Anda di halaman 1dari 18

TUGAS RANGKUMAN

(PENYAKIT TROPIS YANG DITULARKAN OLEH


VEKTOR/PENYAKIT MALARIA)

DISUSUN:
BEBY APRILLIA MARSANDA A. BADJA
P101 21 026

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2024
RANGKUMAN
PENYAKIT TROPIS YANG DITULARKAN OLEH VEKTOR
“PENYAKIT MALARIA”

 Pengantar

1. Sejarah

Malaria tercatat lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Dalam bahasa Italia, malaria
berarti ”udara buruk", karena dahulu malaria banyak terdapat di daerah rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, yaitu demam roma,
demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme.
Dalam sejarah kuno (2.700 SM – 340 M) malaria telah dikenal di Cina, Yunani, dan
Roma.

Malaria diduga berasal dari Afrika, dengan ditemukan fosil nyamuk yang telah
berumur 3 juta tahun. Penyebaran malaria mengikuti migrasi ke wilayah di sepanjang
pantai Mediteria, Mesopotamia, Jazirah India dan Asia Tenggara. Kemungkinan P.vivax
dan P. malariae menyebar dari Asia Tenggara ke Amerika melalui pelayanan lintas
pasifik migrasi manusia. Selanjutnya P. falciparum tersebar setelah era Columbus,
melalui perbudakan oleh para penakluk Spanyol yang membawa orang Afrika ke
Amerika Tengah.

Laporan tentang malaria di Indonesia pertama dibuat oleh dokter-dokter militer


pada abad ke-19. Selanjutnya, kejadian wabah malaria dilaporkan di Cirebon pada tahun
1852–1854. Studi malaria yang lebih lengkap dilakukan pada permulaan abad ke-20,
khususnya penyakit malaria pada pekerja perkebunan di Sumatera Utara. Sebelum tahun
1952, Jakarta dan sekitarnya, kota-kota di pantai utara jawa dan beberapa daerah
perkebunan serta persawahan di Jawa Barat merupakan daerah endemis malaria. Pada
tahap awal pemberantasan malaria (1919- 1927) dilaksanakan perbaikan sanitasi
lingkungan, untuk mengurangi perindukan nyamuk Anopheles serta pengobatan dengan
kina. Setelah perang dunia II, dilakukan uji coba penyemprotan DDT di rumah-rumah,
dengan hasil yang cukup memuaskan.
2. Definisi

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus
plasmodium, yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit

ini secara alamiah ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Orang yang
menderita malaria secara khas mengalami demam tinggi, rasa dingin, dan influensa.
Empat macam parasit malaria yang dapat menginfeksi manusia adalah : P. falciparum, P.
vivax, P. ovale, dan P. malariae. Jenis plasmodium yang ditemukan di Indonesia adalah
P. falciparum dan P.vivax, sedangkan P. malariae ditemukan di beberapa provinsi, antara
lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P. ovale juga pernah ditemukan di
Nusa Tenggara Timur dan Papua. Infeksi P. falciparum, jika tidak segera dirawat, dapat
menyebabkan kematian.

3. Gejala Malaria

Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita serta jenis dan
jumlah plasmodium malaria yang menginfeksi. Biasanya penderita malaria menunjukkan
satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : demam, dingin, berkeringat, sakit kepala,
muntah, badan nyeri, dan rasa tidak enak badan. Dari daerah yang jarang ditemukan penyakit
malaria, gejala-gejala ini sering dikaitkan dengan penyakit influensa, dingin, atau
infeksi/peradangan umum yang lain, terutama jika tidak mencurigai infeksi malaria.
Sebaliknya, penduduk yang berasal dari daerah endemis malaria, sering mengenal gejala-
gejala malaria tanpa mengkonfirmasikan diagnosa. Gejala yang terlihat secara fsik meliputi
suhu tinggi, berkeringat, badan lemah, dan limpa membesar.

