Anda di halaman 1dari 40

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Transportasi

transportasi menurut Morlok (1981) adalah memindahkan atau

mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Menurut Bowersox (1981),

definisi transportasi adalah perpindahan barang atau penumpang dari suatu

lokasi ke lokasi lain, dengan produk yang digerakkan atau dipindahkan ke

lokasi yang dibutuhkan atau diinginkan. Steenbrink mendefinisikan sebagai

perpindahan orang atau barang menggunakan kendaraan atau lainnya, tempat-

tempat yang dipisahkan secara geografis. Pengertian transportasi menurut

Papacostas (1987), transportasi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri

dari fasilitas tertentu beserta arus dan sistem kontrol yang memungkinkan

orang atau barang dapat berpindah dari suatu tempat ketempat lain secara

efisien dalam setiap waktu untuk mendukung aktifitas manusia. Transportasi

dikatakan baik, apabila perjalanan cukup cepat, tidak mengalami kemacetan,

frekuensi pelayanan cukup, aman, bebas dari kemungkinan kecelakaan dan

kondisi pelayanan yang nyaman. Untuk mencapai kondisi yang ideal seperti

ini, sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang menjadi komponen

transportasi ini, yaitu kondisi prasarana (jalan), sistem jaringan jalan, kondisi

sarana (kendaraan) dan sikap mental pemakai fasilitas transportasi tersebut

(Sinulingga, 1999). Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal,

yaitu darimana kegiatan pengangkutan dimulai dan ke tempat tujuan, yaitu

12
dimana kegiatan pengangkutan diakhiri. Transportasi bukanlah tujuan,

melainkan sarana untuk mencapai tujuan sementara kegiatan masyarakat

sehari-hari, bersangkut paut dengan produksi barang dan jasa untuk

mencukupi kebutuhan yang beraneka ragam. Kegiatan transportasi terwujud

menjadi pergerakan lalu lintas antara dua guna lahan, karena proses

pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi ditempat asal (Nasution,1996).

1) Jalan Perkotaan

Pengertian jalan perkotaan menurut Manual Kapasitas Jalan

Indonesia (MKJI) 1997, merupakan segmen jalan yang mempunyai

perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau

hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakah berupa

perkembangan lahan atau bukan. Termasuk jalan di atau dekat pusat

perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000, maupun jalan didaerah

perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 dengan perkembangan

samping jalan yang permanen dan menerus. Tipe jalan pada jalan

perkotaan adalah sebagai berikut ini.

1) Jalan dua lajur dua arah (2/2 UD).

2) Jalan empat lajur dua arah.

a) Tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD).

b) Terbagi (dengan median) (4/2 D).

3) Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D).

4) Jalan satu arah (1-3/1). Menurut Highway Capacity Manual (HCM)

1994, jalan perkotaan dan jalan luar kota adalah jalan bersinyal yang

13
menyediakan pelayanan lalu lintas sebagai fungsi utama, dan juga

menyediakan akses untuk memindahkan barang sebagai fungsi

pelengkap.

2) Kapasitas Jalan

Kapasitas suatu ruas jalan dalam suatu sistem jalan adalah jumlah

kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk

melewati ruas jalan tersebut (dalam satu maupun dua arah) dalam periode

waktu tertentu dan di bawah kondisi jalan dan lalu lintas yang umum

(Oglesby dan Hicks, 1993). Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas

ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan

dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per

lajur. Kapasitas merupakan salah satu ukuran kinerja lalu lintas pada saat

arus lalu lintas maksimum dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian

jalan pada kondisi tertentu (MKJI, 1997).

3. Kecepatan dan Waktu Tempuh

Kecepatan dinyatakan sebagai laju dari suatu pergerakan

kendaraan dihitung dalam jarak persatuan waktu (km/jam) (F.D Hobbs,

1995). Pada umumnya kecepatan dibagi menjadi tiga jenis sebagai berikut

ini.

a) Kecepatan setempat (Spot Speed), yaitu kecepatan kendaraan pada

suatu saat diukur dari suatu tempat yang ditentukan.

b) Kecepatan bergerak (Running Speed), yaitu kecepatan kendaraan rata-

rata pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak dan didapat dengan

14
membagi panjang jalur dibagi dengan lama waktu kendaraan bergerak

menempuh jalur tersebut.

c) Kecepatan perjalanan (Journey Speed), yaitu kecepatan efektif

kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat dan

merupakan jarak antara dua tempat dibagi dengan lama waktu

kendaraan menyelesaikan perjalanan antara dua tempat tersebut. MKJI

menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja

segmen jalan. Kecepatan tempuh merupakan kecepatan rata-rata

(km/jam) arus lalu lintas dari panjang ruas jalan dibagi waktu tempuh

rata-rata kendaraan yang melalui segmen jalan tersebut. (MKJI 1997).

