Anda di halaman 1dari 33

Diagram Alir Perekonomian

Perekonomian Dua Sektor, Tiga, Empat, 1 2 3, Sistem, Pengertian, Diagram, Siklus,


Contoh

Perekonomian Dua Sektor, Tiga, Empat, 1 2 3, Sistem, Pengertian, Diagram, Siklus,


Contoh - Sebelum anda mempelajari materi ini, bacalah terlebih dahulu materi mengenai Arus
Lingkaran Kegiatan Ekonomi di Circular Flow Diagram. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
suatu negara tidak dapat lepas dari peran konsumen dan peran produsen, karena kedua pihak
tersebut saling berhubungan satu sama lain. Konsumen atau rumah tangga konsumsi
menyediakan faktor-faktor produksi yang ditujukan kepada produsen. Adapun produsen atau
rumah tangga produksi meminta faktor produksi tersebut untuk dikombinasikan, sehingga
menghasilkan barang atau jasa.

Berikut ini adalah Diagram atau Siklus yang menggambarkan interaksi antara pelaku
ekonomi (rumah tangga konsumen, rumah tangga produsen, pemerintah dan masyarakat luar
negeri) di dalam kegiatan ekonomi.

1. Perekonomian Dua Sektor

Perekonomian dua sektor disebut juga perekonomian sederhana, karena hanya terdiri atas dua
pelaku, yaitu rumah tangga konsumsi (masyarakat) dan rumah tangga produksi (perusahaan).
Model arus perputaran faktor produksi, barang dan jasa, serta uang antara rumah tangga dengan
perusahaan dapat kalian lihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Arus perputaran faktor produksi, barang dan jasa, serta uang antara rumah tangga
konsumsi dengan perusahaan.
Dari gambar 1, terlihat bahwa rumah tangga konsumen (RTK) adalah sebagai pemilik faktor-
faktor produksi berupa tanah, tenaga kerja, modal, dan kewirausahaan. Penawaran faktor
produksi oleh rumah tangga ini akan bertemu dengan permintaan faktor produksi oleh
perusahaan. Interaksi ini terjadi di pasar faktor produksi. Sedangkan di pasar barang, terjadi
interaksi antara perusahaan sebagai penghasil barang dan jasa dengan konsumen sebagai
pengguna barang dan jasa. Sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan satu sama
lain. Dalam diagram juga terlihat arus aliran uang dari dan ke masing-masing rumah tangga.
RTK menerima upah, sewa, bunga, dan keuntungan dari perusahaan sebagai balas jasa atas
penyerahan faktor produksi. Perusahaan menerima uang pembayaran atas barang dan jasa yang
dibeli.

Interaksi ekonomi dalam perekonomian dua sektor juga dapat digambarkan seperti di bawah ini.

Gambar 2. Diagram aliran pendapatan dan pengeluaran dari RTK dan RTP.
Gambar 2. menunjukkan keadaan apabila seluruh pendapatan yang diterima RTK digunakan
seluruhnya untuk belanja barang dan jasa. Ini berarti bahwa pendapatan sama dengan
pengeluaran. Tidak ada bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan atau dapat dikatakan bahwa
perekonomian mengalami keseimbangan.

2. Perekonomian Tiga Sektor

Perekonomian tiga sektor terdiri atas rumah tangga konsumen, rumah tangga produsen, dan
pemerintah. Peran pemerintah di sini adalah sebagai pengatur, sebagai produsen, sekaligus
sebagai konsumen. Besar kecilnya peran pemerintah dalam perekonomian itu sendiri sangat
tergantung pada sistem ekonomi yang dianut. Di sistem ekonomi liberal, peran pemerintah
minimal, sedangkan pada sistem ekonomi sosialis peran pemerintah sangat dominan. Di negara
yang menganut sistem campuran seperti Indonesia, pemerintah masih cukup berperan.
Perekonomian tiga sektor dapat dijelaskan melalui gambar berikut.
Gambar 3. Arus perputaran faktor produksi, barang dan jasa, serta uang antara rumah tangga,
perusahaan, dan pemerintah.
Anak panah yang menuju ke kotak pemerintah berarti penerimaan pemerintah. Penerimaan
pemerintah tersebut berupa pajak, misalnya pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, serta
pajak bumi dan bangunan. Selain itu, pemerintah juga menggunakan faktor produksi dan barang
serta jasa yang dibutuhkan untuk kegiatan ekonomi pemerintahan. Anak panah yang menuju ke
rumah tangga, pasar faktor produksi, perusahaan, serta pasar barang dan jasa berarti pengeluaran
pemerintah. Pengeluaran pemerintah tersebut dapat berupa gaji, pembuatan prasarana, subsidi,
serta pembelian barang dan jasa.

Peran pemerintah dalam kegiatan ekonomi didasari oleh motif mencari keuntungan sekaligus
memenuhi kepentingan umum. Dorongan mencari keuntungan ini tidak terlepas dari kebutuhan
pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan kondisi penerimaan yang semakin
baik, pemerintah akan memiliki sumber dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

3. Perekonomian Empat Sektor (Perekonomian Terbuka)

Model perekonomian selanjutnya adalah yang paling sesuai dengan kenyataan, yaitu
bentuk perekonomian terbuka. Ciri perekonomian terbuka adalah adanya kegiatan masyarakat
luar negeri dalam bentuk ekspor impor dan pertukaran faktor produksi. Kegiatan ekspor dan
impor itu kemudian memunculkan istilah perdagangan internasional. Untuk mengukur seberapa
besar nilai ekspor atau impor dapat diketahui dengan melihat neraca perdagangannya. Hasil dari
perdagangan internasional itu berupa devisa. Apabila neraca perdagangan suatu negara itu
defisit, berarti impor negara tersebut lebih besar dibanding ekspornya. Sebaliknya, suatu negara
disebut surplus pada neraca perdagangan bila ekspor lebih besar dari impornya.

Dalam perekonomian empat sektor kita akan melihat dua kelompok pelaku ekonomi, yaitu
masyarakat luar negeri dan pelaku kegiatan ekonomi dalam negeri. Dalam masyarakat luar
negeri terdapat rumah tangga konsumsi, perusahaan (rumah tangga produksi), dan pemerintah.
Kegiatan kelompok pelaku ekonomi masyarakat luar negeri tersebut membentuk sistem arus
perputaran kegiatan ekonomi. Kelompok pelaku ekonomi dalam negeri juga membentuk sistem
perputaran kegiatan ekonomi. Jadi, masyarakat luar negeri maupun pelaku kegiatan ekonomi
dalam negeri terdiri atas rumah tangga konsumsi, perusahaan (rumah tangga produksi), dan
pemerintah. Mereka saling berinteraksi, sehingga membentuk sistem perputaran faktor produksi,
barang dan jasa, serta uang antara masyarakat luar negeri dengan pelaku kegiatan ekonomi dalam
negeri.

Gambar 4. Arus perputaran faktor produksi, barang dan jasa, serta uang antara masyarakat luar
negeri dengan pelaku kegiatan ekonomi dalam negeri.
Dari gambar 4. Anda dapat melihat bahwa sudah tidak ada lagi negara yang tertutup sama sekali
untuk melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain. Di dalam perdagangan
internasional tersebut terdapat dua macam kegiatan, yaitu ekspor dan impor. Pembayaran dari
kegiatan tersebut dilakukan menggunakan uang atau valuta asing (devisa).

Peran pelaku ekonomi dalam kegiatan perekonomian nasional akan saling berkaitan dan saling
memengaruhi sehingga akan membentuk satu kesatuan dan sistem. Kemacetan dalam salah satu
sektor dapat segera menjalar ke arus uang dan barang. Tugas menjaga kestabilan arus uang dan
barang memang tidak mudah. Dalam ilmu ekonomi, arus perputaran uang dan barang/jasa
digambarkan dalam suatu lingkaran kegiatan ekonomi seperti yang telah diuraikan di atas. Nah,
lingkaran arus kegiatan ekonomi akan memberikan manfaat bagi pelaku ekonomi dalam
perekonomian nasional.

4. Aliran Devisa

Devisa merupakan aset atau kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional.
Perpindahan aset dan kewajiban finansial antar penduduk di satu negara lain akan menimbulkan
aliran devisa. Devisa dapat berbentuk valuta asing, surat-surat berharga (saham, obligasi, dan
lainnya) dan surat-surat wesel luar negeri. Pada dasarnya setiap penduduk atau perusahaan bebas
memiliki atau menggunakan devisa. Namun, Bank Indonesia berhak mengadakan pengawasan
terhadap aliran devisa. Bagi suatu negara devisa mempunyai fungsi antara lain sebagai:
1. Perantara dalam transaksi internasional.
2. Cadangan kekayaan nasional.
3. Sumber dana pembangunan.
4. Sumber pendapatan pemerintah dalam bentuk pajak devisa.

