Anda di halaman 1dari 9

Cerpen

Muhammad Amir Hamzah

“TO’EK”

Di pasar yang kumuh ini tempat orang desa maupun orang pinggiran kota,
melangsungkan kegiatan jual beli mereka guna menghidupi kehidupan keluarga. Di
Pasar Cangek ini tidaklah besar namun sumber ekonomi masyarakat sekitar bertumpu
pada pasar ini, dan setiap pasar pasti ada penjaga atau orang biasa menyebut preman
pasar. Sebut saja dia Bang To’ek, preman yang dikenal dengan wajah sangar, tubuh
penuh tatto, dan tubuh berototnya. Setiap hari dia memalaki para pedagang tak luput
pula pedagang es dawet. Biasanya ia mematok harga keamanan setiap hari, bisa lima
ribu sampai sepuluh ribu untuk setiap pedagang. Namun meski berwajah sangar Ia
tidak berani memalak dengan kekerasan, mentok cuma gertak aja. Hingga ia mulai
memalak salah satu pedagang,

Bang To’ek menggertak meja “Gubraaaaakkk”

Pedagang itu terkaget dan meluncurkan latahnya “ eh, copot copot palelu copot”

“ Hei.., Elu jualan sayur apa jualan copot, ayo bayar setoran ! kalo gak bayar setoran
gue abisin sayur luh, gue obrak obrak nih bakul sampek jadi dadar jagung’’ gertak
Bang To’ek

“ eh eh iya ini bang, cuma bisa ngasih segini hari ini” ujar pedagang dengan
gemetaran sambil memberikan uang dua ribu.

“ Hah ? cuma dua ribu ! naik odong odong aja lima ribu tau gak. Uang segini
cukupnya buat bayar uang kencing ditoilet pojokan. Yasudah kali ini saya maafin ya,
tapi lain kali harus bayar dobel, saya ini preman pasar bukan bendahara kelas, masak
dibayar cuma dua ribu’’ Bang To’ek berlalu pergi dengan wajah kesalnya.

Setiap hari seperti itulah kerjaan Bang To’ek memalak pedagang dan terkadang
menggertak bila tidak menyetor uang keamanan padanya. Terkadang juga memalak
setiap pejalan kaki yang lewat tak luput juga anak sekolah yang lewat didepannya,
belum sampai mau dipalak anak sekolahnya pada kabur semuanya karena melihat
dari jauh saja sudah takut kegarangan preman Bang To’ek ini, alhasil jarang sekali
dapat mangsa anak sekolahan. Memang letak pasar Cangek berda di jalan utama yang
sering dilewati oleh masyarakat sekitar. Meski dikenal karena kegarangannya serta
tatto yang menyeramkan Bang To’ek sangat marah bila menemukan pedagang yang
curang saat berdagang, mulai dari mengurangi timbangan atau menjual dangan yang
tidak layak untuk dijual ke konsumen. Hingga tak segan Bang To’ek membanting
timbangan tersebut dan memporak porandakan dagangannya. Bukan kata kata kotor
yang dilontarkannya namun kata kata nasehat dengan nada amarah karena meski
hanya preman pasar ia tidak ingin pasarnya tercemari oleh ulah pedagang nakal.

Hingga suatu hari, ia mendapati mangsa untuk dipalak yaitu seorang siswa SD
yang berjalan sendiri lengkap dengan songkok yang dikepalanya, Bang Toek yang
belum dapat mangsa seharian dan telah duduk lama di jalanan pasar langsung
menghadang anak kecil tersebut untuk memalaknya.

“ Eh, bocah upil, bagi duit dong” paksaan dari Preman pasar itu

“ Bagi duit bagi duit, kamu kira saya bapakmu” ujar anak SD

“ Ealah nih bocah, kecil kecil pada songong amat yak ! Elu gak takut sama tatto ini”
Bang To’ek sambil nunjukkin tatto di lengannya.

“ hahaha, itu tatto dapet hadiah stiker permen karet bang ? lagi pula tuh tatto lebih
keliatan kayak koreng”
“ ini bocah, masih kecil banyak monyong, eh keliru omong maksud gue, serahin uang
luh’’

Karena merasa gemas, Bang To’ek ingin menjitak kepala anak tersebut
sekiranya itu kepala jadi puser namun dihentikan oleh anak tersebut seraya berkata
bahwa ia anak yatim piatu dan setiap ke sekolah tidak pernah dapat uang saku, hanya
tinggal di gubuk kecil bareng nenek saja, si anak kecil terdenut menjelaskan sambil
menangis. Bang To’ek yang dikenal garang tak tega malah ikut menangis seraya
mengeluarkan uang seratus ribu dikantongnya.

“ maaf ya nak, huhuhu. Nih ambil uang buat jajan pitza, burger apalah dan juga
keperluan dirumah’’ ujar bang To'ek

“ terima kasih bang, ternyata dibalik wajah abang yang serem kayak beruang ternyata
masih berhati baik kayak hello kitty” ujar anak tersebut

“ lu lama lama gua jadiin dadar jagung, udah pulang sana ” ujar Bang To’ek sambil
menyuruh anak tersebut pergi.