Kecepatan tempuh merupakan kecepatan rata-rata dari perhitungan

lalu lintas yang dihitung berdasarkan panjang segmen jalan dibagi

dengan waktu tempuh rata-rata kendaraan dalam melintasinya (HCM,

1994). Sedangkan waktu tempuh (TT) adalah waktu total yang

diperlukan untuk melewati suatu panjang jalan tertentu, termasuk

waktu berhenti dan tundaan pada simpang. Waktu tempuh tidak

termasuk berhenti untuk beristirahat dan perbaikan kendaraan

(MKJI,1997).

4) Kinerja Jalan

Kinerja jalan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia yang

dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 1997, adalah suatu

ukuran kuantitatif yang menerangkan tentang kondisi operasional jalan

seperti kerapatan atau persen waktu tundaan. Kinerja jalan pada umumnya

15
dinyatakan dalam kecepatan, waktu tempuh dan kebebasan bergerak.

Unjuk kerja atau tingkat pelayanan jalan merupakan indikator yang

menunjukan tingkat kualitas lalu lintas. Menurut MKJI 1997 dalam

Fathoni, M dan Buchori, E, 2004 tingkat pelayanan jalan (Level of service)

dinyatakan sebagai berikut:

a) Kondisi operasi yang berbeda yang terjadi pada lajur jalan ketika

mampu menampung bermacam-macam volume lalu lintas.

b) Ukuran kualitas dari pengaruh faktor aliran lalu lintas, kenyamanan

pengemudi, waktu perjalanan, hambatan, kebebasan manuver dan

secara tidak langsung biaya operasi dan kenyamanan. Unjuk kerja lalu

lintas pada ruas jalan perkotaan dapat ditentukan melalui nilai VC ratio

atau perbandingan antara volume kendaraan yang melalui ruas jalan

tersebut pada rentang waktu tertentu dengan kapasitas ruas jalan

tersebut yang tersedia untuk dapat dilalui kendaraaan pada rentang

waktu tertentu. Semakin besar nilai perbandingan tersebut maka unjuk

kerja pelayanan lalu lintas akan semakin buruk dan berpengaruh pada

kecepatan operasional kendaraan yang merupakan bentuk fungsi dari

besaran waktu tempuh kendaraan. Nilai VC ratio dapat dibuat interval

untuk mengklasifikasikan tingkat pelayanan ruas jalan. Di Indonesia,

kondisi pada tingkat pelayanan (LOS) diklasifikasikan atas berikut ini.

1) Tingkat Pelayanan A

a) Kondisi arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan

kecepatan tinggi.

16
b) Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang

dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan

kecepatan maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan.

c) Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkan

tanpa atau dengan sedikit tundaan.

2) Tingkat Pelayanan B

a) Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan

mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas.

b) Kepadatan lalu lintas rendah, hambatan internal lalu lintas

belum mempengaruhi kecepatan.

c) Pengemudi masih cukup punya kebebasan yang cukup untuk

memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan.

3) Tingkat Pelayanan C

a) Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan di

kendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi.

b) Kepadatan lalu lintas meningkat dan hambatan internal

meningkat.

c) Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan,

pindah lajur atau mendahului.

4) Tingkat Pelayanan D

a) Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi

dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh

perubahan kondisi arus.

17
b) Kepadatan lalu lintas sedang fluktuasi volume lalu lintas dan

hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan

yang besar.

c) Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam

menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini

masih dapat ditolerir untuk waktu yang sangat singkat.

5) Tingkat Pelayanan E

a) Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan

volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan

sangat rendah.

b) Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu

lintas tinggi.

c) Pengemudi mulai merasakan kemactan-kemacetan durasi

pendek.

6) Tingkat Pelayanan F

a) Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang

b) Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta

terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama.

c) Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun

sampai 0. 1 Formulir yang digunakan untuk menilai kinerja

jalan yaitu formulir UR-1 untuk data umum dan data

geometrik jalan, UR-2 untuk arus lalu lintas serta UR-3 untuk

analisa kecepatan dan kapasitas jalan.