Transaksi yang dilakukan oleh penduduk antarnegara biasanya menggunakan jasa perantara,
yaitu bank devisa.

Sistem Ekonomi Konvensional vs Sistem Ekonomi Indonesia

Sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem ekonomi yang menghendaki kebebasan yang
seluas-luasnya bagi setiap individu untuk melakukan tindakan ekonomi tanpa campur tangan dari
pemerintah memproduksi barang, manjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Ciri-ciri sistem ekonomi kapitalis:
• adanya pengakuan terhadap hak individu,
• setiap manusia adalah homo economicus,
• kedaulatan konsumen dan kebebasan dalam konsumsi,
• menerapkan sistem persaingan bebas,
• motif mencari laba terpusat pada kepentingan sendiri,
• peranan modal sangat penting,
• peranan pemerintah dibatasi.

Kelemahan Sistem Ekonomi Kapitalis


• Banyak penggunaan tenaga kerja di bawah umur dengan upah yang rendah, karena
tujuannya untuk mencari keuntungan yang tinggi dengan menekan biaya produksi
serendah-rendahnya.
• Banyak dilakukan perdagangan yang curang, karena tujuannya mencari laba yang tinggi
dan menghadapi para pesaing bisnis agar dapat terus menguasai monopoli pasar.
• Semakin lebar jurang antara yang kaya dengan yang miskin.
Kelebihan Sistem Ekonomi Kapitalis
• Setiap orang memiliki kebebasan memiliki aset dan sumber daya produksi
• Mendorong inisiatif dan inovasi masyarakat dalam bidang ekonomi
• Munjulnya persaingan yang membuat setiap produsen terpacu untuk menghasilkan
produk.
• Dianggap efisien dan evektif karena semua tindakan didasari atas asas keuntungan

Contoh sistem ekonomi kapitalis:


• Freeport, adalah sebuah perusahaan yang dikuasai infestor asing yang berada di Papua
Indonesia. Akibatnya eksploitasi tersebut hanya menguntungkan pihak infestor saja.
Sedangkan mereka tidak memperdulikan Indonesia sebagai pemilik bahan baku dasarnya.
• Pertamina, adalah perusahaan minyak yang belum milik negara. Karena negara kita
masih mensubsidi bahan bakar dari pertamina untuk dijual kembali pada masyarakat
Indonesia.

Sistem ekonomi sosialis adalah ekonomi yang terkomando/terpusat, Sistem ini yang menitik
beratkan  perhatiannya pada nilai-nilai social, kemasyarakatan, kebersamaan secara murni.
Motivasi dari sistem ekonomi ini adalah seseorang bekerja untuk motif  pelayanan sosial bukan
motif laba.
• Ciri-ciri sistem ekonomi sosialis :
• seluruh sumber daya dikuasai oleh negara,
• produksi dilakukan untuk kebutuhan masyarakat,
• kegiatan ekonomi direncanakan oleh negara dan diatur pemerintah secara terpusat,
• hak milik individu tidak diakui.

Kelebihan sistem ekonomi sosialis


• Pemerintah sepenuhnya bertanggung jawab terhadap perekonomian
• Pemerintah bebas menentukan produksi sesuai kebutuhan masyarakat
• Pemerintah mengatur distribusi
• Mudah dalam pengelolaan, pengendalian dan pengawasan
• Pelaksanaan pembangunan lebih cepat
• Kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi secara merata

Kekurangan sistem ekonomi sosialis


• Hak milik individu tidak diakui
• Individu tidak mempunyai kebebasan dalam berusaha
• Potensi dan kreativitas masyarakat tidak berkembang
• Jalur birokrasi panjang

Contoh Sistem Ekonomi Sosialis:


• PLN adalah Perusahaan Listrik Negara yang menyalurkan listrik di seluruh pelosok
Indonesia.
• PDAM adalah Perusahaan Daerah Air Minum yang menyediakan air bersih untuk
masyarakat di Indonesia.
• KAI adalah perusahaan yang bergerak dibidang transportasi ini adalah contoh perusahaan
yang berada dipengawasan pemerintah. Kai atau Kereta Api Indonesia diatur pemerintah
dalam hal tiket dan kenaikannya.
Ciri Ciri Sistem Ekonomi Indonesia
• Peranan negara penting tetapi tidak dominan dan dicegah tumbuhnya system komando.
Peranan swasta juga penting, tetapi tidak dominan, dan dicegah tumbuhnya sistem liberal.
Dalam sistem ekonomi Pancasila usaha negara dan swasta tumbuh berdampingan secara
berimbang.
• Perekonomian tidak didominasi oleh modal dan buruh, melainkan berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
• Masyarakat memegang peranan penting karena produksi dikerjakan oleh masyarakat
untuk masyarakat di bawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat.
• Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Kelebihan Sistem Ekonomi indonesia


• Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
• Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
• Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagai pokok-pokok
kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.
• Sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan lembaga
perwakilan rakyat dan pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga
perwakilan rakyat.
• Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
• Hak milik perseorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat.
• Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam
batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
• Fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara.

Kelemahan Sitem ekonomi Indonesia


• Sistem free fight liberalism (sistem persaingan bebas yang saling menghancurkan
• Sistem terpusat, yang dapat mematikan potensi, kreasi, dan inisiatif warga masyarakat.
• Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat.

Sosialis Kapitalis Pancasila


Peran pemerintah Campur tangan Peranan negara/pemerintah penting tetapi tidak
sangat kuat. pemerintah sangat dominan dan dicegah tumbuhnya sistem
minim. komando. Peranan swasta juga penting, tetapi
tidak dominan, dan dicegah tumbuhnya sistem
liberal. Dalam sistem ekonomi Pancasila usaha
negara dan swasta tumbuh berdampingan
secara berimbang.
Kebijakan Perekonomian diatur Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
perekonomian diatur oleh mekanisme berdasar atas asas kekeluargaan.
sepenuhnya oleh
pemerintah. pasar.
Semua alat dan Pengakuan terhadap Cabang-cabang produksi yang penting bagi
sumber-sumber daya kepemilikan individu negara dan menguasai hajat hidup orang
dikuasai pemerintah. terhadap sumber banyak dikuasai oleh negara. Bumi, air, dan
ekonomi. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,
sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat
dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Hak milik perorangan Setiap orang bebas Hak milik perseorangan diakui dan
tidak diakui. memiliki, pemanfaatannya tidak boleh bertentangan
menggunakan dengan kepentingan masyarakat.
barang, dan jasa,
termasuk barang
modal.
Tidak ada individu Semua aktivitas Warga negara memiliki kebebasan dalam
atau kelompok yang dilaksanakan oleh memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
dapat berusaha dengan masyarakat (swasta). mempunyai hak akan pekerjaan dan
bebas dalam kegiatan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
perekonomian.

