Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL SKRIPSI

PEMANFAATAN SLAG BAJA DALAM MENINGKATKAN


MUTU SUBGRADE PADA JALAN DI SICANANG

Diajukan Oleh:

Mispa Saymaranta Ginting


NIM :1905131019

PROGRAM STUDI
TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
MEDAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI

PEMANFAATAN SLAG BAJA DALAM MENINGKATKAN


MUTU SUBGRADE PADA JALAN DI SICANANG

Diajukan Oleh:

Mispa Saymaranta Ginting


1905131019

Medan, Maret 2023

Menyetujui:
Dosen Pembimbing

Rasdinanta Tarigan, S.T., M.T.


NIP. 19771124 200501 1 003

Mengetahui:

Ketua Jurusan, Kepala Program Studi,

Marsedes Purba, B.Sc.,Ci.Eng., M.Sc. Sopar Parulian, S.T., M.T.


NIP. 19631011 199303 1 001 NIP. 19631023 198811 1 001

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Skripsi ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan proposal ini yaitu
sebagai bentuk pertanggungjawaban penulis atas judul yang diajukan. Penulisan
dan penyusunan laporan ini terdapat beberapa kendala dan halangan. Atas
terselesaikannya proposal skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Abdul Rahman, S.E., Ak., M.Si, selaku Direktur Politeknik Negeri
Medan;
2. Bapak Marsedes Purba, B.Sc., Ci.Eng., M.Sc., selaku Ketua Jurusan Teknik
Sipil Politeknik Negeri Medan;
3. Bapak Sopar Parulian, S.T., M.T., selaku Kepala Program Studi Teknik
Perancangan Jalan dan Jembatan Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Medan;
4. Bapak Rasdinanta Tarigan, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing skripsi;
5. Bapak Dr. Darman F. Saragih, Dipl. Ing, M.T. selaku wali kelas TPJJ-8B;
6. Orang tua dan saudara yang telah memberi dukungan;
7. Seluruh rekan TPJJ angkatan 2019
8. Semua pihak yang berperan dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat
saya sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Karena itu, penulis menerima berbagai macam kritik, saran, dan
masukan yang dapat membangun demi perbaikan untuk penulisan berikutnya.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, maret 2023

Mispa Saymaranta Ginting


NIM : 1905131019

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ....................................................................................... 2
1.4 Tujuan Skripsi .......................................................................................... 2
1.5 Manfaat Skripsi ........................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 4
2.2 Landasan Teori ......................................................................................... 4
2.2.1 Tanah ................................................................................................. 4
2.2.2 Tanah Lempung ................................................................................ 7
2.2.3 Slag (Terak) Baja .............................................................................. 7
2.2.4 Stabilisasi Tanah ............................................................................... 9
2.2.5 Pengujian Laboratorium .................................................................. 10
BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................... 17
3.1 Metode Penelitian ................................................................................... 17
3.2 Data Penelitian ....................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Batasan-batasan Ukuran Golongan Tanah ......................................................... 6
Tabel 2. 2 Karakteristik Slag .............................................................................................. 8

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Diagram Fase Tanah ...................................................................................... 5


Gambar 2. 2 Diagram Alir Penelitian ............................................................................... 18

