Kemarahan
Kata kemarahan berasal dari kata marah yang berarti sangat tidak senang, berang dan
gusar. Kemarahan berarti keadaan marah. 157 Kemarahan adalah tanggapan fisik dan emosioal atas
pengalaman dan situasi.158 Kemarahan boleh disebut sebagai naik pitam, jengkel, sikap
bermusuhan, kesal atau sengit. Pada waktu marah, tubuh terus bekerja melalui reaksi fisikologis
yang terjadi dengan sendirinya, tubuh mengubah emosi menjadi energi. Bila amarah mencapai
puncaknya seluruh tubuh dipompa. Dipersiapkan untuk bertindak. Websterss Now World
Dictionary,159 mendefenisikan, kamarahan adalah perasaan yang tidak menyenangkan akibat dari
luka penganiayaan, perlakuan dan biasanya menunjukkan hasrat itu sndiri untuk melawan
perasaan tersebut. Kemarahan adalah suatu emosi, suatu reaksi yang tidak disengaja terhadap
Menurut para ahli ilmu jiwa, kemarahan adalah “the chief saboteur of the mind” yaitu
factor yang utama yang seringkali melumpuhkan kerja akal manusia yang sehat, seperti yang
dikatakan oleh Albert Mehrabian dalam bukunya “The Three Dimension of emositional
Reaction”. Kemarahan dapat bersifat dskriptip (merusak) khususnya kalau merupakan ekpresi
emosi yang tidak terkendalikan, bisa juga bersifat konstruktif (membangun) kalau motivasi kita
untuk mengoreksi kesalahan atau mengingatkan kita untuk dapat berfikir secara lebih baik.
Umumnya kemarahan merupakan akibat dari terhambatnya suatu keinginan atau perjalanan
hidup.160 Kemarahan juga merupakan penggerak di dalam diri seseorang. Kemarahan dapat
Kata kemarahan dalam Perjanjian Lama adalah (Ibr.Av) berarti air muka, yang digunakan
45 kali bagi manusia, 177 kali untuk kemuliaan Tuhan. 161 Dalam Perjanjian Baru, kata yang
157
W.J.S. Porwadarminta, Op.Cit., hlm. 630
158
Sue Burnham, Emosi Dalam Kehidupan, Jakarta: BPK-Gunung Muli, 1997, hlm. 92
159
Imelda V.G. Villar, Self-Empowermwnt Through Anger and Burnout Management, Manila: St Scholasticas
College, 1998, pg.8
160
Norman H. Wright, Op.Cip., hlm. 74. Ia menyebutkan bahwa kemarahan dapat menimbulkan ketengangan dan
kepenatan dalam fisik.
161
Kezman, The International Standart Bible Encylopedia, Michigan: Grand Rapids, 1987, pg, 135
71
dipakai adalah thumas (Yun.Τυμας). Kata ini menjelaskan kemarahan sebagai keributan yang
bergejolak atau gejolak perasaan yang mendidih. Tipe kemarahan ini berkobar dalam ledakan
yang tiba-tiba. Ini adalah luapan kemarahan dari dalam dan serupa dengan korek api yang dengan
cepat menyala dalam kobaran tetapi lalu padam dengan cepat. Tipe kemarahan seperti ini
terdapat dalam Efesus 4:31 dan Galatia 5:20. Kata yang paling sering dipakai dalam Perjanjian
Baru untuk kemarahan adalaah orge (οργε), yang mempunyai arti sebagai suatu sikap yang lebih
mapan dan tahan lama dimana sikap itu lebih lambat dalam penyerangannya tetapi bertahan, dan
sering kali mencakup balas dendam. 162 Dalam bahasa Iggeris, dipakai kata wrath, kata yang
menyatakan secara tidak langsung perasaan yang egois, kedengkian atau membalas dendam.
Alkitab membedakan kemarahan ilahi (divine anger). Kemarahan Allah ditujukan pada
dosa dan manusia yang berdosa, dan selalu selaras dengan kasih dan anugrahNya (Nah. 1:2-3).
Jadi, kemarahan sebagai atiribute Allah, tidak selamanya negatif. Kemurkaan Tuhan adalah
jawaban dari kekudusanNya terhadap penebusan dosa. Terutama sekali mencapai puncak di
dalam tindakan, maka itu disebut “Kemurkaan-Nya”. Kemarahan Tuhan dalam Perjajian Lama.
