skala Likert sehingga responden hanya
memilih satu jawaban yang paling sesuai dengan memberikan tanda centang (√) pada jawaban yang
telah disediakan (Sugiyono 291:135). Jawaban dari setiap item instrumen memiliki kategori dari
sangat setuju hingga sangat tidak setuju dengan skornya masing-masing seperti dalam tabel di bawah
ini:

Tabel 3.2
Kategori dan Skor Jawaban Kuesioner

Jawaban Pernyataan Positif Jawaban Pernyataan Negatif

Kategori Skor Kategori Skor

Sangat Setuju 4 Sangat Setuju 1

Setuju 3 Setuju 2

Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3

Sangat Tidak Setuju 1 Sangat Tidak Setuju 4

7
Penelitian ini menggunakan angket yang berdasarkan pada pengkajian dua variabel. Kedua
variabel yang akan dikaji adalah:
1) Variabel pertama yaitu “Sikap Berdialog Orang Muda Katolik terhadap Agama Lain”
atau disebut variabel X yang merupakan variabel bebas (independen).
2) Variabel kedua yaitu “Budaya Anti Kekerasan” atau disebut variabel Y yang merupakan
variabel terikat (dependen).
Desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Desain Penelitian

X Y

Keterangan:
X : Sikap Berdialog Orang Muda Katolik terhadap Agama Lain
Y : Budaya Anti Kekerasan

Suatu alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan
informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh
para ahli, yaitu kriteria valid dan reliabel. Oleh karena itu agar hasil penelitian dan kesimpulan dalam
penelitian ini tidak dapat keliru, dapat dipercaya, konsisten, dan tidak memberikan gambaran yang
jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya, maka dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap
instrumen-instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Uji Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan kevalidan dan
keabsahan suatu instrumen. Validitas berhubungan dengan apakah tes atau uji mengukur apa yang
mesti diukurnya dan seberapa baik dia melakukannya (Anastasi dan Urbina, 1997:113). Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran validitas yang dimaksud. Secara teknis pengujian validitas konstruk
didasarkan pada kisi-kisi instrumen yang telah disusun dan kaidah pengujian instrumen. Pengujian
keputusan validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan Korelasi Product Moment untuk
mengukur validitas instrument, yaitu sebagai berikut:

N ∑ XY – (∑ X) (∑ Y)

r xy =

√{ N ∑ X² - (∑ X)²}{N ∑ Y² - (∑ Y)²}

8
Keterangan :

r xy = Koefisien korelasi antara X dan Y


X = Skor butir
Y = Skor total
N = Jumlah subyek
X² = Jumlah kuadrat nilai X
Y² = Jumlah kuadrat nilai Y

Kemudian hasil r xy hitung dikonsultasikan dengan r tabel dengan taraf signifikan 5%. Jika
didapatkan harga r xy hitung > r tabel, maka butir instrumen dapat dikatakan valid, akan tetapi jika
harganya r xy hitung < r tabel, maka dikatakan bahwa instrumen tersebut tidak valid.
Uji Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen itu sudah baik. Pengujian
reliabilitas instrumen sikap berdialog orang muda Katolik terhadap agama lain dan budaya anti
kekerasan menggunakan rumus Cronbach-Alpha berikut ini:

n s i² - ∑ p i q i

a =

(n – 1) s i²

Keterangan :

a = indeks reliabilitas alpha atau cronbach

n = jumlah item dalam instrumen

pi = proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada item i

qI = 1 – pi

s i² = variansi total

Dalam penelitian ini untuk melaksanakan uji reliabilitas digunakan bantuan software Iteman
dengan melihat besarnya nilai alpha. Indeks reliabilitas berkisar antar 0 -1. Semakin tinggi koefisien
reliabilitas suatu tes (mendekati 1), semakin tinggi pula ketepatannya. Suatu kesepakatan informal
menghendaki bahwa koefisien reliabilitas haruslah setinggi mungkin. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data angket (kuesioner). Adapun subjek data
yang ditentukan adalah orang muda Katolik Santo Yohanes Motoyama di Wilayah Koordinasi Talete.
Dengan demikian teknik pengumpulan data ini dipakai untuk mengumpulkan data tentang sikap

