Anda di halaman 1dari 4

B.

Sistem Neurologi pada Anak

Status nutrisi yang optimal sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi
pada penyakit kritis. Pada anak dengan penyakit kritis sering terjadi defisit
makronutrien dan mikronutrien sehingga mengalami malnutrisi selama perawatan di
rumah sakit (Sovira & Yusuf 2019). Pasien yang masuk ke PICU Anak, prioritas utama
adalah menjaga stabilisasi susunan saraf pusat, respirasi, kardiovaskular, metabolik, dan
hematologi sehingga pemberian nutrisi diberikan jika semua keadaan tersebut sudah
stabil (Yuniar et al., 2016). Sistem saraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan
tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf
dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja
sistem saraf ialah sel saraf atau neuron. Sistem saraf sangat berperan dalam iritabilitas
tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup bisa menyesuaikan diri dan
menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi, iritabilitas yaitu
kemampuan menanggapi rangsangan. Ada tiga jenis sel saraf menurut fungsinya yaitu
(Daulay, 2017):

1) Sel Saraf Sensorik adalah sel saraf yang mempunyai fungsi menerima rangsang
yang datang kepada tubuh atau panca indra, dirubah menjadi impuls
(rangsangan) saraf, dan meneruskannya ke otak.
2) Sel Saraf Motorik adalah sel saraf yang mempunyai fungsi untuk membawa
impuls saraf dari pusat saraf (otak) dan sumsum tulang belakang menuju otot.
3) Sel Saraf Penghubung adalah sel saraf yang banyak terdapat di dalam otak dan
sumsum tulang belakang. Berfungsi untuk menghubungkan atau meneruskan
impuls (rangsangan) dari sel saraf sensorik ke sel saraf motorik.

Ketika bayi lahir, berat otaknya kurang lebih 350 gram; pada umur tiga bulan 500 gram;
satu tahun kurang lebih 700 gram; dua tahun 900 gram dan lima tahun 1100 gram. Berat
otak dewasa kurang lebih 1300 gram. Pada bayi dan anak-anak sistem saraf sedang
mengalami perkembangan dengan di ikutinya pertambahan usia dari anak tersebut tidak
jarang juga beberapa anak ada yang mengalami kelainan pada sistem saraf dikarenakan
adanya penyakit yang membuat sistem saraf tidak berkembang dengan normal. Pada
anak dan bayi kebanyakan gangguan sistem saraf dikarenakan perkembang otak yang
terganggu jadi menghambat dari fungsi otak sendiri yang menyebabkan anak terganggu
dati saraf motorik dan sensorik. Penyakit pada anak itu sendiri seperti Epilepsi,
Hidrosefalus, Cerebral Palsy dan Autisme (Daulay, 2017). Pada dewasa dengan usia
seseorang yang bertambah tua maka organ juga akan mulai berkurang fungsinya.
gangguan sistem saraf yang terjadi pada dewasa ialah seperti alzaimer dan stroke.
Karena adanya gangguan pada otak (Daulay, 2017).

Kurang gizi akan berdampak pada perkembangan otak dimana hubungan


tersebut juga berkaitan dengan kemampuan berpikir. Anak yang mengalami status gizi
kurang, secara langsung akan berpengaruh pada perkembangan motorik. Seribu hari
pertama kehidupan merupakan masa kritis bagi perkembangan saraf anak dan malnutrisi
merupakan kontributor utama gangguan perkembangan saraf anak. Perkembangan
motorik adalah keterampilan gerak secara yang melibatkan koordinasi otot, otak dan
saraf yang dikontrol pada bagian pusat motorik di otak. perkembangan motorik dengan
kategori tidak sesuai paling banyak terdapat pada balita stunting dengan persentase
52,9% jika dibandingkan dengan balita non-stunting 47,1%. Hal ini berkaitan dengan
perkembangan motorik yang mengalami masalah gizi yaitu stunting yang terjadi secara
kronis dapat berakibat pada perubahan dan fungsi dari perkembangan otak yaitu
menurunkan fungsi, jumlah sel saraf, struktur serta peran neurotransmitter. Jika terjadi
masalah gizi akan berdampak pada pusat gerak motorik tepatnya cerebellum otak
(Papotot & Salendu 2021).

Nutrisi juga berpengaruh pada fungsi kognitif otak. Studi pada tahun 2019 menemukan
adanya hubungan antara status gizi dan perkembangan kognitif anak. Gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Terpenuhinya kebutuhan gizi akan mengakibatkan perkembangan kognitif menjadi
baik. Jika terjadi kekurangan nutrisi pada anak maka akan terjadi kelemahan otot dan
tidak dapat melakukan aktivitas. Misalnya anak yang mengalami kurang energi-protein
yang dapat menghambat pertumbuhan dan rentan terhadap penyakit terutama penyakit
infeksi dan dapat mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan anak (Papotot &
Salendu 2021).

