Anda di halaman 1dari 260

MANAJEMEN

STRATEGI

------------------------------

Ibrahim Ingga

PMN
2011
KATA PENGANTAR

Manajemen Strategi termasuk salah satu cabang ilmu pengetahuan


yang belum lama diajarkan di Perguruan Tinggi, jika dibanding dengan
manajemen: pemasaran, operasional/produksi, personalia/sumber daya
manusia, dan keuangan. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat
beberapa Perguruan Tinggi yang membuka konsentrasi Manajemen
Strategi. Sejalan dengan umurnya yang relatif muda, buku-buku literatur
tentang Manajemen Strategi terasa masih kurang, terutama buku-buku
yang menampilkan kombinasi antara teori dan implementasi dalam dunia
usaha dan industri.
Buku ini selain menampilkan aspek teori, juga implementasi,
bahkan hasil-hasil penelitian Manajemen Strategi. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan wawasan kepada pembaca tentang perkembangan
Manajemen Strategi secara komprehensif.
Proses penyusunan buku ini dimulai dengan materi Manajemen
Strategi yang pernah diperoleh penulis ketika mengikuti perkuliahan
pada jenjang S2 Program studi Ilmu Akuntansi Universitas Gadjah Mada
(UGM) Yogyakarta dan Program studi S3 (Doktor) Jurusan Manajemen
di Universitas Brawijaya Malang. Selain itu pengalaman mengajar di S1,
S2, S3, dan pengalaman praktis di beberapa perusahaan sebagai
Production Planning Control Manager, Accounting Manager, dan Vice
Financial Director selama 13 tahun.
i
Walaupun demikian, buku ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh sebab itu dengan tangan
terbuka penulis mengharap kiritik yang konstruktif dari pembaca demi
perbaikan buku ini.

Terima kasih.

Surabaya, 14 Desember 2011

Penulis

Dr. Ibrahim Ingga, MSi

ii
UCAPAN TERIMA KASIH

Kinerja apapun yang kita capai, tidak pernah lepas dari kontribusi pihak
lain, terutama Allah SWT. Karena itu, penting sekali jika kita
mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atau terima kasih kepada
orang-orang yang telah membantu kita. Hanyalah orang-orang sombong
yang beranggapan bahwa apapun yang dicapainya hanyalah karena
dirinya sendiri.

Kupersembahkan untuk:
Orang tua : La Ingga (alm); Wa Musaenu (alm), dan Wa
Djahariah (alm)
Istri : Nurhajati Sjam, SE
Putra-putri : Mira Inggawati, SS; Basir Ibrahim ST; dan Rahmasari
Ibrahim, Amd.
Cucu : Fazrah Azira dan Kanaya Azzahra Ibrahim

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iv

BAB 1 TINJAUAN MANAJEMEN STRATEGI..................................... 1

1.1 SIFAT MANAJEMEN STRATEGI............................................. 2


1.2 PENGERTIAN MANAJEMEN STRATEGI............................... 3
1.3 LEVEL STRATEGI.................................................................... 6
1.4 MANFAAT MANAJEMEN STRATEGI...................................... 7
1.5 RESIKO MANAJEMEN STRATEGI.......................................... 8
1.6 PROSES MANAJEMEN STRATEGI......................................... 9

Bab 2 VISI, MISI, DAN TANGGUNG-JAWAB SOSIAL.................. 14

2.1 Visi, Misi, dan Tujuan.......................................................... 15


2.2 Filosofi Perusahaan............................................................. 22
2.3 Teori Agen............................................................................ 23
2.4 Tanggung jawab Sosial........................................................ 25

Bab 3 LINGKUNGAN EKSTERNAL……………………..…………… 31

3.1 PERUSAHAAN DAN LINGKUNGAN……………………… 32


3.2 PENGERTIAN LINGKUNGAN EKSTERNAL…………..… 32
3.3 FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN EKSTERNAL……….. 33
3.4 LINGKUNGAN INDUSTRI…………………………..……….. 41
3.5 LINGKUNGAN OPERASIONAL ……………………………. 48

BAB 4 LINGKUNGAN GLOBAL……………………………………… 51

4.1 Pengembangan Perusahaan Global................................. 52


4.2 Mengapa Perusahaan Mengglobal ................................... 52
4.3 Orientasi Strategi Perusahaan Global.............................. 53
4.4 Kompleksitas Lingkungan Global.................................... 54
4.5 Pengendalian Perusahaan Global...................................... 54
4.6 Perencanaan Strategi Global.............................................. 56

BAB 5 PERAMALAN LINGKUNGAN ............................................. 59

iv
5.1 Pentingnya Peramalan Lingkungan................................... 60
5.2 Memilih Variabel-variabel Lingkungan yang Kritis........... 61
5.3 Pemilihan Sumber Informasi Lingkungan yang Signifikan 63
5.4 Evaluasi Teknik–teknik Peramalan..................................... 63

BAB 6 LINGKUNGAN INTERNAL ..................................................... 68

6.1 Pengertian Lingkungan Internal ……………………………… 69


6.2 Faktor-faktor yang Membentuk Lingkungan Internal …….. 70
6.3 Analisis SWOT …………………………………………………… 76
6.4 Analisis Value Chain .............................................................. 80
6.5 Analisis Internal ..................................................................... 84

BAB 7 STRATEGI GENERIK DAN GRAND STRATEGI .................. 90

7.1 Faktor-faktor yang Membentuk Strategi ............................. 91


7.2 Strategi Generik .................................................................... 93
7.3 Grand Strategi ....................................................................... 128

BAB 8 NILAI PELANGGAN DAN KEUNGGULAN BERSAING …... 135

8.1 Nilai Pelanggan ………………………………………………… 136


8.2 Keunggulan Bersaing ………………………………………… 145

BAB 9 ANALISIS HUBUNGAN LINGKUNGAN, STRATEGI, NILAI


PELANGGAN, DAN KEUNGGULAN BERSAING ………………….. 158

9.1. Lingkungan Strategi dan Nilai Pelanggan ……………….. 161


9.2. Lingkungan Eksternal dan Strategi Kepemimpinan
Biaya …………………………………………………………..... 171
9.3. Lingkungan Eksternal dan Strategi Diferensiasi ……….. 173
9.4. Lingkungan Eksternal dan Keunggulan Bersaing ……… 174
9.5. Lingkungan Internal dan Strategi Kepemimpinan
Biaya ……………………………………………………………. 176
9.6. Lingkungan Internal dan Strategi Diferensiasi ………….. 177
9.7. Lingkungan Internal dan Keunggulan Bersaing ………... 178
9.8. Strategi Kepemimpinan Biaya dan Nilai Pelanggan ……. 179
9.9. Strategi Kepemimpinan Biaya dan Keunggulan
Bersaing ………………………………………………………... 180
9.10. Strategi Diferensiasi dan Nilai Pelanggan ……………….. 182
9.11. Strategi Diferensiasi dan Keunggulan Bersaing .............. 182
9.12. Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing ...................... 183

vi
BAB 10 TUJUAN JANGKA PENDEK, TAKTIK FUNGSIONAL,
DAN PEMBERDAYAAN KARYAWAN ……………………………….. 186

10.1. Tujuan Jangka Pendek ……………………………………… 187


10.2. Sistem Pengendalian Operasional ................................... 188
10.3. Efektivitas Tujuan Jangka Pendek ................................... 190
10.4. Taktik Fungsional Yang Diimplementasikan Dalam
Strategi Bisnis ................................................................... 190
10.5 Pemberdayaan Personil Operasional ............................. 194
10.6 Kompensasi Bonus Eksekutif ......................................... 194
10.7 Implementasi Strategi Melalui Restrukturisasi
Organisasi .......................................................................... 195

BAB 11 PENGENDALIAN STRATEGI DAN PERBAIKAN


BERKELANJUTAN ........................................................................... 202

11.1 Pengendalian Strategi ....................................................... 203


11.2 Anggaran ............................................................................ 206
11.3 Penyusunan Anggaran Keuangan ................................... 213

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… viii

TENTANG PENULIS …………………………………………………….. xiii

vii
BAB 1 TINJAUAN
MANAJEMEN STRATEGI

TUJUAN BELAJAR

Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu


menjelaskan tentang:

1. Sifat manajemen strategi


2. Pengertian manajemen strategi
3. Level manajemen strategi
4. Manfaat manajemen strategi
5. Resiko manajemen strategi
6. Proses manajemen strategi.

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 1


1.1 SIFAT MANAJEMEN STRATEGI
Ruang lingkup tanggung jawab manajemen modern memiliki
cakupan yang lebih luas. Luasnya tidak terbatas pada lingkungan internal
saja, tetapi juga eksternal. Lingkungan internal sepenuhnya merupakan
wilayah kekuasaan manajemen, sehingga lingkungan internal lebih
mudah dikendalikan dibanding eksternal. Karena alasan itu, manajemen
sering memberikan perhatian yang lebih besar kepada lingkungan
internal. Pada hal, dalam manajemen modern perhatian terhadap dua
ling-kungan tersebut seharusnya terbagi secara rasional sesuai dengan
ting-kat kepentingan perusahaan.
Memang diakui bahwa, manajemen lebih mengutamakan upaya
upaya maksimalisasi nilai perusahaan. Namun perlu diingat bahwa
memberikan nilai tambah kepada stakeholder juga penting, terutama nilai
pelanggan. Karena nilai perusahaan dan nilai pelanggan saling berkaitan,
maka manajemen dituntut untuk memberikan perhatian yang seimbang
diantara keduanya. Di sisi lain, nilai pelanggan merupakan salah satu
faktor penting untuk membangun keunggulan bersaing. Terbentuknya
hubungan perusahaan dengan lingkungan eksternal, karena pada
dasarnya sebagian besar aktivitas perusahaan berkaitan dengan
lingkungann eksternal. Untuk memperoleh kepastian bisnis, lingkungan
eksternal dan internal harus diantisipasi, dievaluasi, dan dijadikan sebagai
sumber informasi dalam pengambilan keputusan manajemen.
Lingkungan eksternal berpotensi untuk menciptakan peluang,
sekaligus menjadi sumber ancaman bagi perusahaan. Sementara
lingkungan internal selain memiliki kekuatan, juga menjadi sumber
kelemahan bagi perusahaan. Untuk memenangkan persaingan,
seharusnya ancaman itu diubah menjadi peluang, dan kelemahan diubah
menjadi kekuatan.

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 2


Pada tingkat persaingan yang semakin ketat, mengubah kondisi
tersebut bukanlah hal yang mudah. Apa lagi peluang yang dimaksud
sering tersedia dalam jumlah dan waktu yang terbatas serta diperebutkan
oleh banyak pesaing. Konsekuensi logisnya ialah terjadi persaingan pasar
yang semakin turbulent dan sukar dihindari. Yang dapat memenangkan
persaingan dalam kondisi seperti ini ialah perusahaan yang tidak hanya
memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) tetapi memiliki
juga keunggulan bersaing (competitive advantage). Maksudnya ialah
perusahaan harus memiliki kelebihan dibanding dengan para pesaingnya.
Misalnya, memiliki: aset dan sumber daya manusia yang kualitasnya lebih
baik dibanding milik pesaing; harga produk yang rendah dibanding
pesaing, kualitas produk yang lebih baik dari pada pesaing, dan laba
yang lebih tinggi dari pada laba pesaing.
Sebagai unit kegiatan ekonomi yang independen, perusahaan harus
memiliki manajer yang mampu mengendalikan lingkungan internal, dan
mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal agar kinerja perusahaan
dapat dicapai.

1.2 PENGERTIAN MANAJEMEN STRATEGI


Strategi adalah pola atau rencana yang terintegrasi tentang tujuan
utama organisasi, kebijakan dan tindakan berangkai yang bersatu padu
secara keseluruhan (Anderson dan Atkins, 2001: 311). Pearce II dan
Robinson. JR (2000) mendefinisikan strategi sebagai perangkat
keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi
rencana yang dirancang untuk mencapai tujuan perusahaan. Pengertian
ini menekankan pada: keputusan, rencana, tujuan, kebijakan, dan
tindakan. Setiap organisasi selalu memiliki tujuan tertentu. Untuk
mencapai tujuan, perusahaan membutuhkan perencanaan dan
pengendalian. Dalam konteks ini, Anderson dan Atkins (2001),

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 3


menempatkan strategi pada level ide (ideas level), sementara
perencanaan ditempatkan pada level tindakan (action level). Meskipun
berbeda level, namun keduanya sama-sama berorientasi ke masa depan
untuk mencapai tujuan.
Pada saat pelaksanaan rencana sering terjadi hal-hal yang
bertentangan dengan rencana yang disepakati sebelumnya, sehingga
dikhawatirkan tujuan organisasi tidak tercapai. Dalam situasi demikian,
diperlukan kebijaksanaan dan tindakan yang sejalan dengan rencana
tersebut. Yang paling bertanggung-jawab untuk menetapkan kebijaksa-
naan organisasi adalah level manajemen puncak, sementara tindakan
adalah tanggung-jawab level manajemen menengah ke bawah.
Oleh sebab itu, untuk melipatgandakan kinerja perusahaan,
seharusnya manajemen puncak melibatkan seluruh karyawan untuk ikut
berpartisipasi dalam setiap proses strategi. Karyawan dapat dilibatkan
dalam perumusan, implementasi, maupun pengendalian strategi sesuai
dengan posisi mereka dalam organisasi. Tidak seperti yang dipahami
sekarang, bahwa yang terlibat dalam proses strategi hanya level
manajemen puncak dan sebagian level manajemen menengah,
sedangkan level manajemen bawah tidak pernah dilibatkan. Keterlibatan
ini penting karena:
 Karyawan yang lebih memahami kondisi yang menjadi tanggung-
jawabnya.
 Karyawan akan lebih memahami apa yang menjadi visi, misi, tujuan,
sasaran, dan strategi perusahaan.
Dengan demikian, setiap langkah atau tindakan mereka akan diarahkan
pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan visi
perusahaan. Untuk mencapai tujuan manajemen harus dapat
mempersatukan seluruh personel dalam perusahaan. Tujuannya ialah
agar mereka tidak terpecah-pecah menjadi kelompok yang saling

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 4


berhadapan antara satu dengan yang lain. Konflik bisa juga terjadi antara
serikat pekerja di satu pihak berhadapan dengan manajemen di lain pihak.
All employees, regarless of their distance the strategy formulation process,
must recognize their role in helping a firm to achieve and sustain
competitive advantage (Porter, 1985). Pearce II dan Robinson JR. (2000:
3) mengatakan bahwa, manajemen strategi didefinisikan sebagai suatu
perangkat keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan
implementasi rencana yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan
perusahaan. Suwarsono (1994: 6) mengartikan manajemen strategi
sebagai usaha manajerial menumbuh-kembangkan kekuatan perusahaan
untuk meng-eksploitasi peluang bisnis yang muncul guna mencapai tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan sesuai dengan misi perusahaan yang
telah ditentukan. Intinya ialah manajemen strategi mengandung perangkat
keputusan dan tindakan. Keputusan dan tindakan ini diformulasikan dan
implementasikan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hill dan Jones
(1995: 5) mengemukakan bahwa, strategi sebagai suatu penentuan tujuan
jangka panjang dan sasaran perusahaan, dan pelaksanaan tindakan dan
alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Pengertian di atas diungkapkan dalam redaksi yang berbeda, tetapi intinya
mengandung beberapa makna berikut ini:
1. Keputusan dan tindakan yang diformulasikan dan diimplementasikan
untuk mencapai tujuan.
2. Usaha manajerial dan menumbuhkembangkan kemampuan
perusahaan, mengeksploitasi peluang untuk mencapai tujuan
perusahaan.
3. Menentukan tujuan jangka panjang dan sasaran perusahaan,
melaksanakan tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan.
Manajemen strategi dapat dibagi menjadi 3 tahap:
 Perumusan strategi,

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 5


 Implementasi strategi, dan
 Pengendalian strategi.

Pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa, manajemen strategi adalah


seperangkat keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan dan
implementasi rencana yang didesain untuk mencapai tujuan perusahaan.

1.3 LEVEL STRATEGI


Umumnya, organisasi di bagi menjadi tiga level, yaitu: manajemen
puncak (top management), manajemen menengah (middle management),
dan manajemen bawah (lower management). Demikian juga dengan
strategi, dibagi menjadi tiga level, yaitu level: korporasi, bisnis, dan
fungsional.

1.3.1. Level korporasi:


Level korporasi meliputi: board of directors, chief of executive, dan
administrative officers. Level ini bertanggung-jawab atas tercapainya
kinerja keuangan dan nonkeuangan. Kinerja keuangan antara lain: laba
kotor, laba usaha, dan laba bersih. Kinerja nonkeuangan misalnya ialah
menciptakan kesan (image) positif dari pelanggan, dan memenuhi tang-
gung jawab sosialnya kepada masyarakat.

Tugas level korporasi adalah:


 Menentukan jenis bisnis perusahaan
 Menentukan tujuan
 Menetapkan formulasi strategi, dan
 Mengembangkan rencana jangka panjang.

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 6


1.3.2. Level Bisnis
Yang tergabung dalam level ini ialah para manajer. Mereka
bertugas menerjemahkan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh
level korporasi ke dalam tindakan nyata (real action) dan strategi untuk
divisi bisnis individu atau SBU. Intinya, dalam strategi level bisnis
manajer menentukan bagaimana perusahaan akan bersaing dalam
arena pasar produk yang selektif.

1.3.3. Level Fungsional


Yang tergabung dalam level ini ialah para manajer: pemasaran,
produksi, keuangan, geografis, dan bidang-bidang fungsional lainnya.
Mereka mengembangkan tujuan tahunan dan strategi jangka pendek
dalam bidang-bidang pemasaran, produksi, operasi, penelitian dan
pengembangan (R&D), keuangan, akuntansi, dan hubungan masyarakat.
Mereka ber-tanggung-jawab terhadap pelaksanaan rencana strategi
perusahaan. Kalau manajer level korporasi dan bisnis pusat perhatiannya
pada ”doing the right things”, sedangkan manajer level fungsional pusat
perhatiannya pada “doing things right”. Jadi, mereka menekankan pada
tercapainya efisiensi dan efektivitas produksi, pemasaran, kualitas layanan
pada pelanggan, dan peningkatan pangsa pasar.

1.4. MANFAAT MANAJEMEN STRATEGI

Penggunaan pendekatan manajemen strategi dapat menciptakan


interaksi para manajer dalam semua level organisasi. Interaksi dapat
diciptakan melalui perencanaan dan implementasi strategi. Perencanaan
yang disusun oleh manajer suatu departemen setelah disahkan oleh
atasan langsung, dikomunikasikan kepada manajer di departemen yang
lain.

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 7


Selain sebagai koordinasi, para manajer dapat melakukan koreksi secara
timbal balik manakala perencanaan yang diajukan dianggap kurang realis-
tis. Perencanaan tersebut digunakan sebagai standar dalam penilaian
implementasi strategi.
Oleh karena itu, ketepatan penilaian tentang pengaruh perumusan
strategi terhadap kinerja perusahaan tidak hanya membutuhkan kriteria
evaluasi keuangan tetapi juga kriteria evaluasi nonkeuangan dan pengu-
kuran berbasis perilaku. Aktivitas perumusan strategi dapat meningkatkan
kemampuan perusahaan untuk mencegah terjadinya masalah. Keputusan
strategi berbasis kelompok atau individu seharusnya ditarik dari alternatif
terbaik yang tersedia selama ini. Di sisi lain, keterlibatan pegawai dalam
perumusan strategi ditingkatkan karena akan memperbaiki pemahaman
mereka tentang bonus yang diberikan atas produktivitas dalam hubung-
annya dengan setiap rencana strategi. Hal ini akan meningkatkan motivasi
mereka.
Kesenjangan dan tumpang tindih dalam kegiatan diantara individu
dan kelompok dikurangi selama partisipasi mereka dalam perumusan
strategi dapat menjelaskan perbedaan peran. Selain itu, perlawanan
karyawan terhadap setiap perubahan sebaiknya dikurangi atau ditiadakan
selama perubahan itu tidak kontra produktif.

1.5. RESIKO MANAJEMEN STRATEGI


Manajemen strategi tidak hanya memiliki manfaat, tetapi juga
memiliki resiko. Manajer harus terlatih melawan 3 tipe konsekuensi negatif
yang tidak diinginkan dalam perumusan strategi, yaitu: Pertama, waktu
yang digunakan manajer dalam proses manajemen strategi yang memiliki
dampak negatif terhadap tanggung jawab operasional. Kedua, jika peru-
musan strategi tidak dilakukan dengan baik termasuk implementasinya,

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 8


mereka dapat melalaikan tanggung-jawab individunya terhadap keputusan
yang telah diambil. Ketiga, manajer strategi harus dilatih untuk meng-
antisipasi dan merespon keluhan terhadap partisipasi yang tidak diper-
hatikan.

1.6. PROSES MANAJEMEN STRATEGI


Sebagaimana halnya ilmu-ilmu yang lain, manajemen strategi dapat
pula dipandang sebagai sebuah proses. Proses biasanya dimulai dengan
input, kemudian diproses, dan berakhir dengan menghasilkan output.
Manajemen strategi dimulai dari analisis lingkungan, perumusan strategi,
implementasi strategi, dan berakhir dengan melakukan evaluasi strategi.
Hoskisson, et. al (2005) berpendapat bahwa, proses manajemen strategi
dimulai dengan melakukan studi tentang lingkungan eksternal, lingkungan
internal, mengidentifikasi peluang dan tantangan, serta menentukan
bagaimana menggunakan kemampuan sumber daya, kompetensi inti
untuk mengejar hasil yang diinginkan strategi.
Menurut model ini, komponen manajemen strategi meliputi: misi dan
tanggung sosial, pengamatan lingkungan eksternal, analisis internal,
analisis strategi, analisis dan pemilihan strategi, penetapan tujuan jangka
panjang, strategi generik, dan grand strategi, menetapkan tujuan jangka
pendek yang meliputi: sistem hadiah, taktik fungsional dan kebijakan, tin-
dakan pemberdayaan, melakukan restrukturisasi, rekayasa ulang,
meninjau kembali fokus organisasi, pengendalian strategi, dan perbaikan
secara berkesinambungan.

1.6.1. Misi Perusahaan


Misi menggambarkan produk perusahaan, pasar, dan bidang-bidang
teknologi perusahaan yang sedikit banyak menekankan nilai-nilai dan

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 9


prioritas pengambil keputusan strategi. Tanggung-jawab sosial adalah
pertimbangan kritikal untuk pengambil keputusan strategi perusahaan
sejak pernyataan strategi harus menekankan bagaimana kecenderungan
perusahaan untuk memberikan kontribusi pada masyarakat secara
berkesinambungan.

1.6.2. Analisis Internal


Perusahaan melakukan analisis secara kuantitatif dan kualitatif
terhadap sumber-sumber keuangan, SDM, sistem, dan pisik. Dengan
analisis tersebut dapat diketahui kekuatan dan kelemahan manajemen dan
struktur organisasi perusahaan.

1.6.3. Lingkungan eksternal


Lingkungan eksternal dan perusahaan bagaikan dua sisi mata uang.
Tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya, karena mereka saling
membutuhkan. Lingkungan eksternal perusahaan terdiri dari semua
keadaan dan kekuatan yang berpengaruh pada pilihan strategi batasan
situasi persaingannya. Model manajemen strategi menunjukkan
lingkungan eksternal sebagai 3 segmen yang berinteraksi yaitu lingkungan
jauh (remote environmental), industri, dan operasional.

1.6.4. Analisis dan Pemilihan Strategi


Menganalisis dan memilih strategi tunggal atau pusat bisnis produk
atau jasa yang dominan berkisar pada identifikasi strategi yang paling
efektif dalam membangun keunggulan bersaing secara berkesinambungan
yang didasarkan pada aktivitas value chain dan kapabilitas kompetensi inti
perusahaan. Ada beberapa kemungkinan, strategi apa yang akan dipilih.
Apakah strategi kepemimpinan biaya, strategi diferensiasi, atau fokus.
Sebelum memilih salah satu strategi, perlu dilakukan analisis terlebih

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 10


dahulu, strategi mana yang lebih efektif dalam membangun keunggulan
bersaing.

1.6.5. Tujuan Jangka Panjang


Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai perusahaan ialah:
profitabilitas, ROI, posisi persaingan, keunggulan teknologi, produktivitas,
hubungan karyawan, tanggung-jawab publik, dan pengembangan karya-
wan. Mempertahankan faktor-faktor tersebut dalam jangka panjang ada-
lah sesuatu yang mutlak bagi manajemen, karena dengan demikian, cepat
atau lambat perusahaan dapat: (1) mempertahankan kelanjutan usaha-
nya (going concern), (2) membangun keunggulan bersaing, (3) mening-
katkan nilai perusahaan, dan (4) menciptakan reputasi perusahaan,

1.6.6 Strategi Generik dan Grand Strategi


Secara umum, strategi generik telah dikenal sebagai strategi yang
meliputi: harga rendah (low cost), diferensiasi, dan fokus. Sedangkan
grand strategi meliputi: konsentrasi, pengembangan pasar, pengembang-
an produk, inovasi, integrasi horizontal, integrasi vertikal, usaha patungan,
aliansi strategi, perkongsian, difersifikasi konsentris, difersifikasi konglome-
rasi, perubahan haluan, pelepasan, dan likuidasi.

1.6.7 Rencana Tindakan dan Tujuan Jangka Pendek


Rencana tindakan menerjemahkan strategi generik dan grand
strategi ke dalam tindakan dengan menyatukan 4 elemen. Pertama
mengidentifikasi fungsi taktis dan tindakan yang spesifik untuk dilaksa-
nakan pada minggu, bulan, atau 4 bulanan sebagai bagian dari upaya
bisnis untuk membangun keunggulan bersaing. Kedua, kerangka waktu
yang jelas untuk penyelesaian. Ketiga, rencana tindakan yang menghasil-

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 11


kan akuntabilitas dengan melakukan identifikasi siapa yang bertanggung-
jawab terhadap setiap tindakan dalam rencana. Keempat, setiap rencana
tindakan memiliki satu atau lebih tindakan yang lebih spesifik, tujuan yang
mendesak yang diidentifikasi sebagai hasil tindakan.
Tujuan jangka pendek dapat dilihat dalam anggaran. Karena
anggaran itu memuat tentang hal-hal yang akan dicapai dalam kurun
waktu 1 tahun yang akan datang. Setelah anggaran dilaksanakan,
kemudian anggaran dievaluasi, apakah ada penyimpangan anggaran atau
tidak. Kalau ternyata ada penyimpangan anggaran, manajer perlu
mengambil tindakan perbaikan.

1.6.8. Taktis Fungsional


Manajer dalam setiap fungsi bisnis mengembangkan taktik-taktik
yang menggambarkan aktivitas fungsi yang dilaksanakan dalam bagian
bisnis mereka dan biasanya termasuk bagian penting dari rencana
tindakan mereka. Taktis fungsional adalah pernyataan rinci dari pengertian
atau aktivitas yang digunakan untuk mencapai tujuan jangka pendek dan
membangun keunggulan bersaing.

1.6.9. Kebijakan dan Tindakan Pemberdayaan


Kecepatan adalah kebutuhan yang kritis untuk mencapai kesuksesan
dalam persaingan dan pasar global saat ini. Kebijakan adalah luas,
menetapkan keputusan yang dapat dijadikan teladan atau sebagai
pedoman dalam pengambilan keputusan manajerial yang dilakukan secara
berulang-ulang. Kebijakan sering meningkatkan efektivitas manajerial
dengan menetapkan standar secara rutin, keputusan dan pemberdayaan
atau perluasan kebijakan manajer.

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 12


1.6.10 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan

Pengendalian strategi berkaitan dengan aktivitas mengikuti


jalannya suatu strategi yang sedang diimplementasikan, mendeteksi
masalah atau perubahan-perubahan yang terjadi pada pokok-pokok
pikirannya, dan membuat penyesuaian yang diperlukan. Perbaikan
berkelanjutan memberikan suatu cara kepada manajer suatu bentuk
pengendalian strategi yang diperbolehkan organisasi untuk merespon
lebih proaktif dan tepat waktu agar dapat mempercepat pengembangan
ratusan bidang yang mempengaruhi keberhasilan bisnis.

Pertanyaan-pertanyaan:
1. Jelaskan sifat manajemen strategi
2. Jelaskan pengertian strategi
3. Sebutkan dan jelaskan 3 level manajemen strategi
4. Sebutkan dan jelaskan 5 macam manfaat manajemen strategi
5. Sebutkan dan jelaskan 3 macam resiko Manajemen Strategi
6. Jelaskan bagaimana proses manajemen strategi.

Bab 1 Tinjauan Manajemen Strategi 13


BAB 2 VISI DAN
TANGGUNGJAWAB SOSIAL

TUJUAN BELAJAR

Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu


menjelaskan tentang:

1. Pengertian visi, misi, tujuan, dan sasaran


2. Hubungan Visi, Misi, Tujuan, Program, Anggaran dan Sasaran
3. Perumusan Misi
4. Sosialisasi Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
5. Filosofi Perusahaan
6. Teori agen
7. Tanggung-jawab sosial
8. Perdebatan tentang Corporate Social Responsibility (CSR)

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 14


2.1. VISI, MISI, DAN TUJUAN
Dalam manajemen tradisional, perencanaan jangka panjang disusun
tidak bersistem. Visi, misi, dan tujuan ditetapkan oleh manajemen puncak.
Strategi juga dipilih oleh manajemen puncak untuk mewujudkan visi dan
tujuan perusahaan. Berdasarkan visi, misi, dan tujuan, staf ahli
manajemen puncak kemudian menerjemahkan strategi ke dalam rencana
laba jangka panjang dan rencana laba jangka pendek. Kemudian
disosialisasikan atau dikomunikasikan kepada manajemen menengah dan
bawah agar dipahami dan dilaksanakan. Hal ini senada dengan apa yang
dikemukakan oleh Mulyadi (2001; 34) bahwa: Dalam penyusunan rencana
laba jangka panjang sedikit sekali melibatkan manajemen menengah dan
bawah, apalagi karyawan. Pendekatan semacam ini disebut top down.
Karena semuanya ditetapkan oleh manajemen puncak, berarti manajemen
menengah dan bawah tidak memberikan kontribusi atas penentuan visi,
misi, dan tujuan. Jika ini yang terjadi, maka tidak akan tercipta sinerji
antara manajemen puncak, menengah, dan bawah. Akhirnya, misi
perusahaan tidak bisa diimplementa-sikan sesuai dengan arah visi dan
tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam perumusan strategi, memang perlu diketahui terlebih dahulu
apa visi, misi, dan tujuan perusahaan. Kemudian dirumuskan secara
singkat, jelas, dan disosialisasikan agar mudah dipahami oleh semua level
manajemen dan karyawan. Hal ini dimaksudkan agar terdapat sinerji
antara perumusan dan implementasi strategi. Visi memberikan arah
terhadap misi dan sebagai pedoman penyusunan strategi perusahaan.
The second component of a company’s statement, the
detailing of its vision and major corporate goals, is a formal
declaration of what the company is trying to achieve. The
spelling out of the vision and major goals gives direction to the
corporate mission statement and helps guide the formulation
of strategy (Hill dan Jones, 1995: 39).

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 15


2.1.1. Pengertian Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran

Visi merupakan harapan yang ingin dicapai oleh seseorang atau


perusahaan di masa mendatang. Visi biasanya dirumuskan dalam bentuk
abstrak yang sukar diukur secara kuantitatif, baik dari aspek waktu,
maupun dalam satuan moneter. Visi tidak ditetapkan dalam jangka waktu
tertentu. Visi dapat diubah jika dianggap tidak sesuai lagi dengan filosofi
perusahaan. Misal, tidak sesuai dengan dasar-dasar kepercayaan, nilai,
dan aspirasi. Untuk merealisir visi, perlu dijabarkan ke dalam tujuan, dan
untuk mencapai tujuan perlu dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran.
Misi adalah serangkaian aktivitas atau langkah yang dilakukan
untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Dalam sebuah perusahaan
industri, misi dapat dimulai dari aktivitas yang berkaitan dengan
pemasaran, kemudian disusul oleh aktivitas produksi/operasional, dan
setelah itu diikuti oleh aktivitas yang berkaitan dengan pembelian, sumber
daya manusia, keuangan, penelitian dan pengembangan, akuntansi, dan
sebagainya. Semua aktivitas tersebut akan diarahkan kepada pencapaian
visi, tujuan dan sasaran perusahaan. Misalnya, kalau visi perusahaan
adalah menciptakan kesejahteraan pemegang saham, manajer, dan
karyawan, tentu tujuannya ialah menciptakan laba perusahaan. Untuk
mencapai laba, sasaran yang hendak dicapai ialah: departemen
pemasaran harus mencapai atau meningkatkan target pendapatan
perusahaan, departemen produksi/ operasional harus mencapai volume
produksi sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang dapat diterima
pelanggan, dan departemen penunjang lainnya harus meningkatkan
efisiensi, paling tidak realisasi biaya sesuai dengan yang dianggarkan.
Tujuan (goal) digunakan untuk pernyataan mengenai apa yang
ingin dicapai organisasi secara luas dan berlaku tanpa batasan waktu
tertentu. Misalnya, perusahaan menetapkan tujuan untuk mencari laba,
berlaku sampai kapanpun, selama perusahaan masih beroperasi, maka

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 16


laba tetap merupakan tujuan terpenting. Secara luas berarti bahwa,
tujuan itu dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk, misalnya tujuan:
mencapai laba, menciptakan efisiensi, dan meningkatkan kekayaan
pemilik. Tujuan dirumuskan secara singkat, jelas dan dalam bentuk yang
lebih terukur secara kuantitatif, baik satuan waktu maupun moneter.
Misalnya, laba yang akan dicapai oleh PT. Sentura pada tahun 2010
sebesar Rp. 6,7 milyar. Tujuan merupakan hasil penjabaran dari sebuah
visi yang ditetapkan dalam waktu tertentu. Tujuan dapat dibagi menjadi
tujuan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek.
Sasaran (objectives) digunakan untuk pernyataan yang lebih
spesifik mengenai apa yang ingin dicapai dalam waktu tertentu (Anthony
et al.,1984: 97). Sasaran merupakan arah yang hendak dicapai oleh
masing-masing departemen atau bagian. Misalnya, pada tahun 2010
sasaran Departemen Pemasaran PT. Sentura ialah mencapai penjualan
sejumlah Rp. 6,7 triliyun. Pada tahun 2010 sasaran Departemen Produksi
PT. Sentura ialah ingin mencapai volume produksi sebanyak 1.500 unit.

2.1.2. Perumusan Misi


Paling tidak ada 6 hal yang seharusnya diperhatikan dalam perumus-
an misi yaitu :
 Produk atau jasa bisnis dapat memberikan manfaat paling tidak sama
dengan harga produk.
 Produk atau jasa dapat memuaskan kebutuhan pelanggan khususnya
segmen pasar yang saat ini belum cukup terpenuhi.
 Teknologi yang digunakan menghasilkan biaya dan kualitas produk
atau jasa yang kompetitif. Kualitas produk mencapai tingkat AQL
(Acceptable Quality Level).
 Dengan kerja keras dan saling mendukung satu sama lain, bisnis tidak
hanya survive tetapi juga berkembang, dan dapat menghasilkan laba.

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 17


 Secara filosofis manajemen bisnis akan menghasilkan kesan publik
yang menguntungkan dan memberikan hadiah keuangan dan psikologis
bagi mereka yang ingin menginvestasikan tenaga dan uang untuk
membantu keberhasilan bisnis.
 Konsep kewirausahaan bisnis sendiri dapat dikomunikasikan dan
diadopsi oleh karyawan dan pemegang saham.
Sebagai bisnis yang tumbuh atau dipaksa oleh tekanan misi
perusahaan barangkali merupakan sesuatu yang diperlukan. Jika
demikian halnya, perbaikan tentang pernyataan misi akan mengandung
beberapa komponen utama. Komponen itu akan menetapkan tipe-tipe
utama sebuah produk atau jasa yang bersaing untuk mengubah pasar
produk, teknologi, dan menegaskan akan ditawarkan pada pasar utama
atau kelompok pelanggan mana yang akan dilayani, dan teknologi apa
yang digunakan dalam produksi atau penyerahan produk. Satu hal yang
juga tidak kalah penting ialah perhatian perusahaan yang paling
mendasar untuk mempertahankan kelanjutan hidupnya melalui
pertumbuhan dan profitabilitas; filosofi manajemen; kesan publik yang
harus diketahui oleh perusahaan; dan membangun konsep-konsep
sendiri yang sesuai dengan apa yang telah dimiliki perusahaan.

2.1.3. Hubungan Visi, Misi, Tujuan, Program, Anggaran, dan Sasaran


Program
Program adalah rencana kegiatan jangka panjang yang akan
dilaksanakan di masa mendatang yang dinilai dengan satuan moneter.
Jangka panjang dikonotasikan dalam rentang waktu yang lebih dari satu
tahun, sehingga dalam kenyataan, ada program yang disusun dalam
jangka waktu 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun, 10 tahun, bahkan 25 tahun. Isinya
ialah rencana kegiatan dan nilai moneter yang akan dicapai di masa
mendatang. Program, selain dijadikan sebagai dasar untuk menyusun
anggaran, juga digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian.
Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 18
Melalui program, manajemen dapat mengetahui kekuatan dan
kelemahan perusahaan dalam jangka panjang. Misalnya, besarnya
pangsa pasar, tingkat likuiditas, dan arus kas. Jika dibandingkan dengan
pesaing, maka posisi perusahaan dapat diketahui, apakah berada di atas,
di tengah, atau di bawah. Atau dengan kata lain apakah perusahaan lebih
kuat, sama kuat, atau sangat lemah dibanding pesaing. Berdasarkan
informasi tersebut dapat diprediksi apakah perusahaan bisa
memenangkan persaingan atau tidak di masa mendatang.

Anggaran
Anggaran (budget) adalah rencana kegiatan jangka pendek yang
dinilai dengan satuan moneter untuk dilaksanakan dalam waktu 1 tahun ke
depan. Anggaran tidak hanya merupakan irisan, tetapi juga hasil
penjabaran dari program. Anggaran dijadikan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan (laba) perusahaan.
Idealnya, hasil pelaksanaan harus sama atau realistis dari apa yang
telah dicantumkan dalam anggaran. Melalui anggaran, dapat pula
diketahui kekuatan atau kelemahan perusahaan selama satu tahun ke
depan. Misalnya, pada bulan apa perusahaan akan mengalami kenaikan
atau penurunan penjualan. Atau kapan perusahaan akan mengalami
surplus atau menderita defisit kas, dan sebagainya. Manajemen yang
bekerja atas dasar anggaran akan lebih bijak dan waspada.
Manajemen harus proaktif, tidak boleh reaktif dalam penyusunan
anggaran. Proaktif dalam penyusunan anggaran, berarti anggaran disusun
secara rutin, setiap tahun, tanpa melihat perusahaan dalam kondisi seperti
apa. Sebaliknya, reaktif berarti anggaran disusun tidak secara rutin, tidak
disusun setiap tahun, kecuali ada hal-hal tertentu. Misalnya, manajemen
menyusun anggaran kalau kondisi keuangan perusahaan cenderung naik
setiap tahun, atau sebaliknya kalau kondisi keuangan menurun.

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 19


Anggaran sebagai alat pengendalian, berarti anggaran dijadikan
sebagaai acuan dalam pelaksanaan. Manajer harus bisa meyakinkan
bahwa pelaksanaan aktivitas selalu sama atau sesuai dengan apa yang
telah dianggarkan. Oleh sebab itu, setelah pelaksanaan dievaluasi, maka
hasilnya dibandingkan dengan anggaran.
Anggaran dibagi menjadi anggaran: penjualan, produksi, pembelian,
dan biaya. Anggaran merupakan informasi tentang kekuatan dan
kelemahan perusahaan dalam waktu 1 tahun mendatang, sehingga dapat
diprediksi apakah perusahaan bisa atau tidak bersaing dengan rivalnya di
masa mendatang.
Hubungan visi, misi, program, anggaran, tujuan, dan sasaran dapat
dikemukakan berikut ini.

Bagan: 1
Hubungan Visi, Misi, Program, Anggaran, Tujuan, dan Sasaran

Misi
Visi

Program

Anggaran Tujuan

Sasaran

Keterangan bagan:
Untuk mencapai visi yang diharapkan, maka visi harus dijabarkan ke
dalam tujuan. Tujuan ditetapkan untuk periode 1 tahun dan besarnya

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 20


terukur. Tujuan dijabarkan ke dalam beberapa sasaran sesuai dengan
pusat pertanggung-jawaban yang dimiliki perusahaan. Sasaran yang
hendak dicapai harus jelas dan terukur pula. Misalnya, sasaran pusat
pendapatan ialah mencapai pendapatan sesuai dengan anggaran,
sasaran pusat laba ialah mencapai laba, sasaran pusat investasi ialah
mencapai ROI sesuai dengan target.
Untuk mencapai visi dibutuhkan misi. Misi tersebut dijabarkan ke dalam
program menjadi kegiatan-kegiatan jangka panjang. Kemudian, program
dijabarkan ke dalam anggaran menjadi kegiatan-kegiatan jangka pendek
dengan besaran moneter untuk periode 1 tahun.

2.1.4. Sosialisasi Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran


Kalau visi, misi, tujuan dan sasaran (VMTS) ditetapkan melalui
pendekatan bottom up, maka sosialisasi tidak lagi begitu penting, karena
karyawan dari level organisasi paling bawah (lower management) sudah
memahami sebelumnya. Akan tetapi kalau VMTS ditetapkan dengan
menggunakan pendekatan top down, maka sosialisasi masih diperlukan,
karena VMTS dirumuskan oleh manajemen puncak yang tidak melibatkan
level bawah organisasi. Sosialisasi VMT melibatkan seluruh karyawan
dalam perusahaan, sedangkan sosialisasi tentang sasaran hanya
melibatkan karyawan yang berada di departemen yang bersangkutan.
Dengan pendekatan top down, berarti tidak melibatkan elemen
organisasi paling bawah. Kelemahan pendekatan ini tidak menciptakan
motivasi pada lower management, bahkan mereka kurang bertanggung-
jawab atas keberhasilan pelaksanaan misi dan tercapainya sasaran,
tujuan, dan visi. Salah satu kebaikan pendekatan top down ialah
penggunaan waktu dan alokasi dana lebih efektif, karena kantor pusatlah
yang lebih tahu tentang jumlah dana yang dimiliki. Lain halnya dengan
pendekatan bottom up, mereka pada level bawah tidak mengetahui jumlah

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 21


dana yang dimiliki ooleh kantor pusat, sehingga anggaran yang diminta
sering kali melebihi jumlah yang sebenarnya dibutuhkan. Atau dengan
kata lain, setiap manajer departemen berlomba-lomba menaikkan
anggarannya lebih tinggi dari yang sebenarnya.

Sebagai ilustrasi, Visi dan Misi Propinsi Jawa Timur (Kebijakan


Pembangunan di Jawa Timur tahun 2002 – 2005)

VISI:
Propinsi Jawa Timur memiliki visi yaitu: “Terwujudnya Masyarakat Jawa
Timur Yang Maju, Berdaya Saing, Sejahtera dan Berakhlak Mulia Dalam
Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

MISI:
Sedangkan misi Propinsi Jawa Timur ialah:
a. Peningkatan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama diiringi
dengan penghayatan dan pengamalan nilai-nlai Pancasila secara
konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Penegakan supermasi hukum dan Hak Asasi Manusia yang didasari
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Pemantapan kehidupan politik yang demokratis dengan melibatkan
peran serta seluruh komponen masyarakat dalam pemerintahan
otonom yang berwawasan kesatuan.
d. Peningkatan perekonomian daerah secara terpadu dengan
pemberdayaan potenssi masyarakat serta pemanfaatan teknologi
maupun potensi sumber daya alam yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
e. Perwujudan aparatur pemerintah yang amanah, professional dan
berjiwa kewirausahaan yang mengutamakan kepentingan rakyat.
f. Peningkatan peran pemuda dan perempuan serta menjamin
kesetaraan jender dalam aspek kehidupan berbangsa dan dan
bernegara.

2.2. FILOSOFI PERUSAHAAN


Pernyataan filosofi perusahaan sering juga disebut company creed,
biasanya muncul dalam pernyataan misi perusahaan. Filosofi perusahaan

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 22


merupakan refleksi atau ketetapan tentang dasar kepercayaan, nilai-nilai,
aspirasi, dan prioritas kefilsafatan. Atas dasar itulah pembuat keputusan
atau manajer strategi berkomitmen memimpin perusahaan. Untungnya,
para filsuf mengubah sedikit filosofi tersebut dari perusahaan yang satu ke
perusahaan yang lain. Pemilik dan manajer pada umumnya menerima
secara mutlak, tidak tertulis, belum merasa kode perilaku yang berpe-
ngaruh pada tindakan bisnis dan membolehkan mereka menjadi lebih
besar dengan aturan sendiri.

2.3. TEORI AGEN


Ketika ada pemisahan fungsi antara pemilik (prinsipal) dengan
manajer (agen) suatu perusahaan, maka keinginan pemilik berpotensi
akan diabaikan oleh agen. Prinsipal mendelegasikan wewenangnya
kepada agen untuk mengelola perusahaan. Dengan demikian, terjadilah
hubungan diantara mereka walaupun berbeda fungsi. Prinsipal sebagai
pemilik ekuitas, agen sebagai pengelola perusahaan memiliki kepentingan
yang berbeda. Prinsipal berkepentingan terhadap deviden, sehingga agen
dituntut untuk mencapai laba seperti yang dianggarkan. Untuk mencapai
laba sesuai dengan anggaran, maka agen harus bekerja secara efektif dan
efisien.

2.3.1. Masalah antara Prinsipal dan Agen


Menurut prinsipal pendapatan perusahaan harus ditingkatkan, dan
biaya-biaya dikendalikan. Namun, di lain pihak, agen mengharapkan gaji
yang tinggi. Hal ini tentu kontra produktif dengan keinginan prinsipal.
Karena pemilik hanya memiliki akses informasi yang relatif kecil tentang
kinerja agen atau eksekutif, maka pemilik sukar memonitor keputusan atau
tindakan eksekutif secara maksimal. Akibatnya, eksekutif bebas memenuhi
kepentingannya. Kondisi seperti ini disebut oleh Pearce II dan Robinson
JR.(2000) sebagai ”The moral hazard problem orshirking”.
Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 23
Sebagai hasil moral hazard, eksekutif dapat merancang sebuah
strategi yang kemungkinan besar memberikan manfaat pada mereka
sendiri, sementara kesejahteraan perusahaan hanyalah merupakan
pertimbangan kedua.
Ditinjau dari perspektif manajemen strategi ada 5 jenis masalah yang
dapat muncul karena hubungan keagenan diantara pemilik ekuitas dan
eksekutif perusahaan, yaitu:
 Eksekutif hanya mengejar peningkatan pertumbuhan ukuran
perusahaan dari pada pendapatan. Di lain pihak, pemegang saham
umumnya ingin memaksimalisasi pendapatan, karena pendapatan
dapat meningkatkan nilai saham.
 Eksekutif mencoba menciptakan berbagai macam resiko perusahaan.
Sementara pemegang saham mengubah resiko investasi melalui
manajemen portofolio saham individu, karier manajer, dan insentif
saham adalah berkaitan dengan kinerja perusahaan tunggal.
 Eksekutif menghindari resiko.
 Eksekutif bertindak untuk mengoptimalkan gaji personil mereka.
 Eksekutif bertindak untuk melindungi statusnya.
Dalam kondisi demikian, sering terjadi arus informasi yang tidak
seimbang (asimitris) antara prinsipal dan agen, sehingga prinsipal sukar
mengikuti dan mengendalikan perkembangan perusahaan. Jika hal ini
tidak cepat diatasi, cepat atau lambat akan merugikan perusahaan, dan
pada gilirannya kepentingan prinsipal dan agen akan terancam. Dampak
yang lain, akan timbul kesulitan bagi perusahaan untuk bersaing dengan
para pesaingnya. Untuk mengatasi hal tersebut, tentu dibutuhkan goal
congruence antara ke belah pihak, yaitu keinginan pemilik untuk
meningkatkan kekayaannya dan kepentingan eksekutif untuk mening-
katkan kesejahteraannya akan bertemu pada titik yang paling ideal.

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 24


2.3.2 Pemecahan Masalah Agen
Karena masalah ini dipicu oleh perbedaan kepentingan, maka
pemecahan pemicu masalah yang paling mendasar ialah membangun
goal congruence. Jika goal congruence telah dibangun, kemungkinan
pemecahan berikut ini dapat dilakukan:
 Pemilik harus membayar premi kepada eksekutif sebagai jasanya.
 Eksekutif menerima kompensasi
 Menciptakan tim eksekutif yang memiliki jarak lintas yang berbeda unit
perusahaan yang dapat membantu pengukuran kinerja organisasi dari
pada tujuan personal. Melalui tim eksekutif, kepentingan pemilik akan
diprioritaskan.

2.4 TANGGUNG-JAWAB SOSIAL


Sebagai unit ekonomi, perusahaan berinteraksi dengan lingkungan
sosial di mana beroperasi. Pihak-pihak yang mewakili perusahaan dalam
interaksi ini adalah komisaris/pemegang saham, direksi, karyawan;
sedang-kan lingkungan sosial adalah pelanggan, pemasok, kreditur,
pemerintah, organisasi kemasyarakatan, pesaing, dan masyarakat luas.
Interaksi terse-but, membuktikan bahwa perusahaan dengan lingkungan
sosialnya saling membutuhkan.
Kebutuhan perusahaan terhadap lingkungannya tergantung pada
jenis usahanya. Kebutuhan perusahaan dagang berbeda dengan
kebutuhan indus-tri manufaktur, begitupun perusahaan jasa. Misalnya,
perusahaan dagang dan jasa membutuhkan tenaga kerja, tetapi kalau
industri manufaktur selain membutuhkan tenaga kerja dari lingkungannya,
juga membutuhkan bahan baku. Bahan baku tersebut akan diproses lebih
lanjut untuk menghasilkan barang jadi. Semakin banyak kebutuhan
perusahaan terhadap lingkungan, semakin banyak pula interaksi yang
terjadi di antara mereka. Kebutuhan perusahaan yang semakin banyak ini

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 25


akan memicu aktivitas perusahaan semakin meningkat. Dalam aktivitas
yang semakin meningkat akan menimbulkan dampak kepada lingkungan,
misalnya kegiatan proses produksi menimbulkan polusi udara, pence-
maran air, suara bising, dan bau yang tak sedap. Dalam kondisi seperti ini,
perusa-haan harus bertanggungt-jawab atas kerusakan lingkungan sosial-
nya. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
strategis.
Gambar berikut ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
tentang hubungan inside stakeholders, misi perusahaan, dan outside
stakeholders.

