Menurut Gagne (1970), “Learning is a change in human disposition or capability, which can be
retained, and which is not simply ascribable to the process of growth”. Belajar adalah perubahan
watak atau kemampuan manusia, yang dapat dipertahankan, dan yang tidak semata-mata
berasal dari proses pertumbuhan. Jenis perubahan yang disebut pembelajaran menunjukkan
dirinya sebagai perubahan perilaku, dan kesimpulan pembelajaran dibuat dengan
membandingkan perilaku sebelum individu ditempatkan dalam "situasi belajar" dan perilaku yang
ditunjukkan setelah perlakuan tersebut. Perubahan itu mungkin, dan seringkali, peningkatan
kemampuan untuk beberapa jenis kinerja
Untuk peristiwa yang dipertimbangkan di sini, bagian terpenting dari pelajar adalah
indranya, sistem saraf pusatnya, dan ototnya. Peristiwa di lingkungannya mempengaruhi
indera pembelajar, dan memulai rantai impuls saraf yang diatur oleh sistem saraf pusatnya,
khususnya, oleh otaknya. Aktivitas saraf ini terjadi dalam urutan dan pola tertentu yang
mengubah sifat proses pengorganisasian itu sendiri, dan efek ini ditunjukkan sebagai
pembelajaran. Akhirnya, aktivitas saraf diterjemahkan ke dalam tindakan yang dapat diamati
sebagai gerakan otot dalam melaksanakan berbagai macam tanggapan.
Situasi Stimulus
Peristiwa yang merangsang indera pembelajar dibicarakan secara kolektif sebagai situasi
stimulus. Ketika satu peristiwa sedang dibedakan, itu sering disebut stimulus.
Responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi.
Tanggapan dapat dijelaskan lebih atau kurang spesifik; misalnya, seseorang dapat berbicara
tentang gerakan otot tertentu, atau tindakan seluruh tubuh dalam berjalan. Untuk alasan ini
dan lainnya, tanggapan sering digambarkan dalam hal efek mereka daripada dalam hal
penampilan mereka. Ketika diklasifikasikan demikian, mereka disebut pertunjukan. Misalnya,
responsnya mungkin "menggerakkan jari secara berirama di atas area kecil di kulit kepala."
Tetapi mungkin sering lebih berguna untuk merujuk pada kinerja "menggaruk kepala."
Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak
manusia. Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam otak manusia di
saat memroses suatu informasi. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam
bentuk hasil belajar
Model belajar pemrosesan informasi ini terdiri dari tiga taraf struktural
sistem informasi, yaitu: Sensory, Short-term memori, long-term memori. Berikut ini diskripsi
proses pengolahan informasi menurut teori pengolahan informasi:
1. Sensory atau intake register: informasi masuk ke sistem melalui sensory register, tetapi
hanya disimpan untuk periode waktu terbatas. Agar tetap dalam sistem, informasi
masuk ke working memory yang digabungkan dengan informasi di long-term memory.
2. Working memory: pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di working memory,
di sini berlangsung berpikir yang sadar. Kelemahan working memory sangat terbatas
kapasitas isinya dan memperhatikan sejumlah kecil informasi secara serempak.
3. Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas kapasitas isinya sehingga
mampu menampung seluruh informasi yang sudah dimiliki siswa. Kelemahannya adalah
betapa sulit mengakses informasi yang tersimpan di dalamnya
Salah satu teori Gagne yang paling penting adalah pengetahuan dari kemampuan baru
membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari kemampuan yang lebih rendah yang terlibat
dalam kemampuan baru tersebut. Sebagai contoh, seseorang yang pada tingkat kemampuan
yang lebih tinggi, membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari kemampuan yang lebih
sederhana.
Dengan demikian, suatu pengetahuan yang dicapai seseorang dapat dianalisis kemampuanya
dari pengetahuan yang lebih rendah. Gagne menanamkan gerak maju dari belajar itu dengan
istilah tingkatan belajar atau learning hierarchy. Menurut Gagne terdapat lima hirarki hasil
belajar, yakni sebagai berikut.
1. Informasi verbal (Verbal information),
yang terdiri dari pernyataan seorang siswa mengenai informasi yang diinginkan.
