Anda di halaman 1dari 4

KASUS 1

PT DUTA GRAHA INDAH

Disclaimer

Kasus ini disusun berdasarkan kutipan berita dari kantor-kantor berita yang digunakan sebagai
rujukan dan yang disebutkan di akhir kasus. Kasus ini belum tentu mencerminkan keadaan yang
sebenarnya. Kasus hanya digunakan untuk mengasah daya analisis mahasiswa/pembaca di
kelas/tempat belajar, dengan informasi yang mungkin tidak lengkap.

Rabu, 14 September 2011 | 18:43 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus suap wisma atlet, Muhammad El Idris (MEI), mengklaim
bahwa proses hukum yang menjeratnya berdampak pada nasib karyawan PT Duta Graha Indah (DGI),
perusahaan tempat Idris bekerja sebagai Manajer Pemasaran sejak 2007. Sejak Idris ditahan pada April
tahun ini (2011 - pen), menurut dia, target penjualan PT DGI jauh dari harapan.

"Target sale yang didapat PT DGI jauh dari harapan karena isu-isu yang berkembang sangat dasyat,"
kata MEI saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu
(14/9/2011).

Pembacaan pledoi MEI tersebut dihadiri puluhan karyawan PT DGI yang memakai seragam. MEI juga
mengatakan, kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan konstruksi itu berkurang sejak dia
ditetapkan sebagai tersangka wisma atlet bersama Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga WM, serta
Direktur Pemasaran PT ANM, RM. PT DGI kini kesulitan mendapat proyek.

"Ada proyek, PT DGI sudah masuk tender dengan harga terendah, tapi proyek dimenangkan pihak lain
karena penjual proyek tidak berani," ujarnya.

Dia lantas membawa-bawa nasib 1.500 karyawan PT DGI. MEI khawatir jika kasus wisma atlet akan
berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.

"Siapa yang bisa menjamin PHK ini tidak akan terjadi? Seharusnya pemerintah berterimakasih pada PT
DGI yang sudah 30 tahun membantu memberi lapangan kerja," tuturnya.

Dalam kasus wisma atlet, MEI dituntut hukuman penjara 3,5 tahun. Jaksa menilai dia terbukti
memberikan cek kepada WM dan anggota DPR MN dalam rangka memenangkan PT DGI sebagai
pelaksana proyek wisma atlet. Sementara menurut MEI, pemberian cek tersebut terpaksa dilakukannya
untuk mencari proyek.

"Sebenarnya DGI lebih senang untuk dapat proyek pemerintah tapi kami didekatkan pada pemberian-
pemberian, komitmen-komitmen. Ini sudah umum di dunia konstruksi. Kalau si bersih ingin dapat
tender pasti kalah dengan si kotor," katanya.

MEI juga mengaku tidak memperoleh keuntungan pribadi terkait proyek wisma atlet itu. "Kalau
memang ada kerugian negara kenapa proyek tidak di-cut off waktu saya ditangkap," ucapnya.

Kuasa hukum MEI, M Assegaf mengatakan, kliennya hanya sedang sial karena menemani RM
mengantarkan cek untuk WM pada malam mereka bertiga tertangkap tangan. "Padahal kedatangannya
(MEI) ingin mengingatkan, cek yang diberikan RM itu cek mundur, belum dapat diuangkan," kata
Assegaf.

1
Tim kuasa hukum lantas memohon agar majelis hakim memutuskan MEI tidak bersalah, membebaskan
MEI, dan memulihkan nama baiknya. "Kami mohon diputus seadil-adilnya," ucap dia.

Rabu, 21 September 2011 15:25 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta - Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah, Mohammad El Idris, dihukum
dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan oleh Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Rabu, 21 September. Ia dinilai terbukti menyuap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga
Wafid Muharam untuk memperoleh proyek wisma atlet SEA Games Jakabaring.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Mohammad El Idris terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana secara bersama-sama perbuatan korupsi secara bersamaan sebagaimana
dakwaan primer yang diatur Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tindak Korupsi
Nomor 31 Tahun 1999," kata Ketua Majelis Hakim Suwidya saat membacakan amar putusan.

Hal yang memberatkan putusan adalah perbuatan terdakwa menghambat asas hukum pemerintahan
yang baik dan tidak mendukung upaya pemerintah melakukan reformasi birokrasi. Adapun hal yang
meringankan, Idris sopan dan kooperatif selama di persidangan, belum pernah dihukum sebelumnya,
dan perbuatan terdakwa tidak terbukti membuat proyek pembangunan wisma atlet terhenti, dalam hal
ini proyek tetap berjalan.

Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum pimpinan Agus Salim yang dibacakan
dua pekan lalu. Jaksa menuntut Idris hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 150 juta, subsider
4 bulan kurungan karena terbukti melakukan perbuatan korupsi sesuai dengan dakwaan primer.

