Anda di halaman 1dari 50

DIKTAT 2

MATA KULIAH
STUDI KELAYAKAN BISNIS

SISTEMATIKA STUDI KELAYAKAN BISNIS DAN


ANALISIS KRITERIA INVESTASI

PENYUSUN

I Wayan Sukanata,SPt., MSi.


Drs. I Wayan Budiartha, MSi.
Ir.I Gusti Ngurah Kayana,MSi
Ir. Suciani, MSi
Ir. Ketut Warsa Parimartha,MP.
Dr. Budi Rahayu T.Putri,SPt.,MM.

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

1
KATA PENGANTAR

Berkat asung kerta wara nugraha Ida Shang Hyang Widhi Wasa,Tuhan Yang
Maha Esa, diktat mata kuliah Studi Kelayakan Bisnis (Sub Pokok Bahasan:
Tujuan, Manfaat, dan Sistematika Studi Kelayakan Bisnis) diselesaikan tepat
pada waktunya. Mata kuliah Studi Kelayakan Bisnis semester V (ganjil)
merupakan mata kuliah wajib di Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Udayana. Diktat ini dibuat sebagai media pembelajaran bagi
mahasiswa semester V Fakultas Peternakan UNUD, dalam menunjang proses
belajar mengajar.
Tujuan pelaksanaan mata kuliah Studi Kelayakan Bisnis, mahasiswa
diharapkan mampu membuat suatu rencana usaha peternakan dan merupakan
bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan apakah layak atau tidak
rencana usaha tersebut untuk dilaksanakan.
Pada kesempatan ini tim penyusun mengucapkan terimakasih kepada:
• Bapak Prof. Dr. Ir. I Nyoman Suparta,MS.,MM.
• Rekan-rekan dosen di Lab. Agribisnis Peternakan atas kerjasamanya.
• Bapak Dekan Fakultas Peternakan atas fasilitas yang telah diberikan.
Semoga diktat ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa maupun dosen pengampu
mata kuliah dalam upaya memperlancar proses belajar mengajar. Kami
menyadari bahwa diktat yang kami susun ini tidak luput dari berbagai
kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dalam rangka
penyempurnaan diktat ini.

Denpasar, Juni 2016

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………………………………………………….. 2


DAFTAR ISI …………………………………………………………... 3
DAFTAR TABEL ………………………………………………..…...... 5
DAFTAR GAMBAR …………………………………………….. ……. 6
I. PENDAHULUAN ………………………………………………….….. 7
1.1.Pengertian Studi Kelayakan Bisnis ……………………………. 7
1.2. Tujuan dan Manfaat Melakukan Studi Kelayakan Bisnis ….. 8
1.3. Pihak Yang Berkepentingan ……………………………….. 10
III. SISTEMATIKA STUDI KELAYAN BISNIS ……………............. 12
2.1 Pendahuluan ............................................................ ….. 12
2.2 Aspek Pasar dan Pemasaran ...................................... …… 13
2.3 Aspek Teknis dan Teknologi ..................................... …… 15
2.4 Aspek Organisasi dan Manajemen ............................. …… 18
2.5 Aspek Ekonomi dan Keuangan ................................... …… 24
2.5.1 Perkiraan Biaya Investasi ................................. …… 24
2.5.2 Biaya Operasi dan Pemeliharaan ....................... …… 27
2.5.3 Sumber Pembiayaan ........................................ …… 29
2.5.4 Perkiraan Pendapatan ....................................... …… 29
2.5.5 Analisis Kriteria Investasi ................................ …… 30
2.5.6 Break Event Point dan Pay Back Period ........... ……. 31
2.5.7 Proyeksi Laba-Rugi dan Aliran Kas .................. ……. 32
2.6 Aspek Lingkungan ................................................. ……. 36
2.7 Aspek Hukum ........................................................ ……. 36
2.8 Kesimpulan dan Rekomendasi .................................. ……. 36
2.8.1 Kesimpulan ..................................................... …… 36
2.8.2 Rekomendasi ................................................... …… 37
II. ANALISIS KRITERIA INVESTASI ................................... …… 38

3
3.1 Net Presnet Value (NPV) ......................................... ……. 40
3.2 Benefit-Cost Ratio (Gross B/C) ................................ …… 41
3.3 Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) ............................ …… 42
3.4 Internal Rate of Retun (IRR) .................................... …… 43
3.5 Profitability Ratio .................................................. ……. 44
3.6 Pay Back Periode (PBP) .......................................... …… 45
3.7 Break Event Point .................................................. ……. 46
3.8 Analisis Sensitivitas ............................................... …… 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... …… 50

4
DAFTAR TABEL
….

Tabel Halaman

1. Contoh koefisien Teknis ………………………………,,,,,,,,,,,,, ...... 18


2. Contoh Model Penyajian Kebutuhan Biaya Investasi ……….…….. 26
3. Contoh Penyajian Biaya Reinvestasi …………………………….… 27
4. Contoh model penyajian Biaya Operasi dan Pemeliharaan.. ………. 28
5. Contoh Model Proyeksi Rugi Laba Pengembangbiakan Sapi Bali .34
6. Contoh Model Proyeksi Arus Kas Pengembangbiakan Sapi Bali… 35

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Contoh Model Struktur Organisasi Lini …….……………….. 20


2. Contoh Model Struktur Organisasi Lini dan Staff…………. .. 21
3. Contoh Model Struktur Organisasi Lini dan Staf …….…….. 23

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Studi Kelayakan Bisnis

Berkembangnya kebutuhan manusia menciptakan peluang-peluang

usaha yang sangat beraneka ragam. Peluang tersebut selanjutnya telah

memberikan berbagai kesempatan bagi dunia usaha. Dalam usaha untuk

memenuhi kebutuhan manusia yang semakin berkembang tersebut

berbagai ide usaha muncul untuk menciptakan produk-produk pemuas

kebutuhan manusia tersebut. Dalam dunia usaha, salah satu tujuan utama

dari kegiatan bisnis adalah memperoleh keuntungan yang layak. Mustahil

suatu usaha atau bisnis dijalankan tanpa adanya suatu keuntungan. Begitu

pula halnya dalam menjalankan bisnis di bidang peternakan, misalnya

usaha peternakan sapi potong. Usaha ini akan menarik untuk didirikan jika

memberikan cukup keuntungan.

Sebelum memutuskan untuk mendirikan suatu usaha, diperlukan

suatu kajian untuk menilai apakah ide usaha yang direncanakan layak atau

tidak untuk dilaksanakan. Layak dalam hal ini mengandung pengertian

akan memberikan benefit yang lebih besar dibandingkan dengan biaya

yang dikeluarkan. Layak-tidaknya usaha tersebut dapat dilihat dari segi

social benefit maupun financial benefit. Usaha yang sifatnya profit

oriented akan lebih mengedepankan segi financial benefit dibandingkan

social benefit. Hal ini berbeda dengan usaha milik pemerintah yang

biasanya lebih mengutamakan social benefit. Suatu kajian yang menilai

7
apakah kegiatan yang mengedepankan social benefit layak atau tidak

dilaksanakan biasanya disebut dengan analisis evaluasi proyek. Sedangkan

kajian yang menilai apakah kegiatan yang mengedepankan financial

benefit layak atau tidak dilaksanakan biasanya disebut dengan analisis

studi kelayakan bisnis. Studi kelayakan bisnis merupakan bagian dari

perencanaan yang dapat menjadi pedoman kerja dalam menjalankan

prusahaan.

Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam mengkaji

apakah suatu gagasan usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan. Aspek-

aspek tersebut antara lain: aspek pemasaran, aspek teknis produksi, aspek

manajemen, aspek lingkungan, aspek sosial budaya, aspek keuangan, dan

aspek hukum. Jika ide usaha yang direncanakan tidak layak dilihat dari

aspek-aspek di atas maka ide usaha tersebut akan sulit untuk dijalankan.

Namun jika ide usaha yang direncanakan sudah layak dilihat dari berbagai

aspek di atas, maka ide usaha tersebut akan dapat dilaksanakan dan jarang

menemui kegagalan.

