Anda di halaman 1dari 13

Pola Kegiatan Perekonomian

A. Sistem Perekonomian

Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan/
mendistribusikan sumber daya -sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu (rumah tangga)
maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan
sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya.

Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut mengatur
pengalokasian sumberdaya dan memproduksi suatu barang/jasa. Perekonomian yang terencana
(Planned Economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan
alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (Market Economic), pasar lah yang
menentukan faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui mekanisme pasar yaitu
penawaran dan permintaan.

Sesuai dengan yang sudah dibahas pada postingan sebelumnya, bahwa Sistem Perekonomian
diklasifikasikan menjadi 3 jenis, antara lain:

1. Sistem Ekonomi Pasar (Market Economies)

Sistem Ekonomi Pasar atau disebut juga Sistem Ekonomi Kapitalisme atau Liberalisme adalah sistem
ekonomi dalam suatu negara dimana produsen bebas melakukan kegiatan produksi (dalam batas-batas
tertentu) shingga kegiatan produksi dan konsumsi ditentukan oleh mekanisme pasar yaitu permintaan
dan penawaran.

2. Sistem Ekonomi Perencanaan Terpusat / Terencana (Planned Economies)

Sistem Ekonomi terencana disebut juga Sistem Ekonomi Komando, Komunisme atau Sosialisme,
merupakan sistem ekonomi yang faktor produksinya dimiliki dan digunakan oleh pemerintah.
3. Sistem Ekonomi Campuran (Mixed Economies)

Sistem Ekonomi Campuran merupakan sistem ekonomi yang diantut suatu negara yang menggabungkan
sistem ekonomi pasar dan terencana.

B. Uang, Perdagangan dan Spesialisasi

1. Pekekonomian Subsisten (Primitif)

a. Kegiatan Produksi

Dalam perekonomian yang masih primitive, yang lebih lazim dikenal sebagai perekonomian subsisten,
unit-unit produksi terutama terdiri dari keluarga petani tradisional. Petani seperti itu menggunakan cara
dan alat bercocok tanam yang masih sederhana. Jarang sekali terdapat kelebihan (surplus) produksi
yang dapat dijual dipasar. Kegiatan ekonomi lainnya yang penting adalah berburu, dan menangkap ikan.

b. Pola Perdagangan

Dalam perekonomian subsisten yang masih primitif, perdagangan dilakukan secara barter yaitu
perdagangan dengan menukar barang dengan barang lainnya (tidak ada alat tukar). Dalam perdagangan
seperti itu haruslah wujud keadaan dimana suatu pihak ingin menukar barang yang dihasilkannya
dengan suatu barang yang lain dan pihak lainnya memproduksi barang yang di ingini orang yang
pertama dan bersedia menukarkan barang tersebut dengan yang dihasilkan oleh orang yang pertama.
Keadaan ini dalam istilah inggrisnya dinamakan double coincedence of wants atau kesesuaian ganda dari
keinginan.

2. Perekonomian Uang
Perekonomian Uang adalah perekonomian yang menggunakan uang sebagai perantara dalam kegiatan
tukar-menukar (perdagangan). Namun demikian pentingnya uang dalam suatu masyarakat dalam suatu
negara dapat berbeda satu sama lain. Dalam perekonomian subsisten, uang tidak terlalu penting
peranannya karena kegiatan perdagangan masih sangat terbatas.

Secara umum, kemajuan perekonomian akan menyebabkan peran uang menjadi semakin penting dalam
perekonomian. Hal ini karena semakin majunya perekonomian dalam suatu negara maka makin penting
kegiatan perdagangan dalam perekonomian tersebut. Dalam perekonomian subsisten perdagangan
adalah terbatas karena produksi yang dihasilkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri
dalam arti tidak diperjual belikan kembali.