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah merupakan material utama dalam dunia konstruksi karena semua
bangunan akan bertumpu pada tanah. Tetapi tidak semua tanah baik
digunakan dalam bidang konstrksi, sebab ada beberapa jenis tanah yang
bermasalah baik dari segi daya dukung tanah dimana daya dukung terkait
dengan kuat geser tanah dan stabilitas tanah yang terkait dengan deformasi
atau penurunan tanah. Salah satu fungsi tanah dalam bidang konstruksi yaitu
sebagai tanah dasar (subgrade).
Lapisan tanah dasar (subgrade) merupakan tahapan awal dari pembangunan
suatu konstruksi jalan. Subgrade memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap konstruksi yang ada di atasnya. Seperti pada jalan raya, lapisan tanah
dasar mendukung sepenuhnya lapis pondasi bawah, lapis pondasi atas, lapis
permukaan serta lapis perkerasan. Dari berbagai fungsi diatas dapat dikatakan
bahwa lapisan tanah dasar merupakan penahan dan yang mendukung seluruh
konstruksi jalan, serta beban lain yang melintas diatasnya walaupun tidak
berinteraksi secara langsung.
Tanah dasar selain berfungsi sebagai pondasi awal suatu perkerasan di
samping harus mempunyai kekuatan atau daya dukung terhadap kendaraan,
juga harus memiliki stabilitas volume akibat pengaruh lingkungan terutama
air. Lapisan tanah dasar yang memiliki stabilitas yang rendah akan
menyebabkan perkerasan mudah untuk mengalami kerusakan. Dengan
demikian lapisan tanah dasar mempunyai peranan penting terhadap umur
pelayanan suatu konstruksi.
Kekuatan lapisan tanah dasar (subgrade) juga mempengaruhi suatu konstruksi
jalan secara ekonomi, dikarenakan lapisan tanah dasar memberikan pengaruh
terhadap ketebalan lapis perkerasan. Oleh karena itu, lapisan tanah dasar
merupakan hal yang harus diperhitungkan terlebih dahulu sebelum
merencanakan suatu konstruksi jalan.
Salah satu jenis tanah yang banyak digunakan untuk tanah dasar (subgrade)
yaitu tanah lempung. Pada umumnya tanah lempung bersifat plastis pada
kadar air sedang, maka dalam keadaan kering lempung sangat keras dan tidak
mudah dikelupas hanya dengan jari sehingga tanah lempung dikategorikan
sebagai tanah yang tidak stabil. Selain memiliki daya dukung yang rendah
juga memiliki penurunan yang sangat besar serta permeabilitas yang sangat
rendah, sehingga sering terjadi masalah apabila jenis tanah ini menerima
beban yang cukup besar. Maka dari itu dibutuhkan suatu metode perbaikan
tanah yang dapat mengatasi permasalahan tersebut, sehingga tanah dengan
karakteristik yang kurang baik mampu dimanfaatkan dengan lebih baik guna
memenuhi kebutuhan konstruksi.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, semakin banyak metode
yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah lempung dengan
tingkat kembang susut tinggi. Salah satu metode yang sering digunakan
adalah stabilisasi tanah. Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan

1
bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah tertentu atau dapat
pula berarti usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah
tertentu agar memenuhi syarat teknis tertentu. Pada umumnya, perbaikan
tanah dapat dilakukan dengan cara mekanis, fisik, dan kimiawi.
Cara mekanis adalah perbaikan tanah yang dilakukan tanpa penambahan
bahan-bahan lain, perubahan sifat teknis tanah dapat diperbaiki dengan cara
mengurangi volume tanah dan mengganti nya dengan tanah yang lebih baik
dan dipadatkan. Perbaikan tanah secara fisik merupakan perbaikan yang
menggunakan bahan campuran seperti kapur, semen, abu sekam padi, slag
baja, dan bahan campur lainnya. Sedangkan secara kimiawi adalah dengan
memanfaatkan reaksi kimia dengan tanah sehingga tanah tersebut menjadi
keras.
Pada penelitian ini, penulis melakukan stabilisasi tanah dengan cara fisik,
yaitu menggunakan bahan tambah (additive) berupa terak (slag) baja. Slag
baja adalah suatu limbah yang berasal dari proses peleburan bijih dan/atau
logam besi dan baja. Slag baja memiliki sifat fisik keras karena didominasi
oleh oksida. Oksida – oksida logam yang membentuk slag berasal dari logam
– logam pengotor pada komposisi bijih. Pemanfaatan slag baja sudah banyak
dilakukan untuk berbagai aplikasi, mulai dari konstruksi, pengolahan air
limbah, pupuk, perbaikan tanah, sampai proses pembuatan semen.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini, antara lain:
1. Bagaimana pengaruh penambahan variasi slag baja terhadap berat isi
kering maksimum (ɤdry maximum) dan kadar air optimum (OMC)?
2. Bagaimana pengaruh penambahan variasi slag baja terhadap nilai CBR
(California Bearing Ratio)?

1.3 Batasan Masalah


Untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini maka dilakukan pembatasan
masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Dalam penelitian ini, sampel tanah yang diuji adalah tanah lempung yang
diambil dari Pulau Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Sumatera
Utara.
2. Pengujian Unsur kimia dari slag baja
3. Pengujian abrasi slag baja
4. Pelaksanaan stabilisasi tanah di lapangan
5. Variasi campuran slag baja yaitu 0%, 5%, 10%, dan 15%
6. Pengambilan sampel slag baja berasal dari PT Growth Sumatra Industry
7. Pengujian dilakukan di Lab mekanika tanah, Jurusan Teknik sipil,
Politeknik Negeri Medan.