Ketepatan hasil analisis kelayakan bisnis terhadap suatu ide usaha

sangat tergantung dari data yang digunakan. Jika data yang digunakan

tidak akurat maka hasilnya pun akan tidak akurat atau dapat memberikan

hasil yang keliru. Ide usaha yang sebetulnya tidak layak bisa menjadi

layak atau sebaliknya jika data yang digunakan salah.

1.2 Tujuan dan Manfaat Melakukan Studi Kelayakan Bisnis

8
Studi kelayakan bisnis dilakukan dengan tujuan untuk menilai

apakah suatu ide usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan. Jika hasil

penilaian menunjukkan hasil yang layak maka ide tersebut dapat

direalisasikan karena telah memenuhi syarat kelayakan dari berbagai

aspek seperti : aspek peniasaran, aspek teknis produksi, aspek manajemen,

aspek lingkungan, aspek sosial budaya, aspek keuangan, dan aspek hukum.

Sebaliknya, jika penilaian menunjukkan hasil yang tidak layak, maka ide

usaha tersebut tidak dapat dilaksanakan karena akan menimbulkan

kerugian, atau tidak memenuhi syarat kelayakan dari berbagai aspek

tersebut di atas. Melalui studi kelayakan tersebut kita dapat mengetahui

seberapa besar manfaat (benefit) yang diperoleh dan biaya yang

diperlukan dengan adanya direalisasikannya suatu ide usaha, termasuk

struktur biaya dan manfaat tersebut. Studi kelayakan bisnis juga dilakukan

untuk membandingkan tingkat kelayakan dari berbagai ide usaha, sehingga

kita dapat memilih ide yang paling layak untuk di danai atau

direalisasikan. Dengan kata lain kita dapat menentukan prioritas dalam

merealisasikan beberapa ide usaha yang kita miliki. Ide usaha yang paling

layak tentu akan menjadi prioritas utama dibandingkan ide usaha lainnya.

Dengan mengetahui ide-ide usaha mana yang layak dan tidak layak untuk

dilaksanakan, maka kita dapat menghindari pemborosan di dalam

penggunaan sumber daya. Artinya kita tidak akan menggunakan berbagai

sumber daya yang kita miliki untuk melaksanakan ide usaha yang tidak

layak. Tanpa melakukan studi kelayakan, kita sulit menilai apakah suatu

ide usaha layak atau tidak dilaksanakan. Jika ternyata kita telah

9
membiayai usaha yang tidak layak, maka pengorbanan yang dilakukan

tidak akan memberikan hasil yang layak.

1.3 Pihak yang Berkepentingan

Hasil dari studi kelayakan tentu sangat bermanfaat bagi para

pelaku usaha seperti lembaga keuangan penyedia dana (bank), investor,

maupun pemerintah. Bagi lembaga keuangan penyedia kredit seperti bank,

hasil studi kelayakan bisnis dapat dimanfaat sebagai salah satu bahan

pertimbangan apakah akan menyetujui/tidak permnohonan kredit dari

pengusaha untuk membiayai suatu ide usaha. Jika hasil studi kelayakan

menunjukkan bahwa ide usaha tersebut layak dalam artian mampu

membayar kewajiban-kewajibannya terhadap bank tersebut, maka

kemungkinan besar bank tersebut akan mau mengucurkan kredit untuk

membiayai pelaksanaan ide usaha di atas. Dalam menentukan keputusan

apakah menyetujui atau tidak terhadap permohonan kredit, ada beberapa

faktor lain selain hasil studi kelayakan bisnis yang biasanya juga menjadi

pertimbangan pihak bank. Faktor tersebut antara lain: agunan/jaminan,

koneksi, track record debitur, dan hubungan baik antara pimpinan bank

dan debitur.

Bagi penanam modal (investor), studi kelayakan bisnis merupakan

gambaran mengenai usaha yang akan dilaksanakan. Melalui studi

kelayakan mereka akan mengetahui gambaran manfaat yang akan

diperoleh, biaya yang diperlukan untuk merealisasikan usaha tersebut,

serta tingkat kelayakan dad ide usaha tersebut. Hasil dari studi kelayakan

10
juga akan menginformasikan mengenai jaminan keselamatan dari modal

yang ditanam, serta prospek keuntungan yang diperoleh. Semua itu akan

menjadi bahan pertimbangan bagi penanam modal dalam mengambil

keputusan apakah mereka akan menginvestasikan sumber daya yang

dimilikinya untuk melaksanakan ide usaha tersebut.

Bagi pemenntah, hasil studi kelayakan juga sangat penting

sehingga dapat membuat kebijakan-kebijakan yang tepat dan bermanfaat

bagi masyarakat. Salah satu contohnya adalah misalnya pemerintah ingin

membantu peternak sapi pembibitan dengan memberikan insentif berupa

subsidi suku bunga kredit seperti skim kredit KUPS (kredit Usaha

Pembibitan Sapi). Sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut,

melakukan studi kelayakan untuk menjawab apakah usaha pembibitan sapi

layak jika dibiayai dengan Skim kredit KUPS apa tidak. Jika hasilnya

layak, peternak akan meminjam lebih banyak untuk memelihara sapi

sehingga tujuan kebijakan untuk meningkatkan populasi sapi akan dapat

tercapai. Namun jika tidak layak, peternak tidak akan berani meminjam

karena akan merugikan sehingga tujuan kebijakan untuk meningkatkan

populasi sapi sulit tercapai dengan jalan ini.

11
BAB II
SISTEMATIKA STUDI KELAYAKAN BISNIS

Studi kelayakan bisnis mempakan sebuah kajian mengenai suatu

kegiatan bisnis yang direncanakan sehingga dapat diketahui apakah

kegiatan yang direncanakan tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan.

Hasil kajian tersebut di atas dapat dituangkan dalam sebuah dokumen yang

setidaknya memuat beberapa aspek antara lain: pendahuluan, aspek pasar

dan pemasan, aspek teknis dan teknologis, aspek organisasi dan

manajemen, aspek ekonomi dan keuangan, aspek lingkungan, aspek

hukum, kesimpulan dan rekomendasi.

2.1 Pendahuluan

Di dalam pendahuluan ada beberapa hal yang dapat diuraikan

antara lain latar belakang/analisis situasi, jenis kegiatan dan produk yang

akan dihasilkan, dan manfaat yang akan diperoleh.

Latar belakang/analisis situasi merupakan justifikasi pentingnya

dilakukan kegiatan bisnis yang direncanakan. Dengan demikian didalam

latar belakang tersebut dapat dideskripsikan mengenai situasi atau

informasi-informasi yang menguatkan bahwa kegiatan usaha ini sangat

penting atau sangat diperlukan dan dapat memberikan manfaat bagi

penanam modal. Informasi-informasi yang disampaikan tersebut juga

dapat dapat menjadi alasan-alasan yang kuat mengapa memilih kegiatan

12
usaha tersebut. Dalam pendahuluan ini juga disampaikan apakah kegiatan

yang direncanakan tersebut merupakan kegiatan usaha yang betul-betul

baru atau merupakan kegiatan pengembangan/perluasan dari suatu usaha

yang sudah ada sebelumnya. Produk yang akan dihasilkan juga perlu

disinggung, apakah produk tersebut sudah biasa ada di pasaran atau

produk tersebut betul-betul baru. Jika produk sejenis sudah ada di pasaran

disini perlu ditonjolkan apa kelebihannya dari produk yang sudah ada di

pasarasan.

Disamping hal-hal tersebut di atas hal penting yang juga harus

disampaikan adalah apa manfaat/benefit yang akan diperoleh dari adanya

kegiatan tersebut baik yang bersifat financial benefit bagi penanam modal

maupun yang bersifat social benefit bagi masyarakat secara keseluruhan.