Segarang garangnya Bang To’ek, masih tersimpan hati Hello Kitty yang
terkadang muncul ketika melihat orang yang tertindas. Bang To’ek sendiri sangat
jauh dari agama meskipun begitu ia selalu menghormati setiap orang yang lewat ke
masjid didepannya tanpa harus memalak. Hingga suatu hari, pak ustad berpapasan
dengan Bang To’ek dan berusaha untuk menyadarkan Bang To’ek untuk kembali
beribadah kepada Allah, karena sejak kecil ia memang tidak pernah diajari ilmu
agama oleh orang tuanya, sehingga sekarang Bang To’ek terbesit rasa menyesal
karena tidak mengerti agama.

Terjadilah percakapana diantara keduanya ketika berpapasan dan duduklah keduanya


di sebuah warung gorengan.

“ gimana kabar ibadahmu ‘ek ? tanya Ustad.


“ ya kalo bisa panggil lengkap tadz, “To’ek” jangan ‘ek nya aja atuh. Kalo soal
ibadah ya begitulah tadz, saya alif ba ta saja tidak hafal, hehehe” jawab to’ek

Ustadz mufid begitulah orang memanggilnya, ia merasa iba dan juga kasihan
dengan kondisi preman yang katanya paling kuat dipasar ini. Dan berusaha dengan
lembut untuk membujuk bang to’ek untuk kembali ke jalan Allah untuk beribadah
sebagaimana umat muslim yang lainnya. Hingga terbesit dipikiran ustad mufid untuk
menjadikannya marbot di masjid Desa Cangek, daripada memalak uang keamanan
yang ilegal mending jadi marbot saja di masjid sekaligus ustadz mufid bisa
mengajariilmu agama dan mengaji pada To’ek.

“ To’ek gimana kalo kamu saya tawari jadi marbot di masjid desa, sekalian nanti
belajar ilmu agama ? bujuk ustadz Mufid.

“ waaah emejing, mau mau ustad. Tapi tadz saya belum bisa ngaji dan sholat” jawab
To’ek dengan semangat.

“ sudahlah nanti kamu juga akan tau sendiri dan jadi marbot mulai besok subuh yah”

Jelas ustadz Mufid

“ oh ya tadz, sholat subuh itu empat rakaat ya tadz ? tanya To’ek

“ salah itu, yasudah lanjut besok saja” pungkas ustad seraya pergi meninggalkan
To’ek yang bingung dengan jawaban pertanyaannya tersebut.

Hingga suatu malam To’ek berjalanan sendirian sambil menggaruk garuk


kepalanya karena bingung memikirkan berapa jumlah rekaat subuh, hal tersebut
harus terpecahkan karena ia harus menjadi marbot danseorang marbot harus paham
agama hingga ditanyakanlah kepada setiap orang yang ditemuinya salah satunya
bocah yang lagi main mobil lejen di warung pinggir pasar.
“ eh bocah, elu tau gak berapa rakaat sholat shubuh ? tanya Bang To’ek dengan nada
khas garangnya.

“ A.. a.. ada dua rekaat bang” ujar anak mobil lejen itu dengan nada takut.

“ elu mau ngibulin gua yak, gua jawab empat rakaat aja salah apalagi dua rekaat !”

Jawab Bang To’ek dengan nada ngegas dan berlalu pergi sambi ngomel.

Masih terbesit dipikirannya berapakah rakaat sholat subuh, hingga tiba waktu
subuh ia ikut sholat dengan jamaah yang lain meskipun ia tidak hafal dengan bacaan
sholat dan surah apa yang jamaah lain baca karena minimnya ilmu agama. Akan
tetapi karena merasa heran, jamaah menjauhi Bang To’ek dari barisan shaf sholat
sehingga ia sholat sendirian namun tetap ikut sholat berjamaah, hal itu terjadi karena
para jamaah heran dan juga takut pasalnya Bang To'ek adalah seorang mantan
preman meskipun ia sudah meninggalkan dunia kelam itu. Sehabis sholat Bang To’ek
mendekat kepada Ustadz Mufid yang saat itu menjadi imam sholat subuh di masjid,
dan menyampaikan perihal kejaidan tidak mengenakkan itu kepada Ustadz Mufid.

“ ustadz, saya tidak mau lah sholat lagi soalnya orang orang malah takut ke masjid
dan sholat bershaf sejajar dengan saya saja mereka takut” ungkap bang to’ek

“Alhamdulillah, berarti Allah mengujimu dengan cara yang baik, ane hanya nyaranin
ente untuk bersabar karena itu bagian dari cobaannya orang hijrah nanti lambat laun
juga terbiasa, sudah jalani saja kayak orang kayuh becak” jawab ustad dengan
humornya.

“ siap ustadz gue akan mencoba untuk tabah dan sabar” pungkas Bang To’ek..