Bagan: 2

Hubungan Inside Stakeholders, Misi Perusahaan,


dan Outside Stakeholders:

Inside stakeholders Outside


stakeholders
Customers
Executive officers Company Suppliers
Boards of directors mission Creditors
Stockholders Governments
Employees Unions
Competitors
General Public

Sumber: Pearce II and Robinson. JR., Strategic Management, 2000

2.4.1 Tanggung-jawab Sosial dan Profitabilitas Perusahaan


Setiap kegiatan yang bersentuhan dengan aspek sosial sering
dikono-tasikan sebagai beban (expenses) bagi perusahaan, sehingga ada

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 26


kekhawatiran profitabilitas akan menurun. Memang dalam jangka pendek
kemungkinan bisa terjadi demikian, karena melaksanakan tanggung-jawab
sosial berarti mengorbankan sebagian likuiditas yang dimiliki perusahaan.
Namun dalam jangka panjang, pengorbanan tersebut bisa menghasilkan
pendapatan, karena sebelumnya perusahaan telah melakukan investasi
sosial.
Ada 3 alasan mendasar mengapa manajer memperhatikan tanggung-
jawab sosial:
 Keberadaan hak-hak perusahaan tergantung pada keperduliannya
terhadap lingkungan eksternal.
 Pemerintah perlu menerbitkan peraturan jika perusahaan tidak perduli
terhadap perubahan standar sosial.
 Tanggapan perusahaan merupakan kebijakan sosial yang dapat
mening-katkan kemampuan jangka panjang perusahaan.

2.4.2 Pengaruh Tanggung-Jawab Sosial Terhadap Misi


Pernyataan tentang misi tidak hanya menunjukkan produk atau jasa
apa yang akan dihasilkan, bagaimana memproduksinya, pasar apa yang
akan dilayani, tetapi juga mewujudkan apa yang dipercaya perusahaan.
Hal ini penting bahwa pernyataan misi mengakui sah tuntutan para
stakeholdernya, termasuk kreditur, pelanggan, pemasok, pemerintah,
serikat kerja, pesaing, komunitas lokal, dan elemen-elemen masyarakat
luas.
Pendekatan stakeholder telah diterima secara luas di perusahaan-
perusahaan Amerika Serikat. Sebagai contoh, telah dilakukan survei para
direktur pada 291 perusahaan besar di Amerika Serikat bagian tenggara,
menemukan bahwa para direktur memiliki orientasi yang tinggi pada stake-
holder. Pelanggan, pemerintah, pemegang saham, pekerja, dan masyara-
kat adalah stakeholder yang dianggap sangat penting oleh para direktur.

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 27


Dalam pengembangan misi, manajer harus mengetahui semua kelompok
stakeholder dan mempertimbangkan hubungan baik dan kemampuan
yang bisa berpengaruh pada keberhasilan perusahaan.

2.4.3 Perdebatan tentang Corporate Social Responsibility (CSR)


Pertanyaan yang muncul ialah apakah perusahaan harus bertang-
gung-jawab pada lingkungan sosial? Ada 2 pendapat sebagai jawaban
atas pertanyaan tersebut. Pertama, seharusnya perusahaan bertanggung-
jawab terhadap lingkungan sosialnya. Paling tidak, ada 3 alasan sebagai
dasar pertimbangan. Alasan pertama, perusahaan menempati lingkungan
terten-tu untuk beroperasi. Kedua, perusahaan mengeks-ploitasi
lingkungan untuk memperoleh berbagai sumber daya ekonomi. Ketiga,
perusahaan melaku-kan kegiatan proses produksi yang menim-bulkan
polusi udara, kebisingan, bau busuk, pencemaran terhadap sumber air,
dan sebagainya.
Pendapat kedua, perusahaan tidak perlu ikut bertanggung-jawab
terhadap kerusakan lingkungan sosial, karena perusahaan telah
membayar pajak kepada pemerintah. Pajak ini merupakan kompensasi
terhadap kerusakan lingkungan yang telah dilakukan oleh perusahaan.
Jadi, peme-rintah yang seharusnya menggunakan pajak itu untuk
memperbaiki keru-sakan lingkungan sosial.
Friedman, et. al (1962) mengemukakan bahwa:
Few trends could do thoroutghly undermine the very
foundations of our free society as acceptance by corporate
officials of a social responsibility other than to make as much
money for their stockholders as possible.

Bahkan Friedman, et al. (1962) percaya bahwa, suatu perusahaan hanya


bertanggung-jawab pada kesejahteraan pemegang saham secara finansil.
Untuk mencapai tujuan ini, perusahaan harus menekan biaya seoptimal
mungkin termasuk menolak CSR.
Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 28
2.4.4. Mengatasi Kerusakan Lingkungan Sosial
Biaya yang ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan sosial tergantung
pada besar kecilnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan yang kecil
mungkin tidak menimbulkan masalah bagi perusahaan, tetapi kalau
kerusakan besar tentu akan menimbulkan masalah, karena akan
mengganggu likuiditas perusahaan. Itulah sebabnya, kebanyakan
perusahaan masih merasa enggan untuk memperbaiki kerusakan
lingkungan sosial. Mereka berang-gapan bahwa biaya yang besar itu akan
menambah biaya yang selama ini dikeluarkan perusahaan. Dampaknya
ialah laba perusahaan akan ber-kurang, bahkan bisa menimbulkan
kerugian.
Kalau seluruh biaya perbaikan lingkungan sosial dibebankan ke
laporan laba rugi pada tahun berjalan, memang sangat berat dan tidak
proporsional. Sebab biaya itu akan bermanfaat di masa yang akan datang.
Oleh sebab itu, ada alternatif lain, yaitu biaya perbaikan lingkungan sosial
itu dianggap sebagai investasi dan bukan sebagai biaya. Caranya ialah
semua biaya kerusakan lingkungan yang telah dikeluarkan perusahaan
dikapitalisasi. Artinya seluruh biaya itu dicatat sebagai aset perusahaan

Pertanyaan-pertanyaan :
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Visi, Misi, Tujuan, dan
Sasaran
2. Apa hubungan Visi, Misi, Tujuan, Program, Anggaran dan Sasaran
3. Jelaskan apa perbedaan: visi dengan tujuan, program dengan
anggaran, dan tujuan dengan sasaran.
4. Sebutkan dan jelaskan 4 hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan
misi.

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 29


5. Sebutkan dan jelaskan masalah yang terjadi diantara prinsipal dan
agen. Bagaimana memecahkan masalah yang terjadi diantara
keduanya? Jelaskan!
6. Mengapa perusahaan harus bertanggung-jawab terhadap kerusakan
lingkungan sosial? Jelaskan.

Bab 2 Visi dan Tanggung-jawab Sosial 30


BAB 3 LINGKUNGAN
EKSTERNAL

TUJUAN BELAJAR

Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu


menjelaskan tentang:

1. Perusahaan dan Lingkungan


2. Pengertian Lingkungan Eksternal
3. Faktor-faktor Lingkungan Eksternal
4. Lingkungan Makro
5. Lingkungan Industri
6. Lingkungan Global
7. Analisis SWOT

Bab 3 Lingkungan Eksternal 31


3.1. PERUSAHAAN DAN LINGKUNGAN
Perusahaan dan lingkungannya merupakan 2 sisi yang tidak
dapat dipisahkan. Ibarat 2 sisi mata uang, keduanya saling membu-
tuhkan dan melengkapi. Perusahaan membutuhkan lingkungan karena
sebagian besar sumber daya yang digunakan dalam kegiatan opera-
sional berasal dari lingkungannya. Bahan baku, tenaga kerja, air, bahan
bakar, tanah merupakan contoh dari sekian banyak kebutuhan
perusahaan. Sebaliknya, lingkungan membutuhkan kontribusi perusaha-
an untuk ikut serta memper-baiki lingkungan, misalnya melakukan
perbaikan jalan, mencegah polusi, memberikan kesejahteraan sosial
bagi masyarakat yang berada di ling-kungannya, dan sebagainya.

3.2. PENGERTIAN LINGKUNGAN EKSTERNAL


Tidak banyak keterangan yang diperoleh dari berbagai literatur
untuk merumuskan pengertian lingkungan eksternal, terutama pengertian
ling-kungan ekternal yang lebih spesifik. Namun demikian, beberapa
keterang-an yang dapat mendukung pengertian lingkungan eksternal,
dapat diadopsi dari pendapat beberapa ahli. Thompson dan Strickland
(1990) mengemu-kakan bahwa, menganalisis lingkungan eksternal perlu
dilakukan secara hati-hati karena lingkungan itu merupakan faktor
penting dalam pemben-tukan strategi. Semua perusahaan beroperasi
dalam suatu lingkungan makro yang dibentuk atas pengaruh ekonomi,
populasi demografi, nilai-nilai sosial dan gaya hidup, legislasi
pemerintahan dan peraturan, faktor teknologi, dan lain sebagainya. Hill
dan Jones (1995) mengemukakan bahwa, ada dua penentu utama
kinerja perusahaan yaitu lingkungan industri dimana perusahaan
bersaing, dan negara sebagai lokasi atau tempat berdirinya perusahaan.
Pearce II dan Robinson. JR (2000: 71) mengemukakan bahwa,

Bab 3 Lingkungan Eksternal 32


lingkungan eksternal dapat dibagi 3 subkategori yang saling
berhubungan yaitu: lingkungan jauh, lingkungan industri, dan lingkungan
operasional. Kombinasi faktor-faktor ini dapat menjadi dasar untuk
membentuk peluang dan ancaman dalam menghadapi persaingan
dengan lingkungannya. Menurut Suwarsono (1994) lingkungan eksternal
adalah lingkungan bisnis yang melingkupi operasi perusahaan yang dari
padanya muncul peluang (opportunities) dan ancaman (threats) bisnis.
Berarti, lingkungan eksternal tidak hanya dipandang sebagai
sumber untuk memperoleh faktor-faktor produksi, antara lain: bahan
baku, mesin, tenaga kerja, modal dan fasilitas lainnya, tetapi juga,
lingkungan eksternal merupakan tempat bagi perusahaan untuk menjual
produknya dan memperoleh pendapatan.

3.3. FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN EKSTERNAL


Lingkungan eksternal sering kali berubah sangat cepat, sehingga
sukar bagi manajemen untuk mengendalikannya. Kesukaran ini pula
yang meng-hambat manajemen untuk memperoleh peluang dari
lingkungan operasionalnya. Untuk menghilangkan hambatan tersebut,
saat ini ada fenomena yang menarik. Para pengusaha mulai banyak
tertarik memasuki dunia politik. Kalau berhasil, mereka memiliki
kekuasaan ganda yaitu sebagai pengusaha dan penguasa
pemerintahan. Dengan posisi tersebut, mereka memiliki akses informasi
yang lebih luas, sehingga keputusan bisnis yang diambil lebih mendekati
realitas, dan tujuan perusahaan dapat dicapai.
Sementara lingkungan internal, sekalipun dapat dikontrol, namun
diperlukan mekanisme tertentu agar kinerja perusahaan dapat diketahui
sewaktu-waktu. Misalnya, menyusun anggaran setiap tahun. Lingkungan
eksternal merupakan salah satu lingkungan yang melingkupi aktivitas
industri manufaktur, selain lingkungan internal. Lingkungan eksternal erat

Bab 3 Lingkungan Eksternal 33


dengan berbagai aktivitas industri manufaktur yaitu: lingkungan makro,
lingkungan industri, dan lingkungan operasional. Lingkungan eksternal
me-miliki potensi adanya peluang sekaligus ancaman. Peluang sering
muncul dalam waktu dan jumlah yang terbatas. Hal inilah yang
memotivasi pelaku bisnis untuk bersaing memperebutkan peluang itu.
Dalam keadaan tertentu, peluang bisa menjadi ancaman, apabila
tidak bisa dikelola dengan baik. Sebaliknya, apabila ancaman dapat
dikelola dengan baik, ancaman tersebut bisa menjadi peluang.
Menghadapi kondisi seperti ini, tentu diperlukan manajer yang tidak
hanya tahu apa yang seharusnya dikerjakan, tetapi harus tahu juga
bagaimana melakukan pekerjaan itu. Dengan kata lain, manajer yang
dibutuhkan tidak hanya memiliki pengetahuan (knowledge), tetapi
memiliki juga keterampilan (skill), bahkan harus memiliki sikap (attitude)
yang relevan dengan pengetahuan dan keterampilannya.
Besar kecilnya peluang tergantung pada keunggulan bersaing
yang dimiliki perusahaan. Kalau keunggulan bersaing yang dimiliki
perusahaan lebih kuat dibanding pesaing, tentu kesempatan untuk
merebut peluang akan semakin besar. Misalnya, perusahaan memiliki
ROI yang lebih tinggi dibanding pesaing, tentu akan lebih mampu
menjual produknya dengan harga jual yang lebih rendah atau sama
dengan pesaing. Contoh lain ialah perusahaan memiliki SDM yang lebih
berkualitas dibanding pesaing, sehingga perusahaan dapat
menghasilkan produk yang harganya lebih murah dengan kualitas yang
dapat diterima. Sebaliknya, apabila tidak memiliki keunggulan bersaing,
tentu kesempatan merebut peluang akan semakin kecil, bahkan
perusahaan akan menghadapi ancaman yang lebih berat.
Meskipun faktor eksternal sukar dikontrol, bukan berarti perusahaan
bisa memisahkan diri dari lingkungan tersebut, karena lingkungan meru-
pakan sumber peluang atau ancaman operasi perusahaan. Itulah sebab-

Bab 3 Lingkungan Eksternal 34


nya, banyak pengusaha yang juga berusaha keras menguasai sumber-
sumber kekuasaan, antara lain menguasai partai politik. Seperti telah
dikemukakan di atas bahwa, lingkungan eksternal perusa-haan dapat
dibagi menjadi 3 subkategori: lingkungan jauh, lingkungan industri, dan
lingkungan operasional. Sementara Hitt et al. (2001: 50) membagi
lingkungan eksternal perusahaan menjadi lingkungan umum, lingkungan
industri, dan lingkungan pesaing.

Gambar: 1
Hubungan Lingkungan Eksternal dengan Perusahaan

EXTERNAL ENVIRONMENT
Remote environment
(Global and domestic)
-Economic
-Social:
-Political:
-Technological
-Ecological

Industry Environment
(Global and Domestic)
-Entry barriers
-Supplier power
-Buyer power
-Substitute availability
Competitive rivalry

Operating Environment
(Global and domestic)
-Competitors
-Creditors
-Customers
-Labor
-Suppliers

THE FIRM

Sumber: Strategic Management, Pearce II and Robinson. JR., Irwin


McGraw-Hill, Singapore, 2000
Bab 3 Lingkungan Eksternal 35
Nurhajati (2003:202) mengemukakan sebuah kenyataan empirik
bahwa, faktor eksternal ternyata tidak signifikan pengaruhnya terhadap
strategi usaha kecil yang berorientasi ekspor. Hal ini memperlihatkan
bahwa usaha kecil belum mempertimbangkan faktor eksternal sebagai-
mana mestinya dalam penentuan strategi usaha. Dalam konteks ini,
aspek eksternal dilihat dari: pesaing baru, pesaing yang telah ada, pem-
beli, pemasok, produk pengganti, dan faktor makro ekonomi.
Di lain pihak, buku ini, ingin mengkaji lingkungan eksternal yang
meliputi lingkungan: makro, industri, dan operasional. Indikator
lingkung-an makro dapat menggunakan beberapa faktor antara lain:
pertumbuhan ekonomi, kestabilan politik dan keamanan, kemajuan
teknologi, kondisi sosial, dan kondisi ekologi. Di sisi lain, indikator
lingkungan industri ini dapat dilihat dari: ancaman pendatang baru,
tantangan pemasok, dan tantangan pembeli. Indikator lingkungan
operasional dapat dilihat dari: posisi persaingan perusahaan, informasi
profil pelanggan, dukungan pemasok, dukungan pembeli, dukungan
pasar tenaga kerja, dan dukungan kreditor.
Secara teoritis, temuan di atas tidak mendukung pendapat
Thompson dan Strickland (1990) bahwa, strategi dibentuk oleh
lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Atas pertentangan tersebut
di atas, buku ini ingin menganalisis hubungan antara lingkungan ekster-
nal, internal, strategi kepemimpinan biaya, strategi diferensiasi, dengan
nilai pelanggan dan keunggulan bersaing.

3.3.1. Lingkungan Makro


Umumnya, lingkungan makro meliputi faktor: politik, ekonomi,
hukum, sosial budaya, teknologi, dan kependudukan. Hitt et al.
(2001:50) mengemukakan bahwa, lingkungan umum adalah susunan
elemen-elemen dalam masyarakat luas yang mempengaruhi suatu

Bab 3 Lingkungan Eksternal 36


industri dan di dalam perusahaan itu. Mereka mengelompokkan elemen-
elemen tersebut ke dalam enam lingkungan segmen: demografi,
ekonomi, politik/hukum, sosial budaya, teknologi, dan globalisasi.
Segmen ekonomi meliputi: tingkat inflasi, tingkat bunga, defisit atau
surplus perdagangan, defisit atau surplus anggaran, tingkat tabungan
personel, tingkat tabungan perusahaan, produk domestik bruto. Segmen
Politik/hukum meliputi: hukum antitrust, hukum perpajakan, filosofi
deregulasi, hukum pelatihan tenaga kerja, filosofi pendidikan dan
kebijakan. Segmen sosiokultural meliputi: tenaga kerja wanita, sikap
tentang kualitas kerja, kepedulian terhadap lingkungan, pergeseran
dalam kerja dan pilihan karier. Segmen teknologi meliputi: inovasi
produk, aplikasi ilmu pengetahuan, fokus swasta dan pemerintah,
dukungan pengeluaran R&D, teknologi komunikasi baru.
Lingkungan jauh (remote environment) terdiri dari faktor-faktor
yang berasal dari luar dan biasanya terlepas dari situasi operasi
perusahaanl: (1) Politik (2) ekonomi, (3) sosial, (4) teknologi, dan (5)
faktor-faktor ekologi. Berdasarkan pendapat di atas lingkungan makro
paling tidak meliputi elemen-elemen: politik/hukum, ekonomi, sosial,
keamanan, ekologi, dan teknologi.

1. Faktor Politik
Arah dan stabilitas politik merupakan salah satu faktor penting yang
dipertimbangkan manajer dalam perumusan strategi perusahaan. Faktor
politik menjelaskan parameter hukum dan peraturan pemerintah di mana
perusahaan beroperasi. Kondisi politik erat hubungannya dengan
keamanan suatu negara. Kondisi politik yang tidak kondusif dapat
memicu keamanan dalam negeri.
Karena tujuan politik tidak lain adalah perebutan kekuasaan
(power), maka ketidakstabilan keamanan sangat mungkin akan terjadi.

Bab 3 Lingkungan Eksternal 37


Perebutan kekuasaan dapat terjadi karena dimotivasi oleh keinginan
untuk menduduki berbagai jabatan yang menggiurkan dalam pemerin-
tahan. Suatu pemerintahan tentu akan mengeluarkan berbagai peraturan
untuk menjalankan roda pemerintahannya. Peraturan biasanya bersifat
mengikat warganya dan badan hukum yang berada di dalamnya,
termasuk industri manufaktur. Hal ini diperkuat oleh Thompson dan
Strickland (1990: 44) bahwa, faktor sosial, politik, peraturan, komunitas
penduduk menjadi pertimbangan dalam pembentukan strategi.
Berdasar pandangan di atas, faktor politik memegang peranan
penting dalam membangun perekonomian suatu negara. Karena pem-
bangunan ekonomi suatu negara akan tergantung pada arah politik yang
dianut. Fenomena yang mucul dalam perpolitikan dewasa ini, khususnya
di Indonesia, ada kecenderungan bahwa, para pengusaha sudah banyak
yang tampil sebagai politikus, sehingga mereka menguasai pula
pemerin-tahan. Akibatnya, mereka memiliki fungsi ganda, yaitu selain
sebagai pengusaha, mereka juga sebagai penguasa pemerintahan.
Dengan demikian, terjadilah sentralisasi kekuatan, karena kekuatan
ekonomi menjadi satu dengan kekuatan pemerintahan. Dalam konteks
ini, perusa-haan akan lebih mudah mengendalikan lingkungannya,
sekaligus berpeluang untuk memperoleh manfaat ekonomi.

2. Faktor Ekonomi
Menurut Hitt et al. (2005) lingkungan ekonomi mengacu pada sifat
dan arah ekonomi di mana perusahaan beroperasi dan bersaing.
Umumnya, pola konsumsi dipengaruhi oleh kekayaan relatif dari
berbagai segmen pasar, karena itu perencanaan strategi setiap industri
manufaktur harus mempertimbangkan gejala ekonomi yang terjadi pada
segmen yang mempengaruhi industrinya. Oleh sebab itu, baik tingkat
nasional maupun internasional harus mempertimbangkan beberapa
indikator ekonomi berikut, antara lain: jumlah kredit, kecenderungan
Bab 3 Lingkungan Eksternal 38
tabungan masyarakat, tingkat bunga bank, tingkat inflasi, nilai tukar
rupiah, dan daya beli masyarakat.
Industri manufaktur perlu menganalisis dan berusaha merebut
peluang yang bersumber dari indikator ekonomi di atas. Pemenuhan
kebutuhan modal melalui kredit perbankan dengan tingkat bunga rendah
adalah suatu hal yang sangat dianjurkan. Demikian pula dengan
memperhatikan secara seksama tingkat inflasi dan nilai tukar, sehingga
ketika melakukan transaksi bisnis, perusahaan selalu memperoleh
keuntungan maksimal. Daya beli masyarakat perlu diperhatikan pula
agar tidak salah memasuki segmen pasar yang kontra produktif. Ketika
menganalisis indikator di atas, harus berusaha pula semaksimal mungkin
untuk mengeliminasi ancaman yang muncul dari indikator ekonomi
tersebut.

3. Faktor Sosial
Hitt et al. (2005:47) mengemukakan bahwa, segmen sosial budaya
berkaitan dengan sikap masyarakat dan nilai-nilai budaya. Pearce dan
Robinson JR. (2000) berpendapat bahwa, kondisi sosial suatu masya-
rakat dapat diukur dengan kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, gizi,
pemukiman, pertambahan penduduk, dan sebagainya. Industri manu-
faktur ikut bertanggung-jawab terhadap kondisi sosial masyarakat dima-
na industri manufaktur beroperasi atau melakukan persaingan. Industri
manufaktur perlu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memper-
baiki kesehatan dan gizi masyarakat, membantu pendidikan,
memperbaiki pemukiman masyarakat dan sebagainya. Hal ini penting,
karena sebagian dari upaya ini pada akhirnya akan dinikmati pula oleh
perusahaan, yang berarti industri manufaktur telah memperoleh peluang
dari lingkungan ini.

Bab 3 Lingkungan Eksternal 39


Tanggung-jawab di atas oleh sebagian perusahaan atau organisasi
telah diimplementasikan melalui program Corporate Social Responsibility
(CSR). Walaupun CSR masih menjadi perdebatan publik, tetapi hasilnya
sudah mulai dirasakan oleh sebagian masyarakat. Misalnya, kegiatan
bedah rumah, pengobatan gratis, bantuan bencana alam, dan
sebagainya.

4. Faktor Teknologi:
Betapa pentingnya faktor teknologi bagi industri manufaktur.
Penggunaan alat-alat teknologi tidak hanya bertujuan untuk meningkat-
kan kuantitas produk, tetapi juga kualitas produk. Perubahan kreativitas
teknologi memungkinkan pembuatan produk baru, perbaikan produk
yang sudah ada, manufaktur atau teknik pemasaran. Demikian pula
dengan perkembangan teknologi akan berpengaruh terhadap perkem-
bangan perusahaan. Perusahaan yang memiliki teknologi yang sudah
usang akan mempengaruhi hasil produksinya, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Dampaknya ialah penurunan pendapatan perusahaan,
karena tidak dapat bersaing dengan perusahaan lain. Untuk menghindari
hal itu terjadi, manajemen harus mengikuti perubahan teknologi dan
mengadakan perubahan internal sesuai dengan perkembangan terakhir.

5. Faktor Ekologi
Faktor ekologi penting karena berkaitan dengan manusia dan
kehidu-pannya sehari-hari. Yang termasuk dalam faktor ekologi ialah:
udara, tanah, air, dan penunjang lainnya. Kegiatan perusahaan meng-
eksploitasi lingkung-an dapat menimbulkan polusi yang mengganggu
kegi-atan manusia sehari-hari. Sebagai indikatornya, polusi tersebut
dapat dilihat dari kebisingan, polusi udara, polusi air, bau yang tidak
sedap, dan sebagainya. Industri manufaktur sebagai salah satu pihak

Bab 3 Lingkungan Eksternal 40


yang ikut mencemarkan lingkungan, sudah sewajarnya ikut bertanggung-
jawab memperbaiki kondisi ekologi. Apabila lingkungan ekologi dapat
diper-baiki, ketika itu pula, industri manufaktur akan memperoleh
peluang.
Secara empiris, lingkungan eksternal telah banyak diteliti oleh
berba-gai kalangan sebagai variabel bebas. Stanley et al. (1994) dalam
Hidayat (2003) menguji pengaruh lingkungan persaingan terhadap
orientasi pasar, dan kinerja 8 SBU perusahaan produk kehutanan dan 36
SBU aneka ragam perusahaan manufaktur. Stanley et al. (1994)
mengukur lingkungan persaingan dengan pertumbuhan pasar, kekuatan
pembeli, dan turbulensi pasar. Ward et al. (1995) melakukan identifikasi
tentang kekuatan hubungan antara faktor lingkungan dan strategi operasi
terhadap kinerja. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh
substansial pada strategi operasi. Artinya, perusahaan mencapai kinerja
yang baik dengan menggunakan strategi operasi yang berbeda dalam
merespon keadaan lingkungan dibanding strategi yang digunakan oleh
perusahaan yang kinerjanya tidak baik. Temuan tersebut didukung oleh
temuan Nurhajati (2003: 207) bahwa, lingkungan eksternal berpengaruh
signifikan terhadap kinerja Usaha Kecil yang berorientasi ekspor.

3.4. LINGKUNGAN INDUSTRI


Menurut Hoskisson et al. (2005:40) Lingkungan industri adalah
seperangkat faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi perusa-
haan dan tindakan-tindakan pesaingnya serta tanggapan pesaing:
ancaman dari pendatang baru, kekuatan pemasok, kekuatan pembeli,
ancaman produk substitusi, dan intensitas persaingan diantara para
pesaing. Pendapat ini didukung oleh Pearce II dan Robinson JR. (2000)
yang membagi lingkungan industri menjadi: ancaman masuknya
pendatang baru, hambatan dari pelanggan, hambatan dari pemasok,
ancaman produk substitusi atau jasa, dan persaingan antar pesaing.
Bab 3 Lingkungan Eksternal 41
Ancaman pendatang baru: Pendatang baru bisa menjadi ancaman dalam
dunia bisnis, karena pendatang baru dalam suatu industri biasanya
memiliki kapasitas besar, harapan untuk memperoleh pangsa pasar, dan
kadang menjadi sumber substansial. Ada 6 sumber utama hambatan
untuk masuk:
 Skala ekonomi
 Diferensiasi produk
 Kebutuhan modal
 Ketidak unggulan biaya bebas ukuran
 Akses pada saluran distribusi, dan
 Kebijakan pemerintah.

3.4.1. Kekuatan pemasok


Pemasok dapat menggunakan kemampuan tawar-menawar terha-
dap industri dengan meningkatkan harga atau mengurangi kualitas
barang dan jasa yang dijualnya. Bahkan pemasok dapat mengurangi
atau menghentikan penjualannya ke perusahaan manufaktur, sehingga
industri manufaktur dapat mengalami penurunan volume produksi.
Kekuatan pemasok, dengan cara demikian, dapat menekan laba
perusahaan manufaktur, bahkan dapat menderita kerugian, karena
perusahaan manufaktur tidak dapat menutup kenaikan biayanya dengan
harga produk yang dijualnya. Pendapat ini diperkuat oleh Hitt et al.
(2001: 73) bahwa peningkatan harga dan pengurangan kualitas produk
yang dijual merupakan alat potensial dimana pemasok dapat menggu-
nakan kekuatan melebihi perusahaan yang bersaing dalam industri. Jika
perusahaan tidak bisa menutupi peningkatan biaya melalui struktur
biayanya, maka labanya akan dikurangi oleh tindakan pemasok tersebut.
Strategi seperti ini pernah dilakukan oleh PT. Timah sebagai ekspotir
pada tahun 2011. PT. Timah menghentikan ekspor timahnya keluar
Bab 3 Lingkungan Eksternal 42
negeri dengan maksud untuk meningkatkan harga jualnya. Strategi PT.
Timah ini dapat menurunkan laba pembeli sebagai perusahaan
manufaktur karena bahan bakunya sebagian atau seluruhnya dihentikan
oleh pemasok.

3.4.2. Kekuatan pelanggan


Demikian juga pelanggan, kekuatannya terletak pada upayanya
menekan harga, mengurangi jumlah atau permintaannya terhadap
barang tertentu. Pelanggan dapat juga menekan value barang yang
sesung-guhnya berkualitas tinggi dengan berbagai alasan. Dengan
turunnya value barang kemungkinan besar harganyapun dapat ditekan.
Pelanggan dapat juga memainkan semua para pesaing agar bertarung
satu sama lain dalam semua jenis biaya pada tingkat laba. Kelompok
pembeli ini akan memiliki kekuatan jika, antara lain: (1) Mereka ber-
konsentrasi atau membeli dalam jumlah besar, (2) Produk yang dibeli
dari industri yang standar atau tidak dideferensiasi, (3) Produk dibeli dari
industri yang membuat komponen produknya sendiri dan menggam-
barkan biaya yang sedikit bermakna, (4) Pembeli menerima laba rendah
menciptakan insentif yang besar untuk menurunkan biaya pembelian-
nya, dan sebagainya.
Kekuatan pembeli yang lain ditemui di beberapa super market di
Amerika Serikat, contohnya di negara bagian Kentucky dan Oklahoma.
Di sana pembeli dapat mengembalikan barang-barang yang sudah dibeli
beberapa hari yang lalu, kalau ternyata ada kerusakan atau ketidak
cocokkan atas barang tersebut. Bahkan pembeli bisa memperoleh
sebagian dari harga barang tersebut jika pada waktu dikembalikan harga
barang tersebut telah turun beberapa dollar. Strategi seperti ini bertuju-
an untuk memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada pembeli
dengan harapan agar pembeli melakukan repeat order pada waktu-
waktu mendatang.
Bab 3 Lingkungan Eksternal 43
3.4.3. Ancaman produk substitusi
Produk substitusi adalah barang atau jasa dari luar suatu industri
yang melaksanakan fungsi yang sama atau serupa sebagai produk yang
dihasilkan industri itu (Hitt et al., 2005: 57). Produk substitusi atau jasa
tersebut membatasi potensi suatu industri. Kalau dia dapat
meningkatkan kualitas produk atau melakukan diferensiasi produk itu,
agaknya industri akan menderita penerimaan dan kemungkinan
pertumbuhan. Ditambah-kan pula bahwa, substitusi tidak hanya
membatasi laba dalam keadaan normal tetapi juga mengurangi sumber
laba industri dalam keadaan tidak normal.

3.4.4. Intensitas persaingan diantara pesaing


Persaingan di antara pesaing dilakukan dalam bentuk yang lazim
atau tidak lazim untuk perebutan posisi pasar dan penggunaan taktik.
Misalnya persaingan harga, pengenalan produk, dan advertensi yang
kadang-kadang bersifat bermusuhan antara yang satu dengan yang lain.
Dalam hubungan ini, penjelasan Suwarsono (1994: 62) mengarah pada
dua pendekatan. Pertama, akan ditujukan untuk memahami struktur
pasar tempat perusahaan beroperasi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya struktur pasar tersebut. Pokok masalah ke
dua yang hendak diperhatikan analisis lingkungan industri adalah
mengetahui sejauh mana peluang bisnis yang ada memberikan
kemungkinan munculnya pesaing baru yang hendak memasuki pasar.
Secara empiris, lingkungan industri telah diteliti oleh Pelham (1999).
Dia membandingkan pengaruh lingkungan industri, budaya, dan orientasi
pasar terhadap kinerja perusahaam manufaktur kecil di USA. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa, orientasi pasar memiliki pengaruh yang lebih
besar terhadap kinerja industri manufaktur kecil dibanding pengaruh
langsung atau tidak langsung lingkungan industri tertentu dan pemilihan
strategi. Dalam penelitian tersebut lingkungan diukur dengan intensif
Bab 3 Lingkungan Eksternal 44
persaingan, pergolakan teknikal, pergolakan pasar, pertumbuhan pasar,
dan diferensiasi produk.
Dalam persaingan global, pendatang baru bisa muncul secara tiba-
tiba, dari arah dan waktu yang sukar diprediksi. Pendatang baru dalam
dunia industri biasanya memiliki berbagai kekuatan atau keunggulan
antara lain: modal, teknologi, sumber daya manusia, dan manajemen.
Keunggulan inilah yang mereka gunakan untuk memukul mundur
pesaingnya dari arena persaingan. Cepat tidaknya mereka mundur dari
arena persaingan, sangat tergantung pada kekuatan dan keunggulan
yang dimiliki. Dalam persaingan tersebut, bisa jadi pemilik likuiditas yang
tinggi hanya membebankan biaya variabel dalam penetapan jual
produknya, walaupun berlaku dalam jangka pendek.

Bab 3 Lingkungan Eksternal 45


Strategi Mengatur Harga: PT Timah Indonesia

(Kompas, Senin, 3 Oktober 2011)

Menurut teori ekonomi, harga barang ditentukan oleh


permintaan dan penawaran. Jika pasokan berlebih, sementara
permintaan tetap, otomatis harga akan turun. Itulah yang
terjadi pada timah. Harga timah jatuh pada titik terendah,
16.900 dollar AS per ton, pada akhir September lalu. Fakta itu
sontak membuat eksportir kalang kabut karena selama ini
harga timah selalu bertengger di atas 20.000 dollar AS per ton.
Secara reaksioner para eksportir di Bangka Belitung pun
memutuskan untuk menghentikan ekspor timah sementara.
Keputusan tersebut sempat mendongkrak harga timah
sebesar 7,3 persen ke level 21.795 dollar AS. Sayangnya, itu
tidak bertahan lama. Harga timah kembali terpuruk karena
diduga sebagian pelaku usaha tetap mengekspor melalui kota
lain. Kekompakan para eksportir timah tengah diuji. Apakah
mereka satu suara untuk menghentikan ekspor sementara?
Kalau itu terjadi, berarti keputusan tersebut bisa berdampak
signifikan. Sebaliknya, kalau hanya sebagian yang sepakat,
keputusan akan kontraproduktif.
Penghentian ekspor tersebut sebenarnya mendapatkan du-
kungan dari sejumlah pihak,seprti Kementerian Perdagangan
dan Kementerian Perindustrian. Alasannya, penghentian eks-
por sementara adalah upaya untuk mengatur suplai sehingga
harga dapat dikendalikan.
“Keputusan itu harus didukung karena kita harus menunjukan
kekuatan kita supaya tidak dikendalikan oleh pembeli. Kalau
dihentikan sementara, pasokan akan berkurang sehingga
harga terdongkrak.

Bab 3 Lingkungan Eksternal 46


“Keputusan itu harus didukung karena kita harus menunjukkan
kekuatan kita supaya tidak dikendalikan oleh pembeli. Kalau
dihentikan sementara, pasokan akan berkurang sehingga harga
terdongkrak.
Tetapi, ini harus kompak. Jangan ada yang berhianat”, kata
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perda-
gangan Deddy Saleh, pekan lalu.
Produksi timah di Indonesia mencapai 110.000 ton per tahun.
Jumlah tersebut sekitar 30% dari total produksi timah di dunia.
Sebagian besar sumber timah berada di Bangka Belitung.
Tahun 2010, ekspor timah tercatat 92.853 ton. Artinya, sekitar
84% persen produksi timah ditujukan untuk pasar ekspor.
Sayangnya, tidak ada ketentuan yang mengatur pasokan timah.
Akibatnya, harga jual lebih banyak dikendalikan oleh pembeli
internasional.
Para eksportir hanya berpikir menjual semua timah yang mereka
peroleh tanpa peduli dengan struktur harga. Melimpahnya timah
membuat mereka lupa untuk strategi dagang.
Pengalaman para eksportir karet mungkin bisa dijadikan
pelajaran. Sejak enam tahun lalu, para eksportir karet di
Indonesia, Thailand, dan Malaysia, sepakat menjalin kerja sama
untuk mengontrol harga karet di pasar internasional. Ketiga
negara tersebut sepakat membentuk International Tripartite
Rubber Council, yaitu organisasi yang mengatur penawaran dan
permintaan karet dunia yang berpengaruh terhadap fluktuasi
harga. Dalam forum tersebut diputuskan patokan harga terendah.
Jika harga di bawah patokan, suplai akan dikurangi.
Akhir pekan lalu, wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Timah
Indonesia Rudy Irawan kembali menegaskan, para eksportir siap
menghentikan ekspor mulai 1 Oktober dan akan dibuka kembali 1
Nopember mendatang. Yang jelas, targetnya adalah harga
minimal 23.000 dollar AS – 24.000 dollar AS. Selama
penghentian, produksi tetap jalan, tetapi hanya untuk melayani
pembeli yang sudah meneken kontrak. Seberapa kompak para
eksportir menjalankan keputusan tersebut? Yang lebih penting
adalah mendorong industri pengolahan timah sehingga nilai
tambahnya lebih besar. (Eny Prihtiyani).

Bab 3 Lingkungan Eksternal 47


3.5. LINGKUNGAN OPERASIONAL
Lingkungan operasional disebut juga lingkungan persaingan atau
lingkungan tugas. Dalam situasi persaingan, perlu membandingkan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam
perolehan kebutuhan sumber atau keuntungan yang diperoleh dari
pemasaran barang atau jasa. Pearce II dan Robinson JR. (2000: 99-
104) membagi lingkungan operasional menjadi :
 posisi persaingan
 profil pelanggan
 kemampuan dan dukungan pemasok
 kemampuan dan dukungan kreditur, dan
 sumber daya manusia.

3.5.1. Posisi persaingan:


Posisi persaingan menekankan pada beberapa faktor pendukung,
sebagai indikatornya antara lain: pangsa pasar, efektivitas distribusi
penjualan, persaingan harga, efektivitas promosi dan advertensi, lokasi
dan umur fasilitas, kapasitas dan produktivitas, pengalaman, biaya
bahan baku, posisi keuangan, kualitas produk, kemampuan personel,
hak paten, dan hak cipta.

3.5.2. Profil pelanggan


Perusahaan perlu mengetahui profil para pelanggan, terutama
pelanggan yang sering membeli secara kredit, apa lagi dalam jumlah
besar. Dengan profil pelanggan, paling tidak manajemen dapat menge-
tahui organisasi pelanggan, siapa pemimpinnya, kondisi keuangan
pelanggan, kinerja perusahaan, jenis usahanya, prospek perusahaan,
dan sebagainya. Pengembangan profil dan prospektif pelanggan peru-
sahaan dapat memperbaiki kemampuan manajer perusahaan untuk

Bab 3 Lingkungan Eksternal 48


menyusun rencana strategi operasional, dan mengantisipasi perubah-
an-perubahan dalam ukuran pasar dan realokasi sumber.

3.4.3. Dukungan pemasok


Hubungan antara suatu perusahaan dengan pemasoknya adalah
inti dari pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan. Hubungan
yang baik, dapat mempertahankan pertumbuhan dan kelangsungan
hidup perusahaan dalam jangka panjang. Dukungan pemasok terhadap
industri manufaktur dapat dilakukan dalam berbagai hal, antara lain:
bahan baku, peralatan, dan keuangan. Pemasok dapat menjamin
kelancaran bahan baku, baik secara kuantitas maupun secara kualitas,
sehingga industri manufaktur dapat menghasilkan produk yang berkua-
litas dan memenuhi seluruh permintaan pelanggan. Industri manufaktur
dapat membeli secara kredit kepada pemasok tanpa bunga, sehingga
industri manufaktur dapat menjalankan usahanya dengan baik.

3.4.4. Dukungan Pembeli


Dukungan yang dapat diberilkan oleh pembeli kepada industri
manufaktur ialah dukungan keuangan. Caranya ialah melakukan pem-
belian tanpa meminta penurunan harga barang. Selain itu pembelian
dilakukan secara tunai atau pembelian kredit dengan jatuh tempo yang
relatif singkat. Apabila terjadi demikian, industri manufaktur akan memi-
liki likuiditas yang rasional, sehingga kewajiban-kewajibannya kepada
pihak ketiga dapat diselesaikan dengan baik pula.

3.4.5. Dukungan Pasar Tenaga Kerja


Pasar tenaga kerja hendaknya dapat memenuhi tenaga kerja yang
dibutuhkan industri manufaktur, baik kuantitas maupun kualitas. Terpe-

Bab 3 Lingkungan Eksternal 49


nuhinya kedua hal tersebut, akan semakin bermanfaat jika tenaga kerja
yang direkrut ditempatkan sesuai dengan kemampuannya (the right
man in the right place). Apa bila hal ini dapat direalisir, kinerja karya-
wan dan industri manufaktur dapat ditingkatkan di masa mendatang.

3.4.6. Dukungan kreditur


Dukungan yang diberikan oleh kreditur kepada industri manufaktur
ialah keuangan. Wujud dukungan bisa berupa bantuan keuangan
dengan jumlah yang cukup dan bunga yang rendah dan terjangkau.
Artinya, beban bunga kredit deposito perbankan seharusnya dibayar
dengan laba dan bukan dibayar dengan dana yang dipinjam oleh
industri manufaktur. Hal ini dimaksudkan agar industri manufaktur
semakin lama akan memiliki modal yang kuat dan dapat bersaing
dengan industri manufaktur lainnya.

Pertanyaan-pertanyaan :
1. Sebut dan jelaskan 5 faktor lingkungan eksternal
2. Sebut dan jelaskan 5 faktor lingkungan industri
3. Sebut dan jelaskan 5 faktor lingkungan operasional yang
mendukung kegiatan perusahaan.

Bab 3 Lingkungan Eksternal 50


BAB 4 LINGKUNGAN GLOBAL

TUJUAN BELAJAR

Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan


mampu menjelaskan tentang:

1. Perkembangan Perusahaan Global


2. Mengapa Perusahaan Mengglobal
3. Orientasi Strategi Perusahaan Global
4. Kompleksitas Lingkungan Global

Bab 4 Lingkungan Global 51


4.1. PERKEMBANGAN PERUSAHAAN GLOBAL
Perkembangan perusahaan global seringkali dihubungkan
dengan beberapa level strategi. Level strategi yang dimaksud adalah:
 Berkaitan dengan aktivitas eksport import, paling tidak berpengaruh
terhadap orientasi keberadaan manajemen atau keberadaan
keluarga produk.
 Menyangkut lisensi asing dan transfer teknologi, membutuhkan
sedikit perubahan dalam manajemen atau operasi.
 Secara tipikal ditandai dengan investasi langsung dalam operasi luar
negeri, termasuk industri manufaktur.
Pada level ini dibutuhkan pengeluaran modal yang besar dan
pengembangan skill manajemen global. Kebanyakan strategi pada level
ini ditandai dengan peningkatan yang substansial mengenai investasi
asing. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara aset asing dengan
total aset. Pada level ini perusahaan mulai berkembang sebagai
perusahaan global dengan pendekatan global untuk melakukan
kegiatan produksi, penjualan, keuangan, dan pengendalian. Contoh
perusahaan serupa yang beroperasi secara global adalah IBM. IBM
telah beroperasi di 125 negara, melakukan bisnis dalam 30 bahasa dan
menggunakan lebih 100 mata uang asing, dan memiliki 23 pabrik utama
di 14 negara.

4.2. MENGAPA PERUSAHAAN MENGGLOBAL


Pada akhir tahun 1950an, lebih dari 80 persen inovasi teknologi
dunia untuk pertama kalinya diperkenalkan di Amerika Serikat. Pada
tahun 1990 angka tersebut telah turun kurang dari 50 persen.
Sebaliknya, Perancis membuat sesuatu yang mengesankan di bidang
tenaga listrik, kekuatan nuklir, dan penerbangan. Jerman unggul di
bidang kimia dan farmasi, mesin-mesin berat, barang-barang elektronik

Bab 4 Lingkungan Global 52


berat, metalurgi, dan alat transportasi. Jepang unggul di bidang optik,
teknik, kimia, dan proses metalurgi. Di pihak lain, Eropah Timur dan
bekas Uni Soviet dalam setahun dapat menghasilkan 30% aplikasi
patent seluruh dunia.
Temuan di atas, menunjukkan bahwa masing-masing negara
memiliki keunggulan yang berbeda-beda. Sementara temuan di satu
negara dibutuhkan oleh negara lain, demikian sebaliknya. Hal ini akan
menimbulkan ketergantungan antara satu negara dengan negara lain.
Dengan ketergantungan ini, berarti akan terjadi hubungan global secara
timbal balik pula. Hubungan timbal balik inilah yang menjadi awal
terjadinya globalisasi pada perusahaan-perusahaan multinasional.
Melalui globalisasi, perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat sendiri,
telah memperoleh manfaat dari industri dan teknologi yang dikembang-
kan oleh negara lain. Peluang global membutuhkan suatu reorientasi
sosial dari negara induk. Dalam banyak situasi, pengembangan global
dapat diartikan sebagai senjata persaingan.

4.3. ORIENTASI STRATEGI PERUSAHAAN GLOBAL


Ciri perusahaan multinasional adalah memperlihatkan satu dari 4
orientasi orientasi terhadap aktivitasnya di luar negeri. Mereka percaya
bagaimana pengelolalan operasi diluar ditangani. Suatu perusahaan
dengan orientasi ethnocentric (etnosentris) percaya bahwa nilai dan
prioritas organisasi induk akan menjadi pedoman pengambilan
keputusan strategik dari semua operasinya. Jika perusahaan memiliki
orientasi polycentric, maka budaya negara dimana strategi
diimplementasikan diperbolehkan mendominasi proses pengambilan
keputusan. Sebaliknya, orientasi regiocentric ada ketika perusahaan
induk mencoba menggabung kecenderungannya dengan pertimbangan
menurut wilayah, dengan cara demikian akan tiba pada kepekaan

Bab 4 Lingkungan Global 53


daerah yang disepakati. Akhirnya, perusahaan dengan orientasi
geocentric menggunakan pendekatan sistem global terhadap
pengambilan keputusan strategi, dan penekanannya pada integrasi
global.

4.4. KOMPLEKSITAS LINGKUNGAN GLOBAL


Perencanaan strategi global lebih kompleks dibanding peren-
canaan domestik. Paling sedikit ada 5 faktor yang memberikan
kontribusi meningkatnya kompleksitas tersebut, yakni:
 Global menghadapi berbagai kondisi lingkungan politik, ekonomi,
hukum, sosial, dan budaya dan juga berbagai tingkat perubahan dari
masing-masing faktor tersebut.
 Interaksi di antara negara dengan lingkungan luar negeri sangat
kompleks, karena masalah kedaulatan negara dan luasnya perbedaan
ekonomi serta kondisi sosial.
 Pemisahan geografis, budaya dan perbedaan kebangsaan, serta
berbagai praktek bisnis cenderung menciptakan komunikasi dan
usaha pengendalian diantara kantor pusat dan cabang diberbagai
negara sukar dilaksanakan.
 Global menghadapi persaingan yang ekstrim, karena perbedaan
dalam struktur industri.
 Global dibatasi pilihan strategi kompetitif mereka dengan berbagai
blok regional dan integrasi ekonomi, seperti European Economic
 Community, the European Free Trade Area, dan Latin American Free
Trade Area.

4.5. PENGENDALIAN PERUSAHAAN GLOBAL


Salah satu faktor yang tidak bisa dipisahkan dalam banyak
perusahaan global ialah kebijakan finansilnya. Kebijakan tersebut
Bab 4 Lingkungan Global 54
khusus dirancang untuk melanjutkan tujuan perusahaan induk dan
kurang memperhatikan tujuan perusahaan cabang di negara asing. Hal
inilah yang dapat menciptakan konflik diantara perusahaan induk dan
perusahaan cabang di negara asing. Tekanan konflik terletak pada
pemakaian berbagai pola untuk mengubah pendapatan dari satu
negara ke negara lain guna menghindari pajak, mengurangi resiko, atau
mencapai tujuan lain. Lagi pula, perbedaan lingkungan finansil
membuat standar normal perilaku perusahaan yang berkaitan dengan
disposisi pendapatan, sumber keuangan, dan struktur modal yang lebih
problematik. Hal ini dapat menambah kesulitan untuk mengukur kinerja
keuangan divisi internasional.
Konsep dasar perencanaan berorientasi masa depan untuk
mengambil keputusan yang didasarkan pula pada prosedur dan metode
analisis yang disepakati. Pendekatan yang konsisten untuk
perencanaan suatu perusahaan adalah membutuhkan tinjauan dan
evaluasi yang efektif oleh kantor pusat. Perusahaan global memiliki
perencanaan yang rumit karena terdapat perbedaan sikap suatu
negara terhadap pengukuran kerja, dan dengan perbedaan dalam
pemerintahan membutuhkan keterbukaan informasi. Walaupun masa-
lah seperti ini menyangkut aspek lingkungan global dari pada
konsekuensi kelemahan manajemen, namun masalah itu biasanya
berkurang secara efektif melalui peningkatan perhatian terhadap
perencanaan strategis. Perencanaan yang demikian akan membantu
pelaksanaan koordinasi dan integritas arah, tujuan dan kebijakan
perusahaan seluruh dunia.
Perusahaan dapat mengantisipasi dan siap menghadapi
perubahan. Perusahaan dapat memberikan kemudahan menciptakan
program dalam hubungannya dengan pengembangan dunia secara
luas. Akhirnya, perusahaan dapat membantu manajemen perusahaan
luar negeri berafiliasi lebih aktif dalam menentukan tujuan dan
Bab 4 Lingkungan Global 55
pengembangan dalam arti lebih efektif menggunakan seluruh sumber
daya perusahaan.

4.6. PERENCANAAN STRATEGI GLOBAL


Penjelasan sebelumnya, dapat dijadikan bukti bahwa keputusan
strategi perusahaan yang bersaing dalam pasar global tampaknya
semakin meningkat. Dalam sebuah perusahaan, manajer tidak bisa
meninjau operasi global sebagai satu perangkat keputusan independen.
Para manajer ini berhadapan dengan keputusan trade off dalam produk
yang bervariasi, lingkungan negara, pilihan sumber, perusahaan dan
kemampuan cabang tambahan, dan pilihan strategi, harus lebih
terkonsentrasi.
Kecenderungan akhir-akhir ini terhadap peningkatan aktivitas
stakeholders telah menambah kompleksitas perencanaan strategi bagi
perusahaan global. Aktivitas stakeholder mengacu pada tingkat
permintaan perusahaan global dengan lingkungan perusahaan luar
negeri di mana beroperasi.
Berikut ini diberikan kerangka dasar untuk menganalisis
keputusan startegis dalam ketetapan yang rumit.