2.2 Aspek Pasar dan Pemasaran

Pasar dan pemasaran merupakan factor penting yang sangat

menentukan keberhasilan dari suatu usaha. Sebaik apapun produk yang

dapat dihasilkan jika tidak memperhatikan aspek pemasaran maka produk

tersebut tidak akan mampu memberikan manfaat yang optimal bagi

perusahaan dan bahkan produk tersebut menjadi produk gagal. Perhatian

terhadap aspek teknis saja tidaklah cukup untuk mendukung keberhasilan

usaha, dengan demikian aspek pemasaran juga sangat penting untuk dilihat

dan diperhatikan.

Dalam menyusun studi kelayakan bisnis ada beberapa hal yang

sangat penting untuk diuraikan terkait dengan aspek pemasaran. Hal-hal

13
tersebut antara lain: peluang pasar (market space) perkembangan pasar,

dan strategi pemasaran. Peluang pasar dapat dideskripsikan dengan

menyampaikan permintaan dan penawaran produk di daerah pemasaran

dalam beberapa tahun terakhir di masa lalu (trend perkembangan pasar)

dan membuat perkiraan perkembangan permintaan dan penawaran pada

masa yang akan datang. Peluang dan perkembangan pasar dapat dilihat

sesuai dengan skup wilayah pemasaran dari produk yang akan dihasilkan,

apakah daerah, nasional, internasional, dan lain sebagainya. Jika produk

yang akan dihasilkan mempunyai pemasaran secara nasional, maka perlu

disampaikan perkembangan permintaan dan penawaran produk secara

nasional. Bila produk yang dihasilkan mempunyai pemasaran secara

daerah tertentu maka perlu disampaikan perkembangan permintaan

penawaran produk secara daerah tersebut. Dengan demikian akan dapat

diketahui bagaimana pertumbuhan pasar apakah tumbuh pesat atau kurang.

Semakin tinggi pertumbuhan permintaan dan semakin lebar kesenjangan

antara penawaran dan permintaan (market space besar) maka dari aspek

pasar usaha yang direncanakan akan semakin layak/feasible dan

sebaliknya.

Di dalam aspek pemasaran juga perlu disampaikan mengenai

kendala-kendala yang mungkin dihadapai seperti pesaing, kekuatan dan

kelemahannya, serta keunggulan-keunggulan dan usaha yang

direncanakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan lebih unggul

dibandingkan dengan pesaingnya jika perusahaan itu dapat menghasilkan

produk yang sama kualitasnya dengan biaya yang lebih rendah, atau

14
dapat menghasilkan produk yang lebih berkualitas dengan biaya yang

sama atau lebih rendah. Keunggulan tersebut juga dapat dikatakan sebagai

keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan

komparatif dapat diperoleh misalnya karena anugrah alam. Perusahaan

yang didirikan di daerah yang dekat dengan sumber bahan baku akan

mempero1eh bahan baku yang lebih murah dibandingkan perusahaan yang

didirikan di daerah yang jauh dari bahan baku. Sedangkan keunggulan

kompetitif dapat diperoleh karena sentuhan kreatifitas atau inovasi

tertentu yang diberikan pada produk tertentu oleh pengusaha sehingga

memebrikan manfaat lebih bagi konsumen yang tidak dimiliki oleh

pesaingnya.

Dalam uraian ini juga perlu ditentukan harga pokok dan produk

yang akan dihasilkan yang dihitung berdasarkan pada biaya bahan baku,

biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead. Berdasarkan pada

perhitungan ini, dapat ditentukan pula harga jual produk dengan

menetapkan persentase keuntungan yang didasarkan pada pertimbangan-

pertimbangan tertentu. Pada produk tertentu kadangkala produsen

merupakan price taker sehingga tidak dapat menentukan harga sehingga

dalam hal ini harus mengikuti harga yang berlaku dipasaran.

Beberapa aspek yang juga penting dijelaskan dalam bagian ini

adalah mengenai strategi pemasaran yaitu program dan teknis pemasaran

antara lain sistem pendistribusian produk yang akan dihasilkan, langkah

promosi, tempat penjualan, segmen pasar, daerah pemasaran,

15
pengangkutan, pergudangan, sistem pembayaran, dan hal-hal lain yang

dianggap perlu dalam aspek ini.

2.3 Aspek Teknis dan Teknologi

Setelah dinilai layak dilihat dari aspek pemasaran, maka

selanjutnya diuraikan mengenai aspek teknis dan teknologi. Hal-hal yang

perlu diuraikan pada bagian ini antara lain: lokasi usaha, sumber bahan

baku, teknologi yang digunakan, kapasitas produksi, rencana produksi

selama umur ekonomis usaha/proyek.

Dalam usaha budidaya peternakan sapi yang perlu uraikan terkait

dengan lokasi usaha adalah apakah lokasi tersebut cukup strategis

sehingga memebrikan kemudahan-kemudahan atau keuntungan-

keuntungan yang sangat mendukung produksi. Kemudahan-kemudahan

tersebut bisa dilihat dari segi penyediaan dan kontinyuitas penyediaan

bahan baku, penyediaan tenaga kerja, ketersediaan fasilitas transportasi

seperti jalan raya, ada tidaknya jaringan listrik, sumber air, dan lain

sebagainya. Penyediaan bahan baku yang sangat penting dalam budidaya

sapi antara lain : penyediaan pakan, air, obat-obatan, vaksinasi, vitamin,

tenaga kerja, transportasi, dan listrik, dan bagaimana kontinyuitas

penyediaan bahan baku tersebut. Disamping itu ini perlu juga dijelaskan

mengenai kemungkinan untuk melakukan pengembangan usaha di masa

yang akan datang, baik dilihat dari ketersediaan lahan maupun situasi dan

kondisi lingkungan di lokasi tersebut.

16
Dalam hal penyediaan pakan, ada dua jenis pakan yang biasanya

digunakan pada peternakan sapi, yaitu pakan hijauan dan pakan penguat

(konsentrat). Penyediaan pakan dapat dilakukan dengan membeli dan

pihak lain atau menghasilkan pakan sendiri. Sistem pemeliharaan juga

perlu dijelaskan apakah dilakukan secara sendiri atau dilakukan secara

terintegrasi dengan usaha pertanian (system integrasi). Hal-hal tersebut

tentu akan sangat mempengaruhi kebutuhan lahan dan mempengaruhi

struktur biaya maupun benefit yang akan diperoleh.

Teknologi yang akan digunakan tentu akan sangat terkait dengan

jenis usaha peternakan sapi yang akan dilakukan. Dengan demikian maka

perlu dijelaskan jenis peternakan sapi yang akan direncanakan apakah

usaha usaha pengembangbiakkan, usaha pembibitan, usaha penggemukan,

atau merupakan gabungan dari usaha-usaha tersbeut. Dalam usaha

pengembangbiakkan sapi yang perlu dijelaskan adalah teknologi pakan,

perkandangan, sistem kawin yang akan dilakukan. Dalam usaha yang

bergerak dalam bidang penggemukan sapi, yang dilakukan dengan

membeli bakalan dari pihak lain tentu teknologi pengawinan dan teknologi

pembibitan tentu tidak diperlukan. Pemilihan terhadap jenis teknologi

yang akan digunakan perlu dijelaskan baik mengenai jenis, jumlah, dan

ukuran bila diperlukan serta alasan-alasan dalam pemilihan teknologi

tersebut.

Pada bagian ini juga perlu diuraikan mengenai kapasitas produksi

atau skala usaha yang direncanakan. Skala usaha yang dimaksud misalnya

dalam peternakan sapi pengembangbiakkan adalah berapa jumlah induk

yang akan dipelihara serta berapa jumlah anak yang akan dihasilkan.