2. Keterampilan intelektual (Intellectual skills),
yakni keterampilan dalam suatu tindakan tertentu dengan persyaratan yang
dimilikinya.
3. Strategi kognitif (Cognitive strategies),
semacam keterampilan intelektual khusus yang berkenaan dengan tingkah laku
seorang tanpa menghiraukan apa yang telah dipelajarinya serta kemampuan yang
diorganisir dari dalam sehingga seseorang memperoleh proses yang menentukan
kesediaan belajar, mengingat, dan berpikir. Menurut Gagne (1992, hlm. 66) terdapat
5 macam strategi kognitif, yaitu: (1) strategi menghafal, (2) strategi elaborasi, (3)
strategi pengaturan, (4) strategi metakognitif, dan (5) strategi afektif.
4. Sikap (Attitude),
adalah pernyataan internal dari organisme yang mempengaruhi tindakan menuju
tingkatan tertentu dalam hal obyek orang atau kejadian.
5. Keterampilan motorik,
yang digunakan seseorang dalam aktivitas motorik seperti mengemudi mobil,
memainkan alat musik, mengetik, menari dan lain-lain.
Menurut Robert M. Gagne belajar mempunyai 8 tipe. Kedelapan tipe ini bertingkat- ada
hirarki dalam masing-masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar
di atasnya. Tipe belajar dikemukakan oleh Gagne pada hakekatnya merupakan prinsip umum
baik dalam belajar maupan mengajar. Artinya, dalam mengajar atau membimbing siswa
belajarpun terdapat tindakan sebagaimana tingkatan belajar tersebut di atas. Kedelapan tipe
belajar itu adalah:
Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons atau respon bersyarat. Seperti
menutup mulut dengan telunjuk, isyarat mengambil sikap tidak bicara. Lambaian
tangan, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dan lambaian tangan adalah
isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam ini
dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi respons yang dilakukan itu bersifat
umum, kabur dan emosional. Menurut Krimble (1961) bentuk belajar semacam ini
biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respons diberikan secara tidak sadar.
Belajar Stimulus – respons ( Stimulus Respons Learning)
Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional. Tipe
belajar S – R, respons bersifat spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan S-R.
Mencium bau masakan sedap, keluar air liur, itupun ikatan S-R. Jadi belajar stimulus
respons sama dengan teori asosiasi (S-R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan
reinforcement. Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.
Belajar Rangkaian ( Chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antar S-R yang
bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik, seperti gerakan dalam
mengikat sepatu, makan, minum, atau gerakan verbal seperti selamat tinggal, bapak-
ibu.
Asosiasi Verbal (Verbal Assosiation)
Suatu kalimat “unsur itu berbangun limas” adalah contoh asosiasi verbal. Seseorang
dapat menyatakan bahwa unsur berbangun limas kalau ia mengetahui berbagai
bangun, seperti balok, kubus, atau kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk
jika unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu mengikuti yang lain.
Belajar Diskriminasi ( Discrimination Learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian. Seperti membedakan
berbagai bentuk wajah, waktu, binatang, atau tumbuh-tumbuhan.
Belajar Konsep (Concept Learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil membuat tafsiran
terhadap fakta. Dengan konsep dapat digolongkan binatang bertulan belakang
menurut ciri-ciri khusus (kelas), seperti kelas mamalia, reptilia, amphibia, burung, ikan.
Dapat pula digolongkan, manusia berdasarkan ras (warna kulit) atau kebangsaan, suku
bangsa atau hubungan keluarga. Kemampuan membentuk konsep ini terjadi jika orang
dapat melakukan diskriminasi.
Belajar Aturan (Rule Learning)
Hukum, dalil atau rumus adalah rule (aturan). Tipe belajar ini banyak terdapat dalam
semua pelajaran di sekolah, seperti benda memuai jika dipanaskan, besar sudut dalam
segitiga sama dengan 180 derajat. Belajar aturan ternyata mirip dengan verbal
chaining (rangkaian verbal), terutama jika aturan itu tidak diketahui artinya. Oleh
karena itu setiap dalil atau rumus yang dipelajari harus dipahami artinya.
