DJBK
MATERI POKOK 1
KEBIJAKAN UMUM NASIONAL
Perencanaan Pembangunan Nasional telah mempunyai landasan yang jelas yaitu Undang-
Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disingkat dengan (SPPN).
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang,
jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan
masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.
Nasional. RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala
Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan
RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan
Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan
Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana
kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJP
Nasional ditetapkan dengan Undang-undang, sedangkan untuk RPJP Daerah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah, rencana Pembangunan Jangka
Menengah, yang selanjutnya disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan untuk
periode 5 (lima) tahun. RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan
progra Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang
memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/
Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga,kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta
kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara
menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa
kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut
Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), adalah dokumen
perencanaan Kementerian/ Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun. RKPD merupakan
penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan
kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Renstra
-SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode
5 (lima) tahun. Renstra-KL memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga
yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif.
Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat
Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
c. Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja
Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu)
tahun. Sedangkan unuk Daerah adalah Rencana Pembangunan Tahunan Daerah,
yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah
dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. RKP merupakan
penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan
kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara
menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga,
lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Renja-KL disusun dengan berpedoman
pada Renstra-KL dan mengacu pada prioritas pembangunan Nasional dan pagu
indikatif, serta memu kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang
dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat. Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra
SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 yang berisi visi, misi,
dan arah pembangunan nasional merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat di
dalam penyelenggaraan pembangunan nasional 20 tahun ke depan. RPJPN ini juga menjadi
acuan di dalam penyusunan RPJP Daerah dan menjadi pedoman bagi calon Presiden dan
calon Wakil Presiden dalam menyusun visi, misi, dan program prioritas yang akan menjadi
dasar dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) lima tahunan
dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Keberhasilan pembangunan nasional dalam
mewujudkan visi Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur perlu didukung oleh (1)
komitmen dari kepemimpinan nasional yang kuat dan demokratis; (2) konsistensi kebijakan
pemerintah; (3) keberpihakan kepada rakyat; dan (4) peran serta masyarakat dan dunia usaha
secara aktif.
Berdasarkan kondisi bangsa Indonesia saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20 tahunan
mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan
amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan nasional tahun 2005– 2025 adalah:
Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 itu mengarah pada pencapaian tujuan nasional,
seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat
kemandirian, kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang ingin dicapai.
Kemandirian adalah hakikat dari kemerdekaan, yaitu hak setiap bangsa untuk menentukan
nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi diri bangsanya. Oleh karena itu,
pembangunan, sebagai usaha untuk mengisi kemerdekaan, haruslah pula merupakan upaya
membangun kemandirian. Kemandirian bukanlah kemandirian dalam keterisolasian.
Kemandirian mengenal adanya kondisi saling ketergantungan yang tidak dapat dihindari
dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam suatu negara maupun bangsa. Terlebih lagi
dalam era globalisasi dan perdagangan bebas ketergantungan antarbangsa semakin kuat.
Kemandirian yang demikian adalah paham yang proaktif dan bukan reaktif atau defensif.
Kemandirian merupakan konsep yang dinamis karena mengenali bahwa kehidupan dan
kondisi saling ketergantungan senantiasa berubah, baik konstelasinya, perimbangannya,
maupun nilai-nilai yang mendasari dan mempengaruhinya.
Bangsa mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat
dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan
sendiri. Oleh karena itu, untuk membangun kemandirian, mutlak harus dibangun kemajuan
ekonomi. Kemampuan untuk berdaya saing menjadi kunci untuk mencapai kemajuan
sekaligus kemandirian.
Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain, pada ketersediaan sumber daya manusia
yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan
pembangunannya; kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya; ketergantungan pembiayaan pembangunan yang bersumber dari
dalam negeri yang makin kokoh sehingga ketergantungan kepada sumber dari luar negeri
menjadi kecil; dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Apabila karena sumber
daya alam tidak lagi memungkinkan, kelemahan itu diimbangi dengan keunggulan lain
sehingga tidak membuat ketergantungan dan kerawanan serta mempunyai daya tahan tinggi
terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia.
Secara lebih mendasar lagi, kemandirian sesungguhnya mencerminkan sikap seseorang atau
sebuah bangsa mengenai dirinya, masyarakatnya, serta semangatnya dalam menghadapi
Tingkat kemajuan suatu bangsa dinilai berdasarkan berbagai ukuran. Ditinjau dari indikator
sosial, tingkat kemajuan suatu negara diukur dari kualitas sumber daya manusianya. Suatu
bangsa dikatakan makin maju apabila sumber daya manusianya memiliki kepribadian bangsa,
berakhlak mulia, dan berkualitas pendidikan yang tinggi.
Kemajuan suatu bangsa juga diukur berdasarkan indikator kependudukan, ada kaitan yang
erat antara kemajuan suatu bangsa dengan laju pertumbuhan penduduk, termasuk derajat
kesehatan. Bangsa yang sudah maju ditandai dengan laju pertumbuhan pendudukyang lebih
kecil; angka harapan hidup yang lebih tinggi; dan kualitas pelayanan sosial yang lebih baik.
Secara keseluruhan kualitas sumber daya manusia yang makin baik akan tercermin dalam
produktivitas yang makin tinggi.
Ditinjau dari tingkat perkembangan ekonomi, kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkat
kemakmurannya yang tercermin pada tingkat pendapatan dan pembagiannya.
Tingginyapendapatan rata-rata dan ratanya pembagian ekonomi suatu bangsa menjadikan
bangsa tersebut lebih makmur dan lebih maju. Negara yang maju pada umumnya adalah
negara yang sektor industri dan sektor jasanya telah berkembang. Peran sektor industri
manufaktur sebagai penggerak utama laju pertumbuhan makin meningkat, baik dalam segi
penghasilan, sumbangan dalam penciptaan pendapatan nasional maupun dalam penyerapan
tenaga kerja. Selain itu, dalam proses produksi berkembang keterpaduan antarsektor,
terutama sektor industri, sektor pertanian, dan sektor-sektor jasa; serta pemanfaatan sumber
alam yang bukan hanya ada pada pemanfaatan ruang daratan, tetapi juga ditrans formasikan
kepada pemanfaatan ruang kelautan secara rasional, efisien, dan berwawasan lingkungan,
mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara. Lembaga dan
pranata ekonomi telah tersusun, tertata, dan berfungsi dengan baik, sehingga mendukung
perekonomian yang efisien dengan produktivitas yang tinggi. Negara yang maju umumnya
adalah negara yang perekonomiannya stabil. Gejolak yang berasal dari dalam maupun luar
negeri dapat diredam oleh ketahanan ekonominya. Selain memiliki berbagai indikator sosial
ekonomi yang lebih baik, bangsa yang maju juga telah memiliki sistem dan kelembagaan
politik, termasuk hukum yang mantap.
Lembaga politik dan kemasyarakatan telah berfungsi berdasarkan aturan dasar, yaitu
konstitusi yang ditetapkan oleh rakyatnya. Bangsa yang maju juga ditandai oleh adanya peran
serta rakyat secara nyata dan efektif dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial,
politik, maupun pertahanan dan keamanan. Dalam aspek politik, sejarah menunjukkan
adanya keterkaitan erat antara kemajuan suatu bangsa dan sistem politik yang dianutnya.
Bangsa yang maju pada umumnya menganut sistem demokrasi, yang sesuai dengan budaya
dan latar belakang sejarahnya. Bangsa yang maju adalah bangsa yang hak-hak warganya,
Kemandirian dan kemajuan suatu bangsa tidak hanya dicerminkan oleh perkembangan
ekonomi semata, tetapi mencakup aspek yang lebih luas. Kemandirian dan kemajuan juga
tercermin dalam keseluruhan aspek kehidupan, dalam kelembagaan, pranata-pranata, dan
nilai-nilai yang mendasari kehidupan politik dan sosial. Pembangunan bangsa Indonesia
bukan hanya sebagai bangsa yang mandiri dan maju, melainkan juga bangsa yang adil dan
makmur. Sebagai pelaksana dan penggerak pembangunan sekaligus objek pembangunan,
rakyat mempunyai hak, baik dalam merencanakan, melaksanakan, maupun menikmati hasil
pembangunan. Pembangunan haruslah dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Oleh karena itu, masalah keadilan merupakan ciri yang menonjol pula dalam
pembangunan nasional.