17
Dalam aspek teknis produksi, perlu juga dibuat proyeksi produksi

dan proyeksi masukan fisik yang diperlukan. Pada usaha peternakan sapi,

untuk bisa membuat proyeksi produksi dan proyeksi masukan fisik maka

beberapa koefisien teknis yang diperlukan antara lain: Net Cab” Crop, sex

rasio, service per conception, umur ekonomis induk, dan lain-lain seperti

yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Contoh Koefisien Teknis

Koefisien Teknis
Koefisien Teknis Untuk Menentukan
No Untuk Menentukan
Proyeksi Masukan Fisik
Proyeksi Produksi
1 Konsumsi pakan Net Calf Crop
2 Sex ratio induk PBB
3 Lama bunting Umur afkir induk
4 Lama Menyusui Umur anak dijual
5 Umur pertama kali diwakinkan Volume kotoran
6 Umur calon induk mulai dipelihara Volume urine
7 Service per conception Volume biogas
8 Jarak Lahir-kawin kembali Salvage Value
9 Kebutuhan bangunan kandang dan Sex ratio anak dan sex
bangunan lainnya rasio induk
10 Kebutuhan Peralatan Lama bunting
11 Kebutuhan Lahan Lama Menyusui
12 Kebutuhan Tenaga Kerja Umur pertama kali
dikawinkan
13 Umur ekonomis bangunan Umur calon induk
mulai dipelihara
14 Umur ekonomis peralatan Rasio
15 Umur ekonomis induk Produksi pupuk

2.4 Aspek Organisasi dan Manajemen

Berkaitan dengan aspek ini yang perlu dideskripsikan adalah

mengenai bentuk kegiatan dan cara pengelolaan dan gagasan usaha yang

direncanakan sehingga dapat berjalan secara efisien. Apabila bentuk dan

sistem pengelolaan telah dapat ditentukan secara teknis (jenis pekerjaan

yang diperlukan) dan berdasarkan pada kegiatan usaha, disusun bentuk

18
struktur organisasi yang cocok dan sesuai untuk menjalankan kegiatan

tersebut. Berdasarkan pada struktur organisasi yang ditetapkan, kemudian

ditentukan jumlah tenaga kerja serta keahlian yang diperlukan.

Sebagai contoh, misalnya dalam ketika kita berencana akan

mendirikan usaha penggemukan sapi potong, maka terlebih dahulu kita

menginventarisasi pekerjaan-pekerjaan yang ada dalam menunjang

kegiatan tersebut. Kemudian kita membagi pekerjaan-pekerjaan tersebut

ke dalam beberapa bagian sesuai bidangnya. Misalnya bagian produksi,

bagian sapronak, bagian keuangan, bagian pemasaran, dan bagian

personalia. Bagain-bagian tersebut dapat dibagi pula menjadi beberapa

sub-bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Misalnya bagian

produksi bisa dibagi lagi menjadi beberapa sub-bagian seperti sub-bagian

pemeliharaan, sub-bagian kesehatan hewan. Sub-bagian sapronak dapat

dibagai menjadi sub-bagian pakan, sub-bagian bibit, dan lain sebagainya.

Bagian maupuu sub bagaian tersebut akan dipimpin oleh satu orang

pimpinan dan membawahi satu atau lebih karyawan. Dalam hal ini juga

harus jelas mekanisme pengkoordinasian pekerjaan dalam organisasi

tersebut. Bagaimana hubungan masing-masing bagian, dan siapa

bertanggungjawab kepada siapa harus jelas.

Organisasi perusahaan harus dilsusun sesuai dengan kebutuhan

perusahaan. Besar-kecilnya skala usaha sangat mempengaruhi

kompleksitas struktur organisasi perusahaan. Semakin besar skala usaha

dan semakin banyak kegiatan dari usaha tersebut akan semakin kemplek

pula struktur organisasinya. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi

19
beberapa model antara lain: (1) organisasi lini; (2) organisasi (3)

organisasi fungsional.

Struktur organisasi lini merupakan model struktur organisasi yg

semata-mata memiliki hubungan wewenang lini dalam organisasinya.

Wewenang Lini: Wewenang tanggung jawab atas tercapainya tujuan

perusahaan. Ciri-ciri dari organisasi ini antara lain:

a. Merupakan bentuk organisasi kecil, karyawan relatif sedikit

b. Setiap personel langsung terlibat pada fungsi utama dan punya 1 atasan

c. Pucuk pimpinan sebagai pemegang kekuasaan tunggal

d. Hubungan atasan dan bawahan bersifat langsung melalui suatu garis

wewenang

e. Pimpinan dan karyawan saling mengenal

f. Kepala unit memiliki wewenang dan bertanggung jawab penuh atas

segala bidang pekerjaan dalam unitnya

Direktur

Manajer Manajer Manajer


Produksi Pengadaan Pemasaran

Pkj Pkj Pkj Pkj Pkj

Kepala Kepala Kepala


Divisi Divisi Divisi
Pemeliharaan Pembibitan Pakan

Setiap karyawan langsung terlibat


Pkj Pkj Pkj Pkj Pkj Pkj pada fungsi utama, memiliki 1
atasan, dan berada pada garis-
langsung kewenangan

20
Gambar 1. Contoh Model Struktur Organisasi Lini

Struktur organisasi lini dan staf merupakan struktur organisasi

yang memiliki wewenang lini dan staf dlm organisasinya. Wewenang staf

merupakan wewenang yang tidak dapat merealisasikan tujuan secara

langsung, tetapi bisa memberikan bantuan pelayanan, saran, pengendalian

dan lain-lain. pada orang yang mempunyai wewenang lini untuk mencapai

tujuan pemsahaan. Perusahaan yang menggunakan organisasi lini biasanya

memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Jumlah karyawan relatif banyak

b. Organisasi besar dan bersifat kompleks

c. Hubungan antara atasan dan bawahan tidak bersifat langsung

d. Pimpinan dan karyawan tidak begitu saling kenal, namun kesatuan

perintah tetap dipertahankan (setiap atasan punya bawahan, dan setiap

bawahan punya 1 atasan langsung)

e. Memiliki spesialisasi
Direktur

Ahli Penyakit Ahli


Ternak Peternakan

Manajer Manajer Manajer


Produksi Pengadaan Pemasaran

Pkj Pkj Pkj Pkj Pkj

Kepala Kepala Kepala


Divisi Divisi Divisi
Pemeliharaan Pembibitan Pakan

Staf ahli bertanggung jawab hanya


Pkj Pkj Pkj Pkj Pkj Pkj memberi nasehat tapi tidak bisa
memaksa/mengambil keputusan
21
Gambar 2. Contoh Model Struktur Organisasi Lini dan Staf

Suuktur organisasi fungsional hampir séma dengan struktur

organisasi lini dan staf, namun dalam organisasi ini wewenang staf tidak

hanya sebatas memberi saran/nasehat tapi juga dapat mengambil

keputusan menyanglcut spesialisasinya. Pucuk pimpinan mendelegasikan

wewenang kepada para manajer dan meneruskannya kepada pelaksana,

hanya mengenai tugas tenentu (spesialisasinya). Para bawahan dapat

menerima perintah/tugas dari beberapa atasan yang menguasai tugas

tertentu, dan bertanggung jawab atas tugasnya masing-masing

22
Ciri-ciri organisasi ini antara lain :

a. Spesialisasi/pembidangan tugas secar ajelas

b. Spesialisasi karyawan secara optimal

c. Bawahan dapat menerima perintah dari beberapa atasan

d. Koordinasi menyeluruh pada umumnya cukup pada level manajemen

atas

e. Koordinasi antar karyawan yang menjalankan fungsi yang sama

biasanya mudah karena mempunyai pengertian mendalam di bidangnya

General Manager

Staf Ahli Peternakan

Manajer Manajer Manajer


Produksi Pengadaan Pemasaran

Pkj Pkj Pkj Pkj Pkj

Kepala Kepala Kepala


Divisi Divisi Divisi
Pemeliharaan Pembibitan Pakan

Staf ahli bertanggung jawab hanya


Pkj Pkj Pkj Pkj Pkj Pkj memberi nasehat dan punya
wewenang dalam bidang
fungsional/dapat mengambil
keputusan

Gambar 3. Contoh Model Struktur Organisasi Lini dan Staf

23
2.5 Aspek Ekonomi dan Keuangan

Bagi perusahaan yang direncanakan dengan orientasi profit, aspek

ini sangat penting untuk disajikan. Dalam menyusun studi kelayakan

bisnis, hal-hal yang perlu diuraikan dalam bagian ini antara lain: biaya

investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber

pembiayaan, perkiraan pendapatan, perhitungan criteria investasi.