Penderita malaria dengan P. falciparum, memperlihatkan tambahan gejala berupa


penyakit kuning lembut, pembengkakan hati, dan frekuensi nafas yang meningkat. Penderita
P. falciparum lebih berat dan lebih akut daripada penderita yang terinfeksi dengan jenis
plasmodium lain. Gejala yang disebabkan oleh P. malariae dan P. ovale merupakan gejala
yang paling ringan. Gambaran khas penyakit ini adalah demam periodik, pembesaran limpa
dan anemia. Diagnosa malaria ditentukan oleh keberadaan plasmodium pada slide darah yang
diperiksa di bawah mikroskop.
Serangan demam yang pertama didahului dengan masa inkubasi yang bervariasi pada
kisaran 9-30 hari tergantung dari spesies parasit, paling pendek pada P. falciparum dan paling
panjang pada P. malariae. Masa inkubasi ini dipengaruhi oleh intensitas infeksi dan
pengobatan yang pernah didapat sebelumnya serta tingkat imunitas penderita. Selain itu,
masa inkubasi dipengaruhi juga oleh cara penularan.

4. Perjalanan Penyakit Malaria

Perjalanan penyakit malaria selalu dihubungkan dengan siklus hidup plasmodium


malaria yang terdiri dari dua fase, meliputi fase aseksual (di dalam tubuh manusia) dan
fase seksual (di dalam tubuh nyamuk Anopheles). Fase aseksual diawali dari nyamuk
Anopheles yang infektif mengeluarkan sporozoit, yang selanjutnya masuk ke dalam
peredaran darah manusia. Dalam waktu 30 menit, sporozoit masuk ke dalam sel-sel
parenkim hati, kemudian membelah diri secara aseksual, dan berubah menjadi sizon di
dalam hati. Setelah sizon matang bersama sel hati yang terinfeksi, pecah dan
mengeluarkan merozoit sebanyak 5.000–30.000, tergantung pada jenis spesies dan
selanjutnya segera masuk ke dalam sel-sel darah darah. Dalam sel darah merah, merozoit-
merozoit berubah menjadi tropozoit muda kemudian menjadi tropozoit dewasa.
Selanjutnya membelah diri menjadi merozoit- merozoit di dalam sel darah merah,
sehingga sel darah merah terinfeksi. Sizon-sizon dalam sel darah merah yang pecah
secara berulang, berhubungan dengan munculnya gejala-gejala malaria, ditandai dengan
demam dan menggigil secara periodik. Setelah proses siklus sizogoni dalam darah
berulang, beberapa merozoit tidak lagi menjadi sizon, tetapi berubah menjadi gametosit
dalam sel darah merah.

Fase seksual dimulai dari gametosit yang matang dihisap oleh nyamuk
Anopheles, di dalam lambung nyamuk terjadi proses ekflagelasi gametosit jantan.
Selanjutnya pembuahan terjadi di dalam tubuh nyamuk ketika gametosit jantan dan
betina bertemu dan menghasilkan zigot, kemudian berubah menjadi ookinet, dan
bergerak aktif menembus mukosa lambung. Ookinet berubah menjadi kista ookista,
kemudian menghasilkan puluhan ribu sporozoit dalam waktu beberapa jam saja sporozoit
akan menumpuk ke dalam kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit ini bersifat infektif bagi
manusia.

 Karakteristik Host (Penjamu)

A. Manusia (Host Intermediate)

Pada dasarnya setiap orang bisa terinfeksi oleh agent atau penyebab penyakit dan merupakan
tempat berkembang biaknya atau perbanyakan agent (parasit plasmodium). Bagi pejamu ada
beberapa faktor intristik yang dapat mempengaruhi kerentanan pejamu terhadap Agent.
Faktor- faktor tersebut mencakup usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status perkaw ina
n, r iwa yat pe nyak it sebe lumnya, cara hid up, hered ita s (keturunan), status gizi dan
tingkat imunitas.