9
berdialog orang muda Katolik terhadap agama lain dengan budaya anti kekerasan pada orang muda
Katolik Santo Yohanes Motoyama di wilayah koordinasi Talete.
Angket merupakan alat untuk mengumpulkan data berupa daftar pertanyaan atau pernyataan.
Angket sering disebutkan secara umum dengan nama kuesioner. Angket (kuesioner) adalah teknik
pengumpulan data dengan cara mengajukan berbagai pertanyaan maupun pernyataan secara tertulis
yang dijawab secara tertulis juga oleh responden. Kumpulan pertanyaan atau pernyataan ini
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pribadinya atau hal-hal lain yang
dibutuhkan. Namun, diperhadapkan dengan keadaan dan situasi pandemi covid-19 saat ini, maka
penulis membagikan link google formulir bagi para responden yakni orang-orang muda Katolik di
wilayah koordinasi Talete.
Teknik analisis data meliputi uji prasyarat asumsi klasik dan analisis data. Uji prasyarat
asumsi klasik meliputi uji normalitas data dan uji linearitas data. Sedangkan analisis data meliputi
analisis korelasi product moment. Uji normalitas data adalah suatu uji yang digunakan untuk
mengetahui apakah variabel dependen, variabel independen, atau kedua variabel tersebut berdistribusi
normal atau mendekati normal (Umar, 2011:181). Pelaksanaan uji normalitas dapat menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov yakni apabila hasil signifikansi > 0,05, berarti residual berdistribusi normal
(Sugiyono dan Susanto, 2015:322).

Tabel 3.3
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual
N
Normal Mean ,0000000
Std. 2,66303004
Parametersa,b
Deviation

Most Absolute
Extreme Positive
Differences Negative

Test Statistic ,115

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200

Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui nilai signifikansi 0,200 > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa nilai residual berdistribusi normal.

10
Sedangkan uji linearitas data dapat dipakai untuk mengetahui apakah variabel terikat dengan
variabel bebas memiliki hubungan linear atau tidak secara signifikan (Sugiyono dan Susanto,
2015:323). Uji linearitas merupakan uji yang memiliki kriteria bahwa jika nilai signifikansi pada
linearity ≥ 0,05, maka berarti diantara variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent)
terdapat hubungan yang linear. Sebaliknya, jika nilai signifikansi linearity ≤ 0,05, maka berarti
diantara variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent) tidak terdapat hubungan yang
linear.

Tabel 3.4
Tabel Hasil Uji Linearitas

Sum of df Mean F Sig.


Squares Squares

Budaya Anti Between (Combined) 287,089 12 23, 924 3,899 ,002


Kekerasan Groups
Linearity 180,012 1 180,012 29,336 ,000
Sikap Berdialog
Deviation 107,077 11 9,734 1,586 ,169
OMK
from
Linearity

Within
141,133 23 6,136
Groups

Total 428,222 35

Berdasarkan hasil uji linearitas diketahui bahwa nilai signifikansi 0,169 > 0,05 maka dapat
ditarik kesimpulan yaitu terdapat hubungan yang linear antara variabel bebas (independent) dan
variabel terikat (dependent). Dalam hal ini terdapat hubungan yang linear antara sikap berdialog
Orang Muda Katolik terhadap agama lain dengan budaya anti kekerasan pada Orang Muda Katolik di
Wilayah Koordinasi Talete.

Analisis Data
Menurut Patton, analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar (Hasan, 2002:97). Karena penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif maka metode analisis data yang digunakan alat analisis yang
bersifat kuantitatif yaitu model statistik. Hasil analisis nantinya akan disajikan dalam bentuk angka-
angka yang kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan dalam suatu uraian. Teknik analisis data
merupakan langkah yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian. Adapun teknis analisis data yang akan

11
digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasi, dimana penelitian korelasi bertujuan untuk
menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau
tidaknya hubungan itu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik korelasi product moment
yang bertujuan untuk mengkaji variabel penelitian.

Analisis Korelasi Product Moment


Korelasi Product Moment merupakan rumus statistik korelatif yang dapat dipakai untuk
mengetahui jenis dan efektivitas hubungan antar dua variabel, dalam hal ini satu variabel bebas
dengan satu variabel terikat. Uji Korelasi Product Moment digunakan untuk menjawab pertanyaan
pada rumusan masalah. Dalam penelitian ini yakni menguji ada tidaknya korelasi antara variabel
bebas sikap berdialog OMK terhadap agama lain dengan variabel terikat budaya anti kekerasan pada
OMK Santo Yohanes Motoyama di wilayah koordinasi Talete.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah
merumuskan hipotesis nihil (nol), membuat tabel kerja, memasukkan data ke dalam rumus, menguji
nilai korelasi product moment dan menarik kesimpulan. Untuk mengetahui tingkat korelasi antara
variabel sikap berdialog OMK terhadap agama lain dengan budaya anti kekerasan pada OMK Santo
Yohanes Motoyama di Wilayah Koordinasi Talete, maka digunakan tabel interpretasi nilai R dari
Sugiyono (2011:257), yaitu:

Tabel 3.4
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1,000 – 0,80 Sangat Kuat

0,799 – 0,60 Kuat

0,599 – 0,40 Sedang

0,399 – 0,20 Rendah

0,199 – 0,00 Sangat Rendah

Analisis ini akan dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS 24.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Untuk mengetahui korelasi sikap berdialog Orang Muda Katolik terhadap agama lain dengan
budaya anti kekerasan pada Orang Muda Katolik Santo Yohanes Motoyama di Wilayah Koordinasi
Talete, maka digunakan instrumen kuesioner sebagai teknik pengumpulan data untuk variabel X