1.4 Tujuan Skripsi


1. Untuk menganalisis pengaruh penambahan variasi slag baja terhadap berat
isi kering maksimum (ɤdry maximum) dan kadar air optimum (OMC)
2. Untuk menganalisis pengaruh penambahan variasi slag baja terhadap nilai
CBR (California Bearing Ratio)

2
1.5 Manfaat Skripsi
Adapun manfaat dari skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh dari slag baja pada lapisan tanah dasar
(subgrade) terhadap nilai berat isi kering maksimum, kadar air optimum
serta nilai CBR yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk digunakan
dasar perhitungan untuk suatu perencanaan pembangunan konstruksi jalan
2. Sebagai sumber referensi bagi pihak yang berkepentingan
3. Sebagai syarat kelulusan untuk mendapat gelar Sarjana Terapan (S. Tr.T.)
di Politeknik Negeri Medan

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Debby Endriani (2012), melakukan penelitian penambahan abu cangkang
sawit terhadap daya dukung dan kuat tekan pada tanah lempung yang ditinjau
dari uji CBR Laboratorium. Pada penelitian ini digunakan tanah lempung
yang berasal dari Pulau Sicanang, Belawan, Deli Serdang. Peneliti
menggunakan metode pengujian laboratorium dengan mencampurkan bahan
uji tanah dengan abu cangkang sawit dengan persentase 0%, 6%, dan 9%.
Berdasarkan hasil pengujian, CBR pada tanah asli yaitu 2,27% (CBR
unsoaked) dan 2,00% (CBR soaked). Namun setelah penambahan campuran
abu cangkang sawit sebanyak 6%, nilai CBR naik menjadi 4,77% (CBR
unsoaked) dan 2,40% (CBR soaked). Peningkatan nilai CBR paling efektif di
6% abu cangkang sawit. Terjadi penurunan CBR pada penambahan persentase
abu cangkang sawit 9% akibat pembebanan yang diberikan semakin
berkurang yaitu menjadi 4,20% (CBR unsoaked) dan 2,20% (CBR soaked).
Pada penelitian tersebut didapatkan nilai CBR tanah asli sangat rendah yaitu
2,27%. Dengan nilai CBR yang sangat rendah maka akan menyebabkan
konstruksi jalan akan cepat rusak karena kondisi tanah dasar yang tidak bagus.
Selain itu, dengan penambahan bahan additive abu cangkang sawit, nilai CBR
hanya meningkat sedikit yaitu menjadi 4,77%. Dengan nilai CBR yang masih
tergolong rendah dengan daya dukung tanah yang jelek, sangat
memungkinkan akan terjadinya kerusakan yang lebih pada konstruksi jalan
dimasa yang akan datang.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefenisikan sebagai material


yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan
organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair
dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat
tersebut (Das,1995). Tanah juga didefenisikan sebagai akumulasi partikel
mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang
terbentuk karena pelapukan dari batuan (Craig,1989).
Butiran-butiran mineral yang membentuk bagian padat dari tanah merupakan
hasil pelapukan dari batuan. Ukuran setiap butiran padat tersebut sangat
bervariasi dan sifat-sifat fisik dari tanah banyak tergantung dari faktor-faktor
ukuran, bentuk, dan komposisi kimia dari butiran.
Tanah memiliki 3 komponen yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara
dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat
mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran

4
sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut
terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian.

Gambar 2. 1 Diagram Fase Tanah

Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan


teknik sipil, di samping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi
dari bangunan. Jadi seorang ahli teknik sipil harus juga mempelajari sifat-sifat
dasar dari tanah, seperti asal usulnya, penyebab ukuran butir, kemampuan
mengalirkan air, sifat pemampatan bila (compressibility), kekuatan geser,
kapasitas daya dukung terhadap beban, dan lain-lain.
Ukuran dari partikel tanah adalah sangat beragam dengan variasi yang cukup
besar. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand),
lanau (slit), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partkiel yang paling
dominan pada tanah tersebut. Untuk menerangkan tentang tanah berdasarkan
ukuran-ukuran partikelnya, beberapa organisasi telah mengembangkan
batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah. Pada tabel ditunjukkan batasan-
batasan ukuran golongan jenis tanah yang dikembangkan oleh Massachussetts
Institute of Technology (MIT), U.S. Department of Agriculture (USDA),
American Association of State Highway and Transportation Officials
(AASHTO), dan oleh U.S. Army Corps of Engineers dan U.S. Bureau of
Reclamation yang kemudian menghasilkan apa yang disebut sebagai Unified
Soil Classification System (USCS). Pada tabel tersebut, sistem MIT diberikan
hanya untuk keterangan tambahan saja. Sistem MIT ini penting artinya dalam
sejarah perkembangan sistem batasan ukuran golongan jenis tanah. Pada saat
sekarang, sistem USCS telah diterima seluruh dunia. Sistem ini sekarang telah
dipakai pula oleh American Society of Testing and Materials (ASTM).
Kerikil (gravels) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-kadang
juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar, dan mineral-

5
mineral lain. Pasir (sand) sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan
feldspar. Butiran dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada
golongan ini. Lanau (silts) sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis
(berukuran sangat kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz
yang sangat halus, dan sejumlah partikel berbentuk lempengan-lempengan
pipih yang merupakan pecahan dari mineral-mineral mika. Lempung (clay)
sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis (tidak
dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang
berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari
mika, mineral-mineral lempung, dan mineral-mineral yang sangat halus
lainnya.