Disamping itu perlu juga diuraikan mengenai kondisi break point, beserta

pay back period, proyeksi laba (rugi), proyeksi aliran kas, dan dampak

usaha terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan.

2.5.1 Perkiraan Biaya Investasi

Dalam bagian ini yang perlu disajikan adalah mengenai jenis

pengeluaran investasi dan jumlah dana yang diperlukan untuk mendirikan

suatu usaha. Penyajian dapat dilakukan dalam bentuk table. Harga-harga

dari barang-barang investasi yang digunakan hendaknya sesuai dengan

harga pada saat pengadaan investasi untuk menghindari penyimpangan

dalam perhitungan. Contoh pengeluaran untuk investasi dalam usaha

peternakan antara lain: biaya pembangunan kandang, gudang, dan

bangunan lainnya, biaya pembelian calon induk, biaya pembelian mesin

dan peralatan, kendaraan, instalasi listrik dan air, biaya pembelian lahan

atau sewa jangka panjang, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan barang-

barang investasi tersebut juga perlu disampaikan mengenai umur ekonomis

barang investasi, serta nilai penyusutannya. Contoh penyajian kebutuhan

24
investasi pada usaha budidaya peternakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Untuk barang-barang investasi yang umur ekonomisnya kurang dari umur

proyek/usaha maka perlu disajikan biaya reinvestasi. Contoh penyajian

biaya reinvestasi dapat di ihat seperti pada Tabel 3.

25
Tabel 2. Contoh Model Penyajian Kebutuhan Biaya Investasi

Nilai Umur Nilai


No Komponen Biaya Investasi Satuan Jumlah Fisik Sisa Ekonomis Penyusutan
(Rp.) (Tahun) (Rp./Tahun)
1 Investasi Ternak
.........................................
.........................................
Jumlah
2 Bangunan
.........................................
.........................................
Jumlah
3 Beli/Sewa Lahan
.........................................
.........................................
Jumlah
4 Peralatan
.........................................
.........................................
Jumlah
5 Instalasi Listrik (.........watt)
6 Instalasi Air
Jumlah
Jumlah Investasi

26
Tabel 3. Contoh Penyajian Biaya Reinvestasi

Komponen Umur Tahun (Rp.)


No Biaya Ekonomi
1 .... n
Reinvestasi (Tahun)
1
2
.
.
.
Jumlah
Reinvestasi
(Rp.)

2.5.2 Biaya Operasi dan Pemeliharaan

Biaya operasi dan pemeliharaan terdiri atas biaya tetap (fixed cost)

dan biaya tidak tetap (variable cost). Penghitungan biaya ini harus disusun

dan dihitung sedemikian rupa sehingga tidak ada unsure biaya yang

terlupakan. Hal ini sangat perlu karena keadaan ini akan mempengaruhi

perhitungan analisis kritena investasi yang digunakan sebagai indikator

dalam menentukan layak atau tidaknya sebuah rencana usaha yang akan

dikembangkan. Disamping perhitungan tersebut, penentuan unsur biaya

yang dihitung dari semua unsur biaya berhubungan dengan perhitungan

harga pokok produksi yang akan dignnakan dalam menentukan harga jual

dari produk yang akan dihasilkan.

Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tetap setiap periode

produksi atau besarnya tidak dipengarui oleh volume produksi. Beberapa

contoh biaya tetap yang biasa dikeluarkan perusahaan antara lain: gaji

tenaga kerja tetap, bunga pinjaman, penyusutan, asuransi, biaya beban

listrik dan air, dan biaya tetap lainnya yang harus dapat ditetapkan

27
besarnya setiap tahun selama umur ekonomis dari usaha yang

direncanakan.

Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) merupakan biaya yang


jumlahnya sangat dipengaruhi oleh volume produksi. Dalam hal ini harus
ditentukan biaya-biaya apa saja yang diperlukan yaitu jenis serta jumlah
biaya. Dalam budidaya pertenakan yang termasuk dalam golongan biaya
tidak tetap antara lain: biaya bahan baku seperti pakan, biaya bibit (yang
habis dalam proses produksi sepeni DOC ayam broiler, biaya vaksin dan
obat-obatan, biaya tenaga kerja tidak tetap biaya bahan bakar, biaya
transportasi, biaya listrik dan air diluar biaya beban, dan lain sebagainya
yang sifatnya bisa berubah-ubah sesuai dengan volume produksi. Biaya-
biaya ini hendaknya disampaikan dalam bentuk sebuah table sehingga
mudah dibaca. Salah satu contoh model penyajian biaya operasional dan
pemeliharaan dapat di dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Contoh model penyajian Biaya Operasi dan Pemeliharaan

Komponen Biaya Tahun


1 2 ............ n
Biaya Variabel
Hijauan segar
Dedak padi
Tenaga Kerja
IB
Vaksin dan vitamin
Obat-obatan
Feed Additif
Bahan pupuk
.....................
Jumlah Biaya Variabel
Biaya Tetap
Penyusutan
Listrik dan air
Bunga kredit
Biaya Pemasaran
.........................
Jumlah Biaya Tetap
Jumlah Biaya Operasi
dan Pemeliharaan

28
Biaya-biaya operasi dan pemeliharaan harus dapat diperkirakan

dengan baik berdasarkan pada proyeksi masukan fisik yang telah dibuat

sebelumnya yang yang tentunya juga disusun berdasarkan data-data yang

akurat.

2.5.3 Sumber Pembiayaan

Untuk merealisasikan sebuah rencana usaha dibutuhkan biaya baik

berupa investasi maupun biaya operasi dan pemeliharaan. Dengan

demikian biaya-biaya tersebut harus direncanakan secara jelas dan

terperinci. Dalam hal ini harus ditentukan dari mana sumber dana yang

akan digunakan, apakah dari modal sendiri pinjaman, atau kombinasinya.

Iika akan meminjam dana untuk keperluan tersebut berapa persen

proporsinya, bagaimana syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk

mendapatkannya, baik sistem pengembalian pinjamannya, tingkat bunga,

jangka waktu pelunasan pinjaman, agunan, dan syarat-syarat lainnya. Ada

tidaknya grace period juga perlu mendapat perhatian karena akan sangat

berpengaruh pada aliran kas (cash flow).

2.5.4 Perkiraan Pendapatan

Perkiraan pendapatan atau benefit yang akan diperoleh sebagai

hasil dari dibangunnya suatu usaha atau bisnis harus benar-benar dapat

didiperkirakan dengan baik dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Perkiraan benefit dalam bentuk finansial direncanakan sesuai dengan

29
proyeksi produksi dan rencana penjualan hasil produksi. Bentuk

pendapatan atau benefit ini dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu

pendapatan yang berasal dari barang-barang yang diprosesyang berasal

dan luar barang-barang yang diproses. Pendapatan ini bisa dibedakan atas

pendapatan dari hasil utama dan pendapatan dari hasil sampingan.

Pendapatan yang berasal dan luar kegiatan usaha tapi berhubungan

dengan adanya kegiatan usaha, seperti pendapatan dalam bentuk bonus

karena pembelian barang-barang kebutuhan kegiatan usaha, pendapatan

dari bunga, nilai sisa (scrap value), penyewaan gedung, penyewaan

kendaraan, dan lain sebagainya.

2.5.5 Analisis Kriteria Investasi

Analisis kriteria investasi dilakukan untuk melihat apakah suatu

gagasan usaha layak atau tidak secara finansial. Ukuran yang digunakan

untuk menilai layak tidaknya gagasan suatu usaha berdarsakan analisis

knteria investasi antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of

Return (IRR), Benefit Cost Ratio (Net B/C). Dengan demikian dalam

bagian ini sangat penting untuk menyampaikan hasil perhitungan

mengenai criteria invest tersebut di atas. Faktor-faktor yang perlu

diperhatikan disini adalah perkiraan investasi, modal kerja, biaya operasi

dan pemeliharaan, serta perkiraan pendapatan.