Penggunaan uang telah memungkinkan mereka melakukan spesialisasi, yaitu setiap orang tidak lagi
menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan, tetapi mengkhususkan menghasilkan barang atau jasa
yang dapat disediakannya dengan lebih efisien.

3. Perdagangan dan Spesialisasi

Contoh sederhana mengenai spesialisasi perdagangan adalah antara petani, tukang kayu dan tukang
jahit. Mereka tidak perlu menghasilkan semua barang yang mereka butuhkan sendiri. Yang perlu
dilakukan mereka adalah melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang-barang sehingga dapat
dihasilkan dengan cara yang paling efisien. Maka petani akan menghasilkan makanan, tukang kayu
menghasilkan peralatan pertanian dan peralatan rumah tangga, dan tukang jahit menghasilkan pakaian.

Wujud spesialisasi yang tinggi merupakan ciri penting suatu perekonomian modern. Terdapat kaitan
yang rapat antara perkembangan ekonomi dan spesialisasi dimana semakin tinggi perekembangan
ekonomi, semakin tinggi pula tingkat spesialisasi. Sebaliknya tanpa spesialisasi suatu perekonomian
tidak dapat mencapai perkembangan yang tinggi.
Spesialisasi semakin berkembang sebagai akibat penggunaan uang dan sebagai akibat perkembangan
perdagangan. Artinya perdagangan yang bertambah luas dan semakin efisien akan menimbulkan
spesalisasi yang lebih baik. Selanjutnya spesialisasi akan mempercepat perkembangan ekonomi.

Manfaat spesialisasi untuk perkembangan ekonomi, antara lain.

a. Mendorong perkembangan teknologi

b. Mempertinggi efisiensi produksi

c. Mempertinggi efisiensi pengguna faktor produksi

C. Pelaku-Pelaku Kegiatan Ekonomi

Adapun pelaku-pelaku dalam kegiatan ekonomi dalam suatu negara dapat dikelompokan menjadi tiga
golongan (diasumsikan tidak ada kegiatan ekspor-impor/masyarakat luar negeri), antara lain:

1. Rumah Tangga

Rumah tangga adalah pemilik berbagai faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian. Sektor ini
menyediakan tenaga kerja dan tenaga usahawan, dan beberapa faktor lain, yaitu barang-barang modal,
sumber daya alam, dan harta tetap seperti tanah dan bangunan. Mereka menawarkan faktor-faktor
produksi ini kepada perusahaan,sebagai balas jasa perusahaan akan memberikan berbagai jenis
pendapatan ke rumah tangga, baik itu upah, bunga , sewa dan keuntungan-keuntungan lain.

2. Perusahaan

Perusahaan adalah organisasi yang dikembangakan seseorang atau sekumpulan orang dengan tujuan
untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat (rumah tangga), orang
atau sekumpulan orang tersebuat disebut pengusaha yang mengelola faktor-faktor produksi sehingga
barang dan jasa yang diperlukan rumah tangga dapat di produksi, tujuannya adalah untuk memperoleh
keuntungan kegiatan jual-beli barang jasa yang diproduksi.
3. Pemerintah

Pemerintah adalah badan yang bertugas untuk mengatur kegiatan ekonomi, dan mengawasi kegiatan
rumah tangga dan perusahaan supaya mereka tidak merugikan masyarakat umum. Selain itu,
pemerintah juga melakukan sendiri kegiatan kegiatan ekonomi, yaitu mengembangkan prasarana
ekonomi dan mengembangkan prasarana sosial (fasilitas umum) yang tidak diproduksi oleh perusahaan.

Pemerintah juga dapat mengenakan pajak kepada rumah tangga dan perusahaan untuk membiayai
pengeluaranannya, pajak dapat dibedakan jadi pajak langsung dan pajak tidak langsung, selain dari pajak
pemerintah juga dapat memperoleh pendapatan dari pembayaran royalti dari perusahaan yang
mengekploitasi kekayaan alam dan keuntungan dari perusahaan yang di milikinya.

