DISUSUN:
BEBY APRILLIA MARSANDA A. BADJA
P101 21 026
Pengantar
1. Sejarah
Malaria tercatat lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Dalam bahasa Italia, malaria
berarti ”udara buruk", karena dahulu malaria banyak terdapat di daerah rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, yaitu demam roma,
demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme.
Dalam sejarah kuno (2.700 SM – 340 M) malaria telah dikenal di Cina, Yunani, dan
Roma.
Malaria diduga berasal dari Afrika, dengan ditemukan fosil nyamuk yang telah
berumur 3 juta tahun. Penyebaran malaria mengikuti migrasi ke wilayah di sepanjang
pantai Mediteria, Mesopotamia, Jazirah India dan Asia Tenggara. Kemungkinan P.vivax
dan P. malariae menyebar dari Asia Tenggara ke Amerika melalui pelayanan lintas
pasifik migrasi manusia. Selanjutnya P. falciparum tersebar setelah era Columbus,
melalui perbudakan oleh para penakluk Spanyol yang membawa orang Afrika ke
Amerika Tengah.
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus
plasmodium, yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit
ini secara alamiah ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Orang yang
menderita malaria secara khas mengalami demam tinggi, rasa dingin, dan influensa.
Empat macam parasit malaria yang dapat menginfeksi manusia adalah : P. falciparum, P.
vivax, P. ovale, dan P. malariae. Jenis plasmodium yang ditemukan di Indonesia adalah
P. falciparum dan P.vivax, sedangkan P. malariae ditemukan di beberapa provinsi, antara
lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P. ovale juga pernah ditemukan di
Nusa Tenggara Timur dan Papua. Infeksi P. falciparum, jika tidak segera dirawat, dapat
menyebabkan kematian.
3. Gejala Malaria
Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita serta jenis dan
jumlah plasmodium malaria yang menginfeksi. Biasanya penderita malaria menunjukkan
satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : demam, dingin, berkeringat, sakit kepala,
muntah, badan nyeri, dan rasa tidak enak badan. Dari daerah yang jarang ditemukan penyakit
malaria, gejala-gejala ini sering dikaitkan dengan penyakit influensa, dingin, atau
infeksi/peradangan umum yang lain, terutama jika tidak mencurigai infeksi malaria.
Sebaliknya, penduduk yang berasal dari daerah endemis malaria, sering mengenal gejala-
gejala malaria tanpa mengkonfirmasikan diagnosa. Gejala yang terlihat secara fsik meliputi
suhu tinggi, berkeringat, badan lemah, dan limpa membesar.
Fase seksual dimulai dari gametosit yang matang dihisap oleh nyamuk
Anopheles, di dalam lambung nyamuk terjadi proses ekflagelasi gametosit jantan.
Selanjutnya pembuahan terjadi di dalam tubuh nyamuk ketika gametosit jantan dan
betina bertemu dan menghasilkan zigot, kemudian berubah menjadi ookinet, dan
bergerak aktif menembus mukosa lambung. Ookinet berubah menjadi kista ookista,
kemudian menghasilkan puluhan ribu sporozoit dalam waktu beberapa jam saja sporozoit
akan menumpuk ke dalam kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit ini bersifat infektif bagi
manusia.
Pada dasarnya setiap orang bisa terinfeksi oleh agent atau penyebab penyakit dan merupakan
tempat berkembang biaknya atau perbanyakan agent (parasit plasmodium). Bagi pejamu ada
beberapa faktor intristik yang dapat mempengaruhi kerentanan pejamu terhadap Agent.
Faktor- faktor tersebut mencakup usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status perkaw ina
n, r iwa yat pe nyak it sebe lumnya, cara hid up, hered ita s (keturunan), status gizi dan
tingkat imunitas.
1. Usia
Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria.
2. Jenis kelamin
Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin akan tetapi apabila menginfeksi ibu
yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat.
3. Ras
Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah terhadap
malaria. Penduduk yang terdapat hemoglobin S (Hb S) ternyata lebih tahan terhadap
akibat dari infeksi P falciparum. Hb S terdapat pada penderita dengan kelainan darah
yang merupakan penyakit turunan/herediter yang disebut sikcle cell anemia, yaitu suatu
kelainan di mana sel darah merah penderita berubah bentuknya mirip arit apabila terjadi
penurunan tekanan oksigen udara.
4. Riwayat malaria sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas
sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya penduduk asli daerah
endemik akan lebih tahan dibandingkan dengan transmigran yang datang dari daerah non
endemis.
5. Cara hidup
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria. Misalnya : tidur tidak
memakai kelambu, tidak menggunakan obat anti nyamuk dan senang berada di luar
rumah pada malam hari.
6. Sosialekonomi
Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria
erat hubungannya dengan infeksi malaria, misalnya kondisi perumahan, pakaian yang
layak, dan pendidikan.
7. Status gizi
Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah endemis lebih rentan terhadap
infeksi malaria.