30
2.5.6 Break Even Point dan Pay Back Period

Break Event Point (BEP) atau Titik Impas merupakan suatu

keadaan perusahaan yang tidak untung tapi juga tidak rugi, dimana total

revenue sama dengan total biaya. Analisis Break Even Point ini dapat

dilihat dari tiga hal antara lain : jumlah produksi, tingkat harga produk,

dan waktu pengembalian biaya.

Melalui analisis Break Even Point berdasarkan jumlah produksi,

dapat diketahui padajumlah produksi berapa perusahaan tidak perusahaan

tidak untung tapi juga tidak rugi. Dengan mengetahui titik tersebut dapat

ditentukan jumlah produksi yang dapat menghasilkan profit.

Melalui analisis Break Even Point berdasarkan harga produk,

dapat diketahui pada harga produk berapa perusahaan tidak untung tapi

juga tidak rugi. Dengan mengetahui titik tersebut dapat ditentukan harga

produk yang dapat menghasilkan profit. Artinya jika harga BEP sebesar A

rupiah, maka jika harga di atas A perusahaan sudah untung, dan

sebaliknya akan rugi jika harga produk di bawah A.

Tingkat BEP dilihat dari segi waklu, maksudnya untuk mengetahui

berapa lama usaha yang direncanakan bam dapat menutupi segala biaya

yang dikeluarkan. Ukuran ini sangat penting diketahui, karena terlalu lama

waktu mengembalikan total biaya belum tentu layak bagi semua

pengusaha/investor kendatipun usaha ini layak berdasarkan criteria

investasi. Semakin cepat waktu pengembalian total biaya maka akan

semakin layak/feasible usaha yang direncanakan tersebut.

31
Khusus bagi usaha/bisnis yang bergerak dalam bidang produksi

maka analisis Pay Back Period sangat penting dilakukan. Pay Back Period

merupakan suatu jangka waktu yang diperlukan untuk dapat

mengembalikan semua biiya investasi yang telah dikeluarkan. Semakin

singkat waktu yang diperlukan untuk dapat mengembalikan semua biaya

investasi semakin baik atau layak usaha yang direncanakan tersebut, dan

sebaliknya. Karena jumlah investasi yang telah dikembalikan akan dapat

digunakan untuk investasi bam atau usaha lain yang juga dapat

menghasilkan profit, atau dapat juga digunakan untuk mengembangkan

usaha yang sudah ada. Cepatnya perkembangan teknologi seringkali

menyebabkan suatu teknologi yang digunakan oleh suatu perusahaan

secara ekonomis sudah tidak layak walaupun secara teknis masih baik,

karena perusahaan lain yang sejenis sudah menggunakan teknologi baru

yang lebih ekonomis. Untnk mampu bersaing, maka perusahaan tersebut

harus mengikuti menggunakan teknologi baru tersebut, dengan mengganti

teknologi yang lama dengan yang baru.

2.5.7 Proyeksi Laba-Rugi dan Aliran Kas

Proyeksi laba rugi dan aliran kas (Cash Flow) disusun dalam

jangka waktu tertentu sesuai umur usaha/proyek. Hal ini sangat penting

untuk melihat gambaran/prospek keuangan dari suatu usaha/bisnis yang

direncanakan. Dengan adanya proyeksi laba rugi dan aliran kas dapat

diketahui posisi keuangan di masa yang akan datang. Disamping itu, hal

32
ini juga dapat digunakan sebagai pedoman/indicator bagi pengusaha dalam

menjalankan usaha/bisnis.

Contoh proyeksi laba rugi dan aliran kas (Cash Flow) dapat dilihat

pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut ini.

33
Tabel 5. Contoh Model Proyeksi Rugi Laba Usaha Pengembangbiakan Sapi Bali

Tahun
No Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A Pendapatan
Penjualan
Penjualan anak betina
Penjualan anak jantan
Penjualan Induk Betina
Afkir
Penjualan pupuk
kandang
Jumlah
B Biaya
Biaya Variabel
Biaya Tetap
Total Biaya
C Laba (rugi)

34
Tabel 6. Contoh Model Proyeksi Arus Kas Usaha Pengembangbiakan Sapi Bali

Tahun
No Keterangan
0 1 2 ..... n
A ARUS MASUK
Penjualan
Nilai Sisa
Pinjaman
Modal Sendiri
Total Arus Masuk
B ARUS KELUAR
Pengurusan ijin
Investasi
Reinvestasi
Pakan
Obat-obatan
Vaksin dan Vitamin
Bahan campuran pupuk
Semen Beku untuk IB
Tenaga Kerja
Listrikd an Air
Angsuran pokok
Bunga pinjaman
Biaya pemasaran
Pajak
Total Arus Keluar
Arus Bersih

35
2.6 Aspek Lingkungan

Pada bagian ini hendaknya disampaikan bagaimana usaha yang

akan dilakukan tidak akan merusak lingkungan. Dengan demikian maka

harus disampaikan hal-hal yang berkaitan dengan rencana penanganan

limbah sehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan di

sekitamya.

2.7 Aspek Hukum

Pada bagian ini hendaknya disampaikan bagaimana usaha yang

akan dilakukan tidak melawan hukum atau tidak melanggar peraturan-

peraturan yang berlaku di tempat dimana usaha yang direncanakan akan

didirikan. Disamping itu juga perlu diperhatikan agar usaha yang

direncanakan tidak melanggar norma-norma yang berlaku di suatu daerah.

Hal ini tentu dami mencegah timbulnya konflik dengan warga sekitar dan

dapat menjaga keamanan usaha tersebut.

2.8 Kesimpulan dan Rekomendasi

2.8.1 Kesimpulan

Pada bagian ini hendaknya disampaikan kesimpulan dari hasil

studi mengenai usaha/bisnis yang direncanakan. Kesimpulan tersebut

berupa pernyataan apakah usaha/bisnis yang direncanakan layak atau tidak

dilihat dari berbagai aspek. Kesimpulan ini disertai dengan angka-angka

yang mendukungnya.

36
2.8.2 Rekomendasi

Pada bagian ini penyusun studi kelayakan menyampaikan

rekomendasi pada siapa saja yang berhubungan dengan usaha/bisnis, baik

pada investor, lembaga pemebri pinjaman, pemerintah, maupun pihak-

pihak lain yang berkepentingan dengan hasil studi kelayak bisnis tersebut.

37
BAB III
ANALISIS KRITERIA INVESTASI

Kriteria investasi adalah merupakan suatu indikator yang

digunakan untuk mengetahui apakah gagasan kegiatan investasi/proyek

yang direncanakan dapat memberikan manfaat (benefit) yang layak atau

tidak, atau untuk mengetahui apakah suatu kegiatan investasi/proyek layak

atau tidak untuk dilaksanakan. Beberapa kriteria investasi yang dapat

digunakan untuk menentukan layak tidaknya suatu usaha/proyek untuk

dilaksanakan antara lain (Ibrahim, 2003): (1) Net Present Value (NPV),

(2) Internal Rate of Return (IRR), (3) Net Benefi- Cost Ratio (Net B/C),

(4) Gross Benefi-Cost Ratio (Gross B/C), dan Profitability Ratio. Untuk

melihat kecepatan pengembalian investasi maka dapat dilihat dengan

analisa Pay Back Period. Analisa BEP dilakukan untuk mengetahui

seberapa lama usaha yang dianalisis dapat mencapai titik pulang pokok.

Selanjutnya pengaruh perubahan harga input maupun output terhadap

kelayakan usaha dapat dilihat dengan analisis sensitivitas.

