Anda di halaman 1dari 72

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32

TAHUN 2013 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN


DI SMA NEGERI 1 BENGALON
KABUPATEN KUTAI TIMUR

HASIL PENELITIAN SKRIPSI

Diajukan Guna Memahami Persyaratan Memproleh


Gelar Sarjana Strata 1

Oleh
Deisy Rahmawaty Syafi’i
NIM:1502015036

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................8

BAB II KERANGKA DASAR TEORI


2.1 Teori dan Konsep............................................................................................ 9
2.1.1 Kebijakan Publik...................................................................................9
2.1.1.1 Pengertian Kebijakan Publik...................................................10
2.1.1.2 Tahap-Tahap Kebijakan.......................................................... 11
2.1.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik............................ 14
2.1.1.4 Model-model Imlementasi Kebijakan.....................................16
2.1.1.5 Faktor Pendukung Keberhasilan Implementasi...................... 24
2.1.3 Pendidikan........................................................................................... 27
2.1.3.1 Pengertian Pendidikan............................................................ 29
2.1.3.2 Jenjang Pendidikan................................................................. 29
2.1.4Standar Nasional Pendidikan................................................................30
2.1.4.1 Standar Pendidik dan Tenaga kependidikan........................... 33
2.1.4.2 Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan.............................. 35
2.2 Definisi Konsepsional................................................................................... 37

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian..............................................................................................38
3.2 Fokus Penelitian............................................................................................ 38
3.3 Jenis dan Sumber Data.................................................................................. 39
iii
3.4 Teknik Pengumpulan Data............................................................................ 40
3.5 Teknik Analisis Data....................................................................................41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................... 46
4.1.1 Kabupaten Kutai Timur............................................................. 46
4.1.2 Kecamatan Bengalon................................................................. 47
4.1.3 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon............................. 48
4.1.3.1 Visi Misi SMAN 1 Bengalon......................................... 48
4.1.3.2 Keadaan Murid SMAN 1 Bengalon............................... 49
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan........................................................50
4.2.1 Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
Tentang Standar Nasional Pendidikan........................................50
4.2.1.1 Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan..................51
4.2.1.2 Standar Sarana dan Prasarana.........................................56
4.2.2 Faktor Penghambat Implementasi Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan
di SMAN 1 Bengalon................................................................. 59

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................... 61
5.2 Saran....................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

1.1 Data Sekolah Kecamatan Bengalon Jenjang SMA dan


SMK...............................................................................................4
4.1 Keadaan Murid SMAN 1 Bengalon.............................................49
4.2 Keadaan Guru dan Pegawai SMAN 1 Bengalon 2022................ 52
4.3 Profil Guru SMAN 1 Bengalon................................................... 53
4.4 Keadaan Sarana dan Prasarana SMAN 1 Bengalon.....................56

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

2.1 Tahap-Tahap Kebijakan Publik...................................................... 12


3.1 Komponen Analisis Data Model Interaktif.....................................40

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi saat ini menimbulkan kompetisi di berbagai bidang baik

ekonomi, politik, budaya, sosial dan sebagainya. Kondisi seperti ini menuntut

masyarakat untuk menyadari segala kemampuan yang dimilikinya agar mampu

menghadapi tantangan tersebut. Sumbangan kemampuan dan kreativitas

merupakan salah satu faktor yang dapat merubah kehidupan masyarakat menjadi

lebih baik. Oleh karena itu, saat ini diperlukan adalah bagaimana menciptakan

kehidupan yang lebih baik melalui manusia yang berkualitas. Manusia yang

berkualitas tersebut meliputi aspek fisik, mental maupun spiritual.

Membahas mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang

peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan

proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari

pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah

telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha

pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, yang dimaksud dengan

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,


2

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sekolah merupakan salah satu sarana untuk membangun masyarakat.

Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agen perubahan masyarakat bahkan dunia.

Manusia yang diharapkan saat ini adalah manusia yang mampu mengembangkan

keseluruh potensi yang dimilikinya. Gambaran manusia yang seutuhnya tersebut

telah dirumuskan di dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem pendidikan nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggu jawab.

Untuk operasionalnya, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut masih

memerlukan penjabaran, dan salah satu penjabarannya tersebut tertuang dalam

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Kemudian peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 diganti dengan

peraturan pemerintah nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Perubahan peraturan ini dilakukan untuk menyelaraskan dengan dinamika

perkembangan masyarakat, lokal, nasional dan global guna mewujudkan fungsi

dan tujuan pendidikan nasional. Peraturan ini mengatur kembali standar

kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian serta

kurikulum.
3

Pada Peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 pasal 2, lingkup standar

nasional pendidikan meliputi Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi

Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan

Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian

Pendidikan.

Standar Nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan

pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan

nasional yang bermutu. Standar Nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu

pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional

Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai

dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

Dengan adanya Standar Nasional Pendidikan, seharusnya kinerja sekolah

dalam mengelola pendidikan dapat lebih efektif dan efisien. Namun realitanya

masih banyak sekolah-sekolah yang belum mencapai standar yang telah

ditetapkan.

Di Kecamatan Bengalon terdapat 1 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 3

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Menurut data sekolah Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Dasar dan Kebudayaan

jumlah sekolah menengah atas di Kecamatan Bengalon terdapat dalam tabel

berikut:
4

Tabel 1.1
Data Sekolah Kec. Bengalon Jenjang SMA dan SMK
Nama R R R
NO Status Akreditasi PD RB Guru Pegawai
Sekolah Kelas Lab Perp
us
SMAN 1
1. Negeri A 367 12 19 9 11 5 1
Bengalon

2. SMKN 1 Negeri A 529 15 27 8 15 2 1


Bengalon

3. SMKN 2 Negeri B 138 6 14 7 6 1 1


Bengalon

SMKS Al
4. Swasta C 65 3 6 4 5 1 1
Kautsar

Bengalon

Sumber: Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah Kecamatan Bengalon 2022

Berdasarkan tabel di atas, SMAN 1 Bengalon mempunyai status negeri

dengan 367 peserta didik, 12 rombongan belajar, 19 orang guru, 9 orang pegawai,

11 ruang kelas, 5 ruang laboratorium dan 1 ruang perpustakaan. SMKN 1

Bengalon mempunyai status negeri dengan 529 peserta didik, 15 rombongan

belajar, 27 orang guru, 8 orang pegawai, 15 ruang kelas, 2 ruang laboratorium dan

1 ruang perpustakaan. SMKN 2 Bengalon mempunyai status negeri dengan 138

peserta didik, 6 rombongan belajar, 14 orang guru, 7 orang pegawai, 6 ruang

kelas, 1 ruang laboratorium dan 1 ruang perpustakaan. SMKS AL Kautsar

Bengalon mempunyai status swasta dengan 65 peserta didik, 3 rombongan belajar,

6 orang guru, 4 orang pegawai, 5 ruang kelas, 1 ruang laboratorium dan 1 ruang

perpustakaan.
5

Dari 4 sekolah di atas, SMA Negeri 1 Bengalon merupakan satu-satunya

Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ada di Kecamatan Bengalon. SMA Negeri 1

Bengalon telah terakreditasi A, namun masih mempunyai masalah seperti sarana

dan prasarana pembelajaran yang menjadi kendala yang dihadapi sekolah seperti

yang terlihat tabel di atas bahwa SMAN 1 Bengalon mempunyai 12 rombongan

belajar sedangkan ruang kelas hanya ada 11 ruangan dan tidak sesuai dengan

Peraturan Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 yaitu

banyak minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan kelas. Sehingga

kompetensi siswa sulit dicapai karena ruang kelas merupakan lokasi aktivitas

utama siswa. Selain itu juga alat-alat di laboraturium kimia, fisika dan biologi

yang sudah tidak memadai seperti beberapa alat yang sudah berkarat dan pecah

sehingga kegiatan praktek para siswa terbatas dalam menggunakan alat-alat untuk

menunjang proses pembelajaran.

Dari tabel di atas juga menunjukkan minimnya pendidik di SMA Negeri 1

Bengalon yang hanya mempunyai 19 orang pendidik, sedangkan SMA Negeri 1

Bengalon mempunyai mata pelajaran diantaranya sebagai berikut:

a. Mata pelajaran wajib yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, Matematika, Sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia, Bahasa

Inggris, Seni budaya, Prakarya, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

dan Bimbingan Konseling

b. Peminatan Matematika dan Sains yaitu Biologi, Fisika, Kimia dan Matematika
6

c. Peminatan Sosial yaitu Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Antropologi dan

Ekonomi.

Kurangnya pendidik sehingga beberapa guru harus mengajar 2 mata

pelajaran berbeda yang membutuhkan kompetensi yang berbeda pula di setiap

mata pelajaran, sehingga tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 16 Tahun 2007 yang mengatur tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Guru dimana untuk kualifikasi akademik guru

SMA/MA adalah harus memiliki kualifikasi akademik minimum diploma empat

(D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang

diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

Apa yang telah disebutkan diatas membuat peneliti berkeinginan untuk

mengamati Standar Nasional Pendidikan melalui pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan di SMA

Negeri 1 Bengalon. Kemudian untuk membatasi penelitian maka dari 8 Standar

Nasional Pendidikan yang telah di tetapkan, penulis akan menetapkan 2 Standar

Nasional Pendidikan sebagai dasar fokus yang akan peneliti lakukan antara lain:

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan dan juga Standar Sarana dan

Prasarana. Penulis menyadari bahwa sebagai peraturan yang telah ditetapkan,

masih banyak kendala yang dihadapi dalam meningkatkan pendidikan, sehingga

pelaksanaan peraturan pemerintah tersebut belum berjalan secara optimal.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Implementasi Peraturan


7

Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan di

SMA Negeri 1 Bengalon Kabupaten Kutai Timur”.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah merupakan tidak sesuainya dari apa yang seharusnya dengan apa

yang sebenarnya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah

dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013

Tentang Standar Nasional Pendidikan di SMA Negeri 1 Bengalon Kabupaten

Kutai Timur?

2. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam implementasi Peraturan

Pemerintah nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikandi

SMA Negeri 1 Bengalon Kabupaten Kutai Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan di SMA Negeri 1 Bengalon

Kabupaten Kutai Timur.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam Implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional

Pendidikan di SMA Negeri 1 Bengalon Kabupaten Kutai Timur.


8

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri

maupun para pembaca yang menggunakannya. Berikut manfaat dari penelitian ini

yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis tentang pelaksanaan

peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 TentangStandar Pendidikan

Nasional di SMA Negeri 1 Bengalon Kabupaten Kutai Timur secara luas.

b. Bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam penelitian yang

lebih luas di masa yang akan dating.

c. Bermanfaat bagi penulis sebagai pengalaman menulis dan berpikirilmiah

2. Manfaat Praktis

a. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih

lanjut bagi Instansi terkait dalam hal ini adalah sekolah SMA Negeri 1

Bengalon tentang implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau literatur bagi

para peneliti lainnya untuk mengkaji lebih jauh Peraturan Pemerintah

Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidika


BAB II

KERANGKA DASAR TEORI

2.1 Teori dan Konsep

Dalam setiap penulisan ilmiah tidak terlepas dari penggunaan teori dan konsep

yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Hal ini dimaksudkan agar

penelitian yang dilakukan akan memberikan arah yang jelas dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Schindler (Sugiyono

2006:59) mengemukakan bahwa teori adalah seperangkat konsep, definisi dan

proporsi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk

menjelaskan suatu fenomena.

Lalu Haditono (Sugiyono 2006:59) menyatakan bahwa suatu teori akan

memperoleh arti yang penting bila lebih banyak dapat melukiskan, menerangkan

dan meramalkan gejala yang ada.

Berkaitan dengan judul skripsi ini yaitu Implementasi Peraturan Pemerintah

Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan di SMA Negeri 1

Bengalon Kabupaten Kutai Timur, maka penulis menyajikan beberapa teori

pendukung dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

2.1.1 Kebijakan Publik

Kebijakan publik dipahami sebagai salah satu upaya pemerintah yang dibuat

dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya, dalam wujud


10

pengaturan ataupun keputusan. Kebijakan publik merupakan hasil dari proses

politik yang dijalankan dalam suatu sistem pemerintahan yang didalamnya

terkandung langkah-langkah atau upaya yang harus dilaksanakan oleh pemerintah

selaku penyelenggara negera.

2.1.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Thomas R. Dye (dalam Anggara, 2014:35), kebijakan Publik

adalah apa pun pilihan pemerintah yang untuk melakukan sesuatu atau tidak

melakukan. Apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, tentu ada

tujuannya karena kebijakan publik merupakan “tindakan” pemerintah. Apabila

pemerintah memilih untuk tidak melakuan sesuatu, juga merupakan kebijakan

publik yang ada tujuannya. Sementara itu, James E. Anderson (dalam Anggara,

2014:35), kebijakan publik adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan

pejabat pemerintah. Menurut Anderson kebijakan merupakan arah tindakan yang

mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor yang

dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.

Selanjutnya, menurut David Easton (dalam Anggara, 2014:35), kebijkan

publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota

masyarakat. Bridgeman dan Davis (dalam Anggara, 2014:36), menerangkan

bahwa kebijakan publik sedikitnya memiliki 3 (tiga) dimensi yang saling

Bertautan, yakni sebagai tujuan (objective), sebagai pilihan tindakan yang legal

dan sah secara hokum (authoritative choice), dan sebagai hipotesis (hypothesis).
11

Menurut mustopodidjaja (dalam Anggara, 2014:36), kebijakan publik

adalah suatu keputusan untuk mengatasi permasalahan tertentu agar mencapai

tujuan tertentu, yang dilaksanakan oleh instansi yang berwenang dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintah Negara dan pembangunan. Dalam kehidupan

administrasi publik, secara formal keputusan tersebut tertuang dalam berbagai

bentuk perundang-undangan. Selanjutnya Aminullah (dalam Anggara, 2014:37),

menyatakan bahwa kebijakan publik adalah upaya atau tindakan untuk

mempengaruhi system pencapaian tujuan yang diinginkan. Upaya dan tindakan

tersebut bersifat strategis, yaitu berjangka pajang dan menyeluruh.

Menurut Said Zainal Abidin (dalam Anggara, 2014:37), kebijakan publik

tidak bersifat spesifik dan sempit, tetepi luas dan berada pada strata strategis. Oleh

karena itu, kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan

dan keputusan khusus ke bawahnya.

Berdasarkan beberapa pandangan para ahli di atas, pada hakikatnya

kebijakan publik dibuat oleh pemerintah berupa tindakan-tindakan pemerintah.

Kebijakan publik, baik untuk melakukan apapun maupun tidak melakukan sesuatu

mempunyai tujuan tertentu. Kebijakan publik ditunjukkan untuk kepentingan

masyarakat.

2.1.1.2 Tahap-Tahap Kebijakan

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks

karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena

itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik
12

membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.

Kebijakan publik dapat lebih mudah dipahami jika dikaji tahap demi tahap.

Menurut William Dunn (dalam Budi Winarno, 2012:36-37), tahap-tahap

kebijakan publik adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1
Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Penyusunan Agenda


Formulasi Kebijakan


Adopsi Kebijakan


Implementasi Kebijakan


Evaluasi Kebijakan

Sumber: Winarno (2012: 36-37)

1. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah padaagenda

publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk

masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke

agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin

tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus

pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk

waktu yang lama.


13

2. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh

para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian

dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari

berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/ policy options) yang

ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda

kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing

untuk memecahkan untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk

memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk

mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus

kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi

dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus, antara direktur lembaga

atau putusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program

tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan

yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan,

yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah

di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit

administrasi yang
14

memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini

berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implemetasi kebijakan

mendapat dukungan para pelaksana (implementers), namun beberapa yang lain

mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

5. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi,

untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan

masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang

diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh

karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar

untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

Dari uraian diatas mengenai tahapan pembuatan kebijakan publik, maka

dapat dimengerti bahwa dalam perumusan kebijakan publik tidaklah mudah.

Mengingat banyaknya masalah-masalah yang ada dalam masyarakat tentu juga

membutuhkan pemecahan masalah yang tepat dan sesuai untuk kondisi

masyarakat yang ada. Oleh karena itu dalam menentukan kebijakan para aktor

harus benar-benar mengkaji dengan tepat sehingga tidak merugikan masyarakat.

2.1.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Menurut Ripley dan Franklin (dalam Winarno, 2012:148) berpendapat

bahwa Implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan

yang memberikan otoritas program kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu


15

jenis keluaran yang nyata (tangible output). Istilah implementasi merujuk pada

sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan

program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah.

Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh

berbagai aktor , khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat

program berjalan.

Sementara itu, Grindle (dalam Winarno, 2012:149) juga memberikan

pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum,

tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan

tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan

pemerintah. Oleh karena itu, tugas implementasi mencakup terbentuknya “a

policy delivery system”, dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan

dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diingiankan.

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam

struktur kebijakan. Tahapan ini menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh

pemerintah dapat menghasilkan output dan outcomes seperti yang direncanakan.

Menurut Joko Widodo (2007:85) implementasi kebijakan merupakan salah satu

tahapan dari proses kebijakan publik (public policy process) sekaligus studi yang

sangat crucial. Bersifat crucial karena bagaimanapun baiknya suatu kebijakan

kalau tidak dipersiapkan dan direncanakan secara baik dalam implementasinya,

maka tujuan kebijakan tidak akan bisa diwujudkan. Demikian pula sebaliknya,

bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan implementasi kebijakan, kalau

tidak dirumuskan dengan baik maka tujuan kebijakan juga tidak akan bisa
16

diwujudkan. Dengan demikian, kalau menghendaki tujuan kebijakan dapat dicapai

dengan baik, maka bukan saja pada tahap implementasi yang harus dipersiapkan

dan direncanakan dengan baik, tetapi juga pada tahap perumusan atau pembuatan

kebijakan juga telah diantisipasi untuk dapat diimplementasikan.

Selanjutnya, Van Meter dan Van Horn membatasi implementasi kebijakan

sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-

kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-

keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurung waktu tertentu

maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-

perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan

(dalam Winarno, 2012:149-150).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

implementasi merupakan suatu kegiatan tau usaha yang dilakukan oleh pelaksana

kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan

tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan.

2.1.1.4 Model-model Imlementasi Kebijakan

Untuk mempermudah kajian implementasi kebijakan maka diperlukan

model. Dye (dalam Syahrani, 2015:101) berpendapat bahwa model membantu

untuk memahami tentang kebijakan publik dan mengidentifikasikan aspek-aspek

yang sebenarnya dari kebijakan publik. Dalam imlementasi kebijakan terdapat


17

berbagai pandangan mengenai model implementasi kebijakan. Berikut model-

moel implementasi kebijakan menurut para pakar, yaitu:

1. Model Implementasi Kebijakan George Edward III

Menurut Edward (dalam Anggara, 2014: 249-253) implementasi diartikan

sebagai tahapan dalam proses kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi yang

ditimbulkan oleh kebijaksaan (output, outcome). Aktivitas implementasi

menurutnya terdiri atas perencanaan, pendanaan, pengorganisasian, pengangkatan

dan pemecatan karyawan, negosiasi, dan lain-lainnya. Dalam model yang

dikembangkannya, Dye mengemukakan 4 (empat) faktor kritis yang

mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan Implementasi yaitu komunikasi,

sumber daya, disposisi atau sikap pelaksana, dan struktur birokrasi. Keseluruhan

variabel yang saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain dalam

menentukan keberhasilan atau kegegalan implementasi.

a. Komunikasi

Komunikasi memiliki memiliki peran /fungsi yang cukup penting

untuk menentukan keberhasilan kebijakan publik dalam implementasinya.