8. Immunitas/imunitas
Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya mempunyai immunitas
alami sehingga mempunyai pertahanan alam dari infeksi malaria, Kekebalan pada
penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk
menghancurkan plas mod ium ya ng mas uk ata u me mbata s i pe rke mba ng-
biakannya/jumlahnya.
Ada dua macam kekebalan :
a) Kekebalan alamiah
Adalah kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu, misalnya manusia
kebal terhadap infeksi dari plasmodium yang menghinggapi burung atau hewan pengerat.
Kekebalan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu kekebalan aktif merupakan penguatan dari
mekanisme pertahanan tubuh sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari
vaksinasi dan kekebalan pasif merupakan kekebalan yang didapat melalui pemindahan
anti bodi atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu hamil kepada janinnya atau melalui
pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit. Telah banyak bukti nyata tentang
adanya kekebalan bawaan (congenital immunity). Pada bayi yang baru lahir dari seorang
ibu yang kebal terhadap malaria di daerah yang tinggi tingkat endemitas malarianya.
Berdasarkan sifatnya kekebalan dibagi manjadi 2 yaitu: humoral dan selular.
1. Kekebalan humoral
disebabkan oleh adanya antibodi yang timbul dalam darah yang terdiri dari opsonin,
presipitin dan aglutinin.
2. Kekebalan selular
ditimbulkan oleh makrofag dan sel-sel yang dihasilkan oleh system retikulo-
endotelial dalam limpa, hati dan sum-sum tulang. Peranan dari kekebalan selular ini
ternyata besar daripada peranan kekebalan humoral.
Adapun sifat-sifat dari kekebalan malaria adalah darah mungkin mengandung parasit
malaria, hanya aktif terhadap bentuk eritrosit dari parasit spesifik terhadap spesies
tertentu, tidak ada cross immunity, menjadi lebih kuat dengan adanya infeksi yang
berulang- ulang akan segera menurun dan kemudian menghilang setelah tidak ada
lagi parasit dalam tubuh manusia, umumnya lebih efektif, lebih cepat dan bertahan
lebih lama pada P. vivax dari pada P. falciparum.
Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah diperlukan untuk perkembangan
telurnya.
a) Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria. Secara singkat
dikemukakan di sini beberapa perilaku nyamuk yang penting :
2. Tempat menggigit.
Jumlah kematian akibat malaria tidak diketahui secara pasti. Sebesar 71 kasus kematian
dengan malaria dilaporkan pada tahun 2022. Angka kematian ini lebih tinggi daripada yang
dilaporkan pada tahun sebelumnya (2018-2021). World Health Organization (WHO)
memperkirakan jumlah kematian akibat malaria sebesar 1.700 orang. Pada tahun 2022,
belum dilakukan audit terhadap catatan kematian di tingkat komunitas dan layanan
kesehatan, misalnya swasta dan BPJS.
Status manusia sebagai host intermediate, karena dalam tubuh manusia terjadi
siklus aseksual plasmodium dan nyamuk sebagai host definitive, karena di dalam tubuh
nyamuk terjadi siklus seksual plasmodium. Pada prinsipnya setiap orang dapat terinfeksi
plasmodium, karena tubuh manusia merupakan tempat berkembangbiak plasmodium.
Ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan manusia terhadap
plasmodium. Faktor-faktor tersebut meliputi usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi,
status perkawinan, riwayat penyakit sebelumnya, perilaku, keturunan, status gizi dan
tingkat imunitas.
2. Faktor Lingkungan
a) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik meliputi keberadaan tempat perindukan nyamuk Anopheles.
Pada umumnya tempat perindukan nyamuk berupa genangan air (seperti lagun,
aliran sungai, rawa, empang, dan tambak). Di tempat ini sering ditemukan jentik
vektor atau tersangka vektor, sehingga pada periode tertentu menunjukan kepadatan
yang tinggi. Keberadaan perindukan nyamuk ini akan berpengaruh terhadap
kejadian malaria bila jarak dengan pemukiman penduduk sangat dekat. Jarak ini
dikaitkan dengan jarak terbang nyamuk Anopheles maksimal 2 km. Lingkungan
fisik memegang peranan sebagai tempat hidup nyamuk vektor berupa tempat
perindukan alami (rawa, lagun, genangan air di hutan dan lain-lain) dan buatan
manusia (sawah, kolam ikan, tambak ikan/udang, parit pengairan, genangan air
hujan). Berdasarkan lama air menggenang, tempat perindukan nyamuk dapat dibagi
menjadi tempat perindukan yang permanen (rawa, sawah, mata air, dan kolam) dan
tempat perindukan yang temporer (muara sungai yang tertutup pasir di pantai, lagun,
genangan air payau, cekungan air di dasar sungai sewaktu kemarau, dan sawah
tadah hujan).
1) Suhu udara
Suhu udara sa ngat me mpe nga r uhi pa nja ng pe ndek nya s ik lus sporogoni
atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin
pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah suhu makin
panjang masa inkubasi ekstrinsik.
2) Kelembaban udara (relative humidity)
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk. Tingkat kelembaban
63% misalnya, merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya
penularan di Punjad India. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang
biak, kebiasaan menggigit, istirahat dan lain-lain dari nyamuk.
3) Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk
menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan,
derasnya hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan
(breeding places). Hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar
kemungkinan berkembang biaknya Anopheles.
4) Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat
terbangnya nyamuk ke dalam atau ke luar rumah, adalah salah satu faktor yang
ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk. Jarak terbang
nyamuk (flight range) dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung kepada
arah angin.
5) Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An. sundaicus lebih suka tempat teduh, sebaliknya An. hyrcanus spp lebih
menyukai tempat yang terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat
yang teduh maupun di tempat yang terang.
6) Arus air
An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir
sedikit. An. minimus menyukai tempat perindukan yang aliran airnya cukup
deras dan An. letifer di tempat yang airnya tenang.
b) Lingkungan Biologik
c) Lingkungan Kimia
Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari
tempat perindukan. Sebagai contoh An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau
yang kadar garamnya berkisar antara 12 – 18 o/oo dan tidak dapat berkembang baik
pada kadar garam 40o/oo ke atas, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara
An. sundaicus ditemukan pula dalam air tawar. An. letifer dapat hidup di tempat
yang asam/ pH rendah.
Upaya Pencegahan (5 Level Prevention)
Menurut konsep 5 level prevention, terdapat lima tingkatan upaya pencegahan malaria yang
dapat dilakukan, yaitu:
a) Penggunaan kelambu berinsektisida secara rutin dan benar, terutama saat tidur.
b) Penggunaan obat nyamuk, seperti lotion, semprotan, atau obat nyamuk bakar.
c) Memasang kawat nyamuk pada jendela dan pintu rumah.
d) Pengelolaan lingkungan untuk mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk
Anopheles, seperti genangan air, rawa, dan sawah.
3. Diagnosis Dini dan Pengobatan Tepat (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
a) Melakukan pemeriksaan parasit malaria segera bila mengalami gejala seperti demam,
sakit kepala, dan menggigil.
b) Menjalani pengobatan malaria sesuai dengan resep dokter.
c) Melaporkan kasus malaria kepada petugas kesehatan setempat.
Pengobatan
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian DHP. Pemberian kombinasi
ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati
dengan pemberian DHP dan Primakuin secara oral. Disamping itudiberikan primakuin
sebagai gametosidal dan hipnozoidal.
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan DHP di tambah
primakuin. Dosis DHP untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks,
Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan
dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25
mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu hamil
juga ibu menyusui bayi usia < 6 bulan.
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP selama 3 hari
ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan
malaria vivaks.
Pengobatan P. malariae diberikan DHP selama 3 hari, dengan dosis sama dengan
pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin.
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan DHP selama 3 hari serta primakuin
dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.
Saat ini telah tersedia obat DHP formula pediatrik (sediaan untuk anak), bentuk
sediaan tablet dispersibel dengan zat aktif Dihydroartemisinine 20 mg ; piperaquine
160 mg. Sesuai dengan evaluasi khasiat keamanan dan rekomendasi WHO, yaitu
’Penggunaan DHP dispersible terbatas padapengobatan malaria tanpa komplikasi
untuk anak dan bayi usia 6 bulan ke atas atau bayi dengan berat badan 5 kg atau lebih.
Pengobatan malaria dengan DHP dispersibel diberikan 1 kali dalam sehari selama 3
hari berturut-turut bersama dengan primakuin sesuai dengan jenis parasitnya.
Diagnosis pasti malaria knowlesi hanya dapat ditegakkan dengan PCR (Polymerase
Chain Reaction). Pengobatan malaria knowlesi dengan DHP dan tidak diberikan
primakuin. Pengobatan suspek malaria knowlesi diberikan sesuai dengan dugaan
species yang ditemukan.
Obat lini kedua (sebagai obat kegagalan therapi DHP) untuk malaria yang digunakan
adalah kina. Sediaan kina tablet sebagai lini ke-2 malaria tanpa komplikasi dan kina
injeksi untuk malaria berat. Cara penggunaannya dapat dilihat pada lampiran KMK
No.556 tentang PNPK Tatalaksana Malaria. Ketentuan pindah lini ke-2 mengacu pada
pedoman WHO tahun 2021 yang diperbaharui pada bulan November tahun 2022.
Obat lini ke-2 selain kina saat ini dipertimbangkan untuk digunakan adalah obat ACT
kombinasi artemeter lumefantrine dan kombinasi artesunate pyronaridin. Apabila Obat
lini pertama tidak ada/ tidak tersedia (Stock Out), selain kina, obat ACT jenis lain dapat
disiapkan oleh program malaria maupun sektor swasta. ACT yang dipilih adalah
kombinasi Artemeter + Lumefantrine.
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orang
dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan primakuin, tetrasiklin ataupun
doksisiklin. Sebagai kelompok yang berisiko tinggi pada ibu hamil dilakukan penapisan /
skrining dengan menggunakan mikroskop atau RDT sedini mungkin. Selanjutnya
dianjurkan menggunakan kelambu berinsektisida. Pemberian tablet besi tetap diteruskan.