1. Usia
Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria.
2. Jenis kelamin
Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin akan tetapi apabila menginfeksi ibu
yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat.
3. Ras
Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah terhadap
malaria. Penduduk yang terdapat hemoglobin S (Hb S) ternyata lebih tahan terhadap
akibat dari infeksi P falciparum. Hb S terdapat pada penderita dengan kelainan darah
yang merupakan penyakit turunan/herediter yang disebut sikcle cell anemia, yaitu suatu
kelainan di mana sel darah merah penderita berubah bentuknya mirip arit apabila terjadi
penurunan tekanan oksigen udara.
4. Riwayat malaria sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas
sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya penduduk asli daerah
endemik akan lebih tahan dibandingkan dengan transmigran yang datang dari daerah non
endemis.
5. Cara hidup
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria. Misalnya : tidur tidak
memakai kelambu, tidak menggunakan obat anti nyamuk dan senang berada di luar
rumah pada malam hari.
6. Sosialekonomi
Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria
erat hubungannya dengan infeksi malaria, misalnya kondisi perumahan, pakaian yang
layak, dan pendidikan.
7. Status gizi
Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah endemis lebih rentan terhadap
infeksi malaria.
8. Immunitas/imunitas
Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya mempunyai immunitas
alami sehingga mempunyai pertahanan alam dari infeksi malaria, Kekebalan pada
penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk
menghancurkan plas mod ium ya ng mas uk ata u me mbata s i pe rke mba ng-
biakannya/jumlahnya.
Ada dua macam kekebalan :

a) Kekebalan alamiah

Adalah kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu, misalnya manusia
kebal terhadap infeksi dari plasmodium yang menghinggapi burung atau hewan pengerat.

b) Kekebalan yang didapat

Kekebalan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu kekebalan aktif merupakan penguatan dari
mekanisme pertahanan tubuh sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari
vaksinasi dan kekebalan pasif merupakan kekebalan yang didapat melalui pemindahan
anti bodi atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu hamil kepada janinnya atau melalui
pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit. Telah banyak bukti nyata tentang
adanya kekebalan bawaan (congenital immunity). Pada bayi yang baru lahir dari seorang
ibu yang kebal terhadap malaria di daerah yang tinggi tingkat endemitas malarianya.
Berdasarkan sifatnya kekebalan dibagi manjadi 2 yaitu: humoral dan selular.

1. Kekebalan humoral

disebabkan oleh adanya antibodi yang timbul dalam darah yang terdiri dari opsonin,
presipitin dan aglutinin.

2. Kekebalan selular

ditimbulkan oleh makrofag dan sel-sel yang dihasilkan oleh system retikulo-

endotelial dalam limpa, hati dan sum-sum tulang. Peranan dari kekebalan selular ini
ternyata besar daripada peranan kekebalan humoral.

Adapun sifat-sifat dari kekebalan malaria adalah darah mungkin mengandung parasit
malaria, hanya aktif terhadap bentuk eritrosit dari parasit spesifik terhadap spesies
tertentu, tidak ada cross immunity, menjadi lebih kuat dengan adanya infeksi yang
berulang- ulang akan segera menurun dan kemudian menghilang setelah tidak ada
lagi parasit dalam tubuh manusia, umumnya lebih efektif, lebih cepat dan bertahan
lebih lama pada P. vivax dari pada P. falciparum.

B. Nyamuk anopheles (Host Definitive)

Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah diperlukan untuk perkembangan
telurnya.

a) Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria. Secara singkat
dikemukakan di sini beberapa perilaku nyamuk yang penting :

1. Tempat hinggap atau beristirahat


 Eksofilik adalah jenis nyamuk yang mempunyai kebiasaan hidup hinggap atau istirahat di
luar rumah.
 Endofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka hinggap atau istirahat di dalam rumah.

2. Tempat menggigit.

 Eksofagik adalah perilaku nyamuk mendapatkan darah di luar rumah.


 Endofagik perilaku nyamuk mendapatkan darah di dalam rumah.

3. Obyek yang digigit

 Antrofofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menggigit manusia.


 Zoofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menggigit hewan.

b) Faktor lain yang penting adalah:

1. Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin besar


kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor manusia, karena frekuensi menggigit
nyamuk akan bertambah, dan menularka plasmodium kedalam tubuh manusia lewat
transfusi darah.
2. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.
3. Frekuensi menggigit manusia.
4. Jarak terbang nyamuk (flight range) antara 50-100 meter dari tempat
perkembangbiakannya, kecuali ada angin kencang makanya muk tersebut akan terbang
lebih jauh karena terbawa angin.
5. Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur. Waktu ini juga
merupakan interval menggigit nyamuk, dimana 2-3 hari nyamuk betina akan beristirahat
untuk mematangkan telur, dan 8-10 hari untuk perkembangan jentik nyamuk.