Salah satu kelemahan dalam proses kebijakan publik ini, khususnya yang

terjadi di Indonesia, adalah masalah implementasinya. Salah satu

faktornya adalah komunikasi yang lemah. Kelemahan komunikasi ini

sebenarnya tidak hanya terjadi pada implementasinya, tetapi juga terjadi

pada saat formulasi.


18

Agustino (dalam Anggara, 2014:251) mengemukakan bahwa

kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten .

komunikasi diperlukan agar para pembuat keputusan dan para

implementator semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan

yang akan diterapkan dalam masyarakat. Selanjutnya, ia mengemukakan

tiga indikator keberhasilan komuikasi dalam konteks kebijakan publik,

yaitu:

1) Transmisi

Sebuah kebijakan yang akan diimplementasikan harus disalurkan

pada pejabat yang akan melaksanakannya.

2) Kejelasan

Kejelasan tujuan dan cara yang akan digunakan dalam sebuah

kebijakan merupakan hal yang mutlak agar dapat

diimplementasikan sebagaimana yang telah diputuskan.

3) Konsistensi

Implementasi yang efektif selain membutuhkan komunikasi yang

jelas, juga yang konsisten. Proses transmisi yang baik, namun

dengan perintah yang tidak konsisten akan membingungkan

pelaksana.

b. Sumber Daya

Sumber daya yang diperlukan dalam implementasi menurutEdward,

sebagai berikut:
19

1) Staf, yang jumlah dan kemampuannya sesuai dengan yang

dibutuhkan.

2) Informasi, yaitu berkaitan dengan cara melaksanakan kebijakan

dan data yang berkaitan dengan kebijakan yang akan dilaksanakan.

3) Kewenangan, artinya kewenangan yang dibutuhkan bagi

implementator sangat bervariasi tergantung pada kebijakan yang

harus dilaksanakan.

4) Fasilitas. Fasilitas fisik termasuk hal yang penting bagi

keberhasilan implementasi kebijakan oleh para implementator.

Fasilitas fisik sebagai sarana dan prasarana pendukung diperlukan

untuk memperlancar proses komunukasi kebijakan. Tanpa fasilitas

fisik yang memadai, implementasi juga tidak akan efektif.

c. Disposisi

Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap

kebijakan atau program yang harus dilaksanakan karena setiap kebijakan

membutuhkan pelaksana-pelaksana yang memiliki hasrat kuat dan

komitmen yang tinggi agar mampu mencapai tujuan kebijakan yang

diharapkan.

d. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi Edward adalah mekanisme kerja yang dibentuk

untuk mengelola pelaksanaan sbuah kebijakan. Ia menemukan perlu

adanya Standart Operating Prosedure (SOP) yang mengatur tata aliran

pekerjaan diantara para pelaksana, terlebih jika pelaksana program


20

melibatkan lebih dari satu institusi. Ia juga mengingatkan bahwa

adakalanya fregmentasi diperlukan ketika implementasi kebijakan

memerlukan banyak program dan melibatkan banyak institusi untuk

mencapai tujuannya.

2. Model Implementasi Kebijakan Ripley dan Franklin

Menurut Ripley dan Franklin (dalam Amri Yousa, 2007:82) tiga cara yang

dominan untuk mengetahui keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

a. Beberapa diskusi yang membahas tentang keberhasilan suatu

implementasi, yang seharusnya diukur dari tingkat kepatuhan

(compliance) pada bagian birokrasi terhadap birokrasi superior atau

dengan kata lain, dengan tingkat birokrasi pada umumnya dalam suatu

mandate khusus yang diatur dalam undang-undang. Perspektif

kepatuhan ini semata-mata hanya membicarakan masalah-masalah

perilaku birokrasi;

b. Bahwa keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya rutinitas

fungsi dan tidak adanya masalah-masalah yang dihadapi;

c. Bahwa keberhasilan suatu implementasi mengacu dan mengarah pada

implementasi dan dampeknya yang dikehendaki dari semua program-

program yang dikehendaki.pendapat Ripley dan Franklin menunjukkan

bahwa keberhasilan suatu implementasi akan ditentukan bagaimana

tingkat kepatuhan, lancarnya rutinitas fungsi lembaga, dan hasil

program yang sesuai dengan rencana dari program.


21

3. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Model implementasi oleh Van Meter dan Van Horn menekankan

pentingnya partisipasi implementator dalam penyusunan tujuan kebijakan,

namun pendekatan mereka termasuk pendekatan top-down. Mereka

mengatakan bahwa standard dan tujuan kebijakan dikomunikasikan pada

implementator melalui jaringan interorganisasional. Donald Van Meter dan

Carl Van Horn (dalam Anggara, 2014:240) menyatakan ada enam variabel

(kelompok variabel) yang harus diperhatikan karena dapat memengaruhi

keberhasilan implementasi, antara lain sebagai berikut:

a. Tujuan kebijakan dan standar yang jelas, yaitu perincian mengenai

sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan beserta standar untuk

mengukur pencapaiannya.

b. Sumber daya (dana atau berbagai insentif yang dapat memfasilitasi

keefektifan implementasi).

c. Kualitas hubungan interorganisasional. Keberhasilan implementasi

seiring menurut prosedur dan mekanisme kelembagaan yang

memungkinkan struktur yang lebih tinggi mengontol agar

implementasi berjalan sesuai dengan tujuan dan standar yang telah

ditetapkan.

d. Karakteristik lembaga/ organisasi pelaksana (termasuk kompetensi dan

ukuran agen pelaksana, tingkat control hierarkis pada unit pelaksana

terbawah pada saat implementasi, dukungan politik dari eksekutif dan


22

legislatif, serta berkaitan formal dan informal dengan lembaga

pembuat kebijakan.

e. Lingkungan politik, sosial dan ekonomi (apakah sumber daya ekonomi

mencukupi; seberapa besar dan bagaimana kebijakan dapat

memengaruhi kondisi sosial ekonomi yang ada; bagaimana tanggapan

publik tentang kebijakan tersebut; apakah elite mendukung

implementasi).

f. Disposisi/tanggapan atau sikap para pelaksana (termasuk pengetahuan

dan pemahaman isi dan tujuan kebijakan, sikap atas kebijakan, serta

intensitas sikap).

4. Model implementasi kebijkan menurt Merille S grindle

Menurut Grindle (dalam Anggara, 2014:254-257) megatakan bahwa dalam

mengimplementasikan sebuah kebijakan bergantung pada isi dan konteksnya,

serta tingkat keberhasilannya begantung kondisi tiga komponen variabel

sumber daya implementasi yang diperlukan, yaitu:

a. Isi Kebijakan (content of policy)

Isi kebijakan atau program akan berpengaruh pada tingkat keberhasilan

implementasi. Menurut Grindle isi kebijakan yang dapat memngaruhi

implementasi adalah sebagai berikut:

1) Kepentingan yang dipengaruhi oleh adanya program

Apabila kebijakan tersebut tidak menimbulkan kerugian disalah

satu pihak, implementasinya akan lebih mudah karena tidak

menimbulkan perlawanan bagi yang kepentingannya dirugikan.


23

2) Jenis manfaat yang dihasilkan

Kebijakan yang memberikan manfaat kolektif atau banyak orang

akan mudah diimplementasikan karena mendapatkan dukungan dari

kelompok atau sasaran masyarakat.

3) Jangkauan perubahan yang iinginkan

Semakin luas dan besar perubahn yang diinginkan melalui

kebijakan tersebut, akan semakin sulit pula dilaksanakan.

4) Kedudukan pengambil keputusan

Semakin tersebar kedudukan pengambil keputusan dalam

kebijakan, akan semakin sulit pula implementasinya. Kasus demikian

banyak terjadi pada kebijakan yang implementasinya melibatkan

banyak instansi.

5) Pelaksana program

Ketika pelaksana program memiliki kemampuan dan dukungan

yang dibutuhkan oleh kebijakan, tingkat keberhasilannya juga akan

tinggi.

6) Sumber daya yang disediakan

Tersedianya sumber daya yang dibutuhkan untuk

mengimplementasikan kebijakan akan mempermudah pelaksanaannya.

Sumber daya ini berupa tenaga kerja, keahlian, dan, sarana, dan lain-

lain
24

b. Konteks Implementasi (Content of Implementation)

Konteks implementasi juga akan berpengaruh pada tingkat

keberhasilannya karena baik mudahnya kebijakan maupun dukungan

kelompok sasaran, hasil implementasi tetap bergantung pada

implelentornya. Karakter dari pelaksana akan mempengaruhi pelaksanaan

dalam mengimplementasikan kebijakan karena pelaksana adalah individu

yang tidak mungkin bebas dari kepercayaan, aspirasi, dan kepentingan

pribadi yang ingin dicapai. Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan,

terdapat suatu kemungkinan dari pelaksana untuk membelokkan sesuatu

yang sudah ditentukan demi kepentingan pribadinya sehingga dapat

menjauhkan tujuan dari kebijakan sebenarnya.

2.1.1.5 Faktor Pendukung Keberhasilan Implementasi

Menurut Mazmain dan Sabatier (dalam Anggara, 2014:257), ada tiga

faktor yang memengaruhi implementasi, yaitu: (1) karakteristik dari masalah

(tractability of the problems); (2) karakteristik kebijakan/undang-undang (ability

of statute to structure implementation); (3) lingkungan (nonstatutory variables

affecting implementations).