A. Pengertian Pembangunan
Dalam pemahaman sederhana pembangunan diartikan sebagai proses perubahan kearah
yang lebih baik, melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Pembangunan dalam sebuah
negara sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi (economic development). Pembangunan
ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan
memperhitungkan adanya peningkatan jumlah dan produktifitas sumber daya, termasuk
pertambahan penduduk, disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu
negara serta pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Hal ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Sumitro dalam Deliarnov (2006:89), bahwa proses pembangunan
ekonomi harus merupakan proses pembebasan, yaitu pembebasan rakyat banyak dari belenggu
kekuatan-kekuatan ekonomi, dan pembebasan negara-negara berkembang dari belenggu tata
kekuatan ekonomi dunia.
Secara terminologis, di Indonesia pembangunan identik dengan istilah
development, modernization, westernization, empowering, industrialization,economic
growth, europanization, bahkan istilah tersebut juga sering disamakan dengan term political
change. Identifikasi pembangunan dengan beberapa term tersebut lahir karena pembangunan
memiliki makna yang multi-interpretable, sehingga kerap kali istilah tersebut disamakan dengan
beberapa term lain yang berlainan arti (Moeljarto Tjokrowinoto, 2004). Makna dasar
dari development adalah pembangunan. Artinya, serangkaian upaya atau langkah untuk
memajukan kondisi masyarakat sebuah kawasan atau negara dengan konsep pembangunan
tertentu.
B. Lahirnya Pembangunan
Dalam perkembangan sejarahnya, terlihat bahwa kapitalisme lahir lebih kurang tiga abad
sebelum teori-teori pembangunan muncul. Sehingga, berbagai perdebatan terhadap teori maupun
praktek pembangunan sudah berada di dalam alam kapitalisme. Karena itu, tidak mengherankan
jika kapitalisme sangat mewarnai teori-teori pembangunan.
Motivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat berkembang sesungguhnya
adalah usaha merubah cara produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-negara maju
sudah menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang bertolak dari
analisa Marxis, dapat diakatakan hanyalah mengangkat kritik terhadap kapitalisme dari skala
pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (sentarl dan pinggiran), dengan
analisis utama yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang
didasari teori dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis dunia
sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.
Pendekatan Dalam Pembangunan
1. Teori Modernisasi
Teori Modernisasi lahir sekitar tahun 1950-an di Amerika Serikat sebagai wujud respon
kaum intelektual atas Perang Dunia II yang telah menyebabkan munculnya negara-negara Dunia
Ketiga. Kelompok negara miskin yang ada dalam istilah Dunia Ketiga adalah negara bekas
jajahan perang yang menjadi bahan rebutan pelaku Perang Dunia II. Sebagai negara yang telah
mendapatkan pengalaman sekian waktu sebagai negara jajahan, kelompok Dunia Ketiga
berupaya melakukan pembangunan untuk menjawab pekerjaan rumah mereka yaitu kemiskinan,
pengangguran, gangguan kesehatan, pendidikan rendah, rusaknya lingkungan, kebodohan, dan
beberapa problem lain.
Arti Modernisasi
Secara etimologis, ada beberapa tokoh yang mengajukan pendapat tentang makna
modernisasi. Everett M. Rogers dalam “Modernization Among Peasants: The 10 Impact of
Communication” menyatakan bahwa modernisasi merupakan proses dimana individu berubah
dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologis serta
cepat berubah.
Cyril E. Black dalam “Dinamics of Modernization” berpendapat bahwa secara historis
modernisasi adalah proses perkembangan lembaga-lembaga secara perlahan disesuaikan dengan
perubahan fungsi secara cepat dan menimbulkan peningkatan yang belum pernah dicapai
sebelumnya dalam hal pengetahuan manusia. Dengan pengetahuan tersebut, akan
memungkinkan manusia untuk menguasai lingkungannya dan melakukan revolusi ilmiah.
Daniel Lerner dalam “The Passing of Traditional Society: Modernizing the Middle East”
menyatakan bahwa modernisasi merupakan suatu trend unilateral yang sekuler dalam
mengarahkan cara-cara hidup dari tradisional menjadi partisipan. Marion Ievy dalam
“Modernization and the Structure of Societies” juga menyatakan bahwa modernisasi adalah
adanya penggunaan ukuran rasio sumberdaya kekuasaan, jika makin tinggi rasio tersebut, maka
modernisasi akan semakin mungkin terjadi.
Dari beberapa definisi tersebut, modernisasi dapat dipahami sebagai sebuah upaya tindakan
menuju perbaikan dari kondisi sebelumnya. Selain upaya, modernisasi juga berarti proses yang
memiliki tahapan dan waktu tertentu dan terukur.
Sebagaimana sebuh teori, Modernisasi memiliki asumsi dasar yang menjadi pangkal
hipotesisnya dalam menawarkan rekayasa pembangunan. Pertama, kemiskinan dipandang oleh
Modernisasi sebagai masalah internal dalam sebuah negara (Arief Budiman, 2000:18).
Kemiskinan dan problem pembangunan yang ada lebih merupakan akibat dari
keterbelakangan dan kebodohan internal yang berada dalam sebuah negara, bukan merupakan
problem yang dibawa oleh faktor dari luar negara. Jika ada seorang warga yang miskin sehingga
ia tidak mampu mencukupi kebutuhan gizinya, maka penyebab utama dari fakta tersebut adalah
orang itu sendiri dan negara dimana orang tersebut berada, bukan disebabkan orang atau negara
lain. Artinya, yang paling pantas dan layak melakukan penyelesaian masalah atas kasus tersebut
adalah orang dan negara dimana orang itu berada, bukan negara lain.
Kedua, muara segala problem adalah kemiskinan, pembangunan berarti perang terhadap
kemiskinan. Jika pembangunan ingin berhasil, maka yang kali pertama harus dilakukan adalah
menghilangkan kemiskinan dari sebuah negara. Cara paling tepat menurut Modernisasi untuk
menghilangkan kemiskinan adalah dengan ketersediaan modal untuk melakukan investasi.
Semakin tinggi tingkat investasi di sebuah negara, maka secara otomatis, pembangunan telah
berhasil, (Mansour Fakih, 2002:44-47).
Ciri-ciri pokok teori modernisasi:

1. Modernisasi merupakan proses bertahap.


2. Modernisasi juga dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi.
3. Modernisasi terkadang mewujud dalam bentuk lahirnya, sebagai proses Eropanisasi dan
Amerikanisasi, atau modernisasi sama dengan Barat.
4. Modernisasi juga dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur.
5. Modernisasi merupakan perubahan progresif
6. Modernisasi memerlukan waktu panjang. Modernisasi dilihat sebagai proses evolusioner,
dan bukan perubahan revolusioner.
Teori Modernisasi adalah teori pembangunan yang menyatakan bahwa pembangunan dapat
dicapai melalui mengikuti proses pengembangan yang digunakan oleh negara-negara
berkembang saat ini. Teori tindakan Talcott Parsons 'mendefinisikan kualitas yang membedakan
"modern" dan "tradisional" masyarakat.Pendidikan dilihat sebagai kunci untuk menciptakan
individu modern. Teknologi memainkan peran kunci dalam teori pembangunan karena diyakini
bahwa teknologi ini dikembangkan dan diperkenalkan kepada negara-negara maju yang lebih
rendah akan memacu pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor kunci dalam Teori Modernisasi
adalah keyakinan bahwa pembangunan memerlukan bantuan dari negara-negara maju untuk
membantu negara-negara berkembang untuk belajar dari perkembangan mereka. Dengan
demikian, teori ini dibangun di atas teori bahwa ada kemungkinan untuk pengembangan yang
sama dicapai antara negara maju dan dikembangkan lebih rendah.
2. Teori  Dependensi (Ketergantungan).
Sejarah dan Asumsi Dasar Teori Dependensi
Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi
membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika Latin.
Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di
negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor internal
itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam
keterbelakangan.
Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini berpendapat
bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara Dunia Ketiga bukan
disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun lebih banyak ditentukan oleh faktor
eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu. Faktor luar yang paling menentukan keterbelakangan
negara Dunia Ketiga adalah adanya campur tangan dan dominasi negara maju pada laju
pembangunan di negara Dunia Ketiga. Dengan campur tangan tersebut, maka pembangunan di
negara Dunia Ketiga tidak berjalan dan berguna untuk menghilangkan keterbelakangan yang
sedang terjadi, namun semakin membawa kesengsaraan dan keterbelakangan. Keterbelakangan
jilid dua di negara Dunia Ketiga ini disebabkan oleh ketergantungan yang diciptakan oleh
campur tangan negara maju kepada negara Dunia Ketiga. Jika pembangunan ingin berhasil,
maka ketergantungan ini harus diputus dan biarkan negara Dunia Ketiga melakukan roda
pembangunannya secara mandiri.
Ada dua hal utama dalam masalah pembangunan yang menjadi karakter kaum Marxis
Klasik. Pertama, negara pinggiran yang pra-kapitalis adalah kelompok negara yang tidak
dinamis dengan cara produksi Asia, tidak feodal dan dinamis seperti tempat lahirnya kapitalisme,
yaitu Eropa. Kedua, negara pinggiran akan maju ketika telah disentuh oleh negara pusat yang
membawa kapitalisme ke negara pinggiran tersebut. Ibaratnya, negara pinggiran adalah seorang
putri cantik yang sedang tertidur, ia akan bangun dan mengembangkan potensi kecantikannya
setelah disentuh oleh pangeran tampan. Pangeran itulah yang disebut dengan negara pusat
dengan ketampanan yang dimilikinya, yaitu kapitalisme. Pendapat inilah yang kemudian
dibantah oleh teori Dependensi.
Bantahan teori Dependensi atas pendapat kaum Marxis Klasik ini juga ada dua
hal. Pertama, negara pinggiran yang pra-kapitalis memiliki dinamika tersendiri yang berbeda
dengan dinamika negara kapitalis. Bila tidak mendapat sentuhan dari negara kapitalis yang telah
maju, mereka akan bergerak dengan sendirinya mencapai kemajuan yang diinginkannya. Kedua,
justru karena dominasi, sentuhan dan campur tangan negara maju terhadap negara Dunia Ketiga,
maka negara pra-kapitalis menjadi tidak pernah maju karena tergantung kepada negara maju
tersebut. Ketergantungan tersebut ada dalam format “neo-kolonialisme” yang diterapkan oleh
negara maju kepada negara Dunia Ketiga tanpa harus menghapuskan kedaulatan negara Dunia
Ketiga, (Arief Budiman, 2000:62-63).
Teori Dependensi kali pertama muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya, teori
ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang dijalankan oleh ECLA (United
Nation Economic Commission for Latin Amerika) pada masa awal tahun 1960-an. Lembaga
tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mampu menggerakkan perekonomian di negara-negara
Amerika Latin dengan membawa percontohan teori Modernisasi yang telah terbukti berhasil di
Eropa.
Teori Dependensi juga lahir atas respon ilmiah terhadap pendapat kaum Marxis Klasik
tentang pembangunan yang dijalankan di negara maju dan berkembang. Aliran neo-marxisme
yang kemudian menopang keberadaan teori Dependensi ini.
Tentang imperialisme, kaum Marxis Klasik melihatnya dari sudut pandang negara maju
yang melakukannya sebagai bagian dari upaya manifestasi Kapitalisme Dewasa, sedangkan
kalangan Neo-Marxis melihatnya dari sudut pandang negara pinggiran yang terkena akibat
penjajahan. Dalam dua tahapan revolusi, Marxis Klasik berpendapat bahwa revolusi borjuis
harus lebih dahulu dilakukan baru kemudian revolusi proletar. Sedangkan Neo-Marxis
berpendapat bahwa kalangan borjuis di negara terbelakang pada dasarnya adalah alat atau
kepanjangan tangan dari imperialis di negara maju. Maka revolusi yang mereka lakukan tidak
akan membawa perubahan di negara pinggiran, terlebih lagi, revolusi tersebut tidak akan mampu
membebaskan kalangan proletar di negara berkembang dari eksploitasi kekuatan alat-alat
produksi kelompok borjuis di negara tersebut dan kaum borjuis di negara maju.
Tokoh utama dari teori Dependensi adalah Theotonio Dos Santos dan Andre Gunder
Frank. Theotonio Dos Santos sendiri mendefinisikan bahwa ketergantungan adalah hubungan
relasional yang tidak imbang antara negara maju dan negara miskin dalam pembangunan di
kedua kelompok negara tersebut. Dia menjelaskan bahwa kemajuan negara Dunia Ketiga
hanyalah akibat dari ekspansi ekonomi negara maju dengan kapitalismenya. Jika terjadi sesuatu
negatif di negara maju, maka negara berkembang akan mendapat dampak negatifnya pula.
Sedangkan jika hal negatif terjadi di negara berkembang, maka belum tentu negara maju akan
menerima dampak tersebut. Sebuah hubungan yang tidak imbang. Artinya, positif-negatif
dampak berkembang pembangunan di negara maju akan dapat membawa dampak pada negara,
(theotonio dos santos,  review, vol. 60, 231).
Dalam perkembangannya, teori Dependensi terbagi dua, yaitu Dependensi Klasik yang
diwakili oleh Andre Gunder Frank dan Theotonio Dos Santos, dan Dependensi Baru yang
diwakili oleh F.H. Cardoso.
Teori Ketergantungan yang dikembangkan pada akhir 1950an di bawah bimbingan
Direktur Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin, Raul Prebisch. Prebisch dan rekan-
rekannya di picu oleh kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri maju
tidak harus menyebabkan pertumbuhan di negara-negara miskin. Memang, studi mereka
menyarankan bahwa kegiatan ekonomi di negara-negara kaya sering menyebabkan masalah
ekonomi yang serius di negara-negara miskin. Kemungkinan seperti itu tidak diprediksi oleh
teori neoklasik, yang diasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi bermanfaat bagi semua, bahkan
jika tidak bermanfaat tidak selalu ditanggung bersama. Penjelasan awal Prebisch untuk fenomena
ini sangat jelas: negara-negara miskin mengekspor komoditas primer ke negara-negara kaya
yang kemudian diproduksi produk dari komoditas tersebut dan mereka jual kembali ke negara-
negara miskin.
Tiga masalah membuat kebijakan ini sulit untuk diikuti. Yang pertama adalah bahwa
pasar internal negara-negara miskin tidak cukup besar untuk mendukung skala ekonomi yang
digunakan oleh negara-negara kaya untuk menjaga harga rendah. Isu kedua menyangkut akan
politik negara-negara miskin untuk apakah transformasi menjadi produsen utama produk itu
mungkin atau diinginkan. Isu terakhir berkisar sejauh mana negara-negara miskin sebenarnya
memiliki kendali produk utama mereka, khususnya di bidang penjualan produk-produk luar
negeri. Hambatan-hambatan dengan kebijakan substitusi impor menyebabkan orang lain berpikir
sedikit lebih kreatif dan historis pada hubungan antara negara-negara kaya dan miskin. 
Pada titik ini teori ketergantungan itu dipandang sebagai sebuah cara yang mungkin
untuk menjelaskan kemiskinan terus-menerus dari negara-negara miskin. Pendekatan neoklasik
tradisional mengatakan hampir tidak ada pada pertanyaan ini kecuali untuk menegaskan bahwa
negara-negara miskin terlambat datang ke praktik-praktik ekonomi yang padat dan begitu
mereka mempelajari teknik-teknik ekonomi modern, maka kemiskinan akan mulai mereda.
Ketergantungan dapat didefinisikan sebagai suatu penjelasan tentang pembangunan ekonomi
suatu negara dalam hal pengaruh eksternal - politik, ekonomi, dan budaya - pada kebijakan
pembangunan nasional (Osvaldo Sunkel, "Kebijakan Pembangunan Nasional dan Eksternal
Ketergantungan di Amerika Latin," Jurnal Studi Pembangunan, Vol 6,. no. 1 Oktober 1969, hal
23).
1. Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara terbelakang
harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri substitusi impor.
2. Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk
menjawab pertanyaan tentang apa alasan bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspansi dan
menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga teori:
1.  Teori God: Adanya misi menyebarkan agama.
2.  Teori Glory: Kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.
3.  Teori Gospel: Motivasi demi keuntungan ekonomi.
3. Paul Baran: Sentuhan Yang Mematikan Dan Kretinisme. Baginya perkembangan
kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di negara-negara pusat.
Di negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang
membuat orang tetap kerdil.
Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari tokoh-
tokoh di atas, yakni:
1. Andre Guner Frank : Pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank
keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang
melahirkan sistem sosialis.
2. Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk
ketergantungan, yakni :
a. Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat
bersifat eksploitatif.
b. Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan
ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.
c. Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri
dilakukan melalui monopoli teknologi industri.
Enam bagian pokok dari teory independensi adalah :
1. Pendekatan Keseluruhan Melalui Pendekatan Kasus. Gejala ketergantungan dianalisis
dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia.
Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya
sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi
perhatian pendekatan ini.
2. Pakar Eksternal Melawan Internal. Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat
dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal
lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal
yang mempengaruhi/ menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
3.  Analisis Ekonomi Melawan Analisi Sosiopolitik. Raul Plebiech memulainya dengan
memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi.
AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya,
terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai
masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis
ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis
sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara
pinggiran.
4. Kontradiksi Sektoral/Regional Melawan Kontradiksi Kelas. Salah satu kelompok
penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara
pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional.
Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas,
seperti Cardoso.
5. Keterbelakangan Melawan Pembangunan. Teori ketergantungan sering disamakan
dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para
pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan
bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan
adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks
ketergantungan.
6.  Voluntarisme Melawan Determinisme. Penganut marxis klasik melihat perkembangan
sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan
dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti
Frank kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme
negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara
pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis
melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik.
3. Teori Sistem Dunia
Teori sistem dunia adalah adanya bentuk hubungan negara dalam sistem dunia yang terbagi
dalam tiga bentuk negara yaitu negara sentral, negara semi pinggiran dan negara pinggiran.
Ketiga bentuk negara tersebut terlibat dalam hubungan yang harmonis secara ekonomis dan
kesemuanya akan bertujuan untuk menuju pada bentuk negara sentral yang mapan secara
ekonomi. Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi pinggiran ditentukan oleh
keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu atau kombinasi dari strategi
pembangunan, yaitu strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan
undangan dan strategi berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi pinggiran
menuju negara sentral bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran melakukan perluasan
pasar serta introduksi teknologi modern. Kemampuan bersaing di pasar internasional melalui
perang harga dan kualitas.
Negara semi pinggiran yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan sebuah pelengkap
dari konsep sentral dan pinggiran yang disampaikan oleh teori dependensi. Alasan sederhana
yang disampaikannya adalah, banyak negara yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut
sehingga Wallerstein mencoba menawarkan konsep pembagian dunia menjadi tiga kutub yaitu
sentral, semi pinggiran dan pinggiran.
Terdapat dua alasan yang menyebabkan sistem ekonomi kapitalis dunia saat ini
memerlukan kategori semi pinggiran, yaitu dibutuhkannya sebuah perangkat politik dalam
mengatasi disintegrasi sistem dunia dan sarana pengembangan modal untuk industri dari negara
sentral. Disintegrasi sistem dunia sangat mungkin terjadi sebagai akibat “kecemburuan” negara
pinggiran dengan kemajuan yang dialami oleh negara sentral. Kekhawatiran akan timbulnya
gejala disintegrasi ini dikarenakan jumlah negara miskin yang sangat banyak harus berhadapan
dengan sedikit negara maju. Solusi yang ditawarkan adalah membentuk kelompok penengah
antara keduanya atau dengan kata lain adanya usaha mengurangi disparitas antara negara maju
dan negara miskin. Secara ekonomi, negara maju akan mengalami kejenuhan investasi sehingga
diperlukan perluasan atau ekspansi pada negara lain. Upaya perluasan investasi ini membutuhkan
lokasi baru pada negara miskin. Negara ini kemudian dikenal dengan istilah negara semi
pinggiran, Wallerstein mengajukan tesis tentang perlunya gerakan populis berskala nasional
digantikan oleh perjuangan kelas berskala dunia. Lebih jauh Wallerstein menyatakan bahwa
pembangunan nasional merupakan kebijakan yang merusak tata sistem ekonomi dunia. Alasan
yang disampaikan olehnya, antara lain :
1.  Impian tentang keadilan ekonomi dan politik merupakan suatu keniscayaan bagi
banyak negara.
2.  Keberhasilan pembangunan pada beberapa negara menyebabkan perubahan
radikal dan global terhadap sistem ekonomi dunia.
3.  Strategi pertahanan surplus ekonomi yang dilakukan oleh produsen berbeda
dengan perjuangan kelas yang berskala nasional.
Pengaruh Teori Sistem Dunia
Teori sistem dunia telah mampu memberikan penjelasan keberhasilan pembangunan
ekonomi pada negara pinggiran dan semi pinggiran. Negara-negara sosialis, yang kemudian
terbukti juga menerima modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi
kapitalis dunia. Negara sosialis yang kemudian menerima dan masuk ke dalam pasar kepitalis
dunia adalah China, khususnya ketika periode pengintegrasian kembali (Penelitian So dan Cho
dalam Suwarsono dan So, 1991). Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global,
berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang
mendunia. kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk
dipakai ke produksi untuk dijual, telah merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan
barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga mengembangkan individualisme,
komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara
produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan
pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat
antar individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi
juga struktur masyarakat dan bentuk negara.
4. Teori Artikulasi
Teori ini menyikapi kegagalan kapitalisme yang dilakukan di negara satelit,
karena kapitalisme dapat berhasil dilakukan di negara maju. Minimal ada dua alasan utama
yang menyebabkan kapitalisme gagal membawa negara berkembang
untuk mencapai kemajuan dalam pembangunan yang dilakukannya. Dua hal itu adalah
kegagalan cara dan proses produksi di negara satelit.
1)  Kegagalan proses produksi di negara satelit
Teori  ini berpendapat  bahwa negara satelit telah gagal memahami proses industrialisasi
yang dicontohkan oleh negara maju. Pemahaman yang salah atas kapitalisme ini
kemudian membawa kegagalan dalam mewujudkan kapitalisme  dengan  melakukan
industrialisasi  dalam negeri. Disinilah yang dimaksud
dengan kegagalandalam pembangunan menurut teori Artikulasi.
Negara  Dunia  Ketiga gagal  mengartikulasikan  profil  kemajuan  dan kemandirian
ekonomi yang  telah tercapai  di  negara  maju  dengan
kapitalisasiekonominya,  sehingga kegagalan ini membawa negara satelit tetapmenjadi
negara miskin.
2)  Kesalahan cara produksi
Industrialiasi  yang  berjalan  di  negara  satelit  mengalami  kesalahan  dalam hal produksi
(made of production), sehingga pemanfaatan sumberdaya
alam tidak dilakukan secara maksimal untuk menghasilkan produk barang industri.
Kesalahan cara produksi ini menyebabkan kapitalisme di negara satelit tidak berjalan dan
berkembang secara murni, sehingga pembangunan tidak berhasil membawa kemajuan bagi
negara tersebut. Kegagalan cara produksi  di  negara  Dunia Ketiga ini terjadi karena
keterbatasan teknologi industri yang dikuasai oleh para tenaga ahli di negara Dunia
Ketiga. Dengan terbatas dan sedikitnya
teknologiindustriyang dikuasai, makaproduk industri yang dihasilkan oleh industri negara Dunia
Ketiga tetap akan mengalami kekalahan dalam persaingan di pasar konsumsi dengan produk
yang dihasilkan oleh industri negara maju.
Dengan tidak lakunya barang-barang produk industri negara Dunia
Ketiga,maka pertumbuhan pendapatan industri-industri domestik akan cenderung rugi atau
hanya mendapatkan  laba  yang  minim,  sehingga dengan keuntungan terbatas
tersebut, karyawan dan para pekerja akan terbatas mendapatkan pendapatan dari kerja yang
telah mereka lakukan. Jika pendapatan  rendah, maka
kemampuan konsumsi juga rendah. Makanegara Dunia Ketiga tetap masih berada dalam
keterbelakangan jika tidak  mampu merubah cara produksi industri yang 
ada didalam negaranya. Cara tercepat untuk merubahnya adalah dengan menguasai
teknologi industri yang sangat menentukan mutu produk industri itu sendiri. Tokoh teori
ini adalah Claude Meillassoux dan Pierre Philippe Rey, keduanya adalah antropolog
yangberasaldari Perancis,(Arief Budiman, 2000: 103-107).
C. Masalah Pembangunan Ekonomi di Indonesia
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia yang dimulai pada pertengahan tahun 1997, menurut
para ahli ekonomi adalah karena rapuhnya fundamental ekonomi Indonesia. Artinya kemajuan-
kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada saat itu sangat didominasi oleh kelompok-kelompok
ekonomi besar/industri-industri besar yang masih sangat tergantung pada luar negeri baik dari
bahan baku, modal, dan teknologi. Sehingga pada saat nilai rupiah terhadap valuta asing jatuh,
maka perekonomian Indonesia mengalami goncangan hebat. Misalnya: tutupnya industri-industri
besar yang mengakibatkan ribuan orang menjadi penganggur, meningkatnya harga-harga
kebutuhan yang berbahan baku impor dan lainlain. Sampai saat ini ketergantungan sektor
industri di Indonesia (khususnya industri manufaktur) terhadap luar negeri masih sangat besar.
Inilah tantangan dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.
a. Kemiskinan dan Keterbelakangan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah pembangunan Ekonomi di Indonesia. Kemiskinan
dan keterbelakangan merupakan masalah yang umum terjadi di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Menurut ketentuan yang dibuat oleh PBB yang masuk dalam kategori
negara miskin adalah negara yang pendapatan perkapitanya kurang dari 1000 US$. Berdasarkan
data dari UNDP (United Nations Development Program) tahun 2004 pendapatan per kapita
dalam dolar Amerika Serikat, yaitu Indonesia 3.609, India 3.019, Sri Lanka 4.600, dan Sierra
Leone 561.
Saat ini Indonesia tidak lagi masuk golongan negara miskin. Meski demikian saat ini masih ada
sekitar 40 juta orang Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Keterbelakangan adalah
ketertinggalan jika dibandingkan dengan pihak lain. Dibandingkan negara maju seperti Jepang,
Indonesia banyak mengalami ketertinggalan dalam berbagai Bidang Pada masa Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh Prof. Dr. Wardiman Joyonegoro, beliau sangat
memerhatikan masalah penguasaan teknologi ini. Sehingga pada saat itu kebijakan Depdikbud
adalah mendorong berdirinya fakultas-fakultas exacta dan menghentikan izin untuk pembukaan
fakultas-fakultas sosial di level pendidikan tinggi.
b. Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah utama yang banyak dihadapi oleh negara berkembang, pada
umumnya hal tersebut berkaitan erat dengan ketidakseimbanan antara laju pertumbuhan
penduduk, pertumbuhan angkatan kerja, dan perluasan kesempatan kerja. Pertumbuhan angkatan
kerja dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut.
1) Tingkat pertumbuhan dan struktur penduduk yang berkaitan erat dengan aspek demografi.
2) Tingkat partisipasi penduduk dalam pasar kerja yang berkaitan erat dengan aspek sosial
ekonomi.
Sebuah negara yang rendah penguasaan teknologinya, seperti Indonesia, sangat mengharapkan
adanya investasi asing. Dengan mengandalkan investasi dalam negeri (PMA) saja maka tidak
akan bisa menyerap angkatan kerja sehingga tingkat pengangguran akan tetap tinggi. Data tahun
2005 menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 40 juta jiwa dan 10 juta
jiwa merupakan pengangguran terbuka. Mengapa laju perluasan kesempatan kerja tidak secepat
laju pertumbuhan angkatan kerja? Ini adalah fenomena yang biasa terjadi di negara berkembang
di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Kondisi sebaliknya justru terjadi di negara-negara maju, di
mana pertumbuhan penduduk (angkatan kerja) rendah, sementara kebutuhan tenaga kerja dari
industri meningkat dengan cepat. Rendahnya investasi di negara berkembang umumnya
diakibatkan rendahnya penguasaan teknologi. Negara-negara yang kaya akan hasil tambang
seperti di Afrika dan Timur Tengah (minyak), eksplorasi dilakukan oleh perusahaanperusahaan
dari Eropa dan AS.
c. Berbagai Ketimpangan Hasil Pembangunan
Pemerintahan Orde Baru telah berhasil dalam melakukan pembangunan, terutama dalam
pembangunan infrastruktur, berkembangnya Penanaman Modal Asing (PMA), dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) untuk beberapa waktu. Memang pembangunan tersebut dibiayai
oleh utang luar negeri yang cukup besar dan menimbulkan kontroversi di dalam negeri. Akan
tetapi dalam sekian tahun masa pemerintahan Orde Baru telah berhasil dalam menumbuhkan
perekonomian negara rata-rata -/+ 6% per tahun. Permasalahan yang kemudian muncul  adalah
masalah pemerataan pembangunan. Dalam masa itu terjadi ketimpangan yang cukup besar dalam
distribusi pendapatan di masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang menikmati peningkatan
pendapatan yang sangat tinggi, sementara sebagian lainnya hanya kecil saja.