Belajar Pemecahan masalah ( Problem Solving Learning)
Memecahkan masalah adalah biasa dalam kehidupan. Ini merupakan pemikiran.
Upaya pemecahan masalah dilakukan dengan menghubungkan berbagai urusan yang
relevan dengan masalah itu. Dalam pemecahan masalah diperlukan waktu, adakalanya
singkat adakalanya lama. Juga seringkali harus dilalui berbagai langkah, seperti
mengenal tiap unsur dalam masalah itu, mencari hubungannya dengan aturan (rule)
tertentu. Dalam segala langkah diperlukan pemikiran. Tampaknya pemecahan
masalah terjadi dengan tiba-tiba (insight). Dengan ulangan-ulangan masalah tidak
terpecahkan, dan apa yang dipecahkan sendiri-yang penyelesaiannya ditemukan
sendiri- lebih mantap dan dapat ditransfer kepada situasi atau problem lain.
Kesanggupan memecahkan masalah memperbesar kemampuan untuk memecahkan
masalah-masalah lain.
Fase Kegiatan
Motivasi Menggungah harapan dan keingingtauan peserta didik terhadap materi
hidrolisa
2. Skinner
Skinner dikenal dengan pengkondisian operan yang artinya penggunaan konsekuensi
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk mengendalikan terjadinya
perilaku (Slavin, 2006).
Dalam buku Slavin (2006) dijelaskan bahwa Skinner menggunakan kotak yang disebut
dengan kotak Skinner dalam percobaannya. Kotak ini dirancang sehingga setiap kali
tikus memencet tombol pada kotak maka akan memperoleh butiran makanan. Imbalan
makanan ini membuat tikut hanya terfokus untuk menekan tombol dan mengurangi
perilaku lain seperti berputar-putar dalam kotak.
3. Thorndike
penelitian ElL. Thorndike terkait teori behaviorisme dijabarkan dari buku yang ditulis
oleh Slavin (2006). Penemuan Pavlov mengilhami para peneliti di Amerika Seikat seperti
E.L Thorndike yang dikenal dengan kaidah efek-nya. Thorndike melakukan sebuah
eksperimen dengan memasukkan kucing ke dalam kotak dan kemudian kucing tersebut
harus berusaha untuk keluar dari kotak agar memperoleh makanan. Dia melakukan
percobaan tersebut beberapa kali. Dari percobaan ini dia mengamati bahwa semakin
lama waktu yang dibutuhkan kucing untuk keluar dari kotak semakin cepat. Hal yang
dilakukan kucing adalah dengan cara mengulangi perilaku yang membuatnya lolos dan
tidak mengulangi perilaku yang akan mempersulitnya dalam keluar. Thorndike
kemudian menyimpulkan bahwa perilaku seseorang saat ini dapat mempengaruhi
perilaku orang tersebut di masa yang akan datang.
Slavin (2006) dalam bukunya juga menyebutkan beberapa, jenis memori, diantaranya yaitu: Episodic,
semantic, and procedural memory.
Episodic Memory
Memori episodik berisi gambar pengalaman yang diatur oleh kapan dan di mana mereka
terjadi. Ini terdiri dari kenangan peristiwa yang dialami dan diingat secara pribadi, yang
menggabungkan informasi sensorik, spasial pengetahuan, bahasa, emosi, dan informasi
motorik menjadi semacam cerita pribadi. Sebagai contoh, pertimbangkan pertanyaan ini:
Apa yang Anda lakukan pada malam pesta dansa senior Anda? Kebanyakan orang menjawab
pertanyaan ini dengan membayangkan diri mereka kembali pada malam itu dan
menggambarkan kejadiannya.