Banyak ditemukan dalam kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Ulangan dan Mazmur. Alkitab juga
berbicara tentang kemarahan manusia (human anger) yaitu keadaan emosi yang seringkali
cenderung merusak, buruk, berbahaya, merugikan bagi orang lain maupun bagi diri sendiri, dan
membuka pintu pada dosa. Hal itu sering terjadi kerana salah menafsirkan suatu keadaan tertentu,
sehingga tafsirannya tersebut mengakibatkan perasaan tertentu dalam dirinya. Namun, Alkitab
juga menyatakan bahwa kemarahan manusia bisa postif dan terbebas dari dosa (ef. 4:26). Yakub
a. Human anger sesuatu yang normal dan tidak selalu terikat oleh dosa. Dalam hal
ini, Allah menciptakan manusia dengan perlengkapan emosi termasuk anger. Oleh
karena itu, anger dapat menjadi keadaan emosi yang positif, misalnya kemarahan
Tuhan Yesus kepada orang-orang Farisi (Mrk. 3-5), Elia yang ditegur Allah oleh
b. Human anger adalah suatu yang buruk dan merusak. Alkitab mengatakan
bahwa segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman adalah dosa (Rm. 14:23). Alkitab
162
Agus M. Hardjana, 35 Cara Mengurangi Stres, Yogyakarta: Kanisius, 1997, hlm. 84
163
Yakub B. Susabda, Op.Cit., hlm. 7-8
72
menyaksikan betapa anger seringkali diidentikkan dengan dosa (Pkh. 7-9; Mzm.
37:8), oleh karena itu harus dikuasai (Ams. 16:32) dan dibersihkan dari unsur-unsur
c. Human Anger yang buruk membawa kepada dosa yang lebih besar. Alkitab
mengatakan marah, tetapi jangan berbuat dosa (Ef. 4:26), berarti ada kemarahan yang
tidak berakibat dosa dan ada pula kemarahan yang membawa kedalam perbuatan-
perbuatan dosa yang lebih besar, misalnya pembalasan dendam, kebencian, sakit hati,
dan sebagainya (Rm. 12:15), pelampiasan kemarahan baik dalam bentuk kata-kata
d. Human anger dapat dikontrol dan diarahkan untuk kebaikan. Dalam Alkitab
terutama kitab Mazmur, banyak kesaksian betapa human anger dapat dikontrol dan
dalam bentuk pergumulan iman kepada Allah (Mzm. 73). Alkitab tidak mengajarkan
orang percaya untuk selalu mematikan anger. Ada bagian-bagian Alkitab dimana jelas
sekali disaksikan betapa menyelesaikan anger secara positif sekali disaksikan betapa
menyelesaikan anger secara positif yang dapat dilakukan dengan keterbukaan (2 Tim.
4:2), dengan pemerbian hukuman (Ams. 23:13-14;2 Tim. 5:20), asalkan tindakan itu
Didalam kitab Amsal, manusia diminta supaya jangan mengerjakan kemarahan (15:1;
27:4) dan mengurangi kemarahan (15:18; 16:32 19:11). Penulis Amsal juga mengingatkan
pembacanya untuk berhati-hati dalam bergaul dengan orang yang cepat marah (22:24). Larangan
ini disebutkan karena “sipemarah menimbulkan pertengkaran” (29:22). Yang dikecam disini
bukanlah itu sendiri, tetapi mengecam sifat lekas marah dan secara terus meneruh marah. 164
Tidak ada yang salah dengan perasaan marah itu sendiri. Yang merusak adlaah bagaimana
mengekspresikan kemarahan, misalnya dalam tindakan kekerasan terhadap orang lain, merusak
barang-barang. Kemarahan itu juga salah dan merusak jika seseorang, itu menyimpan kemarahan
dan mengizinkannya memupuk dalam dirinya sampai ia senantiasa hidup dalam kemarahan.