 Mrbiditas dan Mortalitas

Malaria dapat menyebabkan hilangnya kesempatan seseorang untuk menikmati hidup


sehat. Hilangnyakesempatan itu ditandai dengan kondisi kesehatan yang menurun, sehingga
menjadi tidak produktif dalam belajar atau bekerja, atau yang lebih ekstrim akan
menyebabkan kematian. Pada tahun 2022,jumlah penderita yang ditemukan sebanyak
443.530 orang, lebih rendah dibandingkan dua puluhtahun yang lalu, namun jumlah
penderita ini mengalami stagnasi dalam 10 tahun belakangan. Hal ini mengindikasikan
bahwa perlu dorongan yang lebih besar untuk menekan jumlah penderita malaria.
Diantaranya, kepastian seluruh penderita malaria harus mendapatkan akses pemeriksaan dan
pengobatan.

World Heath Organization (WHO) bersama Kementerian Kesehatan melakukan estimasi


jumlah kasus untuk tahun 2022 untuk setiap kabupaten/kota yang masih endemis malaria.
Hasil estimasi mengindikasikan bahwa terdapat 3.885.653 orang yang merupakan suspek
malaria dan 1.700 orang diantaranya merupakan penderita malaria. Realisasi program
malaria telah memeriksa sebanyak 3.358.447 orang (86%) dan menemukan 443.530 (56%)
penderita malaria dan tercatat dalam sistem informasi dan surveilans malaria SISMAL.

Jumlah kematian akibat malaria tidak diketahui secara pasti. Sebesar 71 kasus kematian
dengan malaria dilaporkan pada tahun 2022. Angka kematian ini lebih tinggi daripada yang
dilaporkan pada tahun sebelumnya (2018-2021). World Health Organization (WHO)
memperkirakan jumlah kematian akibat malaria sebesar 1.700 orang. Pada tahun 2022,
belum dilakukan audit terhadap catatan kematian di tingkat komunitas dan layanan
kesehatan, misalnya swasta dan BPJS.

Plasmodium falciparum dan P. vivax merupakan parasit malaria yang dominan


ditemukan. Sedikit kecenderungan penurunan proporsi infeksi P. falciparum dari sekitar 57%
pada 2019 menjadi 51% pada 2022. Namun untuk daerah eliminasi, endemis rendah dan
sedang, proporsi P. vivax lebih dominan dibandingkan spesies parasit yang lain. Infeksi P.
knowlesi pada manusia telah dilaporkan di Kalimantan dan Sumatera. Keberadaan parasit ini
mungkin lebih banyak ketika identifikasi PCR lebih banyak dilakukan.

 Faktor Perilaku dan Lingkungannya


1. Faktor Perilaku

Status manusia sebagai host intermediate, karena dalam tubuh manusia terjadi
siklus aseksual plasmodium dan nyamuk sebagai host definitive, karena di dalam tubuh
nyamuk terjadi siklus seksual plasmodium. Pada prinsipnya setiap orang dapat terinfeksi
plasmodium, karena tubuh manusia merupakan tempat berkembangbiak plasmodium.
Ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan manusia terhadap
plasmodium. Faktor-faktor tersebut meliputi usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi,
status perkawinan, riwayat penyakit sebelumnya, perilaku, keturunan, status gizi dan
tingkat imunitas.

Perilaku manusia yang berhubungan dengan penyakit malaria dapat dijelaskan


berdasarkan cara hidup. Cara hidup manusia berpengaruh terhadap penularan penyakit
malaria, sebagai contoh bahwa kebiasaan tidak memakai anti nyamuk waktu tidur dan
senang begadang, akan lebih cepat terinfeksi malaria. Seperti yang telah dilakukan di
Kabupaten Donggala tentang faktor perilaku penggunaan anti nyamuk yang berhubungan
dengan kejadian malaria yaitu orang yang tidak memakai anti nyamuk berisiko 2,166 kali
daripada orang yang memakai anti nyamuk (p- value<0,05) dan tindakan keluarga untuk
melindungi anggota dari gigitan nyamuk dengan hasil OR = 2,316.

