Anda di halaman 1dari 2

Kisah pertama tentang kemarahan antara manusia-manusia dicatat

dalam Kej 4:6, tentang kemarahan Kain terhadap Habil adiknya. Kain


menjadi marah karena merasa iri. Allah menerima persembahan Habil,
sedangkan persembahan Kain ditolak-Nya. Kain menjadi marah, dan Allah
mengingatkannya, “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? … Dosa
sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau
harus berkuasa atasnya.” (Kej 4:7-8). Kemarahan ternyata berkuasa atas
Kain, sehingga ia akhirnya jatuh ke dalam dosa, dengan membunuh Habil.

Dari kisah Kain dan Habil ini kita mendapati bahwa kemarahan yang tak
terkendalikan, pada akhirnya hanya akan melahirkan suatu dosa di
hadapan Allah. Allah telah memperingatkan Kain akan bahaya dosa,
apabila ia terus-menerus dikuasai oleh kemarahannya. Ternyata akhirnya
Kain jatuh di dalam dosa karena kemarahannya.

Pemazmur dalam Mazmur 37:8 menasihatkan, “Berhentilah marah dan


tinggalkanlah panas hati itu, janganlah marah, itu hanya membawa kepada
kejahatan.” Sedangkan penulis Amsal juga menegaskan, “Siapa lekas naik
darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana bersabar.” (Ams 14:17).
Demikian juga dalam Ams 14:29, “Orang yang sabar besar pengertiannya,
tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.” (Ams 14:29). Demikian
juga Ams 19:19a, “Orang yang cepat marah akan kena denda”.

Penulis Amsal juga mengingatkan pembacanya agar merenungkan dan


berhati-hati dalam berelasi dengan orang yang cepat marah. “Jangan
berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang
pemarah” (Ams 22:24). Larangan ini diberikan karena, “Si Pemarah
menimbulkan pertengkaran” (Ams 29:22). Tidak saja memperingatkan
terhadap bahaya dari kemarahan yang diekspresikan, penulis kitab hikmat
lain, yaitu Pengkhotbah, mengingatkan, “Janganlah lekas-lekas marah
dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh (Pkh 7:8).
Dari beberapa bagian di atas, kita mendapat bahwa yang dikecam oleh
para penulis kitab hikmat bukanlah kemarahan itu sendiri. Para penulis kitab
hikmat mengecam sifat lekas marah alam diri seseorang. Bukan saja
sifat lekas marah, tetapi juga sifat terus-menerus marah (dendam). Jadi,
menurut para penulis kitab hikmat, kemarahan itu sendiri wajar, tetapi sifat
lekas marah dan terus menerus marah itulah yang merupakan suatu hal
yang sangat tidak baik.

Anda mungkin juga menyukai