164
Wahyu Prudya, Kemarahan: Bis Tetapi Bukan Kebiasaan, dalam 5 Roti 2 Ikan, Jakarta: BPK-Gunung Mulia,
1996, hlm.2
73
Kemarahn yang ditekan bisa meledak dalam satu saat sebab kemarahan yang terperangkap dalam
Sejalan dengan hal di atas Susabda juga mengatakan bahwa kemarahan bisa merupakan
sesuatu yang destructive (merusak) khususnya kalau merupakan ekspresi emosi yang tidak
terkendalikan ; bisa juga merupakan sesuatu yang construktive (membangun) akalu memotivir
kita untuk mengkoreksi kesalahan atau mengingatkan kita untuk dapat berfikir secara lebih
baik.165
Salah satu penyebab terjadinya kemarahan adalah peristiwa dukacita atau kehilangan
orang yang kita kasihi. Jadi kemarahan adalah tanggapan yang terjadi ketika seseorang lehilangan
orang yang dikasihinya. Ada kemarahan yang ditujukan kepada para dokter karena tidak dapat
berbuat lebih banyak, juga kepada staf rumah sakit karena tidak lebih memperhatikan almarhum,
dan kemarahan terhadap almarhum. Orang tersebut merasa ditinggalkan. Kemarahan juga dapat
terjadi kepada Tuhan yang mengijinkan terjadinya hal itu. Waktu itu perasaan dan penyesalamn
yang dalam meresap dalam hati karena perasaan kemarahan-kemarahan yang spontan itu. 166
Frank B. Minirth dan Paul D. Meir juga menyatakan bahwa tahap kedua yang dialami
oleh semua orang ketiak mengalami kehilangan yang berarti adalah reaksi marah yang ditujukan
terhadap orang lain terhadap dirinya sendiri. Bahkan mereka marah terhadap orang yang sudah
meninggal, meskipun ia tidak bisa berbuat apa pun dalam situasi tersebut. Pada tahap ini bisa
juga melibatkan kemarahan kepada Allah yang dianggap mengijinkan hal itu terjadi. 167 Dari
penjelasan di atas kita dapat melihat bahwa penyebab terjadinya kemarahan itu salah satunya
adalah peristiwa dukacita, kehilangan atau meninggalnya orang yang kita kasihi. Dan hal ini
dialami oleh setiap manusia walaupun mungkin volumenya yang berbeda antara satu dengan
yang lain.
165
Yakub B. Susabda, Op.Cit., hlm. 6
166
Norman H. Wright, Op.Cit., hlm. 157
167
Frank B. Minirth & Paul D. Meier, Kebahagian Sebuah Pilihan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000, hlm. 29
74
Pengaruh emosi (kemarahan) yang mengalir ke seluruh tubuh dapat menimbulkan
kekuatan yang tidak terduga yang sering kali di ekspresikan dalam bentuk perlawanan fisik,
sumpah serapah, dan macam-macam bentuk negatif lainnya. 168 Sebahagian orang memilih untuk
berbagai cara, misalnya dengan melahap makanan dalam jumlah besar, melampiaskan kemarahan
kepada orang lain, berolah raga, memukuli bantal dan yang lain-lain. 169 Pelampiasan kemarahan
dapat juga dalam bentuk Withdrawal (menarik diri dari lingkungan), menyimpan kemarahan,
Ketika suami mereka telah meninggal dalam beberapa waktu biasanya lebih kurang setahun
para janda sering melampiaskan kemarahan mereka dengan tidak mau lagi ikut ambil bagian
dalam persekutuan-persekutuan di gereja bahkan acara-acara yang bersifat umum pun seperti
pesta adat, perstiwa kematian, mereka cenderung menarik diri dan tidak mau hadir dengan
Yang bersangkutan bisa tersenyum gembira dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa, padahal
dengan menyimpan kemarahan seringkali masalah yang lebih serius muncul kemudian. Dan
hal ini menggejala dalam gejala-gejala fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan,
Biasanya kemarahan yang tidak terselesaikan akan orang yang bersangkutan untuk mencari
kambing hitam, siapa yang dapat dipersalahkan atau mencari obyek pengganti dari
Umumnya hal seperti ini ialah mereka menyelesaikan kemarahannya dengan membalas pada
sumber kemarahannya. Kalau misalnya mereka anggap dalam peristiwa kematian suaminya
168
Garry R. C ollins, Konseling Kristen Yang Efektif, Jakarta: Imanuel, 2004, hlm. 141
169
Sue Burnnham, Op.Cit., hlm. 11-12
170
Yakub B. Susabda, OP.Cit., hlm. 11-12
75
Tuhan itu tidak adil misalnya, mereka tidak mau lagi berdoa, mambaca firman dan
sebagainya.
Pada janda cenderung untuk memadamkan perasaan dan tingkah laku yang berhubungan
dengan perasaan marah, maka perasaan ini terpendam dan tidak dapat keluar secara sehat. Pada
waktu mereka tidak mengakui perasaan marah atau tidak mau mengungkapkannya, perasaan itu
diri dan menderita depresi.171 Di dalam batin, perasaan yang disimpan itu tidak mati, tidak pula
terus bersembunyi. Perasaan itu justru merembes keluar lewat jalan lain. Apabila kemarahan
yang ditekan adalah factor penyebab depresi yang dialami para janda tentu dia membutuhkan
Kemarahan yang memuncak dan terpendam karena perasaan “terluka” akan berakibat sangat
buruk bagi individu, baik itu secara fisik, psikis maupun emosionalnya. 172 Saat kemaraham mulai
memuncak hamper tidak mampu untuk melakukan tindakan-tindakan yang produktif. Kemarahan
Dengan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kemarahan dapat membuat seseorang sakit
secara fisik yaitu sakit kepala, terganggunya pencernaan dan harus dirawat di rumah sakit.