Tabel 2. 1 Batasan-batasan Ukuran Golongan Tanah

Ukuran butiran (mm)


Nama Kerikil Pasir Lanau Lempung
golongan

Massachusetts >2 2–0,06 0,06-0,002 <0,002


Institue of
Technology
(MIT)

U.S. >2 2-0,05 0,05-0,002 <0,002


Department of
Agriculture
(USDA)

American 76,2-2 2-0,075 0,075-0,002 <0,002


Association of
State
Highway and
Transportation
Officials
(AASHTO)

Unified Soil 76,2-4,75 4,75-0,075 <0,0075 <0,0075


Classification
System
(USCS)

Istilah pasir, lempung, lanau, dan sebagainya, selain digunakan untuk


menggambarkan ukuran partikel pada batas yang telah ditentukan, dapat juga
digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus, seperti istilah
“lempung” untuk jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis, dan “pasir”
untuk jenis tanah yang tidak kohesif dan tidak plastis.

6
2.2.2 Tanah Lempung

Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu


yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air.
Tanah lempung ada yang tergolong ekspansif dan non ekspansif.
Perbedaannya dapat terlihat secara kasat mata, pada saat musim kemarau,
tanah lempung ekspansif mengalami retak-retak poligonal yang tidak
beraturan pada permukaan tanah dan retakan tersebut menyebabkan rongga
yang cukup dalam. Sebaliknya, pada tanah lempung non ekspansif hanya
mengalami retak-retak pada permukaan tanpa rongga-rongga yang dalam.
(Grim,1953). Mineral-mineral lempung merupakan substansi Kristal yang
sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia pada
pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral lempung sangat
tipis, kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002 mm)
dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
Menurut Craig (1987), tanah lempung adalah mineral tanah sebagai
kelompok-kelompok partikel Kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm,
yang terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan yang salah satu
penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun alkali, dan
karbondioksida.
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut:
1. Ukuran butiran halus, kurang dari 0,002mm
2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi
6. Proses konsolidasi lambat

2.2.3 Slag (Terak) Baja

Slag adalah limbah padat bukan logam yang dihasilkan dari proses peleburan
logam pada tanur (furnace) dan merupakan kumpulan oksida dalam keadaan
lebur dan terpisah dari fasa logam cair selama proses peleburan. Limbah ini
berasal dari hasil residu pembakaran tanur tinggi yang dihasilkan oleh industri
peleburan baja, yang secara fisik menyerupai agregat. Oksida-oksida logam
yang membentuk slag berasal dari logam-logam pengotor pada komposisi
bijih. Dalam keadaan dingin, slag mempunyai sifat fisik keras karena
didominasi oleh oksida, seperti pada tabel memuat karakteristik fisik dari slag.

7
Tabel 2. 2 Karakteristik Slag

Karakteristik Aplikasi
Keras, tahan aus, adhesif, kasar
Agregat untuk konstruksi jalan
Berpori dan bersifat basa Pengolahan air limbah, bahan
komposit keramik gelas
Senyawa FeOx dan unsur Fe Proses recovery logam untuk
produksi baja
Senyawa-senyawa oksida (CaO, Bahan kinker semen, pupuk, dan
MgO, FeO, MgO, MnO, SiO2) bahan perbaikan tanah
Bahan baku semen (C3S, C2S) Produksi semen dan beton

Di Indonesia, slag baja masih digolongkan sebagai Bahan Berbahaya dan


Beracun (B3), setelah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
bersama dengan asosiasi baja melakukan penelitian bersama, seperti tertuang
dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 101 tahun 2014. Penggolongan ke
dalam material B3 ini mengakibatkan penggunaan slag baja menjadi
terkendala. Alih-alih memanfaatkan slag, yang terjadi justru penambahan
beban biaya opersional yang cukup signifikan, seperti harus penyediaan lahan
penyimpanan yang bisa mencapai 1 sampai 2 hektar, biaya penanganan dan
transportasi. Selain itu, karena statusnya sebagai B3, pengguna potensial tidak
berani mengambil resiko untuk memanfaatkan slag tersebut karena berpotensi
memunculkan konsekuensi hukum dan sosial.

