Anda di halaman 1dari 5

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Kemajuan dalam Penelitian Ilmu Kesehatan, volume 24

Konferensi Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan ke-5 (UPHEC 2019)

Peningkatan Pengetahuan Schistosomiasis pada


Anak Sekolah dan Guru di Sulawesi Tengah,
Indonesia

Anis Nur Widayati Rosmini Rosmini Siti Chadijah


Departemen Epidemiologi Departemen Epidemiologi
Departemen Biologi Molekuler
Lembaga Penelitian Kesehatan Nasional Lembaga Penelitian Kesehatan Nasional
Lembaga Penelitian Kesehatan Nasional
dan Unit Pengembangan Donggala dan Unit Pengembangan Donggala
dan Unit Pengembangan Donggala
Donggala, Indonesia Donggala, Indonesia
Donggala, Indonesia
minip2b2@gmail.com sittichadijah71@gmail.com
anisnurw21@gmail.com

Ni Nyoman Veridiana Intan Tolistiawaty


Mujiyanto Mujiyanto
Departemen Epidemiologi Departemen Biologi Molekuler
Departemen Epidemiologi
Lembaga Penelitian Kesehatan Nasional Lembaga Penelitian Kesehatan Nasional
Lembaga Penelitian Kesehatan Nasional
dan Unit Pengembangan Donggala dan Unit Pengembangan Donggala
dan Unit Pengembangan Donggala
Donggala, Indonesia Donggala, Indonesia
Donggala, Indonesia
verydiana82@gmail.com drh.intantolis@gmail.com
mujiyanto@gmail.com

Yusran Udin
Meiske Elisabeth Koraag
Departemen Kesehatan
Dept. Biomedik
Masyarakat Balai Penelitian Kesehatan
Lembaga Penelitian Kesehatan Nasional
dan Unit Pengembangan Donggala
dan Unit Pengembangan Donggala
Donggala, Indonesia
Donggala, Indonesia
yusranbule@gmail.com
meis.koraag@gmail.com

Abstrak—Schistosomiasis masih menjadi masalah kesehatan di Sulawesi Tengah dan diperlukan AKUPENDAHULUAN
intervensi untuk memberantas penyakit tersebut. Pelatihan pendidikan kesehatan telah

dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan penularan schistosmiasis Schistosomiasis tersebar luas dan masih menjadi masalah
pada anak sekolah dasar dan guru. Target pelatihan diharapkan menjadi agen perubahan untuk kesehatan masyarakat di 74 negara berkembang tropis
memperkenalkan langkah-langkah pengendalian schistosomiasis. Penelitian ini menggunakan dan subtropis. Diperkirakan sekitar 207 juta orang
desain eksperimen semu dengan memberikan materi pelatihan pengendalian schistosomiasis terinfeksi schistosomiasis dan 779 juta orang hidup dalam
dan dilanjutkan dengan pengambilan dan pemeriksaan sampel feses, penangkapan dan risiko infeksi [1]. Kelompok umur yang memiliki beban
pemeriksaan tikus, survei keong dan pemeriksaan keong untuk mengetahui keberadaan schistosomiasis tertinggi adalah anak-anak, remaja, dan
serkaria. Ada 63 anak sekolah dasar yang berpartisipasi dalam intervensi sebagai kelompok dewasa muda. Dampak dari penyakit ini adalah
kasus dan ada 63 anak sekolah dasar dalam kelompok kontrol. Tes terstruktur dilakukan untuk penurunan kemampuan fisik, gizi dan kognitif [2].
mengetahui peningkatan pengetahuan peserta setelah mengikuti pelatihan pendidikan

kesehatan dalam tiga tahap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang

signifikan pada pengetahuan pada kelompok intervensi dan pada semua post-test, dengan nilai p Schistosomiasis japonikatersebar luas di negara-negara
0,000. Sebaliknya, tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pelatihan pendidikan berkembang tropis dan subtropis di Asia, Cina, Jepang,
kesehatan (p-value=0,356) pada kelompok yang tidak diberi perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa Filipina, dan Indonesia.Schistosoma japonicum, cacing
pengetahuan tentang pengendalian schistosomiasis meningkat di kalangan warga sekolah trematoda, merupakan penyebab penyakit schistosomiasis di
setelah dilakukan intervensi. tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pelatihan Indonesia. Hospes perantaranya adalah siput amfibi,
pendidikan kesehatan (p-value=0,356) pada kelompok tanpa perlakuan. Dapat disimpulkan Oncomelania hupensis lindoensis. Penyakit ini hanya
bahwa pengetahuan tentang pengendalian schistosomiasis meningkat di kalangan warga terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah seperti Dataran Tinggi
sekolah setelah dilakukan intervensi. tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pelatihan Napu dan Bada, Kabupaten Poso dan Dataran Tinggi Lindu,
pendidikan kesehatan (p-value=0,356) pada kelompok tanpa perlakuan. Dapat disimpulkan Kabupaten Sigi [3].
bahwa pengetahuan tentang pengendalian schistosomiasis meningkat di kalangan warga

sekolah setelah dilakukan intervensi. Kegiatan pengendalian telah dilaksanakan sejak tahun 1973 namun hanya
dilakukan di wilayah yang sangat terbatas karena penyakit ini hanya
Kata kunci: schistosomiasis, pengetahuan, SD, intervensi, ditemukan di daerah endemis yang terbatas. Selanjutnya, ini juga
Sulawesi Tengah
merupakan program kontrol yang dimulai. Masalah schistosomiasis
sangat rumit. Oleh karena itu, pengendalian penyakit tidak boleh menjadi

Hak Cipta © 2020 Para Penulis. Diterbitkan oleh Atlantis Tekan SARL.
Ini adalah artikel akses terbuka yang didistribusikan di bawah lisensi CC BY-NC 4.0 -http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/. 51
Kemajuan dalam Penelitian Ilmu Kesehatan, volume 24