Hingga enam bulan berlalu Bang To’ek sudah bisa sholat dengan baik dan
sesekali menjadi muadzin untuk mengumandangkan adzan ketika waktu sholat tiba,
hingga pada suatu hari ternyata ia baru mengetahui jika jamaah sholat selalu sedikit
padahal yang dimakmurkannya adalah masjid terbesar di desa tersebut. terbesit
dipikiran bang toek seraya mengeluh akan kondisi masjid ini. Hingga tiba waktu
sholat isyak Bang To’ek tolah toleh sambil melihat keluar masjid.

“ ini masjid apa kuburan yak, kok kalah ramai dengan warung janda anak sepuluh
itu” keluh bang toek.

Ketika tiba waktu sholat lima waktu, jamaah sholat hanya itu itu saja bahkan
bisa disebut sebagai the legend of penghuni masjid bahkan ada yang sudah tua renta
yang selalu memenuhi shaf depan, ia heran ini para pemudanya kemana. Mungkin
mereka sedang bermain game berjamaah diwarung Mang Sueb. Karena Bang To',ek
ini seorang marbot sekaligus pemakmur masjid terlintas dipikirannya sebuah ide
aneh.

Tiba esok hari, Jami masjid menunjukkan tepat pukul sembilan pagi, Bang To'ek
dengan sengaja memenuhkan power speaker masjid, memagang mikrofon dengan
erat seraya mengumandangkan adzan dengan lantang.

“ Allahu Akbar..., Allahu Akbar..,”

Belum selesai adzan dikumandangkan warga satu desa berkumpul mengepung


masjid terbesar di Desa Cangek tersebut. Dan masyarakat memasang wajah marah
dan seraya menarik dengan paksa Bang To'ek keluar masjid meskipun ia mantan
preman. Dan muncullah luapan amarah dari warga di masjid tersebut.

“Hei, To’ek jangan mentang kamu sekarang jadi marbot masjid yah bisa adzan
sesuka hati, kayaknya sudah gila kau yah” ujar salah satu warga.
“ bid’ah dia.., bid’ah..., masak adzan jam sembilan pagi ini aliran sesat, ayo kita
bakar !” saut warga beramai ramai.

Bang To’ek hanya memasang dengan wajah tenang seraya tersenyum kepada
warga yang mengepungnya. Dan karena sudah merasa kenyang dengan omongan
aneh dan tuduhan dari warga. Akhirnya, Bang To’ek mengeluarkan kata kata legend
nya, buah dari menahan kejengkelannya selama ini

“ kalian itu aneh yah, saya adzan waktu subuh pada tidur, saya dzan waktu dhuhur
pada sibuk kerja, saya adzan waktu ashar sibuk cangkruk’an, saya adzan waktu
magrib masih saja sibuk wara wiri, bahkan waktu isyak pun tiba kalian masih sibuk
nonton sinetron azab malah sekeluarga lagi. Lah sekarang saya adzan pas bukan
waktunya kok kalian pada datang ke masjid semua. Ini yang gila gue atau kalian
semua ?” ujar Bang To’ek dengan nada keheranan.

Akhirnya warga merasa malu dan saling berbisik bisik dan menundukkan
kepala, karena memang benar apayang utarakan oleh Bang To’ek ini, tanpa butuh
waktu lamawarga perlahan pergi dengan sendirinya sembari membawa rasa malu.
Terlhat dari jauh ustad Mufid datang yang selama sebulan lalu ziarah ke makam wali
limo, dan merasa heran dengan keramaian di masjid desa cangek itu, padahal selama
ini tidak pernah ada acara dengan partisipasi warga sebanyak itu. Hingga datanglah
usatadz Mufid dan seketika menemui bang toek sembari bertanya tanaya.

“ Ini ada apa ‘ek kok warga pada kumpul dimasjid padahal gak ada acara
musyawarah” tanya Ustad Mufid.

“ Ustadz panggil yang lengkap "TO'EK", Anu Ustad, biasa warga masak masjid
dikira sedang bagi bagi sembako, padahal kan belum hari raya” jawab bang toek
dengan ngeles karena takut di omel ustadz mufid.
Hingga pada akhirnya, kehidupan Bang To'ek yang dulunya preman sekarang
perlahan menjadi insan yang baik dan amanah dalam menjalankan tugas sebagai
marbot masjid dan kali ini warga menjadi lebih antusias dalam beribadah ke masjid.
BIODATA PENULIS

Muhammad Amir Hamzah, Lahir di Probolinggo, 8


oktober 1999. Mahasiswa dari Universitas Negeri
Surabaya. Karyanya sering diikutkan lomba cipta puisi
tingkat nasional maupun internasional. Salah satunya
100 Puisi terbaik tingkat ASEAN "Lara Rindu" (2018).
Bergiat di organisasi FLP Probolinggo dan Komunitas
Pecinta Pancasila Unesa. Seorang penulis dan komika.

Telepon/WA : 082264365188

Email : hamzahamir669@gmail.com

Facebook : Amier amier

Alamat Korespondensi : Jalan Sudirman, Desa Bayeman, Kecamatan Tongas, Kab.


Probolinggo 67252

Nomor Rekening : BRI 7301023571534 ( a.n Sdr Muhammad Amir Hamzah)

Anda mungkin juga menyukai