Secara terpisah, Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia sesungguhnya


telah mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang pemanfaatan
slag, yaitu:
1. SNI 8378:2017 mengenai spesifikasi lapis pondasi dan lapis pondasi
bawah menggunakan slag
2. SNI 8379:2017 mengenai spesifikasi material pilihan menggunakan
slag untuk konstruksi jalan
3. SNI-6385-2016 spesifikasi semen slag untuk digunakan dalam beton
dan mortar.
Sejak puluhan tahun, slag sudah digunakan untuk berbagai aplikasi, misalnya
sebagai bahan baku semen, material beton, material badan jalan, atau material
timbunan di berbagai negara maju. Aplikasi yang cukup berbeda adalah
penggunaan slag sebagai pupuk tanaman. Sementara Korea Selatan
mengembangkan slag dalam berbagai teknologi teknik sipil, seperti
pengembangan material aspal dan beton. Pengembangan pemanfaatan material
slag ini tentu dapat terjadi melalui penanganan yang komprehensif yang
meliputi pelaksanaan penelitian serta kerja sama antar industri dan
pemerintah. Langkah komprehensif ini sangat penting untuk menghasilkan

8
kebijakan yang akan menentukan bahwa slag memang aman untuk
dimanfaatkan.

2.2.4 Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah merupakan usaha untuk memperbaiki sifat tanah secara teknis
dengan menggunakan bahan-bahan tertentu. Pekerjaan ini umumnya
dilakukan dengan mencampur tanah dengan jenis tanah lain sehingga gradasi
yang diinginkan bisa didapatkan. Selain itu, pencampuran tanah juga dapat
dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan buatan pabrik agar sifat-sifat
teknis dari tanah bisa lebih baik.
Stabilisasi tanah biasanya memiliki tujuan utama untuk mengubah sifat teknis
tanah itu sendiri, seperti sifat kompresibilitas, kapasitas dukung,
kemudahannya untuk dikerjakan, permeabilitas, sensitifitasnya terhadap
kadar air yang berubah, serta potensi pengembangannya. Untuk mencapai
tujuan tersebut, proses stabilisasi ini dapat dilakukan dengan cara paling
sederhana seperti pemadatan, hingga menggunakan teknik yang lebih efektif
dan juga memerlukan dana yang cukup besar, yakni dengan mencampur tanah
dengan pasir atau semen, grouting atau injeksi semen, abu terbang,
pemanasan dan lain sebagainya.
Dengan dilakukannya stabilisasi tanah, kualitas tanah akan semakin
meningkat. Lapisan tanah yang lebih stabil membuatnya dapat
mendistribusikan beban lebih jauh lagidengan lebih baik. Selain itu, tebal
lapisan tanah yang harus dibuat juga berkurang sehingga juga mengurangi
biaya pembangunan. Salah satu bagian dari proses stabilisasi tanah adalah
mempertimbangkan apakah kondisi tanah sudah cukup memenuhi syarat
sebagai lokasi pelaksanaan konstruksi. Apabila belum memenuhi syarat,
maka hal-hal yang diperlukan adalah pembongkaran tanah atau material yang
ada di lokasi kemudian menggantinya dengan yang lebih sesuai, dan
meningkatkan sifat tanah yang ada di lokasi sehingga dapat lebih baik dan
memenuhi syarat untuk dilaksanakannya konstruksi.
Terdapat 3 cara yang bisa dilakukan untuk menstabilisasi tanah, yaitu:
1. Stabilisasi secara mekanis
Cara ini dilakukan dengan mencampur dua atau lebih macam tanah
dengan gradasi berbeda sehingga materialnya menjadi lebih baik, kuat
dan memenuhi syarat. Cara ini bisa dilakukan dengan membongkar
tanah di lokasi, kemudian menggantinya dengan material yang lebih
memenuhi syarat.
2. Stabilisasi secara fisik
Cara ini dilakukan dengan menambahkan bahan tertentu pada tanah
agar dapat memenuhi syarat. Bahan yang ditambahkan biasanya dari
pabrik dan dicampurkan dengan perbandingan tepat sehingga

9
meningkatkan sifat tanah dan membuatnya lebih kuat serta memenuhi
syarat. Bahan tambah biasanya berupa kapur, semen, abu sekam, abu
vulkanik,limbah, dan lain-lain.
3. Stabilisasi secara kimiawi
Stabilisasi secara kimiawi adalah dengan memanfaatkan reaksi kimia
dengan tanah sehingga tanah tersebut menjadi keras.

2.2.5 Pengujian Laboratorium

Pengujian laboratorium merupakan pengujian yang dilakukan terhadap sampel


yang diperoleh di lapangan untuk menghasilkan data yang akan digunakan
untuk analisa. Jenis pengujian dibagi dalam dua garis yaitu pengujian sifat
fisis (Index Properties) dan sifat mekanis (Enginering Properties).