Keadilan dan kemakmuran harus tercermin pada semua aspek kehidupan. Semua rakyat
mempunyai kesempatan yang sama dala m meningkatkan taraf kehidupan; memperoleh
lapangan pekerjaan; mendapatkan pelayanan sosial, pendidikan dan kesehatan;
mengemukakan pendapat; melaksanakan hak politik; mengamankan dan mempertahankan
negara; serta mendapatkan perlindungan dan kesamaan di depan hukum. Dengan demikian,
bangsa adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antarindividu, gender,
maupun wilayah. Bangsa yang makmur adalah bangsa yang sudah terpenuhi seluruh
kebutuhan hidupnya, sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-
bangsa lain di dunia.
menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat
kecil.
d. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun kekuatan TNI
hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan regional dan
internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar
mampu melindungi dan mengayomi masyarakat; mencegah tindak kejahatan, dan
menuntaskan tindak kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan
kontraintelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta meningkatkan
kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan dan kontribusi industri
pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta.
e. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah Meningkatkan
pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan
kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi
kemiskinan dan pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi
masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi;
serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender.
f. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan pelaksanaan
pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan,
keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap
menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan
masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk
permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan
ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan; memperbaiki
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas
kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; serta meningkatkan
pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar
pembangunan.
g. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi
masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan;
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut
nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi
kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut
secara berkelanjutan.
h. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional adalah
memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional;
melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan
integrasi internasional dan regional; dan mendorong kerja sama internasional, regional
dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang.
Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025 adalah mewujudkan bangsa yang
maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju
masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan nasional
dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai
berikut.
Untuk mencapai tingkat kemajuan, kemandirian, serta keadilan yang diinginkan, arah
pembangunan jangka panjang selama kurun waktu 20 tahun mendatang.
Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional, RPJMN merupakan acuan bagi Kementerian/ Lembaga dalam
menyusun Rencana Strategis (Renstra) masing-masing.
Penyusunan RPJMN 2015-2019 melalui proses yang cukup panjang, diawali dengan
penyusunan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 yang disusun berdasarkan hasil
evaluasi pembangunan yang sedang berjalan dan kajian pendahuluan (background studies).
Selanjutnya, Rancangan Teknokratik disesuaikan dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo
dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menjadi Rancangan Awal RPJMN 2015-2019.
Rancangan Awal ini kemudian didiskusikan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) Regional yang dilaksanakan di Palu, Ambon, Mataram, Belitung, dan Tarakan.
Rancangan RPJMN 2015-2019 yang merupakan hasil perbaikan dari masukan Musrenbang
Regional selanjutnya disempurnakan dalam forum Musrenbang Nasional, sehingga dihasilkan
Rancangan Akhir RPJMN 2015-2019 ini. Berbagai pemangku kepentingan (stakeholders)
pembangunan, yaitu kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, perguruan tinggi, partai
politik, organisasi profesi, para ahli di berbagai bidang, dan organisasi masyarakat sipil terlibat
aktif dalam proses penyusunan yang panjang tersebut.
Rancangan Akhir RPJMN ini disusun dalam tiga buku, yaitu Buku I berisi agenda prioritas
pembangunan nasional periode 2015-2019 yang merupakan penjabaran dari Nawa Cita,
Buku II berisi program dan kegiatan untuk seluruh bidang pembangunan, dan Buku III berisi
penjabaran program-program dan kegiatan ke dalam dimensi wilayah. Rancangan Akhir
RPJMN 2015-2019 ini selanjutnya dibahas dalam Sidang Kabinet sebelum ditetapkan sebagai
RPJMN 2015-2019 melalui Peraturan Presiden pada bulan Januari 2015.
Daya tahan suatu bangsa terhadap berbagai deraan gelombang sejarah tergantung pada
ideologi. Ideologi sebagai penuntun; ideologi sebagai penggerak; ideologi sebagai pemersatu
perjuangan; dan ideologi sebagai bintang pengarah. Ideologi itu adalah PANCASILA 1 JUNI
1945 dan TRISAKTI. Selanjutnya penjabaran TRISAKTI diwujudkan dalam bentuk:
Dengan demikian, prinsip dasar TRISAKTI ini menjadi basis sekaligus arah perubahan
berdasarkan pada mandat konstitusi dan menjadi pilihan sadar dalam pengembangan daya
hidup kebangsaan Indonesia, yang menolak ketergantungan dan diskriminasi, serta terbuka
dan sederajat dalam membangun kerjasama yang produktif dalam tataran pergaulan
internasional.
Dalam rangka mencapai tujuan nasional, bangsa Indonesia dihadapkan pada tiga masalah
pokok, yakni: (1) merosotnya kewiba-waan negara; (2) melemahnya sendi-sendi
perekonomian nasional; dan (3) merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa.
Wibawa negara merosot ketika negara tidak kuasa memberikan rasa aman kepada segenap
warga negara, tidak mampu mendeteksi ancaman terhadap kedaulatan wilayah, membiarkan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM), lemah dalam penegakan hukum, dan tidak berdaya
dalam mengelola konflik sosial. Negara semakin tidak berwibawa ketika masyarakat semakin
tidak percaya kepada institusi publik dan pemimpin tidak memiliki kredibilitas yang cukup
untuk menjadi teladan dalam menjawab harapan publik akan perubahan ke arah yang lebih
baik. Harapan untuk menegakkan wibawa negara semakin pudar ketika negara mengikat diri
pada sejumlah perjanjian internasional yang mencederai karakter bangsa dan makna
kedaulatan yang tidak memberi keuntungan pada kepentingan nasional.
pengelolaan keragaman itu terkait dengan masalah ketidakadilan dalam alokasi dan distribusi
sumber daya nasional yang memperuncing kesenjangan sosial. Pada saat yang sama,
kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang begitu cepat telah melahirkan “dunia
tanpa batas” (borderless-state) yang pada gilirannya membawa dampak negatif berupa kejut
budaya (culture shock) dan ketunggalan identitas global di kalangan generasi muda
Indonesia. Hal ini mendorong pencarian kembali basis-basis identitas primodial sebagai
representasi simbolik yang menjadi pembeda dengan lainnya. Konsekuensinya, bangsa ini
berada di tengah pertarungan antara dua arus kebudayaan. Disatu sisi, manusia Indonesia
dihadapkan pada arus kebudayaan yang didorong oleh kekuatan pasar yang menempatkan
manusia sebagai komoditas semata. Di sisi lain, muncul arus kebudayaan yang menekankan
penguatan identitas primodial di tengah derasnya arus globalisasi. Akumulasi dari kegagalan
mengelola dampak persilangan dua arus kebudayaan tersebut menjadi ancaman bagi
pembangunan karakter bangsa.
Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu:
Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara
politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan
sembilan agenda prioritas. Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWA CITA, yaitu:
Sesuai dengan visi pembangunan “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”, maka pembangunan nasional 2015-2019
akan diarahkan untuk mencapai sasaran utama yang mencakup:
1) Sasaran Makro;
2) Sasaran Pembangunan Manusia dan Masyarakat;
3) Sasaran Pembangunan Sektor Unggulan;
4) Sasaran Dimensi Pemerataan;
5) Sasaran Pembangunan Wilayah dan Antarwilayah;
6) Sasaran Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan.
Mengacu pada sasaran utama serta analisis yang hendak dicapai serta mempertimbangkan
lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia ke
depan, maka arah kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 adalah:
fiskal, meningkatnya daya saing produk ekspor non-migas terutama produk manufaktur
dan jasa, meningkatnya daya saing dan peranan usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) dan koperasi, serta meningkatnya ketersediaan lapangan kerja dan kesempatan
kerja yang berkualitas.
b. Meningkatkan Pengelolaan dan Nilai Tambah Sumber Daya Alam (SDA) yang
Berkelanjutan. Arah kebijakan peningkatan pengelolaan dan nilai tambah SDA adalah
dengan meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas dan per-
luasan areal pertanian, meningkatkan daya saing dan nilai tambah komoditi pertanian dan
perikanan, meningkatkan produktivitas sumber daya hutan, mengoptimalkan nilai tambah
dalam pemanfaatan sumber daya mineral dan tam-bang lainnya, meningkatkan produksi
dan ragam bauran sumber daya energi, meningkatkan efisiensi dan pemerataan dalam
pemanfaatan energi, mengembangkan ekonomi kelautan yang terintegrasi antarsektor
dan antarwilayah, dan meningkatnya efektivitas pengelolaan dan pemanfaatan
keragaman hayati Indonesia yang sangat kaya.
c. Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Untuk Pertum-buhan dan Pemerataan.
Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional untuk
mencapai kese-imbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruk-tur
perumahan dan kawasan permukiman (air minum dan sanitasi) serta infrastruktur
kelistrikan, menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung ketahanan
nasional, dan mengembangkan sistem transportasi massal perkotaan. Kesemuanya
dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah-
Swasta.
d. Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup, Mitigasi Bencana Alam dan Penannganan
Perubahan Iklim. Arah kebijakan peningkatan kualitas lingkungan hidup, mitigasi bencana
dan perubahan iklim adalah melalui peningkatan pemantauan kua-litas lingkungan,
pengendalian pencemaran dan kerusakan ling-kungan hidup, penegakan hukum
lingkungan hidup; mengurangi risiko bencana, meningkatkan ketangguhan pemerintah
dan masyarakat terhadap bencana, serta memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim.
e. Penyiapan Landasan Pembangunan yang Kokoh. Landasan pembangunan yang kokoh
dicirikan oleh meningkatnya kualitas pelayanan publik yang didukung oleh birokrasi yang
bersih, transparan, efektif dan efisien; meningkatnya kualitas penegakan hukum dan
efektivitas pencegahan dan pemberantasan korupsi, semakin mantapnya konsolidasi
demokrasi, semakin tangguhnya kapasitas penjagaan pertahanan dan stabilitas
keamanan nasional, dan meningkatnya peran kepemimpinan dan kualitas partisipasi
Indonesia dalam forum internasional.
f. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kesejah-teraan Rakyat Yang
Berkeadilan. Sumberdaya manusia yang berkualitas tercermin dari meningkatnya akses
pendidikan yang berkualitas pada semua jenjang pendidikan dengan memberikan
perhatian lebih pada penduduk miskin dan daerah 3T; mening-katnya kompetensi siswa
Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains dan Literasi; meningkatnya akses dan kualitas
pelayanan kesehatan, terutama kepada para ibu, anak, remaja dan lansia; meningkatnya
pelayanan gizi masyarakat yang berkualitas, meningkatnya efektivitas pencegahan dan
pengendalian penya-kit dan penyehatan lingkungan, serta berkembangnya jaminan
kesehatan.
g. Mengembangkan dan Memeratakan Pembangunan Daerah. Pembangunan daerah
diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan wilayah Jawa-Bali dan Sumatera
bersamaan dengan meningkatkan kinerja pusat-pusat pertumbuhan wilayah di
D. Latihan
E. Rangkuman
F. Evaluasi
MATERI POKOK 2
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN
PUPR DAN DJBK
Peran infrastruktur angat penting dalam mewujudkan pemenuhan hak dasar rakyat seperti
pangan,sandang, papan, rasa aman, pendidikan, dan kesehatan. Selainitu, infrastruktur juga
memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan daya
saing global.
Dalam melaksanakan hal tersebut, tugas dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat mengacu pada Keputusan Presiden No. 121/P tahun 2014 tentang
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014-2019,
Peraturan Presiden No. 7 tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, serta
PeraturanPresiden No. 15 tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.
2. Pembinaan Konstruksi
Sektor konstruksi adalah salah satu sektor andalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
dan selalu dituntut untuk tetap meningkatkan kontribusinya. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan, bahwa sejarah kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB terus meningkat dari
hanya sebesar 3,9% di tahun 1973 hingga sebesar 9,99% dari PDB tahun 2013 dan
memberikan kontribusi lapangan kerja kepada 5,67% dari total angkatan kerja. Walaupun
mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan dan kemajuan bangsa, sektor
konstruksi nasional berada pada kondisi yang kurang menggembirakan. Keterbatasan
infrastruktur menjadi salah satu penghambat investasi konstruksi di Indonesia - disamping
kualitas birokrasi pemerintahan dan pengaturan tenaga kerja untuk mendorong pembangunan
nasional dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu daya saing sektor konstruksi baik produktifitas
dan efisiensi maupun kreatifitas dan inovasi masihterbatas. Berbagai indikator daya saing
yang berhubungan dengan ketersediaan dan kondisi infrastruktur, baik yang bersifat makro
seperti Indeks Daya Saing Global maupun yang bersifat mikro seperti perbandingan
keuntungan bersih (net profit) dan nilai penjualan (annual sales) atau nilai penjualan dengan
total biaya pegawai kontraktor nasional menunjukkan kinerja produktifitas dan efisiensi yang
belum menggembirakan.
Saat ini terdapat tuntutan masyarakat untuk menghapuskan praktik KKN yang telah
berlangsung lama, membuat pemerintah bertekad untuk melakukan pemberantasan Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) di segala bidang pemerintahan agar tercipta pemerintahan yang
bersih dan berwibawa. Penghapusan KKN tersebut apabila terpenuhi maka akan berpotensi
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, transparan dan akuntabel. Selain itu adanya
keinginan mengurangi kebocoran, meningkatkan kualitas infrastruktur, dan mengayomi
pelaksana yang telah bekerja dengan baik dan benar. Juga adanya dukungan Sistem
Akuntansi dan IT Based System dalam mendukung pengawasan dan pengendalian di
lingkungan Kementerian PU. Beberapa tantangan dan permasalahan dalam aspek
pengendalian dan pengawasan, diantaranya; (1) pembangunan sarana dan prasarana bidang
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat perlu untuk menerapkan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik; (2) koordinasi penyelenggaraan infrastruktur oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah masih lemah yang berdampak pada ketidakjelasan status aset; (3)
belum maksimalnya pelaporan gratifikasi sebagai tindak lanjut atas komitmen penerapan
gratifikasi; dan (4) perlunya seluruh unit kerja menerapkan Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah (SPIP) melalui Manajemen Resiko sesuai Instruksi Menteri PU No. 2/IN/M/2011.
Dalam aspek penyelenggaraan negara, pada era reformasi birokrasi ini, publik beropinibahwa
penyelenggara negara melakukan pemborosan, pelayanannya buruk, KKN dan
pengawasannya mandul. Hasil survey KPK tahun 2011 terhadap 15.540 responden
menunjukkan bahwa nilai dari indeks integritas nasional 6,31, indeks integritas pusat 7,07,
indeks integritas vertikal 6,40, indeks integritas daerah 6,00 dan integritas total pusat (pusat
+ vertikal) 6,48 dan integritas total daerah (daerah + vertikal) 6,24. Untuk indeks persepsi
korupsi sesuai data transparency international, Indonesia masih rendah (2,8 dari 10).
Sedangkan Economic Forum menunjukkan bahwa korupsi yang menjadi penghambat kedua
untuk kemudahan berusaha pada tahun 2010 – 2011 mempunyai skor 16 terhadap 30 pada
ratio 0,53. Selain itu hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada instansi pusat
menunjukan adanya upaya anti korupsi dan mekanisme pengaduan masyarakat yang
merupakan sub indikator yang nilainya masih rendah dibawah 6. Kementerian Pekerjaan
Umum pada tahun 2011 yang masuk dalam penilaian Program Inisiatif Anti Korupsi KPK
(PIAK KPK) dengan penilaian pada awal tahun 2013 mendapat nilai 6,3 sehingga tidak
termasuk lagi dalam program penilaian PIAK KPK. Penilaian Inisiatif Anti Korupsi ini
merupakan kegiatan KPK dalam mendorong K/L/Pemda untuk membangun sistem anti
korupsi di dalam instansinya dengan cara melakukan self assessment terhadap inisiatif anti
korupsi yang telah dilakukannya yang kemudian diverifikasi oleh KPK.
Namun demikian, kondisi sumber daya manusia Auditor Kementerian Pekerjaan Umum saat
ini adalah jumlah auditor sebanyak 148 orang yang terdiri dari 76 orang pendidikan teknik dan
72 orang non teknik yang secara kualitas kompetensinya di bidang pengawasan infrastruktur
masih belum sesuai dengan yang diharapkan sehingga diperlukan terobosan diklat
keteknikan dan non keteknikan dengan bekerja samam dengan BPKP dan YPIA maupun
lembaga lainnya dan sekaligus melakukan assessment untuk masing-masing bidang.
Pengendalian dan pengawasan pada Kementerian Perumahan Rakyat dilakukan secara
bersinergi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku
pembina penyelenggaraan SPIP yang telah mengembangkan penerapan SPIP dengan
menyusun peta risiko melalui kegiatan penilaian risiko (risk assessment) di 3 unit kerja, yaitu:
Deputi Bidang Pembiayaan, Deputi Bidang Perumahan Swadaya dan Deputi Bidang
Pengembangan Kawasan.
Pada tahun 2014, Kementerian PU berhasil mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) berdasarkan audit atas LK TA 2013. Hal ini menunjukkan ada perbaikan dalam
pengelolaan, penatausahaan dan pelaporan kinerja keuangan di Kementerian PU
dibandingkan periode-periode sebelumnya. Yang artinya pembinaan, pendampingan dan
fasilitasi penatausahaan dan pelaporan keuangan serta penataan BMN cukup berhasil.