1. Karakteristik Masalah

a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Dari salah

satu pihak ada beberapa masalah sosial yang secara teknis mudah

dipecahkan. Sedangkan di pihak lain terdapat masalah sosial yang sulit


25

dipecahkan. Oleh karena itu, sifat masalah akan memengaruhi mudah

tidaknya suatu program diimplementasikan.

b. Tingkat kemajemukan kelompok sasaran. Hal ini berarti bahwa suatu

program relative mudah diimplementasikan apabila kelompok

sasarannya homogen. Sebaliknya apabila, kelompok sasarannya

heterogen, implementasi program akan relati lebih sulit.

c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program

akan relative sulit diimplementasikan apabila sasarannta mencakup

semua populasi.

d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang

bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif bertujuan

mengubah sikap dan perilaku masyarakat.

2. Karakteristik Kebijakan

a. Kejelasan isi kebijakan. Hal ini berarti semakin jelas dan terperinci isi

sebuah kebijakan, akan lebih diimplementasikan karena implementator

mudah memahami dan menerjemahkan dalam tindakan nyata.

b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis.

Kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat yang lebih baik

karena sudah teruji.

c. Sumber daya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program

sosial.
26

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar institusi

pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya

koordinasi vertical dan horizontal antarinstansi yang terlibat dalam

implementasi program.

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.

f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan untuk

melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi

dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan

peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat, relatif mendapat

dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat.

3. Lingkungan Kebijakan

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi.

Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik lebih mudah menerima

program pembaruan dibandingakan dengan masyarakat yang masih

tertutup atau trasisional.

b. Dukungan publik terhadap suatu kebijakan. Kebijakan yang

memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik.

Sebaliknya, kebijakan yang bersifat dis-intensif akan kurang dapat

dukungan publik.

c. Sikap kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih

yang ada dalam masyarakat dapat memengaruhi implementasi

kebijakan melalui berbagai cara, antara lain:


27

1) Kelompok pemilih dapat dilakukan intervensi terhadap kepuasan

yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar

dengan maksud mengubah keputusan;

2) Kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk

memengaruhi badan-badan pelaksana secara tiak langsung melalui

kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana,

dan membuat partanyaan yang ditunjukkan pada badan legislative.

d. Tingkat komitmen dan keteraampilan dari aparat dan implementator.

Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat

prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan

tersebut.

2.1.3 Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan. Menurut

Kunandar (2007: 11) dengan pendidikanlah seseorang dibekali dengan berbagai

pengetahuan, keterampilan, keahlian dan tidak kalah pentingnya macam-macam

tatanan hidup baik yang berupa norma-norma, aturan-aturan positif, dan

sebagainya.

2.1.3.1 Pengertian Pendidikan

Pendidikan menurut Lavengeveld (dalam Hasbullah, 2005:2) adalah setiap

usaha pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan anak tertuju kepada
28

pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap

melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Kemudian menurut marimba (dalam

Hasbullah, 2005:3) pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh

sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik terbantuknya

keperibadian yang utama

Ki Hajar Dewantara (dalam Hasbullah, 2005:62) mengemukakan

pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun

maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada

anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat

dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengatakan pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan Negara.

Menurut Nanang Fattah (2012:39), pendidikan mengandung tujuan yang

ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang

sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu,

maupun sebagai warga negara atau warga masyarakat. Untuk mencapai tujuan

tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan terencana dalam

memilih materi (isi), strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai. Kegiatan
29

tersebut dapat diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat,

pendidikan formal dan pendidikan nonformal.

Dari beberapa definisi tentang pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk

mengembangkan potensi yang dimiliki secara menyeluruh dalam memasuki

kehidupan dimasa yang akan datang.

2.1.3.2 Jenjang Pendidikan

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa

jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan

yang dikembangkan. Dalam pasal 14 disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal

terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

1. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain

yang sederajat.

2. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan

menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah


30

kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),

Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah

Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

3. Pendidikan Tinggi

Pendidikan Tinggi merupakan jenjang pendidikan menengah yang

mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan

doctor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat

berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.

2.1.4 Standar Nasional Pendidikan

Standar nasional pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem

pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Fungsi dari standar nasional pendidikan adalah sebagai dasar dalam

melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan untuk

mewujudkan pendidikan nasional yang berkualitas. Sedangkan tujuan utama dari

standar nasional pendidikan adalah untuk menjamin mutu pendidikan nasional

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk karakter dan

peradaban bangsa yang bermartabat.

Ada beberapa ruang lingkup Standar Nasional Pendidikan yang tertuang

pada peraturan pemerintah nomor 32 Tahun 2013 pasal 2 ayat 1 yang meliputi:
31

1. Standar Isi

Standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat

kompetensi untuk mencapai kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan

pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar,

kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.

Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang

ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan

dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan. Selanjutnya,

tingkat kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingakt perkembangan

peserta didik, kualifikasi kompetensi Indonesia, dan penguasaan kompetensi

yang berjenjang.

2. Standar Proses

Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada

satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara

interaktif, inspiratif, meyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik

untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,

kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan

fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan

melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta

penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas

ketercapaian kompetensi lulusan.


32

3. Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi

kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria mengenai

pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental dan pendidikan

dalam jabatan.

5. Standar Sarana dan Prasarana

Standar sarana dan prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar,

tempat berolahraga, tempat ibadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,

tempat bermain, tempat rekreasi, serta sumber belajar lainnya yang diperlukan

untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi

informasi dan komunikasi.

6. Standar Pengelolaan

Standar pengelolaan adalah kriteria menenai perencanaan, pelaksanaan,

dan pengawasan, kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,

kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan pendidikan .

7. Standar Pembiayaan

Standar pendidikan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya

biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Ada tiga

macam biaya dalam standar ini, yaitu:


33

a. Biaya investasi satuan pendidikan yaitu biaya penyedia sarana dan

prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan model kerja tetap.

b. Biaya personal sebagaimana adalah biaya pendidikan yang harus

dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses

pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

c. Biaya operasi satuan pendidikan yang meliputi:

1) Gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan

2) Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan

3) Biaya operasi pendidikan tak langsung seperti air, pemeliharaan

sarana dan prasarana, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

8. Standar Penilaian Pendidikan

Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme,

prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan,

pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan. Sedangkan

penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan dalam bentu Ujian Nasional

dan/atau bentuk lain yang diperluakn.

2.1.4.1 Standar Pendidik dan Tenaga kependidikan

Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari pendidik itu sendiri. Menurut

Ahmadi Syukron (2011:74) pendidik atau guru merupakan seseorang yang

berkualifikasi untuk mendidik yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan

pendidikan dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,


34

melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Dalam Undang-undang sistem Pendidikan Nasional 2003 disebutkan

bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri

dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dalam konteks ini

tenaga kependidikan yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang memiliki

kriteria dan syarat tertentu kemudian diangkat menjadi tenaga kependidikan

dengan tujuan untuk menunjang terselenggaranya proses pendidikan.

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang

Standar Nasional Pendidikan pasal 35 menyatakan bahwa, SMP/MTs atau lain

yang sederajat dan SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya

terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan,

tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi

Guru menyebutkan bahwa, Kualifikasi Guru SMA/MA yaitu harus memiliki

kualifikasi akademik minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program

studi yang sesuai dengan pelajaran yang diajarkan/di mampu, dan diperoleh dari

program studi yang terakreditasi.

Pada Standar Tenaga Administrasi Sekolah telah diatur berdasarkan pada

Peraturan Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2008 tentang

Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah bahwa pelaksanaan urusan

administrasi kesiswaan berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK


35

atau sederajat dapat diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 9

(Sembilan) rombongan belajar.

2.1.4.2 Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sarana dan prasarana pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kegiatan

pendidikan, dalam setiap kegiatan pendidikan dibutuhkan alat yang dapat

membantu kelancaran dalam kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan akan

berjalan dengan baik apabila didukung oleh peralatan yang cukup memadai,

sehingga tujuan itu dapat dicapai dengan baik.

Menurut Mulyasa (2004:17), sarana pendidikan adalah peralatan dan

perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses

pendidikan, khususnya proses belajar mengajar seperti gedung, ruang kelas, meja,

kursi, serta alat-alat dan media pembelajaran, adapun yang dimaksud dengan

prasarana pendidikan adalah fasilitas belajar yang secara tidak langsung

menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran seperti halaman, kebun,

taman sekolah, jalan menuju sekolah tetapi jika dimanfaatkan secara langsung

untuk proses belajar mengajar seperti taman sekolah yang digunakan sekolah

untuk pengajaran Pendidikan Lingkungan Hidup, halaman sekolah sekaligus

lapangan olahraga, komponen tersebut merupakan prasarana pendidikan.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007

Tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah

(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan

Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) bahwa telah diatur


36

bagaimana sarana dan prasarana yang harus dimiliki sesuai dengan standar

nasional pendidikan dalam sebuah Sekolah Menengah Atas sekurang-kurangnya

memiliki prasarana sebagai berikut:

1. Ruang kelas,

2. Ruang perpustakaan,

3. Ruang laboraturium biologi,

4. Ruang laboratorium fisika,

5. Ruang laboratorium kimia,

6. Ruang laboratorium komputer

7. Ruang laboratorium bahasa,

8. Ruang pimpinan,

9. Ruang guru,

10. Ruang tata usaha,

11. Tempat beribadah,

12. Ruang konseling,

13. Ruang UKS,

14. Ruang organisasi kesiswaan,

15. Jamban,

16. Gudang,

17. Ruang sirkulasi,

18. Tempat bermain/berolahraga


37

Dengan demikian sarana dan prasarana pendidikan adalah semua

komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya

proses pendidikan.