tanggung jawab bidang kesehatan saja. Peran sektor lain AKU AKU AKU.HASILSDAN DISKUSI
juga harus ada. Pengendalian schistosomiasis yang dilakukan
oleh tim terpadu pengendalian schistosomiasis mencakup A. Karakteristik Responden
berbagai upaya pengendalian penyakit ini baik pada Pemberdayaan anak sekolah dan guru di Kecamatan Lore
manusia, hewan, pengelolaan lingkungan maupun peran Barat Dataran Tinggi Bada dilakukan dengan cara
serta masyarakat. meningkatkan pengetahuan tentang schistosomiasis
pada siswa kelas 4 dan 5 SD dan guru. Karakteristik
Infeksi schistosomiasis di Kecamatan Lore Barat berfluktuasi.
responden ditunjukkan pada Tabel 1.
Prevalensi pada tahun 2010 sebesar 5,9% dimana sampel
fesesnya hanya mencakup 61,1% [4]. Survei Schistosomiasis yang
TABEL I. KARAKTERISTIK ANAK SEKOLAH DAN GURU DI SEKOLAH
dilakukan pada Juli 2013 menunjukkan prevalensi DASAR KECAMATAN LORE BARAT
Schistosomiasis sebesar 1,38% dengan cakupan sampel feses KABUPATEN POSO KABUPATEN SULAWESI TENGAH, 2016
hanya 53,1%. Pada tahun 2014 prevalensinya lebih rendah dari
Ciri % %
tahun 2013 sebesar 1,32% dan cakupan sampel feses lebih
Kontrol* Intervensi*
rendah yaitu hanya 50,3%. Prevalensi tahun 2016 sebesar 0,86%.
Sebaliknya, standar minimum cakupan sampel feses yang Jenis kelamin 27 43.0 50.8
disyaratkan oleh CDC Depkes RI adalah 80% [5]. Pria 32
Perempuan 36 57.0 31 49.2
Hasil penelitian pada tahun 2010 di lokasi yang sama Umur (tahun) 38 60.3 46 73.0
menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak memiliki 0 – 14
pengetahuan tentang agen schistosomiasis, penularan, gejala, 15 – 49 18 28.6 12 19.0
pencegahan, serta deteksi [6]. Di daerah endemis dimana ≥ 50 7 11.1 5 8.0
masyarakat berpendidikan rendah mendiami pedesaan, Pekerjaan
pendidikan kesehatan Schistosomiasis sangat diperlukan. Siswa 38 60.3 46 73.0
Guru 25 39.7 17 27.0
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian
* n = 63.
untuk meningkatkan pengetahuan tentang schistosomiasis di Sumber: Data Primer, 2016
kalangan siswa dan guru. Melalui intervensi ini diharapkan para
siswa dan guru dapat berbagi pengetahuan tentang
schistosomiasis kepada seluruh anggota masyarakat [7]. B. Skor Sebelum dan Sesudah Intervensi
Intervensi dilakukan di dua sekolah dasar, di Desa
II. BAHAN DAN METODE
Tuare dan di Desa Lengkeka. Kelompok non intervensi
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lore Barat ada di Desa Tomehipi, Desa Kageroa dan di Desa
Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia pada bulan Maret Kolori. Skor rata-rata sebelum dan sesudah intervensi
– November 2016. Penelitian ini merupakan penelitian ditunjukkan pada Tabel 2.
intervensi dengan desain quasi eksperimen,
menggunakan materi pelatihan schistosomiasis untuk TABEL II. RATA-RATA SKOR PRA DAN PASCA UJI PADA
intervensi pada kelompok kasus, sedangkan kelompok KELOMPOK NON INTERVENSI DI KECAMATAN LORE BARAT
kontrol tidak diberikan intervensi apapun. . Penelitian KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH TAHUN 2016
dilaksanakan pada siswa dan guru kelas 4 dan 5 SD di Kelompok Skor rata - rata
Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Sebelum Setelah Setelah Setelah
Tengah. Dua kelompok tujuan intervensi dan non- Terapkan intervensi intervensi intervensi
intervensi dipilih. Sejumlah siswa SD kelas 4, kelas 5 entasi dan aku II n III
dan guru terpilih sebagai kelompok intervensi Intervensi 44.7 77.6 78.0 87.4
sebanyak 63 orang, sedangkan kelompok non Non-Intervensi 45.1 46.0 53.5 54.6
* n = 63.
intervensi sebanyak 63 orang.
Sumber: Data Primer, 2016
Intervensi dilakukan sebanyak dua kali. Pertama dilakukan
dengan pemberian materi schistosomiasis dan praktek
C. Peningkatan Pengetahuan Schistosomiasis di
lapangan pemeriksaan feses, penangkapan dan pemeriksaan
Kelompok Sekolah Intervensi dan Non Intervensi
hewan pengerat, pencarian bekicot di area fokus, serta
Berdasarkan Topik Pelatihan
pemusnahan bekicot dariOncomelania hupensis lindoensis.
Sedangkan intervensi kedua adalah dengan melakukan Peningkatan pengetahuan tentang schistosomiasis berdasarkan
praktek lapangan seperti yang dilakukan pada intervensi topik pelatihan di sekolah kelompok implementasi dan non
pertama. Peningkatan pengetahuan dapat terungkap implementasi ditampilkan pada Tabel 3. Seperti yang ditunjukkan
dengan membandingkan hasil pre dan post test setelah pada Tabel 3, terlihat bahwa peningkatan pengetahuan
intervensi pertama. Sedangkan post test kedua dan ketiga schistosomiasis lebih tinggi di sekolah implementasi. kelompok
dilakukan setelah intervensi kedua. Materi pelatihan meliputi dibandingkan dengan kelompok non-intervensi.
agen penyebab schistosomiasis, penularan schistosomiasis,
area fokus perantara schistosomiasis, gejala, dan juga
pengobatan obat schistosomiasis. Pengambilan sampel
dihitung dengan rumus dua proporsi menggunakan SPSS
Versi 17. Hasil penelitian dianalisis dengan uji Wilcoxon dan
MannWhitney.

