Berikut ini adalah Diagram atau Siklus yang menggambarkan interaksi antara pelaku
ekonomi (rumah tangga konsumen, rumah tangga produsen, pemerintah dan masyarakat luar
negeri) di dalam kegiatan ekonomi.
Perekonomian dua sektor disebut juga perekonomian sederhana, karena hanya terdiri atas dua
pelaku, yaitu rumah tangga konsumsi (masyarakat) dan rumah tangga produksi (perusahaan).
Model arus perputaran faktor produksi, barang dan jasa, serta uang antara rumah tangga dengan
perusahaan dapat kalian lihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Arus perputaran faktor produksi, barang dan jasa, serta uang antara rumah tangga
konsumsi dengan perusahaan.
Dari gambar 1, terlihat bahwa rumah tangga konsumen (RTK) adalah sebagai pemilik faktor-
faktor produksi berupa tanah, tenaga kerja, modal, dan kewirausahaan. Penawaran faktor
produksi oleh rumah tangga ini akan bertemu dengan permintaan faktor produksi oleh
perusahaan. Interaksi ini terjadi di pasar faktor produksi. Sedangkan di pasar barang, terjadi
interaksi antara perusahaan sebagai penghasil barang dan jasa dengan konsumen sebagai
pengguna barang dan jasa. Sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan satu sama
lain. Dalam diagram juga terlihat arus aliran uang dari dan ke masing-masing rumah tangga.
RTK menerima upah, sewa, bunga, dan keuntungan dari perusahaan sebagai balas jasa atas
penyerahan faktor produksi. Perusahaan menerima uang pembayaran atas barang dan jasa yang
dibeli.
Interaksi ekonomi dalam perekonomian dua sektor juga dapat digambarkan seperti di bawah ini.
Gambar 2. Diagram aliran pendapatan dan pengeluaran dari RTK dan RTP.
Gambar 2. menunjukkan keadaan apabila seluruh pendapatan yang diterima RTK digunakan
seluruhnya untuk belanja barang dan jasa. Ini berarti bahwa pendapatan sama dengan
pengeluaran. Tidak ada bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan atau dapat dikatakan bahwa
perekonomian mengalami keseimbangan.
Perekonomian tiga sektor terdiri atas rumah tangga konsumen, rumah tangga produsen, dan
pemerintah. Peran pemerintah di sini adalah sebagai pengatur, sebagai produsen, sekaligus
sebagai konsumen. Besar kecilnya peran pemerintah dalam perekonomian itu sendiri sangat
tergantung pada sistem ekonomi yang dianut. Di sistem ekonomi liberal, peran pemerintah
minimal, sedangkan pada sistem ekonomi sosialis peran pemerintah sangat dominan. Di negara
yang menganut sistem campuran seperti Indonesia, pemerintah masih cukup berperan.
Perekonomian tiga sektor dapat dijelaskan melalui gambar berikut.
Gambar 3. Arus perputaran faktor produksi, barang dan jasa, serta uang antara rumah tangga,
perusahaan, dan pemerintah.
Anak panah yang menuju ke kotak pemerintah berarti penerimaan pemerintah. Penerimaan
pemerintah tersebut berupa pajak, misalnya pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, serta
pajak bumi dan bangunan. Selain itu, pemerintah juga menggunakan faktor produksi dan barang
serta jasa yang dibutuhkan untuk kegiatan ekonomi pemerintahan. Anak panah yang menuju ke
rumah tangga, pasar faktor produksi, perusahaan, serta pasar barang dan jasa berarti pengeluaran
pemerintah. Pengeluaran pemerintah tersebut dapat berupa gaji, pembuatan prasarana, subsidi,
serta pembelian barang dan jasa.
Peran pemerintah dalam kegiatan ekonomi didasari oleh motif mencari keuntungan sekaligus
memenuhi kepentingan umum. Dorongan mencari keuntungan ini tidak terlepas dari kebutuhan
pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan kondisi penerimaan yang semakin
baik, pemerintah akan memiliki sumber dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
Model perekonomian selanjutnya adalah yang paling sesuai dengan kenyataan, yaitu
bentuk perekonomian terbuka. Ciri perekonomian terbuka adalah adanya kegiatan masyarakat
luar negeri dalam bentuk ekspor impor dan pertukaran faktor produksi. Kegiatan ekspor dan
impor itu kemudian memunculkan istilah perdagangan internasional. Untuk mengukur seberapa
besar nilai ekspor atau impor dapat diketahui dengan melihat neraca perdagangannya. Hasil dari
perdagangan internasional itu berupa devisa. Apabila neraca perdagangan suatu negara itu
defisit, berarti impor negara tersebut lebih besar dibanding ekspornya. Sebaliknya, suatu negara
disebut surplus pada neraca perdagangan bila ekspor lebih besar dari impornya.
Dalam perekonomian empat sektor kita akan melihat dua kelompok pelaku ekonomi, yaitu
masyarakat luar negeri dan pelaku kegiatan ekonomi dalam negeri. Dalam masyarakat luar
negeri terdapat rumah tangga konsumsi, perusahaan (rumah tangga produksi), dan pemerintah.
Kegiatan kelompok pelaku ekonomi masyarakat luar negeri tersebut membentuk sistem arus
perputaran kegiatan ekonomi. Kelompok pelaku ekonomi dalam negeri juga membentuk sistem
perputaran kegiatan ekonomi. Jadi, masyarakat luar negeri maupun pelaku kegiatan ekonomi
dalam negeri terdiri atas rumah tangga konsumsi, perusahaan (rumah tangga produksi), dan
pemerintah. Mereka saling berinteraksi, sehingga membentuk sistem perputaran faktor produksi,
barang dan jasa, serta uang antara masyarakat luar negeri dengan pelaku kegiatan ekonomi dalam
negeri.
Gambar 4. Arus perputaran faktor produksi, barang dan jasa, serta uang antara masyarakat luar
negeri dengan pelaku kegiatan ekonomi dalam negeri.
Dari gambar 4. Anda dapat melihat bahwa sudah tidak ada lagi negara yang tertutup sama sekali
untuk melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain. Di dalam perdagangan
internasional tersebut terdapat dua macam kegiatan, yaitu ekspor dan impor. Pembayaran dari
kegiatan tersebut dilakukan menggunakan uang atau valuta asing (devisa).
Peran pelaku ekonomi dalam kegiatan perekonomian nasional akan saling berkaitan dan saling
memengaruhi sehingga akan membentuk satu kesatuan dan sistem. Kemacetan dalam salah satu
sektor dapat segera menjalar ke arus uang dan barang. Tugas menjaga kestabilan arus uang dan
barang memang tidak mudah. Dalam ilmu ekonomi, arus perputaran uang dan barang/jasa
digambarkan dalam suatu lingkaran kegiatan ekonomi seperti yang telah diuraikan di atas. Nah,
lingkaran arus kegiatan ekonomi akan memberikan manfaat bagi pelaku ekonomi dalam
perekonomian nasional.
4. Aliran Devisa
Devisa merupakan aset atau kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional.
Perpindahan aset dan kewajiban finansial antar penduduk di satu negara lain akan menimbulkan
aliran devisa. Devisa dapat berbentuk valuta asing, surat-surat berharga (saham, obligasi, dan
lainnya) dan surat-surat wesel luar negeri. Pada dasarnya setiap penduduk atau perusahaan bebas
memiliki atau menggunakan devisa. Namun, Bank Indonesia berhak mengadakan pengawasan
terhadap aliran devisa. Bagi suatu negara devisa mempunyai fungsi antara lain sebagai:
1. Perantara dalam transaksi internasional.
2. Cadangan kekayaan nasional.
3. Sumber dana pembangunan.
4. Sumber pendapatan pemerintah dalam bentuk pajak devisa.
Transaksi yang dilakukan oleh penduduk antarnegara biasanya menggunakan jasa perantara,
yaitu bank devisa.
Sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem ekonomi yang menghendaki kebebasan yang
seluas-luasnya bagi setiap individu untuk melakukan tindakan ekonomi tanpa campur tangan dari
pemerintah memproduksi barang, manjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Ciri-ciri sistem ekonomi kapitalis:
• adanya pengakuan terhadap hak individu,
• setiap manusia adalah homo economicus,
• kedaulatan konsumen dan kebebasan dalam konsumsi,
• menerapkan sistem persaingan bebas,
• motif mencari laba terpusat pada kepentingan sendiri,
• peranan modal sangat penting,
• peranan pemerintah dibatasi.
Sistem ekonomi sosialis adalah ekonomi yang terkomando/terpusat, Sistem ini yang menitik
beratkan perhatiannya pada nilai-nilai social, kemasyarakatan, kebersamaan secara murni.
Motivasi dari sistem ekonomi ini adalah seseorang bekerja untuk motif pelayanan sosial bukan
motif laba.
• Ciri-ciri sistem ekonomi sosialis :
• seluruh sumber daya dikuasai oleh negara,
• produksi dilakukan untuk kebutuhan masyarakat,
• kegiatan ekonomi direncanakan oleh negara dan diatur pemerintah secara terpusat,
• hak milik individu tidak diakui.
A. Pengertian Pembangunan
Dalam pemahaman sederhana pembangunan diartikan sebagai proses perubahan kearah
yang lebih baik, melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Pembangunan dalam sebuah
negara sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi (economic development). Pembangunan
ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan
memperhitungkan adanya peningkatan jumlah dan produktifitas sumber daya, termasuk
pertambahan penduduk, disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu
negara serta pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Hal ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Sumitro dalam Deliarnov (2006:89), bahwa proses pembangunan
ekonomi harus merupakan proses pembebasan, yaitu pembebasan rakyat banyak dari belenggu
kekuatan-kekuatan ekonomi, dan pembebasan negara-negara berkembang dari belenggu tata
kekuatan ekonomi dunia.
Secara terminologis, di Indonesia pembangunan identik dengan istilah
development, modernization, westernization, empowering, industrialization,economic
growth, europanization, bahkan istilah tersebut juga sering disamakan dengan term political
change. Identifikasi pembangunan dengan beberapa term tersebut lahir karena pembangunan
memiliki makna yang multi-interpretable, sehingga kerap kali istilah tersebut disamakan dengan
beberapa term lain yang berlainan arti (Moeljarto Tjokrowinoto, 2004). Makna dasar
dari development adalah pembangunan. Artinya, serangkaian upaya atau langkah untuk
memajukan kondisi masyarakat sebuah kawasan atau negara dengan konsep pembangunan
tertentu.
B. Lahirnya Pembangunan
Dalam perkembangan sejarahnya, terlihat bahwa kapitalisme lahir lebih kurang tiga abad
sebelum teori-teori pembangunan muncul. Sehingga, berbagai perdebatan terhadap teori maupun
praktek pembangunan sudah berada di dalam alam kapitalisme. Karena itu, tidak mengherankan
jika kapitalisme sangat mewarnai teori-teori pembangunan.
Motivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat berkembang sesungguhnya
adalah usaha merubah cara produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-negara maju
sudah menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang bertolak dari
analisa Marxis, dapat diakatakan hanyalah mengangkat kritik terhadap kapitalisme dari skala
pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (sentarl dan pinggiran), dengan
analisis utama yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang
didasari teori dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis dunia
sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.
Pendekatan Dalam Pembangunan
1. Teori Modernisasi
Teori Modernisasi lahir sekitar tahun 1950-an di Amerika Serikat sebagai wujud respon
kaum intelektual atas Perang Dunia II yang telah menyebabkan munculnya negara-negara Dunia
Ketiga. Kelompok negara miskin yang ada dalam istilah Dunia Ketiga adalah negara bekas
jajahan perang yang menjadi bahan rebutan pelaku Perang Dunia II. Sebagai negara yang telah
mendapatkan pengalaman sekian waktu sebagai negara jajahan, kelompok Dunia Ketiga
berupaya melakukan pembangunan untuk menjawab pekerjaan rumah mereka yaitu kemiskinan,
pengangguran, gangguan kesehatan, pendidikan rendah, rusaknya lingkungan, kebodohan, dan
beberapa problem lain.
Arti Modernisasi
Secara etimologis, ada beberapa tokoh yang mengajukan pendapat tentang makna
modernisasi. Everett M. Rogers dalam “Modernization Among Peasants: The 10 Impact of
Communication” menyatakan bahwa modernisasi merupakan proses dimana individu berubah
dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologis serta
cepat berubah.
Cyril E. Black dalam “Dinamics of Modernization” berpendapat bahwa secara historis
modernisasi adalah proses perkembangan lembaga-lembaga secara perlahan disesuaikan dengan
perubahan fungsi secara cepat dan menimbulkan peningkatan yang belum pernah dicapai
sebelumnya dalam hal pengetahuan manusia. Dengan pengetahuan tersebut, akan
memungkinkan manusia untuk menguasai lingkungannya dan melakukan revolusi ilmiah.
Daniel Lerner dalam “The Passing of Traditional Society: Modernizing the Middle East”
menyatakan bahwa modernisasi merupakan suatu trend unilateral yang sekuler dalam
mengarahkan cara-cara hidup dari tradisional menjadi partisipan. Marion Ievy dalam
“Modernization and the Structure of Societies” juga menyatakan bahwa modernisasi adalah
adanya penggunaan ukuran rasio sumberdaya kekuasaan, jika makin tinggi rasio tersebut, maka
modernisasi akan semakin mungkin terjadi.
Dari beberapa definisi tersebut, modernisasi dapat dipahami sebagai sebuah upaya tindakan
menuju perbaikan dari kondisi sebelumnya. Selain upaya, modernisasi juga berarti proses yang
memiliki tahapan dan waktu tertentu dan terukur.
Sebagaimana sebuh teori, Modernisasi memiliki asumsi dasar yang menjadi pangkal
hipotesisnya dalam menawarkan rekayasa pembangunan. Pertama, kemiskinan dipandang oleh
Modernisasi sebagai masalah internal dalam sebuah negara (Arief Budiman, 2000:18).
Kemiskinan dan problem pembangunan yang ada lebih merupakan akibat dari
keterbelakangan dan kebodohan internal yang berada dalam sebuah negara, bukan merupakan
problem yang dibawa oleh faktor dari luar negara. Jika ada seorang warga yang miskin sehingga
ia tidak mampu mencukupi kebutuhan gizinya, maka penyebab utama dari fakta tersebut adalah
orang itu sendiri dan negara dimana orang tersebut berada, bukan disebabkan orang atau negara
lain. Artinya, yang paling pantas dan layak melakukan penyelesaian masalah atas kasus tersebut
adalah orang dan negara dimana orang itu berada, bukan negara lain.
Kedua, muara segala problem adalah kemiskinan, pembangunan berarti perang terhadap
kemiskinan. Jika pembangunan ingin berhasil, maka yang kali pertama harus dilakukan adalah
menghilangkan kemiskinan dari sebuah negara. Cara paling tepat menurut Modernisasi untuk
menghilangkan kemiskinan adalah dengan ketersediaan modal untuk melakukan investasi.
Semakin tinggi tingkat investasi di sebuah negara, maka secara otomatis, pembangunan telah
berhasil, (Mansour Fakih, 2002:44-47).
Ciri-ciri pokok teori modernisasi:
a) Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi
untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
c) Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau
mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.
a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai
berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp
100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000
menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama,
tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan
pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
d. Orde Reformasi
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan
manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya
diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden
Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara
dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus
dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi,
kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat
skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya,
kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan
korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk
menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM,
atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga
minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan,
serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke
tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah
mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah
diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang
mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja.
Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan
bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang
ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah
kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF
sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-
agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi
pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di
bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena
beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang
(perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas
pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan
kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi,
di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi
dalam negeri masih kurang kondusif.
a. REPELITA I (1969-1974)
Mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan
ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang,
perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya
perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b. REPELITA II (1974-1979)
Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah
sector pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan
merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
d. REPELITA IV (1984-1989)
Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki
kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas
kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.
e. REPELITA V (1989-1994)
Menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.Pembangunan ekonomi
menurut REPELITA adalah mengacu pada sector pertanian menuju swasembada pangan yang
diikuti pertumbuhan industri bertahap.
KEBIJAKSANAAN STABILISASI DALAM MENJALANKAN PEREKONOMIAN
INDONESIA
A. Kebijaksanaan Moneter.
Jika di dalam kebijaksanaan pemerintah menggunakan elemen uang beredar dan suku
bunga untuk mengatur perekonomian, maka kebijaksanaan fiskal adalah suatu tindakan
pemerintah dalam mengatur perekonomian melalui anggaran belanja negara, dan biasanya
dikaitkan dengan masalah perpajakan. Meskipun tidak selalu demikian, namun orang lebih
melihat kebijaksanaan fiskal sebagai kebijkasanaan pemerintah di sektor perpajakan.
Kebijaksanaan fiskal (dalam hal ini melalui perpajakan) dapat dibedakan dari berbagai
segi. Pertama, jika dilihat dari segi pembayarannya, sistem pembayaran pajak dibagi menjadi
pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya
tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang
pembayarannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, seperti pajak pertambahan nilai, cukai
rokok, dan sejenisnya.
Kedua, jika dilihat dari besar-kecilnya pajak yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak,
pajak jenis ini dapat dibagi dalam:
Pajak regresif, yakni pajak yang besar-kecilnya nilai yang harus dibayarkan, ditetapkan
berbanding terbalik dengan besarnya pendapatan wajib pajak. Semakin tinggi pendapatan wajib
pajak, semakin kecil pajak yang harus dibayarkan.
Pajak sebanding, pajak yang besar-kecilnya sama untuk berbagai tingkat pendapatan,
umumnya untuk tiap jenis komoditi dengan karakristik yang sama.
Pajak Progresif, adalah pajak yang besar-kecilnya akan ditetapkan searah dengan
dengan besarnya pendapatan wajib pajak, semakin tinggi pendapatan maka akan semakin besar
pula pajak yang harus dinayarkan. Sebaliknya semakin kecil pendapatan, maka semakin kecil
pajak yang akan dikeluarkan (standar wajib pajak).
Ketiga, jika dilihat dari segi tujuan ditetapkannya, maka ada beberapa tujuan dari
adanya kebijaksanaan perpajakan ini, yakni:
1. Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah yang cukup potensial. Dengan demikian
baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka semakin besar pula nilai pajak yang
dapat dihimpun oleh negara. Hal ini didukung dengan semakin banyaknya objek pajak yang
dapat dikenai pajak.
2. Pajak sebagai alat pengendali tingkat pengeluaran masyarakat, dengan sistem perpajakan dapat
membantu pemerintah dalam hal menekan pengeluaran, terutama jika kondisi perekonomian
sedemikian capatnya sehingga dapat memicu inflasi yang semakin tidak terkendali, sehingga
pengeluaran pemerintah dan masyarakat perlu dikurangi. Dengan adanya pajak pendapatan
disposible (Yd) yang siap dibelanjakan menjadi berkurang, sehingga konsumsi akan ikut
mengalami pengurangan.
3. Pajak sebagai salah satu alat untuk pemerataan pendapatan dan kekayaan masyarakat. Dengan
pajak dapat dilakuka upaya untuk mempersempit jurang kesenjangan antara golongan ekonomi
kuat dan lemah. Pajak yang dihimpun dari ekonomi kuat dapat disebar kembali ke rakyat banyak
dalam benttuk subsidi, bantuan kemanusiaan, pembangunan inpra struktur dan lain-lain. Dengan
demikian si kaya turutmenyisihkan sebagian dananya untuk kepentingan rakyat melalui pajak
yag dibayarkan. Di pihak lain tentunya pemerintahpun akan memberikan kepada para ekonomi
kuat dalam memperlancar aktivitas usahanya.
Grafik di atas menunjukkan bahwa jika komoditi ekspor memiliki elastisitas permintaan seperti
ini, maka devaluasi akan ada manfaatnya. Adanya penurunan sedikit dalam harga (dari P0 ke P1)
akan menyebabkan kenaikan volume permintaan di luar negeri jauh lebih besar (dari Q0 ke Q1).
Namun jika komoditi ekspor memiliki sifat inelastis, seperti yang di tunjukkan dalam grafik:
Maka penurunan harga yang cukup besar (akibat devaluasi) dari P0 ke P1 ternyata tidak
diimbangi dengan kenaika volume ekspor (dari Q0 ke Q1) yang hanya naik sedikit saja. Sehingga
kenaikan yag sedikit tersebut tidak cukup untuk menutupi ‘kerugian’ yang terjadi dari tindakan
devaluasi.
Kedua, jika permintaan komoditi impor juga bersifat elastis, yakni dengan kenaikan harga yang
sedikit (efek devaluasi), maka akan terjadi penurunan permintaan masyarakat dalam negeri
dalam volume yang lebih besar, dengan demikian tindakan devaluasi membawa hasil. Namun
jika sifat barang impor tersebut inelastis, meskipun harga komoditi impor telah diturunkan,
bahkan dengan prosentase yang besar sekalipun, tetapi selera masyarakat dalam negeri tinggi,
maka tindakan devaluasi tidak membawa hasil yang positif.
Ketiga, adanya kemampua pemerintah dan masyarakat dalam mengendalikan inflasi dalam
negeri. Jika inflasi tetap tinggi, maka harga di dalam negeri cenderung tinggi, sehingga jika
produk dalam negeri diekspor maka harganya juga akan tinggi, sedangkan kebijaksanaan
devaluasi itu sendiri bertujuan menurunkan harga komoditi ekspor.
Keempat, adalah hubungan kemitraan dalam hal menetapkan sebuah kebijaksanaan yang sama
antara negara yang satu dengan negara yang menjadi mitranya.