18
5) Komposisi Lalu Lintas

Nilai arus lalu lintas mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan

menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (SMP). Semua nilai

arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil

penumpang (SMP) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang

(EMP) .

2.2 Pengertian Kemacetan Lalu Lintas

Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas

jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang

mengakibatkan kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau melebihi 0

km/jam sehingga menyebabkan terjadinya antrian. Pada saat terjadinya

kemacetan, nilai derajat kejenuhan pada ruas jalan akan ditinjau dimana

kemacetan akan terjadi bila nilai derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5

(MKJI, 1997).

Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi.

Kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu besarnya sehingga

kendaraan sangat berdekatan satu sama lain. Kemacetan total terjadi apabila

kendaraan harus berhenti atau bergerak sangat lambat ( Ofyar Z Tamin,

2000 ).

Lalu-lintas tergantung kepada kapasitas jalan, banyaknya lalu-lintas yang

ingin bergerak, tetapi kalau kapasitas jalan tidak dapat menampung, maka

lalu-lintas yang ada akan terhambat dan akan mengalir sesuai dengan

kapasitas jaringan jalan maksimum (Budi D.Sinulingga, 1999).

19
Kemacetan lalu lintas pada ruas jalan raya terjadi saat arus kendaraan lalu

lintas meningkat seiring bertambahnya permintaan perjalanan pada suatu

periode tertentu serta jumlah pemakai jalan melebihi dari kapasitas yang ada

(Meyer et al ,1984).

2.2.1 Faktor – Faktor Penyebab Kemacetan

Kemacetan lalu lintas tidak terjadi begitu saja tanpa adanya sebab.

Penyebab Kemacetan antara lain pergerakan pejalan kaki, perilaku

pengemudi angkutan kota, penggunaan jalan yang melebihi kapasitas,

persimpangan jalan, serta U- turn. Berikut akan dipaparkan penjelasan

mengenai penyebab tersebut. Penjelasan meliputi apa saja yang

menyebabkan hal-hal tersebut dapat membebani jaringan jalan dan

bagaimana yang seharusnya dilakukan agar tidakterjadi kemacetan

(Tamin, 200).

1) Aktivitas pejalan kaki (penyeberang jalan)

Pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang

dipergunakan untuk mendeskripsikan orang yang berjalan di

lintasan pejalan kaki baik dipinggir jalan, trotoar, lintasan khusus

bagi pejalan kaki ataupun menyeberang jalan.Kenyamanan bagi

pejalan kaki adalah salah satu hal penting yang harus diperhatikan

dewasa ini.Karena kenyamanan pejalan kaki dapat mengurangi

tingkat kemacetan yang ada pada suatu ruas jalan (Firmansyah, D,

2012).

20
Meningkatkan fasilitas – fasilitas berguna untuk

meningkatkan kenyamanan bagi para pejalan kaki. Fasilitas

tersebut diantaranyat rotoar, zebracross, pelikan maupun JPO

(Jembatan Penyeberangan Orang)

Tabel 2.1 Kriteria Pemelihan Fasilitas Penyeberangan Sebidang

P v
pv2 ( orang/jam) (kend/jam) Rekomendasi awal
≤ 10 8
tidak perlu penyebaran
> 10 8
50-1100 300-500 zebrzcross
> 2x108 50-1100 400-750 zebrzcross + pulau lalu lintas
> 10 8
50-1100 > 500 pelikan
> 10 8
> 1100 > 300 pelikan
> 2x108 50-1100 > 750 pelikan + pulau lalu lintas
> 2x10 8
> 1100 > 750 pelikan + pulau lalu lintas
Sumber : Departemen PU Dirjen Bina Marg, 1995

2) Penggunaan Jalan Yang Melebihi Kapasitas

Penggunaan jalan yang melebihi kapasitas jalan

sesungguhnya selain mempengaruhi kemacetan adalah mengurangi

kemampuan dari perkerasan jalanitu sendiri. Hal ini akan

berdampak pada penurunan umur rencana pada jalan. Penurunan

umur rencana dapat menambah biaya operasional untuk perawatan

jalan.Kapasitas ruas jalan yang buruk dapat menyebabkan tingkat

kejenuhan yang besar.