52
Kemajuan dalam Penelitian Ilmu Kesehatan, volume 24

TABEL III. PENINGKATAN PENGETAHUAN SKISTOSOMIASIS PADA penyakit. Hal ini digarisbawahi dalam penelitian Rosmini di
ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR YANG MELAKUKAN TES DALAM
Dataran Tinggi Napu yang menggambarkan schistosomiasis
INTERVENSI DI KECAMATAN LORE BARAT,
KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH, 2016 paling umum ditemukan di antara orang-orang dengan
pendidikan sekolah dasar. Dengan melibatkan anak-anak
Topik pelatihan Hasil Tes sekolah dasar diharapkan dapat memberikan dampak positif
Sebelum intervensi (n Setelah intervensi (n = dalam penurunan kasus schistosomiasis karena sejak kecil siswa
= 63) 63) sudah mengenal Schistosomiasis.
Benar % Benar %
menjawab menjawab Hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan pada
Schistosomiasis 28 44.4 61 96.8 kelompok intervensi antara sebelum dan sesudah perlakuan.
agen penyebab
Intervensi tersebut dapat meningkatkan pengetahuan tentang
Schistosomiasis 27 42.8 62 98.4 pencegahan dan penularan schistosomiasis. Sebuah penelitian di
penularan Brazil juga menunjukkan bahwa anak sekolah dan guru, dengan
Area fokus dari 31 49.2 57 90.4 mempertimbangkan kondisi sosial dan pengalaman sakit selain
schistosomiasis pengetahuan ilmiah, memiliki hasil yang memuaskan dalam hal
Gejala dari 51 80.9 62 98.4 kemampuan mengetahui bagaimana penularan terjadi dan
schistosomiasis bagaimana mencegah penyakit tersebut [8].
Schistosomiasis 40 63.4 61 96.8
perlakuan Analisis pada kelompok non-intervensi membuktikan bahwa
* n = 63. tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pelatihan
Sumber: Data Primer, 2016 pendidikan kesehatan pada kelompok non-perlakuan. Hal ini
dapat dimaklumi mengingat kelompok non intervensi tidak
diberikan materi schistosomiasis di kelas maupun praktik di
D. Analisis statistikBantara Pre-test dan Post-
lapangan.
uji coba pada Kelompok Implementasi dan Non Implementasi
Berdasarkan hasil uji statistik (Tabel 4), terdapat Hasil analisis membuktikan bahwa penerapan variabel
peningkatan pengetahuan yang signifikan pada berpengaruh besar terhadap peningkatan pengetahuan siswa
kelompok intervensi antara tes sebelum pelaksanaan dan guru sekolah dasar. Studi di Brazil menunjukkan bahwa
dan setelah pelaksanaan I. Nilai pre-test dengan kedua siswa dan guru adalah perwakilan aktif untuk membawa konsep
post-test dan nilai pre-test dengan post test ketiga baru ke dalam masyarakat [9]. Sedangkan penelitian di Lindu
adalah p = 0,000. Sementara itu, terkait hasil uji tahun 2011 yang membahas tentang peran tokoh masyarakat,
statistik pada kelompok non-intervensi tidak ada guru, dan petugas kesehatan, menunjukkan peningkatan
perbedaan antara sebelum dan sesudah pelatihan pengambilan sampel feses pasca intervensi. Penelitian
pendidikan kesehatan (p-value=0,356) pada itu tidak dirawat sebelumnya mengungkapkan bahwa ada tiga implementasi
kelompok. (nilai p = 0,356) . Namun, itu pengetahuan penting dalam manajemen schistosomiasis, yaitu sanitasi yang
sebelum intervensi dan sesudah intervensi II dan III menunjukkan lebih berkualitas, pelatihan atau pendidikan kesehatan, dan
peningkatan pengetahuan yang signifikan (p = 0,000). pemberian obat massal Praziquantel [10]. Di Tanzania,
masyarakat memiliki kesadaran yang rendah tentang penularan
penyakit. Oleh karena itu, meningkatkan transmisi. Di samping
TABEL IV. HASIL ANALISIS STATISTIK ANTARA SEBELUM DAN
SESUDAH IMPLEMENTASI DALAM INTERVENSI DAN itu, ada juga infeksi ulang schistosomiasis setelah pemberian
KELOMPOK NON INTERVENSI DI KECAMATAN LORE BARAT, obat massal [11]. Pengendalian schistosomiasis pada manusia
KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH, 2016 salah satunya dilakukan melalui partisipasi masyarakat. Sebagian
besar anak sekolah di dua desa di Tanzania menunjukkan bahwa
Kelompok Asimp. Sig.
(2-ekor) (nilai-p) mereka memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang
Intervensi 0.000 penularan dan pencegahan schistosomiasis [11]. Studi di
Non Intervensi 0,356 Tanzania tentang peran siswa dan guru, yang
mempertimbangkan demografi sosial dan pengalaman penyakit
Berbagai upaya pengendalian schistosomiasis di daerah endemik selain pengetahuan, menunjukkan peningkatan besar dalam
telah dilakukan sejak tahun 1980-an, baik dari segi manusia penularan dan pencegahan penyakit [12].
dengan pengobatan, pengendalian bekicot menengah dan
Hasil analisis membuktikan bahwa variabel perlakuan
mamalia. Penyakit tersebut masih menjadi masalah kesehatan
memiliki pengaruh yang besar terhadap peningkatan
yang ditemukan di lokasi hingga saat ini. Pengendalian
pengetahuan siswa dan guru sekolah dasar. Variabel
schistosomiasis perlu lebih ditingkatkan lagi mengingat target
perlakuan adalah pemberian materi schistosomiasis di
eliminasi schistosomiasis pada tahun 2020. Upaya edukasi untuk
kelas dan praktik di lapangan. Berdasarkan hasil
memberikan pemahaman tentang schistosomiasis dan
penelitian, pemberian materi schistosomiasis dalam
peningkatan peran tokoh masyarakat telah dilakukan di daerah
bentuk gambar dan video di kelas serta praktik
endemis Dataran Tinggi Lindu dengan hasil yang baik dapat
langsung pemeriksaan feses, bekicot dan survei laju
meningkatkan cakupan pengumpulan feses penduduk [7].
lebih diingat oleh siswa dan guru sekolah dasar. Hal ini
Dalam penelitian ini, peneliti memilih siswa sekolah dasar menunjukkan bahwa teori materi akan lebih baik dan
yang berpendidikan rendah. Rendahnya tingkat pendidikan diingat bila diikuti dengan praktek di lapangan.
berkorelasi positif dengan rendahnya pengetahuan