D. Sirkulasi Aliran Pendapatan

Ahli-ahli ekonomi biasanya membuat suatu diagram yang dinamakan Sirkulasi Aliran Pendapatan.
Diagram itu memberikan gambaran tentang aliran-aliran seperti :

1. Faktor-faktor produksi

2. Pendapatan

3. Barang dan jasa

4. Pengeluaran, antara sektor-sektor dalam kegiatan ekonomi

Dalam sirkulasi aliran pendapatan yang sederhana (ekonomi 2 sektor) diausmsikan bahwa pemerintah
diabaikan (Tidak ada campur tangan pemerintah) dan juga kegiatan ekspor impor diabaikan. Dengan
demikian sirkulasi aliran pendapatan biasanya hanyalah menunjukkan bentuk aliran faktor produksi,
pendapatan, barang serta jasa dan pengeluaran, antara sektor rumah tangga dan sektor perusahaan.
Sumber : http://sarjana-manajemen.blogspot.com/2017/06/pola-kegiatan-perekonomian.html?m=1

Jejak Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

dari Masa ke Masa

ERA SEBELUM REFORMASI


Soekarno (1945-1967)

INDONESIA mengalami tiga fase perekonomian di era Presiden Soekarno. Fase pertama yakni penataan
ekonomi pasca-kemerdekaan, kemudian fase memperkuat pilar ekonomi, serta fase krisis yang
mengakibatkan inflasi. Pada awal pemerintahan Soekarno, PDB per kapita Indonesia sebesar Rp
5.523.863.

Pada 1961, Badan Pusat Statistik mengukur pertumbuhan ekonomi sebesar 5,74 persen. Setahun
berikutnya masih sama, ekonomi Indonesia tumbuh 5,74 persen. Lalu, pada 1963, pertumbuhannya
minus 2,24 persen.

Angka minus pertumbuhan ekonomi tersebut dipicu biaya politik yang tinggi. Akibatnya, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit minus Rp 1.565,6 miliar. Inflasi melambung atau
hiperinflasi sampai 600 persen hingga 1965.

Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat kembali ke angka positif pada 1964, yaitu
sebesar 3,53 persen. Setahun kemudian, 1965, angka itu masih positif meski turun menjadi 1,08 persen.
Terakhir di era Presiden Soekarno, 1966, ekonomi Indonesia tumbuh 2,79 persen.

Soeharto (1967-1998)

MASA kekuasaan Soeharto adalah yang terpanjang dibandingkan presiden lain Indonesia hingga saat ini.
Pasang surut perekonomian Indonesia juga paling dirasakan pada eranya.

Ia menjadi presiden di saat perekonomian Indonesia tak dalam kondisi baik. Pada 1967, ia mengeluarkan
Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing. UU ini membuka lebar
pintu bagi investor asing untuk menanam modal di Indonesia.

Tahun berikutnya, Soeharto membuat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang mendorong
swasembada. Program ini mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga tembus 10,92 persen
pada 1970.
Ekonom Lana Soelistianingsih menyebut, iklim ekonomi Indonesia pada saat itu lebih terarah, dengan
sasaran memajukan pertanian dan industri. Hal ini membuat ekonomi Indonesia tumbuh drastis. Setelah
itu, di tahun-tahun berikutnya, hingga sekitar tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung
tinggi dan terjaga di kisaran 6-7 persen.

Namun, selama Soeharto memerintah, kegiatan ekonomi terpusat pada pemerintahan dan dikuasai
kroni-kroni presiden. Kondisinya keropos.

Kegiatan ekonomi terpusat pada pemerintahan dan dikuasai kroni-kroni presiden. Kondisinya keropos.

Pelaku ekonomi tak menyebar seperti saat ini, dengan 70 persen perekonomian dikuasai pemerintah.
Begitu dunia mengalami gejolak pada 1998, struktur ekonomi Indonesia yang keropos itu tak bisa
menopang perekonomian nasional.