4.6.1. Industri Multidomestik


Industri multidomestik adalah satu persaingan yang pada dasarnya
disegmentasi dari negara ke negara. Bahkan, jika perusahaan global
dalam industri, maka persaingan dalam satu negara tergantung pada
persaingan di negara lain. Contoh industri yang demikian adalah
pengecer, asuransi, dan konsumen keuangan.
Dalam suatu industri multidomestik, cabang perusahaan global
akan dikelola sebagai entitas berbeda yang masing-masing cabang
akan lebih otonomi, memiliki wewenang untuk membuat keputusan

Bab 4 Lingkungan Global 56


dalam rangka menjawab kondisi pasar lokal. Jadi, strategi global suatu
industri jumlah strategi yang dikembangkan oleh cabang yang
beroperasi di negara yang berbeda. Perbedaan utama di antara
perusahaan domestik dan perusahaan global bersaing dalam suatu
industri multidomestik yang membuat keputusan yang dihubungkan
pada negara di mana perusahaan bersaing dan bagaimana memimpin
bisnis di luar negeri.

4.6.2. Industri Global


Industri global adalah satu perusahaan yang bersaing dengan
melintasi batas negara. Dalam kenyataan hal itu terjadi atas dasar
lingkup dunia secara keseluruhan. Strategi industri manufaktur bergerak
dalam suatu negara yang secara signifikan dapat dipengaruhi oleh
pesaingnya di negara lain. Menurut daftar, industri global yang sangat
cepat melakukan perluasan ialah perusahaan perdagangan pesawat
terbang, mobil, komputer, alat-alat elektronik. Sebagai hasil,
perencanaan manajemen strategi harus berkembang menjadi global,
paling tidak karena 6 alasan berikut ini:
 Peningkatan bidang tugas manajemen global.
 Peningkatan globalisasi perusahaan-perusahaan.
 Letusan informasi.
 Meningkatkan persaingan global.
 Mempercepat pengembangan teknologi.
 Perencanaan manajemen strategi disusun berdasarkan kepercayaan
manajerial.

Pertanyaan-pertanyaan
1. Mengapa perusahaan dan lingkungannya tidak bisa dipisahkan?
2. Sebutkan dan jelaskan 3 macam lingkungan perusahaan.
3. Sebutkan dan jelaskan 5 macam lingkungan makro.
Bab 4 Lingkungan Global 57
4. Sebutkan dan jelaskan 3 faktor lingkungan industri.
5. Sebutkan dan jelaskan 6 faktor lingkungan yang perlu dianalisis
dalam lingkungan operasional.
6. Jelaskan perkembangan perusahaan global.

Bab 4 Lingkungan Global 58


BAB 5 PERAMALAN
LINGKUNGAN

TUJUAN BELAJAR

Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat


menjelaskan tentang:

1. Pentingnya peramalan lingkungan


2. Memilih variabel-variabel lingkungan kritis
3. Pemilihan sumber dan informasi lingkung-an
yang signifikan
Bab
4. Evaluasi Teknik-Teknik Peramalan

Bab 5 Peramalan Lingkungan 59


5.1. PENTINGNYA PERAMALAN LINGKUNGAN
Pemasaran global biasanya ditandai oleh percepatan perubahan,
tanggung-jawab krusial bagi para manajer untuk memberikan kepastian
tentang kemampuan perusahaan bertahan hidup di masa depan. Hal ini
dapat dilakukan dengan antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan
lingkungan agar memperoleh peluang baru, pertumbuhan dan profita-
bilitas perusahaan. Dampak atas perubahan-perubahan ini bagi lingkung-
an industri jauh dan tugas-tugas lingkungan harus dimengerti dan
diprediksi.
Kerugian sebesar $5,5 juta di industri mobil Amerika Serikat pada
awal tahun 1980an adalah sebuah contoh klasik dari apa yang terjadi
ketika perusahaan-perusahaan gagal untuk menempatkan peramalan
lingkungan sebagai prioritas utama. Ketepatan peramalan terhadap
perubahan elemen-elemen lingukungan adalah bagian pokok dari mana-
jemen strategi. Peramalan lingkungan bisnis pada tahun 1990an banyak
memberikan kesempatan pada perusahaan-perusahaan untuk melaku-
kan diversifikasi produk. Sebagai contoh, IBM memberhentikan karyawan
sebanyak 40.000 orang pada tahun 1991-1992 dan perusahaan lain
sebanyak 25.000 orang pada tahun 1993 dengan tujuan untuk efisiensi
biaya operasional perusahaan. Kasus lain ialah terjadinya pengurangan
(cut back) pada bidang operasional tertentu untuk mempertahankan
pertumbuhan di bidang yang lain. Contoh, CBS menjual ”records divisi-
on” kepada Sony seharga $ 2 juta untuk meningkatkan ekuitas yang
dibutuhkan dalam perencanaan perluasan stasiun televisi pada tahun
1990an. Masih banyak contoh lain yang mengindikasikan bahwa manajer
strategi membutuhkan pengembangan skill untuk memprediksi perubah-
an-perubahan lingkungan yang signifikan. Untuk membantu meneliti
peluang dan ancaman di masa depan, dapat dilakukan langkah-langkah
berikut ini:

Bab 5 Peramalan Lingkungan 60


 Memilih variabel lingkungann yang kritikal bagi perusahaan
 Memilih sumber informasi lingkungan yang signifikan
 Mengevaluasi teknik-teknik peramalan.
 Hasil-hasil peramalan terintegrasi ke dalam proses manajemen
strategi.
 Memantau aspek-aspek pengelolaan peramalan yang kritikal.

5.2. MEMILIH VARIABEL-VARIABEL LINGKUNGAN YANG


KRITIS
Para ahli manajemen berargumentasi bahwa penyebab penting dari
lingkungan bisnis yang turbulent adalah perubahan dalam struktur jumlah
penduduk yang dinamis. Secara historis, perubahan-perubahan jumlah
penduduk cenderung terjadi di atas periode 40-50 tahun dan oleh karena
itu sangat kecil relevansinya terhadap keputusan bisnis. Selama
pertengahan abad 20an, bagaimanapun jumlah penduduk berubah
secara radikal, tak menentu, bertentangan, dan karena itu, sangat
penting. Tambahan jumlah penduduk ini menghadapi persaing-an yang
berat di bidang pekerjaan, promosi, perumahan, walaupun sesungguhnya
tingkat pendidikan tinggi.
Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dapat menjadi penting,
seperti yang diindikasikan oleh akibat pertentangan peramalan di atas.
Jika pertumbuhan jumlah penduduk telah mencukupi kekuatan pembe-
lian, pasar baru akan dikembangkan untuk memenuhi kepuasan yang
dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu. Jika peramalan hanya sekedar
memperkirakan kecenderungan jumlah penduduk, manajer strategi hanya
membutuhkan untuk menguji data sensus untuk memperkirakan keadaan
pasar di masa yang akan datang. Tetapi interpretasi persoalan-persoalan
ekonomi justru lebih kompleks. Statistik jumlah penduduk lebih rumit

Bab 5 Peramalan Lingkungan 61


dengan adanya tingkat imigrasi, kecenderungan pergerakan penduduk,
kelahiran, perkawinan, tingkat kematian, rasial, etnik, struktur keaga-
maan. Sebagai tambahan, pengembangan sumber dan politik menggu-
nakan saling ketergantungan dunia yang akhirnya menjadi masalah yang
rumit di masa depan. Perubahan-perubahan situasi politik, teknologi, atau
budaya menjadi faktor pemicu kesulitan lebih lanjut.
Siapa yang akan memilih variabel-variabel kunci? Walaupun
eksekuti dan komite bertugas menyusun rencana dan membantu mencari
data untuk menyusun ramalan, namun tanggung-jawab pera-malan
lingkungan selalu berada di tangan manajemen puncak. Berarti, mana-
jemen puncak juga yang memilih variabel-variabel kunci yang diinginkan.
Variabel-variabel apa yang akan dipilih? Di sebuah perusahaan,
terdapat banyak variabel. Namun, manajemen puncak harus bisa memilih
variabel apa yang penting bagi perusahaan. Diharapkan, variabel yang
akan dipilih adalah variabel yang dianggap penting dimasa lalu, dan juga
penting di masa yang akan datang.
Perlu pula diketahui bahwa, variabel-variabel yang akan dipilih
memiliki sifat-sifat: (1) Memiliki dampak yang signifikan, walaupun tingkat
ketepatannya rendah. Variabel yang kemungkinan besar tidak memper-
hatikan dampaknya. Variabel yang memiliki dampak kecil dan kemung-
kinan rendah. (2) Mengabaikan kerusakan-kerusakan besar misalnya
perang nuklir. (3) Jika memungkinkan, variabel-variabel di kelompokkan
secara kasar. (4) Jika nilai variabel didasarkan pada nilai yang lain, maka
pisahkan variabel dependen untuk perencanaan di masa mendatang.
Keterbatasan keuangan, waktu dan skill meramal akan mencegah peru-
sahaan dari peramalan yang melibatkan banyak variabel.

Bab 5 Peramalan Lingkungan 62


5.3. PEMILIHAN SUMBER DAN INFORMASI LINGKUNGAN
YANG SIGNIFIKAN
Sebelum peramalan formal dimulai, sumber-sumber informasi ling-
kungan yang tepat harus diidentifikasi. Pengumpulan sebab musabab
informasi strategi dapat dilakukan melalui bacaan, interaksi, dan pertem-
uan. Informasi tersebut merupakan bagian dari perilaku eksekutif dalam
keadaan normal tetapi merupakan subyek yang bias dan harus diseim-
bangkan dengan sudut pandang alternatif.

5.4. EVALUASI TEKNIK-TEKNIK PERAMALAN


Perdebatan yang sering muncul ialah ketepatan pendekatan kuantitatif
lawan kualitatif untuk peramalan. Teknik-teknik peramalan yang tersedia
meliputi:

5.4.1. Peramalan ekonomi


Pada suatu ketika, hanya peramalan variabel ekonomi yang digu-
nakan dalam manajemen strategi. Perhatian utama peramalan ditujukan
pada faktor-faktor lingkungan jauh, misalnya keadaan ekonomi umum,
pendapatan per kapita, indeks harga konsumen, tingkat upah, dan pro-
duktivitas.

5.4.2. Model-model Ekonometriks


Dengan kemajuan komputer yang semakin canggih, pemerintah dan
beberapa perusahaan kaya mengontrak konsultan swasta untuk
mengembangkan ”casual models”. Khususnya model-model yang
berkaitan dengan ekonometriks. Model-model ekonometriks mengguna-
kan persamaan regresi berganda (simultaneous regression equation)
yang sangat kompleks untuk menghubungkan kejadian-kejadian ekonomi

Bab 5 Peramalan Lingkungan 63


pada bidang-bidang aktivitas perusahaan. Model tersebut khusus
digunakan ketika informasi tentang hubungan kausalitas terjadi dan
perubahan-perubahan besar dapat diantisipasi. Dua model ekonometriks
yang telah digunakan secara luas ialah time series model dan
judgemental model.
Model Time Series: Model time series mencoba mengidentifikasi
berbagai pola berdasarkan kombinasi kecenderungan historis, faktor-
faktor musim dan siklus. Teknik ini beranggapan bahwa masa lalu
adalah sebagai kata pengantar untuk masa depan. Teknik time series,
sebagaimana proyeksi linear adalah relatif sederhana, terkenal, mahal
dan akurat. Model time series dan model trend analysis adalah 2 model
yang frekuensi penggunaannya sangat sering. Model-model ini berang-
gapan bahwa, masa yang akan datang adalah kelanjutan dari masa lalu,
demikian seterusnya. Jika data historis tersedia, penjualan tahunan,
analisis trend dapat digunakan dengan cepat dan biayanya rendah.
Model Judgement: Judgment model digunakan ketika data historis tidak
tersedia atau sukar digunakan. Sales force estimates and juries of
executive opinion adalah contoh-contoh model judgment. Kekuatan
penjualan mengestimasi konsolidasi opini karyawan bagian penjualan
tentang kemauan pelanggan dalam hubungannya dengan produk terten-
tu. Estimasi ini bisa relevan jika pelanggan memberikan tanggap-an
secara jujur dan tujuannya tetap konsisten.
Juries of executive opinion digunakan untuk melakukan estimasi
oleh para eksekutif tentang marketing, produksi, keuangan, dan pembe-
lian. Survei pelanggan dilakukan oleh petugas dengan melakukan
wawancara atau pertanyaan-pertanyaan melalui telepon. Pertanyaan
harus disusun dengan baik dan mudah dimengerti oleh responden.
Responden harus ditetapkan secara sampel random dan relevan
dengan populasi. Survei pelanggan dapat memberikan nilai dan informasi
yang mendalam.
Bab 5 Peramalan Lingkungan 64
5.4.3. Peramalan Sosial
Beberapa perusahaan telah mengakui peramalan sosial dan
mengidentifikasi kecenderungan sosial dan menekankan sikap sebagai
bagian dari membaca sepintas kilas tentang lingkungan perusahaan.
Peramalan sosial belakangan ini telah berusaha melakukan analisis ten-
tang jumlah penduduk, perumahan, keselamatan dan kesejahteraan
sosial, kesehatan dan nutrisi, pendidikan dan pelatihan, pendapatan,
kekayaan dan pengeluaran.
Berbagai pendekatan telah dilakukan dalam peramalan sosial,
antara lain menggunakan analisis time series, dan teknik judgmental
seperti yang dikemukakan sebelumnya. Selain itu, scenario development
adalah sebuah pendekatan yang kemungkinan besar dapat dipakai.

5.4.4. Peramalan Politik


Beberapa perusahaan yang menyusun perencanaan strategi ingin
memberikan peramalan politik dengan pertimbangan yang sama serius-
nya dengan peramalan yang dilakukan di bidang ekonomi. Mereka per-
caya bahwa keberhasilan bisnis sangat dipengaruhi oleh perubahan-
perubahan faktor politik, misalnya, besarnya anggaran pemerintah, tarif
harga, tarif pajak, pengendalian pengeluaran, perkembangan peraturan-
peraturan pokok, perluasan bisnis, dan partisipasi dalam perencanaan
pemerintah.
Peramalan politik yang terjadi di negara-negara asing juga penting.
Resiko politik di negara-negara tersebut mempengaruhi perusahaan
yang tergantung pada cabang internasional, pemasok untuk pelanggan,
atau sumber-sumber yang kritis.

5.4.5. Peramalan Teknologi


Kecepatan perkembangan dan inovasi teknologi berlangsung secara

Bab 5 Peramalan Lingkungan 65


revolusioner, antara lain laser, energi nuklir, satelit, dan alat komunikasi
lainnya, memproses air laut menjadi tawar, mobil elektronik, dan obat
manjur, telah mempercepat banyak perusahaan yang menginvestasikan
dananya pada peramalan teknologi. Pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi sangat memungkinkan membantu manajer strategi untuk
mempersiapkan perusahaannya lebih bermanfaat dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi. Kecuali untuk ekonometriks, semua
teknik-teknik yang dijelaskan sebelumnya dapat digunakan dalam
peramalan teknologi. Bagaima-napun, ketidakpastian informasi yang
dibutuhkan menggunakan skenario dan tambahan 2 pendekatan
peramalan yaitu: brainstorming dan the Delphi technique.

Brainstorming membantu sebuah kelompok membangkitkan ide-ide


baru dan melakukan peramalan. Dengan teknik ini, analisis atau kritik
terhadap kontribusi partisipan dapat ditunda kemudian pemikiran kreatif
tidak ditahan atau dibatasi. Karena tidak ada interupsi, anggota kelompok
didorong untuk menawarkan ide-ide orsinil dan membangun pemikiran
inovatif lain.
Delphi method adalah prosedur sistematis untuk memperoleh kesepa-
katan diantara kelompok ahli. Metode tersebut meliputi:
 Survei detail tentang opini para ahli, biasanya diperoleh melalui
kuesioner.
 Evaluasi tanpa nama terhadap respons yang dilakukan oleh para ahli.
 Satu atau lebih revisi terhadap jawaban para ahli sampai konvergensi
tercapai.

Pertanyaan-pertanyaan:
1. Jelaskan, mengapa peramalan lingkungan penting bagi perusahaan.
2. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan variabel-variabel lingkungan
yang kritis
Bab 5 Peramalan Lingkungan 66
3. Pemilihan sumber dan Informasi lingkungan yang signifikan
4. Sebut dan jelaskan 6 teknik-teknik peramalan

Bab 5 Peramalan Lingkungan 67


BAB 6 LINGKUNGAN
INTERNAL

TUJUAN BELAJAR

Setelah mempelajari bab ini, saudara diharapkan


dapat menjelaskan:

1. Pengertian lingkungan internal


2. Faktor-faktor yang membentuk lingkungan Internal
3. Analisis SWOT
4. Analisis internal

Bab 6 Lingkungan Internal 68


Lingkungan internal berinteraksi erat dengan berbagai aktivitas
industri manufaktur. Selain memiliki kekuatan, lingkungan internal juga
memiliki kelemahan. Kekuatan berguna untuk merebut peluang. Oleh
sebab itu, kekuatan harus digunakan sebaik mungkin. Jika tidak, maka
yang diperoleh bukanlah peluang tetapi ancaman. Kekuatan yang tidak
dapat digunakan dengan baik, berarti suatu kelemahan atau ketidak-
mampuan bersaing dengan rival perusahaan.

6.1. PENGERTIAN LINGKUNGAN INTERNAL


Menurut beberapa literatur, para ahli belum dapat mengemukakan
pengertian lingkungan internal secara eksplisit. Yang mereka ungkapkan
adalah hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor yang membentuk
lingkungan internal. Itupun dalam versi yang berbeda-beda. Suwarsono
(1994: 5) mengemukakan bahwa faktor internal meliputi manajemen
fungsional dan budaya perusahaan. Manajemen fungsional meliputi:
manajemen pemasaran, manajemen keuangan, manajemen operasi,
manajemen sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, dan
sistem informasi manajemen. Pearce II dan Robinson JR. (2000:191)
mengemukakan bahwa, analisis internal telah mendapatkan perhatian
yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini sebagai faktor
pendukung yang kritis terhadap efektivitas manajemen strategi. Banyak
manajer dan penulis yang telah mengadopsi perspektif baru untuk
memahami keberhasilan perusahaan berdasarkan atas kemampuannya
menggunakan sumber-sumber internalnya sesuai dengan apa yang
dimiliki perusahaan.
Dua hal penting yang dapat ditarik dari pernyataan di atas, yaitu: (1)
analisis internal sebagai pendukung yang kritis terhadap efektivitas
manajemen strategi, dan (2) Penggunaan sumber daya harus dilakukan
secara efektif. Artinya, secara internal perusahaan harus memiliki ke-

Bab 6 Lingkungan Internal 69


mampuan untuk mengelola sumber daya, baik kemampuan pemasaran,
sumber daya manusia, produksi/kapasitas mesin, keuangan, maupun
tersedianya informasi akuntansi yang relevan.

6.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK LINGKUNGAN


INTERNAL
Hitt et al., (2001: 102) mengemukakan bahwa komponen
lingkungan internal meliputi: resources, capabilities, dan core
competencies. Pengambilan keputusan manajer mengenai sumber,
kemampuan, dan keunggulan inti memiliki pengaruh signifikan terhadap
kemampuan perusahaan untuk mengembangkan keunggulan bersaing
untuk mene-rima return di atas rata-rata.

6.2.1. Sumber (resources)


Sumber adalah input bagi perusahaan untuk melakukan proses
kegiatannya. Modal, aset, peralatan, keterampilan individu, tenaga kerja,
paten, keuangan, dan talenta manajer, sistem, semuanya merupakan
komponen sumber bagi perusahaan. Untuk memperoleh produk, bagian
produksi tidak hanya membutuhkan bahan baku sebagai input dasarnya,
tetapi juga tenaga kerja untuk memproses bahan baku, dan biaya
overhead untuk membantu kelancaran proses produksi. Bagian penun-
jang lainnya membutuhkan biaya untuk mencapai sasarannya masing-
masing. Misalnya bagian pemasaran, keuangan, akuntansi, dan R&D.
Sumber tersebut dibagi menjadi dua: (1) sumber berwujud (tangible
resources) dan (2) sumber tidak berwujud (intangible resources).
1. Sumber berwujud:
Sumber berwujud berupa: kas, piutang, perlengkapan, sediaan, tanah,
gedung, kendaraan, mesin, dan sebagainya.
Sumber keuangan terdiri dari kemampuan perusahaan meminjam
uang untuk mendanai operasional perusahaan. Ketika meminjam
Bab 6 Lingkungan Internal 70
uang, perusahaan perlu mempertimbangkan faktor kuantitas dan
kualitas pinjaman. Secara kuantitas pinjaman harus mencukupi
kebutuhan operasional perusahaan, dan kualitas, biaya pinjaman
harus lebih rendah dibanding dengan profita-bilitas yang diperoleh
dari penggunaan pinjaman tersebut.
Sumber organisasional meliputi: struktur laporan formal, perenca-
naan, pengendalian, dan sistem koordinasi formal perusahaan.
Sumber pisik meliputi: kecanggihan pabrik, peralatan perusahaan,
dan akses pada bahan baku. Sumber teknologi meliputi: sediaan
teknologi, misal-nya, hak paten, merek dagang, hak cipta, dan rahasia
dagang.

2. Sumber tak berwujud


Sumber tak berwujud meliputi: sumber daya manusia, inovasi, dan
reputasi. SDM meliputi pengetahuan, kepercayaan, kemampuan manaje-
rial, budaya organisasional. Sumber innovasi meliputi: ide, kemampuan
intelektual, dan kemampuan melakukan innovasi. Sumber reputasi
meliputi: sumber reputasi dari pelanggan, misalnya nama merek, per-
sepsi kualitas produk, daya tahan produk, dan dapat dipercaya. Sumber
reputasi yang lain adalah reputasi dengan pemasok, misalnya mengenai
efisiensi, efektivitas, suportif, interaksi dan hubungan yang saling mem-
berikan manfaat. Tiga sumber utama lingkungan internal yaitu: aktiva
berwujud, aktiva tak berwujud, dan kemampuan organisasional.
Selanjutnya ditegaskan bahwa aktiva berwujud sangat mudah dikenali
dan sering dijumpai pada neraca perusahaan. Aktiva berwujud termasuk
fasi-litas produksi bahan baku, sumber keuangan, real estat, dan
komputer.

Bab 6 Lingkungan Internal 71


6.2.2 Kemampuan (capabilities)
Kedua jenis aset di atas merupakan sumber kemampuan perusa-
haan yang harus dikelola sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan
perusa-haan dalam menjalankan aktivitasnya. Kemampuan organisasi
bukan hanya terletak pada aset berwujud dan tak berwujud, tetapi terle-
tak juga pada kemampuan mengelola aset, SDM, dan proses dalam
rangka melakukan transformasi input menjadi output. Seperti yang
dilakukan oleh Dell Computer yang mampu melakukan revolusi sistem
dengan menggunakan internet untuk mengotomatisasi dan melayani
pelanggan, menciptakan kemampuan seluruh level organisasi untuk
mengkombinasi aset, SDM, dan proses melalui organisasi. Selain itu
mencari inovasi untuk pengembangan kemampuan sistem pelayanan
pelanggan yang berbasis internet sebagai salah cara untuk membangun
keunggulan bersaing.
Secara empiris, hal ini telah diteliti oleh Barnes et., al. (2003: 1) dan
menyimpulkan bahwa, keunggulan bersaing dapat dicapai dari penggu-
naan e-commerce. Disamping itu, Hitt et al. (2001) menambahkan satu
lingkungan internal yaitu keunggulan inti. Penelitian lain yang berkaitan
dengan lingkungan internal ialah dilakukan oleh Hidayat (2003). Indikator
lingkungan internal yang diteliti ialah: (1). kapasitas mesin, (2). kemam-
puan karyawan, (3) kemampuan manajerial, (4) citra merek, dan (5) biaya
distribusi.
Paling tidak ada 5 indikator lingkungan internal yaitu: (1)
kemampuan pemasaran, (2) kemampuan keuangan, (3) kemampuan
sumber daya manusia, (4) kemampuan kapasitas mesin/produksi, dan
(5) kemampuan menyediakan informasi akuntansi yang relevan.
Relevansi informasi akuntansi ini telah sesuai dengan elemen
lingkungan internal yang dikemukakan oleh Suwarsono (1994) yang
disebut penyusunan laporan formal. Dalam akuntansi penyusunan

Bab 6 Lingkungan Internal 72


laporan formal ini disusun oleh salah satu sistem yang disebut akuntansi
keuangan. Akuntansi keuangan berfungsi menyusun laporan keuangan
yang terdiri atas: Neraca, perincian laba rugi, laporan saldo laba, arus
kas, dan catatan atas laporan keuangan (CALK) untuk kepentingan pihak
eksternal.

6.2.3. Kemampuan Pemasaran:


Industri manufaktur yang berorientasi pasar, harus memiliki keku-
atan pasar yang tangguh, karena berdasarkan kekuatan pasar itulah
industri manufaktur memperoleh order penjualan. Berdasar-kan order
penjualan, manajemen menentukan besar kecilnya pendapatan industri
manufaktur dalam suatu periode tertentu. Semakin banyak order penju-
alan yang masuk, semakin besar pula pendapatan perusahaan; dan
demikian pula sebaliknya. Untuk memperoleh order yang banyak, dibu-
tuhkan pula kemampuan pasar yang besar, antara lain: mampu meng-
analisis pasar, mengetahui segmen pasar mana yang potensial, jumlah
penduduk, seberapa besar kemampuan daya beli masyarakat, siapa saja
pesaing perusahaan dan seberapa besar kemampuan mereka, bagai-
mana posisi perusahaan dibanding pesaing, lebih rendah mana harga
produk perusahaan dibanding pesaing, dan bagaimana kualitas produk.

6.2.4. Kemampuan Keuangan:


Kemampuan keuangan merupakan salah satu faktor penting
dalam perusahaan. Tanpa kemampuan keuangan, perusahaan bisa
mengalami hambatan serius. Kemampuan keuangan sebuah perusahaan
biasanya diukur dengan tingkat likuiditas. asio likuiditas digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan memenuhi liabilitas jangka pendek.
Rasio likuiditas tersebut terdiri atas: current ratio, dan acid test ratio.
Current ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar (current assets)

Bab 6 Lingkungan Internal 73


dengan kewajiban lancar (current liabilities). Secara teoritis, current ratio
yang dianggap ideal ialah 200% (2:1). Artinya, perusahaan harus memiliki
aset lancar Rp.2 untuk memenuhi liabilitas lancar Rp. 1. Jika tidak
demikian, berarti perusahaan dalam keadaan tidak sehat. Apa lagi aset
lancar kurang dari 2 atau current liabilities lebih dari 1 sementara aset
lancar 2.
Dengan kemampuan likuiditas yang rendah, perusahaan tidak dapat
membayar liabilitas jangka pendeknya. Karena likuiditas yang rendah
berarti perusahaan mengalami kekurangan modal kerja, yang pada gili-
rannya akan menghambat kegiatan produksi dan operasional perusahaan
lainnya. Kegiatan produksi yang sering terhambat akan mempengaruhi
distribusi barang ke tangan pelanggan.

6.2.5. Kemampuan Sumber Daya Manusia:


Peranan sumber daya manusia adalah sentral dari berbagai
aktivitas perusahaan. Manusia adalah sebagai pemikir dan penggerak
semua aktivitas. Agar aktivitas menuju pada sasaran yang dikehendaki,
sumber daya manusia harus memiliki kemampuan atau berkualitas.
Kemampuan dapat diperoleh dari pendidikan dan pengalaman. Mitchell
(1982:392) mengemukakan bahwa: Performance = ability X motivation.
Selanjut, Mitchell (1982) mengatakan bahwa, kemampuan tanpa motiva-
si atau motivasi tanpa kemampuan tidak mungkin mencapai hasil yang
besar. Menurut penelitian Ingga (1991:126) pendidikan dan pengalaman
manajer pusat pertanggung-jawaban memiliki hubungan yang erat
dengan efektivitas pelaksanaan rencana pada Persero di Indonesia.
Dalam artian, pendidikan dan pengalaman yang menjadi sumber kemam-
puan manajer memiliki hubungan erat dengan kinerja perusahaan.
Semakin meningkat pendidikan dan pengalaman manajer, semakin
meningkat pula kinerja perusahaan. Indikasi yang demikian, sudah

Bab 6 Lingkungan Internal 74


sewajarnya jika perusahaan meningkatkan pendidikan dan pelatihan
kepada manajer dan karyawannya secara terencana dan berkesinam-
bungan.

6.2.6. Kemampuan Produksi/Kapasitas Mesin:


Kemampuan pasar harus ditunjang dengan kemampuan produksi
atau mesin. Kemampuan produksi harus besar agar semua order yang
masuk dapat dilayani dengan baik. Dengan demikian, berapapun
permintaan pasar, sebanyak itu pula yang diproduksi. Apabila order besar
dan kemampuan produksi rendah, maka perusahaan akan sukar
melayani pelanggan dengan baik. Akibatnya, pelanggan bisa pindah ke
produk lain sebagai pesaing. Kemampuan produksi bukan hanya
berkonotasi kuantitatif, tetapi juga kualitatif. Dengan terpenuhinya 2 faktor
tersebut, berarti perusahaan telah berhasil membentuk nilai pelanggan,
selain harga produk.

6.2.7. Relevansi informasi akuntansi


Informasi akuntansi merupakan unsur penunjang dari semua pe-
laksanaan fungsi pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, dan
produksi. Setiap pengambilan keputusan manajemen harus ditunjang
oleh informasi akuntansi yang relevan, yaitu informasi yang memiliki daya
ramal, umpan balik, dan tepat waktu. Bahkan informasi akuntansi yang
baik harus pula dapat dipercaya (reliability), yaitu informasi yang memiliki
ciri-ciri: netral, lengkap dan dapat diuji kebenarannya. Informasi yang
berperan dalam setiap pengambilan keputusan manaje-men ialah
informasi akuntansi manajemen. Informasi yang disediakan oleh
akuntansi manajemen yang disesuaikan dengan kebutuhan para manajer
sebagai pengambil keputusan (decision maker). Hansen dan Mowen
(2000:4) mengemukakan bahwa, sistem akuntansi manajemen memiliki 3
tujuan:
Bab 6 Lingkungan Internal 75
 Memberikan informasi tentang biaya jasa, produk, dan tujuan lain untuk
kepentingan manajemen.
 Memberikan informasi untuk perencanaan, pengendalian, evaluasi, dan
perbaikan berkelanjutan.
 Memberikan informasi untuk pengambilan keputusan.
Dalam proses manajemen, strategi menempati posisi ideas level,
sementara perencanaan pada posisi action level. Artinya, ketika mana-
jemen memilih strategi tertentu, maka manajemen harus membuat peren-
canaan sebagai dasar pelaksanaan aktivitas. Misalnya manajemen me-
nyusun anggaran, kemudian melaksanakan anggaran itu dan mengen-
dalikannya. Jadi, strategi tidak bisa dilaksanakan tanpa rencana.
Ketika manajemen menyusun anggaran dan melakukan pengen-
dalian, maka disaat itulah manajemen membutuhkan informasi akuntansi
manajemen. Disinilah tampak hubungan antara strategi, manajemen, dan
akuntansi manajemen sebagai penyedia informasi.

6.3. ANALISIS SWOT


SWOT merupakan singkatan dari Strength, Weaknesses, Opportunities,
dan Threat’s. Analisis SWOT secara luas menggunakan teknik melalui
kreativitas manajer yang cepat untuk meninjau situasi strategi perusa-
haan.

6.3.1. Strength:
Strength (kekuatan) adalah suatu sumber keunggulan relatif terha-
dap pesaing dan kebutuhan pasar suatu perusahaan yang melayani atau
yang mengharapkan untuk dilayani. Kekuatan merupakan kompetensi
tersendiri ketika kekuatan itu memberikan kepada perusahaan suatu
keunggulan komparatif kepada pasar. Kekuatan timbul dari sumber dan
kompetensi yang tersedia bagi perusahaan. Kekuatan terhadap sumber

Bab 6 Lingkungan Internal 76


internal perusahaan, antara lain meliputi keuangan, sumber daya manu-
sia, teknologi, dan pelayanan.
Secara teoritis salah satu indikator perusahaan yang sehat ialah
memiliki current ratio 200% atau quick ratio 100%. Artinya, perusahaan
memiliki kemampuan aset lancar sebesar dua kali lipat (200%) dibanding
kewajiban lancarnya. Quick ratio sebesar 100% berarti, perusahaan
memiliki kemampuan aset lancar satu kali lipat (100%) untuk membayar
kewajiban lancar, setelah persediaan dikeluarkan. Oleh sebab itu, untuk
memenangkan persaingan dan membangun keunggulan bersaing, mana-
jemen harus mempertahankan kemampuan keuangannya dengan tingkat
likuiditas yang rasional.

6.3.2. Weaknesses
Weaknesses (kelemahan) adalah keterbatasan atau kekurangan
dalam satu atau lebih sumber atau kompetensi relatif bagi para pesaing
perusahaan yang merintangi tercapainya efektivitas kinerja perusahaan.
Misalnya keterbatasan kemampuan keuangan, rendahnya kualitas sum-
ber daya manusia, dan ketertinggalan di bidang teknologi. Berbagai keter-
batasan tersebut akan menjadi sumber kelemahan, sehingga perusahaan
akan sukar mencapai kinerja yang telah ditetapkan. Perusahaan yang
memiliki kelemahan keuangan, kemungkinan besar akan menghadapi
kesulitan pembiayaan operasionalnya, sehingga sukar bersaing dengan
perusahaan sejenisnya atau yang lain.

6.3.3. Opportunities:
Opportunities (peluang) adalah situasi utama yang dapat menguntungkan
perusahaan dalam lingkungan dimana perusahaan beroperasi. Identifi-
kasi sebelumnya terhadap: pangsa pasar, perubahan-perubahan persa-
ingan atau perbedaan aturan, perubahan tek-nologi, perbaikan hubungan

Bab 6 Lingkungan Internal 77


dengan pembeli dan pemasok akan melahirkan peluang bagi perusa-
haan.

6.3.4. Threats:
Threats (ancaman) adalah situasi utama yang tidak dapat mengun-
tungkan di suatu lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan halangan
utama terhadap apa yang diharapkan perusahaan saat ini. Masuknya
pesaing baru, pertumbuhan pasar melambat, daya tawar pembeli dan
pemasok meningkat, perubahan teknologi, dan revisi peraturan akan
muncul menjadi ancaman bagi keberhasilan perusahaan.
Analisis SWOT dapat digunakan dalam banyak cara untuk mem-
bantu analisis strategi. Dalam memandang sesuatu, para manajer dapat
melihatnya dari sudut pandang yang berbeda dan bahkan bertolak bela-
kang. Apa yang dilihat seorang manajer sebagai peluang, namun mana-
jer yang lain dapat melihatnya sebagai ancaman. Demikian pula dengan
pandangan seorang manajer tentang suatu kekuatan , dapat menjadi
kelemahan bagi manajer yang lain. Perbedaan penilaian tersebut dapat
merefleksi pertimbangan yang kuat dalam perusahaan atau penawaran
perspektif yang berbeda.

Bab 6 Lingkungan Internal 78


Gambar: 2
Diagram-analisis
SWOT

Numerous
environmental
opportunities

Cell 3: Cell 1:
Supports a turn Support and
around orient aggressive
ed strategy strategy
Critical Substantial
internal internal
weaknesses strengths
Cell 4: Cell 2:
Supports is a Supports a di-
devensive versification
strategy strategy

Major
environmental
threats

Sumber: Pearce II dan Robinson JR: Strategic Management:


Formulation, Implementation, and Control, (2000)

Keterangan gambar:
Cell 1:
Menunjukkan situasi perusahaan yang sangat menguntungkan. Dalam
situasi tersebut perusahaan menghadapi beberapa peluang (opportunity)
lingkungan dan memiliki sejumlah kekuatan (strength) yang mendorong
tercapainya peluang.
Bab 6 Lingkungan Internal 79
Cell 4:
Menunjukkan situasi perusahaan dengan keuntungan yang paling kecil.
Dalam situasi ini perusahaan menghadapi lingkungan yang memiliki
ancaman (threats) yang sangat besar dengan posisi sumber yang sangat
lemah (weaknesses).

Cell 2:
Menunjukkan sebuah perusahaan yang memiliki Resource-Based View
(RBV) yang telah mengidentifikasi beberapa kekuatan kunci untuk
menghadapi sebuah lingkungan yang tidak menguntungkan. Dalam
situasi seperti ini, strategi harus mengatur penyebaran kekuatan sumber
daya dan kompetensi untuk menciptakan peluang jangka panjang dalam
beberapa peluang pasar produk.

Cell 3:
Menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi peluang pasar yang
mengesankan (impressive) tetapi dihambat oleh kelemahan sumber-
sumber internal. Fokus strategi bagi perusahaan-perusahaan seperti ini
ialah menghilangkan kelemahan-kelemahan internal agar perusahaan
beroperasi lebih efektif yang pada gilirannya dapat menperoleh peluang
pasar.

6.4. ANALISIS VALUE CHAIN


Value chain menggambarkan suatu cara pandang bisnis sebagai suatu
rantai kegiatan yang mentransformasikan input menjadi output untuk
menambah nilai pelanggan (customer value).

6.4.1. Pengertian Value Chain


Beberapa ahli memberikan pengertian tentang value chain berikut ini:
Hansen dan Mowen (1995:36) mengemukakan bahwa:
Bab 6 Lingkungan Internal 80
“The value chain is the set of activities required to design, develop,
produce, market, distribute, and service a product.

Michael Porter (1985; 36) mengemukakan bahwa:


“Every firm is a collection of activity that are
performed to design, produce, market, deliver, and
support its product. All these activities can be
represented using a value chain.

Pearce II and Robinson JR (2000) mengemukakan bahwa:


The term value chain describes a way of looking at a
business as a chain of activities that transform
input into output that customers value.

Anthony, et. al. (1992;391) mengemukakan bahwa:


“The term value chain means all the activities that
add value, starting with product design, continuiting
with the procurement of resources, then with the steps
in the production process, and concluding with the
movement of the product from the factory to the
customer.

Berdasar pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa value chain adalah


rangkaian aktivitas-aktivitas yang melakukan transformasi atau proses
mengubah input menjadi output. Aktivitas-aktivitas yang dimaksud adalah
design, pengembangan, produksi, pemasaran, penyerahan, dan pelayan-
an. Aktivitas tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya agar pro-
duk yang dihasilkan memiliki nilai tambah (value added)

6.4.2. Tujuan Value Chain


Tujuan value chain ialah untuk menciptakan biaya rendah melalui
hubungan aktivitas sebagai suatu jaringan yang saling bergantung satu
dengan yang lain. Dengan biaya rendah manajemen dapat membentuk
nilai pelanggan.

Bab 6 Lingkungan Internal 81


6.4.3. Manfaat Value Chain
Valu chain memandang bahwa bisnis sebagai suatu mata rantai akti-
vitas. Aktivitas dimulai dari perolehan input, proses input sampai menjadi
output dan akhirnya output disampaikan ke tangan pelanggan. Pernya-
taan di atas menunjukkan bahwa, value chain adalah cara memandang
sebuah bisnis sebagai suatu rantai aktivitas. Kemudian aktivitas itu mem-
proses input menjadi output dengan biaya rendah (low cost). Biaya
rendah inilah yang membentuk nilai pelanggan.

6.4.4. Sumber-sumber Value Chain


Value chain berasal dari tiga sumber utama, yaitu:
 Aktivitas yang mendeferensiasi produk
 Aktivitas yang menurunkan biaya produk, dan
 Aktivitas yang cepat memenuhi kebutuhan pelanggan.

Tiga aktivitas di atas dapat dipersempit menjadi dua, yaitu:


1. AKTIVITAS UTAMA
Aktivitas utama meliputi segala aktivitas yang langsung berkaitan
dengan produk, yaitu: pembelian bahan baku, pembuatan, inbound
logitistics, operasi, outbound logistics, pemasaran/penjualan, dan pela-
yanan.
 Inbound Logistik:
Aktivitas, biaya dan aset dihubungkan dengan perolehan bensin, energi,
bahan baku, komponen suku cadang, perakitan, perdagangan, dan item-
item dapat dikonsumsi dari vendor; penerimaan, penyimpanan, dan
penyebaran input dari suppliers, inspeksi, dan manajemen sediaan.
 Operasi:
Adalah aktivitas yang terjadi dalam perusahaan dalam mengubah input
menjadi output. Misalnya, kegiatan memproduksi, mengasembling, mem-

Bab 6 Lingkungan Internal 82


bungkus (packaging), pemeliharaan peralatan, fasilitas, penjaminan mu-
tu, dan perlindungan lingkungtan). Aktivitas tersebut melibatkan sejumlah
aset, peralatan, dan tenaga yang diatur oleh sebuah sistem. Berdasar
aktivitas tersebut terjadilah biaya-biaya yang harus dialokasikan kedalam
output tersebut sebagai biaya produksi.

 Pemasaran dan Penjualan:


Adalah pelaksanaan aktivitas yang dari padanya timbul biaya-
biaya, dan penggunaan aset yang dihubungkan dengan usaha-usaha
penjualan, advertensi, dan promosi, perencanaan dan penelitian pasar,
dan dukungan dealer/distributor.

 Layanan:
Adalah pelaksanaan aktivitas yang dari padanya terjadi biaya-biaya,
dan penggunaan aset yang berhubungan dengan pemberian bantuan
pada pembeli. Misalnya, instalasi, penyerahan suku cadang, pemelihara-
an dan perbaikan, bantuan teknik, penyelidikan terhadap pembeli, dan
penanganan keluhan.

2. AKTIVITAS PENUNJANG
 Administrasi umum
Administrasi umum berkaitan dengan aktivitas, biaya, dan aset yang
berkaitan dengan manajemen umum, akuntansi dan keuangan, urusan
hukum dan peraturan, keselamatan dan keamanan, SIM, dan fungsi-
fungsi overhead lainnya. Aktivitas tersebut melayani semua fungsi secara
umum. Misalnya, kegiatan pemasaran, produksi, atau aktivitas penunjang
lainnya.

Bab 6 Lingkungan Internal 83


 Manajemen Sumber Daya Manusia:
Aktivitas, biaya, dan aset yang berkaitan dengan penerimaan pega-
wai, pelatihan, pengembangan, dan kompensasi semua tipe personal,
hubungan perburuhan, pengembangan pengetahuan dasar keterampilan.
Sasaran utama adalah bagaimana kualitas sumber daya manusia diting-
katkan, sehingga dapat memberikan kontribusinya kepada perusahaan
secara maksimal.

 Penelitian, Teknologi, dan Sistem Pengembangan:


Aktivitas, biaya, aset, yang dihubungkan dengan R&D produk, pro-
ses R&D, proses pengembangan perbaikan desain, pengembangan
software komputer, sistem telekomunikasi, bantuan asistensi dan pereka-
yasaan komputer, kemampuan database, pengembangan dan sistem
dukungan komputerisasi.

 Pembelian:
Adalah pelaksanaan aktivitas yang dari padanya terjadi biaya-
biaya, dan penggunaan aset yang dihubungkan dengan perolehan bahan
baku, suplies, layanan, outsourcing yang yang diperlukan untuk mendu-
kung perusahaan dan aktivitasnya.

6.5. ANALISIS INTERNAL


Manajer membutuhkan standar yang obyektif untuk menguji
sumber-sumber internal. Apakah menerapkan analisis SWOT, pendekat-
an value chain, dan strategis berdasarkan 4 perspektif dasar untuk
mengevaluasi di mana perusahaan mereka membandingkan kemampuan
internalnya.

Bab 6 Lingkungan Internal 84


6.5.1. Perbandingan Kinerja
Untuk mengetahui baik tidaknya kinerja suatu perusahaan, perlu
dibandingkan dengan kinerja secara intern atau dengan kinerja
perusahaan lain. Untuk memperoleh kesimpulan yang tepat, maka
perbandingan tersebut harus memperhatikan konsistensi kebijakan yang
ditetapkan manajemen, antara lain kebijakan akuntansi (accounting
policy). Misalnya, kalau periode tahun lalu dimulai dari 1 Januari sampai
dengan 31 Desember, maka periode tahun sekarang juga dimulai 1
Januari sampai dengan 31 Desember. Kalau metode depresiasi tahun
lalu menggunakan metode garis lurus (straight line method), maka tahun
sekarang tetap menggunakan metode depresiasi garis lurus atau tidak
boleh menggunakan depresiasi Dec-line method.
Berikut ini dikemukakan beberapa cara perbandingan kinerja.
1. Perbandingan Kinerja Secara Intern Perusahaan
 Kinerja tahun sekarang dibandingkan dengan kinerja tahun lalu.
Mengukur kinerja dengan cara seperti ini biasanya untuk mengetahui
tingkat efisiensi. Informasi yang digunakan dalam perbandingan ini
ialah laporan kinerja sesungguhnya yang diperoleh tahun sekarang
dengan kinerja sesungguhnya yang dicapai tahun lalu. Misalnya biaya
produksi tahun 2011 dibandingkan dengan biaya produksi tahun 2010.
Untuk memperoleh kesimpulan yang tepat, maka perbandingan
tersebut harus memperhatikan konsistensi kebijakan yang ditetapkan
manajemen, seperti yang telah dijelaskan di atas.
 Kinerja yang dicapai tahun sekarang dibandingkan dengan kinerja
yang direncanakan tahun sekarang.
Mengukur kinerja dengan cara seperti ini biasanya disebut efektivitas.
Informasi yang digunakan ialah laporan kinerja sesungguhnya diban-
dingkan dengan anggarannya. Misalnya, penjualan sesungguhnya tahun
2011 dibandingkan dengan penjualan yang direncanakan tahun 2011.

Bab 6 Lingkungan Internal 85


2. Perbandingan kinerja perusahaan dengan kinerja perusahaan
pesaing.
Perbandingan kinerja dengan cara ini, paling tidak harus memper-
hatikan beberapa hal, antara lain: jenis usaha, kebijakan akuntansi, faktor
konsistensi, dan periode akuntansi. Hal ini dimaksudkan agar hasil
perban-dingan kinerja menghasilkan informasi yang akurat, sehingga
keputusan yang diambil sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dengan
hasil perban-dingan tersebut dapat diketahui posisi perusahaan berada
dimana, apakah diatas, di tengah atau bawah. Kalau sudah berada
diposisi paling atas, upaya yang harus dilakukan adalah bagaimana
mempertahankan posisi tersebut agar tidak tergesar oleh perusahaan
lain. Kalau berada pada posisi tengah harus berusaha mencapai posisi
paling atas, dan mempertahankan diri agar tidak digeser oleh perusahaan
yang berada pada posisi paling bawah. Demikian pula kalau posisi paling
bawah, harus ada target kapan menduduki posisi tengah, dan kapan
menduduki posisi paling atas.
Berikut ini adalah perbandingan kinerja perusahaan-perusahaan yang
bergerak di bidang komputer pada tahun 1992 (jenis usahanya sama):

Bab 6 Lingkungan Internal 86


Tabel: 1
TINGKAT LABA PADA PERUSAHAAN KOMPUTER
TAHUN 1992

Company Sales $ Million ROS (%) ROA (%)


IBM 65,096 -8 -6
Hewlett-Packard 16,427 3 4
Digital Equipment 14,027 -20 -25
Unisys 8,422 4 5
Apple Computer 7,078 7 13
Company Computer 4,132 5 7
Sun Microsystems 3,682 5 6
Pitney Bowes 3,460 3 2
Seagate Technology 2,889 2 3
Amdahl 2,554 0 0
Conner 2,273 5 6
Peripherals 2,058 -2 -2
Tandem Computers 1,910 -19 -33
Wang Laboratories 1,512 1 1
Storage Technology 1,182 1 1
Intergraph 1,128 4 9
Quantum 1,127 -6 -7
Data General 1,107 6 26
Gateway 2000 1,945 0 1
SCI Systems 1,039 1 2
Maxtor 0,951 7 12
AST Research 0,940 -8 -14
Western Digital 0,890 6 9
Dell Computer 0,867 -14 -16
Silicon Graphics 0,798 -2 -1
Cray Research -0.8 0.6
Average

Sumber:

Keterangan tabel:
 Penilaian kinerja menurut ROS.
Perusahaan yang mencapai tingkat ROS tertinggi ialah Equipment dan
Wang, yaitu masing-masing memperoleh 7%. Urutan ke dua ditempati
oleh Peripherals dan Storage dengan perolehan masing-masing sebesar

Bab 6 Lingkungan Internal 87


6%. Urutan ke tiga ditempati oleh Unisys, Apple, dan Sun, masing-
masing memperoleh 5%. ROS yang paling rendah dicapai oleh Packard
dengan nilai -25%. Artinya, menurut ROS, perusahaan yang memiliki
keunggulan bersaing tertinggi ialah Equipment dan Wang.

 Penilaian kinerja menurut ROA


Perusahaan yang memperoleh ROA tertinggi ialah Peripherals yaitu
sebesar 26%. Disusul urutan kedua ialah Equipment sebesar 13%.
Urutan ke tiga ditempati oleh Wang dengan ROA sebesar 12%. ROA
yang paling rendah dicapai oleh Pitney Bowes dengan nilai -33%. Kalau
dilihat dari total skor (ROS + ROA), maka yang paling tinggi kinerjanya
ialah Peripherals, yaitu sebesar 32%. Berarti, Peripherals yang memiliki
keunggulan bersaing tertinggi.

 Perbandingan kinerja perusahaan dengan kinerja industri.


Kinerja suatu perusahaan dapat juga dibandingkan dengan kinerja
industri pada umumnya. Dengan perbandingan tersebut dapat diketahui
dimana posisi perusahaan di tengah-tengah berbagai industri secara
umum. Misalnya, industri manufaktur mana yang tertinggi kinerjanya di
antara 156 industri manufaktur yang go publik di Bursa Efek Indonesia
(BEI).

Pertanyaan-pertanyaan:
1. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan lingkungan internal.
2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor apa saja yang membentuk
lingkungan internal.
3. Sebutkan dan jelaskan sumber berwujud dan sumber tidak berwujud
yang dimiliki perusahaan.
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kemampuan perusahaan?

Bab 6 Lingkungan Internal 88


5. Sebutkan dan jelaskan 5 faktor yang membentuk kemampuan
perusahaan.
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan SWOT
7. Apa manfaat perbandingan kinerja bagi perusahaan? Jelaskan.