53
Kemajuan dalam Penelitian Ilmu Kesehatan, volume 24

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di China dimana terjadi peningkatan pengetahuan Peningkatan pengetahuan siswa dan guru di kedua SD tersebut
tentang schistosomiasis, deteksi dan terapi schistosomiasis pada siswa kelas implementasi sebesar menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan di desa intervensi
99,8% dibandingkan dengan non intervensi yang hanya 16,7% di kawasan Danau Dongting. baik di SD Tuare maupun di SD Lengkeka sama-sama dapat
Peningkatan pengetahuan anak terjadi karena anak kelompok eksperimen diberikan pembelajaran meningkatkan pengetahuan tentang schistosomiasis. Anak
tentang schistosomiasis selama 2 jam melalui metode tatap muka dengan diskusi dan pemutaran video sekolah dan guru memiliki potensi besar untuk melanjutkan dan
[9]. Peningkatan pengetahuan siswa sesuai dengan teori seperti teknik mengajar (cara) dan alat menyebarluaskan pengetahuan tentang schistosomiasis yang
pendidikan (media) sangat menentukan keberhasilan penyampaian pesan. Penggunaan alat bantu telah diajarkan di sekolah. Pada akhirnya, mereka dapat berbagi
pendidikan sangat baik untuk membantu mempercepat dan memperdalam penyampaian materi. Hal ini ilmu kepada keluarga dan komunitas mereka. Alangkah baiknya
dapat merangsang siswa untuk mengetahui dan memiliki pemahaman yang lebih baik. Karena itu, jika pemberian bahan schistosomiasis dapat dilakukan di daerah
diharapkan dapat membantu penyampaian pesan kesehatan dengan mudah [13]. Sebuah penelitian di endemis schistosomiasis lainnya yaitu di Dataran Tinggi Lindu
Filipina menunjukkan bahwa pengendalian schistosomiasis di negara tersebut dilakukan melalui dan Napu. Dengan demikian, disarankan agar schistosomiasis
kemoterapi yang dilengkapi dengan sanitasi lingkungan, promosi kesehatan, dan moluskisida untuk menjadi bahan muatan lokal di daerah endemik.
mengurangi keparahan penyakit [14]. Namun, intervensi yang produktif dan berkelanjutan tidak dapat