Dasar dari penggunaan kriteria investasi adalah bahwa suatu

investasi melibatkan sejumlah pengeluaran dan penerimaan pada waktu

yang berbeda. Biasanya biaya investasi dikeluarkan pada tahun awal dari

proyek, sementara penerimaan terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Dalam

proyek tertentu kadangkala jarak antara investasi dengan tahun-tahun

dimana ada penerimaan sangat panjang, seperti proyek perkebunan

38
tanaman tahunan, antara lain perkebunan kelapa sawit atau karet. Nominal

uang yang sama mempunyai nilai yang berbeda pada masa kini dan masa

datang. Sebagai contoh jika pada tahun 2000 kita memiliki uang sebesar

Rp. 5000 kita bisa membeli 1.5 kg beras, namun pada tahun 2007 nominal

uang sebesar itu hanya dapat digunakan untuk membeli beras yang sama

sebanyak 1 kg.

Begitu pula nominal uang sebesar Rp. 5000 pada tahun 2010,

mungkin kalau kita belikan beras saat ini hanya akan mendapat 0.5 kg.

Berdasarkan hal itu seseorang lebih menyukai memiliki sejumlah uang

dengan nominal yang sama pada saat ini dibandingkan dimasa yang akan

datang. Orang akan mau mengorbankan sejumlah uang tertentu dengan

harapan akan mendabat hasil atau nilai riil yang lebih besar pada masa

yang akan datang, hal ini dikenal dengan time preference. Oleh karena

suatu kegiatan investasi/proyek melibatkan sejumlah pengeluaran dan

penerimaan yang terjadi pada waktu yang berbeda, maka semua

pengeluaran maupun penerimaan yang terjadi selama masa kegiatan

investasi/proyek dinilai pada satu titik waktu pada masa awal proyek

dengan mendiscount semua pengeluaran dan penerimaan dengan suatu

besaran yang disebut dengan discount factor. Besarnya discount factor

dari tingkat discount rate atau suku bunga bank yang berlaku, serta jarak

titik waktu antara saat terjadinya penerimaan/pengeluaran dengan titiki

waktu dimana usaha/proyek dinilai. Besarnya tingkat discount rate untuk

kegiatan investasi/proyek yang bertujuan untuk kepentingan sosial

39
biasanya ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan nilai social marginal

product of capital (nilai produk marginal dari uang) Namun untuk

kepentingan analisa kegiatan investasi/proyek yang bersifat bisnis.

Besarnya tingkat discount rate tersebut ditentukan dengan menggunakan

tingkat suku bunga bank komersial yang berlaku. Tingkat suku bunga bank

selalu lebih besar dari tingkat discount rate, karena suku bunga sudah

memperhitungkan berbagai biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam usaha

perbankannya. Semakin jauh jarak waktu tersebut maka besarnya discout

factor akan mendekati nilai 0.

3.1 Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh

selama umur kegiatan investasi/proyek bersangkutan. Net Present Value

diperoleh dari selisih antara nilai sekarang (present value) dari manfaat

(benefit) yang diperoleh selama masa kegiatan investasi/proyek dengan

nilai sekarang (present value) dari (cost) yang dikeluarkan selama masa

kegiatan investasi/proyek tersebut.

n n n
B1 C1 B1 − C1
NPV = ∑
t =0
− ∑ = ∑
(1 + i) t = 0 (1 + i) t = 0 (1 + i)t
t t

dimana :

1
= merupakan tingkat discount factor
(1+ i)t

Bt = benefit yang diperoleh dengan adanya proyek pada tahun t

Ct = cost yang dikeluarkan dengan adanya proyek pada tahun t

40
t = tahun kegiatan proyek (t = 0, 1, 2, 3, ...n)

n = umur ekonomis proyek

i = tingkat discount rate (%)

Suatu kegiatan investasi/proyek dikatakan layak (feasible) jika

nilai seluruh manfaat yang diterimanya melebihi (paling tidak sama

dengan) biaya yang dikeluarkan. Jadi suatu kegiatan investasi/proyek

dikatakan layak jika memberikan NPV ≥ 0, yang artinya proyek tidak rugi.

Jika NPV < O, maka proyek tidak layak (tidak feasible), artinya proyek

akan rugi sehingga harus ditolak. Namun jika NPV = 0, maka proyek

tersebut berada dalam keadaan break event point (BEP), revenue sama

dengan total cost dalam bentuk present value.

3.2 Benefit-Cost Ratio (Gross B/C)

Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C) merupakan keuntungan

yang dihasilkan dari setiap unit biaya yang dikeluarkan. Gross B/C dapat

dihitung dari rasio antara nilai sekarang (present value) dari manfaat

(benefit) yang diperoleh selama masa proyek, dengan nilai sekarang

(present value) dari biaya (cost) yang selama masa proyek. Suatu proyek

atau kegiatan investasi dikatakan layak (feasible) jika nilai Gross B/C ≥ 1,

dan dikatakan tidak layak jika Gross B/C < 1, Gross B/C = 1 maka proyek

tersebut berada dalam keadaan break event point (BEP).

Secara matematis Gross B/C dapat dirumuskan sebagai berikut :

41
n
B1
∑ (1 + i) t
Gross B/C = t =0
n
C1
∑t =0 (1 + i) t

Dimana :

Bt = benefit yang diperoleh dengan adanya proyek pada tahun t

Ct = cost yang dikeluarkan dengan adanya proyek pada tahun t

t = tahun kegiatan proyek (t = 0,1,2,3,...n)

n = umur ekonomis proyek

i = tingkat discount rate (%)

3.3 Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan keuntungan atau manfaat bersih yang

diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan. Net B/C dapat dihitung

berdasarkan rasio antara manfaat bersih (net benefit) yang bernilai positif

dengan manfaat bersih (net benefit) yang bernilai negatif. Nilai net B/C

akan dapat dicari jika paling tidak ada satu nilai present value B t – C t yang

negatif (Gray 1985), namun kalau tidak, maka nilai net B/C adalah tak

terhingga. Suatu proyek atau kegiatan investasi dikatakan layak (feasible)

jika nilai net B/C ≥ 1, dan dikatakan tidak layak jika net B/C < 1, jika net

B/C = 1 maka proyek tersebut berada dalam keadaan break event point

(BEP). Pada saat net B/C = 1 berarti sama dengan ketika NPV = 0.

42
Secara matematis net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut :

n
Bt − C t

t=0 (1 + i) t
.... Untuk B t – C t > 0
Net B/C = n
C t − Bt

t =0 (1 + i) t
.... Untuk B t – C t < 0

Dimana :

Bt = benefit yang diperoleh dengan adanya proyek pada tahun t

Ct = cost yang dikeluarkan dengan adanya proyek pada tahun t

t = tahun kegiatan proyek (t = 0,1,2,3,...n)

n = umur ekonomis proyek

i = tingkat discount rate (%)

3.4 Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Rreturn (IRR) mempakan tingkat discount rate

tertinggi dimana suatu kegiatan investasi atau proyek masih memberikan

manfaat atau keuntungan yang positif. Secara lebih mudah, IRR dapat

dikatakan sebagai suatu tingkat discount rate yang menghasilkan NPV

sama dengan nol. IRR menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian

proyek terhadap investasi yang ditanamkan. Suatu kegiatan

investasi/proyek dikatakan layak (feasible) jika nilai IRR lebih besar dari

tingkat discount rate atau Social Opportunity Cost of Capital (SOCC),

untuk kegiatan investasi/proyek yang bersifat social, dan lebih besar dari

tingkat suku bunga pinjaman untuk kegiatan investasi/proyek yang bersifat

profit oriented. Jika IRR sama dengan tingkat discount rate atau suku

43
bunga maka dikatakan kegiatan investasi/proyek tersebut berada dalam

keadaan pulang pokok (break event point), dan jika IRR lebih kecil dan

tingkat discount rate atau suku bunga, maka kegiatan investasi/proyek

tersebut tidak layak (tidak feasible), artinya kegiatan investasi/proyek

akan rugi sehingga harus ditolak.