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah lingkungan tempat tinggal manusia dan nyamuk. Faktor


lingkungan berpengaruh besar terhadap kejadian malaria di suatu daerah, karena bila
kondisi lingkungan sesuai dengan tempat perindukan, maka nyamuk akan
berkembangbiak dengan cepat.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi morbiditas malaria, dapat dikelompokkan


ke dalam 2 jenis yaitu lingkungan fisik dan lingkungan biologik.

a) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik meliputi keberadaan tempat perindukan nyamuk Anopheles.
Pada umumnya tempat perindukan nyamuk berupa genangan air (seperti lagun,
aliran sungai, rawa, empang, dan tambak). Di tempat ini sering ditemukan jentik
vektor atau tersangka vektor, sehingga pada periode tertentu menunjukan kepadatan
yang tinggi. Keberadaan perindukan nyamuk ini akan berpengaruh terhadap
kejadian malaria bila jarak dengan pemukiman penduduk sangat dekat. Jarak ini
dikaitkan dengan jarak terbang nyamuk Anopheles maksimal 2 km. Lingkungan
fisik memegang peranan sebagai tempat hidup nyamuk vektor berupa tempat
perindukan alami (rawa, lagun, genangan air di hutan dan lain-lain) dan buatan
manusia (sawah, kolam ikan, tambak ikan/udang, parit pengairan, genangan air
hujan). Berdasarkan lama air menggenang, tempat perindukan nyamuk dapat dibagi
menjadi tempat perindukan yang permanen (rawa, sawah, mata air, dan kolam) dan
tempat perindukan yang temporer (muara sungai yang tertutup pasir di pantai, lagun,
genangan air payau, cekungan air di dasar sungai sewaktu kemarau, dan sawah
tadah hujan).

1) Suhu udara
Suhu udara sa ngat me mpe nga r uhi pa nja ng pe ndek nya s ik lus sporogoni
atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin
pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah suhu makin
panjang masa inkubasi ekstrinsik.
2) Kelembaban udara (relative humidity)
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk. Tingkat kelembaban
63% misalnya, merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya
penularan di Punjad India. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang
biak, kebiasaan menggigit, istirahat dan lain-lain dari nyamuk.
3) Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk
menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan,
derasnya hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan
(breeding places). Hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar
kemungkinan berkembang biaknya Anopheles.
4) Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat
terbangnya nyamuk ke dalam atau ke luar rumah, adalah salah satu faktor yang
ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk. Jarak terbang
nyamuk (flight range) dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung kepada
arah angin.
5) Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An. sundaicus lebih suka tempat teduh, sebaliknya An. hyrcanus spp lebih
menyukai tempat yang terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat
yang teduh maupun di tempat yang terang.
6) Arus air
An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir
sedikit. An. minimus menyukai tempat perindukan yang aliran airnya cukup
deras dan An. letifer di tempat yang airnya tenang.

b) Lingkungan Biologik

Lingkungan biologi merupakan lingkungan flora dan fauna, seperti tumbuhan


bakau, lumut dan ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk. Adanya
tumbuh-tumbuhan dapat melindungi larva dari sinar matahari maupun serangan dari
mahluk hidup lain. Populasi nyamuk di suatu daerah ditentukan juga oleh adanya
berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, ikan gabus, ikan nila
dan ikan mujair. Adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi
jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut terletak
dekat dengan rumah tinggal.
Dalam hidupnya, nyamuk Anopheles mengalami siklus hidup. Host penular
malaria hanya nyamuk Anopheles betina. Nyamuk Anopheles betina menghisap
darah manusia untuk pertumbuhan telurnya. Nyamuk Anopheles mengalami
metamorfosa sempurna mulai dari telur, jentik, kepompong/pupa hingga nyamuk
dewasa. Jentik dan pupa hidup di air sedangkan nyamuk dewasa hidup di
darat/udara. Nyamuk dewasa akan meletakkan telurnya di permukaan air, ±100-300
butir sekali bertelur. Setelah 1-2 hari telur menetas menjadi jentik, kemudian jentik
menjadi kepompong. Waktu yang diperlukan untuk menjadi kepompong adalah
sekitar 8-10 hari. Kepompong merupakan stadium istirahat dan tidak makan, dan
pada stadium ini terjadi proses pembentukan alat-alat tubuh nyamuk. Tahap ini
memerlukan waktu 1-2 hari.