Sebagai perbandingan, opini hasil audit dari BPK-RI terhadap LK Kementerian PU pada tahun
tahun 2009 - 2011 telah naik dari “Disclaimer “ menjadi
”Wajar Dengan Pengecualian (WDP)”, dan tahun 2012 naik kembali menjadi “Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) – Dengan Paragraf Penjelasan”.
Dalam aspek penyusunan rencana kebijakan dan strategi Kementerian Pekerjaan Umum
diantaranya telah disusun 1 Renstra Kementerian, 1 Revisi Renstra Kementerian, 1 Review
Renstra Kementerian tahun 2010-2014, serta 1 Renstra Sekretariat Jenderal, 1 Review
Sekretariat Jenderal tahun 2010-2014, serta 5 LAKIP Kementerian dan 5 LAKIP Sekretariat
Jenderal.
Selain itu telah disusun 5 RKP dan 5 Nota Keuangan, 140 pelaporan E-Monitoring Satker
Kementerian PU, pembinan bendahara 101 angkatan, pembinaan akuntansi dan penyusunan
laporan keuangan 90 angkatan, pembinaan BUMN Perum 35 angkatan penyusunan
peraturan perundang-undangan 129 dokumen dan penyelesaian perkara hukum 89 litigasi,
pendapat hukum dan pendampingan hukum 25 Non Litigasi, pengamanan kepemilikan dan
pemrosesan BMN 293 dokumen, pemanfaata pemindahtanganan dan penghapusan BMN 6
laporan,sistim dan data base BMN 9 unit, pendidikan dan pelatihan prajab serta teknis dan
fungsional sebanyak 903 angkatan, pembuatan 1 data center, pembuatan 2.607 peta tematik,
penyusunan 150 buku informasi statistik PU, peliputan dan pemberitaan di media masa
sebanyak 1.365 kali publikasi melalui media sebanyak 487 kali, peliputan kunjungan kerja dan
rapat 271 kali, pembangunan dan perbaikan gedung 4 unit.
Untuk capaian target dukungan manajemen, sarana dan prasarana periode 2010-2014 pada
Kementerian Perumahan Rakyat meliputi antara lain tersusunnya 3 RPP yang masih
menunggu persetujuan para menteri dan kepala lembaga terkait, yaitu:
2) 2 (dua) RPP yang masih dalam tahap harmonisasi Kementerian dan Lembaga terkait
yang meliputi: RPP Tentang Pengerahan dan Pemupukan Dana Serta Bantuan dan
Kemudahan Pembiayaan; dan RPP Tentang Badan Pelaksana Pembangunan
Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam pelaksanan SAKIP Kementerian
Perumahan Rakyat telah mensejajarkan diri pada peringkat B (Baik) di tingkat
Kementerian/Lembaga. Sedangkan Peningkatan Opini atas Laporan Keuangan dari
BPK RI terkait Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Perumahan Rakyat
sejak tahun tahun 2013 kembali meraih status predikat WTP. Penyerahan aset hasil
pembangunan Rusunawa dalam kurun waktu tahun 2005- 2011 meliputi Rusunawa
yang telah terbangun sebanyak 187 Twin Block (TB) melalui Alih Status Penggunaan
ke Kementerian/Lembaga sebanyak 14 Twin Block dan kepada Pemerintah Daerah
dengan mekanisme hibah sebanyak 2 Twin Block sehingga jumlah yang telah
diserahterimakan baik kepada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
sebanyak 16 Twin Block. Untuk pelaporan hasil Monitoring dan Evaluasi Kinerja
Kementerian Perumahan Rakyat Kepada UKP4 dan Bappenas berupa Laporan
Triwulan Capaian Rencana Aksi Prioritas Nasional 4 (Penanggulangan Kemiskinan)
dan Prioritas Nasional 6 (Bidang Infrastruktur) dan Laporan Triwulan Monitoring dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Dari hasil polling Pemberitaan
Program Pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu II selama masa polling dari Januari
hingga Mei 2014 yang dilakukan oleh Forum Jurnalis Jakarta (FJJ) tercatat telah
mendapat perhatian dari pers dengan sebanyak 348 berita. Ketertarikan media pada
10 Kementerian teratas dikarenakan memiliki programprogram kehumasan yang
efektif dalam merangsang para jurnalis untuk melakukan peliputan pemberitaan.
Penyediaan Media Center untuk memfasilitasi pemberitaan tentang Kementerian
Perumahan Rakyat dengan dilengkapi 15 unit televisi yang berjaringan nasional
beserta kelengkapannya.
Bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat diantaranya meliputi: pertama, pembangunan
infrastruktur dipandang dapat memberikan kontribusi langsung terhadap peningkata
kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan jika dilakukan secara sistemik. Sebagai
ilustrasi, persentase penduduk miskin dapat diturunkan hingga 11,37% (2013), walaupun
Indeks Gini perlu mendapatkan perhatian, mengingat perbedaan masih relatif lebar yaitu
menunjuk pada angka 0,413 pada tahun 2013. Kedua, pertumbuhan penduduk Indonesia
yang akan terus meningkat yaitu mencapai 271 juta jiwa di tahun 2020, McKinsey
memprediksi bahwa jumlah penduduk Indonesia yang masuk kategori “consuming class” akan
meningkat ke angka 85 juta jiwa pada tahun 2020 sebagai golongan menengah. Hal ini
berimplikasi terhadap tuntutan pelayanan publik yang jauh lebih baik.
Disamping itu, pertumbuhan penduduk juga berpengaruh terhadap eksploitasi sumber daya
alam yang cenderung tidak terkendali, dan pada ahirnya dapat menurunkan daya dukung.
Ketiga, arus urbanisasi yang tinggi diikuti dengan berbagai persoalan klasik perkotaan,
seperti: kemacetan, kekumuhan, banjir, degradasi kualitas lingkungan (udara dan air),
minimnya ruang terbuka hijau, kurangnya air bersih, kesenjangan pendapatan, meningkatnya
sektor informal, dan terjadinya perkembangan perkotaan horizontal (urban sprawl). Sebagai
ilustrasi, dalam kurun 4 dekade terakhir (1970 – 2010) telah terjadi kenaikan populasi
perkotaan di Indonesia sebanyak 6 kali lipat yang membawa implikasi pada belum
terpenuhinya berbagai tuntutan kebutuhan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan
rakyat, padahal perkotaan merupakan mesin pertumbuhan dan ujung tombak daya saing.
Keempat, perubahan iklim yang terjadi saat ini juga mengancam kehidupan.
Sebagai contoh, perkotaan khususnya kota-kota di kawasan pesisir terancam rob akibat
fenomena kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah seperti di Jakarta dan
Semarang. Hal ini terutama disebabkan juga oleh pengambilan air tanah secara
berlebihan.Kelima, secara geografis Indonesia terletak di kawasan “ring of fire” yang memiliki
banyak gunung api yang aktif hingga mencapai 130 gunung. Indonesia juga terletak pada titik
pertemuan empat lempeng tektonik dunia yang menyebabkan tingginya tingkat kejadian
gempa bumi. Sebagai contoh, pada tahun 2012 terjadi 363 gempa di atas 5 skala Richter. Hal
ini berpengaruh terhadap perencanaan, pelaksanaan, operasionalisasi serta pemeliharaan
infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Keenam, kesenjangan wilayah timur
dan barat, Bappenas 2012 mencatat fakta bahwa beberapa wilayah bahkan bertumbuh di
atas pertumbuhan rata-rata nasional. Sementara itu, KTI yang begitu kaya akan sumber daya
alam, kelautan, mineral, dan hutan selama puluhan tahun hanya menyumbang 18% dari
perekonomian nasional. Hal ini bisa diakibatkan wilayah di bagian timur Indonesia sangat
kurang pembangunan infrastrukturnya. Ketujuh, pengendalian pembangunan belum
sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang, sehingga berimplikasi pada
kerusakan alam.