Bab 6 Lingkungan Internal 89


BAB 7 STRATEGI GENERIK
DAN GRAND STRATEGI

TUJUAN BELAJAR
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat
menjelaskan:

1. Faktor-faktor yang Membentuk Strategi


2. Strategi Kepemimpinan Biaya
3. Strategi Diferensiasi
4. Strategi Fokus
5. Pengertian kualitas
6. Analisis Strategi Secara Parsial
7. Grand Strategies

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 90


7.1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK STRATEGI
Setelah memilih salah satu strategi diantara beberapa strategi yang
tersedia, maka tugas menajemen kemudian ialah bagaimana mengimple-
mentasikan dan mengendalikan strategi agar mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh sebab itu, manajemen harus mengenal faktor-faktor
apa saja yang dapat membentuk strategi. Thompson dan Strickland
(1990: 44) kembali menegaskan secara skematis bahwa, faktor-faktor
yang membentuk strategi adalah lingkungan eksternal dan internal.
Lingkungan eksternal yang dimaksud antara lain meliputi faktor: sosial,
politik, peraturan pemerintah, daya tarik industri, perubahan industri,
kondisi persaingan, peluang dan tantangan perusahaan. Di samping itu,
lingkungan internal antara lain meliputi faktor: organisasi, kekuatan,
kelemahan, posisi persaingan pasar, ambisi personal, filosofi bisnis,
prinsip-prinsip etika dari eksekutif kunci, dan budaya perusahaan.
Lingkungan eksternal yang berperan membentuk strategi adalah
yang memiliki peluang, dan bukan ancaman. Ancaman merupakan fak-
tor penghambat terhadap strategi yang dipilih. Di pihak lain, lingkungan
internal yang membentuk strategi adalah aspek kekuatannya, sedangkan
kelemahan lingkungan internal merupakan faktor penghambat dalam
pembentukan strategi.
Lingkungan eksternal merupakan faktor yang sukar dikendalikan
dibanding faktor internal. Itulah sebabnya, manajemen harus melakukan
pemantauan terhadap lingkungan eksternal secara berkelanjutan, karena
perubahan lingkungan eksternal sangat cepat. Berikut ini dikemukakan
sebuah gambar yang menjelaskan bagai-mana faktor eksternal dan
internal membentuk strategi.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 91


Bagan: 3
Faktor-Faktor Yang Membentuk Strategi Perusahaan
EXTERNAL FACTORS

Societal, Industry,
Political, attractive- Company
Regulatory, ness opportuni
and Changing ties and
community industry threats
citizenship and
consideration competitive
conditions

Conclution Identificati Crafting


concerning on and a strategy
how internal evaluation that fits
A company strategic situation and external of strategy the
factors stack alternative overall
up; their situation
implication
strategy.

Organizatio Personal Shared


-nal ambitions, values
strengths, business and
weaknesses philosophies, company
and and ethical culture
competitive principles of
market key executive
position

INTERNAL FACTOR
Sumber: Thompson and Strickland (1990: 44 )

Gambar di atas memperlihatkan lingkungan eksternal dan lingkungan inter-


nal bersama-sama dengan faktor-faktor yang membentuk lingkungan terse-
but. Semua faktor-faktor itu ditransformasi ke dalam sebuah situasi stra-
tegik perusahaan untuk mengikuti proses internalisasi sebelum membentuk

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 92


strategi. Seperti diketahui bahwa, lingkungan eksternal memiliki potensi
untuk menyediakan peluang, tetapi berpotensi pula memberikan ancaman.
Demikian pula dengan lingkungan internal berpotensi memiliki kekuatan
dan kelemahan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan identifikasi atau diagnosis,
mana yang lebih dominan antara peluang dan ancaman. Kalau peluang
yang lebih dominan, maka perlu diketahui dari mana sumber peluang itu.
Apakah dari faktor politik, ekonomi, atau teknologi? Sebaliknya, kalau
ancaman yang dominan, dari mana sumber ancaman itu? Pertanyaan
selanjutnya ialah strategi apa yang dipilih untuk menghadapi salah satu
atau kedua situasi itu?
Berdasar penjelasan di atas, secara eksplisit dapat dikemukakan
bahwa, ling-kungan eksternal dan internal dapat menentukan keberhasilan
implementasi strategi, apakah strategi kepemimpinan biaya, strategi
diferensiasi, atau strategi fokus.

7.2. STRATEGI GENERIK


Porter (1985: 11) menekankan tiga strategi generik untuk mencapai
kinerja di atas rata-rata industri yaitu: cost leadership, differentiation, dan
focus. Sementara Hansen dan Mowen (2000; 11) hanya menggunakan 2
strategi generik yaitu: a low-cost strategy dan a strategic of differentiation.

7.2.1. Strategi Kepemimpinan Biaya


Strategi merupakan bidang kajian yang tidak terlepas dari lingkungan, baik
eksternal maupun internal. Fokus strategi kepemimpinan biaya adalah
pada upaya menekan biaya dengan berbagai macam aktivitas. Karena
tujuannya adalah menekan biaya, maka nilai tambah yang ditimbulkannya
akan dinik-mati oleh pelanggan sebagai nilai pelanggan.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 93


1. Pengertian Strategi Kepemimpinan Biaya
Hitt et al. (2001; 155) mengemukakan bahwa strategi kepemimpinan
biaya adalah seperangkat tindakan terintegrasi yang dirancang untuk
mempro-duksi atau menyerahkan barang atau jasa pada tingkat biaya
yang relatif rendah dibanding pesaing dengan ciri-ciri produk yang dapat
diterima pelanggan. Pengertian yang lain, dikemukakan oleh Charles dan
Gareth R. (1995; 17) bahwa sebagai tujuan perusahaan, strategi
kepemimpinan biaya adalah melakukan segala sesuatu yang dapat meng-
hasilkan barang atau jasa pada tingkat biaya yang lebih rendah dibanding
pesaing. Pearce II dan Robinson JR. (2000) mengatakan bahwa perusa-
haan berhasil membangun strategi kepemimpinan biaya apabila dapat
memberikan produknya atau jasanya pada tingkat biaya dibawah dari
harga yang diberikan pesaing, dan dia harus mencapai keunggulan bersa-
ing secara berkelanjutan. Kuncoro (2005:90) mengemukakan bahwa,
strategi kepemimpinan biaya adalah strategi yang digunakan organisasi
apabila organisasi ingin menjadi pemimpin pasar berbasis biaya rendah
dengan basis pelanggan yang luas.
Berdasar pernyataan para ahli di atas, dapat dikemukakan bahwa,
strategi kepemimpinan biaya paling tidak meliputi 3 hal penting: (1)
aktivitas atau cara untuk menurunkan biaya, (2) penurunan biaya produk
tersebut harus lebih rendah atau sama dibanding pesaing, dan (3)
pencapaian keunggulan bersaing.

2. Tujuan Strategi Kepemimpinan Biaya


Tujuan strategi kepemimpinan biaya adalah untuk memberikan
value yang sama atau lebih baik pada pelanggan dengan harga yang lebih
rendah atau sama dibanding tingkat biaya yang dimiliki pesaing. Hal ini
ditegaskan oleh Hansen and Mowen (2000:11) bahwa, tujuan strategi

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 94


biaya rendah adalah memberikan nilai yang sama atau lebih baik kepada
pelanggan pada tingkat biaya yang lebih rendah dibanding pesaing.
Strategi diferensiasi di lain pihak, berusaha meningkatkan nilai
pelanggan dengan meningkatkan realisasi (realization). Misal, bagian pro-
duksi membuat produk dengan kualitas yang dapat diterima pelanggan
atau kualitas superior, memperbaiki desain produk secara berkelanjutan,
bagian penjualan menawarkan barang dengan service after sales yang
tidak diberikan oleh pesaing, dan sebagainya.

3. Menciptakan Biaya Rendah Melalui Strategi Kepemimpinan Biaya


Bisnis yang sukses membangun strategi kepemimpinan biaya
membutuhkan bisnis yang dapat memberikan produk atau jasanya dengan
biaya di bawah apa yang diberikan oleh pesaing. Dengan biaya tersebut,
perusahaan dapat mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
Bagaimanapun, jika ingin menurunkan biaya, dapat dilakukan dengan
meningkatkan volume produksi, sehingga pengaruh jangka panjangnya
dapat mengurangi biaya per-unitnya. Pernyataan ini dapat dibenarkan jika
perusahaan sebelumnya telah memiliki permintaan yang tinggi. Permintaan
yang tinggi dapat direalisir jika produk yang dihasilkan menarik bagi
pelanggan. Produk yang menarik dapat disebabkan kualitas produk yang
bagus, layanan yang cepat, advertensi yang menarik, atau harga jual yang
rendah.
Berarti sasaran utama strategi kepemimpinan biaya adalah
menciptakan biaya yang sama atau lebih rendah dibanding pesaing. Jadi,
strategi biaya rendah bertujuan menciptakan nilai pelanggan melalui
pengurangan pengorbanan (Hansen dan Mowen 2000; 11). Strategi ini
dapat diwujudkan melalui pengurangan biaya atau efisiensi yang ditetap-
kan dalam rantai nilai. Rantai nilai yang dimaksud adalah: desain, pene-
litian dan pengembangan (R&D), produksi, pemasaran, distribusi, dan

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 95


layanan. Biaya produksi dapat dikurangi dengan memperbaiki proses
pembuatan sebatas yang diperbolehkan, misalnya menset-up mesin
produksi agar dapat menghemat penggunaan bahan bakar, melakukan
studi tentang gerak karyawan dalam menjalankan aktivitasnya, memper-
pendek jarak tempuh transportasi internal dan sebagainya. Manajer dapat
juga mengurangi langsung harga penjualan produk, misalnya menunda
alokasi beban depresiasi dalam jangka pendek. Semua usaha ini akan
mengurangi harga jual produk dan pengorbanan pelanggan. Kalau
pengorbanan pelanggan berkurang, tentu nilai pelanggan akan meningkat.
Pada pokoknya, jika nilai pelanggan diartikan sebagai perbedaaan diantara
realisasi dan pengorbanan, strategi kepemimpinan biaya dapat mening-
katkan nilai pelanggan dengan meminimumkan pengorbanan pelanggan.
Dalam kasus ini kepemimpinan biaya adalah tujuan organisasi (Hansen
and Mowen, 1995: 345).
Penekanan efisiensi dan biaya rendah, berarti manajer harus
menggunakan input seoptimal mungkin sementara kuantitas dan kualitas
produk tidak terganggu. Penjelasan di atas menekankan bagaimana cara
mencapai harga rendah sebagai tujuan strategi kepemimpinan biaya anta-
ra lain: memiliki skill dan sumber daya, atau mencapai efisiensi melalui
pelaksanaan value chain. Cara lain adalah beroperasi dengan biaya desain
yang rendah, melaksanakan perakitan secara otomatis, dan melaksanakan
R&D secara global.
In security guard services, cost advantage requires extremely
low overhead, a plentiful source of low-cost labor, and efficient
training procedures because of high turnover (Porter, 1985;
12).

Hal senada juga dikemukakan oleh Naro (2003) bahwa, peru-sahaan


dapat memilih strategi keunggulan biaya jika perusahaan memiliki cakupan
pasar yang luas dan melayani banyak segmen. Status sebagai produsen

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 96


atau penyedia jasa berbiaya rendah tidak sekedar menuntut perusahaan
untuk mengikuti kurva belajarnya, tetapi tetap dituntut untuk mencari dan
memanfaatkan semua sumber keunggulan biaya, sehingga dapat menjual
produknya dengan harga lebih murah. Keunggulan biaya rendah biasanya
tercapai karena perusahaan menjual produk yang standar. Hal ini
ditegaskan lebih lanjut oleh Porter (1980: 36) bahwa, strategi
kepemimpinan biaya perlu menggiatkan pembentukan tingkat efisiensi, giat
mengadakan pengurangan biaya berdasarkan pengalaman, memperketat
biaya dan mengendalikan biaya overhead, mencegah rekening pelanggan
marjinal, dan meminimumkan biaya untuk bidang-bidang seperti R&D,
layanan, tenaga kerja, advertensi, dan sebagainya. Pencapaian posisi
biaya secara menyeluruh biasanya membutuhkan pangsa pasar yang
relatif tinggi atau keunggulan-keunggulan yang lain, seperti akses
keuntungan bahan baku. Hal ini membutuhkan desain produk untuk
mempermudah kegiatan manufaktur, pemeliharaan garis batas yang
berkaitan dengan produk untuk memisahkan biaya, dan pelayanan seluruh
kelompok pelanggan utama agar dapat menambah volume.
Indikator strategi kepemimpinan biaya paling tidak meliputi:
 pembentukan efisiensi biaya bahan baku dan tenaga kerja.
 pengurangan harga,
 pengendalian biaya overhead yang ketat,
 pengurangan biaya kebijakan ( meminimumkan biaya-biaya: R&D,
pelayanan, advertensi, dan sebagainya),
 perbaikan proses produksi, dan
 mengeliminasi aktivitas yang tidak bernilai tambah.

Di lain pihak, perusahaan harus meningkatkan pangsa pasar (market


share) agar biaya atau harga produk dapat ditekan secara optimal. Upaya
ini tentu memerlukan biaya promosi, sehingga perusahaan perlu mencari

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 97


strategi pemasaran yang tepat agar biaya promosi dapat dioptimalkan.
Jadi, pengurangan biaya yang ditempuh dalam strategi kepemimpinan
biaya cenderung menggunakan upaya penghematan secara operasional,
baik dalam proses produksi maupun pemasaran.
Untuk mencapai biaya rendah yang dimaksud, teori di atas dapat
dituangkan ke dalam beberapa kegiatan fungsional berikut ini:
 Fungsi penjualan mengembangkan perluasan pasar dan
menstabilkan permintaan pembeli.
 Fungsi manufaktur menjamin kelancaran produksi dan mengurangi
biaya produksi.
 Fungsi sumber daya manusia (SDM) meningkatkan frekuensi
pelatihan pegawai dan memperbaiki sistem kompensasi yang dapat
menurunkan biaya dengan meningkatkan produktivitas.
 Fungsi R&D melakukan perbaikan proses produksi untuk
menurunkan biaya produksi.
Helms et al. (1997) dalam penelitiannya tentang strategi kepemimipinan
biaya mengajukan beberapa indikator variabel penelitian, yaitu: penge-
luaran biaya proses, R&D rendah, biaya manufaktur rendah, beban-
beban langsung relatif rendah, beban advertensi rendah, dan harga
rendah. Untuk produk baru yang masih membutuhkan sosialisasi atau
perkenalan kepada pelanggan, perlu menggalakkan advertensi secara
besar-besaran dan tentu membutuhkan biaya besar pula. Dengan stra-
tegi kepemimpinan biaya, memang kasus ini agaknya dilematis. Karena
jika menurunkan biaya advertensi, tentu produk baru tidak dikenal calon
pelanggan. Bahkan produk lamapun, jika ingin dikenal pelanggan masih
membutuhkan advertensi dengan biaya besar, karena dalam menghadapi
persaingan yang lebih ketat produk-produk yang tidak gencar dipromo-
sikan lebih mudah dilupakan orang. Dalam proposisinya, mereka ber-
anggapan bahwa, penggunaan stra-tegi kepemimpinan biaya saja tidak

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 98


cukup memberikan kontribusi untuk mencapai kinerja perusahaan. Hal ini
terbukti dalam kesimpulan penelitiannya bahwa, bersaing dengan strategi
kepemimpinan biaya tanpa mengkutsertakan strategi diferensiasi memiliki
keterbatasan dalam mencapai kinerja perusahaan. Atau dengan kata lain,
kinerja akan dicapai secara maksimal apabila menggunakan strategi
kepemimpinan biaya dan diferensiasi secara simultan. Demikian pula
halnya dengan penggunaan strategi diferensiasi dan innovasi tanpa
memperhatikan efisiensi, tentu hanya merupakan strategi yang berpan-
dangan jangka pendek. Meskipun demikian, buku ini menekankan anali-
sis secara terpisah antara strategi kepemim-pinan biaya dan strategi
diferensiasi.

4. Menciptakan Keunggulan Bersaing Melalui Strategi


Kepemimpinan Biaya
Untuk mengurangi biaya, departemen atau bagian perlu melakukan
langkah-langkah berikut ini:
 Departemen teknologi: dapat mengurangi biaya dengan menciptakan
innovasi, dan mengurangi jumlah komponen yang digunakan.
Pengurangan ini tentu sebatas kewajaran yang tidak mengganggu
penurunan kualitas.
 Departemen sumber daya manusia, mengurangi biaya dengan
melakukan: pelatihan tentang keselamatan kerja seluruh karyawan,
mengurangi tingkat absensi karyawan, dan mengurangi kecelakaan.
 Level manajemen puncak: merampingkan struktur organisasi manaje-
men puncak, mengurangi biaya overhead manajemen puncak,
melakukan komputerisasi, menciptakan sistem informasi yang
integrasi, dan mengurangi tingkat kesalahan dan biaya administrasi.
Administrasi umum, melakukan: kontrak jangka panjang yang
menguntungkan, dan memelihara suplier kunci.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 99


 Procurement:
(1) In bound logistic: Melakukan kontak secara on line dengan pemasok.
(2) Operasi: melakukan otomatisasi sediaan terhadap setiap order,
mengurangi biaya peralatan pabrik dan penyusutan berdasarkan
skala ekonomi,
(3) Outbound logistics: mengurangi biaya transportasi dengan sistem
komputer,
(4) Pemasaran dan Penjualan: melakukan kerjasama advertensi dengan
distributor untuk menciptakan keunggulan biaya dalam pembelian,
(5) Layanan: Melakukan subkontrak jasa teknik untuk perbaikan produk
pada kesempatan pertama.
Hal ini menunjukkan bahwa strategi kepemimpinan biaya dan
diferen-siasi secara terpisah dapat menciptakan nilai pelanggan yang
kemudian dapat membangun keunggulan bersaing, walaupun tidak
sebaik kombinasi. Harga dan kualitas, memang merupakan dua faktor
yang selalu menjadi pertimbangan pembeli pada saat melakukan
transaksi. Jadi, strategi kepe-mimpinan biaya sekalipun bertujuan untuk
menciptakan biaya rendah, namun tetap mempertimbangkan kualitas
yang pantas dapat diterima pelanggan. Sama halnya dengan strategi
diferensiasi, juga perlu memper-timbangkan faktor biaya yang akan
dibebankan pada pelanggan, karena kualitas yang tinggi tidak akan
menarik pelanggan tertentu jika harga menjadi beban berat bagi
pelanggan.
Biaya dan kualitas memang sering dikonotasikan sebagai dua faktor
yang sering berlawanan. Kalau produk tertentu memiliki kualitas superior,
berarti biaya atau harga jualnya akan tinggi. Pada hal produk yang dijual
dengan harga yang tinggi akan sukar dijangkau oleh segmen pasar
tertentu, terutama masyarakat yang tergolong ekonomi lemah. Di pihak
lain, kualitas produk yang rendah bisa menjadi faktor penyebab rendah-

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 100


nya biaya atau harga produk, dan harga yang rendah ini banyak disukai
oleh mereka yang tergolong ekonomi lemah. Sebaliknya, produk tersebut
kurang diminati oleh segmen pasar tertentu, terutama masyarakat yang
memiliki daya beli tinggi. Masyarakat yang memiliki daya beli tinggi,
sangat selektif dalam mengkonsumsi produk. Perilaku konsumen seperti
ini, bukan karena mereka memiliki daya beli yang tinggi saja, tetapi me-
reka sudah memikirkan kese-lamatan pribadi ketika mengkonsumsi
produk.
Uraian di atas jelas bahwa, antara strategi kepemimpinan biaya dan
diferensiasi harus memiliki batas toleransi yang aman, agar terbentuk
harga dengan kualitas yang aman dan dapat diterima. Namun demikian,
manajer dapat menemukan titik yang paling ideal antara harga dan
kualitas. Apakah mereka tidak kesulitan? Dalam kenyataan, strategi
kepemimpinan biaya dan diferensiasi cenderung berada pada dua
ekstrim. Strategi kepemimpinan biaya cenderung bersaing dengan harga
rendah, sebaliknya strategi diferensiasi cenderung bersaing dengan
kualitas yang prima dan diikuti pula oleh layanan, advertensi, R&D, dan
harga yang tinggi. Masing-masing strategi membidik segmen pasar yang
berbeda.
Penelitian empiris tentang strategi kepemimpinan biaya dan
diferensiasi yang dihubungkan dengan kinerja atau keunggulan bersaing,
telah dilakukan oleh Budiwibowo (2003), Satriawan (2002), Wahyuningsih
(2000), Desarbo et al. (2001), Colin Campbell-Hunt (2000), Lindahl dan
Beyers (2000), Kumar et al. (1997), dan Helms et al. (1997). Satriawan
(2002: 921) menyimpulkan bahwa, strategi costs leadership tidak
berpengaruh terhadap kinerja. Temuan Satriawan (2002) dimentahkan
oleh Wahyuningsih (2002: 921) dalam temuannya yang menyimpulkan
bahwa, perusahaan yang menggunakan cost leadership berpengaruh
positif dan signifikan kinerja, sedangkan untuk strategi differentiation

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 101


ditemukan tidak signifikan terhadap kinerja. Kumar et al. (1997) menyim-
pulkan bahwa, dengan menggabungkan implementasi strategi kepemim-
pinan biaya dan strategi diferensiasi, maka pengaruhnya cukup signi-
fikan terhadap kinerja. Kumar et al. (1997) dan Helms et al. (1997) ingin
membuktikan bahwa strategi generik yang dikemukakan Porter (1980)
tidak saling berdiri sendiri dalam menciptakan keunggulan bersaing. Akan
tetapi kedua strategi tersebut dapat dikombinasikan secara bersama-
sama untuk membentuk keung-gulan bersaing. Di lain pihak dikatakan
bahwa walaupun strategi kepemim-pinan biaya dan diferensiasi melaku-
kan tindakan pada tingkat perbedaan yang tinggi dalam desain strategi
persaingan, diskripsi paradigma strategi persaingan masih dapat diper-
tinggi dan proposisi teoritikalnya terhadap kinerja masih mendukung
(Colin Campbell-Hunt, 2000: 127). Hal ini memang berlawanan dengan
apa yang dikatakan Porter (1985) bahwa: Strategi generik tidak berkaitan
satu dengan yang lain dan masing-masing strategi dapat berhubungan
dengan berbagai strategi lain. Hal ini menggambarkan bahwa strategi
kepemimpinan biaya dan diferensiasi tidak saling berkaitan karena menu-
rut Porter (1985) setiap strategi ini merepresentasi sebuah pendekatan
yang secara fundamental berbeda dalam menciptakan keunggulan
bersaing yang berkelanjutan.
Pendapat di atas dapat diperjelas bahwa strategi keunggulan biaya
dapat membangun keunggulan bersaing tanpa harus bersama-sama
dengan strategi diferensiasi dan fokus. Dalam penelitiannya, Kumar et al.
(1997) membagi strategi menjadi: Cost leadership, Focused diffe-
rentiation, Stuck-in the Middle, Focused cost leadership, dan diffe-
rentiation. Sementara Lindahl dan Beyer (1997) mengelompokkan
strategi menjadi: differentiation, focused differentiation, cost or cost focus,
dan stuck. Ini berarti Kumar et al, (1997), Lindahl dan Beyer (1997)
sepakat bahwa strategi di atas dapat digabungkan satu sama untuk

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 102


membangun keunggulan bersaing. Kumar et al. (1997: 50) mengatakan
bahwa, saat ini, khususnya perusahaan-perusahaan Jepang rupanya te-
lah menyarankan bahwa, kombinasi strategi kepemimpinan biaya dengan
strategi diferensiasi memberikan keunggulan bersaing yang berkelanjutan
pada organisasi. Pernyataan ini masih sebatas saran, dan bisa saja hal
ini tidak dilaksanakan.
Dalam penelitian tersebut Kumar et al. (1997) melaporkan juga bahwa
rumah sakit yang mencari laba dan tidak mencari laba memiliki
perbedaan orientasi strategi. Sekitar 45% rumah sakit yang mencari laba
mengikuti bentuk strategi diferensiasi, sementara yang lain 45% mengi-
kuti bentuk strategi kepemimpinan biaya, dan 10% mengikuti bentuk
stuck-in- the middle atau kombinasi antara srategi kepemimpinan biaya
dan diferensiasi. Temuan ini sangat mendukung penulisan buku ini,
karena dapat memberikan informasi tentang pemakai strategi diferensiasi
sebanyak 45% dan strategi kepemimpinan biaya 45% masih cukup
berimbang, dan pemakai keduanya sangat besar dibanding dengan
pemakai strategi kombinasi. Artinya, meneliti strategi kepemim-pinan
biaya dan diferensiasi secara terpisah masih sangat wajar dan bera-
lasan. Hal ini diperkuat lagi oleh temuan berikutnya bahwa, 75% rumah
sakit yang tidak mencari laba mengikuti strategi kepemimpinan biaya, 13
% mengikuti bentuk diferensiasi dan 12% mengiktui stuck-in-the middle
(Kumar et al. 1997; 53).
Temuan lain yang menarik dari penelitian Kumar et al. (1997) ialah
hasil analisis menurut penarikan sampel yang dibagi menjadi 4 kelompok.
Hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi sampelnya, mean strategi
kepemimpinan biaya semakin tinggi dibanding dengan mean strategi
diferensiasi dan fokus. Hal ini dapat dilihat pada kelompok I dan IV
masing-masing memiliki 28% dan 37% sampel rumah sakit tekanannya
pada strategi kepemimpinan biaya karena meannya lebih besar

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 103


dibanding dengan mean strategi diferensiasi dan fokus. Sementara dalam
kelompok II dan III dengan sampel 16% dan 11% memiliki mean strategi
diferensiasi yang lebih tinggi dibanding mean strategi kepemimpinan
biaya dan fokus. Kemudian Helms et al. (1997) membagi strategi dasar
menjadi: kepemimpinan biaya, diferensiasi, dan gabungan keduanya.
Hasilnya menunjukkan bahwa gabungan kepemimpinan biaya dan
diferensiasi memiliki ROI yang lebih tinggi dibanding menggunakan
strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi secara terpisah. Helms et
al. (1997) meneliti beberapa variabel yaitu: product R&D expenses,
process expenses, relative direct costs, capacity utilization, advertising
expenditures, and pricing. Pemilihan variabel tersebut sesuai dengan
aktivitas yang dikembangkan dalam rantai nilai yang umumnya meliputi:
desain, pengembangan, produksi, pemasaran, distribusi dan layanan.
Variabel penelitian itu dapat pula ditambah dengan variabel lian,
misalnya: kualitas, layanan, advertensi, dan jaminan sediaan bahan baku
sebagai indikator strategi diferensiasi. Jika demikian, indikator strategi
kepemimpinan biaya meliputi: efisiensi biaya bahan baku, tenaga kerja
langsung, harga jual rendah, biaya overhead pabrik rendah, biaya
kebijakan rendah (advertensi, penelitian dan pengembangan), biaya
perbaikan proses produksi rendah, dan mengeliminasi aktivitas yang
tidak bernilai tambah.
Ditinjau dari aspek strategi kepemimpinan biaya menunjukkan
bahwa, strategi tersebut cukup tinggi penggunaannya dalam perusahaan
yang berorientasi laba dan nirlaba. Artinya, banyak perusahaan yang
menggunakan harga rendah sebagai alat untuk memenangkan persaing-
an, karena dengan harga rendah akan mendorong terciptanya nilai
pelanggan sebagai sumber untuk membangun keunggulan bersaing.
Harga sebagai alat untuk memenangkan persaingan, telah pula diteliti
oleh Lindahl dan Beyers (1997). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 104


harga memberikan pengaruh paling tinggi terhadap persaingan dalam
perusahaan: Insurance Agent and Carries (50%), Accounting Services
(38,9%), industri (30%), Security Brokerages (11,15). Selanjutnya Lindahl
dan Beyers (1997) mengemukakan bahwa Insurance carries memiliki
prosentase responden yang paling tinggi yang menggunakan harga
sebagai faktor penting yang paling tinggi, sementara security brokerages
legal service mencatat frekuensi yang paling sedikit di antara industri
yang disurvei. Kemenangan tersebut bukan hanya meningkatkan panda-
patan atau jumlah penjualan, akan tetapi meningkatkan pula kinerja bagi
perusahaan sebagai dasar untuk membangun keunggulan bersaing.
Berdasarkan bukti empiris di atas, strategi kepemimpinan biaya masih
relevan sebagai variabel yang perlu diteliti dalam hubungannya dengan
nilai pelanggan dan keunggulan bersaing.

5. Jenis-Jenis dan Karakteristik Biaya


Menurut Anthony et al. (1989: 147) secara garis besar biaya dapat
dibagi menjadi 2 jenis: (1) engineered costs (biaya teknik) dan (2)
discretionary costs (biaya kebijakan).
 Biaya teknik
Biaya teknik dapat juga disebut Cost of Goods Sold (CGS) atau
beban pokok penjualan (BPP). Beban pokok penjualan di dalamnya
meliputi biaya pemakaian bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead
pabrik. Biaya kualitas termasuk dalam golongan biaya overhead pabrik.
Karakteristik utama biaya teknik ialah memiliki hubungan secara
langsung dengan unit produk yang dihasilkan. Dalam teori akuntansi
biaya tradisional, biaya teknik digolongkan sebagai biaya variabel yang
berubahubah sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan. Contoh
biaya teknik ialah bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
Apabila jumlah produk bertambah, biaya bahan baku, tenaga kerja dan

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 105


biaya overhead juga bertambah, demikian pula sebaliknya. Biaya-biaya
tersebut bisa ditelusuri ke dalam harga pokok produk, terutama biaya
bahan baku, dan tenaga kerja, sedangkan biaya overhead pabrik memiliki
dua sifat. Pertama berkaitan langsung dengan produk, contohnya bahan
pembantu. Kedua tidak berkaitan langsung dengan biaya produk, contoh-
nya, biaya kualitas, biaya pemeliharaan gedung pabrik, biaya pemeliha-
raan mesin-mesin pabrik, biaya administrasi kantor bagian produksi,
biaya penerangan pabrik dan kantor pabrik. Menurut Hansen dan Mowen
(2000: 438) biaya kualitas meliputi: biaya pencegahan, biaya penilaian,
biaya kegagalan internal, dan biaya kegagalan eksternal. Biaya internal
meliputi biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan produk yang
tergolong scrap dan rework. Scrap termasuk golongan produk yang tidak
memenuhi kualitas pertama, sehingga harus dijual dengan harga rendah.
Produk yang dinyatakan scrap tidak perlu dilakukan perbaikan, karena
pertimbangan biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh.
Namun jika produk tergolong dalam rework, berarti produk tersebut harus
diperbaiki agar kualitasnya meningkat. Dalam kegiatan rework membu-
tuhkan biaya, paling tidak biaya bahan baku, tenaga kerja, dan overhead
biaya pabrik.

 Biaya Kebijakan
Biaya kebijakan tidak berhubungan langsung dengan kegiatan pro-
duksi. Biaya kebijakan dikeluarkan berdasarkan kebijakan manajemen.
Besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya volume produksi
yang dihasilkan, tetapi dipengaruhi kebijakan manajemen. Kebijakan
manajemen dapat didasarkan atas luasnya aktivitas yang akan dilak-
sanakan, misalnya luasnya pasar yang akan dijangkau untuk melakukan
promosi, dan jumlah aktivitas yang dilakukan dalam promosi itu.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 106


Biaya kebijakan sukar, bahkan tidak bisa ditelusuri ke dalam biaya
produk berdasarkan aktivitas. Dalam implementasi strategi, pengurangan
biaya teknik dan kebijakan tentu akan berbeda. Biaya kebijakan cen-
derung berorientasi ke masa depan, sedangkan biaya teknik berori-
entasi pada apa yang sudah dilakukan. Biaya teknik dikeluarkan untuk
memperoleh atau membuat produk, sementara biaya kebijakan dikelu-
arkan untuk menjual produk atau memperoleh pendapatan. Biaya teknik
terjadi di bagian produksi. Biaya teknik dapat dijumpai pada bagian yang
berkaitan dengan proses produksi, desain, kualitas, pemeliharaan mesin
dan gedung pabrik. Di lain pihak, biaya kebijakan dapat dijumpai pada
bagian keuangan, akuntansi, hukum, diklat, personalia dan sumber daya
manusia, pemasaran, umum, humas, cost accounting, sistem pengen-
dalian intern (SPI), kredit, dan sebagainya. Setiap aktivitas tersebut dilak-
sanakan dalam satu bagian tersendiri dan dipimpin oleh seorang manajer
yang bertanggung-jawab. Masing-masing bagian atau departemen memi-
liki sasaran (subgoal), namun merupakan satu kesatuan dalam tujuan
perusahaan secara keseluruhan.
Untuk mencapai sasarannya, setiap manajer mengelola biaya. Karena
sasarannya berbeda, tentu strategi, kebijakan yang digunakan bisa juga
berbeda. Misalnya, kegiatan advertensi di bagian pemasaran akan selalu
meningkatkan aktivitasnya agar pelanggan selalu memperoleh informasi
tentang produk yang dijual perusahaan. Layanan pada konsumen akan
ditingkatkan pula, agar order yang diperoleh melalui kegiatan advertensi
dapat direalisir. Peningkatan kedua aktivitas tersebut, jelas akan menam-
bah biaya dan meningkatkan harga jual produk. Akan tetapi, jika aktivitas
advertensi dikurangi, dampaknya akan mengurangi volume penjualan,
walaupun biaya advertensi menurun. Sebabnya ialah pelanggan akan
terpengaruh dengan produk lain yang frekuensi advertensinya meningkat
dan secara berangsur-angsur akan melupakan produk yang selama ini

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 107


menjadi pilihannya. Implementasi manajemen strategi dalam kenyataan
dapat dibaca pada Strategi Garuda Indonesia tentang Low Cost Carrier
berikut ini.

Strategi Garuda Indonesia: Low cost Carrier

Penerbangan Tetap Waspada: Industri penerbangan dalam negeri


masih aman (Kompas Jumat 7 Oktober 2011)
Industri penerbangan terus mengalami penurunan jumlah penum-
pang akibat hilangnya kepercayaan bisns dan konsumen di tengah
krisis perekonomian global. Industri penerbangan dalam negeri
sejauh ini masih aman sekalipun tetapmewaspadai kondisi krisis
global.
Tony Tyler, Direktur Jenderal Asosiasi Transportasi Udara Interna-
sional (IATA) dalam surat elektronikanya kepada Kompas, kamis
(6/10), menegaskan terus terjadi penurunan jumlah penumpang
global karena hilangnya kepercayaan bisnis dan konsumen akibat
krisis global. Belum terlihat akan membaik ,” ujarnya.
Dijelaskan, permintaan angkutan udara global pada Agustus 2011
sebenarnya naik 4,5 persen dibandingkan dengan Agustus 2010.
Namun, dibandingan dengan Juli 2011, permintqqn penumpqng
turun 6 persen. Dibandingkan dengan jumlah penumpang pada
tahun 2010, terjadi penurunan 3,8 persen pada Agustus 2011.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 108


“Maskapai menghadapi masa-masa sulit ke depan. Untuk memas-
tikan maskapai dapat menjadi katalisator ekonomi, pemerintah harus
meringankan beban pajak bagi maskapai,” kata Tyler. Selain jumlah
penumpang, juga terjadi penurunan angkutan kargo.

Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar, yang dihubungai


terpisah mengatakan jumlah penumpang Garuda Indonesia mening-
kat 40 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010.
Hal ini menjadi sinyal positif bagi industri penerbangan walau tetap
harus mewaspadai perkembangan krisis Eropa dan AS.
“Kinerja Garuda Indonesia sampai saat ini cuckup bagus. Sampai
saat ini, load factor kami bagus, baik internasional maupun domestik,
ujarnya.
Penerbangan Jakarta – Amsterdam, Belanda melalui Dubai, Uni
Emirat Arab, yang dibuka kembali Juni 2010 cukup menggembirakan.
Menurut Emir, tingkat keterisian penumpang dalam penerbangan
sekali dalam sehari tersebut 76-80 kali persen.
Adapun untuk tahun 2012, manajemen Garuda Indonesia masih akan
melihat perkembanganekonomi global. Namun, rencana strategis
mengembangan penerbangan berbiaya murah Citilink tetap berlanjut.
Citilink merupakan unit bisnis Garuda Indonesia yang disiapkan
menjadi perusahaan sendiri awal tahun 2012. Saat ini, Citilink
memiliki memiliki 10 pesawat dan ditargetkan menjadi 25 pesawat
7.2.2. Strategi
dalam lima Diferensiasi
tahun ke depan.

7.2.2 Strategi Diferensiasi


Strategi diferensiasi merupakan salah satu jenis strategi generik,
selain strategi kepemimpinan biaya dan strategi fokus. Strategi
diferensiasi dapat dihubungkan dengan lingkungan eksternal, lingkungan
internal, nilai pelanggan dan keunggulan bersaing. Hubungan yang
dimaksud adalah seberapa besar strategi diferensiasi dipengaruhi oleh
lingkungan eksternal, lingkungan internal, dan mempengaruhi nilai
pelanggan, dan keunggulan bersaing.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 109


1. Pengertian Strategi Diferensiasi

Dalam strategi diferensiasi, manajemen menciptakan keunikan bagi


suatu produk, sehingga memiliki nilai yang lebih luas. Perusahaan
memilih satu atau lebih atribut produk yang dianggap penting dan
menarik bagi pembeli. Strategi diferensiasi dapat didasarkan pada
produknya sendiri, sistem penyerahan, pendekatan pemasaran dan
faktor-faktor lainnya. Misalnya, strategi diferensiasi yang dilakukan oleh
Caterpilar Tractor yang mendasarkan pada daya tahan produk, layanan,
tersedianya suku cadang, dan keunggulan jaringan kerja dealer.

Helms et al. (1997: 699) mengemukakan bahwa strategi diferensiasi


lebih menekankan pada biaya penelitian dan pengembangan produk agar
dapat memperbaiki produk atau menciptakan produk baru dan layanan
yang ditunjukkan dengan skor yang tinggi. Penelitian ini juga
menekankan biaya advertensi, dan harga yang tinggi agar outputnya
menjadi unik. Ittner dan Larcker (1997) telah mengadakan penelitian
apakah organisasi yang mengikuti strategi orientasi kualitas telah
mengembangkan praktek strategi pengendalian kualitas. Penelitian di
atas menunjukkan bahwa strategi diferensiasi menekankan peningkatan
kualitas, layanan, advertensi, sehingga menimbulkan harga tinggi.
Penambahan nilai membutuhkan diferensiasi produk dari yang ditawar-
kan pesaing kira-kira satu atau lebih dari dua dimensi, yaitu kualitas,
desain, waktu penyerahan, dan pelayanan purna jual, dan dukungan.

Jadi, strategi diferensiasi merupakan serangkaian kebijakan dan


aktivitas yang terintegrasi guna menghasilkan produk yang lebih bernilai
tambah, sekalipun harganya meningkat.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 110


2. Tujuan Strategi Diferensiasi
Berdasar pengertian di atas, tujuan strategi diferensiasi paling
tidak adalah:
 Ingin meningkatkan nilai (value) bagi produk sehingga menambah
manfaat bagi pelanggan, baik secara ekonomi maupun non-ekonomi.
 Meningkatkan daya tarik produk agar pelanggan termotivasi untuk
membeli.
Untuk meningkatkan manfaat dan menambah atribut bagi sebuah
produk, tentu banyak aktivitas yang dapat dilakukan. Dengan aktivitas
tersebut, diharapkan keunikan sebuah produk akan lebih menonjol
dibanding produk pesaing. Meskipun demikian, strategi diferensiasi ber-
tujuan untuk meningkatkan manfaat bagi produk, tentu banyak hal yang
dapat dijadikan indikator, antara lain: (1) kualitas, (2) kualitas layanan, (3)
advertensi, (4) kegiatan penelitian dan pengembangan, (5) harga jual, (6)
waktu penyerahan produk, (7) sediaan terjamin, (8) desain produk, dan
(9) layanan purna jual.
Penentuan indikator ini didukung oleh pendapat beberapa ahli,
antara lain: Pendapat Porter (1985), Caterpilar Tractor, Helms et al.
(1997), Ittner dan Larcker (1997) dalam Solieri (2000), dapat disimpulkan
bahwa strategi diferensiasi meliputi indikator: kualitas yang tinggi, pene-
litian dan pengembangan produk, layanan yang cepat, advertensi yang
memuaskan, tersedianya suku cadang, keunggulan jaringan kerja dea-
ler, dan harga tinggi.

3. Menciptakan Keunikan Produk


Tujuan strategi diferensiasi ialah menciptakan produk yang kuali-
tasnya lebih unik atau memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibanding
produk pesaing. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 111


tersebut. Dalam buku ini diperkanalkan 9 faktor yang dapat menciptakan
keunikan produk sekaligus sebagai indikator strategi diferensiasi.

a. Kualitas Produk: Kualitas produk merupakan salah faktor yang dapat


mempengaruhi sensitifitas pelanggan selain harga. Masih cukup banyak
pelanggan yang membeli karena pertimbangan kualitas. Sensitifitas ini
akan mulai luntur ketika daya belinya menurun. Ketika daya belinya
menurun, sensifitas tadi cenderung berpindah kepada masalah harga.
 Pengertian kualitas:
Kualitas adalah totalitas dari keistimewaan dan karakteristik suatu
produk atau jasa yang berhubungan dengan kemampuannya memuas-
kan kebutuhan yang telah ditetapkan (Kotler, 1997: 55). Pengertian ini
menekankan keistimewaan dan karakteiristik suatu produk atau jasa yang
secara totalitas menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebu-
tuhan yang diinginkan pelanggan. Hansen dan Mowen (2000: 433)
mendefinisikan kualitas sebagai “degree or grade of excellence”. Oleh
sebab itu, mereka mengatakan bahwa, quality is a relative measure of
goodness (Hansen dan Mowen, 2000: 433). Akhirnya, Hansen dan
Mowen (2000: 433) mengatakan bahwa:

Thus, a quality product or service is one that meets or exceeds


customer expectations on the following eight dimensions:
performance, aesthetics, serviceability, features, reliability,
durability, quality of conformance, dan fitness for use.

Definisi yang dikemukakan di atas menggambarkan secara rinci


tentang atribut produk atau jasa. Mereka mengakui bahwa atribut itu
sukar diukur, terutama empat atribut pertama, yaitu: penampilan, esteti-
ka, kemampu-layanan, dan keistimewaan produk.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 112


Reliability (keandalan) memungkinkan bahwa produk atau jasa akan
melaksanakan fungsinya secara intent selama jangka waktu tertentu.
Durability (daya tahan) didefinisikan sebagai masa berfungsinya suatu
produk dalam waktu tertentu. Daya tahan ini merupakan atribut atau
karakteristik yang sangat penting bagi produk tertentu, misalnya semen,
karena kuat tidaknya suatu bangunan banyak tergantung pada kualitas
semennya. Dalam disertasi ini, diduga bahwa kualitas merupakan faktor
penting yang dipertimbangkan para pelanggan dalam pengambilan kepu-
tusan pembelian produk.
Quality of conformance adalah suatu ukuran bagaimana produk
memenuhi spesifikasinya. Misalnya, suku cadang mesin dapat membor
lobang yang 3 inci diameternya, tambah kurang 1/8 inci.
Fitness for use diartikan sebagai kemampuan suatu produk digunakan
di luar fungsinya seperti tertera dalam iklannya. Semua atribut di atas
merupakan derajat keunggulan suatu produk yang dapat disebut sebagai
kemampuan produk untuk memenuhi kebutuhan pemakai.
 Tujuan Perbaikan Kualitas
Perbaikan kualitas dapat memperbaiki produktivitas. Sebaliknya, jika
kualitas menurun, produktivitas akan menurun. Pengurangan jumlah unit
produk yang rusak berarti memperbaiki kualitas; pengurangan jumlah
pemakaian input memperbaiki produktivitas (Hansen dan Mowen, 2000:
454). Perbaikan kualitas harus dilakukan secara terus-menerus atau
jangka panjang (continuously improvement) Apabila perusahaan dapat
melakukan hal tersebut, pada gilirannya perusahaan akan mencapai laba
yang dinginkan, karena pelanggan akan loyal, tidak akan berpindah ke
perusahaan pesaing. Produk yang berkualitas tinggi dapat menciptakan
kesan positif pada pelanggan, sehingga keinginan mereka membeli
produk akan meningkat. Di sisi lain, peningkatan kualitas akan menam-
bah biaya atau harga barang. Oleh sebab itu perlu dicari jalan tengahnya

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 113


agar kualitas dapat diciptakan pada tingkat harga yang dapat dijangkau
pelanggan.
 Biaya kualitas
Kualitas yang rendah membutuhkan perbaikan. Setiap perbaikan
kualitas melibatkan sejumlah aktivitas dan bahan baku. Aktivitas inilah
yang menjadi sumber terjadinya biaya. Jadi, biaya kualitas adalah biaya
yang terjadi karena kualitas yang jelek (Hansen dan Mowen, 2000: 435).
Sumber terjadinya biaya tersebut berasal dari aktivitas pengendalian dan
aktivitas kegagalan. Biaya pengendalian adalah biaya pelaksanaan
aktivitas pengendalian. Aktivitas kegagalan dilaksanakan oleh suatu orga-
nisasi atau pelanggannya dalam merespon kualitas yang jelek. Selan-
jutnya Hansen dan Mowen (2000: 435) mengemukakan bahwa defenisi
kualitas yang berhubungan dengan aktivitas juga mengemukakan 4
kategori biaya kualitas:
 biaya pencegahan,
 biaya penilaian,
 biaya kegagalan internal, dan
 biaya kegagalan eksternal.
Semakin tinggi kualitas produk, semakin tinggi pula biaya yang
dikeluarkan, demikian pula harga akan menjadi mahal. Biaya semakin
tinggi, karena perbaikan kualitas membutuhkan bahan baku yang berku-
alitas, tenaga terampil, mesin dan peralatan yang berkualitas dan mahal,
dan pengawasan yang ketat. Selain itu, untuk memperbaiki kualitas
suatu produk, manajemen harus melakukan penelitian dan pengem-
bangan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembang-
an selera pelanggan yang paling up to date terhadap minatnya dalam
membeli produk. Untuk mencapai titik tengah, seharusnya manajemen
mencari tingkat kualitas yang dapat diterima dengan harga produk yang
terjangkau.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 114


b. Advertensi
 Pengertian Advertensi
Ada dua aktivitas penting yang perlu dilakukan industri manufaktur
setelah proses produksi selesai. Pertama ialah aktivitas untuk memper-
oleh order (getting order), dan (2) Aktivitas untuk mensukseskan order
sampai calon pembeli melakukan pembelian. Aktivitas pertama adalah
kegiatan advertensi atau periklanan yang menyampaikan berbagai pesan
penjualan tentang produk yang ditawarkan. Pesan yang disampaikan
menyangkut berbagai hal yang ada hubungannya dengan barang yang
ditawarkan, antara lain kualitas barang, ketersediaan barang, harga, cara
pembayaran dan lain sebagaiya. Pesan ini merupakan informasi yang
sangat penting bagi pelanggan untuk menyusun anggaran pembeliannya.
Menurut Kotler (1997: 637): Advertising is any paid form of nonpersonal
presentation and promotion of ideas, goods, or services by an identified
sponsor.
Dalam pengertian ini, Kotler (1997) menekankan pentingnya presen-
tasi nonpersonal yang mempromosikan ide, barang atau jasa. Institut
Praktisi Periklanan Inggris mendefinisikan istilah periklanan sebagai beri-
kut: periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif
yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas
produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya
(Jefkins, 1994) dalam Munandar (1996: 5).
Menurut Burke (1980: 9) dalam Alma (2000: 138) advertensi ada-
lah pesan-pesan penjualan yang diarahkan kepada masyarakat melalui
cara-cara persuasif yang bertujuan menjual barang, jasa atau ide.
Sementara itu, Swastha (2000: 245) mengemukakan bahwa: Periklanan
adalah komunikasi non individu, dengan sejumlah biaya, melalui berbagai
media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga non-laba, serta indivi-
du-individu. Ada beberapa tekanan yang dapat dikemukakan:

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 115


 Presentase secara nonpersonal, pesan-pesan penjualan,
 Sasarannya ialah masyarakat atau calon pembeli,
 Biaya murah,
 Pesan-pesan disampaikan secara persuasif.
Jadi, advertensi membutuhkan elemen-elemen sebagai berikut:
media, barang atau jasa, pesan, sasaran, biaya, dan persuasif. Elemen-
elemen tersebut merupakan paket yang dikemas sedemikian rupa agar
calon pem-beli tertarik pada produk yang ditawarkan. Harga boleh
rendah, kualitas boleh tinggi, tetapi jika pesan advertensi itu tidak
dikomunikasikan kepada calon pembeli, tentu mereka tidak akan membeli
karena mereka tidak mengenalnya.
Oleh sebab itu, advertensi harus dilakukan oleh setiap perusahaan
karena:
 Advertensi sebagai informasi yang berguna dalam penyusunan
anggaran pelanggan,
 Advertensi dapat memelihara hubungan dengan pelanggan lama,
 Advertensi dapat membuka hubungan komunikasi dengan pelanggan
baru atau pelanggan potensial.
Dengan komunikasi yang efektif, pelanggan merasa diperhatikan, sehing-
ga pelanggan tidak mudah pindah pada perusahaan atau produk lain.

Tujuan Advertensi
Tujuan advertensi tidak hanya menyampaikan pesan atau infor-
masi tentang barang atau jasa apa yang dimiliki perusahaan, tetapi yang
lebih penting adalah menarik minat pelanggan untuk membeli barang
atau jasa yang ditawarkanperusahaan. Untuk itu, pesan yang disam-
paikan seharusnya lengkap secara kuantitatif maupun kualitatif.
Advertensi harus tepat sasaran pada calon pembeli agar penjualan dapat
meningkat. Advertensi yang tidak tepat sasaran tidak akan menimbulkan

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 116


kesan pada pelanggan. Sebab pelanggan kadang-kadang hanya ingat
pesan-pesan advertensinya, tetapi sering lupa pada barangnya.
Pelanggan yang rasional tidak akan membeli produk tanpa melalui
perencanaan, bahkan harus membuat anggaran terlebih dahulu. Jika
semua rencana pembelian dianggarkan terlebih dahulu, pelanggan dapat
menghindari pembelian secara emosional (emotional buying). Pembeli
yang emosional mengambil keputusan secara mendadak untuk membeli
tanpa berpikir panjang, tanpa rencana sebelumnya. Pembeli emosional
inilah yang sering menjadi sasaran utama advertensi.
Rangkaian aktivitas dalam implementasi strategi diferensiasi
tersebut merupakan rantai nilai (value chain) yang dapat memberikan
nilai pada pelanggan (customer value). Rantai nilai tentang strategi
diferensiasi ini mencakup bidang produksi, pemasaran, dan penelitian
dan pengembangan. Kotler (1997: 638-639) membagi tujuan advertensi
menjadi beberapa kategori:
- Advertensi yang banyak menginformasikan angka-angka dalam meme-
lopori penampilan dari kategori produk tertentu, tujuan utamanya ialah
untuk menciptakan permintaan.
- Advertensi persuasif menjadi penting dalam arena persaingan , ketika
tujuan perusahaan adalah untuk membangun permintaan yang selektif
untuk merek tertentu.
- Advertensi yang bersifat mengingatkan adalah sangat penting bagi
produk yang sudah mapan/dewasa.

