Anda di halaman 1dari 10

PEMANFAATAN WAKAF ENERGI SEBAGAI INVESTASI DALAM ISLAM

DEMI KEPENTINGAN UMAT DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

Nama : PRABU MAHESA PUTRO

NPM : 2206109513

Kelas : EkoIslam/1/Sore

Absen : 8 (Delapan)

Mata Kuliah : Sumber Hukum Ekonomi Islam

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

2022
BAB I
PENDAHULUAN

Negara pada dasarnya melindungi hak – hak warganya untuk dapat hidup sejahtera
lahir dan batin serta berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, hal – hal
tersebut jelas tercantum dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 khususnya pada Pasal 291. Kaitannya dengan pembangunan ekonomi, diatur pula
dalam Pasal 33 ayat (1) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yang pada pokoknya menyatakan bahwa Perekonomian disusus sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan.2 Makna asas kekeluargaan yang terkandung dalam Pasal
33 ayat (1) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut pada
hakekatya sangat dalam apabila ditelaah terutama kaitannya pada pembangunan ekonomi di
Indonesia. Bahwa ekonomi tidak dibangun hanya oleh Pemerintah maupun bisnis segelintir
swasta saja, lebih daripada itu, pembangunan ekonomi yang sebagai usaha bersama yang
dimaksudkan adalah bagaimana seharusnya Pemerintah, masyarakat, swasta maupun
individu – individu bersama – sama saling pedulu secara kekeluargaan membangun Negara
ini, Indonesia tercinta dalam spektrum ekonomi menuju perekonomian yang terdepan,
sebesar – besarnya demi kemakmuran bersama rakyat kalangan bawah atau grassroots
sampai dengan kalangan atas atau elite.3
Pembangunan ekonomi menurut sudut pandang islam, melihat dari prinsip dan
cirinya, berkegiatan secara ekonomi bukan hanya perihal muamalah, tetapi merupakan
bagian dari ibadah untuk mencari keridhaan Allah SWT. Hal ini yang menyebabkan
bagaimana seharusnya implementasi ekonomi pembangunan islam pasti jauh lebih
mendalam dan komprehensif dimana keterlibatan dan pembangunannya tidak hanya
sekerdar adanya perubahan ukuran pembangunan. Namun ada kemanfaatan yang
direpresentasikan oleh maqashid syariahh sebagai indikasi pergerakan perubagan kearah

1
Pasal 29 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2
Pasal 33 ayat (1) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3
https://www.dpr.go.id/prolegnas/deskripsikonsepsi3/id/155#:~:text=Pasal%2033%20ayat%20(1)%20UUD

1
yang multidimensional dan tentunya beyond economic growth.4 Problematika yang coba
untuk diseselesaikan dalam pembangunan ekonomi tidak lain dan tidak terbatas tentunya
pada kemiskinan, kesenjangan ekonomi, pengangguran, rendahnya kualitas sumber daya
manusia, inflasi, keterbelakangan utilisasi energi maupun sumber daya.5
Semakin munculnya premis – premis ekonomi konvensional sebagai sumber
paradoks kekeliuran prtumbuhan ekonomi dan distribusi ekonomi yang senyata – nyatanya
justru secara de facto memperlihatkan kesenjangan masyarakat untuk dapat menikmati dan
merasakan dampak ekonomi seperti sumber energi untuk menunjang kehidupannya.
Ketenagalistrikan menjadi bagian yang tak luput dari sorotan pemerintah dalam misinya
dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk
didistribusikan secara baik kepada seluruh masyarakat untuk menunjang kehidupannya,
apalagi duni sudah berjalan sangat cepat untuk mereka yang bahkan listrik saja belum
sampai rumahnya namun internet sudah merejalela.
Hingga tahun 2019, Pemerintah mengatakan bahwa rasio elektrifikasi di Indonesi dari
statistik ketenagalistrikan dan Direktoret Pembianaan Program Gatrik, Ditjen Gatrik,
Kementerian ESDM pada tahun 2020 adalah 99,2 % yang mana artinya realisasi rasio
elektrifikasi tersebut meningkat dari yang sebelumnya pada tahun 2019 adalah 98,89%.6
Maxensus Tri Sambodo, seorang ekonom dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam
tulisannya pada media daring The Conversation, memberikan kritik pada kenaikan rasio
elektrifikasi tersebut bahwa dibalik paradigma ‘‘yang penting ada listtrik’’ terdapat
persoalan dan pekerjaan rumah yang sangat besar mengenai persoalan kualitas,
keberlanjutan, dan kemanfaatan akses energi untuk dapat mendukung kegiatan ekonomi
yang produktif.7
Adanya ide – ide mengenai wakaf energi sebagai suatu opsional yang mungkin saja
sebagai satu – satunya solusi untuk listrik mahal dari pemerintah dan pembangunan –
pembangunan pembangkit listrik milik swasta yanng tak jarang merusak lingkungan

