Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

BLOK IKM

MALARIA

Disusun Oleh :

Josina Costansa Pokar

201883153

Pengampuh :

Ibu Elpira Asmin.,M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2023
MALARIA

1. Latar Belakang
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan
pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit
infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam
darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa. Malaria
adalah Vector-born-disease dikarenakan penularannya melalui vektor. Penyakit
malaria mempunyai dampak besar bagi kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa), dan re-emarging (peningkatan kasus
kembali).1
2. Etiologi
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu
parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Parasit
malaria memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk kelangsungan hidupnya
parasit tersebut membutuhkan host (tempatnya menumpang hidup) baik pada
manusia maupun nyamuk, yaitu nyamuk anopheles. Ada empat jenis spesies
parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu:2
1) Plasmodium falciparum
2) Plasmodium vivax
3) Plasmodium malariae
4) Plasmodium ovale

Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria


yang berbeda, yaitu:2

1) Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika), merupakan jenis
penyakit malaria yang terberat dan satu-satunya parasit malaria yang
menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena dapat menyebabkan berbagai
komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak), anemia berat, syok, gagal
ginjal akut, perdarahan, sesak nafas, dll.
2) Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria tertiana. Tanpa pengobatan: berakhir dalam 2 – 3 bulan.
Relaps 50%dalam beberapa minggu – 5 tahun setelah penyakit awal.
3) Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria quartana. Asimtomatis dalam waktu lama
4) Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.
Lebih ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan. Seorang penderita dapat
dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi
campuran (mixed infection). Biasanya campuran P.Falciparum dengan P.Vivax
atau P.Malariae. Infeksi campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali terjadi. Infeksi
jenis ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya. Malaria yang
disebabkan oleh P.Vivax dan P.Malariae dapat kambuh jika tidak diobati dengan
baik. Malaria yang disebabkan oleh spesies selain P.Falciparum jarang berakibat
fatal, namun menurunkan kondisi tubuh; lemah, menggigil dan demam yang
biasanya berlangsung 10-14 hari.
3. Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis
maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Diperkirakan
prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 160-400 juta kasus. Batas dari
penyebaran malaria adalah 64o lintang utara (Rusia) dan 32o lintang selatan
(Argentina). Ketinggian yang memungkinkan parasit hidup adalah 400 meter di
bawah permukaan laut (Laut Mati) dan 2600 meter di atas permukaan laut
(Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas,
mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropis, kadang-
kadang dijumpai di Pasifik Barat. Plasmodium falcifarum tertama menybabkan
malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis lainnya.
Epidemiologi malaria adalah sebuah ilmu yang mempelajari faktor-faktor
yang menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan menggunakannya untuk
menanggulangi penyakit tersebut. Terbatasnya pengetahuan mengetahui biologi
parasit, vektor, ekologi manusia dan lingkungan menjadi hambatan untuk
menanggulangi malaria, Dalam epidemiologi malaria ada 3 faktor yang harus selalu
diperhatikan dan diselidiki hubungannya yaitu: Host (manusia), Agent (penyebab
penyakit), dan environment (lingkungan). Manusia disebut host intermedia, dimana
siklus aseksual parasit malaria terjadi, dan nyamuk malaria disebut host definitif,
dimana siklus seksual parasit malaria berlangsung. Beberapa faktor yang berinteraksi
dalam kejadian dan penularan penyakit malaria, antara lain:3

 P.Vivax,
 P.Falcifarum
 P.Ovale
Parasit  P.Malariae

Lingkungan Kimia

MALARIA Lingkungan
Vektor Lingkungan Biologis

Lingkungan Sosial

An.farauti, An.puncuiatus,
An.bancrofti, dan
An.karwari

 Ras
Manusia  Umur
 Jenis kelamin
 Kekebalan Tubuh

I. Faktor Host (Malaria)


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun
yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat
maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi
seseorang terinfeksi malaria adalah :3
1) Ras atau suku bangsa. Di Afrika, apabila prevalensi hemoglobin S (HbS)
cukup tinggi, penduduknya lebih rentan terhadap infeksi P.falcifarum.
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa HbS
menghambat P.falcifarum baik sewaktu invasi maupun berkembang biak.
2) Kurangnya suatu enzim tertentu. Kurangnya enzim G6PD (Glucosa 6-
Phosphat Dehydrogenase) memberikan perlindungan terhadap
infeksi P.Falcifarum yang berat. Walaupun demikian, kurangnya enzim ini
merugikan ditinjau dari segi pengobatan dengan golongan Sulfonamid dan
Primakuin oleh karena dapat terjadi hemolisis darah. Defisiensi enzim G6PD
ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada perempuan.
3) Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan
Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya. Hanya
pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam darahnya dapat
menjadikan nyamuk anopheles terinfeksi. Anak-anak mungkin terutama
penting dalam hal ini. Penularan malaria terjadi pada kebanyakan daerah
tropis dan subtropics, walaupun Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia
dan Israel sekarang bebas malaria local, wabah setempat dapat terjadi melalui
infeksi nyamuk local oleh wisatawan yang datang dari daerah endemis9 .
Malaria congenital, disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier
plasenta, jarang ada. Sebaliknya malaria neonates, agak sering dan dapat
sebagai akibat dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi
selama proses kelahiran.3
Ada dua macam kekebalan :
a) Kekebalan alamiah Adalah kekebalan yang timbul tanpa memerlukan
infeksi lebih dahulu, misalnya manusia kebal terhadap infeksi dari
plasmodium yang menghinggapi burung atau hewan pengerat.
b) Kekebalan yang didapat Kekebalan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu
kekebalan aktif merupakan penguatan dari mekanisme pertahanan
tubuh sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari
vaksinasi dan kekebalan pasif merupakan kekebalan yang didapat
melalui pemindahan anti bodi atau zat-zat yang berfungsi aktif dari
ibu hamil kepada janinnya atau melalui pemberian serum dari
seseorang yang kebal penyakit. Telah banyak bukti nyata tentang
adanya kekebalan bawaan (congenital immunity). Pada bayi yang baru
lahir dari seorang ibu yang kebal terhadap malaria di daerah yang
tinggi tingkat endemitas malarianya.
II. Faktor Agen (Plasmodium sp)