Sebagai contoh, terjadinya sedimentasi pada badan-badan air, terjadinya longsor, dan daya
tampung reservoir yang menurun secara signifikan. Kedelapan, permasalahan utama di
bidang maritim adalah kurang terpadunya perencanaan pembangunan infrastruktur
perhubungan laut dan penyeberangan, maupun pengembangan kota pesisir dengan
pembangunan infrastruktur PUPR, terutama jalan dan sumber daya air. Kesembilan, sinergi
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan
perumahan rakyat yang tercermin pada pola pengaturan, pembinaan, pembangunan dan
pengawasan. Sinergi tersebut masih perlu terus dilakukan perbaikan dan penataan yang
intensif mengingat infrastruktur merupakan urusan pemerintahan yang bersifat concurrent
(dilaksanakan bersama oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah) sesuai dengan batasan
kewenangan pusat dan daerah. Sebagai ilustrasi, kemampuan Pemda, terutama dalam aspek
pendanaan untuk melakukan operasi dan pemeliharaan infrastruktur serta komitmen (political
will) masih harus ditingkatkan. Terkait hal ini, berdasarkan data Kementerian Keuangan pada
tahun 2010 dari seluruh kabupaten dan kota, realisasi belanja untuk urusan Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang hanya mencapai ratarata 14,24 persen dari seluruh total belanja
Pemerintah Daerah, dan pada tahun 2012 justru menurun hanya mencapai 13,95 persen,
bahkan 38,57 persen diantaranya di bawah 10 persen.
dan Perumahan Rakyat menjabarkan visi pembangunan nasional tersebut ke dalam visi. misi,
tujuan dan sasaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sesuai dengan
peran, tugas dan fungsinya serta dengan mempertimbangkan pencapaian pembangunan
bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat periode tahun 2010-2014, potensi dan
permasalahan, tantangan utama pembangunan yang dihadapi lima tahun kedepan serta
sasaran utama dan arah kebijakan pembangunan nasional dalam RPJMN tahun 2015 .
Oleh karena itu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2015-2019
mempunyai :
a. Visi
b. Misi
c. Tujuan
Tujuan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat secara umum adalah
menyelenggarakan infrastrukutur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan tingkat
dan kondisi ketersediaan, keterpaduan, serta kualitas dan cakupan pelayanan yang produktif
dan cerdas, berkeselamatan, mendukung kesehatan masyarakat, menyeimbangkan
pembangunan, memenuhi kebutuhan dasar, serta berkelanjutan yang berasaskan gotong
royong guna mencapai masyarakat yang lebih sejahtera. Lebih lanjut, tujuan tersebut di
jabarkan sebagai berikut:
8. Sasaran Strategis
Hendak dicapai secara nyata oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
sebagai penjabaran dari tujuan yang mencerminkan pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya
hasil sasaran-sasaran strategis (outcome/impact pada level customer yang dilayani) yaitu
meningkatnya kehandalan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam
mewujudkan: kedaulatan pangan, ketahanan air, dan kedaulatan energi; konektivitas bagi
penguatan daya saing; layanan infrastruktur dasar; dan keseimbangan pembangunan
antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan sehingga dapat memenuhi
kesejahteraan masyarakat.
Sementara sasaran strategis (outcome/impact pada level customers) dalam hal ini
merupakamn kopndisi yang hendak dicapai secara nyata oleh Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat sebagai penjabaran dari suatu tujuan yang mecerminkan pengaruh
yang ditimbulkan oleh adanya hasil (outcome) satu atau beberapa program. Sasaran-sasaran
strategis tersebut digambarkan dalam sebuah peta strategi sebagai petunjuk jalan untuk
mencapai visi. sebuah peta strategi sebagai petunjuk jalan untuk mencapai visi.
Kemudian agar kebutuhan customers dapat terpenuhi maka diperlukan upaya-upaya dalam
internal proses yang harus dilakukan dengan baik, yaitu:
RPJMN yang saat ini telah sampai pada tahap ketiga,diarahkan untuk mempersiapkan proses
tinggal landas menuju masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, yaitu
dengan memantapkan pembangunan yang menyeluruh di berbagai bidang dengan
menekankan pencapaian pada daya saing kompetitif, perekonomian berdasarkan keunggulan
sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat.
Arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional tidak ditampilkan keseluruhan, hanya
yang berkaitan dengan pembinaan konstruksi nasional. Pembinaan Konstruksi Nasional dan
Fasilitasi Pengusahaan Infrastruktur.
Untuk mewujudkan hal tersebut maka sasaran strategis yang ingin dicapai adalah:
Meningkatnya kapasitas dan kualitas konstruksi, dengan sasaran program:
Meningkatnya utilitas produk unggulan. Hal tersebut akan dicapai melalui strategi:
a. Peningkatan kapasitas dan kualitas sistem, sumber daya, dan tata kelola dalam
menghasilkan kebijakan dan rencana pembinan konstruksi agar efektif, terintegrasi
dan berkelanjutan;
b. Peningkatan pembinaan penyelenggaraan dan investasi konstruksi agar tercipta tertib
penyelenggaraan konstruksi yang produktif, efisien dan efektif, serta berkelanjutan
untuk meningkatkan kualitas BUJK, sumber daya manusia (SDM), dan masyarakat
konstruksi;
c. Peningkatan pembinaan untuk mewujudkan BUJK yang berkualifikasi besar, sumber
daya manusia (SDM), dan masyarakat konstruksi yang unggul, mandiri, profesional,
berdaya saing tinggi;
d. Peningkatan penerapan manajemen mutu dan tertib penyelenggaraan konstruksi
infrastruktur;
e. Peningkatan pengembangan informasi konstruksi dan penyediaan sumber daya
konstruksi;
f. Peningkatan pengkajian, penyebarluasan, dan penerapan inovasi teknologi,investasi,
dan ekonomi konstruksi yang berkelanjutan.
Kerangka Regulasi dalam hal ini diartikan sebagai kebutuhan regulasi yang dapat berupa
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Instruksi Presiden atau
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kerangka regulasi diarahkan
untuk memfasilitasi, mendorong dan/ atau mengatur perilaku penyelenggara pembangunan
serta masyarakat termasuk swasta dalam rangka pembangunan bidang pekerjaan umum dan
perumahan Rakyat. Kerangka regulasi juga disusun sebagai instrumen untuk memecahkan
permasalahan yang penting, mendesak, dan memiliki dampak besar terhadap pencapaian
sasaran pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat dan lebih jauh dalam
rangka pencapaian sasaran nasional.
Saat ini efektivitas regulasi bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang ada belum
optimal sehingga masih perlu peningkatan kejelasan peran, tugas fungsi, tanggung jawab dan
kewenangan, terlebih dengan adanya penggabungan Kementerian Pekerjaan Umum dengan
Kementerian Perumahan rakyat serta perlunya penyelarasan dengan Kerangka Regulasi
pada Prolegnas.
Selain itu pada tingkat pemerintah pusat, pemenuhan regulasi bidang pekerjaan umum dan
perumahan rakyat yang berupa Undang-Undang beserta turunannya relatif masih kurang,
kejelasan peran, fungsi, tanggung jawab dan kewenangan kurang jelas dan menjadi
permasalahan pada saat berkoordinasi baik dengan sektor lain maupun daerah.
Integrasi kerangka regulasi pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat ke
dalam dokumen perencanaan strategis sangatlah penting untuk memberikan dasar/arah
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebutuhan masing-
masing sektor.
Selain itu kerangka regulasi disiapkan untuk mendukung pelaksanaan program pembangunan
bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat dalam mencapai sasara yang telah ditetapkan
rincian rencana regulasi yang akan disusun.
dan antar lembaga, sumber daya manusia aparatur, tugas, fungsi, kewenangan, peran,
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah serta kompleksitas permasalahan yang akan
dihadapi. Selain itu didasarkan pula pada prinsip-prinsip tata kelola lembaga yang baik seperti
transparansi, partisipasi, efisiensi pengaturan, pengendalian, pengawasan, pembinaan dan
pelaksanaan serta penyesuaian dengan ketersediaan anggaran pemerintah.
Dalam aspek sumber daya manusia, telah dibentuk Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (Eselon IA) yang akan menangani peningkatan kompetensi aparatur melalui
pendidikan dan pelatihan baik dilaksanakan sendiri maupun bekerjasama dengan lembaga
lainnya.
Tidak kalah penting telah dibentuk pula Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (Eselon
IA) untuk menterpadukan perencanaan, pemrograman dan penganggaran bidang pekerjaan
umum dan perumahan rakyat berbasis pengembangan wilayah untuk mendukung
peningkatan pertubuhan ekonomi nasional.
Oleh karena itu struktur organisasi dan tata kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat tersebut diharapkan mampu mengemban amanat penyelenggaraan
urusan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat dalam membantu Presiden,
terutama untuk mencapai sasaran pembangunan nasional dengan tetap memperhatikan
efektivitas dan efisiensi organisasi.
Program didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mencapai
sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, dan/atau kegiatan masyarakat yang
dikoordinasikan.