dicapai tanpa pendidikan yang memadai terutama di kalangan populasi pekerja. Oleh karena itu, perlu

adanya pendidikan kesehatan yang memadai tentang penularan penyakit, strategi pengendalian yang
IV. KESIMPULAN
layak, serta tindakan pencegahan lainnya [15]. dan mollusciciding untuk mengurangi keparahan
Kesimpulannya, pemberian materi di kelas dan praktik
penyakit [14]. Namun, intervensi yang produktif dan berkelanjutan tidak dapat dicapai tanpa pendidikan
lapangan kepada anak sekolah dan guru di kelompok
yang memadai terutama di kalangan populasi pekerja. Oleh karena itu, perlu adanya pendidikan
intervensi secara signifikan meningkatkan pengetahuan
kesehatan yang memadai tentang penularan penyakit, strategi pengendalian yang layak, serta tindakan
dengan membandingkan sebelum dan sesudah fase
pencegahan lainnya [15]. dan mollusciciding untuk mengurangi keparahan penyakit [14]. Namun,
intervensi. Pemberian materi di SD Tuare dan Lengkeka
intervensi yang produktif dan berkelanjutan tidak dapat dicapai tanpa pendidikan yang memadai
sama-sama menambah pengetahuan tentang
terutama di kalangan populasi pekerja. Oleh karena itu, perlu adanya pendidikan kesehatan yang
schistosomiasis. Peningkatan pengetahuan anak sekolah dan
memadai tentang penularan penyakit, strategi pengendalian yang layak, serta tindakan pencegahan
guru melalui materi dan praktik lapangan dapat dilakukan di
lainnya [15].
sekolah lain yang berada di daerah lain schistosomiasis.

PENGAKUAN
Pengendalian Schistosomiasis di Prefektur Yamanashi telah dilakukan Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
melalui koordinasi yang kuat antara pemangku kepentingan, Penelitian dan Pengembangan Badan Litbangkes Donggala atas
masyarakat, dan pakar akademik. Melalui upaya tersebut, pendanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan
schistosomiasis di lokasi tersebut berhasil diberantas pada tahun kepada anggota tim peneliti, pengelola program pengendalian
1996 [16]. Pelajaran terkait schistosomiasis dari sebuah penelitian di schistosomiasis di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan
Sub Sahara menunjukkan bahwa pengetahuan tentang pencegahan Dinas Kesehatan Kabupaten Poso, Petugas Puskesmas Lengkeka,
schistosomiasis dapat ditingkatkan melalui promosi kesehatan yang Kepala Sekolah SD Tuare, Lengkeka, Tomehipi, Kageroa, Kolori
memadai dan terstandar kepada masyarakat [17]. atas segala dukungan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan
penelitian ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada
Swaziland telah memberikan perhatian pada schistosomiasis, dengan pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.
melakukan banyak intervensi, seperti pengobatan cacing, promosi
kesehatan, dan pelatihan schistosomiais di sekolah. Penting untuk
mengevaluasi kemampuan mengetahui siswa tentang REFERENSI
schistosomiasis karena mereka memiliki risiko tinggi terhadap infeksi
yang berhubungan dengan aktivitas bermain atau kontak air. [2]. [1]. SIAPA,“SIAPA | Schistosomiasis” [Internet]. SIAPA. Organisasi
Kesehatan Dunia; 2017 [dikutip 23 Jan 2018]. Tersedia dari: http://
Studi lain di Mwea Kenya menunjukkan bahwa pengetahuan tentang www.who.int/mediacentre/factsheets/fs115/en/
schistosomiasis masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan program
[2]. Maseko TSB, Mkhonta NR, Masuku SKS, Dlamini S V., Fan CK,
pengendalian terpadu untuk mencapai pengendalian “Pengetahuan Schistosomiasis, sikap, praktik, dan faktor terkait di
schistosomiasis. Promosi pengendalian schistosomiasis efektif untuk antara anak sekolah dasar di daerah Siphofaneni di Dataran Rendah
mengurangi infeksi dan keparahan penyakit [18]. Swaziland.” J Mikrobiol Immunol Menginfeksi [Internet]. 1 Feb 2018
[dikutip 25 Jun 2019];51(1):103–9. Tersedia dari: https://
Hal serupa juga terjadi di Nigeria dimana pengobatan www.sciencedirect.com/science/article/pii/S16841182160000 49
menggunakan praziquantel, pemberdayaan masyarakat dan
promosi pencegahan schistosomiasis serta perilaku hidup bersih [3]. Sudomo M,“Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan di
dan sehat mengurangi infeksi dan keparahan schistosomiasis Indonesia.” Orasi Pengukuhan Profr Ris Bid Entomol dan Moluska.
[19]. Sebuah studi di Mozambik menunjukkan adanya 2008;