4
W. Mahri, A. Jajang. (2021). Ekonomi Pembangunan Islam. Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan
Syariah – Bank Indonesia. Hlm. 30.
5
Ibid. Hlm: 56.
6
https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1155/sdgs_7/1
7
https://theconversation.com/riset-masyarakat-indonesia-masih-kekurangan-energi-listrik-dan-energi-
bersih-untuk-memasak-135734

2
bahkan sampai menggusur pemukiman warga yang notabene untuk kepentingan
masyarakat lebih luas. Disampaikan Menag Yaqut, dalam membicarakan wakaf energi di
masjid rasanya sesuatu yang jarang terpikirkan oleh sebagian pengelola masjid. Namun,
lanjut Menag Yaqut, sesungguhnya ini bukanlah tema yang tabu. Sebagai ikon kebanggaan
bangsa Indonesia, Masjid Istiqlal kini mengusung konsep Smart & Green Mosque. Maka,
kampanye Wakaf Energi merupakan langkah strategis untuk mengajak masyarakat
berpartisipasi dan berkontribusi dalam mengembangkan konsep Smart & Green Mosque.8
Hal ini bisa menjadi contoh bagus pemanfaatan wakaf yang lebih besar daripada hanya
dibangun sebagai masjid atau mushola, dapat juga dibangun bersamaan dengan adanya
suatu pembangkit listrik tenaga air atau angin atau mengikuti kondisi tanah yang
diwakafkan.

8
https://kemenag.go.id/read/wakaf-energi-masjid-istiqlal-menag-ide-brilian-untuk-keberlanjutan-egqwp

3
BAB II
ANALISIS PEMBAHASAN

Berdasarkan Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004


Tentang Wakaf, telah diatur secara jelas bahwa wakaf tidak hanya fokus pada benda
tidak bergerak melainkan ada pula wakaf dalam bentuk harta bergerak seperti uang,
logam mulia, surat-surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa,
dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.9 Wakaf tersendiri memiliki ciri khusus yang beberda dari
sedekah biasa, bahwa wakaf lebih besar ganjaran dan manfaatnya terutama bagi diri
pewakaf. Atas dasar yang demikian itu, pahala wakaf akan terus mengalir selama masih
dapat dimanfaatkan. Ciri utama wakaf yang sangat membedakan adalah ketika wakaf
ditunaikan terjadi pergeseran kepemilikan pribadi menuju kepemilikan Allah Swt yang
diharapkan abadi,10 serta memberikan manfaat secara berkelanjutan. Melalui wakaf
diharapkan akan terjadi proses distribusi manfaat bagi masyarakat secara lebih luas,
dari manfaat pribadi menuju manfaat masyarakat. Hal ini tentunya sejalan dengan amanat
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mensejahterakan
masyarakat.
Wakaf selain dari pengertian pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, beragam definisi diungkapkan oleh beberapa pendapat ulama dan
cendekiawan11, seperti sebagaimana berikut:
a. Menurut golongan Hanafi
"Memakan benda yang statusnya tetap milik si Wakif (orang yang mewakafkan)
dan yang disedekahkan adalah manfaatnya saja". Sedangkan Wahbah Adillatuh
mengartikan wakaf adalah menahan suatu harta benda tetap sebagai milik orang
yang mewakaf (Al Klakif) dan mensedekahkan manfaatnya untuk. kebajikan.