Sedangkan kegiatan didefinisikan sebagai bagian dari program yang dilaksanakan oleh
satuan kerja setingkat Eselon II yang terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber
daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan
dan teknologi, dana, dan/atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya
tersebut sebagai masukak (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk
barang/jasa.
Nomenklatur program dan kegiatan untuk kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat adalah Program Teknis, yang merupakan program-program Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat yang menghasilkan pelayanan kepada kelompok sasaran /
masyarakat (pelayanan eksternal), yaitu:
Penyusunan Renstra Direktorat Jenderal Bina Konstruksi (Ditjen Bina Konstruksi) 2015- 2019
ini telah dilakukan dengan mengacu pada sejumlah produk kebijakan dan produk
perencanaan jangka panjang ke-PUPR-an dan Pembinaan Jasa Konstruksi, khususnya
Roadmap Pembina Jasa Konstruksi 2010-2024, dan didasarkan pada hasil analisis terhadap
faktor internal dan eksternal Ditjen Bina Konstruksi. Rencana Strategis Ditjen Bina Konstruksi
2015-2019 memuat program-program strategis yang perlu dilaksanakan Ditjen Bina
Konstruksi dalam jangka waktu 5 tahun, dengan memperhatikan kondisi internal Ditjen Bina
Konstruksi saat ini, dimana terdapat kekuatan dan kelemahan, serta kondisi eksternal Ditjen
Bina Konstruksi yang ditandai berbagai isu penting yang dapat menjadi peluang maupun
ancaman bagi Ditjen Bina Konstruksiuntuk menjadi “pembina konstruksi dan investasi yang
berintegritas tinggi, andal, dan kokoh”untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan konstruksi,
menuju konstruksi Indonesia yang unggul dan mandiri demi terwujudnya kenyamanan
lingkungan terbangun. Dikutip dari pengantar renstra dirjen bina konstruksi.
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi merupakan salah satu unit organisasi yang rersama-sama
unit organisasi lainnya (yaitu Ditjen-Ditjen Bina Marga, SDA, Cipta Karya, Penyediaan
Perumahan, Pembiayaan Perumahan, serta Badan-Badan) membentuk Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
Kemeterian PUPR berperan membangun berbagai infrastruktur publik, yang merupakan
peran pokok dan dilaksanakan melalui berbagai Ditjen di atas.
Berbeda dengan Ditjen-Ditjen lainnya, peran Ditjen Bina Konstruksi secara langsung
membangun infrastruktur (perangkat keras) dan lebih berperan dalam penyiapan perangkat
lunak dalam pembangunan tersebut. Dalam hal ini, Ditjen Bina Konstruksi berperan
memfasilitasi pembangunan infrastruktur publik tersebut melalui dua hal, pembentukan iklim
yang kondusif bagi investasi, dan penyiapan kapasitas dan kompetensi berbagai komponen
dalam industry konstruksi untuk melaksanakan pembangunan tersebut.
Peran kedua dalam penyiapan industry konstruksi. Dengan meningkatnya kebutuhan layanan
infrastruktur, maka sebagai konsekwensinya adalah industry konstruksi harus memiliki
kapasitas yang cukup dan dapat mengejar kebutuhan pembangunan fisik yang semakin
meningkat. Dalam hal ini Ditjen Bina Konstruksi sangat besar perannya untuk mengatur,
memberdayakan dan mengawasi berbagai komponen dalam industry konstruksi, antara lain,
usaha jasa konstruksi, rantai pasok material dan peralatan konstruksi, dan yang tidak kurang
pentingnya adalah tenaga kerja ahli dan terampil di bidang jasa konstruksi.
Kedua peran di atas dilaksanakan melalui unit-unit kerja di lingkungan Ditjen Bina Konstruksi
yang sekaligus menggambarkan peran-peran tersebut. Ditjen Bina Konstruksi memiliki
Diretorat Bina Kelembagaan dan Sumberdaya Jasa Konstruksi; Direktorat Bina
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi; Direktorat Bina Investasi Infrastruktur; Direktorat Bina
Kompetensi dan Produktivitas Jasa Konstruksi; dan Direktorat Kerjasama dan
Pemberdayaan. Untuk melaksanakan tugas-tugas pembinaan di daerah, Ditjen Bina
Konstruksi memiliki Balai Pembinaan Jasa Konstruksi di Jakarta, Surabaya, Palembang,
Aceh, Banjarmasin, Makassar, dan Jayapura. Selain itu ada dua balai yang memiliki tugas
khusus, yaitu Balai Penerapan Teknologi Konstruksi, dan Balai Material dan Peralatan
Konstruksi.
Ditjen Bina Konstruksi merupakan transformasi dari entitas Pembinaan Konstruksi yang
sebelumnya pada periode 2010-2014 berupa Badan Pembinaan Konstruksi. Transformasi
entitas tersebut mengakomodasi perubahan peran dari Unsur Pendukung (ketika menjadi
Badan Pembinaan Konstruksi) menjadi Unsur Pelaksana (sebagai Direktorat Jenderal Bina
Konstruksi). Pengembangan Renstra Ditjen Bina Konstruksi 2015-2019,secara historis
merupakan transformasi dari BP Konstruksi yang memiliki kesamaan obyek pembinaan yaitu
Pembinaan Konstruksi,sehinggakondisi internal dan kondisi eksternal serta Renstra BP
Konstruksi periode 2010-2014 dijadikan landasan pengembangan. Renstra Ditjen Bina
Konstruksi2015-2019, selain menjadi kelanjutan dari upaya yang telah dilakukan berdasarkan
pada rencana strategis sebelumnya, juga memiliki peranan penting untuk mendukung
pencapaian RPJM III.
Dalam pengembangan rencana strategis selanjutnya, kondisi internal dan eksternal tersebut
menjadi acuan dalam penetapan cita-cita dan tujuanDitjen Bina Konstruksi 2015-2019.
Penilaian terhadap kondisi yang ada inioleh pimpinan Ditjen Bina Konstruksi dilakukan untuk
memberikan gambaran posisi strategis dari Ditjen Bina Konstruksi saat ini.Dengan
membandingkan cita-cita dan tujuan yang telah ditetapkan, maka teridentifikasi permasalahan
kritis serta strategi yang harus dilakukan oleh Ditjen Bina Konstruksi untuk berkembang dan
berupaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Beberapa permasalahan kritis yang
teridentifikasi menjadi bagian penting dalam pengembangan rencana strategi yang
digambarkan dalam bentuk peta strategi.
Arah pengembangan yang ditetapkan dalam Renstra Ditjen Bina Konstruksi2015-2019 ini
menjadi acuan bagi Unit Eselon II serta Balai-balai di lingkungan Ditjen Bina Konstruksi untuk
penetapan program pengembangan pada masing-masing unit kerja dan menjadi alat
koordinasi pengembangan bersama Ditjen Bina Konstruksi.
Sistematika Dokumen Renstra Dokumen Renstra Ditjen Bina Konstruksi ini disusun dengan
sistematika sebagai berikut:
• Landasan Pengembangan
• Rencana Strategis Ditjen Bina Konstruksi
• Program Strategis
b. Kebijakan Renstra
Memperhatikan analisis situasi baik internal dan eksternal, maka tujuan Ditjen Bina Konstruksi
pada 2019 diwujudkan melalui pencapaian 5 sasaran program berikut:
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas dan sejalan dengan meningkatnya Kompleksitas
tantangan yang dihadapi, upaya yang harus dilakukan oleh Ditjen Bina Konstruksi dalam
mencapai sasaran tersebut juga harus meningkat, baik dalam skala (kuantitas) maupun
kualitasnya.Keberhasilan Ditjen Bina Konstruksi dalam menjawab tantanganyang dihadapi
sangat tergantung dari keberhasilannya dalam menyiapkan organisasi dan tata kelola Ditjen
Bina Konstruksi serta sumber daya yang diperlukan.
Peningkatan kinerja Ditjen Bina Konstruksi sebagai Pembina Konstruksi dan Pembina
Investasi di bidang Infrastruktur akan tercermin dari kepemimpinan dalam pelaksanaan
pembinaan jasa konstruksi,peningkatan sistem dan sumber daya Ditjen Bina Konstruksi,
sistem tata kelola institusi yang sehat dan akuntabel, tersedianya kuantitas dan kualitas
sumber daya (manusia, sarana dan prasarana, infrastruktur), tata kelola dan kepemimpinan
yang memberikan tantangan dan semangat untuk maju, Ditjen Bina Konstruksi yang
bersinergi (secara internal dan eksternal), suasana dan kualitas penelitian dan
pengembangan yang produktif, serta sistem penghargaan dan hukuman yang adil.