"Ketika krisis, pemerintah kehilangan pijakan, ya bubarlah perekonomian Indonesia karena sangat
bergantung pada pemerintah," kata Lana.

Posisi Bank Indonesia (BI) pada era Soeharto juga tak independen. BI hanya alat penutup defisit
pemerintah. Begitu BI tak bisa membendung gejolak moneter, maka terjadi krisis dan inflasi tinggi
hingga 80 persen.

Pada 1998, negara bilateral pun menarik diri untuk membantu ekonomi Indonesia, yaitu saat krisis
sudah tak terhindarkan. Pertumbuhan ekonomi pun merosot menjadi minus 13,13 persen.

Pada tahun itu, Indonesia menandatangani kesepakatan dengan Badan Moneter Internasional (IMF).
Gelontoran utang dari lembaga ini mensyaratkan sejumlah perubahan kebijakan ekonomi di segala lini.

ERA REFORMASI
BJ Habibie (1998-1999)

PEMERINTAHAN Presiden Baharuddin Jusuf Habibie dikenal sebagai rezim transisi. Salah satu tantangan
sekaligus capaiannya adalah pemulihan kondisi ekonomi, dari posisi pertumbuhan minus 13,13 persen
pada 1998 menjadi 0,79 persen pada 1999.

Habibie menerbitkan berbagai kebijakan keuangan dan moneter dan membawa perekonomian
Indonesia ke masa kebangkitan. Kurs rupiah juga menguat dari sebelumnya Rp 16.650 per dollar AS
pada Juni 1998 menjadi Rp 7.000 per dollar AS pada November 1998.

Pada masa Habibie, Bank Indonesia mendapat status independen dan keluar dari jajaran eksekutif.

Abdurrahman Wahid

(1999-2001)

ABDURRAHMAN Wahid alias Gus Dur meneruskan perjuangan Habibie mendongkrak pertumbuhan
ekonomi pasca krisis 1998. Secara perlahan, ekonomi Indonesia tumbuh 4,92 persen pada 2000.

Gus Dur menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Pemerintah membagi dana
secara berimbang antara pusat dan daerah. Kemudian, pemerintah juga menerapkan pajak dan retribusi
daerah. Meski demikian, ekonomi Indonesia pada 2001 tumbuh melambat menjadi 3,64 persen.

Megawati Soekarnoputri

(2001-2004)

PADA masa pemerintahan Megawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara bertahap terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2002, pertumbuhan Indonesia mencapai 4,5 persen dari 3,64
persen pada tahun sebelumnya.
Kemudian, pada 2003, ekonomi tumbuh menjadi 4,78 persen. Di akhir pemerintahan Megawati pada
2004, ekonomi Indonesia tumbuh 5,03 persen.

Tingkat kemiskinan pun terus turun dari 18,4 persen pada 2001, 18,2 persen pada 2002, 17,4 persen
pada 2003, dan 16,7 persen pada 2004.

"Saat itu mulai ada tanda perbaikan yang lebih konsisten. Kita tak bisa lepaskan bahwa proses itu juga
dipengaruhi politik. Reformasi politik juga mereformasi ekonomi kita," kata Lana.

Perbaikan yang dilakukan pemerintah saat itu yakni menjaga sektor perbankan lebih ketat hingga
menerbitkan surat utang atau obligasi secara langsung.

Saat itu, kata Lana, perekonomian Indonesia mulai terarah kembali. Meski tak ada lagi repelita seperti di
era Soeharto, namun ekonomi Indonesia bisa lebih mandiri dengan tumbuhnya pelaku-pelaku ekonomi.

Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)

MESKI naik-turun, pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Soesilo Bambang


Yudhoyono (SBY) relatif stabil. Pertumbuhan Indonesia cukup menggembirakan di awal
pemerintahannya, yakni 5,69 persen pada 2005.