9
Syaiful Anam, “Wakaf dan Energi Terbarukan: Analisis Potensi Wakaf Energi dalam Mengurangi Dampak
Perubahan Iklim”, Jurnal Wakaf dan Ekonomi Islam, Vol. 14 No. 2 Tahun 2021, Badan Wakaf Indonesia,
Hlm. 123
10
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
11
Linge Abdiansyah, “Filantropi Islam sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi”, Jurnal Perspektif Ekonomi
Darussalam, Vol 1, No. 2, September 2015, Aceh, Tengah Indonesia, Hlm. 159

4
b. Menurut Golongan Maliki
"Menjadikan manfaat benda yang dimiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk
diserahkan kepada orang yang berhak, dengan bentuk penyerahan berjangka
waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang mewakafkan".
c. Menurut Golongan Syafi'i
"Menahan harta yang diambil manfaatnya dengan tetap utuhnya barang, dan barang
itu lepas dari penguasaan di Wakif serta dimanfaatkan pada sesuatu yang
diperbolehkan oleh agama".
d. Menurut Golongan Hambali
"Menahan kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya yang bermanfaat
dengan tetap utuhnya harus dan memutuskan semua hak penguasaannya terhadap
harta itu sedangkan manfaatnya dipergunakan pada suatu kebaikan untuk
mendekatkan diri kepada Allah".
Beragam pendapat yang disampaikan para ulama terdahulu sebagaimana diatas secara
benang merahnya dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf sebenarnya adalah pemberian
secara cuma - cuma dari sang pemilik harta atau benda untuk diberikan kepada orang -
orang yang lebih berhak atas manfaatnya, demi kebaikan bersama dan sarana pendekatan
diri kepada Allah SWT.
Adapun dasar hukum selanjutnya adalah ijma’ sahabat. Para sahabat sepakat bahwa
hukum wakaf sangat dianjurkan dalam Islam dan tidak satu-pun di antara parasahabat
yang menafikan wakaf. Sedangkan hukum wakaf menurut sahibul mazhab (Imam
Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’iy dan Imam Ahmad bin Hanbal) tidak terdapat
perbedaan yang signifikan. Menurut Imam Malik, Imam Syafi’iy dan Imam Ahmad
hukum wakaf adalah sunnah (mandub). Menurut ulama’ Hanafiyah hukum wakaf adalah
mubah (boleh). Sebab non muslimpun hukum wakafnya sah. Namun demikian, wakaf
nantinya bisa menjadi wajib apabila wakaf itu menjadi obyek dari Nazhir.