1. Pengujian Sifat Fisis (Index Properties)


a. Pengujian Kadar Air (Water Content)
Pengujian kadar air (Water Content) adalah penentuan angka
perbandingan antara berat air (Ww) dan berat tanah kering (Ws)
yang terkandung serta dinyatakan dalam persen. Tujuan dari
pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air tanah berdasarkan
material yang diperoleh di lapangan.
Kadar air tanah (w) dapat dinyatakan dalam persamaan:

( )

Keterangan:

W = Kadar air tanah

Ww = Berat air

Ws = Berat tanah kering

b. Pengujian Berat isi (Unit Weight Test)


Berat isi dari suatu masa tanah adalah perbandingan antara berat
total tanah terhadap isi total tanah, yang dinyatakan dalam notasi
ℽwet (gram/cm3). Berat isi tanah sangat berguna dalam
mengevaluasi tanah kohesif dan pengujiannya juga mudah.
Sedangkan pada tanah non kohesif pengujian berat isi tanah sedikit
agak sulit pelakasaaanya, kecuali jika tanah non kohesif tersebut
terletak sangat dekat dengan permukaan tanah.

10
Pelaksanaan pengujian ini menggunakan metode silinder tipis yan
dimasukan ke dalam tanah, sehingga tidak dapat dilakukan pada
jenis tanah berpasir lepas atau terdapat banyak kerikil.
Berat isi tanah pada umumnya dapat dikaitkan dengan sifat – sifat
teknis tertentu, seperti kekuatan dan komprebilitu. Dalam hal ini
dimna didapat benda uji yang asli (Undistrubed Samples), maka
diganti dengan benda uji yang terganggu (Distrubed Samples)
mempertahankan berat isi dan kadar air yang sesuai dengan
keadaan aslinya.
Berat isi dapat dinyatakan dengan persamaan:

Keterangan :

Volume cincin = 1/4π x d² x t

W1 = berat tanah basah

W2 = berat tanah kering

W = kadar air

ɤb = berat isi tanah basah

ɤd = berat isi tanah kering

c. Pengujian Berat jenis (Specific Gravity Test)


Pengujian berat jenis (Specific Gravity Test) untuk mendapatkan
nilai berat jenis yang dapat ditentukan dengan cara

11
membandingkan antara berat butir tanah dengan berat air pada
suhu standart. Pemeriksaaan ini dilakukan berdasarkan ASTM D
854 – 92, “Standard Test Method for Specific Gravity of Soil”.
Metoda ini digunakan pada contoh tanah dengan komposisi ukuran
partikel lebih kecil daripada saringan no. 4 (4.75 mm). Untuk
partikel dengan ukuran lebih besar dari saringan tersebut, prosedur
pelaksanaan mengacu pada “Test Method Specific Gravity and
Absorptionof Coarse Aggregat (ASTM C 127 – 88)”.
Berat jenis (Gs) dapat dinyatakan dengan persamaan di bawah ini:

( ) ( )
Keterangan:

Gs = Berat Jenis

W2 = Berat Piknometer + Berat tanah kering

W1 = Berat piknometer

W3 = Berat piknometer + tanah + air

W4 = Berat piknometer + air

W4' = W4 x Faktor koreksi suhu (K)

d. Pengujian Batas-Batas Atterberg (Atterberg Limit)


1) Pengujian Liqud Limit, Plastic Limit, dan Plasticity Index
Tanah memiliki beberapa keadaan tertentu yaitu keadaan cair
sampai beku. Keadaan yang paling penting adalah batas cair
dan plastis yang disebut sebagai batas atterberg. Batas cair
didefenisikan sebagai nilai kadar air tanah pada batas
maksimum. Kadar air pada saat Batas Cair (Liquid Limit=LL)
diperoleh dengan cara meletakkan pasta tanah dalam mangkuk
kuningan kemudian digores tepat ditengahnya dengan alat
penggores standar. Kemudian engkol pemutar digerakkan,
sehingga mangkuk naik turun dari ketinggian 0.4 inci (10 mm)
dengan kecepatan 2 drop/detik. Liquid limit dinyatakan sebagai
kadar air dari tanah yang dibutuhkan untuk menutup goresan
yang berjarak 0.5 inci (13 mm) sepanjang dasar contoh tanah
dalam mangkuk sesudah 25 pukulan.
Kadar air pada saat Batas Plastis (Plastic Limit=PL) ditentukan
dengan mengetahui secara pasti kadar air terkecil, dimana pasta

12
tanah dapat digulung hingga diameter 0.125 inci (3.2 mm)
tanpa mengalami keretakan. Sedangkan Indeks Plastisitas
(Plasticity Index=PI) diperoleh dari selisih nilai kadar air pada
saat Batas Cair (LL) dengan nilai kadar air pada saat Batas
Plastis (PL).