Dalam putusannya hakim menilai Idris dan Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi sudah sejak awal
meminta perusahaannya dipilih untuk menangani proyek wisma atlet Jakabaring. Permohonan Idris dan
Dudung diajukan ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang juga pemilik Grup Permai, Muhammad
Nazaruddin.

"Atas permintaan itu Nazar memanggil Mindo Rosalina, kemudian terdakwa berkoordinasi dengannya.
Lalu pada Agustus 2010 di Restoran Arcadia Jakarta, Mindo Rosalina dan Nazaruddin bertemu Wafid
Muharam. Di situ Nazaruddin mengatakan agar Duta Graha diikutsertakan dalam proyek," kata hakim
anggota, Agus Deni.

Hakim juga menyatakan Idris terbukti menyuap sejumlah pihak, yakni memberikan tiga lembar cek
senilai Rp 3,2 miliar ke Wafid, empat lembar cek senilai Rp 4,34 miliar ke Nazaruddin, dan sejumlah uang
kepada anggota Komite Pembangunan wisma atlet Jakabaring.

Idris ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di lantai 3 Kementerian Pemuda dan Olahraga
bersama Wafid dan Rosa, 21 April lalu. Selain cek senilai Rp 3,2 miliar, juga ditemukan segepok uang
asing. Cek itu disebut-sebut sebagai tanda terima kasih atas kemenangan PT DGI sebagai kontraktor
pembangunan wisma atlet.

Jumlah vonis Idris lebih rendah dibandingkan vonis yang diterima Mindo Rosalina Manulang. Oleh
Majelis Hakim yang sama, Rosa diganjar hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta
subsider 6 bulan kurungan.

Atas vonis tersebut, Idris belum menyatakan banding. Begitu pun jaksa penuntut umum. "Kami masih
pikir-pikir yang mulia," kata Idris yang mengenakan kemeja batik warna keemasan.

"Saya setuju korupsi diberantas. Agar yang lain tidak bergentayangan, Pak," katanya.

2
www.hukumonline.com ̶ Untuk proyek pembangunan Wisma Alet dan Gedung Serbaguna Provinsi
Sumatera Selatan TA (Tahun Anggaran - pen) 2010-2011, Dudung didakwa melakukan tindak pidana
korupsi bersama-sama Nazarudin dan Rizal Abdullah. Dudung selaku Dirut PT DGI Tbk tahun 2009-2010
disebut melakukan kesepakatan dan pengaturan dalam rangka memenangkan PT DGI Tbk sebagai
rekanan proyek pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan TA 2010-
2011, serta melakukan subkontrak terhadap pekerjaan utama dalam pelaksanaan proyek tersebut.

Penuntut umum Luki Dwi Nugroho menuturkan perbuatan Dudung bersama-sama sejumlah pihak itu
telah memperkaya PT DGI Tbk sebesar Rp 42,717 miliar, Nazarudin (Permai Grup) Rp 4,675 miliar, serta
Rizal Abdullah Rp 500 juta. Akibat penyimpangan dalam pengadaan proyek pembangunan Wisma Atlet
dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan TA 2010-2011, sesuai Laporan Hasil Audit tanggal
17 April 2015 yang dilakukan ahli dari BPKP, kerugian keuangan negara mencapai Rp 54,7 miliar.

Dalam perbuatan kedua ini, beberapa nama terpidana dalam kasus suap dan korupsi Wisma Atlet
kembali disebut. Bermula sekitar Juli 2010. Rosa memberikan informasi kepada El Idris mengenai adanya
proyek Wisma Atlet di Palembang tahun 2010-2011. El Idris melaporkan kepada Dudung, lalu El Idris
bersama Dudung menemui Nazarudin di Gedung Permai Grup membicarakan agar PT DGI Tbk dapat
memperoleh proyek Wisma Atlet.

Nazarudin meminta PT DGI Tbk menyiapkan fee sebagai imbalan. Setelah Dudung menyetujui,
Nazarudin meminta Dudung dan El Idris untuk saling berkoordinasi dengan Rosa. Pada September
2010, Dudung bersama El Idris diajak Rosa menemui Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga
(Kemenpora) Wafid Muharam di kantor Kemenpora.

Pada pertemuan itu, Dudung menyampaikan keinginan PT DGI Tbk untuk berpartisipasi dalam
pelaksanaan proyek Wisma Atlet Palembang dan dijawab Wafid, "Ya, silakan saja diurus di daerah".
Kemudian, pada 30 Juli 2010, Gubernur Sumatera Selatan membentuk Komite Pembangunan Wisma
Atlet Palembang (KPWA) sekaligus menunjuk Rizal Abdullah sebagai Ketua KPWA Provinsi Sumatera
Selatan. Rizal bertugas melaksanakan proyek pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna
Provinsi Sumatera Selatan.

"Kongkalingkong" pun terjadi dalam proses pengadaan. Penuntut umum menyebutkan ada beberapa
kali pertemuan yang dilakukan pihak PT DGI Tbk selaku calon pelaksana pekerjaan, baik dengan Ketua
KPWA, Wafid, Paulus Iwo, Rosa, maupun Ketua Panitia Pengadaan M Arifin.