Ingatan episodik seringkali sulit untuk diambil karena sebagian besar episode dalam hidup
kita berulang begitu sering sehingga episode selanjutnya tercampur dalam ingatan dengan
yang sebelumnya, kecuali sesuatu terjadi selama episode yang membuatnya sangat
berkesan. Misalnya, hanya sedikit orang yang ingat apa yang mereka makan untuk makan
siang seminggu yang lalu, apalagi bertahun-tahun yang lalu. Namun, ada fenomena yang
disebut memori flashbulb di mana terjadinya peristiwa penting memperjelas visual dan
pendengaran kenangan dalam pikiran seseorang. Misalnya, orang yang kebetulan sedang
sarapan di saat mereka pertama kali mendengar tentang serangan tahun 2001 di World
Trade Center mungkin masih ingat makanan apa yang dimakannya pada waktu itu (dan
aspek sepele lainnya dari pengaturan) selamanya. Alasan untuk ini adalah bahwa peristiwa
tak terlupakan saat itu memberi kita akses ke kenangan episodik (ruang dan waktu) terkait
dengan apa yang biasanya akan dilupakan detailnya.
Semantic Memory
Memori semantik (atau deklaratif) diatur dengan cara yang sangat berbeda; secara mental
diatur dalam jaringan gagasan atau hubungan yang terhubung yang disebut skema. Ingatlah
bahwa Piaget memperkenalkan kata skema untuk menggambarkan kognitif kerangka kerja
yang digunakan individu untuk mengatur persepsi dan pengalaman mereka. Para ahli teori
Pemrosesan kognitif juga menggunakan istilah skema dan skemata untuk menggambarkan
jaringan konsep yang disimpan dalam ingatan individu yang memungkinkan mereka untuk
memahami dan memasukkan informasi baru. Sebuah skema seperti garis besar, dengan
konsep atau ide yang berbeda dikelompokkan di bawah kategori yang lebih besar. Berbagai
aspek skemata mungkin terkait dengan serangkaian proposisi, atau hubungan.
Prosedural Memory
Memori prosedural adalah kemampuan untuk mengingat kembali bagaimana melakukan
sesuatu, terutama tugas fisik. Jenis memori ini tampaknya disimpan dalam serangkaian
pasangan stimulus-respons. Misalnya, bahkan jika Anda sudah lama tidak mengendarai
sepeda, segera setelah Anda mendapatkannya pada satu rangsangan mulai membangkitkan
tanggapan. Ketika sepeda condong ke kiri (stimulus), Anda "secara naluriah" menggeser
berat badan Anda ke kanan untuk menjaga keseimbangan (tanggapan).
BEBERAPA FAKTOR YANG MEMBUAT KITA LEBIH MUDAH ATAU LEBIH SULIT UNTUK
MENGINGAT INFORMASI:
A. INTERFERENSI
Salah satu alasan penting orang lupa adalah interferensi. Gangguan terjadi ketika
informasi tercampur dengan, atau disingkirkan oleh, informasi lain. Salah satu bentuk
interferensi terjadi ketika orang dicegah dari melatih mental informasi dari baru dipelajari
B. INHIBISI RETROAKTIF
Bentuk lain dari interferensi disebut inhibisi retroaktif,yang terjadi ketika informasi yang
dipelajari sebelumnya hilang karena bercampur dengan sesuatu yang baru atau informasi
yang agak mirip. Misalnya, siswa mungkin tidak kesulitan mengenali huruf b sampai
mereka diajari huruf d. Karena huruf-huruf ini mirip, maka mereka sering bingung.
Mereka mempelajari huruf d, namun menghafal pengenalan huruf sebelumnya, yaitu
huruf b.
C. INHIBISI PROAKTIF
Terkadang pengetahuan sebelumnya mengganggu pembelajaran informasi selanjutnya.
Kasus klasik penghambatan proaktif adalah kasus seorang Amerika Utara yang belajar
mengemudi di sisi kiri jalan di Inggris. Mungkin lebih mudah bagi nondriver Amerika
Utara untuk belajar mengemudi di Inggris daripada untuk pengemudi Amerika Utara yang
berpengalaman karena telah belajar mengemudi dikanan. Hal ini akan menjadi sebuah
kesalahan yang sangat fatal di Inggris.
D. PERBEDAAN INDIVIDU DALAM KETAHANAN TERHADAP GANGGUAN
Meninjau penelitian dari berbagai bidang, termasuk penelitian otak, mereka mencatat
hubungan yang kuat antara ukuran resistensi terhadap gangguan dan kinerja sekolah.