PI = LL – PL

Keterangan:
PI = Indeks Plastisitas
LL = Batas Cair (Liquid Limit
PL =Batas Plastis (Plastic Limit)

2) Pengujian Shrinkage Limit


Pengujian Shrinkage Limit adalah pengujian yang bertujuan
untuk mengetahui batas susut dalam tanah. Tanah akan
menyusut apabila air yang dikandungnya hilang perlahan
dalam tanah. Dengan hilangnya air terus menerus, tanah akan
mencapai suatu keseimbangan dimana penambahan kehilangan
air tidak mengurangi volume. Pengujian Shrikange Limit ini
dibagi atas dua pengujian yaitu secara linier dan volumetrik.
*Untuk pengujian volumetrik

SL = W- ((v₁ - v₂) / m₂)) x 100%

Keterangan:

W = Kadar air

v₁ = Volume tanah basah

v₂ =Volume tanah kering

m₂ =Berat tanah kering

*Untuk pengujian linier

SL= m₁ - (p₁ - p₂) x 100%

Keterangan:

m₁ = berat container + tanah basah

13
p₁ = panjang semua sampel tanah

p₂ = panjang sampel tanah setelah kering

e. Pengujian Analisa Saringan (Sieve Analysis)


Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan gradasi
butiran agregat yang dilakukan dengan cara menyaring sejumlah
sampel tanah dengan satu unit saringan berukuran 4,75mm (no.4)
hingga 0,0075mm (no.200). Saringan tersebut lalu digetarkan
dengan menggunakan sieve shaker machine. Setelah itu, berat
sampel yang tertahan pada tiap-tiap saringan ditimbang beratnya.
Lalu akan didapatkan persentase butiran yang lolos dari tiap-tiap
saringan.

2. Pengujian Sifat Mekanis (Engineering Properties)


a. Pengujian Kompaksi (Compaction Test)
Pengujian pemadatan di laboratorium ada dua metode, yaitu
pengujian pemadatan standar (Standard Proctor Test) dan
pengujian pemadatan Modified (Modified Proctor Test).
Pada Uji pemadatan Standar, tanah dipadatkan dalam sebuah
cetakan silinder bervolume 12,400 ft-lbf/ftᵌ. diameter cetakan
silinder tersebut 4 in (=10,16 cm). slama percobaan dilaboratorium,
cetakan itu dikelam pada sebuah pelat dasar dan di atasnya diberi
perpanjangan. Tanah dicampur air dengan kadar yang berbeda –
beda dana kemudian dipadatkan dengan menggunakan penumbuk
khusus. Berat penumbuk 5,5lb (= 2,5 kg) dan tinggi jatuh 12 in.
(=30,48cm). jumklah tumbukan tiap lapisan sebanyak 25 kali
dengan berat sampel yaitu 2,5 kg. prosedur pelaksanaan pemadatan
ini dilakukan untuk 3 (tiga) lapisan. Uji pemadatan standar
mengacu pada ASTM D-698 dan AASHTO T-99.
Pada Pengujian Pemadatan Modified, tanah dipadatkan dalam
sebuah cetakan silinder bervolume 56,000 ft-lbf/ft³. Diameter
cetakan silinder tersebut 4 in (=10,16 cm). Selama percobaan di
laboratorium, cetakan itu dikelam pada sebuah pelat dasar dan di
atasnya diberi perpanjangan. Tanah dicampur air dengan kadar
yang berbeda-beda dan kemudian dipadatkan dengan
menggunakan penumbuk khusus. Berat penumbuk 10lb (= 4,5 kg)
dan tinggi jatuh 18 in. (=45,72 cm). Jumlah tumbukan tiap lapisan
sebanyak 56 kali dengan berat sampel yaitu 5 kg. Prosedur
pelaksanaan pemadatan ini dilakukan untuk 5 (lima) lapisan. Uji
Pemadatan Standar mengacu pada ASTM D-698 dan AASHTO T-
99.