peningkatan pengetahuan schistosomiasis dan perilaku yang [4]. Rosmini, Risti,“Proporsi Kejadian Schistosomiasis di Dataran Tinggi
dilaporkan sendiri setelah intervensi dengan promosi kesehatan Bada Kabupaten Poso Sulawesi Tengah Tahun 2010.” J Penyakit
Bersumber Binatang. 2015;3(1).
[20]. Anak-anak di Zanzibar juga menjadi populasi dengan
perilaku berisiko tinggi terkait penularan schistosomiasis. [5]. Progam Pemberantasan Schistosomiasis,“Prevalensi Schistosomiasis di
Pengetahuan anak tentang schistosomiasis masih kurang. Oleh Sulawesi Tengah.” 2014.

karena itu, diperlukan pendidikan dan promosi kesehatan untuk [6]. Jastal, Ambar Gardjito T, Mujiyanto, Chadijah SR,“Analisis Spasial
mencegah dan mengendalikan schistosomiasis [21]. Epidemiologi Schistosomiasis dengan Menggunakan Pengindraan
Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Sulawesi Tengah.”
Donggala; 2008.

54
Kemajuan dalam Penelitian Ilmu Kesehatan, volume 24

[7]. Ningsi; Ikhtiar Hatta,“Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait [Internet]. 2017 [dikutip 2019 Jun 25];1(002). Tersedia dari: https://
Schistosomiasis di Kabupaten Sigi , Sulawesi Tengah Pengetahuan pdfs.semanticscholar.org/cea2/e1c4fdb281bb9219fc535ef99e
Masyarakat Tentang Schistosomiasis di Lindu , Kabupaten Sigi , 284217b0bf.pdf
Sulawesi Tengah.” J Vektor Penyakit. 2017;11(2):49–60.
[16]. Hata N, Yasukawa A, Sei E, Kawasumi K, Miya N, Yamaguchi H, “Analisis
[8]. Gerais M, Gazzinelli MF, Carlos D, Kloos H, Velásquez-melendez G, komparatif pengetahuan tentang schistosomiasis japonica pada
Dutra IR, et al.,“Dampak dari dua metode pendidikan pada masyarakat lokal di bekas daerah endemik di Prefektur Yamanashi,
pengetahuan tentang penularan dan pencegahan schistosomiasis Jepang: perbandingan antara latar belakang usia dan pekerjaan. ” J Vet
di kalangan anak sekolah di komunitas pedesaan di utara.” Med Sci [Internet]. 2017 [dikutip 2019 Jun 25];79(3):608–17. Tersedia dari:
2006;101(2000):45–53. https://www.jstage.jst.go.jp/article/jvms/79/3/79_16- 0579/_article