Berkaitan dengan lingkungan biologi, nyamuk Anopheles juga perlu diketahui


tentang sifat menghisap darah untuk berkembang biak. Perilaku nyamuk Anopheles
sangat menentukan untuk proses penularan malaria. Ringkasnya, beberapa perilaku
nyamuk yang penting berdasarkan tempat hinggap atau istirahat terdapat 2 tipe,
yaitu Eksofilik (nyamuk lebih suka hinggap dan istirahat di luar rumah) dan
Endofilik (nyamuk lebih suka hinggap dan istirahat di dalam rumah). Berdasarkan
tempat mengigit terdapat 2 tipe, yaitu Eksofagik (nyamuk lebih suka menggigit di
luar rumah) dan Endofagik (nyamuk lebih suka menggigit di dalam rumah).
Berdasarkan objek yang digigit, terdapat 2 tipe, yaitu antropofilik (nyamuk lebih
suka menggigit manusia) dan zoofilik (nyamuk lebih suka menggigit hewan)

c) Lingkungan Kimia

Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari
tempat perindukan. Sebagai contoh An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau

yang kadar garamnya berkisar antara 12 – 18 o/oo dan tidak dapat berkembang baik

pada kadar garam 40o/oo ke atas, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara
An. sundaicus ditemukan pula dalam air tawar. An. letifer dapat hidup di tempat
yang asam/ pH rendah.
 Upaya Pencegahan (5 Level Prevention)

Menurut konsep 5 level prevention, terdapat lima tingkatan upaya pencegahan malaria yang
dapat dilakukan, yaitu:

1. Promosi Kesehatan (Health Promotion)

a) Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang malaria, termasuk cara penularan,


gejala, dan pencegahannya.
b) Mempromosikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di lingkungan rumah dan
komunitas.
c) Meningkatkan edukasi tentang pentingnya penggunaan kelambu berinsektisida.
d) Mendorong partisipasi masyarakat dalam program pengendalian malaria.

2. Perlindungan Umum dan Spesifik (General and Specific Protection)

a) Penggunaan kelambu berinsektisida secara rutin dan benar, terutama saat tidur.
b) Penggunaan obat nyamuk, seperti lotion, semprotan, atau obat nyamuk bakar.
c) Memasang kawat nyamuk pada jendela dan pintu rumah.
d) Pengelolaan lingkungan untuk mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk
Anopheles, seperti genangan air, rawa, dan sawah.

3. Diagnosis Dini dan Pengobatan Tepat (Early Diagnosis and Prompt Treatment)

a) Melakukan pemeriksaan parasit malaria segera bila mengalami gejala seperti demam,
sakit kepala, dan menggigil.
b) Menjalani pengobatan malaria sesuai dengan resep dokter.
c) Melaporkan kasus malaria kepada petugas kesehatan setempat.

4. Pencegahan Disabilitas dan Rehabilitasi (Disability Prevention and Rehabilitation)


a) Memberikan pengobatan suportif yang optimal untuk pasien malaria, terutama pada
kelompok rentan seperti anak-anak dan ibu hamil.
b) Melakukan rehabilitasi fisik dan mental bagi pasien malaria yang mengalami
komplikasi.
c) Memberikan dukungan psikososial bagi pasien malaria dan keluarganya.

5. Pencegahan Kematian (Prevention of Death)

a) Meningkatkan akses terhadap diagnosis dan pengobatan malaria yang berkualitas.


b) Memastikan ketersediaan obat antimalaria yang efektif.
c) Meningkatkan kapasitas sistem kesehatan untuk menangani kasus malaria yang berat.

 Pengobatan

Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian DHP. Pemberian kombinasi
ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati
dengan pemberian DHP dan Primakuin secara oral. Disamping itudiberikan primakuin
sebagai gametosidal dan hipnozoidal.

1. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi

a) Malaria falsiparum dan malaria vivaks

Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan DHP di tambah
primakuin. Dosis DHP untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks,
Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan
dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25
mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu hamil
juga ibu menyusui bayi usia < 6 bulan.

b) Pengobatan malaria vivaks yang relaps


Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT
yang sama tetapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari (harus
disertai dengan pemeriksaan enzim G6PD).

c) Pengobatan malaria ovale

Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP selama 3 hari
ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan
malaria vivaks.

d) Pengobatan malaria malariae

Pengobatan P. malariae diberikan DHP selama 3 hari, dengan dosis sama dengan
pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin.

e) Pengobatan infeksi campur P. falciparum +P. vivax/P.ovale

Pada penderita dengan infeksi campur diberikan DHP selama 3 hari serta primakuin
dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Saat ini telah tersedia obat DHP formula pediatrik (sediaan untuk anak), bentuk
sediaan tablet dispersibel dengan zat aktif Dihydroartemisinine 20 mg ; piperaquine
160 mg. Sesuai dengan evaluasi khasiat keamanan dan rekomendasi WHO, yaitu
’Penggunaan DHP dispersible terbatas padapengobatan malaria tanpa komplikasi
untuk anak dan bayi usia 6 bulan ke atas atau bayi dengan berat badan 5 kg atau lebih.