Misalnya, di antara anak-anak dengan IQ yang sama, mereka yang memiliki
ketidakmampuan belajar, melakukan jauh lebih buruk pada ukuran resistensi terhadap
gangguan (lihat Forness & Kavale, 2000). Anak-anak dengan attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD) sangat buruk dalam skrining rangsangan yang tidak
relevan. Jika Anda berpikir tentang stereotip "profesor pelupa", kemampuan untuk
memusatkan perhatian seseorang pada masalah tertentu dengan mengesampingkan
semua yang lain mungkin merupakan ciri khas dari jenis itu kecerdasan seorang
matematikawan, ilmuwan, atau penulis harus produktif.
E. FASILITAS
Pada dasarnya pembelajaran sebelumnya seringkali dapat membantu seseorang belajar
informasi yang serupa, dalam apa yang disebut fasilitasi proaktif. Misalnya, belajar
bahasa Spanyol lebih dulu mungkin membantu siswa yang berbahasa Inggris untuk
kemudian belajar bahasa Italia, bahasa yang serupa. Belajar bahasa kedua juga dapat
membantu dengan bahasa yang sudah ada. Sering terjadi, misalnya, siswa yang
berbahasa Inggris menemukan bahwa studi bahasa Latin membantu mereka memahami
bahasa ibu mereka dengan lebih baik. Ini akan menjadi fasilitasi retroaktif.
F. EFEK PRIMACY DAN RECENCY
Salah satu temuan tertua dalam psikologi pendidikan adalah bahwa ketika orang diberi
daftar kata untuk dipelajari dan kemudian diuji segera sesudahnya, mereka cenderung
mempelajari beberapa yang pertama dan beberapa yang terakhir jauh lebih baik
daripada yang berada di tengah daftar. Kecenderungan untuk mempelajari item pertama
yang disajikan tersebut disebut effect keutamaan; sedangkan kecenderungan untuk
mempelajari elemen terakhir disebut efek kebaruan. Penjelasan paling umum untuk efek
keutamaan adalah bahwa kita lebih memperhatikan dan mencurahkan lebih banyak
upaya mental untuk item yang disajikan terlebih dahulu. Seperti yang dicatat sebelumnya
dalam bab ini, latihan mental penting dalam membangun informasi baru dalam jangka
panjang Penyimpanan. Biasanya, lebih banyak latihan mental dikhususkan untuk item
pertama yang disajikan daripada komponen berikutnya (Anderson, 2005). Efek kebaruan,
sebaliknya, didasarkan pada fakta bahwa sedikit atau tidak sama sekali informasi lain
mengintervensi antara item akhir dan tes .
G. OTOMATISITAS
Otomatisasi diperlukan— yaitu, tingkat kecepatan dan kemudahan yang sedemikian rupa
sehingga tugas atau keterampilan melibatkan sedikit atau tanpa usaha mental. Untuk
seorang pembaca mahir memproses materi sederhana, decoding hampir tidak
memerlukan usaha mental. Seperti yang dicatat sebelumnya, studi neurologis
menunjukkan bahwa otak menjadi lebih efisien ketika seseorang menjadi pembaca yang
terampil (Temple et al., 2003; Turkeltaub, 2003) (Dalam Slavin, 2006). Pembaca pemula
dengan kondisi serius seperti penyandang cacat yang menggunakan bagian pendengaran
dan visual otak selama membaca, berusaha dengan susah payah untuk mengeluarkan
kata-kata baru. Sebaliknya, pembaca yang terampil hanya menggunakan sebagian kecil
yang terdefinisi dengan baik di otak yang berhubungan dengan pemrosesan visual. Dalam
Slavin (2006), Bloom (1986), yang mempelajari peran otomatisitas dalam pertunjukan
pianis berbakat, matematikawan, atlet, dan lain-lain, menyebut otomatisitas "tangan dan
kaki jenius."
Dalam bukunya, Slavin (2006) juga menjelaskan strategi studi apa yang dapat membantu siswa
dalam belajar. Diantaranya yaitu:
STRATEGI KETERANGAN
Latihan Test Slavin (2006), menyebutkan bahwa mungkin strategi belajar yang paling
efektif adalah mengikuti tes latihan yang diselaraskan dengan tes
sebenarnya yang akan datang. Pengambilan tes, terutama ketika tes
membutuhkan tanggapan yang dibangun daripada pilihan ganda atau
isian. Sehingga dalam hal ini menyebabkan peserta tes terlibat dalam
pemrosesan konten tingkat tinggi, sehingga meningkatkan pemahaman
dan memori mereka. Lebih-lebih lagi, tes latihan mengingatkan Anda apa
yang Anda ketahui dan apa yang tidak Anda ketahui, sehingga Anda bisa
fokus pada belajar anda yang paling efisien.