Periodisasi Perekonomian Indonesia

1. Sejarah Perekonomian Indonesia


Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik
dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu
jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke
India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut
Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara
India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga
hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi). Perdagangan di
masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme
politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa
Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa,
mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya
dari berbagai upeti dan pajak.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya
pelabuhan.Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan-kerajaan di Sumatera
bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan
perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan.
Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan
sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan hingga saat ini.
Seusai masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan perekonomian Indonesia dapat
dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa
reformasi.

a. Masa sebelum kemerdekaan


Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa
periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris,
dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu diusir
oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah
menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah
perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa
periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda
(sebutan untuk Indonesia saat itu).

Masa Pendudukan Belanda


Pada masa penjajahan indonesia menerapkan sistem perekonomian monopolis.dimana setiap
kegiatan perekonomian dijalankan desuai penguasa perdaganngan Indonesia saat itu. VOC
adalah lembaga yang menguasai perdagangan Indonesia saat itu. Pada masa VOC berkuasa
mereka nerap kan peraturan dan strategi agar mereka tetep menguasai perekonomian Indonesia.
Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban
meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk
mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap
tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh
ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya
melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang
sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.

Masa Pendudukan Inggris


Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan
oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan
Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu,
dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk
Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan
tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk
dari negara penjajah.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan,
dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di
Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :

a) Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi
untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.

b) Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.

c) Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau
mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.

Masa Pendudukan Jepang


Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya
ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya,
terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat
merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk
memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati
prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya
didapat dengan jalan impor. Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dari Nippon. Segala
hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai
memenangkan perang Pasifik.

b. Masa Orde Lama


Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain
disebabkan oleh inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata
uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan
tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret
1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu)
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan
Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik
Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang
yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda
sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI. Kas negara kosong.
Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)


Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori
mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih
lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada
akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)


Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-
galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada
kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme).
Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :

a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai
berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp
100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.

b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis


Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi
perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.

c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000
menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama,
tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan
pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

c. Masa Orde Baru


Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama.
Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan
negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan,
karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata
pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak
memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem
ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur
tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan
masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan
UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-
kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.

d. Orde Reformasi
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan
manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya
diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden
Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara
dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus
dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi,
kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat
skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya,
kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan
korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk
menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM,
atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga
minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan,
serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke
tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah
mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah
diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang
mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja.
Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan
bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang
ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah
kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF
sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-
agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi
pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di
bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena
beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang
(perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas
pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan
kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi,
di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi
dalam negeri masih kurang kondusif.

2. Paradigma/Tinjauan Perekonomian Indonesia

Sektor ekonomi adalah pilar utama dalam mendukung pertumbuhan dan


pembangunanbangsa. Sektor yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak di seluruh dunia
secarasignifikan. Segala hal yang berhubungan dengan proses jual-beli, mekanisme pasar,
perputaranuang dan kewiraushaan adalah hal kecil yang tergabung dalam sektor ini. Melihat
contohkecilnya tentu akan disadari betapa pentingnya sektor ekonomi dalam sebuah Negara.
Perkembangan sektor ekonomi di Indonesia sangat fluktuatif, terutama disebabkan
olehkrisis multidimensional yang diawali oleh krisis moneter yang melanda Negara kita tahun
1998silam. Setelah terjadinya Reformasi tahun 1998, kisaran tahun 1999-2004. Sektor
ekonomiNegara kita mencapai titik yang rendah, dimana pada periode tersebut pertumbuhan
ekonomiNegara kita hanya mencapai 3,9 % pertahunnya. Hal ini diakibatkan hal tadi, dimana
terjadi krisis multidimensional serta pergantian pemerintahan. Tingkat pengangguran
menjaditinggi,akibatnya banyaknya industri yang kolaps, terutama indsutri yang bahan
bakuproduksinya bergantung dari luar negeri. Jumlah penduduk miskin, berdasarkan data
yangadisampaikan pada kuliah umum tersebut mencapai sekitar 24,2 % atau sekitar 46
jutapenduduk. Namun program pembangunan ekonomi yang dicanangkan pemerintah
cukupmampu membuat ekonomi kita berkembang, dimana di akhir periode tahun 2004,
pendudukmiskin dapat ditekan hingga mencapai angka 16,7 %. Begitu juga dengan
pengangguran,mengalami penurunan menjadi hanya sekitar 10,3 %. namun yang patut
dibanggakan adalahnilai PDB per kapita kita mencapai nilai yang dicapai sebelum terjadinya
reformasi dan krisis,yaitu $ 1186. Namun masih terjadi kekhawatiran terhadap adanya krisis lagi
di kemudian hari,karena berdasarkan analisis kondisi devisa kita sangat rentan terhadap shock.
Setelah periode tersebut hingga kini ( 2004-2011) pertumbuhan ekonomi kita
cukupsignifikan. Dimana jika diukur berdasarkan nilai pertumbuhan ekonomi, presentasenya
cukup tinggi. Selain itu volume / kuantitas ekspor-impor yang mencapai nilai tertinggi sepanjang
sejarahNegara kita yaitu mencapai angka 35,4 %, selain itu investasi juga meningkat seiiring
dengan makin banyaknya pemodal menanamkan modalnya di Indonesia. Pengangguran menurun
hingga angka 7,14 % setlah pada tahun 2009 mencapai 7,9 %. Sebagai imbas
perkembanganekonomi yang signifikan tersebut, neraca Negara kita tahun 2010 surplus 21
milyar US dollar.
3. Sistem Perencanaan Pembangunan Indonesia
Awal masa orde baru menerima beban berat dari buruknya perekonomian orde lama.
Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Maka sejak tahun 1969,
Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana
Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).

a. REPELITA I (1969-1974)
Mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan
ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang,
perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya
perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

b. REPELITA II (1974-1979)
Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah
sector pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan
merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

c. REPELITA III (1979-1984)


Prioritas tetap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian
menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi
bahan jadi.

d. REPELITA IV (1984-1989)
Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki
kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas
kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.
e. REPELITA V (1989-1994)
Menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.Pembangunan ekonomi
menurut REPELITA adalah mengacu pada sector pertanian menuju swasembada pangan yang
diikuti pertumbuhan industri bertahap.
KEBIJAKSANAAN STABILISASI DALAM MENJALANKAN PEREKONOMIAN
INDONESIA

Di dalam menjalankan fungsinya sebagai pelaku ekonomi yang memiliki fungsi


prioritas sebagai dinamisator dan stabilisator, maka pemerintah perlu merencanakan dan
melaksanakan tindakan-tindakan yang berkesinambungan guna menyiapkan, mengarahkan
kegiatan ekonomi indonesia. Tindakan-tindakan itulah yang kemudian lebih dikenal dengan
kebijaksanaan stabilisasi pemerintah di bidang ekonomi. Meskipun demikian kebijaksanaan
dibidang lain tiak kalah pentingnya dalam mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan
kebijkasanaan ekonomi itu sendiri.
Dari sekian banyak kebijaksanaan ekonomi yang pernah, sedang dan akan dijalankan
oleh pemerintah dengan dukungan semua pelaku ekonomi di insonesia, apapun istilahnya dapat
dikelompokkan kedalam Kebijaksanaan Moneter dan Kebijkasanaan Fiskal.

A.           Kebijaksanaan Moneter.

Kebijksanaan moneter adalah sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur


perekonomian melalui peredaran uang dan tingkat suku bunga. Kebijaksanaan ini ditempuh
untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh positif dan negatif dari peredaran uang dan tingkat
suku bunga yang berlaku dimasyarakat. Hal ini dapat dimengerti karena peran uang yang sangat
begitu vital dalam kehidupan perekonomian suatu negara, begitu pula pentingnya tingkat suku
bunga yang dapat mempengaruhi pola kegiatan investasi di Indonesia.
Di dalam sistem perekonomian indonesia, kebijaksanaan moneter ini dijalankan oleh
pemerintah melalui lembaga keuangan yang disebut dengan Bank Indonesa (BI). Bank Indonesia
seperti halnya di negara-negara lain, adalah satu-satunya bank sentral indonesia yang secara
lebih rinci memiliki tugas :
  Sebagai bank-nya pemerintah, dalam arti membantu pemerintah dalam mengelola (meminjam dan
meminjami) dana pemerintah yang akan dipergunakan untuk pemerintah.
  Sebagai bank-nya bank umum, dalam arti akan membantu para bangk umum dalam kegiatan
operasional dana yang dimiliki atau dibutuhkannnya.
  Sebagai lembaga pengawasan kegiatan lembaga keuangan, dalam arti mengawasi produk-poiduk
yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga keuangan yang dapat mempengaruhi peredaran
uang dan iklim investasi.
  Bersama lembaga keuangan lainnya bertugas sebagai lembaga pengawas kegiatan ekonomi di
sektor luar negeri
  Memperlancar kegiatan perekonomian dengan cara mencetak uang kartal (kertas dan logam).
Di lihat dari upaya yang ditempuh pemerintah, kebijaksanaan moneter ini dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis kebijaksanaan moneter:
a.       Kebijaksanaan moneter kuantitatif
Sesuai dengan namanya jenis kebijaksanaan moneter ini dijalankan dengan mengatur
uang beredar dan tingkat suku bunga dari segi kuantitasnya. Kebijaksanaan jenis ini umumnya
dijalankan dengan tiga cara, yaitu:
Petama, dengan melakukan pasar terbuka, yakni dengan menjual-belikan surat-surat
berharga (SBI) yang dimiliki oleh Bank Indonesia, dengan harapan uang yang beredar akan
menjadi lebih banyak atau menjadi lebih sedikit sesuai yang diperlukan dalam perekonomian.
Kedua, dengan merubah tingkat suku bunga diskonto. Cara ini dilakukan sebagai
alternatif dari operasi pasar tebuka. Tingkat suku bunga diskonto adalah tingkat suku bunga yang
berlaku dalam transaksi moneter antara Bank Indonesia dengan bank umum. Proses dari cara ini
adalah, jika dengan asumsi yang sama, bahwa agar uang yang beredar tidak terlalu banyak, maka
tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga sidkonto. Dengan
suku bunga diskonto yang tinggi maka bank umum tidak akan meminjam uang dari Bank
Indonesia dengan jumlah yang banyak. Sehingga uang yang beredar di bank umum sedikit,
akibatnya uang yang tersalurkan di masyarakat menjadi sedikit. Dengan demikian uang yang
beredar tidak menjadi lebih banyak lagi. Akibat ini juga akan tercapai jika dengan suku bunga
diskonto yang tinggi, bank umum lebih memilih mentimpan uangnya di bank Indonesia dari pada
mengeluarkanya untuk masyarakat.
Ketiga, dengan cara merubah prosentase cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh
setiap bank umum. Jika bank umum memiliki kelebihan cadangan minimal,maka operasi pasar
terbuka akan gagal. Jika ini yang terjadi maka Bank Indonesia masih dapat mengatasinya dengan
cara menaikkan prosentase wajib cadangan minimalnya. Dengan cara ketiga ini, uang beredar
dapat dikurangi, namun demikian cara inipun akan gagal jika bank umum kembali
menetapkan/memiliki kelebihan cadangan minimal lagi.
b.    Kebijaksanaan moneter kualitatif
Untuk lebih mensukseskan cara-cara kuantitatif di atas maka Bank Indonesia dapat
melakukan kebijaksanaan moneter yang bersifat kualitatif ini, yang dimaksud dengan
kebijaksanaan moneter kualitatif ini adalah dengan mengatur dan menghimbau pihak bank
umum/lembaga keuangan lainnya, baik manajemannya maupun produk yang ditawarkan kepada
masyarakat guna mendukung kebijaksanaan moneter kuantitatif yang sedang dilaksanakan oleh
Bank Indonesia. Bank indonesia akan menghimbau kepada manajeman bank umum untuk tidak
memiliki kelebihan cadangan minimal yang telah ditetapkan. Di samping itu kebijaksanaan ini
juga bertujuan untuk lebih mengawasi kegiatan perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar
tidak sampai merugikan masyarakat, bank umum itu sendiri sampai dengan perkonomian secara
umum.
B.       Kebijaksanaan Fiskal.