2.2 Definisi Konsepsional

Secara umum konsep dalam suatu penelitian merupakan salah satu unsur

penting karena konsep dapat memberikan gambaran penelitian yang diteliti.

Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dan membatasi ruang lingkup

pembahasan, maka penulis merumuskan definisi konseptual yang ada

hubungannya dalam penelitian ini. Adapun menjadi konsep dalam penelitian ini

adalah:

Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar

Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan dimana

rangkaian proses pelaksanaannya berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,

pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan

nasional yang bermutu khususnya dalam lingkup pendidik dan tenaga

kependidikan serta sarana dan prasarana dalam mewujudkan pemerataan

pembangunan di bidang pendidikan sehingga di SMA Negeri 1 Bengalon

Kabupaten Kutai Timur diharapkan dapat melaksanakan peraturan pemerintah

nomor 32 tahun 2013 tentang standar nasional pendidikan dengan baik.


38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Sesuai dengan judul yang diteliti, jenis penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama yaitu

untuk memberikan gambaran tentang suatu keadaan secara objektif yang

berhubungan dengan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013

tentang Standar Nasional Pendidikan di SMA Negeri 1 Bengalon Kabupaten

Kutai Timur.

Menurut Sugiyono (2006:6) Penelitian Deskriptif Kualitatif adalah

penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri yaitu tanpa membuat

perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lainnya.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang berlaku

dan memperoleh informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan antara

variabel-variabel yang ada.

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian sangat berperan penting dalam suatu penelitian. Fokus

penelitian bertujuan untuk membatasi studi, sehingga pembatasan studi ini dapat

mempermudah penelitian dalam pengambilan dan pengolahan data yang

kemudian menjadi sebuah kesimpulan. Jadi diperlukan batasan penelitian dengan

memfokuskan penelitian, jadi fokus utama dalam penelitian ini adalah:


39

1. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar

Nasional Pendidikan.

a. Standar pendidik dan tenaga kependidikan

b. Standar sarana dan prasarana

2. Faktor penghambat dalam Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32

Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan di SMA Negeri 1 Bengalon

Kabupaten Kutai Timur

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data merupakan catatan atas fakta-fakta. Data kemudian diolah sehingga

dapat diutarakan secara jelas dan tepat sehingga dapat dimengerti oleh orang lain

yang tidak langsung mengalaminya sendiri.

Menurut Arikunto (2005:114) sumber data dalam penelitian adalah subjek

dari mana data diperoleh. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini

adalah:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui informan dengan cara tanya

jawab atau wawancara secara langsung dan dipandu melalui pertanyaan-

pertanyaan yang sesuai dengan fokus penelitian. Adapun teknik sampling

yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah teknik purposive

sampling. Teknik ini digunakn berdasarkan pertimbangan bahwa informan

yang telah ditetapkan memiliki kompetensi, pengetahuan yang cukup dan

kreadibilitas untuk menjawab pertanyaan dalam pedoman wawancara.


40

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui beberapa sumber

informasi. Sumber informasi tersebut mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Dalam

hal ini yang menjadi data sekunder yaitu buku-buku yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti, dokumen-dokumen yang berisi informasi

penting.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Pasolong, (2012:130) pengumpulan data merupakan proses

pengadaan data primer, untuk kebutuhan suatu penelitian. Penulis menggunakan

beberapa teknik pengumpulan data yaitu:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penulis mengumpulkan dan

mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini

sebagai bahan penunjang untuk memudahkan penulisan skripsi.

2. Penelitian Lapangan (Field Work Research), yaitu penulis melakukan

penelitian langsung di lapangan yang menjadi objek dari penulisan skripsi ini,

beberapa teknik yang digunakan diantaranya:

a. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan mengenai keadaan dan

kondisi objek penelitian secara langsung di lapangan.

b. Wawancara, yaitu proses tanya jawab secara langsung antara dua orang

atau lebih dengan informan

c. Dokumen, yaitu data, gambar, dan dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan penulisan skripsi


41

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan

cara mengorganisasikan data ke dalam suatu kategori, menjabarkan ke dalam unit-

unit melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting

dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

oleh diri sendiri maupun orang lain.

Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah alat

analisis data model interaktif, dimana dalam analisis data kualitatif terdapat tiga

alur kegiatan yang secara bersamaan: (1) Kondensasi data, (2) Penyajian data, dan

(3) Penyimpulan/verifikasi.

Gambar 3.1
Komponen Analisis Data: Model Interaktif

Sumber: Milles, Huberman dan Saldana (2014: 33)

1. Kondensasi Data (Data Condensation)

Kondensasi data merujuk pada proses memilih, memfokuskan,

menyederhanakan, mengabstrakkan, dan/atau mentransformasikan data


42

yang mendekati keseluruhan dari catatan-catatan lapangan secara tertulis,

transkrip nilai wawancara, dokumen-dokumen dan materi empiris lainnya.

Melalui kondensasi kita membuat data lebih “kuat”. Kita menjauhkan diri

dari reduksi data sebagai sebuah pola, sebab hal itu menunjukkan kita

teman atau kehilangan sesuatu di dalam proses tersebut.

Kondensasi data menemukan keberlanjutan dan kehidupan pekerjaan

berorientasi kualitatif yang ada. Walaupun sebelum data terkumpul,

kondensasi yang dipersiapkan pun dapat ditemukan sebagaimana peneliti

memutuskan (seringkali tanpa keingintahuan penuh) pada kerangka

konseptual, pada kasus-kasus, pertanyaan-pertanyaan penelitian dan pada

pendekatan pengumpulan data yang dipilih. Ketika pengumpulan data

dilakukan, episode yang terlalu jauh dari kondensasi data yaitu

menemukan: ringkasan tertulis, pengkodean, pembangunan tema,

pengkategorian secara umum dan menulis memo analitik. Kondesasi data/

proses pentranformasian dilanjutkan setelah pekerjaan lapangan berakhir,

hingga laporan akhir nya lengkap.

Kondensasi data bukan sesuatu yang terpisah dari tahap analisis.

Kondensasi data merupakan bagian dari analisis. Peneliti memutuskan

mana data besar yang harus dikodekan dan mana yang harus dikeluarkan,

mana yang termasuk dalam kategori ringkasan berlabel terbaik, mana

perkembangan cerita yang dapat disampaikan – yang kesemuanya

merupakan pilihan-pilihan analitik. Kondensasi data adalah sebuah pola

analisis yang dipertajam, diklasifikasikan, difokuskan, dibuang dan


43

pengorganisasian data dalam hal menjadikan konklusi akhir dapat

digambarkan dan diverifikasi.

Melalui kondensasi data, kita mengartikan kuantifikasi, data kualitatif

dapat ditransformasikan melalui banyak cara: melalui penyeleksian,

melalui ringkasan atau parafrase, melalui pembuatan pola besar dan

sebagainya. Pada kondisi tertentu, kondensasi dapat membantu untuk

mengubah data menjadi magnitudes.

2. Penyajian Data (Data Display)

Alur penting kedua dari aktivitas analisis adalah penyajian data.

Secara umum, sebuah penyajian adalah sebuah pengorganisasian,

penyatuan dari informasi yang memungkinkan penyimpulan dan aksi.

Pada kehidupan sehari-hari, melihat penyajian-penyajian membantu kita

memahami apa yang sedang terjadi dan untuk melakukan sesuatu termasuk

analisis yang lebih mendalam atau mengambil aksi berdasarkan

pemahaman itu.

Penyajian data yang meliputi banyak tipe dari matriks, grafik, kurva

dan jaringan yang kesemuanya dirancang untuk menyatukan berbagai

informasi yang terorganisir menjadi dapat diterima dalam pola lengkap

sehingga analisis dapat melihat apa yang sedang terjadi dan juga

menggambarkan kesimpulan yang merata atau beralih pada langkah

berikutnya dari analisis dimana penyajian disarankan akan berguna.

3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi ( Drawing and Verifying

Conclusion)
44

Alur ketiga dari aktivitas analisis adalah pengambilan kesimpulan dan

verifikasi. Dari awal pengumpulan data, analisis kualitatif

menginterpretasikan hal-hal apa yang tidak berpola, penjelasan, penjelasan

alur kausal dan proposisi. Peneliti yang kompeten berpegang pada

kejelasan kesimpulan, membangun keterbukaan dan skeptis, tetapi

kesimpulan itu tetap ada, tidak jelas pada mulanya, kemudian bertambah

secara eksplisit dan mendasar. Kesimpulan akhir tidak akan datang hingga

pengumpulan data berakhir, tergantung pada ukuran catatan lapangan,

pengkodeannya, penyimpanan dan metode pencarian yang digunakan,

daya tarik peneliti, dan batas-batas lain yang dapat ditemukan.

Pengambilan kesimpulan juga dapat diverifikasi sebagai tahap

analisis. Verifikasi dapat menjadi penentu sebagaimana lintasan kedua dari

pikiran peneliti melalui tulisan, dengan rincian pendek dari catatan-catatan

lapangan, atau dapat pula tidak dicari dan digunakan dengan argumentasi

pendek dan review dari kolega untuk membangun “consensus

intersubyektif” atau dengan hasil yang baik untuk menampilkan bentuk

lain dari penemuan dalam data.

Ketiga jenis analisis dan aktivitas dari pengumpulan data itu sendiri berada

dalam pola interaktif, proses siklus. Peneliti bergerak pada kondensasi, penyajian

dan pengambilan kesimpulan/verifikasi untuk studi. Isu-isu dari kondensasi data,

penyajian dan pengambilan kesimpulan/verifikasi datang untuk bermain secara

sukses sebagai episode-episode analisis yang saling mengikuti satu sama lain.