Rencana Strategis yang disusun, merupakan hasil penurunan dari arah dan tujuan Ditjen Bina
Konstruksi lima tahun ke depan, dimana Ditjen Bina Konstruksi akan memposisikan diri
sebagai “pembina konstruksi dan investasi yang berintegritas tinggi, andal, dan kokoh”.
Peta Strategi Pengembangan Ditjen Bina Konstruksi 2015-2019 Mengacu pada Balanced
Scorecard, indikator dan program terkait pengembangan Ditjen Bina Konstruksi dapat
dikelompokkan menjadi empat berdasarkan perspektif finansial (anggaran), perspektif
stakeholders, perspektif proses bisnis internal Ditjen Bina Konstruksi, dan perspektif belajar
dan tumbuh yang mencakup sumber daya strategis.
Sebagai organisasi nir-laba, maka indikator kinerja finansial bukanlah tujuan akhir dari
program pengembangan Ditjen Bina Konstruksi, melainkan kontribusi output Ditjen Bina
Konstruksi terhadap kepentingan stakeholders-nya. Output yang akan dikontribusikan pada
stakehorders, dihasilkan oleh proses bisnis internal Ditjen Bina Konstruksi yang memerlukan
berbagai sumber daya untuk proses belajar (learning) dan tumbuh (growth) untuk maju dan
berkembang. Kesemua itu pada akhirnya akan memerlukan dukungan kemampuan finansial
Ditjen Bina Konstruksi untuk penggalangan dana. Keterkaitan antar indikator kinerja
membangun peta strategi pengembangan Ditjen Bina Konstruksi 2015- 2019. Untuk
penyederhanaan Peta Strategi Ditjen Bina Konstruksi 2015-2019,maka indikator kinerja
direpresentasikan oleh stakeholders yang dilayani (berdasarkan perspektif Stakeholders),
misi serta proses bisnis internal pendukung (berdasarkan perspektif Proses Bisnis Internal),
Sumber Daya (berdasarkan perspektif Belajar dan Tumbuh), dan Anggaran (berdasarkan
perspektif Finansial).
Dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan Ditjen Bina Konstruksi, dan perkembangan
kondisi lingkungan eksternalnya, maka dalam upaya untuk terus berkembang dan
mewujudkan Ditjen Bina Konstruksi sebagai Pembina Konstruksi dan Pembina Investasi di
bidang Infrastruktur, Ditjen Bina Konstruksi harus mampu tumbuh melalui peran aktif dan
komitmen komunitas Ditjen Bina Konstruksi untuk meningkatkan kapasitas sistem dan sumber
daya Ditjen Bina Konstruksi, peningkatan keefektifan dan efisiensi organisasi dengan
berlandaskan pada integritas yang tinggi, andal, dan kokoh.
Secara sistematis, sasaran, program, dan indikator kinerja dalam rangka pencapaian citacita
dan tujuan Ditjen Bina Konstruksi, dipaparkan pada bagian berikut.
Pada Rencana Strategis Ditjen Bina Konstruksi 2015-2019, Ditjen Bina Konstruks dalam
pelaksanaan program Pembinaan Konstruksi didasarkan pada pencapaian. Tujuan yang
dicanangkan pada periode 2015-2019 serta Pendukung Proses Bisnis Internal, Sumber Daya
untuk Belajar dan Tumbuh, dan Perspektif Finansial (Anggaran). Untuk pencapaian masing-
masing tujuan, ditetapkan beberapa sasaran umum sebagaimana dijelaskan dibawah ini.
PROGRAM 2 :
PEMBINAAN
KONSTRUKSI
SASARAN PROGRAM
1 Meningkatnya
kapitalisasi konstruksi
oleh investor nasional
1 Peningkatan rasio % 3 3 3 3 3 15
kapitalisasi konstruksi oleh
investor nasional
2 Meningkatnya persentase
BUJK yang berkualifikasi
besar
berkualifikasi Besar
3 Meningkatnya penerapan
manajemen mutu, K3,
tertib pengadaan dan
administrasi kontrak
1 Persentase kenaikan % 8 8 8 8 8 40
tingkat tertib
penyelenggaraan
konstruksi
4 Meningkatnya SDM
penyedia jasa konstruksi
yang kompeten
5 Meningkatnya utilitas
produk unggulan
1 Persentase kenaikan % 3 3 3 3 3 15
tingkat utilitas produk
Unggulan
Adapun kegiatan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi berjumlah 6 (enam) buah sesuai dengan
jumlah Unit Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, yaitu:
Jumlah draft NSPK pembinaan kelembagaan dan sumber daya jasa 8 NSPK
konstruksi
Pemantauan dan evaluasi kelembagaan dan sumber daya jasa konstruksi 8 Profil
Jumlah profil pembinaan kelembagaan dan sumber daya jasa konstruksi 8 Profil
Jumlah draft NSPK kompetensi dan produktivitas kerja konstruksi 30 Draf NSPK
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi memiliki total pegawai sebanyak 400 orang PNS dan 311
NON PNS yang tersebar dalam 6 Unit Eselon II dan beberapa balai di lingkungan Direktorat
Jenderal Bina Konstruksi. Adapun detail pegawai pada setiap unit adalah sebagai berikut:
Dalam rangka terwujudnya sasaran strategis ini, ditetapkan 5sasaran program (outcome)
sebagai berikut:
Fasilitasi kapitalisasi dan pengusahaan infrastruktur oleh badan usaha nasional Sub-
Output:
5) Meningkatnya utilitas produk unggulan sasaran program ini didukung oleh 2sasaran
kegiatan (output), yaitu: Pembinaan penerapan teknologi inovatif Sub-output:
a. Standar dan Pedoman bidang Teknologi dan Produk Dalam Negeri;
b. Profil Kinerja bidang Teknologi dan Produk Dalam Negeri.
Melakukan sapta agenda percepatan sertifikasi kompetensi bidang jasa konstruksi sebagai
berikut:
ini sedang dibuat. Setelahskema tersebut selesai, ke depan akan diberlakukan secara
legal oleh Kementerian PUPR. Dengan membangun/ menyusun skema tersebut,
Kementerian PUPR ikut mendukung sinergi antara dunia pendidikan, industri, dan
pemerintah.
c. Untuk menjaga standar mutu sertifikasi, ke depan akan dilakukan standarisasi USTK
(Unit Sertifikasi Tenaga Kerja) setara dengan lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk
oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Skema sertifikasi BNSP dapat
dijadikan acuan/referensi karena telah sesuai dengan standar internasional.
d. Pelaksanaan program binjakonda (Pembinaan Jasa Konstruksi Daerah). Program ini
mencerminkan sinergi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Bagaimana kita
memberdayakan dan mendorong pemerintah daerah untuk memiliki Unit Pembinaan
Jasa Konstruksi yang sesuai dengan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana
pemerintahprovinsi bertanggungjawab terhadap penciptaan Tenaga Ahli dan
pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab untuk penciptaan Tenaga Terampil.
e. Link and match antara dunia pendidikan, industri dan pemerintah, di antaranya
menciptakan akses pelaksanaan On the Job Traning padabn proyek-proyek
konstruksi. Sinergitas ini diharapkan dapat membantu siswa dan mahasiswa dengan
jurusan yang terkait dengan bidang konstruksi untuk mendapatkan akses pelaksanaan
On Job Training pada proyek-proyek konstruksi. On Job Traning ini penting untuk
memberikan pengalaman lapangan awal dalam menapaki dunia kerja di sektor jasa
konstruksi.
Mekanismenya dilakukan dengan melatih para mandor yang bekerja pada proyek-proyek
konstruksi untuk dapat menjadi trainer bagi tenaga-tenaga terampil yang menjadi anggotanya;
Program pelatihan dan uji kompetensi dengan Kendaraan Pelatihan Keliling/Mobile Training
Unit (MTU). Mengingat pelaksanaan pelatihan dan uji kompetensi terkadang di pelosok
daerah/pedesaan yang kurang akan sarana dan prasarana yang memadai, maka diperlukan
juga adanya Mobile Training Unit (MTU). MTU ini dapat digunakan untuk melatih masyarakat
di perdesaan secara langsung atau proaktif dengan peralata dan instruktur pelatihan bersifat
bergerak. Kegiatan ini diharapkan mampu menyediakan kesempatan luas kepada masyarakat
perdesaan dalam meningkatkan keterampilan kerja di sektor konstruksi. Kegiatan ini akan
melibatkan pemerintah kabupaten/kota dan pembina konstruksi daerah.