Pada 2006, pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit melambat jadi 5,5 persen. Di tahun berikutnya,
ekonomi Indonesia tumbuh di atas 6 persen, tepatnya 6,35 persen.

Lalu, pada 2008, pertumbuhan ekonomi masih di atas 6 persen meski turun tipis ke angka 6,01 persen.
Saat itu, impor Indonesia terbilang tinggi. Namun, angka ekspor juga tinggi sehingga neraca
perdagangan lumayan berimbang.
Pada 2009, di akhir periode pertama sekaligus awal periode kedua kepemimpinan SBY, ekonomi
Indonesia tumbuh melambat di angka 4,63 persen.

Pada 2009, di akhir periode pertama sekaligus awal periode kedua kepemimpinan SBY, ekonomi
Indonesia tumbuh melambat di angka 4,63 persen.

Perlambatan tersebut merupakan dampak krisis finansial global yang tak hanya dirasakan Indonesia
tetapi juga ke negara lain. Pada tahun itu, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga
yang membuat harga komoditas global naik.

"Saat Bank Sentral AS menarik dana dari publik, tidak injeksi lagi, harga komoditas melambat lagi. Kita
mulai keteteran," kata Lana. "Ekspor kita memang tinggi, tapi impornya lebih tinggi," tambah dia.

Meski begitu, Indonesia masih bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi walaupun melambat. Pada
tahun itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masuk tiga terbaik di dunia.

Lalu, pada 2010, ekonomi Indonesia kembali tumbuh dengan capaian 6,22 persen. Pemerintah juga
mulai merancang rencana percepatan pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang.

Pada 2011, ekonomi Indonesia tumbuh 6,49 persen, berlanjut dengan pertumbuhan di atas 6 persen
pada 2012 yaitu di level 6,23 persen. Namun, perlambatan kembali terjadi setelah itu, dengan capaian
5,56 persen pada 2013 dan 5,01 persen pada 2014.

Joko Widodo (2014-Sekarang)

PADA masa pemerintahannya, Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowi merombak struktur
APBN dengan lebih mendorong investasi, pembangunan infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar
Indonesia lebih berdaya saing.

Namun, grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat tahun masa pemerintahan Jokowi terus
berada di bawah pertumbuhan pada era SBY.
Pada 2015, perekonomian Indonesia kembali terlihat rapuh. Rupiah terus menerus melemah terhadap
dollar AS. Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh 4,88 persen.

"Defisit semakin melebar karena impor kita cenderung naik atau ekspor kita yang cenderung turun,"
kata Lana.

Di era Jokowi kata Lana, arah perekonomian Indonesia tak terlihat jelas. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) seolah hanya sebagai dokumen tanpa pengawasan dalam
implementasinya.

Dalam kondisi itu, tak diketahui sejauh mana RPJMN terealisasi. Ini tidak seperti repelita yang lebih
fokus dan pengawasannya dilakukan dengan baik sehingga bisa dijaga.

Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai terdongkrak tumbuh 5,03 persen. Dilanjutkan dengan
pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,17.

Berdasarkan asumsi makro dalam APBN 2018, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomis 2018
secara keseluruhan mencapai 5,4 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018 ternyata tak
cukup menggembirakan, hanya 5,06 persen.

Sementara pada kuartal II-2018, ekonomi tumbuh 5,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun
lalu. Hanya ada sedikit perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya.

Pada Senin (5/11/2018), BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2018
sebesar 5,17 persen, malah melambat lagi dibandingkan kuartal sebelumnya.

Untuk kuartal IV-2018, pertumbuhan ekonomi diprediksi meleset dari asumsi APBN. Bank Indonesia,
misalnya, memprediksi pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan pada 2018 akan berada di batas
bawah 5 persen.
Sumber: https://jeo.kompas.com/jejak-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-dari-masa-ke-masa

Perkembangan Jalur Transportasi dan Perdagangan Internasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai