Anda di halaman 1dari 23

TEORI BELAJAR GAGNE

 TEORI BELAJAR GAGNE


Gagne mengembangkan teori belajarnya berdasarkan asumsi bahwa pertumbuhan dan
perkembangan  individu merupakan akibat dari belajar serta belajar merupakan proses yang
sifatnya kompleks. Berdasarkan asumsi tersebut, Gagne mendefinisikan belajar sebagai 
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus dari  lingkungan menjadi beberapa
tahapan pengolahan  informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru.

Menurut Gagne (1970), “Learning is a change in human disposition or capability, which can be
retained, and which is not simply ascribable to the process of growth”. Belajar adalah perubahan
watak atau kemampuan manusia, yang dapat dipertahankan, dan yang tidak semata-mata
berasal dari proses pertumbuhan. Jenis perubahan yang disebut pembelajaran menunjukkan
dirinya sebagai perubahan perilaku, dan kesimpulan pembelajaran dibuat dengan
membandingkan perilaku sebelum individu ditempatkan dalam "situasi belajar" dan perilaku yang
ditunjukkan setelah perlakuan tersebut. Perubahan itu mungkin, dan seringkali, peningkatan
kemampuan untuk beberapa jenis kinerja

A. KOMPONEN BELAJAR MENURUT GAGNE


Menurut Gagne, terdapat tiga komponen utama dari belajar. Komponen-komponen belajar
tersebut meliputi kondisi internal, kondisi eksternal, dan hasil belajar yang akan dijelaskan
pada penjabaran di bawah ini.
1. Kondisi Internal
Kondisi internal adalah keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi di dalam individu.
2. Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam
proses pembelajaran yang meliputi berbagai hal seperti perhatian, motivasi, dan ingatan
dari kemampuan yang dipelajari sebelumnya yang relevan dengan peristiwa belajar saat
itu.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah suatu kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi
seseorang dicerminkan dalam wujud perbuatan tertentu untuk setiap jenis belajar.

B. ELEMEN BELAJAR MENURUT GAGNE


 Individu yang belajar

Untuk peristiwa yang dipertimbangkan di sini, bagian terpenting dari pelajar adalah
indranya, sistem saraf pusatnya, dan ototnya. Peristiwa di lingkungannya mempengaruhi
indera pembelajar, dan memulai rantai impuls saraf yang diatur oleh sistem saraf pusatnya,
khususnya, oleh otaknya. Aktivitas saraf ini terjadi dalam urutan dan pola tertentu yang
mengubah sifat proses pengorganisasian itu sendiri, dan efek ini ditunjukkan sebagai
pembelajaran. Akhirnya, aktivitas saraf diterjemahkan ke dalam tindakan yang dapat diamati
sebagai gerakan otot dalam melaksanakan berbagai macam tanggapan.

 Situasi Stimulus

Peristiwa yang merangsang indera pembelajar dibicarakan secara kolektif sebagai situasi
stimulus. Ketika satu peristiwa sedang dibedakan, itu sering disebut stimulus.
 Responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi.

Tanggapan dapat dijelaskan lebih atau kurang spesifik; misalnya, seseorang dapat berbicara
tentang gerakan otot tertentu, atau tindakan seluruh tubuh dalam berjalan. Untuk alasan ini
dan lainnya, tanggapan sering digambarkan dalam hal efek mereka daripada dalam hal
penampilan mereka. Ketika diklasifikasikan demikian, mereka disebut pertunjukan. Misalnya,
responsnya mungkin "menggerakkan jari secara berirama di atas area kecil di kulit kepala."
Tetapi mungkin sering lebih berguna untuk merujuk pada kinerja "menggaruk kepala."

C. MODEL PENGOLAHAN INFORMASI


Teori pemrosesan informasi /kognitif dipelopori oleh Robert Gagne. Asumsinya adalah
pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Pembelajaran
merupakan keluaran pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia.

Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak
manusia. Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam otak manusia di
saat memroses suatu informasi. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam
bentuk hasil belajar

Model belajar pemrosesan informasi ini terdiri dari tiga taraf struktural
sistem informasi, yaitu: Sensory, Short-term memori, long-term memori. Berikut ini diskripsi
proses pengolahan informasi menurut teori pengolahan informasi:

1. Sensory atau intake register: informasi masuk ke sistem melalui sensory register, tetapi
hanya disimpan untuk periode waktu terbatas. Agar tetap dalam sistem, informasi
masuk ke working memory yang digabungkan dengan informasi di long-term memory.
2. Working memory: pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di working memory,
di sini berlangsung berpikir yang sadar. Kelemahan working memory sangat terbatas
kapasitas isinya dan memperhatikan sejumlah kecil informasi secara serempak.
3. Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas kapasitas isinya sehingga
mampu menampung seluruh informasi yang sudah dimiliki siswa. Kelemahannya adalah
betapa sulit mengakses informasi yang tersimpan di dalamnya

D. FASE-FASE BELAJAR MENURUT GAGNE


Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase- fase itu
merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa (yang belajar)
atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa
menunjukkan satu tindakan belajar menurut Gagne. Setiap fase diberi nama, dan di bawah
masing-masing fase terlihat satu kotak yang menunjukkan proses internal utama, yaitu
kejadian belajar, yang berlangsung selama fase itu. Kejadian-kejadian belajar itu akan
diuraikan di bawah ini.
1. Fase Motivasi
Fase motivasi ini merupakan pemberian harapan kepada peserta didik bahwa dengan
belajar, mereka akan memperoleh reward atau hadiah. Reward disini adalah bahwa
pelajaran yang dipelajari bisa memenuhi keingintahuan mereka mengenai suatu pokok
bahasan. Pemberian motivasi tersebut akan memungkinkan peserta didik untuk berusaha
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Pemberian motivasi ini bisa dilakukan secara
intrinsik atau ekstrinsik.
2. Fase Pengenalan
Peserta didik harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu
kejadian instruksional apabila belajar akan terjadi. Misalnya saja, siswa memperhatikan
aspek-aspek yang relevan mengenai apa yang dikatakan guru ataupun mengenai gagasan-
gagasan utama dalam buku. Perhatian dapat diperoleh dengan cara memintanya secara
langsung ataupun mengungkapkan fakta-fakta menarik dari materi yang akan menarik
perhatian peserta didik.
Setelah perhatian tersebut diperoleh, maka proses berikutnya adalah untuk menentukan
keluaran dari “daftar sensori” kegiatan mental yang diadopsi oleh peserta didik. Sehingga
kita bisa menentukan aspek stimulus eksternal yang diterima oleh peserta didik. Itu artinya,
serangkaian stimulus-stimulus yang diterima peserta didik, adalah tanggapan yang selektif.
Dengan begitu, bentuk stimulus eksternal harus berbeda-beda. Dengan stimulus eksternal
yang berbeda-beda tersebut, peserta didik harus memperhatikan adanya unsur-unsur yang
penting dan juga relevan. Sehingga sangat membantu kegiatan belajar berikutnya.
3. Fase Perolehan
Jika siswa memperhatikan informasi yang relevan, mereka sudah siap menerima pelajaran.
Informasi yang disajikan ini tidak langsung disimpan dalam memori. Informasi tersebut
diubah menjadi bentuk yang bermakna yang kaitkan dengan informasi yang sudah ada di
dalam memori siswa. Suatu informasi bisa diubah oleh siswa menjadi bermakna. Sehingga
bisa dihubungkan dengan informasi yang sudah ada dalam ingatannya. Dimana informasi
yang tertinggal sementara dalam ingatan jangka pendek akan mengalami transformasi ke
dalam bentuk yang sudah siap disimpan. Proses itu disebut dengan pengkodean.
4. Fase Retensi
Informasi baru yang didapatkan harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori
jangka panjang. Hal ini bisa terjadi melalui pengulangan kembali, elaborasi, praktik, dan
lainnya.
5. Fase Pemanggilan
Fase yang satu ini adalah kemampuan mengungkap keluar informasi yang sudah dimiliki dan
disimpan di dalam ingatan. Proses menggali ingatan tersebut bisa dipengaruhi oleh stimulus
eksternal. Dalam proses tersebut, mungkin peserta didik akan kehilangan kontak atau
hubungan dengan informasi yang ada di dalam ingatan jangka panjang. Dalam kondisi
tersebut, para pengajar harus memberikan stimulus eksternal atau memberikan teknik
khusus untuk bisa mengeluarkan informasi yang tersimpan di dalam ingatan. Misalnya saja,
memberikan informasi yang relevan, lalu meminta siswa untuk mencari kaitannya.
6. Fase Generalisasi
Umumnya informasi tersebut akan kurang nilainya apabila tidak bisa diterapkan di luar
konteks dimana informasi tersebut dipelajari. Sehingga, generalisasi atau transfer informasi
di kondisi-kondisi baru adalah fase kritis dalam belajar. Transfer tersebut bisa ditolong
dengan menyuruh para siswa menggunakan informasi yang sudah diperoleh ke dalam
kondisi yang berbeda dengan situasi saat informasi tersebut diperoleh. Jadi, dalam fase
generalisasi ini, para siswa bisa belajar untuk memanfaatkan informasi yang sudah diperoleh
ke dalam permasalahan yang relevan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Fase Penampilan
Para siswa harus menunjukkan bahwa mereka sudah belajar sesuatu melalui penampilan
yang terlihat. Misalnya saja setelah mempelajari operasi bentuk aljabar, para siswa bisa
menjumlahkan atau mengurangkan suku-suku sejenis dalam aljabar.
8. Fase Umpan Balik
Para siswa harus mendapatkan umpan balik mengenai penampilan mereka yang
menunjukkan apakah mereka sudah ataupun belum mengerti mengenai apa yang diajarkan.
Umpan balik ini bisa memberikan reinforcement pada mereka untuk penampilan yang
berhasil.

E. 5 HASIL BELAJAR MENURUT GAGNE

Salah satu teori Gagne yang paling penting adalah pengetahuan dari kemampuan baru
membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari kemampuan yang lebih rendah yang terlibat
dalam kemampuan baru tersebut. Sebagai contoh, seseorang yang pada tingkat kemampuan
yang lebih tinggi, membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari kemampuan yang lebih
sederhana.
Dengan demikian, suatu pengetahuan yang dicapai seseorang dapat dianalisis kemampuanya
dari pengetahuan yang lebih rendah. Gagne menanamkan gerak maju dari belajar itu dengan
istilah tingkatan belajar atau learning hierarchy. Menurut Gagne terdapat lima hirarki hasil
belajar, yakni sebagai berikut.
1. Informasi verbal (Verbal information),
yang terdiri dari pernyataan seorang siswa mengenai informasi yang diinginkan.
2. Keterampilan intelektual (Intellectual skills),
yakni keterampilan dalam suatu tindakan tertentu dengan persyaratan yang
dimilikinya.
3. Strategi kognitif (Cognitive strategies),
semacam keterampilan intelektual khusus yang berkenaan dengan tingkah laku
seorang tanpa menghiraukan apa yang telah dipelajarinya serta kemampuan yang
diorganisir dari dalam sehingga seseorang memperoleh proses yang menentukan
kesediaan belajar, mengingat, dan berpikir. Menurut Gagne (1992, hlm. 66) terdapat
5 macam strategi kognitif, yaitu: (1) strategi menghafal, (2) strategi elaborasi, (3)
strategi pengaturan, (4) strategi metakognitif, dan (5) strategi afektif.
4. Sikap (Attitude),
adalah pernyataan internal dari organisme yang mempengaruhi tindakan menuju
tingkatan tertentu dalam hal obyek orang atau kejadian.
5. Keterampilan motorik,
yang digunakan seseorang dalam aktivitas motorik seperti mengemudi mobil,
memainkan alat musik, mengetik, menari dan lain-lain.

F. 8 TIPE BELAJAR GAGNE

Menurut Robert M. Gagne belajar mempunyai 8 tipe. Kedelapan tipe ini bertingkat- ada
hirarki dalam masing-masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar
di atasnya. Tipe belajar dikemukakan oleh Gagne pada hakekatnya merupakan prinsip umum
baik dalam belajar maupan mengajar. Artinya, dalam mengajar atau membimbing siswa
belajarpun terdapat tindakan sebagaimana tingkatan belajar tersebut di atas. Kedelapan tipe
belajar itu adalah:
 Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons atau respon bersyarat. Seperti
menutup mulut dengan telunjuk, isyarat mengambil sikap tidak bicara. Lambaian
tangan, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dan lambaian tangan adalah
isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam ini
dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi respons yang dilakukan itu bersifat
umum, kabur dan emosional. Menurut Krimble (1961) bentuk belajar semacam ini
biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respons diberikan secara tidak sadar.
 Belajar Stimulus – respons ( Stimulus Respons Learning)
Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional. Tipe
belajar S – R, respons bersifat spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan S-R.
Mencium bau masakan sedap, keluar air liur, itupun ikatan S-R. Jadi belajar stimulus
respons sama dengan teori asosiasi (S-R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan
reinforcement. Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.
 Belajar Rangkaian ( Chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antar S-R yang
bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik, seperti gerakan dalam
mengikat sepatu, makan, minum, atau gerakan verbal seperti selamat tinggal, bapak-
ibu.
 Asosiasi Verbal (Verbal Assosiation)
Suatu kalimat “unsur itu berbangun limas” adalah contoh asosiasi verbal. Seseorang
dapat menyatakan bahwa unsur berbangun limas kalau ia mengetahui berbagai
bangun, seperti balok, kubus, atau kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk
jika unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu mengikuti yang lain.
 Belajar Diskriminasi ( Discrimination Learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian. Seperti membedakan
berbagai bentuk wajah, waktu, binatang, atau tumbuh-tumbuhan. 
 Belajar Konsep (Concept Learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil membuat tafsiran
terhadap fakta. Dengan konsep dapat digolongkan binatang bertulan belakang
menurut ciri-ciri khusus (kelas), seperti kelas mamalia, reptilia, amphibia, burung, ikan.
Dapat pula digolongkan, manusia berdasarkan ras (warna kulit) atau kebangsaan, suku
bangsa atau hubungan keluarga. Kemampuan membentuk konsep ini terjadi jika orang
dapat melakukan diskriminasi. 
 Belajar Aturan (Rule Learning)
Hukum, dalil atau rumus adalah rule (aturan). Tipe belajar ini banyak terdapat dalam
semua pelajaran di sekolah, seperti benda memuai jika dipanaskan, besar sudut dalam
segitiga sama dengan 180 derajat. Belajar aturan ternyata mirip dengan verbal
chaining (rangkaian verbal), terutama jika aturan itu tidak diketahui artinya. Oleh
karena itu setiap dalil atau rumus yang dipelajari harus dipahami artinya.
 Belajar Pemecahan masalah ( Problem Solving Learning)
Memecahkan masalah adalah biasa dalam kehidupan. Ini merupakan pemikiran.
Upaya pemecahan masalah dilakukan dengan menghubungkan berbagai urusan yang
relevan dengan masalah itu. Dalam pemecahan masalah diperlukan waktu, adakalanya
singkat adakalanya lama. Juga seringkali harus dilalui berbagai langkah, seperti
mengenal tiap unsur dalam masalah itu, mencari hubungannya dengan aturan (rule)
tertentu. Dalam segala langkah diperlukan pemikiran. Tampaknya pemecahan
masalah terjadi dengan tiba-tiba (insight). Dengan ulangan-ulangan masalah tidak
terpecahkan, dan apa yang dipecahkan sendiri-yang penyelesaiannya ditemukan
sendiri- lebih mantap dan dapat ditransfer kepada situasi atau problem lain.
Kesanggupan memecahkan masalah memperbesar kemampuan untuk memecahkan
masalah-masalah lain.

G. PRINSIP PEMBELAJARAN GAGNE


Gagne (1970) juga mengungkapkan 9 prinsip dalam tindakan belajar. Diantaranya adalah
sebagai berikut:

1.   Memelihara perhatian (Gain attention).


Dengan stimulus eksternal kita berusaha membangkitkan perhatian siswa untuk belajar.

2.   Menjelaskan tujuan pembelajaran (Inform Lerners of Objectives).


Menjelaskan kepada siswa tujuan dan hasil apa yang diharapkan setelah belajar. Ini
dilakukan dengan komunikasi verbal.

3.   Merangsang ingatan siswa (Stimulate recall of prior learning).


Meransang ingatan siswa untuk mengingat kembaali konsep, aturan dan keterampilan yang
merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang akan diberikan.

4.   Menyajikan stimulus (Present the content).


Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga siswa menjadi lebih
siap menerima pelajaran

5.   Memberikan bimbingan (Provide “learning guidance”).


Memberikan bimbingan kepada siswa dalam proses belajar

6.   Memantapkan apa yang telah dipelajari (Elicit performance/practice).


Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan
apa yang telah dipelajari itu.

7.   Memberikan umpan balik (Provide feedback).


Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada siswa apakah hasil
belajarnya benar atau tidak.

8.   Menilai hasil belajar(Assess performance).


Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui
apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan soal.

9.   Mengusahakan transfer (Enhance retention and transfer to the job).


Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk
menggeneralisasikan apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam
situasi-situasi yang lain.
 APLIKASI TEORI BELAJAR GAGNE
Berikut ini merupakan contoh aplikasi teori Gagne dalam pembelajaran Kimia Ningrum, Dkk (,
materi Hidrolisa:

Fase Kegiatan
Motivasi  Menggungah harapan dan keingingtauan peserta didik terhadap materi
hidrolisa

 Menginformasikan manfaat dari hidrolisa

 Mengingatkan keterkaitan asam-basa dengan garam


Pegenalan  Memfokuskan perhatian terhadap informasi-informasi yang penting yang
terkait dengan materi hidrolisa

 Memperkenalkan beberapa produk-produk senyawa garam dan


mengidentifikasi sifat-sifat nya → sifat garam : asam, basa dan netral
Perolehan  Memperoleh informasi yang terkait dengan materi hidrolisa
1. Menjelaskan konsep Hidrolisa
2. Menghitung pH garam terhidrolisa
Retensi  Memindahkan informasi yang diperoleh ke dalam memori jangka panjang
1. Praktikum : menentukan sifat-sifat garam terhidrolisa
2. Mengulang materi : konsep hidrolisa dan perhitungan pH
Pemanggila  Mengorganisasi materi-materi yang diterima menjadi konsep-konsep
n yang lebih teratur → Peta konsep
Generalisasi  Dengan pengetahuan yang diperoleh : menyelesaikan berbagai masalah,
& Perolehan persoalan yang terkait dengan materi Hidrolisa

Umpan Balik  Memberikan reinforcement/penguatan terhadap materi Hidrolisa


TEORI BELAJAR SLAVIN
 TEORI BELAJAR SLAVIN
Slavin (2018) dalam bukunya mengatakan: “Masalah yang dihadapi pendidik bukanlah
bagaimana membuat siswa belajar; siswa sudah terlibat dalam pembelajaran dari mulai saat
bangun tidur. Sebaliknya, ini adalah bagaimana membantu siswa belajar tertentang informasi
dan konsep yang akan digunakan dalam kehidupan dimasa yang akan datang. Siswa dengan
dorongan yang tepat untuk memusatkan perhatian dan upaya mental mereka sehingga mereka
akan memperoleh keterampilan penting”.
Beberapa teori yang dibahas oleh Slavin diantaranya yaitu teori belajar behavioral, teori
pemrosesan informasi, dan pendekatan konstruktivist yang akan dijelaskan lebih rinci pada
pembahasan selanjutnya.

A. Behavioural Theories of Learning


Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons (Slavin, 2006).
Seseorang dianggap telah belajar apabila dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input berupa stimulus dan output
berupa respons. Stimulus adalah sesuatu yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan
respons berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respons tidak penting untuk diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan
respons, oleh karena itu ,apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
siswa (respons) harus dapat diamati dan diukur.
Dua tokoh yang meneliti tentang teori behavioral ini yaitu:
1. Pavlof
penelitian Ivan Pavlov terkait teori behaviorisme dijabarkan dari buku yang ditulis oleh
Slavin (2006). Dalam penelitiannya, Pavlov menggunakan anjing sebagai percobaannya.
Ivan Pavlon melihat bahwa anjing akan mengeluarkan air liur ketika diberikan makanan,
namun anjing tidak akan mengeluarkan air liur ketika dibunyikan lonceng. Pavlov
kemudian membunyikan lonceng bebarengan dengan makanan dalam waktu penelitian.
Apabila perbuatan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka dalam suatu ketika hanya
dengan membunyikan lonceng tanpa memberikan makanan, maka air liur anjing akan
keluar.
Dalam hal ini, makanan dan lonceng disebut ransangan (stimulus). Makanan disebut
dengan ransangan tanpa dikondisikan atau disebut juga dengan ransangan wajar,
sedangkan lonceng disebut sebagai ransangan buatan. Proses ini kemudian disebut
sebagai pengkondisian klasik. Dengan mengamati penelitian ini, maka dapat disimpulkan
bahwa suatu rangsangan buatan akan menghasilkan respon yang sama apabila pada
awalnya ransangan tersebut diberikan bersamaan dengan ransangan wajar.

2. Skinner
Skinner dikenal dengan pengkondisian operan yang artinya penggunaan konsekuensi
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk mengendalikan terjadinya
perilaku (Slavin, 2006).
Dalam buku Slavin (2006) dijelaskan bahwa Skinner menggunakan kotak yang disebut
dengan kotak Skinner dalam percobaannya. Kotak ini dirancang sehingga setiap kali
tikus memencet tombol pada kotak maka akan memperoleh butiran makanan. Imbalan
makanan ini membuat tikut hanya terfokus untuk menekan tombol dan mengurangi
perilaku lain seperti berputar-putar dalam kotak.
3. Thorndike
penelitian ElL. Thorndike terkait teori behaviorisme dijabarkan dari buku yang ditulis
oleh Slavin (2006). Penemuan Pavlov mengilhami para peneliti di Amerika Seikat seperti
E.L Thorndike yang dikenal dengan kaidah efek-nya. Thorndike melakukan sebuah
eksperimen dengan memasukkan kucing ke dalam kotak dan kemudian kucing tersebut
harus berusaha untuk keluar dari kotak agar memperoleh makanan. Dia melakukan
percobaan tersebut beberapa kali. Dari percobaan ini dia mengamati bahwa semakin
lama waktu yang dibutuhkan kucing untuk keluar dari kotak semakin cepat. Hal yang
dilakukan kucing adalah dengan cara mengulangi perilaku yang membuatnya lolos dan
tidak mengulangi perilaku yang akan mempersulitnya dalam keluar. Thorndike
kemudian menyimpulkan bahwa perilaku seseorang saat ini dapat mempengaruhi
perilaku orang tersebut di masa yang akan datang.

PRINSIP TEORI BEHAVIORAL:


PRINSIP KETERANGAN
Penguatan (reinforcers) Tindakan penguatan terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya yaitu:
 Tindakan penguatan primer, sekunder.
Tindakan penguatan menyenangkan dapat diartikan sebagai setiap
konsekuensi yang dapat memperkuat atau meningkatkan frekuensi
perilaku seseorang (slavin 2006). Tindakan penguatan
menyenangkan dapat bersifat primer, sekunder serta penguatan
positif atau negatif.
Tindakan penguatan primer memuaskan kebutuhan dasar manusia.
Sedangkan penguatan sekunder adalah tindakan penguatan primer
atau penguatan sekunder lainnya yang sudah terbentuk. Ada tiga
macam penguatan sekunder antara lain tindakan penguatan sosial
misalnya pujian senyuman (Slavin, 2006). Kedua tindakan penguatan
sekunder kegiatan seperti permainan. Dan yang ketiga adalah
tindakan penguatan pertanda atau simbolik misalnya tanda bintang
atau poin.
 Tindakan penguatan intrinsik dan ekstrinsik
Tindakan penguatan intrinsik adalah suatu tindakan penguatan dari
perilaku seseorang tanpa mengharapkan imbalan apapun
(Slavin,2006). Sedangkan tindakan penguatan ekstrinsik adalah
pujian atau imbalan yang diberikan untuk memotivasi orang yang
terlibat dalam perilaku tersebut (Slavin, 2006)
Tindakan penghukuman Tindakan penghukuman (punisher) adalah suatu konsekuensi yang
(punisher) tidak menyenangkan yang digunakan untuk melemahkan bahkan
sampai menghilangkan suatu perilaku (Slavin, 2006).
Hukuman memiliki dua bentuk yaitu hukuman pemberlakuan dan
hukuman pencabutan (Slavin, 2006).
 Hukuman pemberlakuan (presentation punishment) adalah
konsekuensi yang tidak menyenangkan yang dicoba untuk
melarikan diri darinya yang mengikuti perilaku tertentu, dan
digunakan untuk memperkecil kemunculan perilaku kembali
(Slavin, 2006). Contohnya siswa yang diomeli oleh gurunya.

 Hukuman pencabutan (removal punishment) adalah penarikan


kembali keadaan yang menyenangkan dalam penguatan perilaku
yang dirancang untuk memperkecil kemungkinan munculnya
perilaku tersebut (Slavin, 2006)
Kesegaran Konsekuensi Salah satu prinsip terpenting dalam teori pembelajaran perilaku ialah
(immediacy of consequence) konsekuensi yang dilakukan dalam waktu dekat lebih berpengaruh pada
perilaku dari pada konsekuensi yang tertunda. Memuji siswa segera
mungkin lebih efektif daripada memberi mereka hak istimewa yang
signifikan di kemudian hari.
Di dalam kelas prinsip kesegaran Konsekuensi sangatlah penting.
Seperti misalnya mendekati siswa yang nakal, menyentuh bahunya,
atau membuat isyarat (misalnya, jari ke bibir untuk meminta diam)
mungkin banyak lebih efektif daripada teguran atau peringatan yang
diberikan di akhir kelas.
Pembentukan (shaping) Ketika guru membimbing siswa menuju tujuan dengan memberikan
banyak langkah yang mengarah pada keberhasilan, maka langkah
mereka merupakan salah satu dari teknik yang disebut membentuk
(Shaping).
Shaping adalah alat penting dalam instruksi kelas. Sebagai contoh kita
ingin siswa menjadi mampu menulis paragraf dengan kalimat topik, tiga
detail pendukung, dan kesimpulan kalimat. Tugas ini memiliki banyak
bagian: mampu mengenali dan kemudian menghasilkan kalimat topik,
rincian pendukung, dan kalimat penutup; mampu menulis kalimat
lengkap menggunakan kapitalisasi, tanda baca, dan tata bahasa dengan
benar; dan mampu mengeja. Jika Anda mengajar semua keterampilan
ini sekalugus dan kemudian meminta siswa untuk langsung menulis
paragraf, menilai mereka pada konten, tata bahasa, tanda baca, dan
ejaan, sebagian besar siswa akan gagal dan mungkin hanya akan belajar
sedikit dari latihan. Untuk itu, Anda dapat mengajarkan keterampilan
langkah demi langkah, secara bertahap membentuk keterampilan akhir.
Siswa mungkin diajari cara menulis kalimat topik pertama, kemudian
detail pendukung, lalu kalimat penutup, dan begitu seterusnya.
Kepunahan (extinction) Prinsip kepunahan adalah suatu kejadian dimana tindakan
penguatan ditarik kembali sehingga perilaku yang sudah terbentuk
semakin melemah dan bisa saja menghilang (Slavin, 2006). Saat
terjadi kepunahan tidak selalu berjalan mulus. Ketika tindakan
penguatan ditarik kembali maka akan ada dorongan perilaku yang
lebih kuat untuk sementara waktu. Contohnya saat ada siswa yang
berbuat gaduh, memanggil gurunya, namun dia diacuhkan maka dia
akan bersuara lebih keras selanjutnya dan kemudian dia akan diam
karena dia selalu diacuhkan oleh gurunya. Hal inilah yang dinamakan
dengan pemunahan klasik.
Pemeliharaan (maintenance) Prinsip jenis pemeliharaan (maintenance) terjadi pada perilaku yang
tidak perlu dikuatkan karena dikuatkan secara instrinstik yang berarti
keterlibatan perilaku tersebut menyenangkan (Slavin, 2006).
Misalnya, banyak anak suka. menggambar, memecahkan masalah, atau
belajar tentang hal-hal bahkan jika itu tidak pernah diperkuat untuk
melakukannya. Banyak dari kita bahkan menyelesaikan buku teka-teki
silang atau lainnya kegiatan pemecahan masalah, meskipun setelah kita
menyelesaikannya, tidak ada yang mau pernah memeriksa pekerjaan
kita.
Peran Antesenden Syarat (cue) adalah rangsangan antesenden (actecenent stimuli) yang
mendahului perilaku, karena nantinya akan memberitahu kita tentang
perilaku tertentu untuk dikuatkan atau perilaku akan dihukum (Slavin,
2006). Sedangkan diskriminasi (pembedaan) adalah penggunaan isyarat
untuk mengetahui perilaku mana yang akan dikuatkan atau perilaku
mana yang akan dihukum. Penggunnan diskriminasi adalah untuk

B. Information Processing and Cognitive Theories of Learning


Teori pemrosesan informasi ini merupakan teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan
pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2006).
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat
diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi
belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses dalam otak melalui
beberapa indera.
KARAKTERISTIK KOMPONEN MEMORI
FUNGSI KAPASITAS DURATION
SENSORY REGISTER Menerima rangsangan Berpotensi Sangat singkat
awal; penglihatan, suara, besar
rasa, bau,
menyentuh
WORKING (SORT-TERM) Urutkan melalui 5–9 item Sekitar 12 detik
MEMORY
rangsangan baru dan
pengetahuan yang ada
untuk menemukan apa
yang relevan; menyortir
dan menghubungkan
informasi baru dengan
pengetahuan yang ada
LONG-TERM MEMORY Menyimpan pengetahuan, Hampir tidak mungkin selamanya
keterampilan, dan ingatan terbatas
lainnya dan Sangat lama
mengaturnya agar mudah
diambil

Slavin (2006) dalam bukunya juga menyebutkan beberapa, jenis memori, diantaranya yaitu: Episodic,
semantic, and procedural memory.
 Episodic Memory
Memori episodik berisi gambar pengalaman yang diatur oleh kapan dan di mana mereka
terjadi. Ini terdiri dari kenangan peristiwa yang dialami dan diingat secara pribadi, yang
menggabungkan informasi sensorik, spasial pengetahuan, bahasa, emosi, dan informasi
motorik menjadi semacam cerita pribadi. Sebagai contoh, pertimbangkan pertanyaan ini:
Apa yang Anda lakukan pada malam pesta dansa senior Anda? Kebanyakan orang menjawab
pertanyaan ini dengan membayangkan diri mereka kembali pada malam itu dan
menggambarkan kejadiannya.
Ingatan episodik seringkali sulit untuk diambil karena sebagian besar episode dalam hidup
kita berulang begitu sering sehingga episode selanjutnya tercampur dalam ingatan dengan
yang sebelumnya, kecuali sesuatu terjadi selama episode yang membuatnya sangat
berkesan. Misalnya, hanya sedikit orang yang ingat apa yang mereka makan untuk makan
siang seminggu yang lalu, apalagi bertahun-tahun yang lalu. Namun, ada fenomena yang
disebut memori flashbulb di mana terjadinya peristiwa penting memperjelas visual dan
pendengaran kenangan dalam pikiran seseorang. Misalnya, orang yang kebetulan sedang
sarapan di saat mereka pertama kali mendengar tentang serangan tahun 2001 di World
Trade Center mungkin masih ingat makanan apa yang dimakannya pada waktu itu (dan
aspek sepele lainnya dari pengaturan) selamanya. Alasan untuk ini adalah bahwa peristiwa
tak terlupakan saat itu memberi kita akses ke kenangan episodik (ruang dan waktu) terkait
dengan apa yang biasanya akan dilupakan detailnya.

 Semantic Memory
Memori semantik (atau deklaratif) diatur dengan cara yang sangat berbeda; secara mental
diatur dalam jaringan gagasan atau hubungan yang terhubung yang disebut skema. Ingatlah
bahwa Piaget memperkenalkan kata skema untuk menggambarkan kognitif kerangka kerja
yang digunakan individu untuk mengatur persepsi dan pengalaman mereka. Para ahli teori
Pemrosesan kognitif juga menggunakan istilah skema dan skemata untuk menggambarkan
jaringan konsep yang disimpan dalam ingatan individu yang memungkinkan mereka untuk
memahami dan memasukkan informasi baru. Sebuah skema seperti garis besar, dengan
konsep atau ide yang berbeda dikelompokkan di bawah kategori yang lebih besar. Berbagai
aspek skemata mungkin terkait dengan serangkaian proposisi, atau hubungan.

 Prosedural Memory
Memori prosedural adalah kemampuan untuk mengingat kembali bagaimana melakukan
sesuatu, terutama tugas fisik. Jenis memori ini tampaknya disimpan dalam serangkaian
pasangan stimulus-respons. Misalnya, bahkan jika Anda sudah lama tidak mengendarai
sepeda, segera setelah Anda mendapatkannya pada satu rangsangan mulai membangkitkan
tanggapan. Ketika sepeda condong ke kiri (stimulus), Anda "secara naluriah" menggeser
berat badan Anda ke kanan untuk menjaga keseimbangan (tanggapan).

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMBUAT KITA LEBIH MUDAH ATAU LEBIH SULIT UNTUK
MENGINGAT INFORMASI:
A. INTERFERENSI
Salah satu alasan penting orang lupa adalah interferensi. Gangguan terjadi ketika
informasi tercampur dengan, atau disingkirkan oleh, informasi lain. Salah satu bentuk
interferensi terjadi ketika orang dicegah dari melatih mental informasi dari baru dipelajari
B. INHIBISI RETROAKTIF
Bentuk lain dari interferensi disebut inhibisi retroaktif,yang terjadi ketika informasi yang
dipelajari sebelumnya hilang karena bercampur dengan sesuatu yang baru atau informasi
yang agak mirip. Misalnya, siswa mungkin tidak kesulitan mengenali huruf b sampai
mereka diajari huruf d. Karena huruf-huruf ini mirip, maka mereka sering bingung.
Mereka mempelajari huruf d, namun menghafal pengenalan huruf sebelumnya, yaitu
huruf b.
C. INHIBISI PROAKTIF
Terkadang pengetahuan sebelumnya mengganggu pembelajaran informasi selanjutnya.
Kasus klasik penghambatan proaktif adalah kasus seorang Amerika Utara yang belajar
mengemudi di sisi kiri jalan di Inggris. Mungkin lebih mudah bagi nondriver Amerika
Utara untuk belajar mengemudi di Inggris daripada untuk pengemudi Amerika Utara yang
berpengalaman karena telah belajar mengemudi dikanan. Hal ini akan menjadi sebuah
kesalahan yang sangat fatal di Inggris.
D. PERBEDAAN INDIVIDU DALAM KETAHANAN TERHADAP GANGGUAN
Meninjau penelitian dari berbagai bidang, termasuk penelitian otak, mereka mencatat
hubungan yang kuat antara ukuran resistensi terhadap gangguan dan kinerja sekolah.
Misalnya, di antara anak-anak dengan IQ yang sama, mereka yang memiliki
ketidakmampuan belajar, melakukan jauh lebih buruk pada ukuran resistensi terhadap
gangguan (lihat Forness & Kavale, 2000). Anak-anak dengan attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD) sangat buruk dalam skrining rangsangan yang tidak
relevan. Jika Anda berpikir tentang stereotip "profesor pelupa", kemampuan untuk
memusatkan perhatian seseorang pada masalah tertentu dengan mengesampingkan
semua yang lain mungkin merupakan ciri khas dari jenis itu kecerdasan seorang
matematikawan, ilmuwan, atau penulis harus produktif.
E. FASILITAS
Pada dasarnya pembelajaran sebelumnya seringkali dapat membantu seseorang belajar
informasi yang serupa, dalam apa yang disebut fasilitasi proaktif. Misalnya, belajar
bahasa Spanyol lebih dulu mungkin membantu siswa yang berbahasa Inggris untuk
kemudian belajar bahasa Italia, bahasa yang serupa. Belajar bahasa kedua juga dapat
membantu dengan bahasa yang sudah ada. Sering terjadi, misalnya, siswa yang
berbahasa Inggris menemukan bahwa studi bahasa Latin membantu mereka memahami
bahasa ibu mereka dengan lebih baik. Ini akan menjadi fasilitasi retroaktif.
F. EFEK PRIMACY DAN RECENCY
Salah satu temuan tertua dalam psikologi pendidikan adalah bahwa ketika orang diberi
daftar kata untuk dipelajari dan kemudian diuji segera sesudahnya, mereka cenderung
mempelajari beberapa yang pertama dan beberapa yang terakhir jauh lebih baik
daripada yang berada di tengah daftar. Kecenderungan untuk mempelajari item pertama
yang disajikan tersebut disebut effect keutamaan; sedangkan kecenderungan untuk
mempelajari elemen terakhir disebut efek kebaruan. Penjelasan paling umum untuk efek
keutamaan adalah bahwa kita lebih memperhatikan dan mencurahkan lebih banyak
upaya mental untuk item yang disajikan terlebih dahulu. Seperti yang dicatat sebelumnya
dalam bab ini, latihan mental penting dalam membangun informasi baru dalam jangka
panjang Penyimpanan. Biasanya, lebih banyak latihan mental dikhususkan untuk item
pertama yang disajikan daripada komponen berikutnya (Anderson, 2005). Efek kebaruan,
sebaliknya, didasarkan pada fakta bahwa sedikit atau tidak sama sekali informasi lain
mengintervensi antara item akhir dan tes .
G. OTOMATISITAS
Otomatisasi diperlukan— yaitu, tingkat kecepatan dan kemudahan yang sedemikian rupa
sehingga tugas atau keterampilan melibatkan sedikit atau tanpa usaha mental. Untuk
seorang pembaca mahir memproses materi sederhana, decoding hampir tidak
memerlukan usaha mental. Seperti yang dicatat sebelumnya, studi neurologis
menunjukkan bahwa otak menjadi lebih efisien ketika seseorang menjadi pembaca yang
terampil (Temple et al., 2003; Turkeltaub, 2003) (Dalam Slavin, 2006). Pembaca pemula
dengan kondisi serius seperti penyandang cacat yang menggunakan bagian pendengaran
dan visual otak selama membaca, berusaha dengan susah payah untuk mengeluarkan
kata-kata baru. Sebaliknya, pembaca yang terampil hanya menggunakan sebagian kecil
yang terdefinisi dengan baik di otak yang berhubungan dengan pemrosesan visual. Dalam
Slavin (2006), Bloom (1986), yang mempelajari peran otomatisitas dalam pertunjukan
pianis berbakat, matematikawan, atlet, dan lain-lain, menyebut otomatisitas "tangan dan
kaki jenius."

Dalam bukunya, Slavin (2006) juga menjelaskan strategi studi apa yang dapat membantu siswa
dalam belajar. Diantaranya yaitu:
STRATEGI KETERANGAN
Latihan Test Slavin (2006), menyebutkan bahwa mungkin strategi belajar yang paling
efektif adalah mengikuti tes latihan yang diselaraskan dengan tes
sebenarnya yang akan datang. Pengambilan tes, terutama ketika tes
membutuhkan tanggapan yang dibangun daripada pilihan ganda atau
isian. Sehingga dalam hal ini menyebabkan peserta tes terlibat dalam
pemrosesan konten tingkat tinggi, sehingga meningkatkan pemahaman
dan memori mereka. Lebih-lebih lagi, tes latihan mengingatkan Anda apa
yang Anda ketahui dan apa yang tidak Anda ketahui, sehingga Anda bisa
fokus pada belajar anda yang paling efisien.
Membuat catatan Sebuah strategi belajar umum yang digunakan baik dalam membaca dan
belajar saat sekolah adalah mencatat. Mencatat bisa efektif untuk jenis
bahan tertentu, karena itu dapat membentuk pemrosesan mental dari
ide-ide utama, ketika seseorang membuat keputusan tentang untuk apa
menulis.
Salah satu cara yang cukup efektif untuk meningkatkan nilai catatan siswa
adalah guru harus memberikan sebagian catatan sebelum berceramah
atau membaca, memberikan kategori siswa untuk mengarahkan
pencatatan mereka sendiri.
Garis Bawah Strategi belajar umum berikutnya adalah menggarisbawahi atau
menyoroti. Namun meskipun meluasnya penggunaan metode ini,
penelitian tentang menggarisbawahi umumnya menemukan sedikit
manfaat. Masalahnya adalah bahwa sebagian besar siswa gagal
mengambil inti utama tentang materi apa yang harus mereka soroti,
sehingga menggarisbawahi terlalu banyak. Ketika siswa diminta untuk
menggarisbawahi satu kalimat di setiap paragraf yang paling penting,
mereka terlalu banyak memberikan garis bawah. Mungkin karena
memutuskan kalimat mana yang paling penting membutuhkan tingkat
pemrosesan yang lebih tinggi.
Meringkas Meringkas melibatkan menulis pernyataan singkat yang mewakili ide-ide
utama dari informasi yang sedang dibaca. Efektivitas strategi ini
tergantung pada bagaimana itu digunakan. Salah satu cara yang efektif
adalah dengan meminta siswa menulis ringkasan satu kalimat setelah
membaca setiap paragraf. Cara lainnya adalah meminta siswa menyiapkan
ringkasan yang dimaksudkan untuk membantu orang lain belajar materi
sebagian karena kegiatan ini memaksa peringkas untuk menjadi singkat
dan untuk pertimbangkan dengan serius apa yang penting dan apa yang
tidak.
Menulis untuk Semakin banyak bukti mendukung gagasan bahwa meminta siswa
belajar menjelaskan konten secara tertulis saat mereka belajar membantu
mereka memahami dan mengingatnya. Misalnya Rekan (1994) (dalam
Slavin, 2006) menjelaskan bahwa tugas menulis yang terfokus membantu
anak-anak mempelajari konten tentang yang sedang mereka tulis.
Garis besar dan Menguraikan-memberikan poin utama materi dalam format hierarkis,
pemetaan konsep dengan setiap detail diatur di bawah sebuah kategori tingkat yang lebih
tinggi. Dalam jaringan dan pemetaan konsep, siswa mengidentifikasi ide-
ide utama dan kemudian buat diagram hubungan antara keduanya.
Metode PQ4R Salah satu teknik belajar yang paling terkenal untuk membantu siswa
memahami dan mengingat apa yang mereka baca adalah metode PQ4R
(Thomas & Robinson, 1972), yang didasarkan pada versi sebelumnya
dikenal sebagai SQ3R, dikembangkan oleh F. P. Robinson (1961). Singkatan
dari preview, question, Read,Reflect, recite, & review

LANGKAH-LANGKAH METODE PQ4R ADALAH SEBAGAI BERIKUT:


1. Pratinjau (Preview). Survei atau pindai materi dengan cepat untuk
mendapatkan gambaran umum organisasi dan topik utama dan
subtopik. Perhatikan judul dan subjudul, dan mengidentifikasi apa
yang akan Anda baca dan pelajari.
2. Pertanyaan (Question). Ajukan pertanyaan kepada diri sendiri tentang
materi sebelum Anda membacanya. Menggunakan judul untuk
menemukan pertanyaan menggunakan kata-kata 5w1h: siapa, apa,
mengapa, di mana.
3. Baca (Read). Baca materinya. Jangan membuat catatan tertulis yang
ekstensif. Coba jawab pertanyaan yang Anda ajukan sebelum
membaca.
4. Merefleksikan materi (Reflect). Cobalah untuk memahami dan
membuat makna yang disajikan informasi dengan (1)
menghubungkannya dengan apa yang sudah Anda ketahui, (2)
menghubungkan subtopik dalam teks ke konsep atau prinsip utama,
(3) mencoba menyelesaikan kontradiksi dalam informasi yang
disajikan, dan (4) menggunakan materi untuk memecahkan masalah
yang disarankan oleh materi.
5. Ucapkan (Recite). Berlatih mengingat informasi dengan menyatakan
poin dengan lantang dan bertanya dan menjawab pertanyaan.
Gunakan judul, kata-kata yang disorot, dan catatan di ide-ide utama
untuk menghasilkan pertanyaan-pertanyaan itu.
6. Tinjau (preview). Pada langkah terakhir, tinjau materi secara aktif,
fokus pada bertanya pada diri sendiri; membaca kembali materi hanya
jika Anda tidak yakin dengan jawabannya.

C. Student-Centered and contsruktivist approaches to Instruction

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu


bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Menurut
Slavin (2006) teori konstruktivistik adalah teori yang menyatakan bahwa peserta didik secara
individual harus menemukan dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi
yang baru terhadap aturan-aturan informasi yang lama, dan merevisi aturan-aturan yang
lama bila sudah tidak sesuai lagi. Karena penekanannya pada siswa sebagai pembelajar aktif,
strategi konstruktivis sering disebut instruksi yang berpusat pada siswa. Di kelas pusat
terletak pada siswa, guru menjadi “pemandu" bukannya "orang bijak di atas panggung,"
membantu siswa untuk menemukan makna mereka sendiri sebagai gantinya mengajar dan
mengendalikan semua kegiatan kelas

Dalam penjelasannya, teori ini memiliki dua jenis, diantaranya yaitu konstruktivisme kognitif
dan konstruktifisme sosial. Berikut perbedaan dari kedua jenis teori kontruktivisme
tersebut:

ASPEK KONTRUKTIVISME KOGNITIF KONSTRUKTIVISME SOSIAL


Pengetahuan Dibangun secara individual dan Dibangun dalam konteks sosial
internal. Sistem pengetahuan sebelum menjadi bagian pribadi
secara aktif dibangun oleh individu
pebelajar berdasarkan struktur
yang sudah ada
Pandangan Menimbulkan disequilibration Meningkatkan pemahaman yang
terhadap interaksi yang mendorong individu telah ada sebelumnya dari hasil
mengadaptasi skema-skema interaksi
yang ada
Belajar Proses asimilasi dan akomodasi Integrasi siswa ke dalam
aktif pengetahuan-pengetahuan komunitas pengetahuan.
baru ke dalam struktur kognitif Kolaborasi informasi baru untuk
yang sudah ada meningkatkan pemahaman
Strategi belajar Experience based & discovery Sharing & Cooperative learning
oriented
Peran guru Minimal & lebih membiarkan Penting dalam membantu
siswa menemukan sendiri ide (scaffolding) siswa mencapai
sehingga posisi guru sebagai kemandirian melalui interaksi
pengajar menjadi kabur sosial.

PELAJARAN KOOPERATIF
Salah satu bentuk pembalajaran yang manganut faham kontruktifisme menurut Slavin (2006)
ialah pembelajaraan kooperatif. Dalam metode pembelajaran kooperatif, atau pembelajaran
dengan bantuan teman sebaya, siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling
membantu belajar. Metode pembelajaran ini dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu
kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 4 orang untuk memahami
konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota
kelompok sebagai wadah siswa untuk bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui
interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi
teman yang lain.

Slavin (2006) mengatakan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok
tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan
pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan
situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya.
Berikut ini merupakan berbgai metode pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan dan
diteliti:
1. Student Team Achievment Division (STAD)
STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga
tipe ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru mulai menggunakan pendekatan
pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2006), dalam STAD siswa ditempatkan dalam
kelompok belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerja, jenis kelamin, dan suku. Salah satu metode yang terkait dengan metode ini adalah
Teams–Games–Tournaments (TGT), siswa bermain permainan dengan anggota tim lain
untuk menambahkan poin ke skor tim mereka.

Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

FASE KETERANGAN
Fase-1 – Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
– Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (atau indikator hasil belajar)
– Guru memotivasi siswa
– Guru mengkaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu
Fase-2 – Menyajikan informasi
– Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat
bacaan
Fase-3 – Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
– Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar
– Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok–kelompok belajar

(Setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang dan harus heterogen terutama jenis
kelamin dan kemampuan siswa)
Fase-4 – Membimbing kelompok bekerja dan belajar
– Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
Fase-5 – Evaluasi
– Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta
siswa
– Mempresentasikan hasil kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi
Fase-6 – Memberikan penghargaan
– Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi untuk menghargai
upaya dan hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok

langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:


1. Persiapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
A. Materi
Materi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dirancang sedemikian rupa untuk
pembelajaran secara kelompok. Sebelum menyajikan materi pembelajaran, dibuat
lembar kegiatan (lembar diskusi) yang akan dipelajari kelompok kooperatif dan
lembar jawaban dari lembar kegiatan tersebut.
B. Menetapkan Siswa dalam Kelompok
Kelompok siswa merupakan bentuk kelompok yang heterogen. Setiap kelompok
beranggotakan 4-5 siswa yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang
dan rendah. Bila memungkinkan harus diperhitungkan juga latar belakang, ras dan
sukunya. Guru tidak boleh membiarkan siswa memilih kelompoknya sendiri karena
akan cenderung memilih teman yang disenangi saja. 
Sebagai pedoman dalam menentukan kelompok dapat diikuti petunjuk berikut :
1. Merangking Siswa
Merangking siswa berdasarkan hasil belajar akademiknya di dalam kelas.
Gunakan informasi apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan
rangking tersebut. Salah satu informasi yang baik adalah skor tes.
2. Menentukan Jumlah Kelompok
Setiap kelompok sebaiknya beranggotakan 4-5 siswa. Untuk menentukan
berapa banyak kelompok yang dibentuk, bagilah banyaknya siswa dengan
empat. Jika hasil baginya tidak bulat, misalnya ada 42 siswa, berarti ada
delapan kelompok yang beranggotakan empat siswa dan dua kelompok yang
beranggotakan lima siswa. Dengan demikian ada sepuluh kelompok yang
akan dibentuk.
3. Membagi Siswa dalam Kelompok
Dalam melakukan hal ini, seimbangkanlah kelompok-kelompok yang
dibentuk yang terdiri dari siswa dengan tingkat hasil belajar rendah, sedang
hingga hasil belajarnya tinggi sesuai dengan rangking. Dengan demikian,
tingkat hasil belajar rata-rata semua kelompok dalam kelas kurang lebih
sama.
4. Mengisi Lembar Rangkuman Kelompok
Isikan nama-nama siswa dalam setiap kelompok pada lembar rangkuman
kelompok (format perhitungan hasil kelompok untuk model pembelajaran
kooperatif tipe STAD).
C. Menentukan Skor Awal
Skor awal siswa dapat diambil melaluiPre Test yang dilakukan guru sebelum model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dimulai atau dari skor tes paling akhir yang
dimiliki oleh siswa. Selain itu, skor awal dapat diambil dari nilai rapor siswa pada
semester sebelumnya.
D. Kerjasama Kelompok
Sebelum memulai pembelajaran kooperatif, sebaiknya diawali dengan latihan-
latihan kerja sama kelompok. Hal ini merupakan kesempatan bagi setiap kelompok
untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan dan saling mengenal antar anggota
kelompok. 
E. Jadwal Aktivitas
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri atas lima kegiatan pengajaran yang
teratur, yaitu penyampaian materi pelajaran oleh guru, kerja kelompok, tes
penghargaan kelompok dan laporan berkala kelas.
2. Mengajar
Setiap model pembelajaran kooperatif tipe STAD dimulai dengan presentasi kelas, yang
meliputi pendahuluan, pengembangan, petunjuk praktis, aktivitas kelompok, dan kuis.
Dalam presentasi kelas, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
A. Pendahuluan
1. Guru menjelaskan kepada siswa apa yang akan dipelajari dan mengapa hal
itu penting untuk memunculkan rasa ingin tahu siswa. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memberi teka-teki, memunculkan masalah-masalah
yang berhubungan dengan materi dalam kehidupan sehari-hari, dan
sebagainya.
2. Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menentukan
konsep atau untuk menimbulkan rasa senang pada pembelajaran.
B. Pengembangan
1. Guru menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran.
2. Guru menekankan bahwa yang diinginkan adalah agar siswa mempelajari
dan memahami makna, bukan hafalan.
3. Guru memeriksa pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan.
4. Guru menjelaskan mengapa jawabannya benar atau salah.
5. Guru melanjutkan materi jika siswanya memahami pokok masalahnya.
C. Praktek Terkendali
1. Guru menyuruh siswa mengajarkan soal-soal atau jawaban pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh guru.
2. Guru memanggil siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan atau
menyelesaikan soal-soal yang diajukan oleh guru. Hal ini akan menyebabkan
siswa mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan atau soal-soal yang
diajukan.
3. Guru tidak perlu memberikan soal atau pertanyaan yang lama
penyelesaiannya pada kegiatan ini. Sebaliknya siswa mengerjakan satu atau
dua soal, dan kemudian guru memberikan umpan balik.
D. Kegiatan Kelompok
1. Pada hari pertama kegiatan kelompok model pembelajaran kooperatif tipe
STAD, guru sebaiknya menjelaskan apa yang dimaksud bekerja dalam
kelompok, yaitu:
a. Siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman
dalam kelompoknya telah mempelajari materi dalam lembar
kegiatan yang diberikan oleh guru.
b. Tidak seorang pun siswa selesai belajar sebelum semua anggota
kelompok menguasai pelajaran.
c. Mintalah bantuan kepada teman satu kelompok apabila seorang
anggota kelompok mengalami kesulitan dalam memahami materi
sebelum meminta bantuan kepada guru.
d. Dalam satu kelompok harus saling berbicara sopan.
2. Guru dapat mendorong siswa dengan menambahkan peraturan- peraturan
lain sesuai kesepakatan bersama. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan guru
adalah:
a. Guru meminta siswa berkelompok dengan teman sekelompoknya.
b. Guru memberikan lembar kegiatan (lembar diskusi) beserta lembar
jawabannya.
c. Guru menyarankan siswa agar bekerja secara berpasangan atau
dengan seluruh anggota kelompok tergantung pada tujuan yang
dipelajarinya. Jika mereka mengerjakan soal-soal maka setiap siswa
harus mengerjakan sendiri dan selanjutnya mencocokkan
jawabannya dengan teman sekelompoknya. Jika ada seorang teman
yang belum memahami, teman sekelompoknyabertanggung jawab
untuk menjelaskan.
d. Tekankanlah bahwa lembar kegiatan (lembar diskusi) untuk diisidan
dipelajari. Dengan demikian, setiap siswa mempunyai lembar
jawaban untuk diperiksa oleh teman sekelompoknya.
3. Guru melakukan pengawasan kepada setiap kelompok selama siswa bekerja
dalam kelompok. Sesekali guru mendekati kelompok untuk mendengarkan
bagaimana anggota kelompok berdiskusi.
4. Kuis atau Tes
Setelah siswa bekerja dalam kelompok selama kurang lebih dua kali
penyajian, guru memberikan kuis atau tes individual. Setiap siswa menerima
satu lembar kuis. Waktu yang disediakan guru untuk kuis adalah setengah
sampai satu jam pelajaran. Hasil dari kuis itu kemudian diberi skor dan akan
disumbangkan sebagai skor kelompok.
5. Penghargaan Kelompok
a. Menghitung skor individu dan kelompok
Setelah diadakan kuis, guru menghitung skor perkembangan
individu dan skor kelompok berdasarkan rentang skor yang
diperoleh setiap individu. Skor perkembangan ditentukan
berdasarkan skor awal siswa.
b. Menghargai hasil belajar kelompok
Setelah guru menghitung skor perkembangan individu dan skor
kelompok, guru mengumumkan kelompok yang memperoleh poin
peningkatan tertinggi. Setelah itu guru memberi penghargaan
kepada kelompok tersebut yang berupa sertifikat atau berupa
pujian. Untuk pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas
guru.
6. Mengembalikan Kumpulan Kuis yang Pertama
Guru mengembalikan kumpulan kuis pertama kepada siswa.

2. Cooperative Integrated Reading and Composition(CIRC)


CIRC merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang merupakan komposisi
terpadu membaca dan menulis secara kooperatif (kelompok), yakni membaca materi yang
diajarakan dari berbagai sumber dan selanjutnya menuliskannya ke dalam bentuk tulisan
yang dilakukan secara kooperatif. Model ini dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan
siswa untuk membaca dan menerima umpan balik dari kegiatan membaca yang telah
dilakukan.

Model CIRC dirancang untuk mengakomodasi level kemampuan siswa yang beragam, baik
melalui pengkelompokkan heterogen maupun pengelompkkan homogen. Dalam CIRC, siswa
ditempatkan dalam kelompk-kelompok kecil, baik homogen maupun heterogen. Pertama-
tama, mereka mengikuti serangkaian intruksi guru tentang keterampilan membaca dan
menulis, kemudian praktik, lalu pra-penilaian dan kuis. Pada model CIRC ini penghargaan
(reward) diberikan kepada kelompok-kelompok yang anggota-anggotanya mampu
menunjukkan perform yang meningkat dalam aktivitas membaca dan menulis

Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC

Fase Keterangan
Orientasi  Pada fase ini, guru melakukan apersepsi dan pengetahuan awal
siswa tentang materi yang akan diberikan.
 Memaparkan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kepada
siswa
Organisasi  Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok, dengan
memperhatikan keheterogenan akademik.
 Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan dibahas
kepada siswa.
 Menjelaskan mekanime diskusi kelompok dan tugas yang harus
diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung
Pengenalan Konsep  Pada fase ini, guru mulai mengenalkan suatu konsep atau istilah
baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi.
Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau
media lainnya
Eksplorasi dan Aplikasi  Tahap ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap
pengetahuan awal, mengembangkan pengetahuan baru dan
menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan
guru. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif sehingga
mereka akan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi
untuk menjelaskan hasil observasi.
Publikasi  Pada fase ini, siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-
temuan serta membuktikan dan memperagakan materi yang
dibahas.
 Dalam hal ini, siswa harus siap memberi dan menerima kritik
atau saran untuk saling memperkuat argumen
Penguatan dan Refleksi  Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan
materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun
memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari.
 Selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk merefleksikan
dan mengevaluasi hasil pembelajarannya

6 LANGKAH PENERAPAN CIRC

No Tahapan Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas Siswa


1. Mendengarkan tujuan
1. Guru menyampaikan pembelajaran dengan
tujuan pembelajaran seksama
1 Pendahuluan (orientasi) 2. Menanyakan 2. Menjawab
pengetahuan siswa pertanyaan yang
diajukan oleh guru

1. Membentuk
1. Mengarahkan siswa
kelompok dan duduk
untuk membentuk
sesuai kelompoknya
kelompok
2 Organisasi dengan tertib
2. Memberikan bahan
2. Mengambil bahan
bacaan 
bacaan

Menampilkan vidio dan


Mengamati vidio dan
3 Inti pengenalan konsep meminta siswa memberikan
memberikan komentar
komentar
4 Eksplorasi dan aplikasi 1. Memberikan 1. Bertanya tentang
kesempatan kepada konsep yang belum
siswa untuk bertanya dipahami
mengenai konsep yang 2. Mengerjakan soal
belum dipahami dari yang diberikan
bahan bacaan 3. Mencari informasi
2. Membimbing siswa dan saling bertukar
untuk menyelesaikan pikiran dengan teman
soal yang diberikan satu kelompok
pada bahan bacaan
3. Mengarahkan siswa
untuk menjawab soal
melalui kelompok

Mengarahkan siswa
5 Publikasi Melakukan presentasi
melakukan presentasi
1. Mengarahkan siswa 1. Menarik kesimpulan
untuk menyimpulkan dari materi yang telah
materi yang dipelajari diajarkan
6 Penutup penguatan dan refleksi
2. Memberikan soal test 2. Siswa menyelesaikan
essay soal test essay

3. Jigsaw
Pada kelas yang menggunakan Jigsaw), siswa ditugaskan ke tim beranggotakan enam orang
untuk mengerjakan materi akademik yang telah dipecah menjadi bagian. Misalnya, biografi
dapat dibagi menjadi kehidupan awal, pencapaian pertama, jurusan kemunduran, kehidupan
kemudian, dan dampak pada sejarah. Setiap anggota tim membaca bagiannya. Selanjutnya,
anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian yang sama bertemu dalam
kelompok ahli untuk berdiskusi bagian mereka. Kemudian siswa kembali ke timnya masing-
masing dan bergantian mengajari teman satu timnya tentang bagian mereka. Karena satu
satunya cara siswa dapat mempelajari materi selain dari mereka sendiri adalah dengan
mendengarkan dengan hati-hati dari rekan satu tim mereka, mereka termotivasi untuk
mendukung dan menunjukkan minat pada pekerjaan satu sama lain.

Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

FASE KETERANGAN
Fase-1 – Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
– Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (atau indikator hasil belajar)
– Guru memotivasi siswa
– Guru mengkaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu
Fase-2 – Menyajikan informasi
– Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat
bacaan
Fase-3 – Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar
– Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok
– Guru mengorgani-sasikan siswa ke dalam kelompok–kelompok belajar (Setiap
kelompok beranggotakan 5-6 orang, heterogen, dan setiap anggota diberi tanggung
jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan untuk menjadi ahli
pada masing-masing bagian tertentu).
Fase-4 – Membimbing kelompok bekerja dan belajar
– Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
Fase-5 – Evaluasi
– Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta
siswa mempresentasikan hasil kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi
Fase-6 – Memberikan penghargaan
– Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi untuk menghargai
upaya dan hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok
4. Group Investigation
Group Investigation adalah teknik cooperative learning dimana para murid bekerja didalam
kelompok-kelompok kecil untuk menanggapi berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok
membagi-bagi untuk tugas tersebut menjadi sub topic-sub topic yang kemudian setiap
anggota kelompok melakukan kegiatan meneliti untuk mencapai tujuan kelompok. Setelah
itu setiap kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas. Dalam teknik ini, hadiah
atau point tidak diberikan.

Menurut Slavin (2006) beberapa keuntungan dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut:
1. Siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma
kelompok.
2. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil.
3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.
4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam
berpendapat.
5. Interaksi antar siswa juga membantu meningkatkan perkembangan kognitif yang non
konservatif menjadi konservatif (Teori Piaget).

Sumber Referensi:

Gagne, Robert M. (1970). The Condition of Learning. 2nd Edition. HOLT, RINEHART and WINSTON,
Inc.

Akib, Irwan. (2015). Implementasi teori belajar robert gagne dalam pembelajaran konsep
matematika (suatu alternatif kegiatan mengajar belajar konsep matematika). Makasar: Lembaga
Perpustakaan dan Penerbitan Universitas Muhammadiyah Makasar. Diakses tanggal 21 Oktober
2022.https://www.researchgate.net/publication/305739745_IMPLEMENTASI_TEORI_BELAJAR_ROBE
RT_GAGNE_DALAM_PEMBELAJARAN_KONSEP_MATEMATIKA_Suatu_Alternatif_Kegiatan_Mengajar
_Belajar_Konsep_Matematika

Warsita, Bambang. (2008). Teori belajar robert m. Gagne dan implikasinya pada pentingnya pusat
sumber belajar. Jurnal Teknodik. Hal 064-078. Diakses tanggal 21 Oktober 2022.
https://scholar.google.co.id/citations?view_op=view_citation&hl=id&user=-
3PLm7YAAAAJ&citation_for_view=-3PLm7YAAAAJ:YOwf2qJgpHMC

Thabroni, Gamal. (2022). Teori Belajar Gagne : Komponen, Model, Fase & Prinsip . Serupa.id. Diakses
21 Oktober 2022. https://serupa.id/teori-belajar-gagne-komponen-model-fase-prinsip/

Ningrum, Puji, dkk. (2020). Teori Belajar Bruner an Gagne. SlideToDoc. Diakses tanggal 14 September
2022. https://slidetodoc.com/teori-belajar-bruner-gagne-oleh-puji-ningrum-0404517003/

Slavin, Robert E. (2006). Educational Psychology: Theory and Practice. 8th Edition. Pearson
Education, Inc.

Dhiey. (2011). Cooperative Learning –  Slavin. Wordpress. Diakses 21 Oktober 2022.


https://dhiey.wordpress.com/2011/01/02/cooperative-learning-slavin/

Riadi, Muchlisin. (2017). Model Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition). Kajian Pustaka. Diakses 21 Oktober 2022.
https://www.kajianpustaka.com/2017/10/model-pembelajaran-circ.html

Anda mungkin juga menyukai