 Biaya Advertensi
Perlu diingat bahwa periklanan dilakukan dengan mengeluarkan
sejumlah biaya, ini berbeda dengan publisitas yang disiarkan tanpa
mengeluarkan biaya (Swastha (2000: 245). Biaya iklan itu dikeluarkan
saat ini, tetapi manfaatnya banyak dinikmati di masa yang akan datang

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 117


dan tidak pasti. Manfaat advertensi yang diperoleh saat ini berasal dari
pelanggan yang membeli secara emosional (emotional buying). Pembe-
lian biasanya dilakukan secara mendadak dan tanpa rencana atau ang-
garan sebelumnya.
Advertensi itu lebih bersifat jangka panjang bagi pelanggan yang
rasional, tetapi bukan berarti tidak memiliki tujuan jangka pendek. Karena
selain ingin mencapai penjualan maksimal pada saat ini, juga ingin
menjamin tercapainya target penjualan dalam jangka panjang. Dengan
adanya advertensi, penjualan beberapa tahun yang akan datang dapat
diprediksi pada saat ini berapa besar kemungkinan penjualan yang dapat
dicapai. Berdasar anggaran penjualan, arus kas dapat pula dianggarkan
saat ini. Penjualan yang dicapai saat ini, merupakan kombinasi antara
hasil advertensi yang dilakukan pada masa lalu dan sekarang.
Peranan advertensi adalah meningkatkan permintaan terhadap
produk. Perusahaan ingin mengeluarkan jumlah tertentu yang diperlukan
untuk mencapai tujuan penjualan. Tetapi bagaimana perusahaan menge-
tahui jika pengeluaran itu adalah jumlah yang tepat? Jika perusahaan
mengeluarkan terlalu kecil, dampaknya tidak signifikan. Jika perusahaan
mengeluarkan terlalu besar terhadap biaya advertensi, maka jumlah uang
tersebut harus digunakan sebaik mungkin (Kotler, 1997: 639). Beban
advertensi dikeluarkan saat ini sebagai beban masa kini (current
expenses), akan tetapi manfaatnya dinikmati di masa yang akan datang
dalam jangka panjang dan sukar diukur kapan manfaat itu berakhir.
Kotler (1997: 639) mengatakan bahwa, walaupun advertensi ditetapkan
sebagai beban saat ini, bagian dari beban itu sebenarnya suatu investasi
yang membangun nilai yang intangible (abstrak) yang disebut sebagai
goodwill. Akan tetapi, biaya advertensi itu dapat juga langsung dicatat
sebagai investasi jangka panjang apabila manajemen menganggap
bahwa biaya advertensi itu jumlahnya terlalu besar atau material bagi

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 118


perusahaan. Jumlah tersebut secara akuntansi dapat diamortisasi atau
ditunda pembebanannya pada laba rugi perusahaan setiap akhir tahun.
Sebab kalau biaya advertensi yang besar itu diakui pada tahun berjalan,
tentu akan memberatkan laba rugi, sehingga bisa terjadi kerugian
(losses) pada tahun berjalan. Jika ini yang terjadi, jelas akan mempe-
ngaruhi perilaku manajer untuk mengeluarkan biaya advertensi pada
tahun-tahun yang akan datang. Pembebanan biaya advertensi yang
ditangguhkan dapat meringankan beban pelanggan, karena biaya adver-
tensi yang masuk dalam kalkulasi harga menjadi kecil daripada jumlah
keseluruhan biaya yang diakui pada periode berjalan.
Pertanyaannya ialah berapa beban advertensi yang wajar dan tidak
memberatkan pelanggan di satu pihak, tetapi meningkatkan penjual-an di
pihak perusahaan? Keseimbangan ini dimaksudkan agar kedua belah
pihak menerima manfaat dari setiap transaksi jual beli yang dilakukan.
Perusahaan yang memiliki kualitas produk tinggi, seharusnya tidak perlu
menggalakkan advertensi secara besar-besaran, sebab dengan kualitas
yang tinggi seharusnya dapat dijadikan alat untuk mena-rik calon
pembeli. Menurut Kotler (1997: 640) ada lima faktor penting yang dapat
dipertimbangkan ketika menentukan anggaran advertensi.
Tingkat perputaran hidup produk: Khusus produk baru memerlukan
anggaran advertensi yang besar untuk membangun kesadaran dan
memperoleh calon pelanggan. Merek yang sudah establish biasanya
didukung oleh anggaran advertensi yang rendah dan ditentukan atas
dasar rasio tertentu atas penjualan.
Pangsa pasar: Merek yang memiliki pangsa pasar tinggi biasanya
membutuhkan biaya advertensi yang rendah dan dihitung dengan pro-
sentase tertentu dari penjualan untuk mempertahankan pangsa pasar.
Untuk membangun pangsa pasar dapat dilakukan dengan menciptakan
ukuran pasar yang membutuhkan pengeluaran advertensi yang besar.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 119


Persaingan: Di dalam sebuah pasar dengan persaingan yang begitu
ketat dan biaya advertensi yang besar, suatu merek tertentu
harusmelakukan kegiatan advertensi secara besar-besaran untuk
mengetahui keinginan pasar.
Frekuensi advertensi: Jumlah pengulangan yang diperlukan untuk
memberikan pemahaman tentang pesan-pesan merek pada pelanggan
memiliki pengaruh yang penting terhadap anggaran advertensi.
Produk substitusi: Sebuah merek dalam suatu kelas komoditi (misalnya
sigaret, bir, minuman ringan) membutuhkan banyak advertensi untuk
membangun kesan beda. Advertensi juga penting ketika sebuah merek
bisa menawarkan manfaat pisik yang unik atau istimewa. Uraian di atas
dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, perusahaan perlu
mengeluarkan biaya advertensi dalam jumlah besar:
 Ketika perusahaan memiliki produk baru.
 Memiliki barang yang membutuhkan peningkatan pangsa pasar.
 Jika suatu produk menghadapi persaingan yang sangat ketat.
 Perusahaan menginginkan pengulangan advertensi.
 Ketika perusahaan sedang mengiklankan produk tertentu yang harus
tampil beda dibanding yang lain.
Yang kedua, perusahaan bisa mengeluarkan biaya advertensi yang
kecil ketika perusahaan menjual produk yang telah memiliki pangsa pasar
yang tinggi. Pembagian di atas menunjukkan bahwa advertensi cende-
rung membutuhkan biaya dalam jumlah besar, sebab produk yang telah
memiliki pangsa pasar yang tinggi sekalipun tetap membutuhkan
pemeliharaan pelanggan, meskipun tidak besar. Jadi, advertensi selalu
dibutuhkan dengan biaya terkendali agar beban pelanggan tidak terlalu
berat. Selain dikendalikan, biaya advertensi dapat ditangguhkan pembe-
banannya seperti halnya biaya pengembangan sumber daya manusia,
biaya penelitian dan pengembangan, sehingga beban laba rugi pada

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 120


tahun berjalan menjadi ringan. Caranya ialah melakukan amortisasi
selama beberapa tahun sesuai kebijakan akuntansi. Ikatan Akuntan
Indonesia (PSAK, 1999: 20.7) mengemukakan bahwa:
Jumlah biaya pengembangan yang diakui sebagai aktiva harus
diamortisasi dan diakui sebagai beban menurut dasar yang sistematik
untuk mencerminkan pola di mana manfaat keekonomian yang berhu-
bungan diakui. Pernyataan ini memberikan kemungkinan bahwa setiap
biaya advertensi yang dianggap material oleh manajemen, dapat diakui
sebagai aset dan pembebanannya ke dalam laba rugi dilakukan melalui
amortisasi setiap tahun atau periode akuntansi.
 Kualitas Layanan
Seperti yang dikemukakan di atas bahwa, ada 2 aktivitas penting
yang terjadi setelah proses produksi selesai, yaitu: (1) aktivitas untuk
memperoleh order (getting order), dan (2) aktivitas layanan untuk men-
sukseskan order tersebut. Aktivitas yang pertama dilakukan melalui
advertensi dengan segala upaya agar calon pembeli tertarik pada produk
yang ditawarkan, sedangkan layanan dilakukan untuk merealisir order
yang diperoleh pada saat melakukan aktivitas advertensi. Jadi, layanan
dilakukan untuk menindak lanjuti apa yang telah dicapai dalam aktivitas
advertensi. Layanan harus juga dapat membuktikan kesan positif bahwa
pesan, ide, janji, atau apa saja yang disampaikan melalui advertensi
adalah benar. Ini juga membuktikan suatu konsistensi perusahaan antara
bagian yang satu dengan lainnya. Misalnya, advertensi menginfor-
masikan bahwa setiap barang yang dibeli dapat dikembalikan dengan
syarat menunjukkan bukti pembelian atau transaksi. Pada saat penjualan
ini diretur, tentu bagian pelayanan harus melayani dengan baik, tidak bisa
menolak. Menurut Berry et al. (1988) kualitas layanan telah menjadi suatu
pembeda besar dan senjata persaingan yang kuat yang banyak melayani
organisasi.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 121


 Pengertian Layanan
Beberapa penulis buku tentang manajemen pemasaran masih
belum serius membahas tentang perlunya layanan, sehingga pengertian
layananpun masih kurang jelas. Kotler (1997) pun belum memberikan
pengertian atau pembahasan yang memadai, walaupun ia mengakui
bahwa membangun kepuasan pelanggan dapat dilakukan melalui
kualitas, layanan, dan nilai. Parasuraman et al. (1988: 14) dalam Dean
(2002: 415) mengemukakan pengertian layanan sebagai pertimbangan
konsumen tentang keunggulan perusahaan. Keunggulan itu adalah suatu
bentuk sikap dan hasil dari perbandingan antara harapan dan persepsi.
Definisi yang dikemukakan oleh Kotler (1997: 467) mengatakan bahwa,
layanan adalah suatu tindakan atau kinerja di mana satu pihak dapat
menawarkan kepada pihak yang lain yang esensinya abstrak dan tidak
mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Dalam hubungannya dengan
pelanggan, Heskert et al. (1997); Schneider et al. (1998) mengemukakan
bahwa konseptualisasi dan pengukuran kualitas layanan telah meng-
hasilkan banyak diskusi yang sementara ditemukan dalam literatur,
menarik karena literatur dari layanan pemasaran, layanan manajemen,
dan psikologi organisasi menekankan pentingnya kualitas layanan dalam
menarik, kepuasan, dan memperkuat pelanggan. Dean (2002) menye-
butnya sebagai literatur yang memberikan bukti bahwa kualitas layanan
memiliki peran integritas diantara organisasi dan pelanggan.
Peran penggabungan ini merupakan hak kualitas layanan untuk
menghasilkan kebijakan internal organisasi dan praktek, dan sebagai
dasar kualitas layanan menuju terciptanya nilai pelanggan, kepuasan,
dan loyalitas (Cronin et al, 2000: Heskert et al., 1997; Storbacka et al,
1994; Zeithaml et al., 1996). Aktivitas layanan juga bersifat promotif,
sama halnya dengan advertensi. Aktivitas layanan ingin memberikan
kesan positif dan rasa puas kepada pembeli. Tujuannya ialah membe-

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 122


rikan layanan yang berkualitas agar pembeli selalu kembali untuk
membeli setelah melakukan pembelian saat ini. Oleh sebab itu, pegawai
di bagian layanan haruslah orang-orang cerdas yang dapat memberi
kesan positif mengenai perusahaan kepada pelanggan. Jusi (2005)
mengemukakan bahwa:
Banyak organisasi yang mengikuti pelatihan „service
excellence’ ataupun menugaskan sebuah tim kecil untuk
memperbaiki masalah yang terjadi pada proses layanan.
Tetapi setelah menjalankan kedua hal tersebut, perubahan
yang terjadi ternyata tidak cukup signifikan pengaruhnya
pada kepuasan pelanggan.
Banyak pertanyaan yang diajukan, tetapi yang paling menarik
adalah: Apakah para manajer telah dengan jelas merumuskan fokus
layanan yang ditawarkan kepada pelanggan? Apakah fokus tersebut
secara signifikan berbeda (unik) dan lebih baik dari yang ditawarkan para
pesaing? Apakah mereka benar-benar memiliki komitmen untuk mening-
katkan mutu layanan dengan meluangkan waktu, dana, perhatian, dan
tenaga? Apakah mereka terlibat aktif dalam mengkampanyekan layanan
kesegenap insan di organisasi? Apakah layanan didengungkan setiap
saat sebagai strategi bisnis? Apakah organisasi memiliki rencana jangka
panjang (5-6 tahun) untuk meningkatkan mutu layanan? Apakah ada unit
kerja khusus yang menangani pengembangan mutu layanan?
Benang merah yang dapat ditarik dari pertanyaan di atas ialah
bahwa manajemen perusahaan: harus merumuskan fokus layanan yang
berbeda dengan pesaing dan untuk mensukseskan layanan sebagai
strategi perusahaan, manajemen diharuskan memiliki komitmen yang
tinggi dan mengkampanyekan kepada seluruh karyawan perusahaan
secara terus menerus. Untuk menjaga kontinyuitas pengelolaan layanan
tersebut manajemen perlu membentuk unit organisasi yang khusus

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 123


menangani layanan tersebut. Jika hal ini terwujud, unit tersebut akan
dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung-jawab. Manajer terse-
but akan menciptakan standar layanan yang baku dan fleksibel, mene-
tapkan mekanisme tertentu dalam bentuk perencanaan kerja, evaluasi
dan pengendalian secara berkala. Menurut Kotler (1997: 58) setiap
aktivitas pemasaran-penelitian pemasaran, pelatihan penjualan, adver-
tensi, layanan pelanggan, dan sebagainya harus melaksanakan aktivitas
itu dengan standar yang tinggi. Dalam pelaksanaan semua aktivitas ini,
para pemasar harus bekerja sama dengan semua departemen yang
terkait.

7.2.3. Strategi Fokus


Strategi fokus adalah strategi ketiga dari strategi generik. Strategi
fokus berbeda dibanding dua strategi kepemimpinan biaya dan strategi
diferensiasi. Munculnya strategi fokus karena adanya keterbatasan
sumber daya perusahaan, dan di pihak lain kebutuhan pelanggan sangat
heterogen. Hal ini tentu sangat sukar dilayani dan kemungkinan besar
tidak dapat dilakukan oleh perusahaan. Untuk menghindari hal tersebut,
perusahaan sebaiknya melakukan segmentasi pasar. Pasar yang sudah
disegmentasi tersebut, kemudian perusahaan melayani satu atau bebe-
rapa kelompok konsumen saja, sehingga perusahaan dapat mencapai
keunggulan bersaing.

7.2.4. Kombinasi Strategi


Dua sumber keunggulan bersaing yang paling menonjol dapat
dijumpai dalam struktur biaya perusahaan dan kemampuannya membe-
dakan usahanya dari pesaing (Pearce II dan Robinson. JR. 2000: 294).
Dua strategi yang dimaksud ialah strategi kepemimpinan biaya dan
strategi diferensiasi. Menurut hasil penelitian sebelumnya, kedua strategi

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 124


tersebut diimplemen-tasikan secara terpisah. Artinya perusahaan memilih
salah satu saja, apakah strategi kepemimpinan biaya atau strategi
diferensiasi. Selain itu ada juga perusahaan yang menerapkan secara
bersamaan (kombinasi) dalam waktu yang sama. Kombinasi strategi
kepemimpinan biaya dan diferensiasi dapat dilakukan karena penggu-
naan secara terpisah dianggap tidak mencapai hasil yang maksimal.
Yang telah melakukan analisis kombinasi kedua strategi ini ialah: Helms,
et al. (1997), Kumar et al. (1997); dan Lindahl dan Beyers (2000). Bahkan
Hagerty (1978), Levin dan Johnson (1984) mengusulkan formasi antara
value, harga dan kualitas sebagai berikut: v = q – p.
Sebagian besar peneliti menyimpulkan bahwa bersaing dengan
melakukan kombinasi strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi
menghasilkan pengaruh yang positif terhadap kinerja dibanding penggu-
naan strategi secara terpisah. Strategi kepemimpinan biaya memang
bertujuan untuk menciptakan barang dengan biaya rendah atau sama
dengan harga pesaing. Dengan tujuan tersebut, semua komponen biaya
seharusnya ditekan tanpa kecuali, termasuk biaya untuk peningkatan
kualitas. Jika industri manufaktur ingin meningkatkan nilai pelanggan,
mau tidak mau harus berorientasi pada kepentingan pelanggan. Orientasi
pelanggan menginginkan agar harga yang rendah, dikombinasikan
dengan kualitas yang tinggi. Selain menurunkan biaya atau harga, peru-
sahaan di pihak lain harus meningkatkan kualitas, walaupun kebijakan ini
menambah biaya yang justru berlawanan dengan tujuan strategi
kepemimpinan biaya. Pearce II dan Robinson. JR. (2000) juga mendu-
kung penggabungan strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi dalam
waktu yang sama, karena penggabungan tersebut memberikan tingkat
ROI yang lebih tinggi dibanding implementasi strategi secara sendiri-
sendiri. Perhatikan ilustrasi berikut ini:

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 125


Tabel:
Differentiation Cost Overall Average ROI
Advantage Advantage across Seven Industries
High High 35 %
Low High 26%
High Low 22%
Low Low 9,5%
Sumber: Pearce dan Robinson JR, 2000: 295

Tabel di atas menunjukkan bahwa:


Apabila strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi dilaksanakan
dalam waktu bersamaan, hasilnya menunjukkan bahwa ROI sebesar
35%. Apabila strategi kepemimpinan biaya dilaksanakan dalam waktu
tidak bersamaan, hasilnya menunjukkan bahwa ROInya semakin
menurun.

7.2.5. Analisis Strategi Secara Parsial


Strategi kepemimpinan biaya dan strategi diferensiasi dapat pula
dianalisis secara parsial. Artinya, pengaruh variabel strategi kepemimpin-
an biaya dan variabel strategi diferensiasi dapat dianalisis secara terpisah
terhadap variabel dependen lain, misalnya dengan variabel nilai
pelanggan dan keunggulan bersaing. Pemisahan dua strategi tersebut
mengikuti konsep-konsep yang dikembangkan oleh Porter (1980) bahwa
strategi kepemimpinan biaya dan strategi diferensiasi adalah dua hal
yang berbeda cara walaupun sama tujuan. Hansen dan Mowen (2000)
menambahkan bahwa, tujuan strategi kepemimpinan biaya adalah untuk
memberikan nilai yang sama atau lebih baik pada pelanggan dengan
biaya yang lebih rendah atau sama dibanding pesaing. Jadi, strategi
kepemimpinan biaya menekankan pada harga jual yang lebih rendah.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 126


Bagaimana dengan kualitas dalam strategi kepemimpinan biaya?
Tentu, ”kualitas yang dapat diterima” pelanggan, dan bukan kualitas yang
superior atau jelek. Karena kualitas produk yang superior biaya
produksinya mahal dan harga jualnya juga mahal. Sebaliknya, kalau
harga barang rendah dan kualitasnya jelek, besar kemungkinan pelang-
gan tidak akan datang membeli untuk kedua kali. Itu berarti bahwa,
harga jual barang yang rendah bukan berarti kualitas produk dikorban-
kan. Tidak selamanya demikian, karena harga barang yang rendah dapat
diciptakan dengan efisiensi bahan baku dan tenaga kerja langsung,
pengendalian biaya overhead, dan mengurangi biaya kebijakan. Biaya
kebijakan yang dimaksud antara lain: biaya perjalanan dinas, sumbang-
an untuk kepentingan sosial, biaya pengembangan sumber daya manu-
sia, dan sebagainya.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa, strategi kepemimpinan
biaya cenderung untuk menciptakan barang dengan harga rendah dan
kualitas yang dapat diterima oleh segmen pasar tertentu yang dituju. Jadi
bukan berarti bahwa strategi kepemimpinan biaya hanya menitik beratkan
pada harga rendah tanpa memperhatikan kualitas. Demikian pula
dengan kecenderungan strategi diferensiasi, yaitu menciptakan barang
dengan kualitas tinggi dengan harga yang dapat diterima oleh segmen
pasar tertentu.
Membangun nilai pelanggan dengan meningkatkan kualitas dan
berbagai atribut produk lainnya, akan berdampak pada penampilan
produk yang lebih unik dan menarik dibanding produk pesaing. Selain
kualitas, diikuti pula dengan layanan, advertensi, harga, R&D, desain
produk, purna jual yang lebih baik dibanding pesaing. Semua aktivitas
yang dilakukan itu dengan sendirinya akan berdampak pada kenaikan
biaya produk, sehingga harga menjadi mahal. Kalau harga mahal, tentu
segmen pasar yang dituju adalah pembeli yang berdaya beli tinggi,
karena merekalah yang mampu membeli produk itu.
Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 127
7.3. GRAND STRATEGI
Grand strategies sering juga disebut master atau business
strategies. Grand Strategi memberikan arah yang paling mendasar untuk
tindakan-tindakan strategi. Selain itu, juga dijadikan dasar untuk
melakukan koor-dinasi dan usaha-usaha berkelanjutan yang langsung
pada pencapaian tujuan bisinis jangka panjang.
Pada seksi ini akan diperkenalkan 12 grands strategi pokok, yaitu:
(1) pertumbuhan terkosentrasi, (2) pengembangan pasar, (3)
pengembangan produk, (4) inovasi, (5) integrasi horizontal, (6) integrasi
vertikal, (7) diversifikasi konsentrik, (8) diversifikasi konglomerasi, (9)
perubahan haluan, (10) pembebasan, (11) likuidasi, dan (12)
kebangkrutan.

7.3.1. Pertumbuhan terkonsentrasi .


Pertumbuhan terkonsentrasi adalah strategi perusahaan yang
berkaitan langsung dengan penggunaan sumber-sumber yang dimiliki
untuk menciptakan kemampulabaan melalui produk tunggal, pasar tung-
gal, dengan dominasi teknologi tunggal. Strategi ini dilakukan oleh
beberapa perusahaan yang tergabung dalam sebuah komitment bersama
untuk mencapai tujuan bersama pula. Perusahaan-perusahaan yang
telah memperlihatkan keunggulannya dalam implementasi strategi ialah
Martin-Merietta, Kentucky Fried Chicken, Compaq, Avon, Hyatt, Legal
Service, dan Tenant. Perusahaan yang telah menikmati keberhasilan
khusus yang menekankan strategi pada peningkatan pangsa pasar
melalui konsentrasi ialah Chemlawn.
Strategi mereka menekankan pada peningkatan pangsa pasar,
kualitas, harga, dan nilai. Perusahaan yang menggunakan kualitas untuk
memenangkan persaingan, berarti mereka mengimplementasikan stra-
tegi diferensiasi. Sebaliknya, jika mereka menggunakan harga dalam

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 128


persaingan, berarti mereka menerapkan strategi kepemimpinan biaya.
Strategi diferensiasi biasanya membidik segmen pasar yang memiliki
daya beli tinggi, sebaliknya strategi kepemimpinan biaya membidik
segmen pasar yang memiliki daya beli rendah.

7.3.2. Pengembangan pasar


Strategi ini menempati posisi kedua setelah strategi pertumbuhan
terkonsentrasi, karena lebih murah dan kecil resikonya dibandingkan
dengan 11 strategi lainnya. Yang perlu dilakukan dalam implementasi
strategi ini ialah penyajian produk di pasar, menambah saluran distribusi,
atau mengubah isi pesan-pesan dalam promosi dan iklan.
Implementasi strategi pengembangan pasar tersebut telah dilakukan oleh
produk BlackBerry (BB) pada 25 Nopember 2011 di Jakarta untuk kali
pertama di dunia. Dalam penjualan perdana BB seharga Rp. 4 juta itu
didiskon 50 persen untuk 1.000 pembeli pertama. Sampai semester per-
tama 2011 BB telah mencapai pangsa pasar 38 persen dan akan diting-
katkan menjadi menjadi 42 persen di akhir tahun 2011. Untuk mengetahui
strategi penjualan BB secara detail, baca “BlackBerry kejar sales 9,7 juta
unit”.

7.3.3. Pengembangan produk


Pengembangan produk berkaitan dengan modifikasi terhadap pro-
duk-produk yang sudah ada atau menciptkan produk baru. Strategi ter-
sebut masih berkaitan dengan produk-produk yang dapat dipasarkan
pada pelanggan yang ada saat ini melalui pengadaan saluran distribusi.
Strategi pengembangan produk berdasarkan pada penetrasi pasar
dengan melakukan modifikasi produk dan mengembangkan produk baru.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 129


7.3.4. Innovasi
Manjalankan apa yang menjadi rutinitas perusahaan, tidak hanya mem-
bosankan pegawai dalam kegiatan sehari-hari, tetapi juga kurang mendo-
rong peningkatan profitabiltas perusahaan. Berdasar pemikiran tersebut,
maka inovasi sangat dibutuhkan untuk memper-cepat profitabiltas yang
diinginkan. Banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mencip-
takan inovasi. Hal ini tergantung pada kemampuan masing-masing peru-
sahaan. Misalnya menciptakan daur hidup produk baru, melakukan
perbaikan secara kontinyu, menciptakan produk yang lebih unik dan
sebagainya.

7.3.5. Integrasi horizontal


Integrasi horizontal terjadi ketika strategi jangka panjang yang dijalankan
perusahaan didasarkan pada pertumbuhan yang dicapai melalui akuisisi
terhadap satu atau beberapa perusahaan yang sama yang menjalankan
operasi pada tingkat saluran produksi pemasaran yang sama. Akuisisi
yang demikian dapat menghilangkan pesaing dan memberikan akses
baru pada perusahaan.

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 130


BlackBerry Kejar Sales 9,7 Juta Unit

JAKARTA: Producen smart-phone BlackBerry (BB), Research in Motion


7.3.6. Integrasi
(RIM), menilai pasarVertikal
Indonesia sangat penting. Hal itu yang melandasi
keputusan peluncuran BB Bold 9790 pada 25 Nopember 2011 untuk kali
pertama di dunia dilakukan di Indonesia meski akhirnya menimbilkan
Integrasi vertikal
insiden.Managing Director Eastterjadi ketika
Asia RIM grand
Gregory Wadestrategi perusahaan
mengatakan, niat
memilih
diarahkan Indonesia
untuk sebagai
melakukan tempat pertama
suplai kehadiran
terhadap Bolddan
input 9790penggudangan
merupakan
bentuk apresiasi dan komitmen untuk pelayanan konsumen di dalam
terhadap output merupakan
negeri.”Indonesia untuk melayani pelanggan.
pasar yang Integrasi
sangat penting bagivertikal
kami,” terdiri
ujarnyadari:
dalam wawancara
backward telekonferensi
vertical integration, didanJakarta kemarin
forward (2/12).
vertical integration. Sebagai
Sebagai bentuk apresiasi, RIM bersama jaringan distributor resmi di Indonesia
suatu ilustrasi,
sepakat disebut perdana
dalam penjualan backward BBvertical
seharga integration
lebih dari Rp.apabila
4 juta perusahaan
itu
didiskonto
manufaktur50yang persen untuk seribu pembeli
memproduksi kemeja pertama.
tersebutAcara diadakan di
memperoleh produser
Pasific Place, Jakarta 25 Nopember 2011.
tekstil dengan
“Namun, akhirnyamembeli saham biasa
terjadi insiden.Kami sangatperusahaan
menyesalkan.tersebut,
Tim kamimembeli
sudah
mendatangi para korban di rumah sakit untuk memberikan
asetnya, atau melakukan pertukaran kepemilikan modal. Disebut dukungan” katanya.
Sejauh ini, pihaknya sudah melakukan investigasi dan mulai menemukan
forwardfakta
banyak vertical integration,
di lapangan apabilainsiden
terkait dengan perusahaan
yang sampaimanufaktur kemeja
mengakibatkan
beberapa
tersebut orang pingsan(merger)
bergabung dan mengalami
denganpatahtokotulang kaki itu. Meski begitu
pakaian.
detailnya belum bisa diungkapkan. Tetapi, kami merasa menjadi tahu apa yang
harus dilakukan ke depan. Ini proses belajar”, ucapnya.
Kejadian tersebut menunjukkan
7.3.7. Difersifikasi Konsentrik bahwa peminat ponsel pintar itu di Indonesia
sangat tinggi. Greg menyadari itu sehingga pihaknya berkomitmen terus
Grand roda
menjalankan strategi
bisnismenyangkut
dalam bentukpula diversifikasi
penjualan yang purnajual.
dan pelayanan menggambar-
Berdasar riser yang
kan kebiasaan dilakukan
khusus dariFrost & Sullivan,
operasi utama Indonesia merupakan
perusahaan yangNegara
sedang
dengan pertumbuhan pasar BB tercepat di dunia. Fakta itu sudah
menjalankan
membawa RIMaktivitasnya,
sebagai pemimpin terutama akuisisipangsa
pasar dengan atau generasi internal dari
pasar 38 persen
sampai semester
pemisahan pertama
bisnis dengan2011kemungkinan sinerji ”Kami
di kelas smartphone. yang harapkan
berimbang akhir
antara
tahun bisa 42 persen,” ujarnya.
kekuatanakan
Pihaknya danterus
kelemahan dari terhadap
berkomitmen dua bisnis.pasarDiversifikasi
Indonesia dankadang-kadang
melanjutkan
kompetisi
dilaksanakanbersama competitor.
sebagai Terlebih,
investasi yang berdasar predikat IDC
tidak berkorelasi, Asia Pasifik,
karena tingginya
penjualan BB di Inonesia mencapai 9,7 juta unit pada 2015. Sampai saat ini,
laba potensial
penjualan mereka dan
BB diperkirakan sebaliknya
sudah sumber
165 juta unit permintaan
di seluruh minimal.
dunia dan pengguna
aplikasi paling favorit, yaitu BlackBerry Messenger (BBM), mencapai 50 juta.
(gen/c7oki)
7.3.8. Diversifikasi Konglomerat

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 131


7.3.6. Integrasi Vertikal
Integrasi vertikal terjadi ketika grand strategi perusahaan diarah-kan
untuk melakukan suplai terhadap input dan penggudangan terhadap
output untuk melayani pelanggan. Integrasi vertikal terdiri dari: backward
vertical integration, dan forward vertical integration. Sebagai suatu
ilustrasi, disebut backward vertical integration apabila perusahaan
manufaktur yang memproduksi kemeja tersebut memperoleh produser
tekstil dengan membeli saham biasa perusahaan tersebut, membeli
asetnya, atau melakukan pertukaran kepemilikan modal. Disebut forward
vertical integration, apabila perusahaan manufaktur kemeja tersebut
bergabung (merger) dengan toko pakaian.

7.3.7. Diversifikasi Konsentrik


Grand strategi menyangkut pula diversifikasi yang menggambar-
kan kebiasaan khusus dari operasi utama perusahaan yang sedang
menjalankan aktivitasnya, terutama akuisisi atau generasi internal dari
pemisahan bisnis dengan kemungkinan sinerji yang berimbang antara
kekuatan dan kelemahan dari dua bisnis. Diversifikasi kadang-kadang
dilaksanakan sebagai investasi yang tidak berkorelasi, karena tingginya
laba potensial mereka dan sebaliknya sumber permintaan minimal.

7.3.8. Diversifikasi Konglomerasi


Kadang-kadang suatu perusahaan, khususnya perusahaan besar,
merencanakan untuk memperoleh bisnis tertentu karena bisnis tersebut
dapat meningkatkan peluang investasi yang besar. Grand strategi seperti
ini biasanya disebut sebagai diversifikasi konglomerasi. Perhatian
prinsipal hanya tertuju pada pola pencapaian laba dari ventura. Selain
itu, diversifikasi konglomerasi memberikan sedikit perhatian untuk
menciptakan pasar produk yang bersinerji dengan bisnis yang sedang
berjalan.
Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 132
Perbedaan prinsipal diantara dua tipe diversifikasi di atas adalah
bahwa diversifikasi konsentrik menekankan beberapa hal yang bersifat
umum, antara lain: pasar, produk, atau teknologi, sementara diversifikasi
konglomerasi prinsip dasarnya terletak pada pertimbang-an laba.

7.3.9. Perubahan Haluan


Salah satu dari sejumlah alasan perusahaan ialah dapat
menurunkan labanya. Di antara alasan-alasan tersebut ialah resesi
ekonomi, inefisiensi produksi, dan innovasi yang selalu ketinggalan
dibanding pesaing. Dalam banyak kasus, manajer percaya bahwa suatu
peru-sahaan dapat bertahan hidup dan kembali sehat jika usaha yang
dila-kukan ditetapkan berdasarkan atas persetujuan bersama. Selain itu
usaha tersebut dilakukan dalam waktu yang melebihi satu periode yang
terdiri dari beberapa tahun untuk membangun kompetensi khusus.
Untuk menunjang strategi di atas, paling tidak ada 2 langkah yang
dapat dilakukan:
1. Pengurangan biaya. Misalnya, mengurangi tenaga kerja, melaku-
kan leasing terhadap kebutuhan peralatan, memperpanjang umur
pemakaian mesin-mesin,
2. Pengurangan aset. Misalnya, menjual tanah, gedung, dan pera-
latan. Aset yang dapat dijual tersebut tidak digunakan lagi dalam
aktivitas operasional.

7.3.10. Pembebasan
Strategi pembebasan menyangkut penjualan perusahaan atau
komponen utama suatu perusahaan. Suatu contoh, pada bulan Maret
1992, Goodyear Tire and Rubber mengumumkan keputusannya untuk
menjual bisnis polisternya kepada Shell Chemical untuk menurunkan
utangnya sebesar $2.6 juta. Penjualan aset tersebut merupakan strategi

Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 133


Goodyear untuk menekan utangnya di bawah $ 2 juta dalam waktu 18
bulan.

7.3.11. Likuidasi
Likuidasi merupakan salah satu grand strategi bagi perusahaan.
Perusahaan yang telah dilikuidasi biasanya dijual kepada pihak-pihak
tertentu. Bagi pemilik dan manajer likuidasi ini diakui sebagai suatu
kegagalan dan tindakan ini dapat membuat penderitaan bagi mereka dan
para pegawai. Namun, jika dilihat sebagai strategi jangka panjang, maka
likuidasi ini dapat meminimalisasi kerugian para pemegang saham.

7.3.12. Kebangkrutan
Kegagalan bisnis memainkan peranan penting dalam mening-katkan
ekonomi di Amerika. Rata-rata dalam sebulan lebih dari 300 perusahaan
mengalami kegagalan. Lebih 75 persen dari jumlah ter-sebut secara
finansil sangat menyedihkan perusahaan dan dicatat sebagai
kebangkrutan likuidasi. Mereka setuju pula untuk membagi-
bagi aset perusahaan kepada kreditur, dan kebanyakan mereka mene-
rima sedikit pecahan dari jumlah yang mereka miliki.

Pertanyaan-pertanyaan:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan strategi.
2. Sebutkan faktor-faktor yang membentuk strategi
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Strategi Kepemimpinan Biaya
4. Jelaskan tujuan Strategi Kepemimpian Biaya!
5. Apa tujuan Strategi kepemimpinan biaya?
6. Apa yang dimaksud dengan strategi diferensiasi? Jelaskan!
7. Apa tujuan strategi Diferensiasi? Jelaskan!
8. Apa yang dimaksud dengan Strategi fokus? Jelaskan!
9. Sebutkan dan jelaskan 12 macam Grand Strategi.
Bab 7 Strategi Generik dan Grand Strategi 134
BAB 8 NILAI PELANGGAN DAN
KEUNGGULAN BERSAING

TUJUAN BELAJAR

Setelah mempelajari bab ini, anda


diharapkan dapat menjelaskan:

1. Nilai pelanggaan
2. Keunggulan bersaing

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 135


8.1. NILAI PELANGGAN
Dalam dunia bisnis, pelanggan merupakan pihak eksternal yang
menjadi sasaran utama dari sebuah strategi. Sebagian besar aktivitas
diarahkan untuk memberikan nilai bagi pelanggan, karena dengan nilai
tersebut akan menjadi entry point bagi manajemen untuk meningkatkan
pendapatan perusahaan. Apabila pelanggan merasa memperoleh nilai
dari transaksi pembelian yang dilakukannya, niscaya di masa menda-
tang akan melakukan pesanan ulang (repeat order). Bahkan pelanggan
tersebut akan mengajak temannya untuk melakukan hal yang sama
dengannya, yaitu melakukan pembelian.
Membangun nilai pelanggan tentu membutuhkan perubahan
paradigma. Kalau dulu, manajemen banyak berorientasi pada
kepentingan perusahaan secara internal, sekarang harus diubah menjadi
orientasi pelanggan (customer orientation) dan lingkungan
stakeholdernya. Orientasi pelanggan adalah segala kegiatan yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang ada dalam suatu organisasi, diarahkan
untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan konsumen, baik konsumen
eksternal (konsumen pada umumnya) maupun konsumen internal yaitu
karyawan (Suhartanto dan Kusdibyo, 2005: 29).
Karyawan disebut sebagai konsumen internal karena selain mereka
bekerja di perusahaan tersebut, juga sebagai pembeli atau pemakai
produk yang dihasilkan perusahaan tempat mereka bekerja. Contohnya,
karyawan pabrik semen Gresik selain bekerja juga menjadi pemakai
semen yang diproduksi oleh pabrik tersebut.

8.1.1. Pengertian Nilai Pelanggan


Nilai pelanggan adalah perbedaan antara apa yang diterima
pelanggan dan yang diberikan pelanggan (Hansen dan Mowen, 2000:
11). Menurut pengertian ini nilai pelanggan meliputi penerimaan pelang-

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 136


gan (customer receives) dan pemberian pelanggan (customer gives up).
Penerimaan pelanggan adalah nilai manfaat yang diterima pe-langgan.
Apa yang diterima pelanggan disebut total product. Total produk adalah
manfaat menyeluruh baik yang dapat dilihat (tangible) maupun yang
tidak dapat dilihat (intangible) yang diterima pelanggan dari produk yang
dibeli. Jadi penerimaan pelanggan menyangkut hal mendasar (basic) dan
keistimewaan khusus produk, jasa, kualitas, petunjuk pemakaian,
reputasi, nama merek, dan faktor-faktor lain yang dianggap penting oleh
pelanggan (Hansen dan Mowen (2000: 11). Day (1990) dalam Huber et.
al. (2001: 41) mengusulkan bahwa, konsep nilai pelanggan dapat
dituangkan dalam bentuk sebuah persamaan: “nilai pelanggan yang
dirasakan”, diungkapkan dalam persamaan ini adalah perbedaan antara
“manfaat yang dirasakan pelanggan” dan “biaya yang dikeluarkan
pelanggan”. Kalau demikian, penerimaan pelanggan meru-pakan
pengorbanan bagi perusahaan. Pengorbanan perusahaan ada-lah
seluruh komponen biaya yang dikeluarkan dalam rangka mempro-duksi
dan menjual barang. Contoh pengorbanan perusahaan ialah beban
pokok penjualan (cost of goods sold) dan beban operasional (operating
expenses).
Di lain pihak, pengorbanan pelanggan merupakan peneri-maan
perusahaan. Pengorbanan pelanggan adalah semua biaya yang dike-
luarkan untuk memperoleh barang tertentu. Atau dengan kata lain harga
barang yang dibayar oleh pelanggan merupakan pengorbanan baginya.
Sebaliknya, harga barang yang dibayar pelanggan merupakan
pendapatan bagi perusahaan. Nilai dapat disamakan dengan penda-
patan dikurangi pembelian (Strassmann, 1990); Hansen dan Mowen
(2000: 11) menegaskan bahwa pengorbanan pelanggan menyangkut
biaya pembelian, waktu dan usaha yang dikeluarkan untuk mengamati
dan mempelajari penggunaan produk, biaya setelah pembelian, biaya-

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 137


biaya penggunaan, pemeliharaan, dan proses untuk menghasilkan
produk tersebut.
Dalam keadaan normal, perusahaan dan pelanggan seharusnya
memperoleh value yang seimbang atau saling menguntungkan. Di
antara keduanya seharusnya tidak saling mengorbankan secara
ekonomis, apa lagi dalam batas ketidak wajaran. Mengapa? Karena
keduanya saling membutuhkan dalam waktu yang tidak terbatas.
Produsen tidak mungkin bisa bertahan lama tanpa ada konsumen,
sebaliknya konsumen tidak akan terpenuhi kebutuhannya dengan baik
tanpa produsen. Dengan alasan itu, seharusnya di antara mereka tercipta
suatu keselarasan tujuan (goal congruence)
Pelanggan banyak melakukan pembelian karena pelanggan banyak
memperoleh manfaat (customer realization), jika tidak mereka tidak akan
melakukan itu. Semakin tinggi penjualan berarti semakin tinggi pula
manfaat yang diterima pelanggan atas barang yang dibelinya. Kalau
pelanggan merasa bahwa manfaat yang diterima (customer realization)
lebih besar dari pada pengorbanan (customer gives) tentu pelanggan
akan semakin meningkatkan permintaannya terhadap suatu barang atau
jasa. Di lain pihak, jika pelanggan merasa tidak mendapat manfaat, tentu
mereka akan banyak melakukan retur atau menyampai-kan keluhan
(complaint) atas barang telah dibeli. Apabila hal ini terjadi, tentu jumlah
penjualan akan terus menurun dan pelanggan akan berpindah pada
produsen yang lain. Jadi, wajar pula kalau nilai pelang-gan tersebut
diukur dengan penjualan, retur penjualan dan keluhan dari pelanggan.
Desarbo et al. (2001: 849) menggunakan harga dan kualitas
sebagai variabel yang mempengaruhi nilai pelanggan. Dalam penelitian
tersebut harga dan kualitas ditetapkan juga sebagai variabel bebas,
sehingga nilai adalah fungsi harga dan kualitas. Kalau mengikuti logika
tersebut, ini juga menggunakan harga, dan kualitas sebagai variabel

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 138


yang dapat mempengaruhi nilai pelanggan. Namun, penulis merasa tidak
cukup kuat untuk meningkatkan nilai pelanggan jika hanya menggunakan
dua variabel tersebut, tanpa advertensi yang menarik dan layanan yang
memuaskan.

8.1.2. Menciptakan Nilai Pelanggan


Nilai pelanggan adalah fokus kunci karena perusahaan dapat
membangun keunggulan bersaing dengan menciptakan nilai pelanggan
yang lebih baik pada tingkat harga yang sama atau lebih rendah dari
pesaing atau nilai yang ekuivalent dengan biaya yang lebih rendah
dibanding pesaing. Banyak faktor yang dapat menciptakan nilai
pelanggan. Porter (1985) mengemukakan bahwa, ada dua cara yang
dapat dilakukan perusahaan untuk menciptakan nilai, yaitu: biaya rendah
atau diferensiasi. Kedua cara tersebut dapat dipahami melalui berbagai
pendapat dan temuan para ahli berikut ini.
Nilai pelanggan dapat diciptakan dengan menaikkan penerimaan
pelanggan atau menurunkan pengorbanan pelanggan. Keunggulan
bersaing suatu perusahaan bersumber dari kemampuannya untuk
menciptakan nilai bagi pembelinya yang melebihi biaya untuk
menciptakan nilai tersebut. Day (1990: 163) dalam Huber (2001:41)
berkomentar bahwa, kedua pendekatan itu adalah untuk
mempertahankan tujuan yang sama yaitu untuk menciptakan nilai
pelanggan. Pearce II dan Robinson. JR. (2000: 206) mengatakan bahwa
nilai pelanggan diperoleh dari tiga sumber utama: (1) aktivitas yang
membedakan produk, (2) aktivitas yang menurunkan biaya produk, dan
(3) aktivitas yang memenuhi kebutuhan pelanggan dengan segera. Jika
ke tiga sumber tersebut dihubungkan dengan strategi generik, aktivitas
yang membedakan produk dan aktivitas yang memenuhi kebutuhan
pelanggan secara cepat digolongkan sebagai strategi diferensiasi,

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 139


sementara aktivitas yang dapat menurunkan biaya dapat digolongkan
sebagai strategi kepemimpinan biaya. Hal ini diperkuat oleh Porter (1985:
14), dan mengatakan bahwa, diferensiasi dapat didasarkan pada produk
itu sendiri, sistem penyerahan atas produk yang telah dijual, pendekatan
pemasaran, dan luasnya jarak dengan faktor-faktor yang lain. Bahkan
Huber et al. (2001) telah mengeluarkan sebuah artikel bahwa,
“memperoleh keunggulan bersaing melalui nilai pelanggan yang
berorientasi pada manajemen”. Biaya rendah menekankan agar
perusahaan dapat menciptakan barang atau jasa dengan lebih efisien
dibanding pesaing, sedangkan diferensiasi menekankan agar
perusahaan dapat menciptakan kualitas yang superior bagi produk atau
jasa.
Strategi kepemimpinan biaya bermanfaat untuk menciptakan nilai
pelanggan dengan melakukan berbagai aktivitas yang dapat menurunkan
biaya atau harga rendah. Hal ini ditegaskan oleh Hansen dan Mowen
(2000: 11) bahwa tujuan strategi kepemimpinan biaya adalah
memberikan nilai yang sama atau lebih baik pada pelanggan pada tingkat
harga yang lebih rendah dari pada harga yang diberikan pesaing. Jadi,
strategi biaya rendah bertujuan meningkatkan nilai pelanggan dengan
mengurangi pengorbanan. Misalnya, mengurangi biaya pembuatan
produk dengan: meningkatkan efisiensi pemakaian bahan baku, tenaga
kerja, mengendalikan biaya overhead pabrik (BOP), dan memperbaiki
proses produksi sampai pada batas-batas kewajaran dengan tetap
mempertahankan kualitas yang dapat diterima.
Pengurangan pengorbanan pelanggan dapat meningkatkan nilai
pelanggan. Peningkatan nilai pelanggan dapat pula diukur dari
peningkatan omzet penjualan dan penurunan biaya produk. Penurunan
biaya produk terjadi karena peningkatan volume penjualan sebagai
pembagi total cost meningkat. Jika ini terjadi, laba perusahaan dapat

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 140


dicapai di atas rata-rata industri lainnya dan atas dasar laba tersebut
manajemen dapat membangun keunggulan bersaing.
Cara lain untuk meningkatkan nilai pelanggan ialah dengan stra-tegi
diferensiasi. A differentiation strategy, on the other hand, strives to
increase customer value by increasing realization (Hansen dan Mowen,
2000: 11). Hal seperti ini pernah juga dilakukan oleh Caterpilar dengan:
(1) meningkatkan total nilai pelanggan dengan melakukan perbaikan
produk, layanan, personel, dan atau manfaat kesan pada pelanggan. (2)
mengurangi biaya nonmoneter pembeli dengan cara mengurangi waktu,
energi pembeli dan biaya pisik. (3) mengurangi biaya produknya secara
moneter (Kotler (1997: 38)
Pemikiran tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Hansen dan Mowen (2000) tentang pentingnya penekanan terhadap
waktu, efisiensi, kualitas, dan informasi akuntansi dalam upaya menca-
pai keunggulan bersaing. Secara strategis, penghematan biaya secara
moneter telah terangkum dalam strategi kepemimpinan biaya, sedang-
kan perbaikan kualitas produk, layanan, dan waktu, telah pula terang-kum
dalam strategi diferensiasi. Nilai pelanggan dapat pula diciptakan dengan
meningkatkan kecepatan penyerahan barang dan respons atas order
yang diterima.
Nilai pelanggan dapat diukur dari seberapa besar value yang
diberikan oleh perusahaan dibanding dengan apa yang telah dikorban-
kan oleh pelanggan. Atau dengan kata lain, seberapa besar selisih value
antara yang diterima dan yang diberikan atau dikorbankan oleh
pelanggan. Jadi, nilai pelanggan dapat diciptakan apabila value yang
diterima pelanggan lebih besar dari pada apa yang dikorbankan dan
berlangsung dalam jangka panjang.
Desarbo et al. (2001) juga meneliti tentang nilai pelanggan.
Respondennya ialah pelanggan barang-barang elektronik. Hansen dan

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 141


Mowen (2000:11) mengatakan bahwa, apa yang diterima pelanggan
disebut sebagai total produc. Artinya keseluruhan manfaat yang diterima
pelanggan dari produk yang dibeli, baik berwujud maupun tidak
berwujud, antara lain keistimewaan khusus produk, layanan, kualitas,
instruksi pemakaian, reputasi, nama merek, dan faktor-faktor lain yang
dianggap penting bagi pelanggan.
Di balik itu adalah pengorbanan yang diberikan pelanggan, antara
lain: harga produk yang dibeli, waktu dan usaha yang dikorbankan untuk
memperoleh dan mempelajari penggunaan produk, dan biaya-biaya
setelah pembelian, biaya penggunaan produk, pemeliharaan, dan biaya
pembuatan produk. Nilai pelanggan dapat diukur dengan indika-tor
kualitas, waktu, dan harga.
Pendapat di atas dapat dirinci ke dalam manfaat yang intangible
sebagai indikator realisasi pelanggan (customer realization) berikut ini:
keutamaan dan keistimewaan produk, pelayanan, kualitas, instruksi
pemakaian, reputasi, nama merek, dan faktor lain yang penting bagi
pelanggan. Selain itu, manfaat tangible yang dapat dijadikan indikator
pengorbanan pelanggan meliputi: harga pembelian produk, waktu dan
upaya yang diperlukan untuk memperoleh produk, waktu yang dibutuh-
kan untuk mempelajari penggunaan produk, dan biaya-biaya setelah
pembelian produk (biaya pemakaian produk, biaya pemeliharaan produk,
dan biaya pengaturan produk). Untuk meningkatkan nilai pelanggan,
maka penerimaan pelanggan (customer receives) tersebut perlu
ditingkatkan dan pengorbanan pelanggan (customer gives) diturunkan.
Peningkatan nilai pelanggan berarti peningkatan peneri-maan pelanggan
atau penurunan pengorbanan pelanggan atau keduanya (Hansen and
Mowen, 1995: 11). Nilai pelanggan merupakan faktor utama yang dapat
menciptakan keunggulan bersaing. Biaya rendah adalah suatu tingkat
biaya yang lebih rendah dibanding biaya yang dimiliki pesaing. Dengan

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 142


demikian, pelanggan tertentu lebih tertarik membeli produk yang
harganya lebih murah. Pada keadaan tersebut nilai pelanggan akan
tercipta dan jika hal ini berlanjut dalam jangka panjang, akan terbentuk
keunggulan bersaing. Oleh sebab itu, manajemen tidak hanya berpikir
bagaimana menciptakan laba yang besar tetapi juga bagaimana
menciptakan nilai pelanggan sebagai salah satu syarat untuk
menciptakan keunggulan bersaing.
Menurut pengamatan literatur dalam berbagai jurnal, belum banyak
peneliti yang tertarik pada nilai pelanggan, apa lagi dalam hubungannya
dengan keunggulan bersaing. Penelitian yang berkaitan dengan
pelanggan (customer) antara lain ialah: customer satisfaction, customer
approach, customer service, customer perceptions, customer
discrimination, customers spending, customer relationships, customer
confidence, dan know your customer. Demikian pula penelitian yang
berkaitan dengan value, antara lain: Contesting value, value subtraction,
psychologie of value, value and service, economic value, value
externalities, value of conflicting information, cultural value, democratic
value, spending at face value, dan the value of life.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas berkorelasi positif
dengan nilai pelanggan, sedangkan harga berkorelasi negatif dengan
nilai pelanggan. Hal ini terjadi dalam semua segmen pasar, baik kualitas
maupun harga. Here, we see that perceived value is driven by perceived
quality, and not perceived price (Desarbo, et al., 2001; 852). Namun
demikian, Desarbo et al (2001), telah mempertegas pula bahwa nilai
pelanggan dapat dibangun dengan harga yang rendah dan kualitas
barang yang lebih baik. Korelasi negatif yang terjadi antara harga dan
nilai pelanggan ini bertentangan dengan teori-teori sebelumnya. Secara
teoritis harga akan berpengaruh terhadap nilai pelang-gan karena, naik
turunnya harga akan mempengaruhi naik turunnya permintaan pembeli

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 143


terhadap suatu produk. Kalau harga naik diduga bahwa pembeli akan
mengurangi jumlah permintaannya terhadap produk. Sebaliknya, kalau
harga turun diduga bahwa pembeli akan menaikkan permintaannya
terhadap barang. Berdasar uraian di atas, paling tidak ada 3 indikator
yang dapat digunakan untuk menilai apakah sebuah industri manufaktur
telah membangun nilai pelanggan atau tidak.
Pertama harga: Harga yang lebih rendah dibanding pesaing akan
meningkatkan nilai pelanggan, karena pelanggan memperoleh manfaat
finansil dari harga yang rendah tersebut. Bagi segmen pasar tertentu,
akan memilih harga rendah untuk memenuhi kebutuhannya. Pelanggan
seperti ini menempatkan kualitas pada prioritas kedua setelah harga.
Secara teoritis, apabila harga rendah, tentu pengor-banan yang
dikeluarkan pelanggan akan berkurang. Atau dengan kata lain, jumlah
uang yang seharusnya dibayarkan atas harga barang tersebut menjadi
berkurang. Berarti masih ada sisa uang yang terting-gal di tangan
pelanggan, dan uang itulah yang dapat dinikmatinya seba-gai manfaat
finansil bagi pelanggan.
Kedua kualitas. Produk yang berkualitas tinggi memiliki beberapa
atribut, antara lain, penampilan menarik, keindahan, kemampuan laya-
nan produk, keistimewaan, tingkat kepercayaan, daya tahan, kesesu-
aian. Ada segmen pasar tertentu yang mau membayar berapapun harga
barang tersebut, asalkan semua atribut tersebut dipenuhi oleh produk.
Pelanggan yang memiliki daya beli tinggi dan menghargai keselamatan
jiwanya, cenderung memilih produk yang berkualitas prima meskipun
harga produk tersebut mahal. Produk yang berkaitan dengan
keselamatan biasanya alat-alat transportasi antara lain: mobil, sepeda
motor, pesawat terbang, kereta api, dan sebagainya.

