Kasus yang terjadi antara General Motor dan Volkswagen merupakan salah
satu contoh kasus spionase industri yang terkenal. Kasus yang berlangsung kurang
lebih selama empat tahun ini berawal dari pihak General Motor yang merasa
dokumen penting dan rahasia milik perusahaannya berpindah tangan ke pihak
Volkswagen.
Jose Ignacio Lopez de Arriortua merupakan General Manager yang bekerja
untuk pihak General Motor. Lopez berjasa dalam mengurangi biaya penjualan
karena keahliannya dalam bernegosiasi dengan pihak pemasok. Pada tahun 1993,
Lopez pindah dan bekerja untuk Volkswagen. Kepindahan Lopez tersebut juga
diikuti oleh tujuh orang eksekutif lainnya dari General Motor. Kemudian General
Motor mengajukan gugatan karena merasa bahwa Lopez tidak hanya pindah
perusahaan, namun juga turut membawa dokumen rahasia dagang perusahaan
milik Opel, anak perusahaan General Motor.
Dalam penyelidikan kasus General Motor dan Volkswagen, ditemukan
beberapa hal terkait tindakan spionase perusahaan yang dituduhkan kepada Lopez,
yaitu:
Kasus ini berakhir saat Volkswagen setuju untuk membayar sebanyak US$
100 juta kepada General Motor. Selain itu, Volkswagen juga setuju untuk
membeli suku cadang mobil kepada General Motor senilai US$ 1 miliar. Namun,
pihak Volkswagen tidak mengakui tindakan spionase untuk mencuri rahasia
dagang yang telah dituduhkan General Motor. Volkswagen mengakui
kemungkinan telah dilakukannya kegiatan ilegal oleh beberapa eksekutifnya yang
berpindah dari General Motor. Kesepakatan antara Volkswagen dan General
Motor tersebut tidak menghentikan kasus pidana yang diajukan kepada Lopez.
Pada kasus General Motor dan Volkswagen tersebut, dapat diketahui bahwa
konflik kepentingan terjadi karena sikap seseorang, yaitu Jose Lopez. Bisnis
merupakan kegiatan yang memiliki unsur kepemilikan didalamnya. Seseorang
tidak bisa menggunakan informasi milik perusahaan lainnya karena hal tersebut
adalah sebuah aset yang jelas kepemilikannya. Sikap Jose Lopez yang turut serta
membawa informasi dari perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya (General
Motor) merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan etika bisnis. Terlepas dari
apakah pihak Volkswagen menggunakan atau tidak menggunakan informasi
tersebut, tuntutan secara pidana bagi Jose Lopez merupakan tindakan yang tepat
karena ia telah membocorkan rahasia dagang milik General Motor.
Konflik kepentingan yang terjadi antara perusahaan dengan karyawan
maupun pihak lainnya merupakan peristiwa yang dapat dicegah. Dalam
Integrative Social Contracts Theory, pengambilan keputusan yang bersifat sensitif
secara kultural dapat disiasati dengan penyusunan kontrak sosial (Douglas 2000).
Permasalahan konflik kepentingan dapat diminimalisir dengan mengusung tiga
konsep, yaitu
1) Authentic norms, untuk mengklarifikasi norma budaya yang spesifik,
2) Priority rules, peraturan yang menjelaskan tindakan saat terjadi konflik
dengan norma,
3) Hypernorms, mengukur nilai authentic norms terhadap nilai-nilai yang
bersifat universal (Douglas 2000).
Kontrak perusahaan dengan pihak-pihak internal seperti karyawan, manajer,
atau direktur mengenai hak milik perusahaan atas rahasia dagang, informasi
perusahaan, maupun dokumen penting lainnya dapat mencegah perusahaan
mengalami kerugian atas tindakan spionase maupun pencurian informasi. Dengan
adanya kontrak tersebut, segala tindakan yang melanggar perjanjian dalam
kontrak dapat dituntut secara hukum.
Adapun tindakan yang dilakukan oleh Jose Lopez merupakan sebuah
tindakan yang bersifat egoisme. Pada teori egoisme, apabila suatu tindakan
memberikan manfaat bagi individu maupun suatu kelompok, maka tindakan
tersebut dinilai etis (Anastasia dan Meiden 2015). Jose Lopez yang membawa
serta informasi perusahaan General Motor saat keluar dari perusahaan tidak
merasa bahwa tindakannya tidak etis karena informasi dari General Motor dapat
memberikan manfaat khususnya bagi kinerja dan karir Jose Lopez.