Secara matematis IRR dapat dimmuskan sebagai berikut :

NPV1
IRR = i 1 + (i2 −i1 )
NPV1 − NPV2

Dimana :

i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif

NPV 1 = NPV positif

NVP 2 = NPV negatif

3.5 Profitability Ratio

Proftability Ratio mempakan suatu rasio perbandingan antara

selisis benefit dengan biaya operasi dasn pemeliharaan dibanding dengan

jumlah investasi, dalam bentuk present value. Secara matematis

Profitability Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:

n n
−n
∑ B (1 + i )
t − ∑ OM t (1 + i ) −n
t =0 t =0
PR = n
−n
∑ I (1 + i )
t =0
t

44
Dimana :

Bt = benefit yang diperoleh dengan adanya proyek pada tahun t

OM t = Biaya operasi dan pemeliharaan pada tahun t

It = Biaya investasi pada tahun t

t = Tahun kegiatan proyek (t = 0,1,2,3, .... n)

n = Umur ekonomis proyek

i = Tingkat discount rate (%)

Jika PR lebih besar dari 1 rencana usaha tersebut dikatakan layak, jika

lebih kecil dari 1 dikatakan tidak layak, dan jika sama dengan nol berarti

berada dalam keadaan titik impas (BEP).

3.6 Pay Back Period (PBP)

Pay Back Period (PBP) adalah jangka waktu tertentu yang

menunjukkan present value arus kas masuk (cash inflow) secara kumulatif

sama dengan present value arus kas keluar (cash outflow). Jadi penilaian

ini berguna untuk mengetahui berapa lamakah suatu kegiatan

investasi/proyek dapat mengembalikan biaya investasi yang ditanam

Semakin pendek pay back period semakin baik. Suatu poyek dikatakan

layak jika proyek tersebut mempunyai pay back period yang lebih pendek

dan umur proyek. Salah satu cara untuk menentukan PBP adalah dengan

menutup segala pengeluaran yang dikeluarkan dengan aliran kas bersih

pada tahun berikutnya sampai biaya investasi tersebut dapat ditutupi.

45
Secara matematis PBP dapat dirumuskan sebagai berikut :

n n
It Bp t −1

t =0 (1 + i) t
−∑
t =0 (1 + i)
t
PBP = Tp-1 +
Bp t

Dimana :

T p-1 = Tahun sebelum terdapat Pay Back Period

It = Jumlah Investasi yang telah di keluarkan selama masa proyek

Bp t-1 = Jumlah benefit yang telah diperoleh sebelum Pay Back

Period

Bp t = Jumlah benefit pada Pay Back Period berada.

t = tahun kegiatan proyek (t = 0,1,2,3,...n)

n = umur ekonomis proyek

i = tingkat discount rate (%)

3.7. Break Even Point

Break Event Point (BEP) atau titik impas/titik pulang pokok

merupakan suatu titik tertentu dimana total revenue sama dengan total

cost (TR = TC), artinya perusahaan tidak untung tapi juga tidak rugi.

Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah usaha, tercapainya titik

pulang pokok (TR = TC) tergantung pada lama arus benefit sebuah usaha

dapat menutupi segala biaya yang dikeluarkan. Semakin singkat waktu

yang dibutuhkan oleh arus benefit untuk mengembalikan total biaya maka

akan semakin layak/ feasible usaha yang direncanakan tersebut. Formula

46
yang dapat digunakan untuk menghitung waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai titik pulang pokok adalah sebagai berikut :

n __ n __


t =0
Ct − ∑ Btb−1
t =0
BEP = T tb-1 +
B tb

Dimana :

T tb-1 = tahun sebelum terdapat BEP

Ct = jumlah biaya yang telah di discount

B tb = benefit yang telah di discount pada BEP berada

B b − 1t = jumlah benefit yang telah di discount sebelum BEP berada

BEP jumlah produksi maupun harga produk, dapat dilakukan

dengan mencari switching valuenya masing-masing. Nilai switching value

tersebut merupakan jumlah produksi maupun harga produk yang

menghasilkan NPV sama dengan nol. Dengan menggunakan bantuan

program komputer tentu hal ini sangat mudah di cari.

3.8 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan Suatu analisis untuk meneliti

kembali pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat adanya perubahan-

perubahan keadaan. Proyek-proyek atau usaha penanian sangat sensitif

terhadap empat masalah utama antara lain (Gittinger, 1990) (1) perubahan

harga, (2) Keterlambatan pelaksanaan, (3) kenaikan biaya, dan

(4) perubahan produksi. Harga-harga produk pertanian menghadapi

ketidakpastian, sehingga kita perlu menganasis kembali apa yang akan

47
terjadi jika harga hasil produksi berubah. Selain perubahan harga hasil

produksi perubahan harga faktor produksi atau harga input juga

menunjukkan kecenderungan untuk terus meningkat yang dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan biaya sehingga kita juga perlu

melihat pengaruhnya terhadap kelayakan suatu kegiatan investasi/proyek.

Keterlambatan pelaksanaan kegiatan investasi/proyek juga akan

berpengaruh pada hasil analisis finansial sehingga kita juga perlu melihat

apa yang terjadi jika karena sesuatu hal suatu kegiatan investasi/proyek

harus ditunda pelaksanaannya. Permasalahan lain dalam kegiatan

investasi/proyek penanian adalah masalah ketidakpastian produksi.

Produksi bisa saja menurun karena serangan hama, kekerungan air, atau

serangan penyakit padasuatu peternakan. Namun juga bisa meningkat

karena cuaca mendukung, meningkatnya pengalaman petani dan lain

sebagainya, sehingga analisis sensitivitas menjadi penting untuk melihat

akibat dari perubahan-perubahan tersebut. Selain empat masalah diatas

analisis sensitivitas juga bisa dilakukan untuk melihat akibat dari adanya

perubahan tingkat discount rate , atau suku bunga, maupun perubahan pada

nilai tukar. Semua pembahan-perubahan pada masalah di atas sebetulnya

merupakan perubahan atas arus penerimaan dan atau pengeluaran selama

masa proyek, sehingga akan mempengaruhi kondisi kelayakan kegiatan

investasi/proyek yang akan dilaksanakan. Perubahan-perubahan kelayakan

tersebut dapat dilihat dari perubahan nilai-nilai kriteria investasi sebagai

48
akibat dari perubahan-perubahan atas arus penerimaan dan atau

pengeluaran.

Untuk mengetahui tingkat kepekaan kelayakan suatu kegiatan

investasi/proyek terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi

sebelumnya baik perubahan yang berkaitan dengan penerimaan maupun

pengeluaran, maka dapat dilakukan dengan analisis sensitivitas. Analisis

sensitivitas dapat dilakukan dengan mencari switching value dari beberapa

variabel penting yang berkaitan dengan kegiatan investasi tersebut,

maupun membuat sekenario perubahan pada variabel-variabel penting

tersebut dan kemudian melakukan perhitungan kembali untuk melihat

perubahan-perubahan dari kriteria investasi.

Switching value dapat dikatakan sebagai Suatu tingkat perubahan

maksimum terhadap nilai suatu variabel yang masih dapat ditolerir agar

memberikan NPV tetap positif (perusahaan masih dikatakan layak).

Switching value dapat dicari terhadap variabel-variabel yang penting

seperti harga input, harga output, tingkat produksi dan lain-lainnya.

Tingkat perubahan nilai variabel tertentu yang melebihi tingkat Switching

value -nya akan menyebabkan NPV menjadi negatif.

49
DAFTAR PUSTAKA

Clive Gray dan Lien K. Sabur. 1985. Pengantar Evaluasi Proyek.


diterjemahkan oleh Payaman Simanjuntak dan P.F.L. Maspaitella.
PT. Gramedia. Jakarta.
Suad Husnan dan Suwarsono Muhammad. Studi Kelayakan Proyek. 2000.
Edisi keempat. UPP AMP YKPN.
J. Price Gittinger. 1991. Analisa ekonomi Proyek-proyek pertanian. Edisi
kedua. UI-Press-Johns Hopkins.
E.J. Mishan and Euston Quah. 2007. Cost-Benefit Analysis. 5 th edition .
Routledge.
H.M. Yacob Ibrahim. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. Rineka
Cipta.
Jumingan. 2014. Studi Kelayakan Bisnis. Teori dan Pembuatan Proporsal
Kelayakan. Bumi Aksara. Jakarta.

50

Anda mungkin juga menyukai