Sebagai sebuah proses untuk membantu kita untuk mempelajarinya. Kita perlu
45

memahami secara lebih jelas mengenai apa yang terjadi ketika kita

menganalisis data, dalam rangka merefleksikan, menyempurnakan metode dan

membuatnya dapat dipergunakan secara lebih umum.


46

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti menyajikan beberapa data hasil penelitian yang

diperoleh dengan menentukan teknik pengumpulan data secara observasi,

wawancara, dan penelitian dokumen yaitu mempelajari data-data, laporan, dan

arsip yang telah ada yang berhubungan dengan penelitian ini. Untuk lebih

memudahkan penelitian dan penyajian data, maka peneliti memberikan gambaran

secara umum sebagai berikut:

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Kabupaten Kutai Timur

Kabupaten Kutai Timur merupakan salah satu bagian dari Provinsi

Kalimantan Timur. Kabupaten Kutai Timur dengan luas wilayah 35.747,50 km2

atau 17% dari total luas Provinsi Kalimantan Timur, terletak antara 115o56’19”

Bujur Timur dan 115o56’26” Bujur Timur serta diantara 1o52’39” Lintang Utara

dan 0o02’10” Lintang Selatan. Jika dilihat dari batas-batas wilayah dan posisinya

maka Kutai Timur merupakan kabupaten yang menghubungkan beberapa

daerah/kabupaten/kota di Kalimantan Timur, yaitu antara wilayah utara

(Kabupaten Berau) dengan wilayah tengah (Kota Bontang, Kabupaten Kutai

Kartanegara dan Kota Samarinda). Kabupaten Kutai Timur merupakan kabupaten

hasil pemekaran dari kabupaten Kutai berdasarkan UU Nomor 47 Tahun 1999,


47

Tentang Pemekaran Wilayah Provinsi dan Kabupaten yang diresmikan oleh

Mentri Dalam Negeri pada tanggal 28 Oktober 1999. Saat ini di Kabupaten Kutai

Timur terdapat 18 (delapan belas) kecamatan diantaranyasebagai berikut:

1. Batu Ampar,

2. Bengalon,

3. Busang,

4. Kaliorang

5. Karangan,

6. Kaubun,

7. Kombeng

8. Long Mesangat,

9. Muara Ancalong,

10. Muara wahau,

11. Muara Bengkal,

12. Rantau Pulung,

13. Sandaran,

14. Sangatta Selatan

15. Sangatta Utara,

16. Sangkulirang,

17. Telen,

18. Teluk Pandan.


48

Berdasarkan data Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil

(Dukcapil) Kementrian Dalam Negeri, jumlah penduduk di Kabupaten Kutai

Timur sebanyak 424.447 jiwa pada juni 2021.

4.1.2 Kecamatan Bengalon

Kecamatan Bengalon merupakan salah satu kecamatan yang ada di

Kabupaten Kutai Timur. Kecamatan Bengalon memiliki luas sekitar 3.196,24

km2. Kecamatan Bengalon terdapat 11 desa diantaranya Sepaso, Sepaso Timur,

Sepaso Selatan, Sepaso Barat, Tepian Langsat, Tepian Indah, Tebangan

Lembak, Sekerat, Muara Bengalo, Tepian Baru, dan Keraitan. Adapun batas

wilayah Kecamatan Bengalon sebagai berikut.

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kaliorang

2. Sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sangatta Utara

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kongbeng.

4.1.3 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon merupakan salah satu Sekolah

Menengah Atas Negeri yang berada di Kecamatan Bengalon Kabupaten Kutai

Timur yang diepalai oleh Suparto, M.Pd. Sekolah Menengah Atas Negeri 1

Bengaon berdiri sejak tahun 2003 yang beralamat di jalan Porodisa, Desa Sepaso,

Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur. Disekitar sekolah terdapat area


49

hutan PT. Porodisa. Lahan sekolah ini merupakan tanah hibah dari PT. Porodisa

dengan luas 3.600m2.

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengaon Bertugas memberikan

pengenalan ilmu pengetahuan, kecakapan, perilaku, budi pekerti, dan akhlak

mulia agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang baik maka Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Bengaon dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan

bertanggung jawab kepada Dinas Pendidikan Kabupaten. Kemudian untuk

keadaan sekolah dapat dijabarkan sebagai berikut.

4.1.3.1 Visi dan Misi SMAN 1 Bengalon

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengaon memiliki visi yaitu generasi

yang berakhlak mulia dan berprestasi. Sedangkan misi dari Sekolah Menengah

Atas Negeri 1 Bengaon adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi, sesuai kurikulum 2013,

kepentingan daerah dan kearifan lokal

2. Membentuk peserta didik menjadi insan yang berbudaya, berbudi luhur,

berakhlakmulia dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa yang berpijak pada

budaya bangsa.

3. Menumbuhkan semangat berprestasi di bidang akademik dan non-akademik.

4. Meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.

4.1.3.2 Keadaan Murid SMAN 1 Bengalon

Dari hasil penelitian diperoleh data jmlah siswa keseluruhan yang ada di
50

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon pada 3(Tiga) tahun terakhir. Di tahun

ajaran 2021/2022 adalah 373 Yang terbagi dari 153 Siswa laki-laki dan 220 Siswi

perempuan. Untuk rinciannya dapat dilihat pada table sebagai berikut.

Table 4.1
Keadaan murid SMAN 1
Bengalon
X MIPA X IPS XI XI XII XII JUMLAH
TAHUN
AJARAN MIPA IPS MIPA IPS
L P L P L P L P L P L P L P JML
2019/2020 22 41 32 25 23 47 25 35 11 42 16 27 129 217 346
2020/2021 22 42 29 35 21 41 29 23 24 46 24 33 149 220 369
2021/2022 21 47 36 30 22 45 27 34 21 39 26 25 153 220 373
JUMLAH 431 657 1088
Sumber: Profil SMAN 1 Bengalon

Berdasarkan rincian tersebut dapat dilihat bahwa ada kenaikan dalam jumlah

siswa/siswi di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon dalam 3 tahun terakhir.

Pada tahun ajaran 2019/2020 jumlah siswa adalah 346 Orang yang terdiri dari 129

siswa laki-laki dan 217 siswi perempuan, di tahun ajaran 2020/2021 369 Orang

yang terdiri dari 149 siswa laki- laki dan 220 siswi perempuan, di tahun terakhir

ajaran 2021/2022 mengalami peningkatan jumlah siswa yaitu 373 Orang yang

terdiri dari 153 siswa laki-laki dan 220 siswi perempuan. Jumlah tersebut tersebar

di kelas X MIPA, X IPS, XI MIPA, XI IPS, XII MIPA, dan XII IPS.

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berikut ini penulis akan melakukan pembahasan untuk mengetahui

Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar


51

Nasional Pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon yang

merupakan perumusan masalah dalam penelitian ini.

Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor

32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan, penulis akan melakukan

pembahasan yang berkaitan dengan penetapan suatu standar yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Dalam suatu penetapan standar penulis telah

memfokuskan masalah yang akan dibahas yaitu penetapan standar pendidik dan

tenaga kependidikan serta standar sarana dan prasarana. Berikut penulis

menjabarkan hasil penelitian serta pembahasannya.

4.2.1 Implementasi peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang

Standar Nasional Pendidikan

Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen

pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk

mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan

kekhasan programnya. Penyelenggaraan pendidikan jalur informal yang

sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat didorong dan

diberikan keleluasaan dalam mengembangkan program pendidikannya sesuai

dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, standar nasional

pendidikan pada jalur pendidikan informal hanya mengatur hal-hal yang berkaitan

dengan pengakuan kompetensi peserta didik saja.


52

Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang

Standar Nasional Pendidikan dimaksudkan untuk menjamin mutu pendidikan

nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32

Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan telah diatur bagaimana kriteria

minimum dalam penyelenggaraan pendidikan.

Berikut ini penulis akan melakukan pembahasan mengenai bagaimana

Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar

Nasional Pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon Kabupaten

Kutai Timur yang merupakan bagian dari rumusan masalah dalam penelitian ini.

Agar tidak terjadi perluasan dan untuk membatasi studi, maka penulis

memfokuskan dalam pembahasan mengenai Standar Pendidik dan Tenaga

Pendidik serta Standar Sarana dan Prasarana yang ada di Sekolah Menengah Atas

Negeri 1 Bengalon Kabupaten Kutai Timur. Berikut hasil dan pembahasan serta

beberapa data yang diperoleh di lapangan.

4.2.1.1 Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan merupakan bagian yang

terpenting dalam suatu proses pendidikan terutama dalam tenaga pendidik atau

yang sering disebut dengan tenaga pengajar atau guru. Guru merupakan

pemegang peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang

akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas serta sebagai penerus
53

bangsa dan Negara. Dalam hal ini, penulis akan menjabarkan keadaan tenaga

pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di Sekolah Menengah Atas Negeri 1

Bengalon melalui data yang diperoleh saat penulis melakukan penelitian di

lapangan. Penjabarannya adalah sebagai berikut.

Dari hasil penelitian diperoleh data jumlah pegawai dan guru yang ada di

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

Table 4.2
Keadaan Guru dan Pegawai
SMAN 1 Bengalon 2022

Pendidikan Terakhir
Guru/Staf Jumlah
SD SLT SLT D1 D2 D3 S1 S2
P A
Guru Tetap (ASN) 7 2 9
Guru Tidak Tetap (Non 9 1 10
ASN)
TU (ASN) 1 1
TU (Non ASN) 2 1 3
Perpustakaan 1 1
Penjaga Sekolah 1 1
Kebersihan 1 1
Sumber: Profil Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon Tahun
2022
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah guru dan pegawai
di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon dapat dijabarkan yaitu 9 orang
jumlah guru tetap (ASN) yang terdiri dari 7 orang dengan pendidikan terakhir S1
dan 2 orang dengan pendidikan terakhir S2, lalu jumlah guru tidak tetap (Non
ASN) terdapat 10 orang yang terdiri dari 9 orang dengan pendidikan terakhir S1
dan 1 orang dengan pendidikan terakhir S2. Pada pegawai administrasi, terdapat
54

staf tata usaha yang berstatus ASN 1 orang dengan pendidikan terakhir S2,
kemudian staf administrasi Non ASN berjumlah 3 orang yang mana 2 orang
dengan pendidikan terakhir SLTA dan 1 orang dengan pendidikan terakhir S1.
Tenaga kependidikan bagian administrasi perpustakaan terdapat 1 orang yang
mempunyai pendidikanterakhir S1. Dari segi penjaga sekolah berjumlah 1 orang
dengan pendidikan terakhir D3, dan kebersihan 1 orang dengan pendidikan
terakhir SLTA.
Untuk lebih detail dalam rincian guru-guru SMAN 1 Bengalon, maka
penulis menyajikan data sebagai berikut:

Table 4.3
Profil Guru SMAN 1
Bengalon
PENDIDIKAN MATA
N NAMA GURU L STATUS PELAJARAN
0 / TINGKAT JURUSAN
YANG DI
P AMPUH
1 Drs. Suardi, M.Pd L ASN S2 Adm. Pendidikan Ekonomi

2 Dumaria P ASN S1 Kimia Kimia


Siahaan,S.Pd
Marcelina Salinding,
3 P ASN S1 Biologi Biologi
S.Si

4 Reni Riwayanti, S.Pd P ASN S1 Bimbingan BK & Prakarya


Konseling
5 Amirdaus, S.Pd L ASN S1 Ilmu Pendidikan Penjaskes

6 Agus L ASN S2 Tarbiah Pendidikan Agama


Sulistyanto, Islam
M.Pd
Biontina Rahmawati,
7 P ASN S1 Matematika Matematika
S.Pd
8 Arik Setyowati, S.Pd P ASN S1 Matematika Matematika
9 Ridwan Rahim, S.Pd L ASN S1 Pend. Biologi Biologi

10 Alfin Gunawan, M.Pd L NON S2 Tarbiah Pendidikan Agama


ASN Islam
NON
11 Leni Minggu, S.Pd P S1 Bahasa Inggris Bahasa Inggris
ASN
55

12 Mukhlas Alkadri, S.Pd L NON S1 Pend. Sosiologi Sosiologi


ASN
NON Fisika &
13 Risda Anita, S.Pd P S1 Pend. Fisika
ASN Matematika
Minat
14 Delvy P NON S1 Pend. Bahasa & Bahasa Indonesia
Veronika ASN Sastra
Lisderia, S.Pd
Khafid Muammar, NON Pend. Sastra Bahasa Indonesia
15 L S1
S.Pd ASN Indonesia & Seni
Budaya
16 Irma Indrastuti, SE P NON S1 Ekonomi Ekonomi &
ASN Sejarah
Indonesia
NON Sejarah Indonesia
17 Hayatun Nisa, S.Pd P S1 Pend. Sejarah
ASN &
Sejarah Minat
18 Putri Rizqi P NON S1 Pend. Geografi Geografi
DheliaMustafa, ASN
S.Pd
Hildha Sepriyanitha, NON Pend. Pendidikan
19 P S1
M A, S.Pd ASN Kewarganegaraan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Sumber: Profil SMAN 1 Bengalon 2022

Dari tabel di atas dapat dijabarkan bahwa terdapat 15 guru pengajar yang

ada di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon yang mengajar sesuai dengan

kompetensi atau program studi yang diajarkan. Namun ada pula pangajar yang

merangkap lebih dari satu mata pelajaran yang diampuh atau yang diajarkan

yaitu: Reni Riwayanti, S.Pd berstatus ASN dengan tingkat Strata 1 dengan

program studi pendidikan Bimbingan Konseling dan mata pelajaran yang

diampuh atau yang diajarkan adalah BK dan Prakarya, Risda Anita, S.Pd

berstatus Non ASN dengan tingkat Strata 1 dengan program studi pendidikan

Fisika dan mata pelajaran yang diampuh adalah Fisika dan Matematika Minat,
56

Khafid Muammar, S.Pd berstatus Non ASN dengan tingkat Strata 1 dangan

program studi Pendidikan Sastra Indonesia dan mata pelajaran yang diampuh

atau yang diajarkan adalah Bahasa Indonesia dan Seni Budaya, dan Irma

Indrastuti, SE berstatus Non ASN dengan tingkat Strata 1 program studi

Ekonomi dan mata pelajaran yang diampuh adalah Ekonomi dan Sejarah

Indonesia.

Dalam Perturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar

Nasional Pendidikan pasal 29 ayat 4 bahwa pendidik pada SMA/MA, atau

bentuk lain yang sederajat memiliki:

1. Kualifikasi akademik minimum Diploma Empat (D-IV) atau Sarjana (S1)

2. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang

sesuai denganmata pelajaran yang diajarkan, dan

3. Sertifikat profesi guru untuk SMA/MA.

Sehingga mengenai dengan Peraturan Pemerintah Tentang Standar

Nasional Pendidikan di lingkup Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga

Kependidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon dalam standar

kualifikasi akademik pendidikan telah sesuai. Namun masih ada beberapa

yang belum memenuhi standar karena masih adanya ketidaksesuaiaan

peraturan dengan pelaksanaan. Diantaranya dalam peraturan tersebut tenaga

pendidik harus memiliki latar belakang pendidikan tinggi dengan program

pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang di ajarkan. Dari data
57

yang disajikan di atas ada beberapa pengajar atau guru yang tidak sesuai

latar pendidikan tinggi dengan mata pelajaran yang diajarkan. Terkait hal

tersebut maka penulis melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Bengalon yaitu Bapak Suparto, M.Pd. beliau

memberikan keterangan sebagai berikut

“Untuk tenaga pendidik sudah cukup baik. Memang ada pelajaran yang

belum mempunyai guru yang sesuai di SMA ini seperti guru seni, karena

memang agak susah mendapatkan guru yang benar-benar dari jurusan seni,

sehingga untuk pelajaran seni harus diampu oleh guru lain. Dan untuk

pelajaran yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, kami

melakukan pendidikan dan pelatihan. Sehingga kekurangannya dapat

ditutupidan tidak menggangu proses balajar-mengajar ” (Wawancara, 9 Juni

2022)

Berkaitan dengan standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan,

Bapak Ridwan Rahim, S.Pd selaku Waka Kurikulum dan guru Biologi

memberikan tanggapan sebagaiberikut.

“Untuk sekarang hampir sudah sesuai dengan bidang keahlian masing

masing, sekolah sudah memiliki aturan bahwa guru harus sesuai dengan

kualifikasi akademik serta latar belakang pendidikan tinggi dengan mata

pelajaran yang diajarkan.” (Wawancara, 8 Juni 2022)

Kemudian salah satu siswa bernama Hairun Nisa kelas X IPS 2 juga

memberikan tanggapannya sebagai berikut.


58

“Untuk tenaga pengajar di kelas saya memang ada yang mengajarnya

merangkap 2 mata pelajaran seperti bapak Khafid Muammar, S.Pd mengajar

bahasa Indonesia dan seni budaya. Tapi dalam pengajarannya cukup mudah

dipahami dan jelas dalam penyampaiannya.” (Wawancara, 9 Juni 2022)

Berdasarkan pada hasil wawancara di atas maka, penulis menyimpulkan

bahwa salah satu upaya untuk memenuhi standar pendidik dan tenaga

kependidikan yang diatur oleh pemerintah dengan kualifikasi akademik serta latar

belakang pendidikan tinggi yang harus sesuai dengan mata pelajaran yang

diajarkan. Yang dimaksudkan dengan sesuai dengan kualifikasi akademik

adalah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang

Standar Nasional Pendidikan pasal 29 ayat 4 bahwa kualifikasi akademik

pendidikan untuk pendidik pada SMA/MA atau sederajat minimum Diploma

Empat (D-IV) atau Sarjana (S1) serta latar belakang pendidikan tinggi yang harus

sesuai dengan mata pelajaran yang diampu atau di ajarkan.

4.2.1.2 Standar Sarana dan Prasarana

Dalam menjalankan penyelenggaraan pendidikan terutama tingkat

sekolah menengah atas, maka diperlukan berbagai sarana maupun prasarana

pendidikan sebagai penunjang serta melancarkan proses belajar mengajar. Sarana

dan prasarana dipilih sebagai salah satu yang terpenting untuk keberhasilan

pembangunan dibidang pendidikan karena dalam proses pembelajaran tanpa

didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai maka kualitas pendidikan
59

yang dihasilkan kurang optimal. Sebagai salah satu komponen yang penting

dalam penunjang, kelancaran dan penciptaan situasi pembelajaran yang kondusif,

maka diperlukanlah suatu standarisasi pembelajaran agar tiap sekolah memiliki

dasar atau patokan untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai dan

sesuai kebutuhan yang diperlukan demi keberlangsungan dan kelancaran proses

pembelajaran.