5
Merujuk pada sumber – sumber hukum Ekonomi Islam, hikmah atau khazanah
keilmuannya yang dapat diperoleh dalam kaitannya untuk pembangunan umat atau
pembangunan ekonomi, pelaksanaan investasi dalam wakaf adalah sebagai berikut:
a. QS. Al Hasyr : 18
َ‫ّللا َخ ِبيْر ۢ ِب َما ت َ ْع َملُ ْون‬ ُ ‫ّللا َو ْلتَ ْن‬
ْ ‫ظ ْر نَ ْفس َّما قَدَّ َم‬
َ ٰ ‫ت ِلغَد َواتَّقُوا‬
َ ٰ ‫ّللا ۗا َِّن‬ َ ٰ ‫ يٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ا َمنُوا اتَّقُوا‬.
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan.
Dari ayat sebagaimana dimaksud dapat dipahami bahwa terdapat anjuran bagi orang –
orang yang beriman untuk dapat menginvestasikan tiap – tiap kegiatan yang ia lakukan
untuk masa depan diakhirat. Kegiatan – kegiatan yang dilakukan tersebut hendaknya
dilakukan secara hati – hati dan penuh dengan ketelitian.12
b. QS. Lukman : 34
ِ ‫س ِباَي‬ ْ ‫غد ًۗا َو َما تَد ِْر‬
ۢ ‫ي نَ ْف‬ َ ُ‫ي نَ ْفس َّماذَا ت َ ْكسِب‬
ْ ‫اْل ْر َح ِۗام َو َما تَد ِْر‬ َ ‫ع ِة َويُن َِز ُل ْالغَي‬
َ ْ ‫ْث َويَ ْعلَ ُم َما فِى‬ َ ‫سا‬ َّ ‫ّللا ِع ْندَه ع ِْل ُم ال‬
َ ٰ ‫ا َِّن‬
‫ع ِليْم َخ ِب ْير‬ َ ٰ ‫ ࣖ ا َ ْرض ت َ ُم ْو ۗتُ ا َِّن‬.
َ ‫ّللا‬
Artinya : Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang
menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang
pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan
tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.
Dalam ayat tersebut diatas, secara eksplisit jelas dikatakan bahwa tidak ada seorang pun
yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Secara implisit, menyampaikan bahwa
Allah SWT yang menurunkan hujan dan maha mengetahui apa yang ada didalam rahim
menyadarkan manusia untuk selalu berbuat amal kebaikan sebelum kematian datang
menjemputnya. Dalam kaitannya dengan berinvestasi, meskipun seseorang tidak pernah
mengetahui apa yang bakal terjadi besok dengan pasti, mereka tetap harus mempersiapkan

12
Sakinan, “Investasi dalam Islam”, Jurnal Iqtishadia Vol 1 No. 2 Desember 2014, Hlm. 251

6
diri untuk esok atau masa depannya dengan selalu berusaha misalnya melakukan investasi,
khususnya dengan berwakaf.13
c. QS. Al – Baqarah : 261
‫ِف ِل َم ْن‬ ٰ ‫س ۢ ْنبُلَة ِمائَةُ َحبَّة ۗ َو‬
ُ ‫ّللاُ يُضع‬ ُ ‫سنَا ِب َل فِ ْي ُك ِل‬
َ ‫س ْب َع‬ ْ ‫ّللا َك َمث َ ِل َحبَّة اَ ۢ ْنبَت‬
َ ‫َت‬ َ ‫َمث َ ُل الَّ ِذيْنَ يُ ْن ِفقُ ْونَ ا َ ْم َوالَ ُه ْم فِ ْي‬
ِ ٰ ‫س ِب ْي ِل‬
‫ع ِليْم‬
َ ‫ّللاُ َواسِع‬ ٰ ‫ يَّش َۤا ُء ۗ َو‬.
Artinya : Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti
sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji.
Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha
Mengetahui.
Merujuk pada ayat sebagaimana dimaksud diatas, secara konkrit menyatakan bahwa
tentang bagaimana pentingnya berinvestasi dijalan allah dengan menafkahkan hartanya di
jalan Allah. Dalam perspektif ekonomi, tentunya akan sangat mendorong pertubuhan
pembangunan ekonomi, dimana banyak orang berlomba – lomba menginfaqkan,
mewakafkan dan bersedekah hartanya untuk menolong orang lain yang membutuhkan,
tentunya akan mengarahkan produktifitas menjadi lebih baik.14
d. HR. Al- Hakim, ia berkata : "Hadis ini adalah hadis shahih berdasarkan syarat-syarat
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya".
"Rasulullah s.a.w. bersabda kepada seseorang dalam rangka menasihati; 'Ambillah
kesempatan dalam lima kondisi sebelum datang kondisi lainnya: mudamu sebelum
tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu
sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu ‘.”
e. Hadis Nabi yang bermakna:
“Sahabat Umar ra. Memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra
menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk. Umar berkata: “Hai Rasulullah
saw,.saya mendapatkan sebidang tanah di khaibar, saya belum mendapatkan harta
sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah SAW
bersabda : “ Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya)tanah itu, dan engkau sedekahkan
(hasilnya).” KemudianUmar mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak

13
Ibid, Hlm 252
14
Ibid.

7
dijual, tidak diwariskan dan tidak dihibahkan. Ibnu Umar berkata: “ Umar
menyedekahkannya (hasil pengelolaantanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat,
hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang
menengelola (nadzir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya)
atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.

BAB III
KESIMPULAN

Dalam Al Quran dan Hadis, Ijma Sahabat – sahabat Nabi, pendapat para Ulama dan
peraturan perundang – undangan tersebut tergambarkan bahwa bagaimana Nasihat
Rasullullah SAW, kepada umatnya untuk menjaga beberapa perkara dalam hidup, yakni:
mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu
luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu. Setidaknya dalam hidup orang
– orang beriman harus dapat meninggalkan hal – hal yang baik dnegan cara yang baik,
salah satunya berwakaf sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.
Kaitannya dengan Wakaf Energi adalah jelas dapat dilaksanakan, mengingat tidak
ada batasan bentuk dan jenis Barang atau harta yang diwakafkan. Selain itu, potensi besar
mewakafkan energi seperti listrik maupun energi lainnya akan memberikan terobosan besar
bagi negeri ini khususnya untuk melakukan distribusi lebih luas dan masif kedalam pelosok
– pelosok negeri masyarakat yang belum terjamah dengan ketenagalistrikan dengan bebas
biaya karena merupakan wakaf. Selain itu, Wakaf energi akan menjadi alternatif dalam
mengurangi dampak perubahan iklim yang terjadi. Pemanfaatan energi terbarukan yang
bersih, ramah lingkungan dan dapat mengurangi dampak perubahan iklim serta menekan
suhu bumi.

8
DAFTAR REFERENSI
1. Buku
a. Ali, Muhammad. Islam and Colonialism. Edinburgh : University Press. 2016
b. Faisal. Modul Hukum Ekonomi Islam. Lhoksumawe : Unimal Press. 2015
c. Rohman, Adi Nur, dkk.Seri Buku Saku Hukum Wakaf Indonesia. Bekasi :
Bharajaya. 2020
d. W. Mahri, A. Jajang, dkk. Ekonomi Pembangunan dalam Islam. Jakarta :
Departemen dan Keuangan Syariah – Bank Indonesia
e. Departemen Agama RI. Pembangunan Ekonomi Umat. Jakarta : Lajnah
Penashihan Mushaf Al – Quran. 2009

2. Jurnal
a. Sakinah, “Investasi dalam Islam”, Jurnal Iqtishadia Vol 1 No. 2 Desember
2014.
b. Syaiful Anam, “Wakaf dan Energi Terbarukan: Analisis Potensi Wakaf
Energi dalam Mengurangi Dampak Perubahan Iklim”, Jurnal Wakaf dan
Ekonomi Islam, Vol. 14 No. 2 Tahun 2021, Badan Wakaf Indonesia
c. Linge Abdiansyah, “Filantropi Islam sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi”,
Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, Vol 1, No. 2, September 2015,
Aceh, Tengah Indonesia,

3. Website
a. https://www.dpr.go.id/prolegnas/deskripsikonsepsi3/id/155#:~:text=Pasal%2
033%20ayat%20(1)%20UUD
b. https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1155/sdgs_
c. https://theconversation.com/riset-masyarakat-indonesia-masih-kekurangan-
energi-listrik-dan-energi-bersih-untuk-memasak-135734
d. https://kemenag.go.id/read/wakaf-energi-masjid-istiqlal-menag-ide-brilian-
untuk-keberlanjutan-egqwp

Anda mungkin juga menyukai