Penyakit malaria adalah suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan
oleh parasit genus plasmodium (Class Sporozoa). Sifat-sifat spesifik parasit
berbeda-beda untuk setiap spesies malaria dan hal ini mempengaruhi terjadinya
manifestasi klinis dan penularan. Agent atau penyebab penyakit adalah semua
unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup dimana dalam kehadirannya, bila
diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia yang rentan akan mejadi
stimulasi untuk memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agent penyebab
penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa.3

Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium, yaitu:

a. Plasmodium Vivax, memiliki distribusi geografis terluas, termasuk wilayah


beriklim dingin, subtropik. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari
ketiga, pada waktu siang atau sore. Masa inkubasinya antara 12-17 hari dan
salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegaly.
b. Plasmodium falciparum, merupakan penyebab malaria tropika, secara klinik
berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria cerebral dan fatal.
Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri kepala,
pegal linu, demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal
ginjal.
c. Plasmodium ovale. Masa inkubasi 12 – 17 hari, dengan gejala demam setiap
48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.
d. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang
memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat
pada daerah gunung, dataran rendah pada daerah tropik. Biasanya
berlangsung tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria
jenis ini sering kambuh.
III. Faktor Lingkungan

Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan
yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak, faktor lingkungan dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu:3

a. Lingkungan fisik
1) Suhu udara Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus
sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas
tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin
rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
2) Kelembaban udara (relative humidity)
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk. Tingkat
kelembaban 63% misalnya, merupakan angka paling rendah untuk
memungkinkan adanya penularan di Punjad India. Kelembaban
mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat
dan lain-lain dari nyamuk
3) Arus air
An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau
mengalir sedikit. An. minimus menyukai tempat perindukan yang aliran
airnya cukup deras dan An. letifer di tempat yang airnya tenang
b. Lingkungan Kimia
Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam
dari tempat perindukan. Sebagai contoh An. sundaicus tumbuh optimal pada air
payau yang kadar garamnya berkisar antara 12 – 18o /oo dan tidak dapat
berkembang baik pada kadar garam 40o /oo ke atas, meskipun di beberapa tempat
di Sumatera Utara An. sundaicus ditemukan pula dalam air tawar. An. letifer
dapat hidup di tempat yang asam/ pH rendah.3
c. Lingkungan biologik
Lingkungan biologi merupakan lingkungan yang terdiri atas fauna dan
flora.yang dapat berfunsi sebagai bahan pangan, sandang, dan papan. Didalam
lingkungan ini juga terdapat flora dan fauna yang berbahaya bagi kehidupan
manusia, seperti agent penyebab penyakit yang hidup, vektor penyakit, reservoir
penyakit, dan lain-lain. Oleh karena itu lingkungan ini dapat memberi berbagai
paparan terhadap masyarakat. Kualitas lingkungan ini sangat mudah dimodifikasi
oleh kegiatan manusia, dan karenanya mudah sekali berpengaruh terhadap
kesehatan.3
d. Lingkungan Sosial Budaya
Lingkungan social sangat menentukan perilaku masyarakat. Paparan
terhadap adat, kebiasaan, kepercayaan, pengetahuan teknologi setempat sangat
menentukan perilakunya, dan dengan demikian pola penyakitnya. Faktor ini
kadang-kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor lingkungan
lainnya. Prinsipnya ialah menciptakan keadaan lingkungan yang menguntungkan
bagi nyamuk dimana adanya kebiasaan hidup yang membuat tempat perindukan
nyamuk seperti membiarkan tergenangnya air di pekarangan dan jarang
membersihkan tempat tinggal.3

4. Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal
ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah
pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria
kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit
ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami
perubahan struktur danbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.
Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel,
sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga
dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset.
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung
merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit,
sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B
yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.2
1. Demam
Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi Pelepasan merozoit pada
tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah infasi sel darah yang berdekatan,
sehingga parasitemia falsifarum mungkin lebih besar daripada parasitemia spesies
lain, dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang aktif. Sedangkan plasmodium
falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang umur, plasmodium vivax
menyerang terutama retikulosit, dan plasmodium malariae menginvasi sel darah
merah matang, sifat-sifat ini yang cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk
terakhir diatas sampai kurang dari 20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum
pada anak non imun dapat mencapai kepadatan hingga 500.000 parasit/mm3.2
2. Anemia
Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi
sumsum tulang. Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan
pada malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria
(blackwater fever). Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah
oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahan-perubahan ini dan
peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah terinfeksi apa
tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada orang-orang
dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter.2
3. Kejadian immunopatologi
Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks imun, depresi
immun, pelepasan sitokin seperti TNF.2
Daftar Pustaka

1. Roach RR. Malaria. Trop Pediatr A Public Heal Concern Int Proportions Second Ed.
2012;4:287–97.

2. Yasa G. Infeksi Malaria. Penyakit dalam Indones. 2018;5:200–8.

3. Wulan A. Malaria dan Anemia. J Malar Dan Parasit [Internet]. 2010;5–18. Available
from: https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiB59fU6Y
DsAhWOT30KHRBtCqAQFjAAegQIBRAB&url=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id
%2F42538%2F2%2FJAMES_BAB_II_BARU.pdf&usg=AOvVaw2Bt-
g5ksFUoH1PSbzkgXEH

Anda mungkin juga menyukai