Dudung memerintahkan El Idris meminta Forest Jieprang (konsultan perencana) untuk membuat
gambar kerja arsitektur dan mechanical-electric proyek Wisma Atlet berikut dengan rincian Rencana
Anggaran Biaya (RAB) atau HPS. Selanjutnya, El Idris melalui Wawan Karmawan (Staf Operasional PT DGI
Tbk) diminta Dudung untuk menyampaikan kepada pihak KPWA bahwa biaya perencanaan pembuatan
RAB atau HPS proyek Wisma Atlet telah ditanggung pihak PT DGI Tbk dan meminta panitia lelang
menggunakan gambar kerja arsitektur berikut RAB/HPS untuk proses lelang.

Untuk memenangkan PT DGI Tbk, Rizal Abdullah menerbitkan surat yang ditujukan kepada panitia
pengadaan agar mempedomani dokumen yang dibuat Forest Jieprang. Padahal, dokumen itu sudah
diberikan sebelumnya oleh Forest Jieprang kepada PT DGI Tbk melalui Wawan.

Akhirnya, sambung Luki, PT DGI Tbk ditetapkan Rizal Abdullah sebagai pemenang lelang dengan harga
penawaran Rp 191,672 miliar. "Setelah penandatanganan kontrak, terdakwa memerintahkan El Idris
memberikan uang kepada Rizal Abdullah sebesar Rp 100 juta," ucapnya sembari menambahkan bahwa
PT DGI Tbk juga tidak melakukan pekerjaan utama sendiri, melainkan mengalihkan tanggung jawab
atau mensubkontrakkan pekerjaan utama kepada pihak lain.

3
Setelah pembayaran proyek, Dudung kembali menyetujui pemberian fee kepada Rizal Abdullah. Uang
masing-masing diserahkan pada Desember 2010 sebesar Rp 100 juta dan Januari 2011 sebesar Rp 250
juta di kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan. Selain uang, ada pula
pemberian fasilitas berupa tiket dan hotel ke Singapura dan Australia untuk Rizal Abdullah senilai sekitar
Rp 50 juta, pembayaran Golf Fee Riverside Club Bogor senilai Rp 6 juta, serta akomodasi menginap di
Hotel Santika, Jakarta senilai Rp 3,7 juta.

"Terdakwa (Dudung - pen) juga memerintahkan El Idris dan Wawan Karmawan memberikan sejumlah
uang kepada anggota KPWA Provinsi Sumatera Selatan dan panitia pengadaan karena sudah
membantu PT DGI sebagai pemenang lelang yang jumlahnya bervariasi. Pada Februari 2011 sampai
Maret 2011, terdakwa juga menyetujui pengeluaran uang untuk pemberian fee kepada Nazarudin
sebesar total Rp 4,675 miliar dengan cara seolah-olah ada pembayaran pekerjaan yang dikeluarkan PT
DGI kepada PT Bina Bangun Abadi dan PT Hastatunggal Persadabhakti yang dibayarkan dalam lima
lembar cek. Padahal, sebenarnya, untuk diberikan kepada Nazarudin yang diserahkan oleh El Idris,"
beber Luki.

Lebih lanjut, Luki melanjutkan, pada 2 Maret 2011, Dudung mendapat laporan dari El Idris yang
memberitahukan bahwa Wafid juga meminta sejumlah uang. Permintaan itu awalnya disetujui Dudung
hanya sebesar Rp 1,6 miliar, tetapi belakangan Dudung menyetujui pemberian dua persen dari nilai
kontrak dalam bentuk cek tunai sebesar Rp 3,2 miliar. Cek tunai diserahkan El Idris bersama Rosa kepada
Wafid di kantor Kemenpora.

Atas perbuatannya dalam proyek pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera
Selatan TA 2010-2011, Dudung didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP, subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, untuk perbuatan dalam proyek RSKPIP Universitas Udayana TA 2009-2010, Dudung didakwa
dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,
subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pertanyaan
1. Jelaskan tindakan PT DGI yang menyimpang dari etika bisnis untuk memenangkan tender
proyeknya!
2. Apakah argumentasi MEI dapat diterima kalau dikaitkan dengan etika bisnis?
3. Jelaskan apakah perusahaan memiliki alternatif tindakan lain yang tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan etika bisnis untuk tetap dapat mempertahankan hidupnya dan menciptakan
lapangan pekerjaan!

Sumber:
a. http://nasional.kompas.com/read/2011/09/14/1843334/Idris.Saya.Ditahan.Target.Penjualan.PT.DG
I.Menurun
b. Tempo Interaktif, Jakarta; Rabu, 21 September 2011: 15.25 WIB
c. https://www.hukumonline.com/berita/a/didakwa-perkaya-korporasi--eks-dirut-keluhkan-nasib-
pt-nke-tbk

Anda mungkin juga menyukai