Pengobatan malaria dengan DHP dispersibel diberikan 1 kali dalam sehari selama 3
hari berturut-turut bersama dengan primakuin sesuai dengan jenis parasitnya.

f) Pengobatan malaria knowlesi

Diagnosis pasti malaria knowlesi hanya dapat ditegakkan dengan PCR (Polymerase
Chain Reaction). Pengobatan malaria knowlesi dengan DHP dan tidak diberikan
primakuin. Pengobatan suspek malaria knowlesi diberikan sesuai dengan dugaan
species yang ditemukan.

2. Obat Malaria Lini Kedua dan ACT pilihan lain

Obat lini kedua (sebagai obat kegagalan therapi DHP) untuk malaria yang digunakan
adalah kina. Sediaan kina tablet sebagai lini ke-2 malaria tanpa komplikasi dan kina
injeksi untuk malaria berat. Cara penggunaannya dapat dilihat pada lampiran KMK
No.556 tentang PNPK Tatalaksana Malaria. Ketentuan pindah lini ke-2 mengacu pada
pedoman WHO tahun 2021 yang diperbaharui pada bulan November tahun 2022.

Obat lini ke-2 selain kina saat ini dipertimbangkan untuk digunakan adalah obat ACT
kombinasi artemeter lumefantrine dan kombinasi artesunate pyronaridin. Apabila Obat
lini pertama tidak ada/ tidak tersedia (Stock Out), selain kina, obat ACT jenis lain dapat
disiapkan oleh program malaria maupun sektor swasta. ACT yang dipilih adalah
kombinasi Artemeter + Lumefantrine.

3. Pengobatan Malaria Kambuh / Berulang (Rekurens)

Infeksi malaria dapat berulang/ kambuh (Rekurens), artinya dibuktikan parasitnya


ditemukan kembali/ positif, dimana dahulunyasudah negatif (bukan gejala yang masih
ada/ dirasakan). Pada malaria kambuh/ recurrence dapat dibedakan sebagai berikut:

a) REKRUDENSI: Parasit malarianya ditemukan kembali < 28 hari setelah dimulai


terapi (dengan catatan obat sesuai dosis dan tidak dimuntahkan). Ini dapat terjadi
pada semua jenis plasmodium yang diartikan sebagai kegagalan pengobatan.
Penanganannya adalah menggunakan obat kedua (second line drug).
b) RE-INFEKSI: adalah ditemukannya kembali parasit setelah 28 hari pengobatan
karena terjadinya infeksi kembali (gigitan baru dari nyamuk yang terinfeksi) pada
individu yang sudah sembuh. Dapat terjadi pada semua plasmodium. Penanganannya
adalah pemberian obat yang sama (lini pertama).
c) RELAPS adalah ditemukannya parasit kembali setelah 28 hari pengobatan pada
malaria vivaks/ ovale, karena aktifnya kembali bentuk hipnozoit yang tertinggal di
dalam hati. Hal ini tidak terjadi pada plasmodium lainnya karena tidak memiliki
stadium hipnozoit. Terjadi karena pemberian obat primakuin selama 14 hari tidak
lengkap/ tidak efektif. Penanganannya adalah menaikkan dosis primakuin 0.5 mg/kg
BB/hari selama 14 hari

4. Pengobatan Malaria Pada Ibu Hamil

Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orang
dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan primakuin, tetrasiklin ataupun
doksisiklin. Sebagai kelompok yang berisiko tinggi pada ibu hamil dilakukan penapisan /
skrining dengan menggunakan mikroskop atau RDT sedini mungkin. Selanjutnya
dianjurkan menggunakan kelambu berinsektisida. Pemberian tablet besi tetap diteruskan.

Anda mungkin juga menyukai