Membuat catatan Sebuah strategi belajar umum yang digunakan baik dalam membaca dan
belajar saat sekolah adalah mencatat. Mencatat bisa efektif untuk jenis
bahan tertentu, karena itu dapat membentuk pemrosesan mental dari
ide-ide utama, ketika seseorang membuat keputusan tentang untuk apa
menulis.
Salah satu cara yang cukup efektif untuk meningkatkan nilai catatan siswa
adalah guru harus memberikan sebagian catatan sebelum berceramah
atau membaca, memberikan kategori siswa untuk mengarahkan
pencatatan mereka sendiri.
Garis Bawah Strategi belajar umum berikutnya adalah menggarisbawahi atau
menyoroti. Namun meskipun meluasnya penggunaan metode ini,
penelitian tentang menggarisbawahi umumnya menemukan sedikit
manfaat. Masalahnya adalah bahwa sebagian besar siswa gagal
mengambil inti utama tentang materi apa yang harus mereka soroti,
sehingga menggarisbawahi terlalu banyak. Ketika siswa diminta untuk
menggarisbawahi satu kalimat di setiap paragraf yang paling penting,
mereka terlalu banyak memberikan garis bawah. Mungkin karena
memutuskan kalimat mana yang paling penting membutuhkan tingkat
pemrosesan yang lebih tinggi.
Meringkas Meringkas melibatkan menulis pernyataan singkat yang mewakili ide-ide
utama dari informasi yang sedang dibaca. Efektivitas strategi ini
tergantung pada bagaimana itu digunakan. Salah satu cara yang efektif
adalah dengan meminta siswa menulis ringkasan satu kalimat setelah
membaca setiap paragraf. Cara lainnya adalah meminta siswa menyiapkan
ringkasan yang dimaksudkan untuk membantu orang lain belajar materi
sebagian karena kegiatan ini memaksa peringkas untuk menjadi singkat
dan untuk pertimbangkan dengan serius apa yang penting dan apa yang
tidak.
Menulis untuk Semakin banyak bukti mendukung gagasan bahwa meminta siswa
belajar menjelaskan konten secara tertulis saat mereka belajar membantu
mereka memahami dan mengingatnya. Misalnya Rekan (1994) (dalam
Slavin, 2006) menjelaskan bahwa tugas menulis yang terfokus membantu
anak-anak mempelajari konten tentang yang sedang mereka tulis.
Garis besar dan Menguraikan-memberikan poin utama materi dalam format hierarkis,
pemetaan konsep dengan setiap detail diatur di bawah sebuah kategori tingkat yang lebih
tinggi. Dalam jaringan dan pemetaan konsep, siswa mengidentifikasi ide-
ide utama dan kemudian buat diagram hubungan antara keduanya.
Metode PQ4R Salah satu teknik belajar yang paling terkenal untuk membantu siswa
memahami dan mengingat apa yang mereka baca adalah metode PQ4R
(Thomas & Robinson, 1972), yang didasarkan pada versi sebelumnya
dikenal sebagai SQ3R, dikembangkan oleh F. P. Robinson (1961). Singkatan
dari preview, question, Read,Reflect, recite, & review
Dalam penjelasannya, teori ini memiliki dua jenis, diantaranya yaitu konstruktivisme kognitif
dan konstruktifisme sosial. Berikut perbedaan dari kedua jenis teori kontruktivisme
tersebut:
PELAJARAN KOOPERATIF
Salah satu bentuk pembalajaran yang manganut faham kontruktifisme menurut Slavin (2006)
ialah pembelajaraan kooperatif. Dalam metode pembelajaran kooperatif, atau pembelajaran
dengan bantuan teman sebaya, siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling
membantu belajar. Metode pembelajaran ini dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu
kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 4 orang untuk memahami
konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota
kelompok sebagai wadah siswa untuk bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui
interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi
teman yang lain.
