Anda di halaman 1dari 2

JawaPos.

com- Hari ini (26/4), Ramadan telah memasuki hari ke-24. Artinya, malam
nanti juga termasuk malam ganjil atau likuran. Sebab, esok (27/4) puasa akan
memasuki hari ke-25. Nah, di Gresik, Jawa Timur, menyambut momen itu ada tradisi
turun temurun sejak ratusan tahun silam. Yakni, Malam Selawe.

Sebelum pandemi Covid-19, tradisi Malam Selawe seolah menjadi malam puncak
Ramadan. Ribuan orang tumpah ruah. Mulai anak-anak, remaja hingga lanjut usia.
Mereka memadati kawasan wisata religi Sunan Giri di wilayah Kecamatan Kebomas.
Tidak hanya warga Jatim, yang datang juga dari luar Jawa. Baik datang
menggunakan kendaraan pribadi atau berombongan naik bus.

Namun, dalam dua tahun terakhir, karena ada pembatasan dari pemerintah maka tradisi
Malam Selawe digelar terbatas. Kini, seiring kondisi Covid-19 telah melandai serta ada
pelonggaran sejalan dengan capaian vaksinasi, tradisi Malam Selawe pada Ramadan tahun
ini kembali dibuka.

Pemkab Gresik pun sudah memberikan sinyal untuk menyemarakkan kembali tradisi
Malam Selawe. Bahkan, untuk menyambut para pengunjung, juga akan digelar
bazar UMKM yang dipusatkan di terminal wisata religi di kawasan Sekarkurung.

Dalam dua hari terakhir ini, saat sore kawasan Jalan Sunan Giri dan Sunan Prapen
juga sudah begitu padat. Sebab, sudah banyak pedagang menjajakan beragam
barang dagangannya. Mulai makanan, pakaian hingga sejenisnya.

Karena itu, yang tidak berkepentingan sebaiknya hindari kawasan wisata religi makam
Sunan Giri pada hari ini hingga malam nanti. Sebab, bisa jadi akses itu akan penuh dengan
lautan pengunjung. Baik yang sekadar jalan-jalan, berziarah ke makam Sunan Giri atau
berburu Lailatul Qadar di Masjid Jamik Sunan Giri.

Awal Mula Tradisi Malam Selawe

Belum jelas mulai kapan tradisi Malam Selawe. Namun, dari penelusuran di
berbagai literatur, termasuk wawancara dengan M. Khusaini, juru kunci makam
Sunan Giri, tradisi Malam Selawe disebut sudah berjalan sejak zaman Sunan Giri.
Artinya, telah ada sejak ratusan tahun silam.

Menurut penuturan Khusaini, terlepas dari bagian dari memburu Lailatul Qadar di
malam ganjil sepuluh hari terakhir Ramadan, awalnya Malam Selawe merupakan
ajang sowan atau berpamitan para santri kepada Kanjeng Sunan Giri, sebelum
mereka pulang kampung atau mudik Lebaran.

Saat itu, banyak santri yang menimba ilmu kepada Sunan Giri. Mereka berasal dari
berbagai daerah di Nusantara. Nah, sebelum pulang kampung, pada Ramadan
malam ke-25 itulah para santri melaksanakan qiyamul lail, mengaji, membaca yasin
dan tahlil, dan beriktikaf. Tradisi itu juga diikuti para  santri yang tidak bermukim di
Ponpes. Awalnya, tradisi Malam Selawe itu terpusat di masjid kawasan Giri Kedaton.

‘’Tradisi itu berlanjut hingga Kanjeng Sunan Giri wafat, kemudian terus turun
temurun hingga sekarang. Selain beribadah di Masjid Jamik Sunan Giri, pengunjung
juga berziarah ke makam Kanjeng Sunan Giri,’’ ujarnya ketika itu.

Untuk diketahui, Giri Kedaton adalah kerajaan Islam di Gresik yang didirikan Raden
Paku (Ainul Yaqin) atau Sunan Giri pada 9 Maret 1487 M. Sebelumnya, pada 1485
M Raden Ainul Yaqin, mendirikan pondok pesantren (Ponpes). Beberapa tahun
berselang, Ponpes semakin berkembang. Pengaruh Raden Ainul Yaqin pun
bertambah luas. Karena itu, dia mendirikan Kerajaan Giri Kedaton dan bergelar
Prabu Satmata.

Kemunculan penguasa baru di Giri itu tidak lepas dari situasi politik Kerajaan
Majapahit. Saat itu, sedang mengalami disintegrasi atau perpecahan. Muncul dua
kekuatan besar. Pertama, berhaluan Jawa-Hindu. Kekuatan kedua diwakili Giri,
Demak, dan Kudus yang berhaluan Islam di wilayah pesisir Utara Jawa.

Pemerintahan Giri berpusat di istana tingkat tujuh atau dikenal dengan Kedaton
Tundha Pitu. Letaknya di sebuah bukit, tidak jauh dari makam Sunan Giri saat ini.
Kemudian disebut Giri Kedaton. Konon, istana itu mulai dibangun pada 1486 M.
Namun, pemanfaatan istana Giri Kedaton sebagai pusat pemerintahan pada 1487
M. Sejak saat itu penamaan penguasa di Bukit Giri dikenal dengan Sunan Giri.

Pada Jumat, 24 Rabiul Awal 913 H atau 1506 M, Sunan Giri meninggal di usia 63
tahun. Sepeninggal Sunan Giri, kepemimpinan Giri Kedaton dilanjutkan putranya,
Sunan Dalem. Pada1545 M, Sunan Dalem meninggal dunia dan digantikan Sunan
Sedamargi, sejak 546 M. Dua tahun kemudian,  Sunan Sedamargi digantikan
kakaknya, Sunan Mas Ratu Pratikal.

Lalu, Sunan Prapen memerintah mulai 1548 M hingga 1605 M. Pada periode inilah
Giri Kedaton disebut mencapai zaman keemasan. Namun, kerajaan ini mengalami
kemunduran pada 1681 M setelah diserang Amangkurat 1 dari Mataram. Setelah
serangan itu, Giri Kedaton semakin mundur dan benar-benar hancur pada 1744 M
menyusul perang segitiga antara Giri Kedaton, Tandes, dan VOC Belanda.

Jika tradisi Malam Selawe sudah sejak zaman Sunan Giri, maka berarti tradisi itu
sudah berjalan selama 536 tahun. Selain Malam Selawe, juga ada tradisi lain di
bulan suci Ramadan di Gresik, yaitu Sanggring atau Kolak Ayam di Desa Gumeno,
Kecamatan Manyar. Tradisi ini digelar pada Ramadan hari ke-22.

Lalu, di akhir Ramadan, ada tradisi Pasar Bandeng yang akan diselenggarakan
pada 28-30 April di sekitar Pasar Baru Gresik. Di momen ini banyak bandeng
berukuran besar atau disebut bandeng kawak dijual para pedagang. Satu bandeng
biasanya ada yang berukuran sampai 7 kilogram.

Anda mungkin juga menyukai