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 144


Ketiga waktu: Pelanggan yang sibuk tidak mau kehilangan banyak
waktu, apalagi untuk mencari barang-barang kebutuhan yang tidak begitu
penting. Pertimbangan mereka ialah peluang bisnis apa yang hendak
dicapai. Oleh sebab itu, pelanggan jenis ini akan membeli produk yang
mudah diperoleh, tidak perlu membuang waktu terlalu lama.

8.2. KEUNGGULAN BERSAING


Di muka telah dikatakan bahwa, menghadapi persaingan yang
semakin tajam, perusahaan harus memiliki keunggulan bersaing.
Keunggulan bersaing harus dipertahankan secara kontinyu untuk
menjamin kelancaran aktivitas dan laba industri manufaktur di masa
mendatang. Untuk mempertahankan eksistensi keunggulan bersaing,
industri manufaktur harus jeli ketika memilih strategi.

8.2.1. Pengertian Keunggulan Bersaing


Di dalam beberapa literatur belum dijumpai pengertian keunggulan
bersaing yang dipaparkan secara langsung dan jelas. Namun, untuk
menuju kepada pengertian yang diharapkan sebaiknya dikemukakan
beberapa pendapat para ahli. Porter (1985:26) mengatakan bahwa
keunggulan bersaing menggambarkan cara suatu perusahaan dapat
memilih dan mengimple-mentasikan strategi generik untuk mencapai
keunggulan bersaing dan secara berkesinambungan. Selanjutnya Porter
(1985) mengatakan bahwa dasar pokok kinerja di atas rata-rata dalam
jangka panjang adalah keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
Perusahaan harus dapat mengetahui terlebih dahulu tentang kekuatan
dan kelemahan lawan sebagai pesaingnya. Ada dua tipe dasar keung-
gulan bersaing: biaya rendah atau diferensiasi. Perhatian Porter (1985)
tertuju pada keunggulan bersaing sebagai dasar fundamental untuk

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 145


mencapai kinerja di atas rata-rata industri dalam jangka panjang. Hill dan
Jones (1995: 104) mengatakan bahwa, suatu perusahaan memiliki
keunggulan bersaing apabila tingkat labanya lebih tinggi dari rata-rata
laba di lingkungan industrinya.
Tingkat laba secara normal didefinisikan sebagai rasio, contoh-nya
return on sales (ROS) atau return on assets (ROA). Jogiyanto (2005)
mengemukakan bahwa, suatu perusahaan dikatakan mempu-nyai
keunggulan kompetitif jika mempunyai kelebihan dari pesaing-pesaingnya
untuk menarik pelanggan-pelanggan dan dapat memperta-hankan diri
dari tekanan-tekanan kompetitif di pasar.
Dengan demikian, keunggulan bersaing dapat dokonotasikan
sebagai kemampuan perusahaan menarik pelanggan karena memiliki
kelebihan yang dapat dipertahankan secara terus menerus dibanding
pesaing. Misalnya, perusahaan memiliki aset yang lebih baik, membe-
rikan pelayanan yang lebih memuaskan, kualitas produk yang lebih baik,
kualitas SDM yang lebih baik, laba yang lebih tinggi, efisiensi yang lebih
besar, harga produk yang lebih rendah, penyerahan produk yang lebih
cepat, tingkat ROS, ROA, dan ROI yang lebih tinggi. Pendapat di atas
diperkuat oleh Lindahl dan Beyers (1997:1) bahwa keunggulan bersaing
berasal dari karakteristik kualitas, kreativitas dan innovasi, fleksibilitas,
waktu penyerahan.
Menurut konsep nilai pelanggan, semua karakteristik di atas
seharusnya meningkatkan nilai pelanggan terlebih dahulu, kemudian
membangun keunggulan bersaing. Karena dengan meningkatnya nilai
pelanggan, berarti telah terjadi pula peningkatan penjualan sebagai salah
satu komponen ROA, ROS dan ROI.

8.2.2. Menentukan Keunggulan Bersaing


Sebelumnya telah dikemukakan bahwa keunggulan bersaing

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 146


adalah kemampuan suatu perusahaan yang berada pada posisi yang
lebih tinggi di atas rata-rata industri lain atau pesaingnya. Keunggulan
bersaing dapat diukur dengan menggunakan indikator ROS, ROA, dan
ROI. Untuk menentukan keunggulan bersaing suatu industri, berikut ini
dikemukakan penjelasan yang ditulis oleh Hill dan Jones (1995: 105)
dengan menggunakan indikator ROS dan ROA sebagai berikut: (1) rata-
rata ROS dan ROA untuk industri komputer pada tahun 1992 sebesar -
0.8% dan 0.6%. Berdasarkan rata-rata tersebut Apple Computer, AST
Research, Dell Computer, dan Gateway 2000 memiliki posisi keunggulan
bersaing pada tahun 1992. Sebaliknya Digital Equipment, IBM, dan
Wang Laboratories pada tahun 1992 tidak memiliki keunggulan bersaing
(disadvantage).
Untuk mengetahui sejauh mana implementasi manajemen strategi,
berikut ini dikemukakan beberapa penelitian empiris tentang keunggulan
bersaing yang dilakukan oleh Kumar et al. (1997), Lindahl dan Beyers
(1997), Cazalot Jr. (2003), dan Barnes et al. (2003). Semua peneliti
menggunakan keunggulan bersaing sebagai variabel terikat, sedangkan
variabel bebas yang digunakan, berbeda antara satu dengan lainnya.
Kumar et al.(1997) meneliti pengaruh strategi generik terhadap kinerja.
Mereka membagi strategi generik menjadi: cost leadership, focused
differentiation, stuck-in the Middle, focused cost leadership, dan
differentiation. Hasil penelitian Kumar et al. (1997) menunjukkan bahwa
strategi kepemimpinan biaya cukup tinggi penggu-naan dan pengaruhnya
terhadap kinerja dalam perusahaan yang berori-entasi laba dan nirlaba.
Laporan lain yang dikemukakan Kumar et al. (1997) ialah hasil
MANCOVA dan analisis univariate kepemimpinan biaya terhadap kinerja
menunjukkan pengendalian biaya operasional yang lebih besar dibanding
peningkatan semua pendapatan, return terhadap pelayanan atau fasilitas
baru terhadap pelayanan baru dan kemampuan pemeliharaan mesin.

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 147


Lindahl dan Beyers (1997) meneliti keunggulan bersaing yang
diciptakan oleh perusahaan penghasil jasa. Perusahaan jasa tersebut
meliputi: Lembaga keuangan nondeposito, Broker Sekuritas, Agen
asuransi dan karier, Jasa komputer, Jasa bisnis peralatan, Jasa Hukum,
Jasa Enjinering dan Arsitektur, Jasa Akuntansi, Jasa Riset dan Testing,
Konsultan Manajemen dan Hubungan Masyarakat, dan semua industri
jasa lainnya. Semua perusahaan yang diteliti adalah jasa, akan tetapi
berbeda usahanya. Meskipun demikian, persaingan di antara mereka
tetap ada. Persaingan tidak harus terjadi pada beberapa perusahaan
produk yang memproduksi barang yang sama, tetapi berbeda produkpun
masih terjadi persaingan, namanya persaingan tidak sempurna (imperfect
competition). Hasil penelitian di atas menun-jukkan bahwa faktor harga
jasa memberikan kontribusi paling tinggi kepada persaingan. Ini terjadi
pada perusahaan Insurance Agents dan Carriers (50%), sedangkan yang
paling rendah adalah perusahaan Security Brokerages (11,1%). Faktor
harga juga memberikan kontribusi yang tinggi pada persaingan sebesar
30% dan Accounting Service sebesar 38,9%. Hasil penelitian Lindahl dan
Beyers (1997) menun-jukkan betapa tinggi kontribusi harga terhadap
persaingan. Harga merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan
pelanggan dalam membeli barang atau jasa.
Namun demikian, temuan tersebut berlawanan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Desarbo et al. (2001). Desarbo et al.
(2001; 851) menyimpulkan bahwa harga berkorelasi negatif terhadap
nilai (value), sedangkan kualitas berkorelasi positif terhadap nilai. Cazalot
(2003) meneliti keunggulan bersaing sebagai variabel terikat dan
dihubungkan dengan etika (ethics) sebagai variabel bebas. Cazalot
(2003) menyimpulkan bahwa etika dapat memperbaiki neraca (balance
sheet). Artinya posisi keuangan perusahaan menjadi baik, memiliki
likuiditas dan solvabilitas yang likuid dan solvable. Hal ini terjadi karena

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 148


kinerja perusahaan meningkat pula. Barnes (2003) meneliti seberapa
besar keunggulan bersaing dapat dibangun melalui e-operations. Untuk
mensukseskan e-operations tersebut perlu mengembangkan jaringan
internet. Tujuannya ialah untuk memperbaiki tingkat efisiensi dan
efektifitas ketika perusahaan menjalankan proses manajemen bisnis
dalam menghasilkan dan menyerahkan barang atau jasa. Jaringan
internet membutuhkan integrasi manajemen operasi dan sistem
informasi.
Penjelasan di atas memberikan alasan kuat bahwa penelitian
tentang keunggulan bersaing dapat dilakukan pada perusahaan yang
memiliki produk yang sejenis atau produk yang berbeda. Hal ini sesuai
dengan contoh di atas yang memberikan gambaran bahwa keunggulan
bersaing dapat diciptakan pada perusahaan yang memiliki jenis usaha
yang sama, yaitu perusahaan industri komputer. Di lain pihak, secara
empiris membuktikan pula bahwa penelitian tentang keunggulan bersaing
dapat dilakukan pada perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa
yang berbeda antara satu dengan lainnya. Penelitian tersebut dapat
dijadikan alasan kuat bahwa penelitian tentang keunggulan bersaing
dapat pula dilakukan pada industri manufaktur yang menghasilkan
produk yang berbeda. Nurhajati (2003) meneliti keung-gulan bersaing
pada Usaha Kecil yang beroirientasi ekspor di Jawa Timur. Jenis
usahanya bermacam-macam, antara lain: furniture dan kerajinan, sepatu
dan sandal, border, pertanian, makanan, garmen, cor kuningan, onis,
fiber, kulit dan hasil olah raga, jasa (konstruksi dan TKI), sanggul, wig,
tepung batu fosfat, gamelan, dan batik. Sementara itu, Adnyana (2004)
meneliti keunggulan bersaing pada industri kecil (sepatu, tas, dan koper)
di Jawa Timur.
Dalam teori ekonomi, beberapa perusahaan yang menghasilkan
produk yang sama dapat digolongkan ke dalam persaingan sempurna

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 149


(pure competition). Menurut Atkinson (1982: 460-461) secara garis
besarnya, persaingan sempurna suatu industri manufaktur memiliki
empat karakter berikut ini:
1. Industri merupakan sejumlah perusahaan yang relatiif kecil.
2. Semua perusahaan dalam industri memproduksi suatu produk yang
maksud dan tujuannya homogen.
3. Semua yang berpartisipasi di pasar memiliki informasi yang lengkap.
4. Dianggap bahwa, tidak ada rintangan yang signifikan untuk mema-
suki persaingan murni dalam industri.
Karakteristik persaingan sempurna yang dikemukakan oleh Atkinson
(1982) paling tidak menekankan adanya sejumlah perusahaan yang
memproduksi barang yang homogen atau sama.

8.2.3 Mengatasi Kelemahan Internal


Menurut konsep going concern, sejak perusahaan didirikan tidak
akan ditutup atau dilikuidasi sampai kapanpun. Artinya, perusahaan
harus hidup terus tanpa batas waktu, walaupun pemilik dan para manajer
terus bergantian. Dengan demikian, kesatuan usaha secara terus
menerus akan menjalankan operasinya dalam jangka waktu yang tidak
terbatas guna mewujudkan proyeknya, tanggung-jawab serta aktivitas-
aktivitasnya yang tidak berhenti sampai kapanpun.
Mempertahankan perusahaan dalam waktu yang tidak terbatas,
membutuhkan keunggulan bersaing di atas rival-rivalnya. Misalnya,
memiliki harga produk yang lebih rendah, kualitas produk yang lebih baik,
pelayanan yang lebih cepat, dan berakhir dengan pencapaian laba yang
lebih besar. Untuk mencapai keunggulan bersaing, manajemen masih
harus mengatasi hambatan-hambatan internal yang selama ini terjadi,
apakah yang bersifat finansil atau nonfinansil.

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 150


 Mengatasi Hambatan Finansil
Hambatan finansil yang sering dihadapi perusahaan ialah
kekurangan modal kerja (working capital). Ada beberapa cara untuk
mengatasi hambatan finansil, antara lain: (1) Meminjam uang dari bank
atau lembaga keuangan lain (2) Menjual saham atau obligasi di pasar
modal, dan (3) Menjual aset perusahaan yang tidak produktif, baik
sebagai alat produksi maupun sebagai penunjang. Dasar pertimbangan
untuk memilih sumber modal ialah yang memiliki cost of capital yang
lebih rendah dengan syarat pengembalian yang fleksibel.

 Mengatasi Hambatan Nonfinansil


Dalam kenyataan, masih banyak manajer yang berpandangan
jangka pendek. Mereka lebih mengutamakan tercapainya laba jangka
pendek yang dianggarkan pada tahun berjalan secara maksimal,
sementara target laba pada tahun-tahun yang mendatang kurang
diantisipasi. Bahkan mereka jarang menyusun anggaran formal. Rencana
kerja yang akan dilaksanakan biasanya disimpan dalam pikiran mereka
dan tidak diketahui orang lain. Karena mereka jarang menyusun
anggaran, laporan tahunanpun seringkali tidak disusun. Ini berarti,
manajer telah melakukan dysfunction behavior, yaitu pelaksanaan fungsi
yang tidak wajar.
Hambatan internal yang sering dijumpai dalam perusahaan antara lain:
(1) Conflict of interest, (2) Penerapan proprietary concepts, (3) Corporate
value, (4) Penyusunan anggaran secara reactive, (5) Quantitative
orientation, (6) Comparative advantage.
Hambatan tersebut dapat di atasi dengan menerapkan: (1) Goal
congruence, (2) Entity concepts, (3) Customer value, (4) Proactive dalam
penyusunan anggaran, (5) Qualitative orientation, (6) Competitive
advantage.

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 151


1. Conflict of Interest - Goal Congruence
Konflik kepentingan yang sering terjadi dalam perusahaan biasanya
terjadi antara: (1) Karyawan dengan manajemen. (2) Manajemen dengan
prinsipal, (3) Karyawan dengan karyawan.
Konflik antara Karyawan dan Manajemen: Tujuan karyawan bekerja di
suatu perusahaan ialah untuk memperoleh gaji guna memenuhi
kebutuhan pribadi dan keluarganya. Karena itu, mereka bekerja keras
untuk mencapainya. Di lain pihak, tujuan manajemen sebagai pengelola
perusahaan ialah mencapai laba untuk mempertahankan kelanjutan
hidup perusahaan. Semakin tinggi gaji yang dituntut oleh karyawan,
semakin kecil laba yang diperoleh perusahaan. Akan tetapi, jika kenaikan
gaji itu disertai dengan kerja keras dan menimbulkan efisiensi dan
kenaikan permintaan terhadap produk, maka laba yang diperoleh akan
meningkat pula. Paling tidak ada 3 faktor yang mendasari tuntutan
karyawan: (1) Gaji yang diterima tidak mencukupi kebutuhannya, (2)
Kebutuhan karyawan yang tidak terbatas, (3) Karyawan beranggapan
bahwa, kontribusi yang mereka berikan kepada perusahaan lebih besar
dibanding dengan gaji yang mereka terima.
Tuntutan tersebut tidak selalu diterima pihak manajemen dengan
berbagai alasan. Alasan yang biasanya digunakan pihak manajemen
ialah: (1) Kemampuan keuangan perusahaan yang tidak memadai, (2)
Target laba yang ditetapkan manajemen belum tercapai, dan (3)
Manajemen beranggapan bahwa gaji yang diberikan kepada karyawan
lebih besar dibanding dengan kontribusi mereka kepada perusahaan.
Konflik kepentingan di atas sukar dicapai kata sepakat. Bahkan karyawan
melakukan perlawanan melalui demonstrasi secara besar-besaran.
Konflik antara Manajemen dan Prinsipal: Konflik tidak hanya terjadi
diantara manajemen dan karyawan, tetapi terjadi juga diantara
manajemen dan prinsipal. Konflik yang terjadi diantara mereka juga

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 152


disebabkan oleh faktor finansil. Manajemen ingin meningkatkan bonus
semaksimal mungkin, sementara pemegang saham (prinsipal) ingin
meningkatkan kekayaannya. Pearce II dan Robinson. JR (2000:46)
mengemukakan:
In general, owners seek stock value maximimation. However,
when manager s better resemble ”hired hands” than owner-
partners, they often prefer strategies increase their personal
payoffs rather than those of shareholders. Such behavior can
result in decreased stock performance.

Karena alasan tersebut, terjadi a symmetry information, sehingga pihak


prinsipal sukar melakukan monitoring terhadap keputusan atau kegiatan
manajemen.
Beberapa contoh lain yang kerap kali ditemui dalam kenyataan,
manajer tidak mengeluarkan biaya-biaya kebijakan, antara lain: (1) Tidak
memberikan pendidikan atau pelatihan kepada karyawan. (2) Tidak
melakukan pemeliharaan aset secara rutin, dan (3) Tidak melakukan
Promosi secara rutin, dan (4) Tidak melakukan penelitian dan
pengembangan produk. Jika kelemahan di atas terjadi secara terus
menerus, dampaknya ialah terjadi penurunan laba jangka panjang.

 Tidak Melakukan Pendidikan atau pelatihan: Karena karyawan yang


tidak mengikuti pendidikan atau pelatihan, tidak bisa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akhirnya mereka akan
berpandangan sempit, tidak mengetahui perkembangan dunia luar yang
semakin cepat, tidak mengetahui perubahan selera konsumen terhadap
produk tertentu.

 Tidak Melakukan Pemeliharaan Aset secara Rutin: Demikian pula


halnya, jika manajer tidak melakukan pemelihraan secara rutin, cepat
atau lambat pasti akan berdampak pada kerusakan mesin-mesin, gedung

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 153


pabrik, dan aset lainnya, sehingga akan menghambat kelancaran proses
produksi.

 Tidak Melakukan Promosi secara Rutin: Tak kenal, maka tak sayang.
Tampaknya pepatah lama ini masih relevan sampai sekarag. Promosi
yang tidak dilakukan secara terus menerus, cepat atau lambat produk
yang ditawarkan saat ini akan dilupakan konsumen dan berpindah
membeli produk pesaing perusahaan.

 Tidak melakukan penelitian dan pengembangan: Resiko yang timbul


jika hal ini tidak dilakukan ialah manajer tidak bisa mengetahui selera
konsumen secara komprehensif, sehingga produk tidak bisa
dikembangkan sesuai dengan permintaan pasar. Teknologi yang
digunakan perusahaan akan ketinggalan zaman, dan sukar melakukan
perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi. Dampak yang lebih
membahayakan bagi perusahaan ialah konsumen akan berpindah ke
pesaing perusahaan.

Untuk mencapai kata sepakat sebagai solusi masalah di atas ialah


menciptakan Goal congruence diantara para pihak, yaitu antara karya-
wan dengan manajemen, dan antara manajemen dengan prinsipal. Goal
congruence adalah keselarasan tujuan diantara pihak-pihak yang
berselisih kepentingan, sehingga para pihak tidak ada yang merasa
dikorbankan. Agar penerapan Goal congruence ini berjalan lancar pihak
manajemen harus membangun transparansi informasi dan akuntabilitas
agar tidak terjadi saling curiga.

Konflik antara Karyawan dengan Karyawan


Konflik yang kurang mendapat perhatian manajemen ialah konflik antara

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 154


karyawan dengan karyawan. Penyebab terjadinya konflik ini antarta lain
ialah: perbedaan gaji, dan promosi jabatan berdasarkan like and dislike.
Karena kedua hal ini, mereka menganggap bahwa manajemen tidak adil.
Manajemen dicurigai menganak emaskan karyawan tertentu, tanpa
melihat kinerja yang dicapai. Konflik ini biasanya berlangsung secara
dingin, namun bisa menimbulkan perlawanan pasif terhadap perusahaan.
Mereka biasanya membentuk klik atau kelompok agar lebih kuat
menghadapi kelompok lain. Jika hal ini tidak dikelola dengan baik, tentu
akan menjadi kontra produktif bagi perusahaan.

2. Proprietary Concepts – Entity Concepts


Di Indonesia, masih banyak pengusaha yang menganut konsep ini.
Konsep ini menganggap bahwa, perusahaan identik dengan pemiliknya,
sehingga kalau perusahaan memiliki aset, maka aset itu adalah milik
pemiliknya. Anggapan ini menghilangkan garis batas antara aset
perusahaan dan aset pemilik, kewajiban perusahaan dan kewajiban
pemilik. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan yang
menganut teori ini akan menyesatkan para pemakai laporan. Pendekatan
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut ialah
menggunakan konsep entitas (entity concepts). Konsep ini memandang
bahwa perusahaan sebagai unit ekonomi yang berdiri sendiri tanpa
diintervensi dari pihak manapun, termasuk pemilik. Konsep ini
menetapkan garis batas yang tegas antara aset perusahaan dan aset
pemilik, antara kewajiban perusahaan dan kewajiban pemilik.

3. Corporate value - Customer value


Untuk mempertahankan kelanjutan hidup perusahaan, manajemen
perlu meningkatkan corporate value. Yang menjadi pertanyaan ialah
bagaimana manajemen meningkatkan corporate value ditengah-tengah

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 155


persaingan yang sangat ketat seperti sekarang? Karena dilain pihak
manajemen dituntut untuk menciptakan customer value. Customer value
dapat diciptakan melalui low cost dan differenciation. Salah satu cara
untuk menciptakan low cost ialah meningkatkan efisiensi. Dengan low
cost manajemen dapat menjual produknya dengan harga yang lebih
rendah, dan dampaknya ialah peningkatan pendapatan dan laba.
Peningkatan laba itulah yang menjadi sebab timbulnya corporate value.
Jadi corporate value dengan customer value adalah 2 hal yang saling
berkaitan.

4. Reactive – Proactive Dalam Penyusunan Anggaran


Anggaran merupakan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan, karena di
dalamnya terdapat aktivitas dan nilai moneter sebagai target yang harus
dicapai di masa mendatang. Meskipun penting, tetapi tidak semua
instansi atau perusahaan menyusun anggaran secara rutin. Masih
banyak diantara mereka yang menyusun anggaran secara reaktif, artinya
jika ada kebutuhan tertentu atau karena keadaan yang memaksa.

5. Kuantitatif – Kualitatif
Menghadapi persaingan yang semakin ketat seperti sekarang ini, banyak
produsen atau instansi yang merasa ragu dalam menentukan sasaran
produk yang dihasilkannya, apakah sasaran kuantitatif atau kualitatif.
Sasaran kuantitatif berarti, produk yang dihasilkan masih menekankan
jumlah produk dari pada kualitas. Di pihak lain, sasaran kualitatif berarti
produk yang dihasilkan lebih menekankan faktor kualitas dari pada
jumlah. Sasaran kuantitatif menghasilkan produk yang lebih murah,
sebaliknya sasaran kualitatif menghasilkan produk yang lebih mahal dan
segmen pasarnyapun lebih selektif. Di awal pertumbuhan otomotif
Jepang, memang terkenal dengan produk-produk mobilnya yang lebih

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 156


murah dibanding dengan mobil buatan Eropah. Sampai sekarang kesan
inipun masih tersisa di benak para konsumen. Sekarang tampil pula Cina
dengan produk-produk yang lebih murah dan dengan kualitas yang
memadai walaupun belum sekualitas produk Jepang. Misalnya sepeda
motor, HP, dan sebagainya. Yang diharapkan di masa depan ialah
produk-produk yang berkualitas tinggi dengan harga terjangkau.

6. Comparative Advantage – Competitive Advantage


Untuk memenangkan persaingan tidak cukup hanya memiliki
comparative advantage, tetapi yang lebih penting adalah Compatitve
advantage. Artinya, apapun yang dimiliki atau dicapai oleh perusahaan
harus lebih unggul dibanding dengan pesaing. Aset yang dimilik
perusahaan harus lebih baik dibanding dengan asetnya pesaing.
Misalnya, gedung, mesin-mesin, inventaris, laboratorium dan sebagainya.
SDM harus memiliki kualitas yang lebih baik dari pesaing, laba yang
dicapai harus lebih tinggi dibanding laba pesaing, dan sebagainya.

Pertanyaan-pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan nilai pelanggan? Jelaskan!
2. Bagaimana menciptakan nilai pelanggan? Jelaskan!
3. Apa yang dimaksud dengan Keunggulan bersaing. Jelaskan
4. Bagaimana menentukan keunggulan bersaing? Jelaskan!
5. Apa hubungan nilai pelanggan dengan keunggulan bersaing
6. Bagaimana mengatasi masalah-masalah intern yang sering
mengham-bat impelemntasi strategi?
7. Apa yang dimaksud dengan Goal congruence? Jelaskan!

Bab 8 Nilai Pelanggan dan Keunggulan Bersaing 157


BAB 9 ANALISIS HUBUNGAN
LINGKUNGAN, STRATEGI, NILAI
PELANGGAN, DAN
KEUNGGULAN BERSAING
TUJUAN BELAJAR
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan anda mampu
menjelaskan:

1. Lingkungan eksternal dan strategi kepemimpinan biaya


2. Lingkungan eksternal dan strategi diferensiasi
3. Lingkungan eksternal dan nilai pelanggan
4. Lingkungan eksternal dan keunggulan bersaing
5. Lingkungan internal dan strategi kepemimpinan biaya
6. Lingkungan internal dan strategi diferensiasi.
7. Lingkungan internal dan nilai pelanggan
8. Lingkungan internal dan keunggulan bersaing
9. Strategi kepemimpinan biaya dan nilai pelanggan
10. Strategi Kepemimpinan biaya dan keunggulan bersaing
11. Strategi diferensiasi dan nilai pelanggan
12. Strategi diferensiasi dan keunggulan bersaing
13. Nilai pelanggan dan keunggulan bersaing

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 158


Bagan:
Hubungan Lingkungan, Strategi, Nilai Pelanggan
dan Keunggulan Bersaing

Lingkungan Lingkungan
Eksternal Internal

Strategi Kepe- Strategi


mimpinan Biaya Diferensiasi

Nilai
Pelanggan

Keunggulan
Bersaing

Sumber: Teori dan hasil penelitian, diolah penulis

Selain mengedepankan teori-teori manajemen strategi yang telah


mapan, buku ini memaparkan pula hasil-hasil penelitian di bidang
manajemen strategi. Tujuannya ialah untuk memperoleh gambaran
secara komprehensif sejauh mana teori-teori manajemen strategi telah
diimplementasikan. Berikut ini dikemukakan beberapa hasil penelitian
di bidang manajemen strategi, terutama lingkungan eksternal,
lingkungan internal, strategi kepemimpinan biaya, strategi diferensiasi,
nilai pelanggan, dan keunggulan bersaing.

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 159


Satu hal yang menyita perhatian publik ialah kenyataan bahwa,
daya saing industri manufaktur di Indonesia masih tergolong lemah jika
dibanding dengan industri manufaktur di negara-negara lain. Hal ini
disebabkan keunggulan bersaing yang dimiliki industri manufaktur di
Indonesia tergolong masih rendah, bahkan ada yang negatif. Menurut
data dalam Directory 2005, 150 industri manufaktur yang Go Public di
BEJ. yang memperoleh ROI positif sejumlah 97 (64,67%) industri
manufaktur, sedangkan 53 (35,33%) industri manufaktur memperoleh
ROI negatif. ROI positif tersebut berkisar antara 0,02% dan 40,08%,
sementara ROI negatif berada di antara -144,04% dan -0,20%.
Meskipun yang memperoleh ROI positif masih lebih besar dibanding
yang negatif, tetapi informasi tersebut cukup memprihatinkan. Karena
ROI merupakan salah satu indikator keunggulan bersaing, maka yang
perlu diidentifikasi ialah apa penyebab rendahnya keunggulan bersaing
di lingkungan industri manufaktur yang Go Public di BEJ.
Menurut teori dan hasil penelitian terdahulu, untuk membangun
keunggulan bersaing diperlukan strategi yang tepat, apakah strategi
kepemimpinan biaya atau strategi diferensiasi. Karena kedua strategi
tersebut tujuan utamanya ialah meningkatkan nilai pelanggan
semaksimal mungkin melalui harga rendah dan kualitas yang lebih baik
dibanding pesaing. Jadi, kedua strategi ini selain untuk membangun
nilai pelanggan dapat pula digunakan untuk membangun keunggulan
bersaing. Untuk mencapai nilai pelanggan yang diharapkan, manajer
industri manufaktur harus mampu mengimplementasikan strategi
kepemimpinan biaya atau strategi diferensiasi.

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 160


9.1. LINGKUNGAN STRATEGI DAN NILAI PELANGGAN
Keberhasilan implementasi strategi kepemimpinan biaya, strategi
diferensiasi, dan fokus sangat tergantung pada lingkungan eksternal
dan internal. Konsep dasar yang mendukung anggapan ini bersumber
dari teori lingkungan bisnis, strategi generik, dan hasil-hasil penelitian
sebelumnya. Teori lingkungan bisnis tersebut diadopsi dari Suwarsono
(1994), Hill dan Jones (1995), dan Hitt dan Ireland (2001), Pearce II dan
Robinson JR. (2000), Thompson dan Strickland (1990). Di sisi lain,
strategi yang dibangun di sini ialah strategi generik yang dikembangkan
oleh Porter (1980), Hill dan Jones (1995), dan Hansen dan Mowen
(2000). Yang dibahas dalam buku ini adalah lingkuan eksternal,
internal, dan faktor-faktor penting lainnya yang tidak terpisahkan
dengan strategi kepemimpinan biaya, strategi diferensiasi, dan fokus.
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, bahwa lingkungan eksternal
mengandung peluang dan ancaman, sementara lingkungan internal
mengandung kekuatan dan kelemahan. Berdasar 4 kondisi lingkungan
ini, strategi akan mengambil keputusan, tindakan, dan kebijakan yang
realistis agar tujuan dan visi perusahaan tercapai.
Di pihak lain, nilai pelanggan kerap kali dianggap sebagai sasaran
antara, karena dengan terbentuknya nilai pelanggan berarti
kepercayaan dan loyalitas pelanggan akan mudah terwujud. Seperti
yang dikemukakan oleh Huber et al (2001:43) bahwa, nilai pelanggan
adalah sebuah konstruk teoritikal yang dapat menangkap perspektif
pelanggan terhadap suatu produk. Nilai pelanggan dapat digambarkan
sebagai suatu tujuan dengan pengertian bahwa nilai pelanggan
merupakan pilihan kelompok pelanggan yang ingin memperoleh dan
merasakan nilai pelanggan.

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 161


Di lain pihak, keunggulan bersaing merupakan tujuan bagi industri
manufaktur. Strategi generik sendiri tidak dapat dipisahkan dengan
faktor lingkungan bisnis, terutama lingkungan eksternal. Karena
peluang dan ancaman bersumber dari lingkungan eksternal. Dengan
peluang itulah industri manufaktur dapat menciptakan profitabilitas;
sebaliknya, jika tidak, justru akan memperoleh ancaman dari lingkung-
an itu. Untuk memperbesar peluang dan menekan ancaman, perusa-
haan harus mampu bersaing. Persaingan berkorelasi positif dengan
kinerja (Lindahl dan Beyer, 1996). Artinya, semakin kuat perusahaan
menghadapi persaingan, akan semakin tinggi pula kinerja yang dicapai.
Sebaliknya, semakin lemah perusahaan menghadapi persaingan,
semakin rendah pula kinerja yang dicapai.
Perusahaan yang kuat menghadapi persaingan mengindika-sikan
bahwa, perusahaan mampu menciptakan nilai pelanggan, karena
perusahaan mampu memberikan manfaat pada pelanggan, sehingga
mereka loyal kepada perusahaan. Jadi, nilai pelanggan sangat penting
bagi perusahan, karena nilai pelanggan tidak hanya menjadi sumber
untuk menciptakan profitabilitas, tetapi juga dapat membangun keung-
gulan bersaing yang berkesinambungan.
Strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi dapat menciptakan
nilai pelanggan. Nilai pelanggan itu bersumber dari tiga aktivitas yang
dapat: (1) membedakan produk, (2) menurunkan biaya produk dan (3)
segera memenuhi kebutuhan pelanggan. Aktivitas yang dapat membe-
dakan produk dengan produk lain, antara lain: melakukan perbaikan
kualitas, meningkatkan desain produk, dan menambah ragam jenis
produk. Hal tersebut selaras dengan aktivitas dalam strategi diferen-
siasi. Di sisi lain, aktivitas yang dapat menurunkan biaya produk antara
lain: (1) meningkatkan efisiensi biaya bahan baku dan tenaga kerja, (2)
mengendalikan biaya overhead produksi, memperbaiki proses produksi,

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 162


melakukan pemeliharaan mesin secara terus menerus, menciptakan
cara-cara baru dalam proses produksi, atau mengurangi beberapa suku
cadang secara wajar dan tidak mengganggu kualitas. Aktivitas-aktivitas
tersebut dapat dijumpai dalam strategi kepemimpinan biaya yang
memang bertujuan menurunkan harga melalui penurunan biaya sampai
batas yang sama atau lebih rendah dibanding biaya yang dikeluarkan
pesaing. Selain itu, kegiatan yang berhubungan dengan upaya
mempercepat barang sampai ke tangan konsumen ialah distribusi dan
layanan yang cepat. Untuk mempercepat penyerahan barang,
manajemen harus responsive dalam peningkatan layanan. Seperti telah
dimaklumi bahwa harga selalu menjadi pusat perhatian pelanggan pada
umumnya, terutama harga yang rendah. Apabila pelanggan membeli
dengan harga yang rendah berarti pengorbanannya atas barang itu
menjadi berkurang. Pengorbanan pembeli yang berkurang merupakan
tambahan nilai baginya.
Di pihak lain, munculnya strategi diferensiasi karena strategi ini
bertujuan pula untuk meningkatkan nilai pelanggan melalui beberapa
aktivitas tertentu. Untuk mengimplementasikan strategi diferensiasi,
Porter (1985), Helms et al. (1997), Ittner dan Larocker (1997) dalam
Solieri (2000), mengemukakan beberapa aktivitas untuk meningkatkan
nilai pelanggan, yaitu: perbaikan kualitas produk, advertensi yang
memuaskan, pemberian layanan yang cepat, penelitian dan
pengembangan produk (R&D), tersedianya produk yang dibutuhkan,
keunggulan jaringan dealer, dan harga tinggi. Nilai pelanggan yang
diperoleh dari strategi ini ialah:
 Perbaikan kualitas: Setiap perbaikan kualitas dapat menambah nilai
pelanggan, karena pelanggan dapat memperoleh manfaat antara lain
dari: (1) pertambahan kekuatan atau daya tahan produk, (2)

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 163


penampilan produk (performance) menjadi lebih menarik, (3)
kenyamanan pada saat dipakai, (4) keselamatan bagi pemakai,
misalnya, kendaraan, dan makanan. Jika kendaraan itu kualitasnya
baik, keselamatan pengendara akan lebih terjamin. dan sebagainya.
Apabila sesuatu itu adalah barang makanan, konsumen yang
memakannya dapat dijamin dari bahaya keracunan atau efek samping
lainnya. Semua aktivitas, pemakaian bahan baku, tenaga kerja, dan
biaya overhead pabrik akan menambah biaya, sehingga harga barang
akan meningkat pula.

 Advertensi yang memuaskan: Pelanggan akan memperoleh pesan-


pesan atau informasi yang berkaitan dengan barang yang dibutuhkan,
sehingga waktu, tenaga, dan biaya untuk memperoleh barang atau
informasi dapat dihemat. Akan tetapi akibat dari kegiatan advertensi ini
akan menjadi beban pelanggan karena dimasukkan dalam komponen
beban penjualan.

 Kualitas layanan: Salah satu indikator layanan yang berkualitas


adalah penyerahan barang dalam waktu yang singkat. Dengan waktu
yang singkat inilah pelanggan akan menerima nilai tambah.

 Penelitian dan pengembangan: Salah satu tujuan penelitian dan


pengembangan ialah untuk mengetahui selera pelanggan yang paling
mutahir. Dengan demikian, barang yang ditawarkan selalu up to date
dan kebutuhan pelanggan selalu terpenuhi, baik penampilan, kenya-
manan, keindahan dan lain sebagainya. Biaya penelitian dan pengem-
bangan cukup besar dan biaya tersebut akan menjadi beban harga
pokok penjualan.

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 164


 Menjamin persediaan barang: Menjamin persediaan barang di-
gudang berarti memberikan kepastian kepada pelanggan. Pelanggan
tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk memperoleh barang yang
dibutuhkan karena tidak perlu mencari di tempat lain.

 Keunggulan jaringan dealer: Semakin luas jaringan dealer,


semakin menguntungkan pelanggan. Karena pelanggan dapat
memperoleh barang yang dibutuhkan pada dealer yang dekat dengan
tempat tinggalnya. Berarti pelanggan akan menghemat waktu, biaya
trans-portasi, tenaga dan sebagainya. Sebaliknya, dari keuntungan
yang diperoleh pelanggan ini akan berdampak positif pada perusahaan
karena pelanggan dapat melakukan pesan ulang (repeat order),
sehingga penjualan perusahaan meningkat.
Faktor-faktor lain yang dianggap penting dalam strategi
diferensiasi ialah pemberian garansi dan retur atas barang-barang
tertentu yang telah dibeli pelanggan. Apabila pelanggan mendapat
garansi dari perusahaan, pelanggan dapat menghindari resiko
kerusakan teknis karena kesalahan perusahaan. Demikian pula dengan
retur, pelanggan dapat menghindari kerugian karena kesalahan
perusahaan yang menjual barang. Misalnya, barang yang dikirim tidak
sesuai dengan pesanan, baik kuantitas maupun kualitas. Uraian di atas
menunjukkan bahwa meskipun pelanggan menerima manfaat atau nilai,
tetapi pelanggan harus bersedia membayar harga barang yang tinggi.
Semua faktor yang menjadi daya tarik pelanggan ini, harus
dipertahankan dan dikembangkan setiap saat agar selalu relevan
dengan kehendak pelanggan.
Secara teoritis Porter (1985), Hansen dan Mowen (2000) sepakat
dan menegaskan bahwa untuk mencapai keunggulan bersaing perlu
menekankan aspek: waktu, efisiensi, kualitas, dan informasi sebagai

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 165


pendukung untuk mencapai ketiga aspek tersebut. Ini berarti bahwa,
strategi kepemimpnan biaya dan diferensiasi akan menentukan
tercapai tidaknya keunggulan bersaing. Secara empiris pendapat ini
diperkuat oleh Desarbo et al. (2001), Wahyuningsih (2002), Budiwibowo
(2003), Helms et al. (1997), Ittner dan Lacker (1997) dalam Solieri
(2000), Lindahl dan Beyers (1997). Wahyuningsih (2002), Budiwibowo
(2003) dan Helms et al. (1997) meneliti tentang strategi kepemimpinan
biaya dan diferensiasi yang dihubungkan dengan kinerja, sedangkan
Desarbo et al. (2001) meneliti strategi kepemimpnan biaya yang
menggunakan indikator harga, dan strategi diferensiasi dengan
menggunakan indikator kualitas yang dihubungkan dengan nilai
pelanggan (customer value). Lindahl dan Beyers (1997) meneliti
pembentukan keunggulan bersaing dalam perusahaan penghasil jasa
dengan jenis usaha dan produk jasa yang berbeda-beda. Hal ini
menunjukkan bahwa keunggulan bersaing tidak hanya dapat diteliti
pada perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa yang sejenis,
tetapi dapat djuga dilakukan pada perusahaan yang menghasilkan
barang atau jasa yang berbeda. Atkinson (1982: 461) mengemukakan
bahwa, semua perusahaan dalam industri yang menghasilkan produk
yang maksud dan tujuan sama (homogeneous) merupakan salah satu
karakteristik persaingan sempurna (pure competition). Sekalipun pasar
persaingan sempurna tidak eksis dalam kenyataan, namun ekonom
menggunakan model persaingan sempurna sebagai suatu alat analisis
untuk mempelajari determinan harga dan output dalam situasi pasar
yang sesungguhnya (Pierce dan Moss, 1980: 220). Pendapat ini
diperkuat oleh Atkinson (1982: 461) bahwa walaupun struktur pasar
persaingan sempurna tidak dapat diterapkan pada sejumlah besar
industri di Amerika Serikat, tetapi harus sampai pada kesimpulan akhir
untuk menggunakan struktur pasar yang lain yang mendekati realita,
yaitu persaingan tidak sempurna.
Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 166
Efisiensi yang menjadi pusat perhatian Hansen dan Mowen (2000)
telah sesuai dengan tujuan strategi kepemimpinan biaya yang
dikembangkan Porter (1985) yaitu mencapai biaya atau harga yang
rendah. Sementara kualitas dan waktu sesuai pula dengan strategi
diferensiasi yang bertujuan agar produk tertentu memiliki keistimewaan
atau keunikan tertentu, sehingga pelanggan tertarik untuk membeli.
Selain kualitas, pelanggan seharusnya dilayani dalam waktu cepat dan
tepat (quick response).
Yang masih menjadi perdebatan ialah apakah strategi
kepemimpinan biaya dan strategi diferensiasi diterapkan secara
terpisah atau dikombinasi dalam upaya membangun nilai pelanggan?
Porter (1980) lebih memilih pemisahan dua strategi tersebut dalam
membangun keunggulan bersaing. Porter (1980) yakin bahwa strategi
kepemimpinan biaya secara terpisah dapat membangun keunggulan
bersaing tanpa harus dikombinasi dengan strategi diferensiasi. Secara
empiris, hal ini telah diteliti oleh Desarbo et al., (2001), Satriawan
(2002) dan Wahyuningsih (2002) dalam Budiwibowo (2003). Dalam
penelitiannya, mereka memisahkan strategi kepemimpinan biaya dan
strategi diferensiasi yang memiliki kecenderungan yang berbeda itu.
Desarbo et al. (2001) menemukan bahwa dengan menggunakan
indikator harga, ternyata strategi kepemimpinan biaya tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai pelanggan. Sebaliknya,
strategi diferensiasi dengan menggunakan indikator kualitas ternyata
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai pelanggan.
Nilai pelanggan bukanlah merupakan tujuan akhir. Akan tetapi
hanyalah salah satu sasaran dari tujuan yang besar. Nilai pelanggan
masih membutuhkan proses lebih lanjut untuk mencapai tujuan akhir.
Oleh sebab itu, tercapainya nilai pelang-gan hanyalah sebuah indikasi
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan (laba) yang

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 167


direncanakan dapat direalisir apa-bila pelanggan yang telah merasa
puas atas produk yang dibelinya, melakukan pesanan ulang (repeat
order), sehingga pendapatan meningkat. Selain itu, di pihak industri
manufaktur harus melakukan efisiensi atau disiplin anggaran agar
biaya dapat dihemat dan laba tadi bisa dicapai.
Salah satu indikator keunggulan bersaing adalah ROI, sementara
ROI itu dihitung dengan menggunakan laba sebagai salah satu
komponennya. Itu berarti bahwa nilai pelanggan ada hubungannya
dengan keunggulan bersaing. Dengan alasan itu, berarti keunggulan
bersaing akan tergantung pada nilai pelanggan.
Di lain pihak, Kumar et al. (1997), Helms et al. (1997), Lindahl dan
Beyers (1997), mendukung pendapat bahwa, keunggulan bersaing
dapat dicapai dengan baik apabila strategi kepemimpinan biaya dan
diferensiasi dikombinasikan. Menurut mereka, hal ini dapat terjadi
karena kedua strategi tersebut saling berkaitan dan melengkapi.
Namun, pendapat ini dapat diperlemah oleh temuan Kumar et al.
(1997) yang lain bahwa, ada perimbangan pemakaian antara strategi
kepemimpinan biaya dan diferensiasi, yaitu masing-masing sebesar
45% dan untuk penggabungan hanya 10% pada rumah sakit yang
bertujuan mencari laba. Perusahaan yang menerapkan strategi
kepemim-pinan biaya karena strategi tersebut cenderung menekan
harga barang lebih murah dari pesaing, tetapi tidak mengorbankan
kualitas agar produk yang dijualnya bisa bersaing di pasar. Sebaliknya
mereka yang menerapkan strategi diferensiasi karena strategi tersebut
cenderung menciptakan barang yang lebih berkualitas tinggi dibanding
pesaing dengan harga yang dapat dijangkau oleh segmen pasar
tertentu.
Perlu ditekankan bahwa, harga yang murah dan kualitas yang
tinggi tidak merupakan jaminan nilai pelanggan akan meningkat begitu

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 168


saja tanpa didukung oleh faktor-faktor yang lain, misalnya advertensi
yang menarik dan layanan yang cepat. Advertensi menyampaikan
informasi tentang apa yang dijual perusahaan. Informasi dalam
advertensi dapat membantu pelanggan mengetahui barang apa yang
dibutuhkan baik mengenai kuantitas, kualitas, harga, maupun tempat di
mana barang itu berada. Layanan yang cepat dapat disebabkan oleh
komitment yang tinggi dan selalu tersedianya barang yang dibutuhkan.
Oleh sebab itu, penelitian disertasi ini memasukkan advertensi dan
layanan sebagai sumber untuk mencapai tujuan strategi diferensiasi.
Helms et al. (1997) mengajukan tiga proposisi yaitu: (1)
Menganggap bahwa, jika hanya menggunakan strategi kepemimpinan
biaya, hasilnya tentu tidak baik. (2) Kalau hanya menggunakan strategi
diferensiasi, hasilnya juga kurang baik. (3) Menganggap bahwa,
menggabungkan strategi kepemimpinan biaya dengan diferensiasi
secara simultan. Penggabungan ini ternyata hasilnya lebih baik
daripada strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi dilaksanakan
secara terpisah. Desarbo et al. (2001) menyimpulkan bahwa, kualitas
dapat mempengaruhi nilai pelanggan.
Secara garis besar biaya teknik dan biaya kebijakan ditetapkan
sebagai bagian strategi kepemimpinan biaya, karena biaya teknik
meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja dan biaya overhead pabrik,
sementara biaya kebijakan meliputi biaya: administrasi, umum,
penelitian dan pengembangan, dan pemasaran. Penurunan biaya-biaya
tersebut dalam rangka implementasi strategi kepemimpinan biaya
ditetapkan sebagai indikatornya. Namun perlu diingat bahwa, karena
biaya teknik memiliki perilaku yang berbeda dengan biaya kebijakan,
maka dalam rangka efisiensi atau pengurangan kedua jenis biaya
tersebut tentu akan berbeda. Biaya teknik memiliki perilaku yang
berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi, kecuali

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 169


sebagian biaya overhead pabrik yang bersifat tetap. Biaya teknik yang
bersifat variabel terhadap volume produksi, hanya bisa dihemat pada
batas-batas tertentu dan itupun dalam jumlah kecil. Misalnya biaya
bahan baku dapat dikurangi dengan melakukan pengendalian ketika
proses produksi berlangsung, antara lain mengawasi cara kerja
karyawan produksi agar lebih hati-hati ketika mengangkut, mendorong,
bahan baku ke tempat proses produksi agar tidak berjatuhan
kesamping kanan kiri. Kalau hal ini terjadi, akan mengakibatkan
timbulnya kerusakan atau kehilangan sebagian bahan baku tersebut.
Jadi, biaya produksi yang bersifat variabel hanya bisa dikurangi dalam
batas-batas kewajaran selama kualitas produk tidak terganggu.
Lain halnya dengan biaya kebijakan yang bersifat tetap terhadap
volume produksi. Jenis biaya ini dapat saja dikurangi semaksimal
mungkin, karena biaya ini tidak berkorelasi langsung dengan volume
produksi atau tidak akan mengganggu kualitas produksi, misalnya gaji
direksi, biaya perjalanan dinas, gaji karyawan di bagian keuangan,
akuntansi, dan bagian penunjang lainnya. Apabila hal ini dilakukan
dengan baik, maka (1) biaya dapat dihemat dan harga barang menjadi
rendah, (2) kualitas produk tetap terjamin, dan (3) Nilai pelanggan dapat
ditingkatkan, dan (4) Keunggulan bersaing dapat dibangun.
Di lain pihak, strategi diferensiasi meliputi pula indikator: kualitas,
layanan, advertensi, dan layanan sebagai indikator strategi diferen-
siasi. Dalam kaitannya dengan kondisi makro ekonomi Indonesia yang
masih rentan terhadap berbagai perubahan domestik maupun global,
pemilihan strategi ini dianggap cukup relevan untuk menjawab berba-
gai tantangan.