Pada Sindrom disfungsi organ multipel atau multiple organ dysfunction


syndrome (MODS) merupakan penanda beratnya penyakit pada pasien anak yang
dirawat di ruang rawat intensif ditandai dengan dua atau lebih disfungsi organ.
Disfungsi organ dapat dinilai dengan menggunakan skor Pediatric Logistic Organ
Dysfunction (PELOD). Saat ini digunakan skor PELOD-2 untuk menilai beratnya
disfungsi organ pada anak dengan penyakit kritis yang dirawat di ruang intensif anak,
yaitu dengan menggunakan indikator klinis dan pemeriksaan laboratorium sehingga
dapat dinilai luarannya. Disebutkan bahwa terdapat lima sistem organ dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang baik (Sn 97,4 % dan Sp 99,5%) dan dapat digunakan
sebagai penanda disfungsi organ. Organ tersebut adalah kardiovaskular, respiratorik,
hematologi, renal dan hepatik. Hal tersebut berhubungan kuat dengan mortalitas adalah
susunan saraf pusat, respirasi dan kardiovaskular (Sovira & Yusuf 2019).

Status epileptikus merupakan kondisi emergensi di bidang neurologi yang


berkaitan dengan tingginya angka kematian dan kecacatan jangka panjang. NCSE
merupakan terminologi yang digunakan pada kondisi dimana didapatkan aktivitas
seizure pada gambaran EEG, tetapi didapatkan gejala klinis berupa nonconvulsive
seizure. NCSE dapat muncul secara primer sebagai bentuk respon epileptik dari otak
dimana tergantung pada tingkat perkembangan dari otak, ada atau tidaknya
encephalopaty, tipe sindrome epilepsi dan lokasi anatomis dari aktivitas epileptik.
Lebih dari separo pasien status epileptikus pada anak-anak terjadi karena demam atau
infeksi sebelumnya (Pramesti et al., 2017)

C. Sistem Kardiovaskular

Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk


oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel
kanan dan kiri. Pada jantung normal, terdapat jaringan yang mempunyai tugas khusus
untuk membentuk dan menyebarluaskan impuls listrik yang disebut dengan system
konduksi. Anak kecil memiliki cadangan jantung yang lebih sedikit dan curah jantung
yang bergantung pada kecepatan. Mereka kurang mentolerir depresi kontraktilitas
miokard dan perubahan resistensi vaskular sistemik atau volume sirkulasi selama
anestesi. Kontrol parasimpatis utama jantung sering menghasilkan bradikardia dan efek
merusak pada bayi baru lahir dan bayi muda dalam menanggapi beberapa rangsangan
berbahaya dan otonom. Bayi baru lahir rentan terhadap hipoksia karena tingkat HbF
yang lebih tinggi dalam darah mereka, yang menyebabkan pengiriman oksigen lebih
sedikit di tingkat jaringan meskipun memiliki tingkat hemoglobin yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, ahli anestesi perlu menghargai karakteristik unik dari fisiologi
pernapasan dan kardiovaskular pada anak kecil, terutama pada neonatus dan bayi, dan
merumuskan rencana anestesi yang aman dan efektif untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas perioperatif pada anak (Latief et al., 2012).

Referensi

1. Papotot, G. S., Rompies, R., & Salendu, P. M. (2021). Pengaruh Kekurangan


Nutrisi Terhadap Perkembangan Sistem Saraf Anak. Jurnal Biomedik: JBM,
13(3), 266-273.
2. Daulay, N. (2017). Struktur Otak dan Keberfungsiannya pada Anak dengan
Gangguan Spektrum Autis: Kajian Neuropsikologi. Buletin Psikologi, 25(1),
hlm: 11–25. https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.25163
3. Sovira, N., Ismi, J., Trisnawati, Y., Lubis, M., & Yusuf, S. (2019). Profil
Penyakit Kritis di Ruang Rawat Intensif Anak RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh.
4. Yuniar, I., Latief, A., Devaera, Y., & Fitrianti, S. (2016). Pemberian Nutrisi
pada Pasien dengan Penyakit Kritis di Ruang Perawatan Intensif Anak RS. Cipto
Mangunkusumo. Sari Pediatri, 16(4), 254-9.
5. Pramesti, F. A., Husna, M., Kurniawan, S. N., & Rahayu, M. PENEGAKAN
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA NONCONVULSIVE STATUS
EPILEPTIKUS (NCSE) DIAGNOSIS AND MANAGEMENT OF
NONCONVULSIVE STATUS EPILEPTICUS (NCSE).
6. Latief, A., Tridjaja, B., Windiastuti, E., Irfan, E. B., Pusponegoro, H. D.,
Susanto, I., Mangunatmadja, I., Trisniyanti, I., Djer, M. M., Kadim, M., Advani,
N., Kaswandani, N., Trihono, P. P., D., P. G., Rohsiswatmo, R., Kaban, R. K.,
Dewi, R., Sitorus, R., & Munasir, Z. (2012). Kegawatan pada Bayi dan Anak. In
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN LXI: Kegawatan pada
Bayi dan Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.

Anda mungkin juga menyukai