14
Persiapan Benda Uji Pengujian Pemadatan Modified:
1) Bila contoh tanah yang diterima dari lapangan masih dalam
keadaan lembab, keringkan contoh tersebut sehingga menjadi
gembur. Pengeringan dapat dilakukan dengan menjemurnya di
udara bebas atau dengan alat pengering lain seperti oven
dengan suhu tidak lebih dari 60.
2) Kemudian gumpalan – gumpalan tanah tersebut di tumbuk tetapi
butir aslinya tidak pecah.
3) Tanah yang sudah gembur disaring dengan saringan 4,75 mm
atau No.4.
4) Dalam pengujian ini benda uji dibagi menjadi 5 bagian dimana
masing – masing bagian dimasukkan ke dalam kantong plastic
dan ditimbang seberat 5 kg atau 5,5 kg dan dari masing –
masing bagian tersebut di campur air dengan kadar air yang
berbeda dan diaduk sampai merata.
5) Penambahan air diatur sehingga didapat benda uji perbedaan
kadar air dari benda uji masing – masing 1-3%.
6) Masing – masing benda uji dimasukkan ke dalam kantong
plastik dan sesuai dengan jenis tanahnya harus disimpan selama
0 jam (kerikil,pasir),3 jam (kerikil, pasir
kelanauan/kelempungan); 12 jam (lanau); 24 jam (lempung).
Pengujian pemadatan tanah baik dengan Uji Pemadatan Standar
maupun Uji Pemadatan Modified memiliki dua parameter penting,
yaitu Berat Isi Kering Maksimum dan Kadar Air Optimum (w opt).
b. Pengujian CBR Laboratorium
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan CBR (California
Bearing Ratio) tanah dan campuran tanah agregat yang dipadatkan
di laboratorium pada kadar air tertentu. CBR laboratorium ialah
perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan
standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama.
CBR merupakan nilai kekuatan tanah dalam satuan persen yang
menjadi salah satu parameter dalam perencanaan suatu kontruksi.
Pengujian laboratorium dilakukan dalam dua acara yaitu:
1) CBR laboratorium rendaman (Soaked)
Pengujian CBR dengan rendaman dilakukan selama 4 hari dan
bertujuan untuk membuat tanah jenuh air. Pelaksanaan
pengujian dengan metode tersebut lebih sulit dan
membutuhkan waktu dan biaya yang relatif besar.
2) CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked)
Pengujian CBR tanpa rendaman dilakukan langsung setelah
tanah dipadatkan untuk pengujian. Pengujian dengan metode

15
ini biasanya menghasilkan nilai CBR yang lebih besar
dibandingkan CBR rendaman.
Nilai CBR diperoleh dengan cara:
1) Menyusun tabel dan grafik hasil pengujian
2) Melakukan perhitungan hasil uji dengan menggunakan rumus.
Menurut Soedarmo G.D dan Purnomo S.J.E (1997).
Ada dua macam pengukuran CBR dengan rumus, yaitu:
 Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 2.5 mm (0.1 inchi)
terhadap penertrasi standar yang besarnya 13.50 kg/cm², Nilai
CBR = (P1 dalam kg/cm²)
 Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 5 mm (0.2
inchi ) terhadap penetrasi standar yang besarnya 20.00
kg/cm², Nilai CBR = (P2/20.00) x 100% (P2 dalam kg/cm²)

16
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode penelitian yang penulis lakukan dalam penelitian menggunakan
metode eksperimen, yang dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah,
Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Medan. Penelitian ini dilakukan pada
sampel tanah asli yang berasal dari Pulau Sicanang dengan penambahan slag
baja dengan variasi campuran yang telah ditentukan.
Pada penelitian ini, diarahkan untuk menilai keberhasilan manfaat, kegunaan
dan kelayakan penelitian yang mengacu pada prosedur ilmiah yang sistematis.
Tahap – tahap penelitian ini meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan uji
laboratorium, dan analisis hasil uji laboratorium.
3.2 Data Penelitian
Data – data penelitian yang digunakan dalam pembuatan dan penyusunan
penelitian skripsi ini, secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti. Dalam laporan ini data primer yang digunakan
adalah:
a. Data hasil pengujian berat isi (Unit Weight)
b. Data hasil pengujian kadar air (water Content Test)
c. Data hasil pengujian berat jenis (Specific Gravity Test)
d. Data hasil pengujian konsistensi atterberg (Atterberg Limit Test)
e. Data hasil pengujian kompaksi (Compaction Test)
f. Data hasil pengujian CBR laboratorium
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang dipakai dalam pembuatan
dan penyusunan laporan ini yang dapat diperoleh dari teks book, internet,
artikel di dalam sebuah jurnal, dan berbagai informasi lainnya.

17
Mulai

Studi Literatur

Pengambilan sampel
tanah dan slag baja

Pengujian index properties


campuran tanah dengan slag baja
1. Uji kadar air
2. Uji berat jenis
3. Uji berat isi
4. Uji batas-batas limit

Pembuatan Benda Uji Dengan


Kombinasi Campuran
Tanah Lempung + 0% slag baja

Tanah Lempung + 5% slag baja

Tanah Lempung + 10% slag baja

Tanah Lempung + 15% slag baja

Uji Compaction dan CBR

Pengolahan dan
analisa data

Aplikasi

Kesimpulan dan saran

selesai
Gambar 2. 2 Diagram Alir Penelitian

18
DAFTAR PUSTAKA

19

Anda mungkin juga menyukai