Selanjutnya, untuk mendukung pencapaian outcome tersebut, Direktorat Kerja Sama dan
Pemberdayaan bertugas untuk melaksanakan output: Terlaksananya kerja sama dan
pemberdayaan peningkatan kompetensi SDM konstruksi, yang diukur melalui jumlah profil
Kerja sama dan pemberdayaan peningkatan kompetensi SDM konstruksi sebanyak 5 profil
dalam 5 tahun.
D. Latihan
E. Rangkuman
Arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional tidak ditampilkan keseluruhan, hanya yang
berkaitan dengan pembinaan konstruksi nasional. Pembinaan Konstruksi Nasional dan Fasilitasi
Pengusahaan Infrastruktur.
Untuk pencapaian masing-masing tujuan, ditetapkan beberapa sasaran umum antara lain : a)
Mengembangkan Kebijakan Rencana Pembinaan - Konstruksi dan Investasi; b) Berperan Aktif dalam
Mewujudkan Penyelenggaraan Konstruksi yang Produktif, Efisien, Efektif, serta Berkelanjutan; c)
Berperan Aktif dalam Menciptakan Pelaku, SDM, dan Masyarakat Konstruksi yang Unggul, Mandiri,
Profesional, dan Berdaya Saing Tinggi; d) Memelopori Penciptaan Informasi Konstruksi dan
Terpenuhinya Sumber Daya Konstruksi: e) Memelopori Pengkajian, Penyebarluasan, dan
Penerapan Inovasi Teknologi, Investasi, dan Ekonomi Konstruksi yang Berkelanjutan.
F. Evaluasi
PENUTUP
B. Umpan Balik
Kebijakan Umum Direktorat Jenderal Bina Konstruksi tidak lepas dari peraturan
perundangaundangan yang lain, baik berbentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
Surat Keputusan Bersama Menteri, Peraturan Menteri, Surat Keputusan Menteri. Undang-
undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
mengatur bagaimana pembangunan itu direncanakan melalui Rencana Pembangunan jangka
panjang (RPJP) selama 20 tahun, Rencana Pembangunan jangka menenggah (RPJM)
selama 5 tahun dan Rencana Pembangunan tahunan selama 1 tahun. RPJP Nasional
merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional sedangkan RPJM Nasional
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya
berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan
umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga,
Kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup
gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana
kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Undang
–undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005 – 2025 merupakan penjabaran dari UU 25 tahuhn 2004 mempunyai visi pembangunan
nasional tahun 2005–2025 adalah: “INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN
MAKMUR”. Pelaksanaan RPJM 2014 – 2019 yang sedang dalam pelaksanaan menggangkat
program Nawa Cita yaitu : 1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap
bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara; 2) Membuat Pemerintah
selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis,
dan terpercaya; 3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka negara kesatuan; 4) Memperkuat kehadiran negara dalam
melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan
C. Tindak Lanjut
Tujuan dari Kebijakan umum DJBK ialah agar aparatur pengetahuan tentang kebijaan umum
di lingkungannya i dalam melaksanakan tugasnya. Pentingnya Kebijakan Umum ini dimiliki
agar aparatur sipil negara memiliki kualitas dan komitmen yang tinggi dalam bekerja. Uraian
dari materi pokok 1 sampai dengan materi pokok 2 , baru menjelaskan mengenai pentingnya
Kebijakan Umum dalam melakukan pekerjaan di lingkungan Kementrian PUPR. Masih
banyak hal-hal yang tidak disampaikan dalam modul ini. Diantaranya yang telah menjadi mata
pelajaran dalam Pelatihan ini, adapula yang menjadi mata Pelatihan pada program diklat
jenjang yang lebih tinggi. Oleh karena itu untuk lebih memahami mengenai Kebijakan Umum,
peserta dianjurkan untuk mempelajari, antara lain :
1. Bahan bacaan yang telah digunakan untuk menulis modul ini, sebagaimana tersebut
dalam daftar pustaka.
2. Modul mata pelajaran lain seperti tentang Modul Kebijakan Pemerintahan, Modul
Pelayanan, dan lain-lain.
Latihan
1) Penyusunan rencana;
2) Penetapan rencana;
3) Pengendalian pelaksanaan rencana; dan
4) Evaluasi pelaksanaan rencana.
Penyusunan RPJP dilakukan melalui urutan:
dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan
kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui
pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman,
kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan
ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan;
memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk
mendukung kualitas kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan
kehidupan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan
keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.
g. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari
bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi
kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan
kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan;
mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan
kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
h. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional
adalah memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan
kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap
pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional;
dan mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral
antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang.
Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu:
Evaluasi
Daya tahan suatu bangsa terhadap berbagai deraan gelombang sejarah tergantung
pada ideologi. Ideologi sebagai penuntun; ideologi sebagai penggerak; ideologi
sebagai pemersatu perjuangan; dan ideologi sebagai bintang pengarah. Ideologi itu
Materi pokok 2
Latihan
perempuan), dampak terhadap struktur sosial masyarakat, serta tatanan atau nilai
sosial yang berkembang di masyarakat; dan (3) dampak terhadap kualitas air, udara
dan lahan serta ekosistem (keanekaragaman hayati).
2. Ada lima tujuan yang hendak dicapai, perlu sasaran umum yang ditetapka, jelaskan?
Jawab :
• Landasan Pengembangan
• Rencana Strategis Ditjen Bina Konstruksi
• Program Strategis
4. Jelaskan tujuan ke 3 darissaran program dan indikator kinerja!
Jawab :
Tujuan III: Berperan Aktif dalam Menciptakan Pelaku, SDM, dan Masyarakat
Konstruksi yang Unggul, Mandiri, Profesional, dan Berdaya Saing Tinggi Dalam
rangka mewujudkan Tujuan III tersebut di atas, sasaran umum ditetapkan Sebagai
berikut:
a. Dukungan rantai pasok konstruksi yang memadai;
b. Peningkatan kapasitas LPJK yang kokoh dan mandiri;
c. Peningkatan kompetensi SDM Konstruksi;
d. Peningkatan kapasitas pembinaan yang menyeluruh dan merata
5. Berapa banyak kegiatan yang ada di Direktorat Jenderal Bina Konstruksi
Jawab :
Adapun kegiatan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi berjumlah 6 (enam) buah sesuai
dengan jumlah Unit Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, yaitu:
Evaluasi
1. Landasan apa saja yang penting dalam penyusunan renstra Direktorat Jenderal bina
Konstruksi?
Jawab :
Adapun landasan-landasan penting yang menjadi acuan dalam penyusunan Renstra
Ditjen Bina Konstruksi 2015-2019 mencakup peraturan perundang-undangan terkait
Jasa Konstruksi, Ketenagakerjaan, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
Pembagian Urusan Pemerintahan, Pemerintah Daerah, Kementerian Negara,
Kementerian PU, Kinerja Instansi Pemerintah, Renstra Kementerian Pekerjaan Umum
2010-2014, dan Renstra DJBK Konstruksi 2010-2014.
2. Ditjen Bina Konstruksi lima tahun ke depan, akan memposisikan diri sebagai “pembina
konstruksi dan investasi yang berintegritas tinggi, andal, dan kokoh”.
Jawab:
Berdasarkan alur pengembangan yang telah dirumuskan sebelumnya, disusun rincian
program strategis dan indikator serta target yang dicanangkan oleh Ditjen Bina
Konstruksi 2015-2019. Program dan indikator tersebut dijabarkan berdasarkan
masing-masing misi, proses bisnis internal (pendukung), sumber daya untuk belajar
dan tumbuh, dan perspektif finansial (anggaran) yang merupakan komponen-
komponen yang bila disatukan secara sinergis maka akan membentuk sebuah
bangunan utuh, yaitu Ditjen Bina Konstruksi.
4. Berapa target pencapaian indikator kinerja pada renstra 2015 – 2019 Direktorat Bina
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi?
Jawab :
DIREKTORAT BINA PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
5. Dalam peningkatan BUJK yang berkualitas besar, disiapkan satu program yang
didukung oleh 1 sasaran kegiatan, yaitu?
Jawab :
Sasaran program ini didukung oleh 1 sasaran kegiatan (output), yaitu: Kelembagaan
pembinaan jasa konstruksi Sub-Output:
1) Standar dan Pedoman Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat;
2) Profil Kinerja Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat;
3) Standar dan Pedoman bidang Usaha Jasa Konstruksi;
4) Profil Kinerja bidang Usaha Jasa Konstruksi.
Penutup
Renja-KL disusun dengan berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada priorita
pembangunan Nasional dan pagu indikatif, serta memu kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun
yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
UU = Undang Undang
PP = Peraturan Pemerintah