12
(Sikap Berdialog Orang Muda Katolik) dan untuk variabel Y (Budaya Anti Kekerasan). Pengujian
hipotesis dalam penelitian ini menggunakan rumus statistik dengan aplikasi software IBM Statistical
Product and Service Solutions (SPSS) 24.0 for windows. Berdasarkan pengolahan data menggunakan
SPSS diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,648 dengan koefisien determinasi 0,4204 atau 42%.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
melalui penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Korelasi sikap berdialog orang muda Katolik terhadap agama lain tergolong dalam kategori tingkat
hubungan yang kuat dengan skor 0,648 yang berada pada interval 0,60-0,799 berdasarkan pada
tabel interpretasi koefisien korelasi.
2. Budaya anti kekerasan pada orang muda Katolik Santo Yohanes Motoyama di Wilayah Koordinasi
Talete tergolong kuat dengan skor 0,648.
3. Berdasarkan hasil korelasi product moment. Korelasi antara sikap berdialog Orang Muda Katolik
terhadap agama lain dengan budaya anti kekerasan pada Orang Muda Katolik Santo Yohanes
Motoyama di wilayah koordinasi Talete sebesar 0,648. Hal ini berarti bahwa terdapat korelasi
yang kuat dan signifikan antara sikap berdialog Orang Muda Katolik terhadap agama lain dengan
budaya anti kekerasan pada Orang Muda Katolik Santo Yohanes Motoyama di Wilayah
Koordinasi Talete. Adanya hubungan atau tidak, dapat dilihat pada tabel correlation product
moment yang menunjukkan nilai kuat dan signifikan yang artinya h0 ditolak dan h1 diterima.

Saran
Berdasar keberhasilan penelitian seperti yang diuraikan di atas, perlu disarankan:
1. Bagi Ketua OMK Santo Yohanes Motoyama di Wilayah Koordinasi Talete hendaknya
senantiasa memperjuangkan sikap yang mendukung dialog antarumat beragama serta mampu
menjadi teladan yang memelopori berbagai budaya anti-kekerasan.
2. Bagi orang-orang muda Katolik hendaknya semakin meningkatkan rasa perdamaian dan
persatuan melalui kegiatan berdialog antarumat beragama sehingga dapat melestarikan nilai-
nilai luhur yang terkandung dalam setiap ajaran agama.
3. Bagi tokoh-tokoh agama hendaknya mampu menjaga dan mengembangkan penghargaan
teradap pluralisme religius yang terdapat dalam lapisan masyarakat, sehingga terpupuklah
solidaritas yang erat satu sama lain.

REFERENSI
Basuki, S. 2013. Pemikiran Keagamaan. Suka Press. Yogyakarta

13
Batmyanik, A. 2011. Modul 1-6 Pastoral Pemuda. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia. Jakarta
Burhanuddin, D. 2004. Agama Dialogis Merenda Dialektika Idealita dan Realita Hubungan Antar
Agama. LkiS. Yogyakarta
Farid, M. 1993. Dialog: Kritik dan Identitas Agama. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Harold, C. 1989. Pluralisme dan Tantangan Agama-Agama. Kanisius. Yogyakarta
Komisi Teologi KWI. 2006. Dialog Antara Iman dan Budaya. Pustaka Nusatama. Yogyakarta
Mukti, A. 1998. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia. Mizan. Bandung
Passen, Y. 1996. Beberapa Masalah Hidup Beragama Dewasa Ini. Obor. Jakarta
Purwatma, M. 2019. Pendampingan Iman Katolik Orang Muda. Kanisius. Yogyakarta
Riyanto, A. 1995. Dialog Agama Dalam Pandangan Gereja Katolik. Kanisius. Yogyakarta
Riyanto, A. 2010. Dialog Interreligius. Kanisius. Yogyakarta
Shelton, C. 1987. Spiritualitas Kaum Muda: Bagaimana Mengenal dan Mengembangkan.
Kanisius.Yogyakarta
Sunardi, S. 1993. Dialog Cara Baru Beragama. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Sutrisnaatmaka, M. 2012. Komunikasi Dialog Iman dan Budaya: Segi-Segi Hidup Beriman 5. Pustaka
Nusatama. Yogyakarta
Wuritimur, A. 2018. Gereja Berdialog Menurut Ajaran Magisterium. Obor. Jakarta

Sumber Website:

Kusuma, W. 2013. Dialog Sebagai Kritisme Beragama. Jakarta. URL:


https://download.garuda.ristekdikti.go.id. Diakses tanggal 12 Agustus 2021

14

Anda mungkin juga menyukai