Kemarahan juga dapat menjadi pemicu depresi dan keadaan depresi dapat menjadikan seseorang
terganggu secar psikis. Keadaan emosional mereka juga terganggu sehingga mereka murah
tersinggung yang pada akhirnya menyebabkan hubungan dengan orang lain terganggu bahkan
permusuhan dengan orang lain. Kemarahan yang sering atau kemarahan yang hebat dapat
menghasilkan sakit jantung atau penyakit serangan jantung yang fatal. 173 Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Ichiro Kawachi,174 dari Harvard School of Public Health, melalu penelitiannya
171
Sue Burnham, Op.Cit. hal. 95
172
Hadi P. Sahardjo, Konseling Krisis dan Terapi Singkat, Bandung: Pionir Jaya, 2006, hal. 103
173
Weisinger (1985) mengatakan bahwa tingkat awal pada kemarahan yang timbul adalah keteganga. Saat seseorang
merasa tertekan, orang lebih mudah untuk terpancing. Otot tegang, sakit kepala dan sesak di dada. Jika tingkat
ketegangan terlalu memuncak, seseorang mungkin memandang gangguan kecil sebagai bencana besar yang
mengakibatkan keluarnya energi dengan sia-sia. Juga Hay (1996) mengatakan bahwa jika seseorang meneruskan
keyakinannya bahwa ketertekanan tidak dapat diterima akan menjadikannya naik darah (marah). Perasaan di dalam
tubuh menegangkan tulang sendi dan otot. Keteganga-ketegangan ini akan bertumbuk menjadi kemarahan selama
bertahun-tahun. Kemarahan dapat menjadi penyakit seperti radang sendi, komplikasi dan bahkan kanker. Lih. Imelda
V.G.Villar, Op.Cit.., pg.49
174
Don Colbert, Op.Cit.., hal. 45
76
bahwa yang menghubungkan kemarahan dan penyakit jantung koroner. Ia menulis resiko
serangan jantung di antara para pasien yang dikuasai kemarahan tampaknya sama kuatnya
dengan tekanan darah tinggi atau kebiasaan merokok. Para peneliti medis lainnya juga telah
melaporkan hubungan kemarahan dengan penyakit jantung. Permusuhan dan kemarahan secara
langsung berhubungan dengan rasa sakit dalam diri sejumlah orang. Kesaksian Alkitan mengenai
hal ini ada tertulis dalam Yeremia 15 :17-18 dan Mazmur 129:2-3:
“Tidak pernah aku duduk beria-ria dalam pertemuan orang-orang yang bersanda gurau;
karena tekanan tanganMu aku duduk sendiran, sebab Engkau telah memenuhi aku dengan geram.
Mengapakah penderitaanku tidak berkesudahan, dan lukaku sangat payah, sukar disembuhkan?
Sungguh, Engkau seperti sungai yang curang bagiku, air yang tidak dapat dipercayai” (Yer.
15:17-18)
“Mereka telah cukup menyesakkan aku sejak masa mudaku, tetapi mereka tidak dapat
mengalahkan aku. Di atas punggungku pembajak pembajak membajak, membuat panjang alur
Geram tentu saja merupakan suatu bentuk kemarahan. Menurut Miriam, kemarahan berarti sangat
pemazmur secara langsung menyebabkan pengaruh yang menyakitkan pada punggungnya. Bukan
hanya Alkitab mengatakan bahwa kemarahan berhubungan dengan rasa sakit pada diri seseorang,
tetapi ilmu pengetahuan juga mengatakan hal yang sama. Dr John Sarno, 175 seseorang professor
dibidang obat-obatan rehabilitas klinis melalui penelitiannya, dia menemukan bahwa sakit
punggung karena kejang dan penyakit punggung kronis sering kali merupakan akibat dari
ketegangan, stress, kecemasan, frustasi dan kemarahan terpendam. Ia berteori bahwa ketegangan
pembuluh darah yang menyerupai otot-otot dan urat-urat saraf punggung mengerut, sehingga
mengurangi suplai darah dan oksigen ke jaringan-jaringan. Akibatnya, kejang yang menyakitkan.
