Anda di halaman 1dari 10

Nama: Sri Pratiwi Lestari

Kelas: 1A4 Ilmu Hukum

Tugas: Pengantar Hukum Indonesia

A. Asas dan tujuan hokum

1. Keadilan (gerechtigkeit)

Asas ini meninjau dari sudut filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk
semua orang di depan pengadilan. Keadilan hukum menurut L.J Van Apeldoorn tidak boleh
dipandang sama arti dengan penyamarataan, keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang
memperoleh bagian yang sama. Maksudnya keadilan menuntut tiap-tiap perkara harus
ditimbang tersendiri, artinya adil bagi seseorang belum tentu adil bagi yang lainnya. Tujuan
hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai jika ia menuju peraturan yang adil,
artinya peraturan di mana terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang
dilindungi, dan setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya.

 Dalam pengertian lain, menurut Satjipto Rahardjo “merumuskan konsep keadilan


bagaimana bisa menciptakan keadilan yang didasarkan pada nilai-nilai keseimbangan atas
persamaan hak dan kewajiban.” Namun harus juga diperhatikan kesesuaian mekanisme yang
digunakan oleh hukum, dengan membuat dan mengeluarkan peraturan hukum dan kemudian
menerapkan sanksi terhadap para anggota masyarakat berdasarkan peraturan yang telah
dibuat itu, perbuatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan yaitu substantif. Namun
juga harus dikeluarkan peraturan yang mengatur tata cara dan tata tertib untuk melaksanakan
peraturan substantif tersebut yaitu bersifat prosedural, misalnya hukum perdata (substantif)
berpasangan dengan hukum acara perdata (prosedural) Dalam mengukur sebuah keadilan,
menurut Fence M. Wantu mengatakan, “adil pada hakikatnya menempatkan sesuatu pada
tempatnya dan memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya, yang didasarkan
pada suatu asas bahwa semua orang sama kedudukannya di muka hukum (equality before the
law)
2. Kemanfaatan (zweckmassigkeit)

Kemanfaatan hukum adalah asas yang menyertai asas keadilan dan kepastian hukum.
Dalam melaksanakan asas kepastian hukum dan asas keadilan, seyogyanya dipertimbangkan
asas kemanfaatan. Contoh konkret misalnya, dalam menerapkan ancaman pidana mati kepada
seseorang yang telah melakukan pembunuhan, dapat mempertimbangkan kemanfaatan
penjatuhan hukuman kepada terdakwa sendiri dan masyarakat. Kalau hukuman mati
dianggap lebih bermanfaat bagi masyarakat, hukuman mati itulah yang dijatuhkan.

3. Kepastian hukum (rechtssicherheit)

Asas ini meninjau dari sudut yuridis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika
suatu peraturan perundang-undangan dibuat dan diundangkan secara pasti, karena mengatur
secara jelas dan logis, maka  tidak akan menimbulkan keraguan karena adanya multitafsir
sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang
ditimbulkan dari ketidakpastian peraturan perundang-undangan dapat berbentuk kontestasi
norma, reduksi norma, atau distorsi norma. Menurut Hans Kelsen, hukum adalah sebuah
Sistem Norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das
sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-
norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi aturan-
aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam
bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya
dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani
atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan
tersebut menimbulkan kepastian hukum.

Menurut Utrecht kepastian hukum mengandung dua pengertian; pertama adanya


aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau
tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan
pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui
apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Sifat umum
dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan
keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian hukum.
B. Bentuk hokum
1. Hukum tertulis
a. Hukum tertulis yang dikodifikasi (hukum sejenis yang dibukukan menjadi satu secara
lengkap dan sistematis dalam satu kitab Undang Undang. Dikodifikasikan artinya
hukum tersebut dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan.
Indonesia menganut hukum tertulis yang dikodifikasi. Kelebihannya adalah adanya
kepastian hukum dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kekurangannya
adalah hukum tersebut bila dikonotasikan bergeraknya lambat atau tidak dapat
mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju.
Contohnya:

 KUHP

KUHP: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Buku Kesatu - Aturan Umum

Daftar Isi

Bab I - Batas-batas berlakunya Aturan Pidana dalam Perundang-undangan

Bab II - Pidana

Bab III - Hal-hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana

Bab IV - Percobaan

Bab V - Penyertaan Dalam Tindak Pidana

Bab VI - Perbarengan Tindak Pidana

Bab VII - Mengajukan dan Menarik Kembali Pengaduan dalam Hal

Kejahatan-kejahatan yang Hanya Dituntut atas Pengaduan

Bab VIII - Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana

Bab IX - Arti Beberapa Istilah yang Dipakai dalam Kitab Undang-undang

Aturan Penutup
 KUHdpt:

Buku kesatu - Orang

Bab I - Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan

Bab II - Tentang akta-akta catatan sipil


Bab III - Tentang tempat tinggal atau domisili
Bab IV - Tentang perkawinan
Bab V - Tentang hak dan kewajiban suami-istri
Bab VI - Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
Bab VII - Tentang perjanjian kawin
Bab VIII - Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua
atau selanjutnya
Bab IX - Tentang pemisahan harta-benda
Bab X - Tentang pembubaran perkawinan
Bab XI - Tentang pisah meja dan ranjang
Bab XII - Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
Bab XIII - Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
Bab XIV - Tentang kekuasaan orang tua
Bab XIVA - Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
Bab XV - Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
Bab XVI - Tentang pendewasaan
Bab XVII - Tentang pengampuan
Bab XVIII - Tentang ketidakhadiran

Buku kedua - Benda/Barang

Bab I - Tentang barang dan pembagiannya


Bab II - Tentang besit dan hak-hak yang timbul karenanya
Bab III - Tentang hak milik
Bab IV - Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
Bab V - Tentang kerja rodi
Bab VI - Tentang pengabdian pekarangan
Bab VII - Tentang hak numpang karang
Bab VIII - Tentang hak guna usaha (erfpacht)
Bab IX - Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan
Bab X - Tentang hak pakai hasil
Bab XI - Tentang hak pakai dan hak mendiami
Bab XII - Tentang pewarisan karena kematian
Bab XIII - Tentang surat wasiat
Bab XIV - Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
Bab XV - Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
Bab XVI - Tentang hal menerima dan menolak warisan
Bab XVII - Tentang pemisahan harta peninggalan
Bab XVIII - Tentang harta peninggalan yang tak terurus
Bab XIX - Tentang piutang dengan hak didahulukan
Bab XX - Tentang gadai
Bab XXI - Tentang hipotek

Buku Ketiga - Perikatan

Bab I - Tentang perikatan pada umumnya


Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang
Bab IV - Tentang hapusnya perikatan
Bab V - Tentang jual-beli
Bab VI - Tentang tukar-menukar
Bab VII - Tentang sewa-menyewa
Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
Bab IX - Tentang badan hukum
Bab X - Tentang penghibahan
Bab XI - Tentang penitipan barang
Bab XII - Tentang pinjam-pakai
Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi
Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan
Bab XVI - Tentang pemberian kuasa
Bab XVII - Tentang penanggung
Bab XVIII - Tentang perdamaian
Bab XVIV - Tentang protitusi

Buku Keempat - Pembuktian dan kadaluwarsa

Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya

Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan

Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi

Bab IV - Tentang persangkaan

Bab V - Tentang pengakuan

Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim

Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya

 KUDP: Seluruhnya KUHD ini berlaku untuk golongan Timur Asing bukan Tionghoa
dan golongan Tionghoa, kecuali dengan perubahan redaksional pasal 396; S. 1924-
556, pasal 1, B; S. 1917-129, pasal I sub 21.

Pasal 1.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.)

Selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata
tidak diadakan penyimpangan khusus, maka Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku
juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam K-itab Undang-undang ini. (AB. 15; KUHPerd.
1617, 1774, 1878; KUHD 15, 79 dst., 85, 119, 168a, 286, 296, 747, 754.)

Alinea kedua gugur berdasarkan S. 1938-276.

b. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasi Undang Undang Merk, Undang Undang Hak
Cipta, Undang Undang Hak Paten, dst) Tidak dikodifikasikan artinya hukum tertulis
yang tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah sehingga
masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapan. Contoh: undang-undang,
peraturan pemerintah, dan keputusan presiden.
Contohnya:

 Hukum Adat

Hukum adat atau hukum kebiasaan adalah serangkaian aturan yang mengikat pada


suatu masyarakat yang tidak tertulis dan bersumber dari kebiasaan yang tumbuh dan
berkembang pada suatu masyarakat tertentu yang kemudian diterima menjadi hukum secara
turun temurun. Hukum adat sering pula disebut sebagai hukum yang hidup dalam
masyarakat (living law).

 Pengambilan keputusan berdasarkan atas Musyawarah untuk Mufakat

Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah kepada anggota rapat


yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat serta saran, dan dipandang
cukup untuk diterima oleh rapat sebagai sumbangan pendapat dan pemikiran bagi
penyelesaian masalah yang sedang dimusyawarahkan. Keputusan berdasarkan mufakat
adalah sah apabila diambil dalam rapat yang telah mencapai kuorum dan disetujui oleh semua
yang hadir.

 Dekrit Presiden

Dekret Presiden 5 Juli 1959, adalah dekret (secara legal Keputusan Presiden) yang


dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekret ini
adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang
dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD '45.

 Pidato Presiden

Pidato presiden adalah pidato yang disampaikan oleh presiden

 Penjelasan Presiden mengenai RAPBN kepada DPR

Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa RUU
APBN diambil keputusan oleh DPR dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua)bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan). APBN yang disetujui DPR terinci sampai
dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Apabila DPR tidak
menyetujui RUU APBN, pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya
sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Perbedaan antara Hukum tertulis dengan hukum tidak tertulis:

a. Hukum tertulis

 Aturannya pasti (tertulis)


 Mengikat semua orang
 Memiliki alat penegak aturan
 Dibuat oleh penguasa
 Bersifat memaksa
 Sangsinya berat

b. Hukum tidak tertulis

 Kadang aturannya tidak tertulis dan tidak pasti


 Ada atau tidaknya alat penegak hukum yang tidak pasti
 Dibuat oleh masyarakat
 Bersifat tidak terlalu memaksa
 Sangsinya ringan.

Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir
diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya disebut Undang-
undang Hak Cipta.

2. Hukum Tidak Tertulis (Kebiasaan/Adat)


Hukum yang tumbuh dan berkembang dari keyakinan dan kesadaran hukum masyarakat,
tetapi tidak tertulis. Masyarakat mentaatinya seperti halnya mentaati peraturan tertulis.
Hukum kebiasaan adalah tata cara hidup masyarakat atau bangsa dalam waktu yang lama.
Hukum ini memberi pedoman bagi masyarakat untuk berpikir dan bersikap dalam
menghadapi berbagai hal di kehidupan. Agar kebiasaan menjadi hukum kebiasaan,
diperlukan dua hal. Pertama, tindakan itu dilakukan secara berulang-ulang. Kedua, unsur
psikologis mengenai pengakuan bahwa apa yang dilakukan secara terus menerus dan
berulang adalah hukum.
Menurut tempat berlaku nya, hukum dibedakan atas:

A. Hukum Nasional berlaku dalam suatu wilayah negara.

Hukum nasional adalah peraturan hukum yang berlaku di suatu Negara yang terdiri atas
prinsip-prinsip serta peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat pada suatu Negara. Hukum
Nasional merupakan sebuah sistem hukum yang dibentuk dari proses penemuan,
pengembangan, penyesuaian dari beberapa sistem hukum yang telah ada. Hukum Nasinonal
di Indonesia adalah hukum yang terdiri

B. Hukum Internasional mengatur hubungan hukum antara negara dan atau antara
organisasi/ lembaga Internasional.

Hukum internasional adalah hukum antarbangsa yang digunakan untuk menunjukkan


pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antar penguasa dan
menunjukkan pada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa.

C. Hukum Asing Hukum yang berlaku di negara lain/ Asing.


hukum asing adalah hukum yang berlaku di Negara lain/ Negara asing/ diluar wilayah.
Pada umumnya hukum asing itu lebih mengarah pada proses hukum maupun aturan hukum
dari suatu Negara lain.
Contoh hukum asing :  

1. Hukum perang

2. Hukum kewarganegaraan

3. Hukum perdata internasional

4. Hukum pidana internasional

5. Hukum Bisnis

D. Hukum Gereja (Kanonik);hukum yang ditetapkan oleh Gereja (Katolik/ Roma)


berlaku bagi anggotanya.

Hukum Gereja adalah istilah untuk aturan-aturan dalam gereja, khususnya dalam
lingkungan Kristen. Juga merupakan subyek sebuah studi teologi yang secara sistematis
mengkaji prinsip-prinsip ekklesiologis dari aturan-aturan dalam gereja. Hukum Gereja adalah
kaidah yang ditetapkan gereja untuk para anggotanya.
Contoh hukum gereja

1. Adanya sanksi yang harus diterima anggota gereja yang kedapatan mencuri.

2. Melakukan pemilihan anggota majelis tahunan

3. Adanya ketetapan mengenai kegiatan rapat perkembangan gereja

E. Hukum Islam Hukum yang berlaku bagi orang orang yang beragama Islam

Hukum islam menurut Eva Iryani adalah syariat islam yang berisi sistem kaidah-kaidah
yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rosul mengenai tingkah laku orang
yang sudah dapat dibebani kewajiban, yang diakui dan diyakini, yang mengikat semua
pemeluknya.

Hukum menurut waktu berlakunya :

A. Ius Constitutum

Hukum yang berlaku sekarang, dalam suatu masyarakat dan diwilayah tertentu. (Ius
Positum/ Ius Operatum). Ius constitutum merupakan hukum yang dibentuk dan berlaku dalam
suatu masyarakat negara pada suatu saat. Ius constitutum adalah hukum positif. 2. Ius
constituendum adalah hukum yang dicita-citakan dalam pergaulan hidup negara, tetapi belum
dibentuk menjadi undang-undang atau ketentuan lain.

B. Ius Constituendum
Hukum yang di cita citakan/ diharapkan dapat berlaku dimasa yang akan datang.
Adalah Ius Contituendum Yaitu hukum yang dicita-citakan (masa mendatang). Kemudian
dalam Glossarium disebutkan bahwa ius constituendum adalah hukum yang masih harus
ditetapkan hukum yang akan datang

C. Hukum Asasi (kodrat)

Hukum yang berlaku dimana saja dan kapan saja tidak tidak terbatas ruang, waktu dan
tempatserta berlaku untuk semua bangsa dan bersifat abadi. Hukum ini berlaku dimanapun,
untuk siapapun, dan kapanpun. Nggak terbatas waktu. Misalnya pelanggaran peredaran
narkoba. Kalau berdasarkan sifatnya, hukum dibagi jadi dua yakni hukum yang memaksa dan
hukum yang mengatur. Hukum yang memaksa itu kalau dalam keadaan apa aja, sanksi haru
ada. Misalnya pembunuhan, mau nggak mau sanksi harus tetap ada.

Anda mungkin juga menyukai