Slavin (2006) mengatakan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok
tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan
pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan
situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya.
Berikut ini merupakan berbgai metode pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan dan
diteliti:
1. Student Team Achievment Division (STAD)
STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga
tipe ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru mulai menggunakan pendekatan
pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2006), dalam STAD siswa ditempatkan dalam
kelompok belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerja, jenis kelamin, dan suku. Salah satu metode yang terkait dengan metode ini adalah
Teams–Games–Tournaments (TGT), siswa bermain permainan dengan anggota tim lain
untuk menambahkan poin ke skor tim mereka.
FASE KETERANGAN
Fase-1 – Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
– Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (atau indikator hasil belajar)
– Guru memotivasi siswa
– Guru mengkaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu
Fase-2 – Menyajikan informasi
– Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat
bacaan
Fase-3 – Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
– Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar
– Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok–kelompok belajar
(Setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang dan harus heterogen terutama jenis
kelamin dan kemampuan siswa)
Fase-4 – Membimbing kelompok bekerja dan belajar
– Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
Fase-5 – Evaluasi
– Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta
siswa
– Mempresentasikan hasil kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi
Fase-6 – Memberikan penghargaan
– Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi untuk menghargai
upaya dan hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok
Model CIRC dirancang untuk mengakomodasi level kemampuan siswa yang beragam, baik
melalui pengkelompokkan heterogen maupun pengelompkkan homogen. Dalam CIRC, siswa
ditempatkan dalam kelompk-kelompok kecil, baik homogen maupun heterogen. Pertama-
tama, mereka mengikuti serangkaian intruksi guru tentang keterampilan membaca dan
menulis, kemudian praktik, lalu pra-penilaian dan kuis. Pada model CIRC ini penghargaan
(reward) diberikan kepada kelompok-kelompok yang anggota-anggotanya mampu
menunjukkan perform yang meningkat dalam aktivitas membaca dan menulis
Fase Keterangan
Orientasi Pada fase ini, guru melakukan apersepsi dan pengetahuan awal
siswa tentang materi yang akan diberikan.
Memaparkan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kepada
siswa
Organisasi Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok, dengan
memperhatikan keheterogenan akademik.
Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan dibahas
kepada siswa.
Menjelaskan mekanime diskusi kelompok dan tugas yang harus
diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung
Pengenalan Konsep Pada fase ini, guru mulai mengenalkan suatu konsep atau istilah
baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi.
Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau
media lainnya
Eksplorasi dan Aplikasi Tahap ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap
pengetahuan awal, mengembangkan pengetahuan baru dan
menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan
guru. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif sehingga
mereka akan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi
untuk menjelaskan hasil observasi.
Publikasi Pada fase ini, siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-
temuan serta membuktikan dan memperagakan materi yang
dibahas.
Dalam hal ini, siswa harus siap memberi dan menerima kritik
atau saran untuk saling memperkuat argumen
Penguatan dan Refleksi Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan
materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun
memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk merefleksikan
dan mengevaluasi hasil pembelajarannya
1. Membentuk
1. Mengarahkan siswa
kelompok dan duduk
untuk membentuk
sesuai kelompoknya
kelompok
2 Organisasi dengan tertib
2. Memberikan bahan
2. Mengambil bahan
bacaan
bacaan
Mengarahkan siswa
5 Publikasi Melakukan presentasi
melakukan presentasi
1. Mengarahkan siswa 1. Menarik kesimpulan
untuk menyimpulkan dari materi yang telah
materi yang dipelajari diajarkan
6 Penutup penguatan dan refleksi
2. Memberikan soal test 2. Siswa menyelesaikan
essay soal test essay
3. Jigsaw
Pada kelas yang menggunakan Jigsaw), siswa ditugaskan ke tim beranggotakan enam orang
untuk mengerjakan materi akademik yang telah dipecah menjadi bagian. Misalnya, biografi
dapat dibagi menjadi kehidupan awal, pencapaian pertama, jurusan kemunduran, kehidupan
kemudian, dan dampak pada sejarah. Setiap anggota tim membaca bagiannya. Selanjutnya,
anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian yang sama bertemu dalam
kelompok ahli untuk berdiskusi bagian mereka. Kemudian siswa kembali ke timnya masing-
masing dan bergantian mengajari teman satu timnya tentang bagian mereka. Karena satu
satunya cara siswa dapat mempelajari materi selain dari mereka sendiri adalah dengan
mendengarkan dengan hati-hati dari rekan satu tim mereka, mereka termotivasi untuk
mendukung dan menunjukkan minat pada pekerjaan satu sama lain.