Dari hasil penelitian, penulis mendapatkan data keadaan sarana dan

prasarana di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon. Data tersebut dapat

dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 4.4
Keadaan Sarana dan Prasarana SMAN 1 Bengalon
a. Sarana

Kondis
No Nama Barang Banyaknya i
Baik Rusak
Ringan
1 Meja Siswa 386 215 171
2 Kursi Siswa 385 214 171
3 Komputer 24 22 2
Sumber : Profil SMAN 1 Bengalon 2022

b. Prasarana

No Nama Barang Banyaknya Kondisi Keterangan


1 Tanah 36700 m2 Baik
2 Bangunan Gedung Kantor
Ruang kepsek 1 Baik
Ruang Guru 1 Baik
Ruang KTU 1 Baik
60

Ruang TU 1 Baik
Ruang Waka Kurikulum 1 Baik
Ruang UKS 1 Baik
3 Ruang Kelas (11 ruang) 11 Baik
4 Perpustakaan 1
5 Labolatorium
Lab. Bahasa 1 Baik
Lab. Kimia 1 Rusak Kondisi Tanah
Lab. Fisika 1 Rusak Membuat Lantai
Lab. Biologi 1 Rusak Rusak
Lab. Komputer 1 Baik
6 Lapangan
Lap. Basket 1 Baik
Lap. Voli 1 Baik
7 WC (6) 6 Baik
8 Musholla 1 Baik
Sumber : Profil SMAN 1 Bengalon 2022

Dari tabel di atas dapat dilihat sarana dan prasarana yang ada di Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Bengalon, diketahui bahwa terdapat beberapa meja dan

kursi siswa yang sudah mulai rusak, lalu juga terdapat komputer yang rusak dan

hanya terdapat 11 ruang kelas, kemudian ruang labolatoriun yang juga rusak

karena lantainya longsor.

Dari data di atas penulis akan membahas mengenai kebijakan pemerintah yang

telah menetapkan standar sarana dan prasarana dalam peraturan pemerintah nomor

32 tahun2013 tentang standar nasional pendidikan dan diterapkan di Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Bengalon, maka penulis melakukan wawancara dengan

Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon yaitu Bapak Suparto, M.Pd,

berikut hasil wawancara yang telah dihimpun sebagai berikut.

“Untuk sarana dan prasarana memang belum maksimal, tetapi kita


61

usahakan untuk memenuhi sesuai denagan standar sarana dan prasarana. Untuk

kelas memang kita kurang satu kelas dan pembelajaran kita alihkan kelasnya ke

laboraturium IPA untuk sementara. Lalu laboraturium IPA sudah ada untuk Lab

Kimia, Biologi dan Fisika tetapi alatnya belum lengkap.” (Wawancara, 9 Juni

2022)

Di samping itu, penulis juga melakukan wawancara dengan salah satu

Guru Kimia yang juga sebagai Koor. Sarpras yaitu Ibu Dumaria Siahaan, S.Pd,

beliau memberikan tanggapannya sebagai berikut.

“Untuk ruang kelas memang kita masih kurang satu kelas lagi, kemudian

untuk Lab IPA sudah lengkap tetapi untuk Labolaturium Kimia belum bisa

dipakai karena ada masalah di lantai yang turun dan lemari tempat alat ambruk

jadi belum bisa dipakai. Utuk alat-alat sudah cukup lengkap hanya bahan-bahan

yang tidak lengkap.”(Wawancara, 9 Juni 2022)

Selain itu salah satu Murid yang masih aktif bersekolah di SMAN 1

Bengalon yang bernama Versa kelas XI IPA 2 memberikan tanggapanya yaitu

“Sekolah kami sebenarnya sudah memadai, sarana dan prasarana kelas

sudah cukup menunjang, namun untuk kami sampai saat ini Lab IPA belum

pernah kita pakai. Saat praktek kami membawa bahan dari rumah dan praktek di

kelas. Untuk meja dan kursi di kelas sudah ada beberapa yang mulai rusak”

(Wawancara, 9 Juni 2022)

Berdasarkan dari hasil wawancara di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

dalam memenuhi standar sarana dan prasarana dalam peraturan nomor 32 tahun
62

3013 tentang standar nasional pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1

Bengalon masih belum maksimal karena masih adanya sarana dan prasarana yang

belum dipenuhi oleh pihak sekolah.

4.2.2 Faktor Penghambat Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32

Tahun 2013Tentang Standar Nasional Pendidikan di SMAN 1 Bengalon

Dari hasil pengamatan dan pembahasan yang dilakukan di lapangan bahwa

faktor penghambat implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013

Tentang Standar Nasional Pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1

Bengalon Kabupaten Kutai Timur sebagai berikut.

1. Masih kurangnya jumlah pendidik yang sesuai dengan latar belakang

pendidikan yang di ambil.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar

Nasional Pendidikan pasal 29 ayat 4 bahwa Pendidik pada SMA/MA, atau

bentuk lain sederajatmemiliki:

1) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau

sarjana (S1)

2) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai

dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan

3) Sertifikat profesi guru untuk SMA/MA

Dengan hal ini ada beberapa tenaga pendidik atau pengajar yang latar

belakang pendidikan tinggi dengan program pendidika yang belum sesuai dengan
63

mata pelajaran yang diajarkan.

2. Minimnya sumber dana yang diperoleh

Untuk melaksanakan standar sarana dan prasarana tentu memerlukan

dana yang cukup untuk membangun sarana dan prasarana tersebut. Namun

dana yang diperoleh belum mampu mendanai semuanya sehingga

perkembangan pembanguan sarana dan prasarana menjadi lambat dan

implementasi peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan pada

lingkup standar sarana dan prasarana menjadi terhambat.

3. Lambatnya bantuan yang diterima

Lambatnya bantuan yang diterima dari pemerintah turut menghambat

terlaksananya peraturan pemerintah tersebut. Sehingga pihak sekolah harus

menunggu pencairan dana dari pemerintah untuk membangun sarana dan

prasarana.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
64

Berdasarkan pada penyajian data dan analisis data yang telah penulis kemukakan

pada bab sebelumnya, sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka

penulis akan menyimpulkan uraian-uraian tersebut sebagai berikut.

1. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional

Pendidikan di SMA Negeri 1 Bengalon Kabupaten Kutai Timur, berikut

adalah uraian melalui fokus penelitian yang telah ditetapkan, diantaranya:

a) Pada dasarnya Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengalon sudah berjalan

dengan baik pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang

Standar Nasional Pendidikan khususnya pada lingkup standar pendidik dan

tenaga kependidikan, walaupun masih belum berjalan secara maksimal. Ini

dikarenakan masih adanya ketidak sesuaian dalam peraturan pemerintah

yang telah ditentukan. Contohnya beberapa pendidik harus merangkap lebih

dari satu mata pelajaran yang latar belakang pendidikan tinggi dengan

program pendidikan yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diampu.

b) Dalam implementasi standar sarana dan prasarana di Sekolah Menengah

Atas Negeri Bengalon, pada dasarnya sudah cukup baik walaupun belum

berjalan secara maksimal. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya sarana

dan prasarana yang belumdimiliki sekolah tersebut. Contohnya ruang kelas

yang berjumlah 11 ruang sedangkan rombongan kelas ada 12 kelas, belum

adanya ruang organisasi kesiswaan, gudang, dan ruang serbaguna, selain itu

ruang labolatorium fisika, kimia dan biologi juga rusak dikarenakan tanah yang
65

longsor. Faktor penghambat hal ini yaitu minimnya sumber dana yang diperoleh

sehingga memperlambat proses pembangunan sarana dan prasarana.

2. Faktor penghambat dalam implementasi peraturan Peraturan Pemerintah

Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan di SMA

Negeri 1 Bengalon Kabupaten Kutai Timur antara lain:

a) Masih kurangnya jumlah pendidik yang sesuai dengan latar belakang

pendidikan yang di ambil

b) Minimnya sumber dana yang diperoleh

c) Lambatnya bantuan yang diterima

5.2 Saran

Melihat beberapa kendala yang dihadapi oleh Kepala Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Bengalon dalam Implementasi Peraturan Pemerintah

Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan, adapun saran

yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk meningkatkan kompetensi guru, sebaiknya guru lebih giat

mengikuti pendidkan dan pelatihan, simulasi pengajaran baik yang

diselenggarakan lembaga sendiri maupun instansi lain terkait dengan

bidang kompetensi guru.

2. Kepala sekolah perlu berinisiatif untuk mendapatkan dana tambahan dalam

pembangunan sekolah seperti koperasi sekolah sehingga adanya

pemasukan dana untuk pembangunan sarana maupun prasarana sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi dan Syukran Nafis. 2011. Manajemen Pendidikan Islam. Yogyakarta:


Laks Bang Presindo.

Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: Puastaka Setia.

Arikunto. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Sagung Seto.

Fattah, Nanang. 2012. Analisis kebijakan pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Hasbullah, 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan edisi revisi, Rajawali Pers,


Jakarta.

Kunandar. 2007. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.

Milles, Matthew B, A. Michael Huberman dan Johny Saldana. 2014. Qualitative


Data Analysis. Edisi Ketiga. Sage Publications, Inc.

Mulyasa,E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Pasolong, Harbani. 2012. Metode Penelitian Adminisrasi Publik. Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kuaitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Syahrani. 2015. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Maikindo Grafika.

Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik. Bayu Media. Malang.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik: teori, proses, dan studi kasus. CAPS,
Yogyakarta.

Yousa, Amri. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Laboratorium Pengkajian
Penelitian dan Pengembangan Administrasi Negara. FISIP Universitas
Padjajaran, Bandung.

Sumber Dokumen :

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tetang Sistem


Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang


Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun


2007 Tentang Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun


2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Sumber Internet:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2020. Data Pokok Pendidikan Dasar


dan Menengah Kecamatan Bengalon.
(https://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id) Diakses 10 September 2020.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2019. Standar Nasional Pendidikan.


(http://bsnp-indonesia.org/standar-nasional-pendidikan/) Diakses 21
Desember 2019.

Anda mungkin juga menyukai