175
Ibid., hal. 57
77
Kehilangan adalah krisis manusia yang universal, yang menyerang setiap orang, cepat atau
lambat. Bila kematian atau suatu kehilangan hebat lainnya menyerang, tanggapan yang biasa
muncul shock (mati rasa yang alamiah) bercampur dengan perasaaan yang tidak berdasarkan
kenyataan, seperti dalam suatu mimpi buruk dan yang akan hilang sesudah terbanun. Pikiran
masih belum dapat menerima rasa sakit yang luar biasa itu, yaitu bahwa orang yang dikasihi itu
sudah benar-benar mati. Setelah penguburan dan keluarga mulai pergi barulah terasa bahwa
orang yang dikasihi itu sudah benar-benar mati. Dan mulailah kedukaan, sedih, kesepian,
kemarahan dan sebagainya menyelinap dan menguasai kehidupan orang yang ditinggalkan.
Demikianlah yang dialami oleh janda yang baru ditinggalkan suaminya. Mereka mengalami
guncangan. Beberapa hari, minggu, bulan kemudian mulai merasakan dan menerima realitas
bahwa suaminya telah meninggal. Pengalaman ini sungguh menyakitkan, dan mulai timbul rasa
kekuatiran dan juga gejala-gejala fisik yang menurun. Yang mana itu semua merupakan cirri-ciri
dari depresi dan kemarahan. Jika kedukaan atau kemarahan dan depresi ini ditekan, maka
menjadi beban yang berat bagi para janda. Makin lama penyembuhan ditunda makin besarlah
resiko depresi dan kemarahan menguasai kehidupannya. Untuk itu, sangat perlu memperhatikan
dan melakukan pelayanan yang khusus bagi mereka seperti pendampungan pastoral konseling.
Ketika penulis melakukan pendampingan, hadir, memberikan bantuan praktis dan penghiburan
rohani kepada para janda, mereka sangat terhibur. Hal ini dapat penulis rasakan dari penerimaan
mereka.
Pada kunjungan berikutnya, penulis mencoba mendengar dengan tanggap, dan menanyakan
tentang perasaan-perasaan mereka terhadap suaminya, kenangan-kenangan dan sifat yang paling
mereka hargai dari suaminya, berapa sering mereka memikirkannya atau menangis. Hal ini
pemulis lakukan untuk mendorong terjadinya katarsis pada diri janda tersebut. Dalam
mengungkapkan perasaan-perasaan mereka, tidak jarang mereka menangis, bahkan ada yang
kebencian mereka dengan kata-kata, “Kau sudah enak disana, aku menderita disini mengurus
anak yang kau tinggalkan”. Tapi setelah puas menangis dan mengungkapkan perasaan-
perasaannya, para janda itu mulai nampak lebih tenang, lebih segar dan lebih dapat menguasai
78
diri. Para perkunjungan selanjutnya, mereka kelihatannya sudah pasrah dan mulai memberanikan
diri untuk memasuki hubungan baru seperti ke persekutuan tanpa suami serta mulai kelihatan
Pastoral konseling yang dilakukan sangat signifikan menurukan tingkat depresi dan kemarahan
yang mereka alami. Dan itu terjadi karena ada yang memperhatikan dan menghibur mereka juga
yang mereka alami. Karena ketika mereka kehilangan suami, mereka sangat membutuhkan orang
Hipotesa merupakan kesimpulan sementara. Kesimpulan tersebut ada kecendrungan untuk benar
tetapi belum pasti. Sehubungan dengan itu Winarno Surakhmad mengatakan 176 Hipotesis adalah
suatu kesimpulan, tetapi kesimpulan ini belum final, masih harus dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis adalah suatu jawaban yang dianggap besar kemungkinannya untuk menjadi jawaban
yang benar apabila dengan data yang terarah serta disimpulkan bahwa hipotesis itu benar sebagai
konklusi yang sangat sementara sifatnya. Selanjutnya Kartini Kartono juga mengemukakan 177
sebuah hipotesis itu jawaban sementara dari suatu penelitian yang harus diuki kebenarannya
dengan jelas research. Oleh karena itu, hipotesis adalah jawaban sementara yang mungkin benar
dan mungkin salah. Ia akan ditola jika faktanya menyangkal, jadi hipotesisnya adalah salah. Dan
hipotesisnya akan diterima jika faktanya akan membuktikan kebenarannya. Berdasarkan hal di
atas, maka penulis membuat hipotesis karya ilmiah ini sebagai berikut : “Jika para Janda
mendapatkan pelayanan pastoral konseling, maka itu akan menurunkan depresi dan
kemarahan mereka.
176
Winarno Surakhmad : Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito, 1985, hal. 168
177
Kartini Kartono: Pengantar Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Tarsito, 1986, hal. 70
79
80