Jakarta - Tim Jaksa telah menerima penyerahan tersangka dan juga barang bukti terhadap tersangka kasus korupsi Stadion Mandala Krida. Berkas ketiga tersangka EW, SGH, dan HS dinyatakan lengkap. "Tim penyidik (18/10) telah selesai melaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) dengan tersangka EW dan kawan-kawan pada tim jaksa karena dari hasil pemeriksaan kelengkapan formil dan materil berkas perkara terpenuhi dan dinyatakan lengkap oleh tim jaksa," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ipi Maryati dalam keterangan tertulis, Rabu (19/10/2022). Segera dalam 14 hari kerja, kata Ipi, berkas perkara tersebut akan dilimpahkan tim jaksa ke Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sementara itu, penahanan terhadap para tersangka tetap dilanjutkan selama 20 hari. Terhitung mulai dari 18 Oktober hingga 6 November mendatang di Rutan KPK. "EW ditahan di Rutan KPK Kavling C1, SGH ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, HS ditahan di Rutan KPK Merah Putih," tuturnya. Duduk Perkara Kasus Rugikan Rp 31,7 Miliar KPK menaikkan status perkara dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, ke tahap penyidikan. KPK menjelaskan duduk perkara kasus hingga menetapkan tiga orang jadi tersangka. "Dari proses pengumpulan informasi dan data hingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Kamis (21/7/2022). Ketiga tersangka tersebut adalah Edy Wahyudi selaku PNS dan Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dispora) DIY; Sugiharto selaku Dirut PT Asigraphi; dan Heri Sukamto selaku Dirut PT PNN dan PT DMI. Alex menyebut kasus itu bermula pada 2012, saat usulan Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) Dispora DIY untuk renovasi Stadion Mandala Krida disetujui anggarannya masuk alokasi anggaran BPO. Edy Wahyudi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga secara sepihak menunjuk langsung Sugiharto untuk menyusun tahapan nilai anggaran proyek renovasi tersebut. Dalam anggaran itu, renovasi jangka lima tahun membutuhkan anggaran senilai Rp 135 miliar. Dalam anggaran itu, Sugiharto diduga melakukan mark up pada sejumlah item pekerjaan, tapi hal itu tetap disetujui oleh Edy Wahyudi. "Anggaran ditahap perencanaan yang disusun Sugiharto tersebut dibutuhkan anggaran senilai Rp 135 miliar untuk masa 5 tahun dan diduga ada beberapa nilai item pekerjaan yang nilainya di- mark up dan hal ini langsung disetujui Edy Wahyudi tanpa melakukan kajian terlebih dulu," terang Alex. Alex menjelaskan bahwa Edy Wahyudi diduga menentukan secara sepihak perusahaan yang akan mengikuti proyek pengadaan itu. Perusahaan itu bertugas dalam pengadaan bahan penutup stadion. "Adapun salah satu item pekerjaan dalam proyek pengadaan ini yaitu penggunaan dan pemasangan bahan penutup atap stadion yang diduga menggunakan merek dan perusahaan yang ditentukan sepihak oleh Edy Wahyudi," jelasnya. Kemudian, pada 2016, Heri Sukamto selaku Dirut PT PNN dan DMI diduga melakukan komunikasi dengan anggota panitia lelang. Dia meminta bantuan agar dimenangkan dalam proses lelang pengadaan. "Pada pengadaan di tahun 2016, Heri Sukamto selaku Direktur PT PNN dan PT DMI diduga melakukan pertemuan dengan beberapa anggota panitia lelang dan meminta agar bisa dibantu dan dimenangkan dalam proses lelang," ucap Alex. Mengetahui hal itu, anggota panitia lelang meneruskan tujuan Heri Sukamto kepada Edy Wahyudi. Permohonan itu disetujui tanpa adanya evaluasi kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang. "Selanjutnya anggota panitia lelang menyampaikan keinginan HS tersebut pada EW dan diduga langsung disetujui untuk dimenangkan tanpa dilakukannya evaluasi penelitian kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang," kata Alex. Kemudian, KPK juga menduga adanya pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan milik Heri Sukamto. Di mana perusahaan itu tidak menggunakan pegawai resmi dan tidak bersertifikat. "Selain itu, saat proses pelaksanaan pekerjaan diduga beberapa pekerja tidak memiliki sertifikat keahlian dan tidak termasuk pegawai resmi dari PT DMI," ujar Alex. Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. "Akibat perbuatan para tersangka tersebut diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp 31,7 miliar," tutup Alex. (dwia/dwia)