FASE KETERANGAN
Fase-1 – Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
– Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (atau indikator hasil belajar)
– Guru memotivasi siswa
– Guru mengkaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu
Fase-2 – Menyajikan informasi
– Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat
bacaan
Fase-3 – Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar
– Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok
– Guru mengorgani-sasikan siswa ke dalam kelompok–kelompok belajar (Setiap
kelompok beranggotakan 5-6 orang, heterogen, dan setiap anggota diberi tanggung
jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan untuk menjadi ahli
pada masing-masing bagian tertentu).
Fase-4 – Membimbing kelompok bekerja dan belajar
– Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
Fase-5 – Evaluasi
– Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta
siswa mempresentasikan hasil kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi
Fase-6 – Memberikan penghargaan
– Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi untuk menghargai
upaya dan hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok
4. Group Investigation
Group Investigation adalah teknik cooperative learning dimana para murid bekerja didalam
kelompok-kelompok kecil untuk menanggapi berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok
membagi-bagi untuk tugas tersebut menjadi sub topic-sub topic yang kemudian setiap
anggota kelompok melakukan kegiatan meneliti untuk mencapai tujuan kelompok. Setelah
itu setiap kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas. Dalam teknik ini, hadiah
atau point tidak diberikan.
Menurut Slavin (2006) beberapa keuntungan dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut:
1. Siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma
kelompok.
2. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil.
3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.
4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam
berpendapat.
5. Interaksi antar siswa juga membantu meningkatkan perkembangan kognitif yang non
konservatif menjadi konservatif (Teori Piaget).
Sumber Referensi:
Gagne, Robert M. (1970). The Condition of Learning. 2nd Edition. HOLT, RINEHART and WINSTON,
Inc.
Akib, Irwan. (2015). Implementasi teori belajar robert gagne dalam pembelajaran konsep
matematika (suatu alternatif kegiatan mengajar belajar konsep matematika). Makasar: Lembaga
Perpustakaan dan Penerbitan Universitas Muhammadiyah Makasar. Diakses tanggal 21 Oktober
2022.https://www.researchgate.net/publication/305739745_IMPLEMENTASI_TEORI_BELAJAR_ROBE
RT_GAGNE_DALAM_PEMBELAJARAN_KONSEP_MATEMATIKA_Suatu_Alternatif_Kegiatan_Mengajar
_Belajar_Konsep_Matematika
Warsita, Bambang. (2008). Teori belajar robert m. Gagne dan implikasinya pada pentingnya pusat
sumber belajar. Jurnal Teknodik. Hal 064-078. Diakses tanggal 21 Oktober 2022.
https://scholar.google.co.id/citations?view_op=view_citation&hl=id&user=-
3PLm7YAAAAJ&citation_for_view=-3PLm7YAAAAJ:YOwf2qJgpHMC
Thabroni, Gamal. (2022). Teori Belajar Gagne : Komponen, Model, Fase & Prinsip . Serupa.id. Diakses
21 Oktober 2022. https://serupa.id/teori-belajar-gagne-komponen-model-fase-prinsip/
Ningrum, Puji, dkk. (2020). Teori Belajar Bruner an Gagne. SlideToDoc. Diakses tanggal 14 September
2022. https://slidetodoc.com/teori-belajar-bruner-gagne-oleh-puji-ningrum-0404517003/
Slavin, Robert E. (2006). Educational Psychology: Theory and Practice. 8th Edition. Pearson
Education, Inc.
Riadi, Muchlisin. (2017). Model Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition). Kajian Pustaka. Diakses 21 Oktober 2022.
https://www.kajianpustaka.com/2017/10/model-pembelajaran-circ.html