Jika di dalam kebijaksanaan pemerintah menggunakan elemen uang beredar dan suku
bunga untuk mengatur perekonomian, maka kebijaksanaan fiskal adalah suatu tindakan
pemerintah dalam mengatur perekonomian melalui anggaran belanja negara, dan biasanya
dikaitkan dengan masalah perpajakan. Meskipun tidak selalu demikian, namun orang lebih
melihat kebijaksanaan fiskal sebagai kebijkasanaan pemerintah di sektor perpajakan.
Kebijaksanaan fiskal (dalam hal ini melalui perpajakan) dapat dibedakan dari berbagai
segi. Pertama, jika dilihat dari segi pembayarannya, sistem pembayaran pajak dibagi menjadi
pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya
tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang
pembayarannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, seperti pajak pertambahan nilai, cukai
rokok, dan sejenisnya.
Kedua, jika dilihat dari besar-kecilnya pajak yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak,
pajak jenis ini dapat dibagi dalam:
Pajak regresif, yakni pajak yang besar-kecilnya nilai yang harus dibayarkan, ditetapkan
berbanding terbalik dengan besarnya pendapatan wajib pajak. Semakin tinggi pendapatan wajib
pajak, semakin kecil pajak yang harus dibayarkan.
Pajak sebanding, pajak yang besar-kecilnya sama untuk berbagai tingkat pendapatan,
umumnya untuk tiap jenis komoditi dengan karakristik yang sama.
Pajak Progresif, adalah pajak yang besar-kecilnya akan ditetapkan searah dengan
dengan besarnya pendapatan wajib pajak, semakin tinggi pendapatan maka akan semakin besar
pula pajak yang harus dinayarkan. Sebaliknya semakin kecil pendapatan, maka semakin kecil
pajak yang akan dikeluarkan (standar wajib pajak).
Ketiga, jika dilihat dari segi tujuan ditetapkannya, maka ada beberapa tujuan dari
adanya kebijaksanaan perpajakan ini, yakni:
1.      Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah yang cukup potensial. Dengan demikian
baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka semakin besar pula nilai pajak yang
dapat dihimpun oleh negara. Hal ini didukung dengan semakin banyaknya objek pajak yang
dapat dikenai pajak.
2.      Pajak sebagai alat pengendali tingkat pengeluaran masyarakat, dengan sistem perpajakan dapat
membantu pemerintah dalam hal menekan pengeluaran, terutama jika kondisi perekonomian
sedemikian capatnya sehingga dapat memicu inflasi yang semakin tidak terkendali, sehingga
pengeluaran pemerintah dan masyarakat perlu dikurangi. Dengan adanya pajak pendapatan
disposible (Yd) yang siap dibelanjakan  menjadi berkurang, sehingga konsumsi akan ikut
mengalami pengurangan.
3.      Pajak sebagai salah satu alat untuk pemerataan pendapatan dan kekayaan masyarakat. Dengan
pajak dapat dilakuka upaya untuk mempersempit jurang kesenjangan antara golongan ekonomi
kuat dan lemah. Pajak yang dihimpun dari ekonomi kuat dapat disebar kembali ke rakyat banyak
dalam benttuk subsidi, bantuan kemanusiaan, pembangunan inpra struktur dan lain-lain. Dengan
demikian si kaya turutmenyisihkan sebagian dananya untuk kepentingan rakyat melalui pajak
yag dibayarkan. Di pihak lain tentunya pemerintahpun akan memberikan kepada para ekonomi
kuat dalam memperlancar aktivitas usahanya.

C.    Kebijaksanaan Moneter Dan Fiskal di Sektor Luar Negeri  


Di dalam sektor luar negeri, kedua kebijaksanaan ini memiliki istilah lain, yang di
dalam istilah tersebut terdapat kombinasi antara keduanya. Istilah yang dimaksud adalah:
kebijaksanaan menekan pengeluaran dan kebijaksanaan memindah pengeluaran.
a.      Kebijaksanaan menekan pengeluaran
Kebijaksanaan ini dilakukan dengan cara emngurangi tingkat konsumsi/pengeluaran
oleh para pelaku ekonomi. Cara-cara yang ditempuh diantaranya adalah:
1.      Menaikkan pajak pendapatan
Dengan tindakan ini maka pendapatan yang siap untuk dibelanjakan masyarakat (disposible
income) menjadi berkurang sehingga diharapkan masyarakat akan mengurangi prosentase
pengeluarannya.
2.      Menaikkan tingkat bunga
Kebijaksanaan ini akan menekan laju investasi yang berarti pengeluaran dari sektor ini akan
berkurang.
3.      Mengurangi pengeluaran pemerintah.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan perombakan ulang jadwal proyek-proyek dengan
lebih mengutamakan proiritas kebutuhan yang lebih mendesak, dan dengan mengurangi bentik-
bentuk subsidi yang tidak lagi relevan.
Jika dilihat daritindakan-tindakan yang diambil tersebut, bawa kebijaksanaan ini
tampaknya tidak cocok untuk perekonomian yang sedang mengalami tingkat pengangguran yang
tinggi. Karena dengan kondisi perekonomian yang seperti itu, justur perekonomian sedang
membutuhkan dana yang besar untuk menaikkan investasi, sehingga dapat tercipta lapangan
pekerjaan yang dapat menampung para penganggur.
b.      Kebijaksanaan memindah pengeluaran.
Jika dalam kebijaksanaan peneluaran, pengeluaran para pelaku ekonomi diusahakan
berkurang, maka dalam kebijaksanaan ini pengeluaran mereka tidak berkurang, hanya dipindah
dan digeser pada bidang yang tidak terlalu berisiko memperburuk perekonomian. Kebijaksanaan
ini dapat dilakukan secara paksa dan dapat juga dipergunakan dengan memakai rangsangan.
Secara paksa kebijaksanaan ini dapat ditempuh dengan cara:
1.      Mengenakan tarif atau quota, dengan tindakan ini diharapkan masyarakat akan memindah
konsumsinya ke komoditi produk dalam negeri, karena dengan dikenakannya kedua hambatan
perdangan tersebut, harga komoditi impor menjadi nahal.
2.      Mengawasi pemakaian valuta asing, hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan maksud dan
tujuan dalam penggunaan valuta asing. Kemudahan akan diberikan kepada mereka yang akan
menggunakan valuta asing tersebut untuk mengekspor komoditi yang efek positifnya
adalah  meningkatnya produktivitas perekonomian dalam negeri.
Sedangkan kebijaksanaan memindah pengeluaran yang dilakukan dengan rangsangan
dapat dilakukan dapat di tempuh dengan cara:
1.      Menciptakan rangsangan-rangasangan ekspor, misalnya dengan mengurangi pajak komoditi
ekspor, memberantas pungutan liar dan biaya-biaya siluman yang dapat membebani harga
komoditi ekspor.
2.      Menstabilkan upah dan harga dalam negeri, dengan demikian akan memberi iklim yang lebih
sehat bagi konsumen dalam negeri dalam mengkonsumsi produk dalam negeri. Upah yang stabil
akan memberi kepastian pendapatan masyarakat, dan dengan kepastian harga akan
menghindarkan dari tindakan spekulasi.
3.      Melakukan devaluasi. Devaluasi adalah tindakan pmerintah dalam menurunkan nilai mata uang
rupiah (Rp) terhadap kurs asing, yang bertujuan untuk meningkatkan volume transaksi komoditi
ekspor, dengan harapan penerimaan negara meningkat dari sektor perdagangan luar negeri,
sehingga diperoleh dana pembangunan yang lebih banyak. Namun demikian, manfaat devaluasi
tersebut baru dapat dirasakan jika memnuhi beberapa kondisi di bawah ini:
Pertama, permintaan komoditi ekspor Indonesia memiliki sifat yang elastis, artinya bahwa
perubahan sedikit pada harga akan menyebabkan kenaikan permintaan yang signifikan terhadap
komoditi tersebut dalam volume yang jauh lebih besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam
grafik berikut:

Grafik di atas menunjukkan bahwa jika komoditi ekspor memiliki elastisitas permintaan seperti
ini, maka devaluasi akan ada manfaatnya. Adanya penurunan sedikit dalam harga (dari P0 ke P1)
akan menyebabkan kenaikan volume permintaan di luar negeri jauh lebih besar (dari Q0 ke Q1).
Namun jika komoditi ekspor memiliki sifat inelastis, seperti yang di tunjukkan dalam grafik:

Maka penurunan harga yang cukup besar (akibat devaluasi) dari P0 ke P1 ternyata tidak
diimbangi dengan kenaika volume ekspor (dari Q0 ke Q1) yang hanya naik sedikit saja. Sehingga
kenaikan yag sedikit tersebut tidak cukup untuk menutupi ‘kerugian’ yang terjadi dari tindakan
devaluasi.
Kedua, jika permintaan komoditi impor juga bersifat elastis, yakni  dengan kenaikan harga yang
sedikit (efek devaluasi), maka akan terjadi penurunan permintaan masyarakat dalam negeri
dalam volume yang lebih besar, dengan demikian tindakan devaluasi membawa hasil. Namun
jika sifat barang impor tersebut inelastis, meskipun harga komoditi impor telah diturunkan,
bahkan dengan prosentase yang besar sekalipun, tetapi selera masyarakat dalam negeri tinggi,
maka tindakan devaluasi tidak membawa hasil yang positif.
Ketiga, adanya kemampua pemerintah dan masyarakat dalam mengendalikan inflasi dalam
negeri. Jika inflasi tetap tinggi, maka harga di dalam negeri cenderung tinggi, sehingga jika
produk dalam negeri diekspor maka harganya juga akan tinggi, sedangkan kebijaksanaan
devaluasi itu sendiri bertujuan menurunkan harga komoditi ekspor.
Keempat, adalah hubungan kemitraan dalam hal menetapkan sebuah kebijaksanaan yang sama
antara negara yang satu dengan negara yang menjadi mitranya.

Anda mungkin juga menyukai