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 170


9.2. LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN STRATEGI
KEPEMIMPINAN BIAYA
Pendukung utama adanya pengaruh lingkungan eksternal
terhadap strategi kepemimpinan biaya ialah Thompson dan Strickland
(1990). Secara skematis Thompson dan Strickland (1990: 44)
mengemukakan bahwa, faktor-faktor yang membentuk strategi
perusahaan ialah faktor ekstenal dan internal. Seperti dikemukakan
sebelumnya bahwa, lingkungan eksternal meliputi 3 dimensi yaitu:
lingkungan makro, lingkungan industri dan lingkungan operasional.
Lingkungan makro meliputi unsur: politik, hukum, ekonomi, sosial
budaya, teknologi, dan kependudukan (Suwarsono, 1994). Lingkungan
eksternal dibagi dalam 3 bidang utama: lingkungan umum, industri dan
pesaing (Hitt dan Ireland, 2001: 50). Pearce II dan Robinson JR. (2000)
membagi lingkungan eksternal menjadi lingkungan: jauh, industri, dan
operasional. Hitt dan Ireland (2001: 52) mengemukakan bahwa dalam
kombinasi, hasil tiga analisis tersebut digunakan untuk memahami
lingkungan eksternal yang berpengaruh terhadap tujuan strategi, misi
strategi, dan tindakan strategi.
Di lain pihak, strategi kepemimpinan biaya memiliki indikator:
pembentukan efisiensi biaya bahan baku dan tenaga kerja, penurunan
harga jual, pengendalian biaya overhead pabrik, pengendalian biaya
kebijakan, perbaikan proses produksi secara kontinyu, dan
penghapusan kegiatan yang tidak memiliki nilai tambah (nonvalue-
added). Analisis lingkungan umum difokuskan pada masa depan,
analisis lingkungan industri difokuskan pada pemahaman faktor-faktor
dan kondisi yang mempengaruhi profitabilitas perusahaan, dan analisis
pesaing difokuskan untuk memprediksi dinamika tindakan, tanggapan,
dan perhatian pelanggan.

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 171


Dipandang dari aspek lingkungan makro, hubungan antara
lingkungan eksternal dengan strategi kepemimpinan biaya dapat
dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan ekonomi, kestabilan politik dan
keamanan, kemajuan teknologi, kondisi sosial, dan perbaikan ekologi.
Apabila keadaan faktor-faktor tersebut kondusif dan dapat diprediksi
tentu akan berpengaruh positif terhadap perumusan maupun
implementasi strategi kepemimpinan biaya. Misalnya, apabila
kestabilan politik dan keamanan yang menyangkut peraturan
pemerintah mendukung lalu lintas perdagangan, memberikan
ketenangan kerja kepada pekerja, peraturan pajak yang kondusif. Di
bidang ekonomi, tingkat inflasi dapat ditekan, tingkat bunga rendah, dan
nilai tukar stabil. Di bidang kesejahteraan sosial terjamin, kema-juan
teknologi mendukung pengembangan produk dan lingkungan ekologi
dapat diperbaiki. Dalam kondisi demikian, pendapatan masyarakat dan
daya belinya cenderung meningkat. Kalau kondisi tersebut dapat
diwujudkan, tentu implementasi strategi kepemimpinan biaya dapat
berhasil dengan baik. Namun, jika yang terjadi sebalik-nya, tentu
manajemen akan mengalami kesukaran dalam pemilihan dan
implementasi strategi kepemimpinan biaya. Penelitian empiris yang
dilakukan Stanley et al. (1994) menguji pengaruh lingkungan
persaingan terhadap orientasi pasar, dan kinerja
8 SBU perusahaan produk kehutanan dan 36 SBU aneka ragam
perusahaan manufaktur. Demikian pula, Ward et al. (1995) melakukan
identifikasi tentang kekuatan hubungan antara faktor lingkungan dan
strategi operasi terhadap kinerja. Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya pengaruh substansial pada strategi operasi. Penelitian Hidayat
(2003:247) menyimpulkan bahwa, lingkungan makro berpengaruh
positif dan signifikan terhadap strategi pemasaran semen di Indonesia.
Akan tetapi, dilain pihak penelitian Nurhajati (2003;199) mengemukakan

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 172


bahwa, faktor eksternal ternyata tidak signifikan pengaruhnya terhadap
strategi usaha kecil yang berorientasi ekspor di Jawa Timur. Nurhajati
(2003) mengemukakan alasan bahwa, Usaha Kecil belum
mempertimbangkan faktor eksternal dalam penentuan strategi. Hasil
penelitian yang bertolak belakang tersebut seharusnya memberikan
motivasi yang kuat untuk melakukan analisis lebih lanjut.

9.3. LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN STRATEGI DIFERENSIASI


Di muka sudah ditegaskan bahwa lingkungan eksternal memiliki
dimensi lingkungan makro, industri, dan operasional. Sementara
indikator dimensi tersebut memiliki keeratan hubungan dengan stra-tegi
diferensiasi. Seperti yang dikemukakan oleh Thompson dan Strickland
(1990) bahwa, yang membentuk strategi itu adalah lingku-ngan
eksternal dan internal. Dalam artian, lingkungan eksternal dan internal
berpengaruh terhadap perumusan dan implementasi strategi, baik
strategi kepemimpinan biaya maupun strategi diferensiasi. Kalau
ditinjau dari indikator lingkungan makro yang terdiri atas pertumbuhan
ekonomi, kestabilan politik dan keamanan, kemajuan teknologi,
perbaikan kondisi sosial, dan perbaikan ekologi, yang secara langsung
berkaitan dengan aktivitas perusahaan. Di lain pihak, strategi
diferensiasi berkaitan dengan berbagai akti-vitas yang menekankan
pembuatan produk yang lebih superior dibanding dengan produk
pesaing, yaitu: meningkatkan kualitas produk, meningkatkan pelayanan,
meningkatkan kualitas advertensi, peneli-tian (R&D). Apabila kestabilan
politik dan keamanan yang tidak terjamin, tentu dapat mengganggu
aktivitas tersebut. Misalnya, para pengusaha dan pekerja akan merasa
ketakutan masuk kantor, sehingga kegiatan produksi, operasi pasar dan
kegiatan lain akan terganggu. Selain itu investor tidak akan melakukan
penanaman modal dalam suatu negara yang tidak stabil, karena

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 173


khawatir para pekerja tidak bisa bekerja secara sungguh-sungguh
akibat gangguan keamanan. Tingkat inflasi yang semakin tinggi, akan
semakin memperlemah daya beli masyarakat. Jika ini terjadi,
masyarakat tidak akan mampu membeli produk tertentu dan akhirnya
perusahaan bisa mengalami kemunduran usaha. Kemunduran ini
dapat memperkecil tingkat laba, bahkan perusahaan bisa mengalami
kebangkrutan. Sama halnya dengan bunga bank yang tinggi dapat
mempersulit perusahaan memperoleh kredit dari bank. Kalaupun
perusahaan dapat memperoleh kredit, tentu akan memikul beban
bunga yang tinggi, yang berarti pula penurunan laba, bahkan kerugian.
Sebaliknya, jika keamanan terjamin, produktivitas meningkat,
inflasi rendah, bunga bank rendah, tentu akan berpengaruh positif
terhadap perkembangan perusahaan, sehingga perusahaan dapat
memperoleh laba. Hitt dan Ireland (2001: 58) mendukung pendapat di
atas dan mengemukakan bahwa, kesehatan ekonomi suatu negara
mempengaruhi kinerja individu perusahaan dan industri. Suwarsono
(1994: 5) mengemukakan adanya hubungan langsung antara faktor
eksternal dan faktor internal dengan tujuan perusahaan. Di dalam
tujuan tersebut meliputi: laba, harga saham, penjualan, dan
keberlangsungan hidup. Karena itu, perusahaan mempelajari
lingkungan ekonomi untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan,
kecenderungan, dan implikasi strateginya.

9.4. LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN KEUNGGULAN BERSAING


Keunggulan bersaing adalah kelebihan yang dimiliki perusaha-an
berada di atas rata-rata industri sejenis atau industri lain. Indikator-nya
antara lain, laba, kualitas SDM, kualitas produk, ROA, ROS atau ROI.
Berarti, keunggulan bersaing tergantung pada kinerja apa atau laba
yang diperoleh perusahaan. Karena laba sebagai tujuan perusahaan,

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 174


berarti keunggulan bersaing merupakan bagian terpenting dari laba
atau kinerja perusahaan. Seperti dikemukakan di atas bahwa faktor
eksternal dan internal berhubungan dengan tujuan dan laba sebagai
pembentuk keunggulan bersaing ada di dalam tujuan itu. Jadi, kalau
perusahaan itu memperoleh laba dan berada di atas rata-rata industri
lainnya berarti perusahaan itu memperoleh keunggulan bersaing.
Fombrun et al. (1999) mengemu-kakan bahwa, model keunggulan
bersaing saat ini menekankan pada faktor ekonomi sebagai penentu
keberhasilan perusahaan tetapi mengabaikan faktor-faktor yang
berkaitan dengan kemampuan sosial.
Di atas telah dikemukakan bahwa lingkungan makro berpe-ngaruh
terhadap profitabilitas. Dengan demikian, diduga bahwa ling-kungan
makro memiliki hubungan dengan keunggulan bersaing. Hardouvelis
(1987), Keim (1985) Litzenberger dan Ramaswamy (1982) melakukan
penelitian secara empiris tentang indikator utama ekonomi (inflasi,
tingkat bunga, keuntungan obligasi, neraca perdagangan, keuntungan
dividen, nilai tukar, supplai uang, dan harga minyak mentah) dan
hasilnya indikator itu dapat mempengaruhi share return (dalam Jia He
and Lilian, 1994). Hubungan antara share return dan variabel
makroekonomi yang dipilih telah pula diuji dalam kasusTurki. Data
yang diambil adalah periode Januari 1990 sampai November 2001.
Variabel makroekonomi yang dipilih adalah supplai uang, tingkat
perubahan nilai tukar dollar, neraca perdagangan, dan indeks produksi
industri. Di sisi lain, penelitian Karamustafa dan Kucukkale (2003),
menemukan bahwa, ada hubungan kointegrasi antara ISE (Istambul
Stock Exchange) dan variabel ekonomi lainnya: Maney Supply (M1),
US Dollar Exchange Rate (DOL), Industrial Production Index (IP), dan
Trade Balance (TB). Temuan ini, sesungguhnya bertentangan dengan
hasil penelitian Kwon dan Shin (1999). Kwon dan Shin (1999)

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 175


menyimpulkan bahwa, bagaimanapun share return tidak dapat
dipengaruhi oleh fluktuasi makroekonomi dalam pertumbuhan pasar
Eropah dan Asia Selatan. Dalam hal ini, Turki termasuk dalam
kelompok kedua karena memiliki pasar yang baru tumbuh (emerging
markets). Dua temuan yang bertolak belakang tersebut, tentu masih
terbuka peluang untuk melakukan penelitian selanjutnya, terutama
untuk kasus Indonesia.

9.5 LINGKUNGAN INTERNAL DAN STRATEGI


KEPEMIMPINAN BIAYA
Yang menjadi dasar pertimbangan adanya pengaruh lingkungan
internal terhadap strategi kepemimpinan biaya ialah penelitian empiris
yang dilakukan oleh Nurhajati (2003), Hidayat (2003), dan Maridjo
(2004), Nurhajati (2003) menyimpulkan bahwa, faktor internal ternyata
berpengaruh signifikan terhadap strategi yang diterapkan oleh usaha
kecil yang berorientasi ekspor. Hidayat (2003) juga dalam kesimpulan-
nya mengemukakan bahwa, lingkungan internal berpengaruh secara
positif terhadap strategi pemasaran. Dalam penelitiannya, Moridjo
(2004) menyimpulkan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif
terhadap strategi generik. Hitt et al. (2001:102) mengemukakan bahwa
lingkungan internal meliputi: sumber, kemampuan dan kompetensi inti.
Sementara lingkungan internal meliputi manajemen fungsional dan
budaya perusahaan. Manajemen fungsional meliputi pemasaran,
operasi, keuangan, SDM, penelitian dan pengembangan dan sistem
informasi manajemen. Semua fungsi ini memiliki tujuan masing-masing
dan membutuhkan perencanaan, koordinasi, pengendalian, dan
pengambilan keputusan yang tepat Misalnya: pemasaran bertujuan
untuk meningkatkan pen-dapatan perusahaan. Untuk mencapai tujuan
tersebut membutuhkan strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi.

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 176


Lingkungan internal merupakan tanggung-jawab manajemen,
karena lingkungan internal berada di bawah kendalinya. Oleh sebab itu,
lingkungan internal seharusnya menjadi faktor penentu yang paling
dominan dalam mencapai kinerja perusahaan. Jadi, tidak salah kalau
lingkungan internal telah mendapat perhatian yang besar akhir-akhir ini
sebagai pendorong yang kritis untuk mencapai manajemen strategi
yang efektif. Bahkan Thompson dan Srickland (1990) mene-gaskan
bahwa, faktor lingkungan eksternal dan internal yang dapat membentuk
strategi

9.6. LINGKUNGAN INTERNAL DAN STRATEGI DIFERENSIASI


Yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adanya pengaruh
variabel internal terhadap strategi diferensiasi ialah hasil penelitian
Nurhajati (2003), Hidayat (2003), dan Maridjo (2004). Nurhajati (2003)
menyimpulkan bahwa, lingkungan internal berpengaruh signifikan
terhadap strategi yang diterapkan oleh usaha kecil yang berorientasi
ekspor di Jawa Timur. Hidayat (2003) juga menyimpulkan bahwa,
lingkungan internal berpengaruh secara positif terhadap strategi
pemasaran. Maridjo (2004) mengemukakan bahwa, orientasi pasar
berpengaruh secara positif terhadap strategi generik. Secara teoritis,
pengaruh variabel internal terhadap strategi diferensiasi didukung oleh
Suwarsono (1994), Thompson dan Srickland (1990), dan beberapa
pakar lainnya. Suwarsono (1994: 5), mengemukakan bahwa, faktor
eksternal dan internal dapat mencapai tujuan. Hubungan lingkungan
internal dengan strategi diferensiasi akan terjadi pada kuat tidaknya
lingkungan internal terhadap implementasi strategi diferensiasi.
Lingkungan internal seharusnya memliki kemampuan dari berbagai
fungsi: pemasaran, keuangan, operasi, sumber daya manusia, dan
relevansi informasi akuntansi, agar strategi diferensiasi dapat diimp-

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 177


lementasikan. Apabila sumber daya yang dibutuhkan tidak tersedia
sesuai kebutuhan perusahaan, tentu perusahaan akan mengalami
gangguan untuk meningkatkan kualitas produk, melaksanakan layan-
an yang memuaskan, menjalankan advertensi yang efektif, mening-
katkan kapasitas produksi, mengembangkan penelitian dan pengem-
bangan produk (R&D), mendesain produk yang lebih unik dan menarik,
dan sebagainya. Sumber daya ini dapat dilihat dari aspek modal kerja
yang lemah, jumlah aktiva lancar tidak menjamin kewaji-ban-kewajiban
jangka pendek. Aktiva tetap tidak sesuai dengan fasili-tas yang
dibutuhkan. Misalnya, mesinmesin pabrik memiliki kapasitas yang
rendah, sering mengalami kerusakan, sehingga permintaan pasar tidak
tepenuhi. Selain itu perusahaan tidak memiliki alat peng-angkutan yang
memadai, penyerahan produk selalu lambat ditangani, sehingga
pelanggan merasa dirugikan dan akhirnya pindah pada pesaing. Yang
memperkuat pendapat di atas ialah: Kumar et al. (1997); Ittner dan
Larcker (1997); Helms et al. (1997); Hill dan Jones (1995) dan Porter
(1985).

9.7. LINGKUNGAN INTERNAL DAN KEUNGGULAN BERSAING


Menurut Hitt et al. (2001:102) lingkungan internal memiliki tiga
komponen yaitu: sumber, kemampuan, dan kompetensi inti. Selanjut-
nya, Hitt et al. (2001: 103) menegaskan bahwa pengambilan keputu-
san manajemen yang berkaitan dengan sumber, kemampuan dan
kompetensi inti memiliki pengaruh terhadap perusahaan untuk
mengembangkan keunggulan bersaing dan menerima return di atas
rata-rata. Pendapat tersebut di dukung oleh hasil penelitian Nurhajati
(2003:213) bahwa, lingkungan internal berpengaruh secara signifikan
terhadap keunggulan bersaing pada Usaha Kecil yang berorientasi
ekspor di Jawa Timur.

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 178


Sumber daya yang dimiliki perusahaan memang harus digunakan
secara efisien. Untuk itu, manajemen harus memiliki kemampuan yang
memadai agar dapat mengambil keputusan yang tepat, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi. Efisiensi merupakan syarat untuk mencapai
laba, sementara laba merupakan dasar untuk membangun keunggulan
bersaing. Untuk mencapai efisiensi, manajemen perlu menetapkan
sebuah strategi, menyusun program, anggaran melaksanakan
anggaran, dan melakukan pengendalian atas anggaran tersebut.
Pengendalian berarti membandingkan standar dan kinerja yang telah
dicapai selama pelaksanaan, kemudian diambil tindakan yang perlu
untuk mengatasi penyimpangan yang terjadi.

9.8. STRATEGI KEPEMIMPINAN BIAYA DAN NILAI PELANGGAN


Tujuan strategi kepemimpinan biaya ialah menciptakan biaya atau
harga yang lebih rendah dibanding pesaing. Biaya merupakan
komponen utama dalam pembentukan harga. Apabila biaya rendah
tentu harga akan rendah pula; kecuali produsen menginginkan laba
yang tinggi. Harga yang rendah selalu menjadi pusat perhatian
pelanggan, apa lagi produk tersebut memiliki kualitas yang tinggi atau
dapat diterima perlanggan. Harga barang yang rendah dapat memoti-
vasi pelanggan untuk membeli barang tertentu secara berulangulang.
Pembelian dengan cara tersebut, pelanggan akan menerima pula
manfaatnya secara berulang-ulang karena dengan harga rendah
pelanggan mengeluarkan pengorbanan yang kecil. Pengorbanan yang
kecil itulah akan menimbulkan manfaat bagi pelanggan. Di lain pihak,
keuntungan akan diperoleh pula oleh produsen karena semakin tinggi
pesanan, semakin besar volume penjualan, sehingga biaya perunit
produk akan semakin kecil pula. Seperti dikemukakan sebe-lumnya
oleh Barnes dan Stevenson (1966) dalam Nachtman dan Needy

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 179


(2001:1) bahwa, dalam beberapa kecenderungan yang ditemukan
dalam lingkungan industri saat ini adalah adanya pengurangan tenaga
kerja langsung, biaya overhead pabrik (BOP) yang sangat tinggi,
pengurangan sediaan, life cycle produk semakin pendek, frekuensi
pengembangan pro-duk yang sangat besar dan cepat, lini produk yang
semakin kompleks, peningkatan beban penjualan dan distribusi.
Peneliti yang menggunakan harga sebagai variabel bebas antara
lain ialah: Desarbo et al.. (2001), Colin Campbell-Hunt (2000), Lindahl
dan Beyers (1996). Penelitian Desarbo et al. (2001) menyimpulkan
bahwa, harga tidak berpengaruh terhadap nilai pelanggan. Temuan
Desarbo et al (2001) tersebut bertentangan dengan panda-patnya
Hansen dan Mowen (2000) bahwa, strategi kepemimpinan biaya
bertujuan menciptakan nilai pelanggan melalui pengurangan
pengorbanan. Selain itu, Helms et al (1997) meneliti tentang strategi
kepemimpinan biaya dan strategi diferensiasi yang dihubungkan
dengan kinerja. Douglas (1987: 550) mengemukakan bahwa nilai
pelanggan dapat dicapai dengan produk yang bagus yang diproduksi
pada tingkat biaya rendah atau harga rendah (strategi kepemimpinan
biaya) atau dicapai dengan produk yang lebih mahal yang lebih teliti
yang sesuai kebutuhan pelanggan. Berdasar penjelasan di atas, jelas
bahwa, strategi kepemimpinan biaya masih perlu diteliti untuk
mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap nilai pelanggan.

9.9. STRATEGI KEPEMIMPINAN BIAYA DAN


KEUNGGULAN BERSAING
Apabila nilai pelanggan telah dibentuk, tentu pelanggan akan
melakukan pembelian secara berulang-ulang. Pembelian secara
berulang-ulang akan meningkatkan volume penjualan. Volume penju-
alan akan meningkatkan volume produksi. Volume produksi akan

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 180


menurunkan biaya produksi karena total cost akan dibagi oleh volume
produksi yang tinggi. Apabila biaya produksi dapat dipertahankan tentu
harga barang yang ditawarkan akan menurun dan bisa lebih rendah
dari pesaing. Dalam keadaan harga yang tetap atau meningkat
dikurangi dengan biaya yang menurun tentu akan diperoleh laba.
Pengaruh variabel tersebut didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lindahl dan Beyers (1997); Desarbo et al. (2001); dan
Jasfar (2002). Hasil penelitian Lindahl dan Beyers (1997) menunjukkan
bahwa harga berpengaruh terhadap persaingan. Artinya, harga sebagai
indikator strategi dapat memperkuat posisi perusahaan menghadapi
rivalnya. Dengan demikian, dapat diduga bahwa, pada segmen pasar
tertentu harga yang rendah dapat meningkatkan penjualan industri
manufaktur; sebaliknya pada segmen pasar tertentu pula harga yang
tinggi dapat menghambat peningkatan penjualan. Desarbo et al.
(2001) menunjukkan bahwa harga berpengaruh negatif terhadap nilai
pelanggan. Penelitian empiris lainnya ialah dilakukan oleh Helms et. al.
(1997) menunjukkan stratregi diferensiasi berpengaruh terhadap
kinerjanya.
Untuk memperkuat pendapat ini, Pearce II dan Robinson. JR.
(2000: 249) mengatakan bahwa, kepemimpinan biaya rendah dapat
menggunakan keunggulan biaya untuk menetapkan harga paling
rendah atau untuk memperoleh laba margin yang tinggi. Penerapan
strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi terkesan bertentangan,
karena masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Strategi
kepemimpinan biaya berusaha menurunkan biaya, di pihak lain
diferensiasi menaikkan kualitas yang berdampak pada kenaikan biaya.

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 181


9.10. STRATEGI DIFERENSIASI DAN NILAI PELANGGAN
Strategi diferensiasi menekankan pada upaya bagaimana produk
yang ditawarkan memiliki keunikan, sehingga menambah nilai dan
menarik bagi pelanggan. Perbaikan kualitas produk, pemberian
layanan prima, advertensi yang menarik, desain produk yang menarik,
pemberian service after sale dan sebagai-nya merupakan manfaat yang
dapat menciptakan nilai pelanggan. Namun, dibalik upaya itu akan
menambah biaya produksi, sehingga harga jualpun akan meningkat.
Menurut Hansen dan Mowen (2000; 11) kata kunci dalam strategi
diferensiasi ialah menciptakan produk yang memiliki nilai dalam
pengertian yang luas. Demikian pula Helms et al. (1977); Ittner dan
Larcker (1997); Desarbo et al. (2001), secara empirik mengembangkan
strategi diferensiasi dalam penelitiannya yang dapat digeneralisasi
menjadi: kualitas, advertensi, layanan, persediaan suku cadang,
keunggulan jaringan kerja dealer, harga yang tinggi. Dalam penelitian
tersebut, Desarbo et al. (2001) menyimpulkan bahwa kualitas
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai pelanggan. Artinya,
peningkatan kualitas produk akan meningkatkan pula nilai pelanggan.

9.11. STRATEGI DIFERENSIASI DAN KEUNGGULAN


BERSAING
Menurut Hill dan Jones (1995) jika perusahaan memperoleh
ROA atau ROS di atas rata-rata perusahaan manufaktur yang lain,
berarti perusahan tersebut memiliki keunggulan bersaing. Demikian
pula dengan strategi diferensiasi dapat membangun keunggulan
bersaing dengan meningkatkan perbaikan kualitas, innovasi produk,
advertensi yang menarik dan kualitas pelayanan yang tidak diberikan
oleh pesaing. Lindahl dan Beyers (2000:1) menegaskan bahwa sumber
keunggulan bersaing berasal dari beberapa karakteristik produk antara
Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 182
lain: kualitas, harga, kreativitas dan innovasi, fleksibilitas, ketepatan
waktu penyerahan, dan lingkup jasa yang ditawarkan. Semua sumber
keunggulan bersaing yang dikemukakan Lindahl dan Beyers (2001) ini
tercakup dalam strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi. Selain
Hill dan Jones (1995), Lindahl dan Beyers, juga Hansen dan Mowen
(1995), Kumar et al. (1997), dan Porter (1985) memberikan dukungan
tentang adanya hubungan antara strategi generik dengan keunggulan
bersaing.
Manfaat yang diperoleh pelanggan tidak hanya yang berwujud
ekonomi tetapi juga non ekonomi. Sumber manfaat ini berasal dari
strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi. Strategi kepemimpinan
biaya memberikan manfaat ekonomi melalui harga barang, sedangkan
strategi diferensiasi memberikan manfaat ekonomi melalui peningkatan
kualitas. Dengan harga yang rendah, pelanggan dapat melakukan
pembelian secara berulang-ulang dan berkelanjutan. Pembelian yang
berkelanjutan inilah perusahaan atau produsen memperoleh pula
manfaat ekonomi berupa peningkatan penjualan. Selain manfaat dari
peningkatan penjualan, perusahaan dapat juga memperoleh penurunan
biaya produksi, karena total biaya akan dibagi oleh unit produksi yang
besar. Jumlah penjualan tertentu dikurangi atau ditanding dengan biaya
yang rendah akan meningkatkan profitabilitas perusahaan

9.12. NILAI PELANGGAN DAN KEUNGGULAN


BERSAING
Perusahaan yang dapat menciptakan nilai pelanggan, berarti
perusahaan tersebut mampu memberikan manfaat kepada pelanggan.
Manfaat yang diterima oleh pelanggan pada gilirannya akan berdam-
pak positif terhadap kenaikan permintaan barang atau jasa yang dita-
warkan. Pelanggan akan terdorong untuk melakukan repeat order,

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 183


sehingga penjualan dapat meningkat. Peningkatan penjualan inilah
yang akan menciptakan keuntungan yang akumulatif dan menjadi
salah satu dasar untuk membangun keunggulan bersaing. Oleh sebab
itu, keseimbangan nilai pelanggan adalah pembagian kepentingan
kedua belah pihak antara perusahaan dan pelanggan (Huber et al.,
2001:43).
Hubungan antara nilai pelanggan dan keunggulan bersaing ini
didukung pula oleh pendapat Huber et al. (2001); Hansen dan Mowen,
(2000); dan Porter (1985). Seperti telah dikemukakan sebe-lumnya
bahwa, nilai pelanggan adalah kunci utama karena perusahaan dapat
membangun keunggulan bersaing. Hansen dan Mowen (2001: 11)
mengemukakan bahwa, menciptakan nilai pelang-gan yang paling baik
adalah pada tingkat biaya yang sama atau lebih rendah dibanding
pesaing atau menciptakan nilai yang ekuivalen dengan biaya rendah
dari pada pesaing. Desarbo et. al. (2001) mencatat bahwa, keunggulan
bersaing suatu perusahaan berasal dari kemampuannya menciptakan
nilai untuk pembelinya. Day (1990) dalam Huber et al. (2001:41)
mengusulkan bahwa, konsep nilai pelanggan dapat diungkapkan dalam
bentuk persamaan: Nilai pe-langgan yang dirasakan adalah
perbedaan antara manfaat dirasakan pelanggan dan biaya yang
dikeluarkan pelanggan.

Pertanyaan-pertanyaan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan lingkungan strategi dan Nilai
Pelanggan.
2. Apa yang dimaksud dengan strategi kepemimpinan biaya?
3. Sebut dan jelaskan elemen-elemen lingkungan eksternal.
4. Apa yang dimaksud dengan strategi diferensiasi? Jelaskan.
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan keunggulan bersaing.

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 184


6. Apa hubungan Lingkungan internal dengan Strategi Kepemimpinan
Biaya? Jelaskan.
7. Jelaskan apa hubungan Lingkungan internal dengan Strategi
Diferensiasi.
8. Jelaskan apa hubungan Lingkungan internal dan Keunggulan
Bersaing
9. Mengapa Strategi Kepemimpinan Biaya dapat membentuk Nilai
pelanggan? Jelaskan!.
10. Mengapa Strategi Kepemimpinan Biaya dapat membangun
Keunggulan Bersaing? Jelaskan!
11. Mengapa Strategi Diferensiasi dapat menciptakan Nilai Pelanggan.
Jelaskan!
12. Mengapa Strategi Diferensiasi dapat membangun Keunggulan
Bersaing? Jelaskan!
13. Mengapa Nilai Pelanggan dapat membangun Keunggulan Bersa-
ing? Jelaskan!

Bab 9 Analisis Hubungan Lingkungan 185


BAB 10 TUJUAN JANGKA
PENDEK, TAKTIK FUNGSIONAL,
DAN PEMBERDAYAAN
KARYAWAN

TUJUAN BELAJAR

Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat


menjelaskan tentang:
1. Tujuan jangka pendek
2. Sistem pengendalian operasional
3. Efektivitas tujuan jangka pendek
4.Taktik fungsional yang diimplementasikan dalam
strategis bisnis
5. Pemberdayaan karyawan

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 186


Peramalan tentang faktor eksternal yang tepat akan membantu
implementasi strategi. Dalam implementasi strategi, misi perlu dijabarkan
dalam berbagai aktivitas dan langkah sehingga waktu dan nilai
moneternya dapat ditentukan pula secara realisitis. Implementasi strategi
dapat dilakukan melalui 4 tahap berikut ini (Pearce II dan Robinson JR,
2000:357)
1. Penciptaan tujuan jangka pendek dan rencana tindakan yang jelas.
2. Pengembangan taktik fungsional khusus yang dapat menciptakan
keunggulan bersaing.
3. Pemberdayaan personel operasional melalui kebijakan untuk
mengarahkan keputusan.
4. Implementasi sistem reward yang efektif.

Tujuan jangka pendek dan rencana tindakan mengarahkan


implementasi strategi dengan mengubah tujuan jangka panjang ke dalam
tindakan dan target jangka pendek. Taktik fungsional menerjemahkan
strategi bisnis ke dalam kegiatan yang dapat membangun keunggulan.
Kebijakan pemberdayaan tenaga operasional dengan menegaskan garis
pedoman untuk pengambilan keputusan. Sistem reward mendorong hasil
secara efektif. Dengan adanya lingkungan persaingan yang semakin
tajam, saat ini sering dibutuhkan restrukturisasi organisasi untuk
mencapai keunggulan bersaing secara berkelanjutan. Tanpa melakukan
hal ini, organisasi akan semakin ketinggalan dengan perkembangan
lingkungan yang terus berubah.

10.1. TUJUAN JANGKA PENDEK


Untuk mencapai visi perusahaan diperlukan pentahapan atau
periodisasi pelaksanaan aktivitas. Periodisasi tersebut dapat dibagi

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 187


ke dalam tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang biasanya diwujudkan dalam perencanaan jangka panjang
(long term planning) atau disebut juga program. Tujuan jangka pendek
diwujudkan dalam perencanaan jangka pendek (short term planning) atau
disebut anggaran (budget).
Tujuan jangka pendek dapat membantu implementasi strategi paling
tidak dalam 3 cara:
1. Tujuan jangka pendek mengoperasionalisasikan tujuan jangka
panjang.
2. Mendiskusikan dan menyetujui tujuan jangka pendek, membantu
mengungkap masalah dan konflik yang potensial dalam suatu
organisasi yang biasanya membutuhkan koordinasi untuk
menghindari konsekuensi yang tidak semestinya.
3. Tujuan jangka pendek dapat membantu implementasi strategi yang
secara terukur dapat mengetahui hasil dari rencana tindakan atau
aktivitas fungsional, yang dapat digunakan untuk melakukan umpan
balik, koreksi, dan evaluasi yang lebih relevan dan dapat diterima.
Ketika kegiatan produksi sampai penyerahan barang terjadi, seluruh
biaya yang terjadi harus dicatat dengan teliti. Biaya ini meliputi biaya
produksi dan biaya operasional. Semua biaya ini harus dievaluasi,
dengan cara membandingkan biaya yang dianggarkan dengan biaya
sesungguhnya yang terjadi dalam tahun yang sama. Berdasarkan
perbandingan itu dapat diketahui apakah terjadi efisiensi atau inefisiensi.

10.2. SISTEM PENGENDALIAN OPERASIONAL


Ada 3 faktor utama dalam pengendalian, yaitu standar, hasil pelaksanaan
standar, dan tindakan perbaikan. Standar yang biasa digunakan
manajemen ialah perencanaan. Umumnya, perencanaan terdiri atas

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 188


program dan anggaran. Dalam proses pengendalian, standar dijadikan
pedoman dalam pelaksanaan. Pelaksanaan standar harus diukur secara
bertahap atau dilakukan pada akhir periode. Hasil pengukuran tersebut
kemudian dibandingkan dengan standar. Perbandingan akan
menghasilkan perbedaan menguntungkan (favorable) atau merugikan
(unfavorable) Berdasar hasil perbandingan ini, selanjutnya manajer
mengambil tindakan, apakah melakukan koreksi, memper-tahankan atau
meningkatkan keberhasilan yang dicapai saat ini.
Agar sistem pengendalian operasional menjadi efektif harus
melakukan 4 tahapan umum pada semua tindakan pengendalian:
1. Menetapkan standar kinerja.
2. Mengukur kinerja yang sesungguhnya.
3. Mengidentifikasi penyimpangan standar yang telah ditetapkan.
4. Berinisiatif melakukan tindakan koreksi.
Tiga tipe sistem pengendalian operasional adalah: anggaran,
skedul, dan faktor kunci keberhasilan. Pada saat penyusunan standar
atau perencanaan, manajemen membutuhkan informasi akuntansi,
antara lain informasi biaya, baik yang berkaitan dengan masa lalu
maupun masa yang akan datang. Pengukuran kinerja yang
sesungguhnya dapat dikatakan sebagai penyusunan laporan menge-nai
hasil pelaksanaan anggaran. Informasi yang dihasilkan dalam sistem
informasi akuntansi ialah berupa laporan neraca, laporan laba-rugi,
laporan saldo laba, arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Laporan tersebut dibandingkan dengan standar, apakah standar dapat
dicapai atau tidak. Hasil perbandingan ini menjadi dasar tindakan
perbaikan selanjutnya.

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 189


10.3. EFEKTIVITAS TUJUAN JANGKA PENDEK
10.3.1. Dapat diukur
Tujuan jangka pendek lebih konsisten jika tujuan tersebut secara
jelas dapat menetapkan: apa yang akan dicapai, kapan akan dicapai,
bagaimana mencapainya dan dapat diukur. Tujuan yang demikian dapat
digunakan untuk memonitor efektivitas setiap kegiatan dan kemajuan
kolektif beberapa aktivitas yang tidak saling berhubungan.
Tujuan yang terukur dapat mengurangi salah pengertian yang
mungkin terjadi diatara manajer yang saling tergantung (interdependent)
yang harus melaksanakan tindakan perencanaan. Kesulitan dalam
melakukan kuantifikasi tujuan biasanya diatasi dengan memberikan
perhatian pada aktivitas yang dapat diukur dan kemudian
mengidentifikasi hasil yang dapat diukur.

10.3.2. Prioritas
Walaupun semua tujuan tahunan penting, namun beberapa aktivitas
berhak mendapat prioritas karena pertimbangan waktu atau dampak
khusus terhadap keberhasilan strategi. Jika prioritas yang demikian tidak
dilakukan, anggapan konflik tentang kepentingan relatif tujuan tahunan
dapat menghalangi kemajuan pencapaian efektivitas strategi. Prioritas
dapat dibentuk dengan berbagai cara. Sebuah rangking sederhana
dapat didasarkan pada diskusi dan negosiasi selama proses
perencanaan. Apapun metode, pengakuan, prioritas adalah dimensi
penting dalam implementasi nilai tujuan jangka pendek.

10.4. TAKTIK FUNGSIONAL YANG DIIMPLEMENTASIKAN


DALAM STRATEGI BISNIS
Taktik fungsional adalah kunci keberhasilan perusahaan. Taktik
fungsional meliputi kegiatan rutin yang harus dijalankan dalam setiap
Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 190
bidang fungsi. Dalam rangka menghasilkan dan menyerahkan barang
dan jasa, fungsi ini paling tidak meliputi: pemasaran, produksi/operasi,
keuangan, dan manajemen sumber daya manusia (SDM). Perusahaan
yang memiliki organisasi yang lebih luas, fungsi ini biasanya ditambah
dengan bidang-bidang penunjang lain, misalnya penelitian dan
pengembangan (R&D), hukum, akuntansi, Production Planning Control
(PPC). Taktik fungsional menerjamahkan grand strategi ke dalam
tindakan yang dirancang untuk mencapai tujuan jangka pendek yang
spesifik. Setiap aktivitas value chain dalam suatu perusahaan, eksekutif
taktik fungsional mendukung strategi bisnis dan membantu mencapai
tujuan strategik.

10.4.1. Taktik Fungsional Dalam Pemasaran


Fungsi pemasaran termasuk fungsi inti dalam perusahaan, karena
fungsi ini yang mencari calon pelanggan sebagai sumber pendapatan.
Peranan fungsi pemasaran adalah untuk mencapai tujuan perusahaan,
yaitu laba. Laba diperoleh dari hasil penjualan produk dikurangi dengan
seluruh biaya peruahaan. Taktik pemasaran dapat digunakan sebagai
petunjuk penjualan dan manajer pemasaran dalam menentukan ”siapa
akan menjual apa”, dimana menjual, menjual pada siapa, menjual dalam
jumlah berapa, dan bagaimana menjualnya.” Taktik pemasaran paling
tidak menekankan pada empat bidang: produk, harga, tempat, dan
promosi.

10.4.2. Taktik Fungsional Dalam Produksi/Operasional


Manajemen produksi atau operasi merupakan fungsi inti suatu
perusahaan manufaktur. Fungsi tersebut mengubah input menjadi output.
Input yang dimaksud adalah bahan baku, bahan pembantu, dan tenaga
kerja. Untuk menjamain kelancaran fungsi ini diperlukan fungsi-fungsi

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 191


pendukung yang lain, misalnya bagian: gudang, PPC, pemeliharaan,
pembelian, dan administrasi.
Sasaran utama fungsi produksi ialah menghasilkan produk yang
memenuhi aspek kuantitas dan kualitas. Selain itu, harga setiap produk
yang dihasilkan dapat diterima oleh pasar. Bagian PPC yang memegang
fungsi perencanaan dan pengendalian produk harus bekerja secara
profesional agar efisiensi biaya produksi dapat ditingkatkan. Bagian PPC
harus menghitung dengan cermat berapa biaya produksi yang
seharusnya dikeluarkan untuk setiap produk yang dihasilkan, baik biaya
bahan baku, tenaga kerja, maupun biaya overhead pabrik.

10.4.3. Taktik Fungsional Dalam Keuangan dan Akuntansi


Umumnya, taktik fungsional memandu implementasi strategi di
masa datang dan bersifat mendesak. Taktik keuangan secara langsung
menggunakan sumber-sumber keuangan untuk mendukung strategi
bisnis, tujuan jangka panjang, dan tujuan jangka pendek (tahunan).
Dengan perspektif waktu yang panjang, taktik keuangan memandu
manajer keuangan untuk melakukan investasi modal dalam jangka
panjang, mengantisipasi pembayaran utang, dan alokasi dividen. Selain
itu taktik keuangan dirancang untuk mengelola modal kerja dan aset
jangka pendek yang memiliki fokus mendesak.
Di pihak lain, para manajer akuntansi harus memusatkan perhatian
pada tugasnya masing-masing untuk menunjang pengam-bilan
keputusan. Manajer akuntansi diharuskan menyusun laporan keuangan
setiap akhir periode, misalnya akhir tahun. Laporan keuangan tersebut
sangat dibutuhkan oleh pihak eksternal, yaitu: pemilik, investor, kreditur,
pemerintah dan buruh. Manajer Akuntansi bertanggung-jawab
memelihara catatan-catatan biaya dan penggunaan dana perusahaan.
Laporan tersebut dapat digunakan oleh pihak eksternal sebagai informasi

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 192


dalam pengambilan keputusan strategis. Secara tradisional manajer
akuntansi biaya memberikan informasi biaya pada manajer untuk
mengambil keputusan penting terutama yang berkaitan dengan
penentuan harga produk. Demikian pula dengan manajer akuntansi
manajemen, tugasnya ialah menyusun perencanaan, melakukan
koordinasi dan pengendalian.

10.4.4. Taktik Fungsional dalam Penelitian dan Pengembangan


Dengan meningkatnya perubahan teknologi dalam persaingan
industri, penelitian dan pengembangan dianggap sebagai kunci strategi
yang berperan penting dalam perusahaan. Begitu pentingnya PP
sehingga ada perusahaan yang mengeluarkan biaya penelitian dan
pengembangan sekitar 4 sampai 6 persen dari total penjualan. Misalnya
industri komputer dan farmasi. Industri lainnya menge-luarkan biaya
penelitian dan pengembangan kurang dari 1 persen dari total penjualan.
Banyak keputusan yang bisa diambil dari hasil penelitian dan
pengembangan tersebut. Hal ini tergantung pada variabel yang diteliti,
apakah bidang pemasaran, operasional, keuangan, sumber daya
manusia atau yang lainnya.

10.4.5. Taktik Fungsional dalam Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia (SDM) dalam jangka panjang
ingin mengembangkan bakat dan kompetensi karyawan. Selain itu ingin
pula menciptakan sistem kompensasi atau aturan yang berkaitan dengan
pedoman pemanfaatan sumber daya yang efektif untuk mencapai tujuan
jangka pendek perusahaan dan kepuasan karyawan. Manajemen SDM
membantu perusahaan dalam melakukan rekrut-men, seleksi, dan
orientasi untuk membangun parameter yang men-dasar, sehingga orang-
orang baru yang direkrut dapat beradaptasi dengan budaya perusahaan.

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 193


Pengembangan karier dan komponen pelatihan akan memandu
tindakan yang dilakukan oleh karyawan yang memenuhi kebutuhan
sumber daya manusia di masa mendatang. Singkatnya, taktik fungsional
berperan bagaimana setiap aktivitas utama perusahaan memberikan
kontribusi pada implementasi strategi bisnis.

10.5. PEMBERDAYAAN PERSONIL OPERASIONAL


Taktik fungsional khusus diperlukan untuk memberikan pedoman
dan tindakan inisiatif dalam implementasi strategi bisnis. Supervisor dan
personil di lapangan memiliki beban persaingan lingkungan saat ini
dengan merespon nilai pelanggan yang selalu berada di garis depan
untuk menjalankan tugas perusahaan dalam rangka memenuhi
kebutuhan pelanggan. Rapat-rapat yang banyak membicarakan
kebutuhan pelang-gan, sering menjadi penyebab yang menghambat
kualitas pelayanan. Usaha-usaha pelayanan yang baik sering juga gagal
karena karyawan yang memiliki hubungan bisnis yang sesungguhnya
dengan pelang-gannya tidak diperdayakan untuk membuat keputusan
atau tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan.
Dalam praktek sering dijumpai seorang pelanggan membeli suatu
produk bukan semata-mata karena senang pada produknya, tetapi
karena hubungan tertentu antara karyawan penjualan dengan pelanggan
yang bersangkutan. Menghadapi kondisi seperti ini, mana-jer harus
memperdayakan dan memberi kepercayaan, bahkan karya-wan tersebut
dapat mengambil keputusan tertentu dibawah penga-wasan manajer
dalam rangka mensukseskan sebuah penawaran atau untuk meperoleh
order penjualan dari calon pelanggan.

10.6. KOMPENSASI BONUS EKSEKUTIF


Permasalahan yang terjadi dalam teori agen (agent theory),
menunjukan bahwa konflik kepentingan yang terjadi di antara prinsipal
Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 194
dan manajemen bukanlah sesuatu yang mudah dipecahkan. Prinsipal
yang ingin memaksimalisasi kekayaannya, bukanlah suatu hal yang
tanpa konsekuensi. Memang disadari bahwa, tanpa ekuitas perusa-haan
tidak bisa menjalankan kegiatan operasionalnya. Namun, tidak boleh
dilupakan pula bahwa, tanpa kompetensi (knowledge, skill, dan attitude)
kegiatan operasional perusahaan tidak akan berjalan dengan lancar.
Sementara kompetensi itu adalah milik para eksekutif. Oleh sebab itu,
laba yang diperoleh perusahaan paling tidak diperoleh melalui kombinasi
antara ekuitas prinsipal dan kompetensi manaje-men. Atas dasar itulah,
eksekutif layak mendapat bonus sebagai kompensasi atas kontribusinya.
”The goal of an executive bonus compensation plan is to achieve
maximization of shareholder wealth—the underlying goal of most firms
(Pearce II dan Robinson. JR: 2000). Selanjutnya, keduanya menegaskan
bahwa, ada beberapa jenis kompensasi yang dapat diterima oleh
eksekutif yaitu: major plan types, stock options, Restricted stock, golden
handcuffs, golden parachutes, cash, dan matching bonus plans and
Corporate goals.

10.7. IMPLEMENTASI STRATEGI MELALUI RESTRUK-


TURISASI ORGANISASI
Organisasi adalah perserikatan dua orang atau lebih yang bekerja
sama untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan perusa-haan,
orang-orang tersebut diatur dalam sebuah struktur organisasi, sehingga
jelas tugas dan tanggung-jawabnya.
Struktur organisasi perusahaan sering mengalami perubahan. Hal
ini terjadi karena perusahaan tidak lepas dari pengaruh lingkung-annya,
baik eksternal maupun internal. Selain bersifat statis, organi-sasi juga
bersifat dinamis. Itulah sebabnya, struktur organisasi sering berubah
seirama dengan perubahan lingkungan dimana perusahaan beroperasi.

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 195


Kalau perusahaan tidak mau berubah, tentu akan ketinggalan dengan
lingkungannya, dan ini akan menjadi pemicu kemunduran, sehingga
perusahaan sukar memenangkan persaingan.

10.7.1. Jenis-Jenis Struktur Organisasi


Menghubungkan struktur dengan strategi adalah tugas pokok
manajer strategi. Untuk memahami bagaimana tugas-tugas dilaksana-
kan, maka perlu mengetahui beberapa dasar pokok struktur organi-sasi.
Di bawah ini akan dijelaskan 3 jenis struktur organisasi, yaitu fungsional,
divisional, dan matriks.

1. Struktur Organisasi Fungsional


Struktur organisasi fungsional lebih banyak digunakan pada
perusahaan yang berfokus pada satu atau produk sempit. Perusahaan
yang demikian membutuhkan skill dan bidang spesialisasi yang bagus
untuk membangun keunggulan bersaing dalam menyerahkan produk dan
jasanya. Pembagian tugas ke dalam fungsional khusus memungkinkan
personil perusahaan ini berkonsentrasi hanya pada satu aspek pekerjaan
yang sempit. Dalam hubungan ini, diperlukan penggunaan kemampuan
teknik yang terakhir dan mengembangkan tingkat efisiensi yang tinggi.
Produk, pelanggan, atau teknologi adalah faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam penentuan bagian-bagian yang dibutuhkan
struktur organisasi. Tantangan strategi yang ditimbulkan oleh struktur
fungsional adalah koordinasi yang efektif dari unit-unit fungsional.
Keterbatasan tenaga ahli diatasi melalui spesialisasi yang dapat berperan
penting untuk membatasi perspektif dan untuk membedakan keutamaan
unit fungsional. Spesialis dapat melihat masalah-masalah utama strategi
perusahaan seperti masalah pemasaran atau maalah produksi. Konflik
yang potensial diantara unit-unit fungsional menciptakan peranan
koordinasi manajer puncak menjadi kritis.
Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 196
Bagan:
Struktur Organisasi Fungsional

Direktur
Utama

Keuangan
Teknik Produksi Personel dan Pemasaran
Akuntansi

2. Struktur Organisasi Divisional


Struktur organisasi divisional disebut juga struktur unit bisnis
strategis. Apabila sebuah perusahaan memiliki beberapa keluarga produk
atau jasa, menggunakan saluran pasar yang tidak berhubu-ngan, atau
mulai melayani kelompok pelanggan yang bermacam-macam, akibatnya
struktur fungsional tidak akan mampu menampung dan harus cepat
diubah. Struktur organisasi yang baru diperlukan untuk memenuhi
peningkatan koordinasi dan pengambilan keputusan yang dihasilkan dari
peningkatan berbagai faktor dan ukuran.
Di dalam organisasi divisional manajemen puncak mendelega-sikan
wewenangnya kepada manajer divisi sebagai entitas bisnis tersendiri.
Atas dasar ini, manajer divisi dapat mengambil keputusan secara internal
di divisinya masing-masing layaknya perusahaan yang berdiri sendiri,
walaupun tetap dalam satu kesatuan dengan kantor pusat. Tugas
manajer divisi lebih berat dibanding manajer dalam organisasi fungsional,
karena manajer divisi bertanggung-jawab pada beberapa tugas
fungsional, sedangkan manajer dalam organisasi fungsional hanya
bertanggung-jawab pada satu fungsi saja, misalnya pemasaran. Fungsi-

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 197


fungsi yang menjadi tanggung-jawab manajer divisi, antara lain fungsi
pemasaran, produksi/operasi, SDM, keuang-an dan akuntansi, penelitian
dan pengembangan. Manajer divisi harus memahami semua fungsi ini,
agar tidak salah mengambil keputusan. Karena bobot tugas yang berat
ini, maka manajer divisi harus lebih mampu dan cerdas dari pada
manajer dalam organisasi fungsional. Selain itu, kantor pusat
memberikan wewenang sepenuhnya kepada manajer divisi untuk
mengambil keputusan operasional, sehingga intervensi kantor pusat
tidak signifikan, kecuali hal-hal yang berkaitan dengan pengawasan. Oleh
sebab itu, manajer divisi lebih cepat mengambil keputusan operasional
karena tidak perlu kompromi dengan kantor pusat.

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 198


Bagan:
Struktur Organisasi Divisional

Direktur Utama

Direktur Administrasi Direktur Operasi


dan Umum dan Penunjang

General Manager General Manager General Manager


Divisi/SBU A Divisi/SBU B Divisi/SBU C

Manager SDM Kepegawaian Kepegawaian

Manager Keuangan Akuntansi dan Akuntansi dan


dan Akuntansi Pengendalian Pengendalian

Manager, R&D Divisi Divisi


Perencanaan Perencanaan

Manager Pemasaran Pemasaran Pemasaran


dan Penjualan

Manager, Produksi/ Produksi/


Produksi/Operasi Operasi Operasi

Sumber: Pearce II dan Robinson JR. (2000), diolah penulis.

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 199


3. Struktur Organisasi Matrik
Di dalam perusahaan-perusahaan besar, meningkatkan berba-gai
peranan penting pada sejumlah usaha-usaha produk dan proyek
merupakan strategi pokok yang signifikan. Akibatnya dibutuhkan suatu
bentuk organisasi yang memberikan skill dan sumber daya dimana dan
kapan mereka sangat vital. Contoh, proyek pengem-bangan suatu produk
membutuhkan spesialis penelitian pasar selama 2 bulan dan analis
keuangan satu hari per-minggu. Seorang pelang-gan membutuhkan
lamaran seorang software mesin untuk satu bulan dan pelatih penerima
tamu satu hari per bulan selama 6 minggu. Setiap situasi ini adalah
contoh organisasi matrik yang telah diguna-kan untuk meletakkan
sementara orang-orang dan sumber daya dimana mereka sangat
membutuhkan. Diantara perusahaan-perusa-haan yang sekarang
menggunakan struktur organisasi bentuk matrik adalah: Citicorp,
Matsushita, DaimlerChrysler, Microsoft, Dow Chemical, dan Texas
Instruments.

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 200


Bagan:
Struktur Organisasi Metriks

Presiden

Wakil Wakil Wakil Wakil


Presiden Presiden Presiden Presiden
Teknik Produksi Pembelian Administrasi

Manajer Staf Staf Agen Koordinator


Proyek A Teknik Produksi Pembelian Administrasi

Manajer Staf Staf Agen Koordinator


Proyek B Teknik Produksi Pembelian Administrasi

Manajer Staf Staf Agen Koordinator


Proyek C Teknik Produksi Pembelian Administrasi

Sumber: Pearce II dan Robinson. JR (2000), diolah penulis.

Pertanyaan-pertanyaan:
1. Tujuan jangka pendek harus dirumuskan secara singkat dan
jelas. Mengapa demikian? Jelaskan!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Sistem pengendalian
operasional.
3. Sebut dan jelaskan 5 faktor taktik fungsional yang diimplemen-tasikan
dalam strategis bisnis.
4. Bagaimana manajer memperdayakan karyawan dalam rangka
memper-juangkan keberhasilan sebuah penawaran? Jelaskan.
5. Jelaskan perbedaan struktur organisasi fungsional, matriks dan divisi.

Bab 10 Tujuan Jangka Pendek 201


BAB 11 PENGENDALIAN
STRATEGI DAN PERBAIKAN
BERKELANJUTAN

TUJUAN BELAJAR
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat
menjelaskan:

1. Pengendalian strategi
2. Perbaikan berkelanjutan
3. Sistem Pengendalian Operasional
4. Pendekatan Penyusunan Anggaran

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 202


11.1 PENGENDALIAN STRATEGI
Sebelumnya telah dikemukakan bahwa strategi berada pada level
ide (ideas level), sedangkan perencanaan berada pada level tindakan
(action level). Bagaimana manajer mengendalikan strategi? Menurut
pendekatan tradisional, pengendalian strategi dilakukan dengan
membandingkan hasil sesungguhnya dengan standar. Perencanaan
dapat berfungsi sebagai standar, karena didalam perencanaan itu
terdapat kegiatan yang harus dilaksanakan. Sesudah kegiatan dilakukan,
manajer mengevaluasi pekerjaan itu, apakah hasilnya sama dengan
standar atau tidak. Pearce II dan Robinson JR. (2000), mengemukakan 4
tipe dasar pengendalian strategi, yaitu:
1. Premise control
2. Implementation control
3. Strategic surveillance
4. Special alert control.

11.1.1 Sistem Pengendalian Operasional


Perusahaan merupakan sebuah sistem, karena terdiri dari bagian-
bagian yang terkait secara integrasi dan terkoordinasi dalam sebuah
team work untuk mencapai tujuan. Masing-masing bagian menyusun
perencanaan dan melakukan pengendalian, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
Sistem pengendalian operasional memandu, memonitor, dan menge-
valuasi kemajuan pencapaian tujuan jangka pendek. Pengendalian
strategi mencoba mengendalikan perusahaan setelah melewati peri-ode
tertentu; biasanya 5 tahun atau lebih. Kemudian sistem pengendalian
operasional dilakukan dari periode bulanan ke periode tahunan. Agar
pengendalian tersebut berjalan secara efektif, pengendalian operasional
dapat dilakukan melalui 5 tahap.

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 203


Secara rinci, langkah-langkah pengendalian meliputi:
1. Menetapkan standar
2. Mengukur hasil pelaksanaan pekerjaan
3. Membandingkan hasil pekerjaan dengan standar.
4. Menetapkan penyimpangan antara hasil dengan standar
5. Melakukan tindakan koreksi/perbaikan.
Tiga tipe sistem pengendalian operasional adalah anggaran, skedul, dan
faktor-faktor kunci keberhasilan.
Sebagai contoh, hubungan antara bagian-bagian dalam sebuah
industri manufaktur dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Bagan:
Hubungan Bagian-Bagian Perusahaan Sebagai Sebuah Sistem

Bagian Bagian
Penjualan Operasional

Bagian
Bagian Gudang
SDM

Bagian
Pembelian Bagian
Keuangan

Sumber: Teori dan praktik, diolah penulis

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 204


Keterangan gambar:
Bagian Penjualan dan Bagian-Bagian Lain
Anggaran penjualan meliputi proyeksi unit yang dijual dan nilai moneter
sebagai harga penjualan. Anggaran unit yang akan dijual disampaikan
kepada bagian produksi, sedangkan nilai moneternya disampaikan
kepada bagian keuangan. Untuk memastikan tersedianya barang yang
akan dijual, bagian penjualan menghubungi gudang. Jika bagian
penjualan membutuhkan tambahan tenaga, maka mereka menghubungi
bagian SDM. Hubungan bagian produksi dengan bagian keuangan dalam
kegiatan sehari-hari, tampaknya lemah, kecuali dalam urusan
pembayaran gaji dan upah, itupun terjadi dalam mingguan dan bulanan.
Akan tetapi, kalau pembayaran gaji dilakukan melalui Bagian SDM, maka
hubungan antara Bagain produksi dengan Bagian keuangan jarang
terjadi.

Bagian Produksi dan Bagian-Bagian Lain


Setelah menerima anggaran penjualan dari Bagian penjualan, bagian
produksi langsung menyusun anggaran produksi dengan memperhatikan:
(1) sediaan awal barang jadi, (2) sediaan awal bahan baku digudang, (3)
Estimasi sediaan akhir barang jadi, dan (4) Estimasi sediaan akhir bahan
baku. Bagian produksi perlu menghubungi gudang untuk mengetahui
sediaan awal barang jadi dan bahan baku. Jika membutuhkan tambahan
tenaga kerja, bagian produksi perlu menghubungi Bagian SDM untuk
melakukan rekrutmen.

Bagian SDM dan Bagian lain:


Terjadinya hubungan antara bagian SDM dengan bagian-bagian lain
adalah berkaitan dengan urusan SDM, antara lain: rekrutmen karyawan,
pelatihan, penempatan, penggajian dan pengupahan, dan pensiun.

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 205


Bagian Keuangan dan Bagian Lain
Hubungan yang terjadi antara bagian keuangan dengan bagian lain, tidak
lain adalah urusan keuangan, antara lain: pembayaran gaji dan upah,
pembayaran utang, pembelian, dan penagihan.

Bagian Gudang dan bagian lain


Dalam kegiatan sehari-hari, mitra kerja yang paling dekat dengan bagian
gudang ialah bagian produksi, penjualan, pembelian, dan akuntansi.
Gudang harus menyediakan barang jadi untuk bagian pemasaran, bahan
baku untuk kebutuhan produksi, memberikan laporan mutasi barang dan
bahan bahan baku ke bagian akuntansi, dan melaporkan posisi sediaan
bahan baku ke bagian pembelian.

Bagian Pembelian dan Bagian Lain


Secara internal mitra kerja bagian pembelian yang paling dekat ialah
bagian keuangan dan bagian gudang. Bagian keuangan harus
menyediakan uang tunai untuk pembelian secara kas atau membayar
utang dagang yang belum dilunasi. Selain itu, bagian pembelian harus
memantau posisi bahan baku di gudang.

11.2 ANGGARAN
Anggaran adalah sumber alokasi rencana yang membantu manajer
melakukan koordinasi operasi dan fasilitas manajerial pengendalian
kinerja. Dua hal penting yang terdapat dalam anggaran ialah aktivitas dan
nilai moneter. Aktivitas apa yang akan dilaksanakan dan berapa jumlah
moneternya, semua ditetapkan atas dasar kebijakan. Anggaran disusun
dalam periode 1 tahun. Anggaran merupakan irisan atau bagian program,
karena anggaran disusun berdasarkan program. Periode program lebih
dari 1 tahun (jangka panjang). Dalam praktek program biasanya disusun

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 206


dalam periode 5 tahun, bahkan ada yang periodenya 10 tahun.

11.2.1 Pendekatan Penyusunan Anggaran


1. Pendekatan Top down
Menurut pendekatan top down, penentuan kebijakan dan
penyusunan anggaran dilakukan oleh manajemen puncak. Para manajer
ke bawah hanya berfungsi melaksanakan anggaran itu. Dipandang dari
sudut alo-kasi dana, pendekatan top down dapat menciptakan rasa
keadilan, karena alokasi sumber daya ke seluruh departemen ditetapkan
atas kebijakan kantor pusat. Misalnya pembagian fasilitas, kenaikan gaji,
biaya operasional dan sebagainya. Kelemahannya ialah pelaksana
anggaran tidak termotivasi sebagaimana yang diharapkan, karena
mereka tidak terlibat dalam penyusunan anggaran tersebut.

2. Pendekatan Bottom up
Berdasarkan pendekatan bottom up, penentuan kebijakan dan
penyusunan anggaran dilakukan oleh level organisasi yang paling bawah,
kemudian diajukan kepada atasan langsungnya untuk memperoleh
pengesahan. Atasan penyusun anggaran hanya mengesahkan,
kemudian dikembalikan lagi kepada penyusun anggaran untuk
dilaksanakan. Selain mengesahkan anggaran, atasan penyusun
anggaran mengendalikan pelaksanaan anggaran dengan perpedoman
pada anggaran yang diusulkan. Jadi, anggaran berfungsi sebagai alat
perencanaan dan pengendalian manajemen.

3. Pendekatan Kombinasi
Menurut pendekatan kombinasi, kebijakan-kebijakan yang berkaitan
dengan penyusunan anggaran dilakukan secara bersama-sama, antara
top management, middle management, dan lower management. Setelah

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 207


kebijakan disepakati bersama, kemudian anggaran disusun oleh sebuah
tim atau komisi anggaran. Atau masing-masing divisi atau bagian
menyusun anggarannya sendiri-sendiri atas dasar kebijakan yang telah
disepakati bersama, dan setelah disusun disahkan oleh top management.
Jika manajemen puncak menyetujui anggaran tersebut, anggaran akan
dikembalikan untuk dilaksanakan oleh level dibawahnya. Sebelum
disahkan, anggaran tersebut harus dibahas terlebih dahulu, agar
realisasinya sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Anggaran tersebut
bisanya dibahas dalam suatu forum tertentu.
Optimisme dan pesimesme: Selain pendekatan di atas, anggaran
dapat disusun atas dasar optimisme atau pesimisme. Anggaran yang
disusun atas dasar optimisme, dapat memberikan motivasi yang tinggi
pada pelaksana untuk mencapai anggaran itu. Sebaliknya, anggaran
yang disusun atas dasar pesimisme kurang memberikan motivasi atau
upaya yang maksimal pada pelaksana, karena nilai moneter dalam
anggaran itu rendah. Untuk memenangkan persaingan, sebaiknya
anggaran itu menggunakan pendekatan bottom up dan disusun secara
proaktif dan optimisme.
Hansen and Mowen (2000) membagi anggaran menjadi 2 yaitu:
anggaran anggaran operasi dan anggaran keuangan. Dua jenis anggaran
ini biasa disebut master budget. Anggaran operasi berkaitan dengan
aktivitas untuk memperoleh pendapatan, yang meliputi: anggaran
penjualan, produksi, dan persediaan barang jadi. Anggaran keuangan
meliputi anggaran arus kas dan posisi keuangan.

11.2.2 Anggaran Operasi


Anggaran operasi terdiri dari anggaran perincian pendapatan atau laba
rugi, yang secara rinci meliputi:
1. Anggaran penjualan

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 208


2. Anggaran produksi
3. Anggaran pembelian bahan baku
4. Anggaran biaya tenaga kerja
5. Anggaran biaya overhead
6. Anggaran sediaan barang jadi
7. Anggaran beban pokok penjualan (BPP)
8. Anggaran beban penjualan, administrasi dan umum.

1. Anggaran penjualan
Anggaran penjualan adalah proyeksi unit produk yang akan dijual
beserta jumlah rupiahnya yang disahkan komite anggaran. Anggaran
penjualan meliputi anggaran penjualan (revenues) dan anggaran
penjualan lain-lain (gains). Sebelum menyusun anggaran penjualan,
terlebih dahulu menyusun ramalan penjualan. Anggaran penjualan
disusun oleh bagian pemasaran. Jumlah unit barang yang akan dijual
dilaporkan kepada bagian operasional/produksi dan anggaran penjualan
dalam rupiah dilaporkan kepada bagian keuangan.
Unit barang yang akan dijual akan menjadi dasar penentuan jumlah
produk yang akan diproduksi, sedangkan anggaran penjualan dalam
rupiah akan menjadi dasar penyusunan anggaran penerimaan dan
pengeluaran kas pada bagian keuangan. Itulah sebabnya, anggaran
dapat berperan sebagai alat koordinasi atau penghubung karena dapat
mengkoordinir atau menghubungkan beberapa bagian terkait.

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 209


Contoh:
Tabel:

Skedul 1
PT. Azira Wakatobi
Anggaran Penjualan
Periode 1 Januari – 31 Desember 2010

Kuartal (dalam Rp. 0000)


Keterangan 1 2 3 4 Tahun
Unit 10.000 12.000 14.000 16.000 52.000
Harga
penjualan X Rp. 100 X Rp. 100 X Rp. 100 X Rp 100 X 100
per unit

Anggaran 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 5.200.000


penjualan

2. Anggaran produksi
Berdasarkan anggaran penjualan, departemen operasional akan
segera menyusun anggaran produksi. Anggaran produksi
menggambarkan jumlah unit yang akan diproduksi. Unit yang diproduksi
dapat dihitung dengan cara berikut:
Unit yang akan diproduksi = unit penjualan yang diharapkan + unit yang
diharapkan diakhir periode - unit yang tersedia di awal periode.

3. Anggaran Pembelian Bahan Baku


Sebelum melakukan pembelian bahan baku, harus dihitung dengan
benar berapa jumlah bahan baku yang seharusnya dibeli. Tujuannya
ialah agar tidak terjadi kelebihan bahan baku yang melimpah, atau
kekurangan bahan baku. Kelebihan baku baku akan menimbulkan
investasi dana yang berlebihan pula. Kelebihan investasi menimbulkan
biaya bunga atau kelambatan perputaran dana.

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 210


Anggaran pembelian bahan baku dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Pembelian = Kebutuhan Bahan Baku untuk Produksi + Persediaan
Akhir. Bahan baku yang diharapkan – Persediaan awal bahan baku.
Untuk memperoleh jumlah pembelian yang ekonomis, perusahaan dapat
menggunakan Economic Order Quantity (EOQ) atau Just in time (JIT).
EOQ adalah metode pembelian yang jumlahnya paling ekonomis, karena
terdapat keseimbangan antara kuantitas yang diorder dengan biaya
pesanan. Seperti diketahui bahwa, jika pembelian dilakukan dalam
jumlah besar, maka resikonya ialah kerusakan, kehilangan, biaya
penyimpanan, biaya pemeliharaan, dan cost of capital. Kebaikan
pembelian dalam jumlah besar ialah terjaminnya proses produksi,
sehingga permintaan pelanggan akan terlayani sesuai jadual. Sebaliknya,
pembelian dalam jumlah kecil akan meningkatkan biaya pengiriman.
Sedangkan JIT adalah metode pengadaan yang dilakukan hanya pada
saat dan jumlah yang dibutuhkan. JIT tida mengenal sediaan yang
berlebihan, sehingga tidak terjadi resiko kerusakan dan kehilangan
digudang, biaya penyimpanan dan sebagainya. Jadi untuk menghidari
resiko dalam pembelian jumlah besar.

4. Anggaran Biaya Tenaga Kerja


Untuk menyusun anggaran tenaga kerja perlu mengetahui:
1. Total jam kerja yang dibutuhkan.
2. Biaya perjam kerja.
3. Anggaran tenaga kerja = Total jam kerja dikalikan dengan biaya
perjam kerja.

5. Anggaran Biaya Overhead


Anggaran biaya overhead menunjukkan semua komponen biaya tidak

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 211


langsung. Biaya overhead disebut juga sebagai biaya produksi yang tidak
termasuk dalam biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Oleh
sebab itu, biaya overhead terdiri dari banyak komponen, antara lain
biaya: pemeliharaan mesin pabrik, pemelihraan gedung pabrik,
penyusutan mesin pabrik, penyusutan gedung pabrik, asuransi gedung
pabrik, gaji karyawan bagian pemeliharaan, gaji karyawan laboratorium,
listrik, dan air. Karena memiliki banyak komponen, sehingga
penghitungan tarif biaya overhead lebih sukar dibanding penghitungan
biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung.
Pengalaman masa lalu dapat digunakan untuk menghitung berapa
jumlah anggaran biaya overhead. Biaya overhead meliputi biaya tetap
dan biaya variabel. Biaya overhead terdiri dari banyak komponen dan
masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda. Biaya overhead
yang bersifat tetap tidak berubah sekalipun aktivitas berubah, sedangkan
biaya overhead yang variabel selalu berubah-ubah sesuai dengan
perubahan aktivitas.

6. Anggaran Sediaan Barang Jadi Akhir


Anggaran sediaan barang jadi akhir dibutuhkan untuk menyusun
neraca dan untuk penyusunan anggaran beban pokok penjualan. Untuk
menyusun anggaran sediaan barang jadi perlu mengetahui: biaya per unit
produk yang meliputi: bahan baku, tenaga kerja, dan overhead variabel
dan tetap. Setelah diketahui total biaya per unit, kemudian dikalikan
dengan total unit produk yang akan diproduksi.

7. Anggaran Beban Pokok Penjualan (BPP)


Untuk menyusun anggaran beban pokok penjualan, sebelumnya
harus mengetahui: sediaan awal barang jadi. Setelah itu harus
mengetahui berapa anggaran: pembelian bahan baku, tenaga kerja,
overhead, dan sediaan barang jadi pada akhir periode.
Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 212
8. Anggaran Beban Penjualan, Administrasi dan Umum
Beban administarsi dan penjualan adalah beban yang berada di
luar biaya manufaktur. Anggaran beban administrasi dan penjualan
dibedakan antara beban tetap dan beban variabel. Kedua beban ini
termasuk beban kebijakan, karena jumlahnya ditetapkan atas dasar
kebijakan, bukan atas dasar aktivitas manufaktur.

9. Anggaran Perincian Laba Rugi


Setelah selesai menyusun anggaran: penjualan, beban pokok
penjualan, beban penjualan, beban administrasi dan umum, maka
anggaran yang akan disusun berikutnya ialah anggaran perincian laba
rugi. Hasil pengurangan antara anggaran penjualan dan beban pokok
penjualan (BPP) disebut laba kotor (gross margin). Laba kotor dikurangi
dengan beban penjualan, beban administrasi, dan penjualan disebut
laba usaha. Laba usaha masih dikurangi dengan bunga dan pajak untuk
mengetahui laba atau rugi bersih.

11.3. PENYUSUNAN ANGGARAN KEUANGAN


Anggaran keuangan terdiri dari:
1. Anggaran Kas
2. Anggaran Neraca
3. Anggaran Pengeluaran modal

Anggaran Kas
Sebuah perusahaan bisa saja berhasil menjual produk dan
mengalokasikan beban operasionalnya secara tepat. Namun, bukanlah
jaminan perusahaan tersebut berhasil pula mengelola kasnya secara
terus-menerus. Salah satu alat untuk mengelola kas ialah menyusun
anggaran kas. Tujuannya ialah untuk menjaga tingkat likuiditas kas,

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 213


sehingga mampu membiayai kegiatan operasional perusahaan tanpa
hambatan berarti.
Dengan anggaran kas, manajer keuangan dapat mengetahui kapan
perusahaan mengalami surplus atau defisit kas. Atas dasar itu,
manajemen dapat mengambil kebijakan atau strategi penting untuk
mengelola surplus atau defisit kas tersebut. Tersedianya kas yang
berlebihan, akan menimbulkan iddle cash. Iddle cash akan meningkatkan
cost of capital, sehingga beban perusahaan akan meningkat pula.
Sebaliknya, jika terjadi defisit kas akan menimbulkan terhambatnya
pembiayaan operasional, sehingga perusahaan sulit bersaing dengan
perusahaan lain. Oleh sebab itu, mengelola kas yang ideal ialah tidak
terjadi surplus yang berlebihan atau defisit kas.

Skeduling
Skeduling merupakan penjabaran rinci tentang pelaksanaan
anggaran, karena waktu, kegiatan dan satuan yang akan dicapai
tercantum jelas dalam skeduling itu. Waktu sering menjadi kunci
keberhasilan suatu strategi. Skeduling mempertimbangkan alokasi waktu,
kendala sumber dan urutan kegiatan yang saling tergantung satu sama
lain yang ikut menentukan implementasi suatu strategi. Skeduling
menawarkan suatu mekanisme rencana, monitor, dan mengendalikan
aktivitas yang tergantung pada aktivitas lain. (Contoh skeduling, lihat
anggaran penjualan).

Faktor-faktor Kunci Keberhasilan


Cara lain yang bermanfaat untuk pengendalian operasional yang
efektif adalah berfokus pada faktor-faktor kunci keberhasilan. Setiap
faktor kunci keberhasilan harus dapat mengukur indikator kinerja.
Misalnya, kualitas produk, pelayanan pelanggan, moral pegawai, dan

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 214


persaingan. Faktor-faktor kunci keberhasilan mengkomunikasikan
elemen-elemen kritis yanag menuntut manajer operasional bertanggung-
jawab. Anggaran, skeduling, dan monitoring faktor-faktor kunci
keberhasilan adalah penting bagi pengendalian implementasi strategi
pada tingkat operasional.

Pemantauan Kinerja dan Penilaian Penyimpangan


Sistem pengendalian operasional membutuhkan standar kinerja.
Pengendalian adalah proses memperoleh informasi yang tepat waktu
terhadap penyimpangan standar, menetapkan kasus terjadinya
penyimpangan, dan melakukan tindakan perbaikan. Melakukan
pemantauan kinerja dan penilaian penyimpangan, berbeda antara
perusahaan yang satu dengan yang lain. Hal ini tergantung pada tujuan
dan apa yang harus dinilai. Kalau manajer ingin menilai keberhasilan
strategi perusahaan dalam jangka waktu 5 tahun, maka cara
memantaunya dapat dilakukan setiap periode tertentu. Misalnya setiap: 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau setiap tahun. Semakin pendek periode
pemantauan, semakin baik, karena jika ada penyimpangan akan segera
diketahui dan saat itu pula dapat diambil tindakan koreksi. Namun, perlu
diingat bahwa semakin tinggi frekuensi pemantauan semakin besar pula
biaya yang dikeluarkan. Sama halnya dengan penilaian penyimpangan,
semakin tinggi frekuensi penilaian, semakin besar pula biaya yang harus
dikeluarkan. Mengatasi kondisi demikian, manajemen perlu
menggunakan cost and benefits analysis. Manajemen perlu mengetahui
berapa kerugian yang ditimbulkan oleh sebuah penyimpangan dan
berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pemantauan. Jika
jumlah kerugian atas penyimpangan itu lebih besar dari pada biaya
pemantauan, maka berarti kegiatan pemantauan atas kemungkinan
penyimpangan terjadi harus dilakukan dan berkelanjutan. Sebaliknya, jika

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 215


biayanya lebih besar dibanding kerugian atas penyimpangan itu,
sebaiknya pemantauan dilakukan secara berkala dengan biaya yang
lebih rendah.
Perhatian manajemen ialah membandingkan kemajuan yang dicapai
selama ini dengan kemajuan yang diharapkan. Penyimpangan yang
terjadi saat ini perlu mendapat perhatian khusus, karena penyimpangan
itu memberikan dasar untuk menguji tindakan yang diusulkan dan
keputusan terakhir terhadap perubahan-perubahan atau penyesuaian
dalam kegiatan operasi perusahaan.

Sebagai ilustrasi, berikut ini dikemukakan hasil pemantauan dan


penilaian penyimpangan kinerja selama tahun 20X1:
PT. ABC pada tahun 20X1 membuat ramalan kinerja, yang meliputi:
penjualan, beban pokok penjualan, dan beban operasional, sehingga
diketahui laba kotor dan laba usaha yang dianggarkan tahun berjalan
20X1. Berdasar anggaran tersebut selama tahun 20X1 dilaksanakan
aktivitas yang telah direncanakan, proses produksi, transaksi penjualan,
pembelian, pemasaran, administrasi, dan sebagainya. Sebagai hasilnya,
dapat dilihat dalam perbandingan dibawah ini:

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 216


Tabel:
Perbandingan Ramalan dan Realisasi Kinerja
PT. ABC tahun 20X1:

Faktor-faktor Ramalan Kinerja Penyim- Analisis


kunci kinerja Tahun pangan Penyimpangan
keberhasilan tahun berjalan th berjalan
20X1 20X1 (20X1)
1 2 3 4 5
Penjualan 1.200.000 1.100.000 100.000 Penjualan:
Diramalkan: 120
unit @ Rp. 10.000,-
-Realisasi: 110 unit
@ Rp. 10.000,-
-Penyimpangan 10
unit @ Rp. 10.000,-
= Rp. 100.000,-
Beban pokok -Direncanakan: 800
penjualan 800.000 750.000 50.000 unit bahan baku
(BPP) @ Rp. 1.000,-
Realisasi: 750 unit
bahan baku @ Rp.
1.000,-
Penyimpangan 50
unit bahan baku @
Rp. 1.000,- = Rp.
50.000,-
Laba kotor 400.000 350.000 50.000 Lihat keterangan di
atas.
Beban -Rencana pasang
operasional: iklan di TV tidak
-Pemasaran 200.000 175.000 25.000 direalisir sebesar
-Administrasi Rp. 25.000,-
dan umum 100.000 85.000 15.000 -Rencana kenaikan
UMK terlalu tinggi
Rp. 15.000,-
Laba usaha 100.000 90.000 10.000

Keterangan:
1. Standar yang digunakan dalam pemantauan ini adalah ramalan
kinerja (kolom 2).
2. Hasil pelaksanaan aktivitas adalah kinerja yang dicapai tahun
20X1 (kolom 3).

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 217


3. Penyimpangan standard atau masalah tercantum dalam kolom 4.
Penyimpangan ramalan penjualan sebesar Rp. 100.000,-
merupakan masalah (kerugian) karena terjadi penurunan
penjualan. Penurunan penjualan Rp. 100.000,- diikuti dengan
penurunan: (1) BPP sebesar Rp. 50.000,- (Rp. 800.000,- - Rp.
750.000,-); dan (2) penurunan beban pemasaran sebesar Rp.
25.000,- dan beban gaji sebesar Rp. 15.000,-.
Penurunan penjualan merupakan kerugian, tetapi penurunan
beban merupakan keuntungan, sehingga kerugian yang
sesungguhnya adalah Rp. 10.000,-.
4. Penyebab masalah adalah yang tercantum dalam kolom 5.
Pertanyaan yang muncul ialah apa tindakan perbaikan yang harus
dilakukan? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui
terlebih dahulu masalah apa yang terjadi.

Perbaikan Berkelanjutan Untuk Membangun Nilai Pelanggan


Total Quality Management (TQM) adalah sebuah singkatan yang
telah populer dalam berbagai literatur bisnis sejak MBO (management by
objectives). TQM telah diimplementasikan dalam banyak bisnis dunia
pada 2 dekade terakhir. TQM pertama kali diimplementasikan di
beberapa industri manufaktur besar Amerika Serikat untuk menghadapi
keberhasilan Jepang yang sangat pesat dan Jerman sebagai pesaing.
Pertumbuhan sejumlah industri manufaktur Amerika Serikat telah
mencoba untuk mengubah ketidak-seimbangan ini dengan program
kualitas, dan praktis telah memisahkan perusahaan eceran besar dan
juga perusahaan jasa. Semakin bertambah perusahaan-perusahaan kecil
yang mensuplai perusahaan-perusahaan TQM besar yang telah
mengimplementasikan TQM telah mengadopsi program kualitas, karena

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 218


sering perusahaan besar membutuhkan suplier perusahaan kecil untuk
mengadopsi program kualitas perusahaan mereka.
TQM dipandang sebagai budaya baru dan cara berpikir yang benar
dalam organisasi. TQM dibangun dengan berfokus pada kepuasan
pelanggan, ketepatan pengukuran setiap variabel yang kritis dalam
operasi bisnis, perbaikan berkelanjutan terhadap produksi, jasa, dan
proses; dan hubungan kerja didasarkan pada kepercayaan dan kerja
kelompok.
Ada 10 elemen yang disarankan untuk implementasi TQM:
1. Definisi Kualitas dan Nilai pelanggan.
Definisi tentang kualitas masih menjadi bahan perdebatan, baik para
akademisi maupun praktisi. Hal ini terjadi karena naik turunnya kualitas
akan menimbulkan efek pada biaya (cost). Peningkatan kualitas akan
naik secara paralel dengan kenaikan biaya, sehingga harga produkpun
akan meningkat. Kalau harga meningkat, pasar mana yang dapat
membeli produk tersebut? Sebaliknya kalau kualitas diturunkan, biaya
produksi akan menurun dan harga jual akan menurun pula.
Pertanyaannya ialah siapa yang akan membeli produk yang kualitasnya
rendah? Titik tengah yang dianggap sebagai solusi ialah membuat
produk dengan kualitas yang dapat diterima (acceptable quality). Hansen
dan Mowen (2003; 441) mengatakan bahwa, ”Operationally, a quality
product or service is one that meet or axceeds customer expectations. In
effect, quality is customer satisfaction.”
Pengertian tentang nilai pelanggan memperluas definisi kualitas
yang di dalamnya menyangkut efisiensi dan tanggapan. Atau dengan
kata lain, kualitas bagi pelanggan sering diartikan dengan penampilan
produk yang baik, dan itu termasuk harga kompetitif dan perusahaan
dapat mempercepat penyerahan produk dan produk tersebut dapat
beradaptasi ketika dibutuhkan. Nilai pelanggan diperoleh dari kombinasi

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 219


antara kualitas, harga, dan kecepatan pelayanan. Sebab, jika kualitas
produk baik, harga yang rendah, dan pelayanan yang cepat , pelanggan
akan memperoleh nilai.

2. Pengembangan orientasi pelanggan


Nilai pelanggan adalah apa yang dikatakan pelanggan tentang nilai.
Nilai pelanggan bukan informasi yang disampaikan oleh orang kedua,
tetapi langsung dikatakan oleh pelanggan. Nilai pelanggan juga diakui
oleh para pelanggan intern (internal customers) perusahaan.
Value chain memberikan suatu cara penting untuk memikirkan
tentang orientasi pelanggan, khususnya pengakuan internal dan juga
pelanggan eksternal. Personel operasional adalah pelanggan internal
bagian akuntansi untuk memanfaatkan informasi dan juga bagian
pembelian untuk kualitas, dan penyediaan yang tepat waktu. Ketika
dilayani dengan kualitas, efisiensi, dan tanggapan yang cepat (quick
response) nilai akan bertambah pada usaha-usaha mereka, dan
didistribusikan kepada pelanggan internal dan eksternal.

3. Fokus pada proses bisnis perusahaan


Kemacetan setiap menit dalam proses penyediaan produk atau jasa
perusahaan dan mencari cara untuk memperbaikinya, dianggap lebih
baik dari pada berfokus pada produk jadi atau jasa itu sendiri. Karena
setiap proses itu memberikan kontribusi nilai dengan berbagai cara.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan nilai pelanggan melalui jarak
lintas proses bisnis dalam beberapa fungsi:

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 220


Tabel:
Jarak Lintas Proses Bisnis Dalam Beberapa Fungsi
Kualitas Efisiensi Respons
Pemasaran Memberikan Target kampanye Menemukan dan
peni-laian yang advertensi pada bere-aksi dengan
tepat terhadap pelanggan, menggu- cepat terha-dap
produk istimewa nakan biaya efektif perubahan kecende-
pelang-gan menengah rungan pasar.
kepada R&D
Operasional Secara konsisten Meminimalisasi scrap Cepat beradapta-si
produk yang dan proses ulang terhadap keter-
diha-silkan melalui hasil produksi ambatan permin-taan
dibanding yang tinggi dengan flek-sibilitas
dengan desain produksi.
ahli mesi.
Penelitian Merancang pro- Menggunakan Membawa produk
dan duk komputer untuk paralel/disain proses
Pengembang menggabung-kan menguji kemung- untuk mempercepat
an permintaan kinan ide sebe-lum inovasi menyeluruh.
pelanggan dan berlangsung lebih
kemampuan mahal untuk
produksi. memenuhi skala
prototipe.
Akuntansi Memberikan Penyederhanaan dan Memberikan
informasi komputeri-sasi untuk informasi yang tepat
me-ngurangi biaya waktu (seperti
pengumpulan kejadian yang
informasi. digambarkan ketika
tengah berlangsung)
Pembelian Memilih vendor Memberikan kua-litas Skedul penyerah-an
yang memiliki ke- vendor yang inbound seca-ra
mampaun kerja dibutuhkan, har-ga efisien, pence-gahan
sama yang efektif dapat dinego-siasi, kelebihan dan keku-
sebagai untuk mem-berikan rangan persediaan.
parnership. barang yang bernilai.
Melatih tenaga Meminimalisasi Merespon per-
kerja untuk perputaran tenaga tumbuhan pen-
Personel melak-sanakan kerja, mengurangi jualan, merekrut
tugas- tugas dengar pendapat, sejumlah besar
yang dibutuhkan pelatihan yang karyawan dan cepat
mahal. mengajar-kan skill
yang mereka
butuhkan

Sumber: Pearce II dan Robinson JR.,2000

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 221


4. Pengembangan pelanggan dan persekutuan pemasok
Organisasi memiliki kecenderungan merusak pandangan pemasok
bahkan pelanggan bisa menjadi musuh. Hal itu sebaiknya dipahami
sebagai arus horizontal suatu bisnis. Pandangan ini menyarankan agar
pemasok menjadi partner dalam pemenuhan kebutuhan pelanggan, dan
pelanggan adalah partner dalam penyediaan input perusahaan.

5. Menggunakan pendekatan pencegahan


Banyak hadiah yang diberikan organisasi, antara lain berupa ”fire
fighters”, dan tidak ”fire preventers” dan mengidentifikasi kesalahan
sesudah pekerjaaan selesai. Manajemen, justru akan memberi hadiah
untuk mereka yang berorientasi pada pencegahan dan yang berupaya
mengeliminasi pekerjaan yang tidak memiliki nilai tambah.
Dalam pemeliharaan aset perusahaan, dikenal juga pendekatan
break down maintenance dan preventive maintenance. Salah satu dari
dua pendekatan ini digunakan oleh perusahaan untuk pemeliharaan aset
tertentu. Namun, ada juga yang melakukan kombinasi. Break down
maintenance adalah pemeliharaan aset yang dilakukan setelah terjadi
kerusakan. Sebaliknya preventive maintenance adalah pemeliharaan
aset yang dilakukan secara berencana dan terus menerus sebelum
terjadi kerusakan.
Manajer yang memiliki orientasi jangka panjang, biasanya
menggunakan preventive maintenance, karena kerusakan bisa dicegah
sebelum terjadi kerusakan yang lebih besar. Dengan demikian,
kelancaran proses produksi dapat dipertahankan dan penyerahan
produk dapat dilakukan tepat waktu.

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 222


6. Mengadopsi kesalahan dan bebas sikap
Membangkitkan sebuah sikap ”good enough” adalah tidak cocok
dipertahankan lagi, ”Error free” akan menjadikan standar setiap kinerja
individu, dengan setiap peluang yang akan diperoleh manajer untuk
menunjukkan dan mengkomunikasikan pentingnya perintah ini.

7. Memperoleh fakta pertama


Orientasi perbaikan berkelanjutan perusahaan membuat keputusan
berdasarkan fakta, bukan berdasarkan pada opini. Ketepatan
pengukuran, selalu menggunakan teknik-teknik statistik yang tersedia.
Setiap variabel kritis dalam operasi bisnis dan menggunakan pengukuran
untuk mengikuti jejak masalah sampai keakar-akarnya dan menghilang-
kan penyebabnya, adalah cara yang paling baik.

8. Mendorong manajer dan karyawan untuk berpartisipasi


Partisipasi karyawan, pemberdayaan, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, dan perluasan kualitas teknik-teknik pelatihan,
dan teknik-teknik statistikal, dan alat-alat pengukuran adalah unsur-unsur
perbaikan berkelanjutan bagi perusahaan, yang pada gilirannya akan
mendorong komitmen untuk menciptakan nilai pelanggan.

9. Menciptakan suatu atmosfir keterlibatan menyeluruh


Kualitas manajemen tidak bisa dijadikan sebagai tugas bagi
beberapa manajer atau satu departemen saja. Akan tetapi, kualitas
manajemen harus menjadi tugas semua manajer dan departemen secara
menye-luruh. Perusahaan adalah sebuah sistem yang satu sama lain
memiliki hubungan yang tidak terpisahkan, sehingga kualitas manajemen
menjadi tanggung-jawab bersama. Nilai pelanggan yang maksimal tidak
dapat dicapai tanpa semua bidang-bidang dalam organisasi menerapkan
konsep-konsep kualitas secara berkesinambungan.
Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 223
10. Berusaha keras melakukan perbaikan berkelanjutan
Stephen Yearout (dalam Pearce II dan Robinson. JR., 2000) direktur
Ernst & Young‟s Quality Management Center, akhir-akhir ini melakukan
observasi bahwa, “Secara historis, untuk memenuhi harapan pelanggan
harus dibedakan perusahaan anda dengan perusahaan pesaing. Kuali-
tas, efisiensi, dan responsif tidak bisa diprogramkan dalam satu kali saja
dalam menanggapi persaingan, tetapi harus diciptakan standar baru
seba-gai tolok ukur.
Perusahaan yang cepat melakukan perbaikan secara berkesinam-
bungan tentang kualitas, efisiensi, dan responsif terhadap proses, produk
dan jasa, tidak hanya memperbaiki bisnis, tetapi juga diperlukan perusa-
haan untuk kelanjutan hidupnya di masa mendatang. Perbaikan ber-
kelanjutan dan pengendalian strategis adalah dua sisi mata uang yang
sama. Oleh sebab itu perlu memberikan perhatian terhadap faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kelanjutan hidup organisasi.

Pertanyaan-pertanyaan:
1. Apa hubungan perencanaan dengan pengendalian? Jelaskan!
2. Apa yang dimaksud dengan Pengendalian strategi? Jelaskan!
3. Sebut dan jelaskan 5 langkah pengendalian strategi.
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perbaikan berkelanjutan
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Sistem Pengendalian
Operasional
6. Sebut dan jelaskan apa yang dimaksud dengan:
a. Pendekatan proaktif dan reaktif dalam penyusunan anggaran.
b. Anggaran optimis dan pesimis.

Bab 11 Pengendalian Strategi dan Perbaikan Berkelanjutan 224


DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaluddin. 2007. The Power of Corporate Social


Responsibility: “Enhancing Sustainable Competitive Advantage”,
NEWSletter, Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Anderson, R. Alistair, and Atkins, Martin. 2001. Business Strategies for


entrepreneurial small business, Strategic Change, Sept-Oct.2001;
10,6; ABI/INFORM Global pg.311, John Wiley & Sons, Ltd.

Barnes, David; Hinton, Matthew; and Mieczkowska. 2003. Competitive


advantage through e-operations, Total Quality Management &
Business Excellence, Journal, August 2003 V14 i6 p659 (17).

Budiwibowo, Triyono. 2003. Pengaruh Strategik Kompetitif, Motivasi dan


Budaya Kerja Terhadap Hubungan Antara Komitmen Organisasi
Kepada Karyawan Dengan Kinerja Perusahaan, Simposium Nasional
Akuntansi VI, Ikatan Akuntan Indonesia, Kompartemen Akuntan
Pendidik.

Burnett, Ken.1992. Strategic Customer Alliances, Times Management


Series, London.

Cavusgil, S. Tamer, and Zou, Shaomin. 1994. Marketing Strategy-


Performance Relationship: An Investigation of the Empirical Link in
Export Market Ventures, Journaal of Marketing, Vol. 58, January
1994), 1-21.

Cazalot Jr., Clarence P. 2003. Creating Competitive AdvantageThrough


Business Ethics, Executive Speeches, August-Sept 2003 v18 il p23
(5).

Chai, Wei, Kang and Ou Ming Wei. 2007. Use of Leadership and
Differentiation Strategies by Professional Service Firms: A Case
Study, International Journal of Management; Sep 2007; Vol. 24, No. 3;
ABI/INFORM Global

Cohen, Fink, Gadon, Willits. 2001. Effective Behavior in Organizations:


Cases, Concepts, and Student Experiences, 7 th. edition. Mcgraw-Hill
Book Co - Singapore.

viii
Dean, Alison M. 2002. Perspectives Service Quality in Call Centers:
Implications for Customer Loyalty, Managing Service Quality; 2002;
vol. 12, Number 6; ABI/ INFORM Global.

Desarbo, Wayne S., Jedidi Kamel, and Sinha, Indrajit. 2001. Customer
Value Analysisi in a Heterogeneous Market, Strategic Management
Journal, 22-845-857.

Douglas, Evan J. 1987. Managerial Economics: Analysis and Strategy, 3 rd


., Prentice-Hall International., INC.

Hansen, Don R, and Mowen, Maryanne. 2000. Management Accounting,


5th. Ed. South-Western College Publishing, Oklahoma.

----------------------------.1995. Cost Management: Accounting and Control,


South-Western College Publishing, Cincinnati, Ohio, USA.

Helms, Marilyn M., Dibrell, Clay, and Wright, Peter. 1997. Competitive
Strategies and Business Performance: evidence from the adhesives
and sealants industry, Management Decision, University of
Tennessee at Chattanooga and Memphis, USA.

Hidayat, Imam. 2003. Pengaruh Faktor Lingkungan Makro, Lingkungan


Industri dan Lingkungan Internal terhadap Marketing Strategies dan
Kinerja Perusahaan, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas
Brawijaya Malang.

Hill, Charless W.L. 1998. Global Business Today, University of


Washington, USA.

Hill, Charles W.L., and Jones, Gareth R. 1995. Strategic Management


Theory: an Integrated Approach, 3rd ed., Texas A & M. University,
USA.

Hitt, Michael A, R. Duane Ireland, and Robert E. Hoskisson. 2001.


Strategic Management: Competitiveness and Globalization, 4th.
edition, USA.

______________. 2005. Strategic Management: Competitive and


Globalization: Concepts and Cases, 6th. Edition, USA.

Huber, Frank, Hermann, Andreas, Morgan, Robert E. 2001. Gaining


competitive advantage through customer value oriented management,
Journal of Marketing, Vol. 18 No. 1, 2001, pp. 41-53, University Press.

ix
Hunt, Campbell, Colin. 2000. What have We Learned About Generic
Competitive Strategy? A Meta-Analysis, Strategic Management
Journal, John Wiley & Sons, Ltd., Wellington, New Zealand.

Ingga, Ibrahim. 1991. Pengaruh Penerapan Akuntansi Manajemen dan


Mutu Manajemen Terhadap Efektifitas Pelaksanaan Rencana
Perusahaan, Tesis, Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Jogiyanto HM. 2005. Sistem Informasi Strategik untuk Keunggulan


Kompetitif Memenangkan Persaingan dengan Sistem Teknologi
Informasi, Penerbit Andi Yogyakarta.

Jusi, Karma, Indra. 2005. Executive Focus: Upaya Peningkatan Mutu


Layanan atau Upaya Pembentukan Budaya Layanan?

Kandampully, Jay.1 998. Service Quality to Service Loyalty: A


Relationship Which Goes Beyond Customer Services, Total Quality
Management; Vol. 9, No. 6, 1998, 431-443.

Kotler, Philip. 1997. Marketing Management: Analysis, Planning,


Implementation, and Control, 9th ed. New Jersey, USA.

Kuncoro, Mudrajad. 2005. STRATEGI: Bagaimana Meraih Keunggulan


Kompetitif, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Kumar, Kamalesh, Ram Subramanian, dan Charles Yauger. 1997. Pure


Hybrid: Performance Implication of Porter‟s Generic Strategies, Health
Care Management Review/Fall 1997.

Lindahl, David P., and Beyers, William B. 1997. The Creation of


Competitive Advantage by Producer Service Establishments, The
Pensylvania State University and University of Washington, National
Science Foundation Journal.

Lasserre, Philippe. 2003. Global Strategic Management, Palgrave


Macmillan, New York.

Mulyadi. 2001. Balanced Score Card, Salemba Empat, Jakarta.

Mitchell, Terence R. 1982. PEOPLE IN ORGANIZATIONS: An


Introduction to Organizational Behavior, 2nd. Ed. Japan.

x
Nurhajati. 2003. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja dan
Keunggulan Bersaing Usaha Kecil Yang Berorientasi Ekspor di Jawa
Timur, Disertasi, Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya,
Malang.

Pearce II, John A., (2000), Strategic Management, Formulation,


Implementation, And Control, Malaysia.

Pearce II, John A., Robbins, D. Keith, and Robinson, JR., Richard B.
1985. The Impact of Grand Strategy and Planning Formality on
Financial Performance, Strategic Management Journal, Vol. 8,
September 1985.

Porter, Michael E. 1985. Competitive Advantage: Creating and Sustaining


Superior Performance, New York, USA.

-------------------- 1980. Competitive Strategy: Techniques for Analyzing


Industries and Competitors, A Division of Macmillan Publishing Co.,
Inc., New York, USA.

Smith Daniel C., Andrews Jonlee, dan Blevins Timothy R. 1992. The
Role of Competitive Analysis In Implementing A Market Orientation,
The journal of services marketing, vol.6 No.1 tahun 1992.

Silalahi, Amin, Gabriel. 2003. Strategi Manajemen, Citramedia, Sidoarjo.

Smith. Daniel C.; Andrews, Jonlee; and Blevins, Timothy R. 1992. The
Role of Competitive Analysis in Implementing a Market Orientation,
Vol. 6 No.1 The Journal of Services Marketing.

Solieri, Steven A. 2000. Strategy, Strategic Control Systems and Firm


Performance: A Multiple Case Study Approach, Dissertation, State
University of New York, USA.

Swastha DH, Basu. 2000. Azas-Azas Marketing, edisi 3, Liberty,


Yogyakarta.

Tavakoli, Iraj, and Perks, Keith J. 2001. The Development of a Strategic


control system for the management of strategic change, Strategic
Change;Aug 2001; 10,5; ABI/INFORM Global, John Wiley & Sons,
Ltd.

xi
Thompson Jr., Arthur A. and Stricland III, A.J. 1990. Strategic
Management: Concepts and Cases, BPI Irwin, 5th .edition, Boston,
USA.

Thompson Jr., Arthur A., Stricland III., A. J., dan Gamble. John E. 2005.
Crafting and Executing Strategy, Concepts & Cases, 14th edition,
2005, NY.

Wahidmurni. 2005, Ketidakpastian Lingkungan Bisnis Industri Manufaktur


Skala menengah di Jawa Timur, Jurnal Aplikasi Manajemen, JAM,
Vol. 3. No. 2, Agustus 2005, Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya,
Malang.

-------------------------------------------------

xii
TENTANG PENULIS

Penulis lahir di Wakatobi Sultra, 14 April 1952. Setelah menyelesaikan


SMEP di Wakatobi tahun 1969, melanjutkan studi di jurusan akuntansi
SMEA Banyuwangi selesai tahun 1972. Beliau memperoleh gelar:
Bachelor of Business Administration (BBA) jurusan Business
Administration di Akademi Pimpinan Perusahaan Surabaya (APPS) tahun
1977 (sekarang STIE Urip Sumoharjo), Doctorandus (Drs) Jurusan
Business Administration di FKK - UNTAG Surabaya tahun 1982, Magister
Sains (MS) pada Jurusan Ilmu Akuntansi Program Pascasarjana
Universitas Gadjahmada tahun 1991, dan Doktor (Dr.) Jurusan
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang tahun 2008.

Penulis adalah dosen tetap di jurusan akuntansi – Fakultas Ekonomi,


Program Magister Manajemen, dan Doktor Ilmu Ekonomi UNTAG
Surabaya dari tahun 1983 sampai dengan sekarang. Beliau pernah
menjabat sebagai: Asisten Accounting Manager pada PT. Parit Padang
Surabaya tahun 1975-1978; Production and Planning Control Manager,
Accounting Manager, dan Vice Financial Director pada PT. Intryda tahun
1978-1987; Auditor pada KAP Hamzens Surabaya, Ketua Bidang
Pendidikan dan Sertifikasi IAI Wilayah Jawa Timur. Asesor nasional
bidang Akuntansi di LSP – Teknik Akuntansi dan BNSP Jakarta.

xiii
MANAJEMEN STRATEGI
Bagaimana Membangun Keunggulan Bersaing?

Lingkungan terus berubah. Bahkan perubahan adalah sebuah kepastian.


Perusahaan terlibat dalam perubahan lingkungan itu. Kalau perusahaan
tidak mau berubah, maka ia akan ditinggal oleh lingkungannya. Ditinggal
oleh lingkungannya berarti ia kalah dalam persaingan. Bagaimana agar ia
tidak kalah? Perusahaan harus memiliki strategi.

Manajemen Strategi dipandang sebagai sebuah proses yang memiliki


input dan menghasilkan output. Lingkungan internal dan eksternal
merupakan input yang diproses melalui tahap perumusan,
pengimplementasian, dan pengendalian. Output yang ingin dicapai
adalah keunggulan bersaing, karena keunggulan bersaing merupakan
salah satu indikator bahwa kinerja perusahaan berada diatas rata-rata
kinerja perusahaan lain. Dengan keunggulan bersaing itulah perusahaan
akan mampu bersaing.

Anda mungkin juga menyukai