[9]. Manderson L, "Intervensi berbasis sekolah untuk meningkatkan pengetahuan


dan meningkatkan manajemen kasus schistosomiasis: Sebuah studi kasus [17]. Sacolo H, Chimbari M, Kalinda C, "Pengetahuan, sikap, dan praktik
dari." 2016;(April). tentang Schistosomiasis di Afrika sub-Sahara: Tinjauan sistematis."
BMC Menginfeksi Dis. 2018;18(1).
[10]. Ningsi, Erlan A, Ikhtiar, Puryadi, Tenriangka A,“Pengembangan Peran
Serta Masyarakat Dalam Penanggulangan Schistosomiasis di [18]. Mwai J, Njenga S, Barasa M, “Pengetahuan, sikap dan praktik dalam
Dataran Tinggi Lindu Kabupaten Sigi Biromaru Sulawesi Tengah.” kaitannya dengan pencegahan dan pengendalian infeksi schistosomiasis
2011. di daerah Mwea Kirinyaga, Kenya.” Kesehatan Masyarakat BMC
[Internet]. 18 Des 2016 [dikutip 25 Jun 2019];16(1):819. Tersedia dari:
[11]. Munisi DZ, Buza J, Mpolya EA, Angelo T, Kinung'hi SM, http://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-
“Pengetahuan, sikap, dan praktik tentang schistosomiasis usus di 016-3494-y
kalangan anak sekolah dasar di cekungan Danau Victoria, Distrik
Rorya, Tanzania barat laut.” Kesehatan Masyarakat BMC [Internet]. [19]. Dawaki S, Al-Mekhlafi HM, Ithoi I, Ibrahim J, Abdulsalam AM, Ahmed
2017;17(1):731. Tersedia dari: A, "Ancaman schistosomiasis di Nigeria: Pengetahuan, sikap, dan
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28934944 praktik mengenai schistosomiasis di antara masyarakat pedesaan di
Negara Bagian Kano." PLoS Satu. 2015;10(11):1–14.
[12]. Humphrey D. Mazigo, Rebecca Waihenya, Gerald M. Mkoji2, Maria
Zinga1 Eea, Ola F. Jahanpour, Emmanuel Bahemana, Ladslausl. [20]. Jive E, Smith LE, Martin S, Graham K, Newell JN, Phillips AE,
Mnyone Ejk And N, Lwambo Js, “Schistosomiasis Usus: Prevalensi, “Pengetahuan, sikap dan praktik yang berkaitan dengan
Pengetahuan, Sikap, dan Praktik di Antara Anak Sekolah di Daerah pencegahan dan pengendalian schistosomiasis: Dua survei rumah
Endemik Tanzania Barat Laut.” J Penyembuhan Umum Trop tangga cross-sectional sebelum dan sesudah intervensi Dialog
Pedesaan. 2010;9:53–60. Komunitas di provinsi Nampula, Mozambik .” PLoS Negl Trop Dis.
2019;13(2):e0007138.
[13]. Hermina, Afriansyah N, Jahari AB,“Efek Intervensi Pendidikan Berbasis
Sekolah Tentang Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan [21]. Orang B, Ali SM, A'Kadir FM, Ali JN, Mohammed UA, Mohammed
Kegemukan Diantara Anak-Anak Usia 9 - 10 Tahun di KA, “Pengetahuan Komunitas, Persepsi, dan Praktik Terkait
Kota Bandung.” PGM. 2008;31(2):67–74. dengan Schistosomiasis Urogenital di Antara Anak Usia Sekolah
di Zanzibar, Republik Persatuan Tanzania.” PLoS
[14]. Leonardo LR, Acosta LP, Olveda RM, Aligui GDL,“Kesulitan dan Negl Trop Dis. 2016;10(7):1–19.
strategi pengendalian schistosomiasis di Filipina.” Akting Trop.
2002;82(2):295–9.

[15]. Joseph U Almazan1 JEE, Ma Azyl Verdeflor, Merida2, Dorothy R


Permelona, dan Jonas P Cruz, “Pengetahuan dan Praktik
.
Pencegahan Penduduk Pedesaan terhadap Schistosomiasis di
Komunitas Endemik di Filipina Timur.” HSOA J Pract Prof Nurs

55

Anda mungkin juga menyukai