3) Persimpangan

Persimpangan adalah pertemuan atau percabangan jalan,

baik sebidang maupun yang tidak sebidang (Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu lintas jalan).

21
Persimpangan merupakan bagian yang pentingdari jalan

raya karena sebagian besar dari efisiensi, waktu perjalanan,

kecepatan, biaya operasi, kapasitas lalu lintas, keamanan dan

kenyamanan akan sangat bergantung pada perencanaan

persimpangan yang ada. Setiap persimpangan mencakup

pergerakan lalu lintas meneruskan dan lalu lintas yang saling

memotong pada satu atau lebih dari kaki persimpangan dan

mencakup juga pergerakan perputaran (Harianto, J, 2004).

Pada persimpangan, yang menimbulkan kemacetan adalah

titik konfliknya.Semakin banyak titik konflik yang ada, semakin

besar pula tingkat kemacetan yang ditimbulkannya.Banyaknya titik

konflik yang timbulpada suatu persimpangan dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Titik konflik pada simpang


Sumber : Harianto. J. 2004
Penurunan titik konflik pada simpang dapat dilakukan dengan

berbagai cara, diantaranya:

a) Pengurangan lengan

b) Pengurangan lajur

c) Mengontrol jumlah pergerakan yang ada di setiap lengan

22
d) Rekayasa sistem pada persimpangan

e) Pembuatan simpang tak sebidang (opsi terakhir)

4) U-Turn

Salah satu penyumbang naiknya angka kemacetan

diantaranya U-Turn. Desain dan pengelolaan U-Turn yang kurang

baik itulah yang akan menyebabkan tidak teraturnya pengendara

yang akan memutar arah sehingga menimbulkan kemacetan

(Kasturi, Z, 1996).

2.2.2 Dampak Negatif Kemacetan

Menurut Santoso (1997), kerugian yang diderita akibat dari

masalah kemacetan ini apabila dikuantifikasikan dalam satuan

moneter sangatlah besar, yaitu kerugian karena waktu perjalanan

menjadi panjang dan makin lama, biaya operasi kendaraan menjadi

lebih besar dan polusi kendaraan yang dihasilkan makin bertambah.

Pada kondisi macet kendaraan merangkak dengan kecepatan yang

sangat rendah, pemakaian bbm menjadi sangat boros, mesin

kendaraan menjadi lebih cepat aus dan buangan kendaraan yang

dihasilkan lebih tinggi kandungan konsentrasinya. Pada kondisi

kemacetan pengendara cenderung menjadi tidak sabar yang menjurus

ke tindakan tidak disiplin yang pada akhirnya memperburuk kondisi

kemacetan lebih lanjut lagi. Menurut Etty Soesilowati (2008), secara

ekonomis, masalah kemacetan lalu lintas akan menciptakan biaya

sosial, biaya operasional yang tinggi, hilangnya waktu, polusi udara,

23
tingginya angka kecelakaan, bising, dan juga menimbulkan

ketidaknyamanan bagi pejalan kaki. Menurut Tamin (2000:493),

masalah lalu lintas atau kemacetan menimbulkan kerugian yang

sangat besar bagi pemakai jalan, terutama dalam hal pemborosan

waktu (tundaan), pemborosan bahan bakar, pemborosan tenaga dan

rendahnya kenyamanan berlalulintas serta meningkatnya polusi baik

suara maupun polusi udara.

2.3 Sistem Transportasi

Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling

berkaitan. Dalam setiap organisasi sistem, perubahan pada satu komponen

dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Dalam sistem

mekanis, komponen berhubungan secara ‘mekanis’, misalnya komponen

dalam mesin mobil. Dalam sistem ‘tidak-mekanis’, misalnya dalam interaksi

sistem tata guna lahan dengan sistem jaringan transportasi, komponen yang

ada tidak dapat berhubungan secara mekanis, akan tetapi perubahan pada

salah satu komponen (sistem ‘kegiatan’) dapat menyebabkan perubahan pada

komponen lainnya (sistem ‘jaringan’ dan sistem ‘pergerakan’). Pada

dasarnya, prinsip sistem ‘mekanis’ sama saja dengan sistem ‘tidak-mekanis’.

( Tamin, 2000 )

Sistem Transportasi dibagi menjadi sistem transportasi makro dan sistem

transportasi mikro. Sistem transportasi makro yaitu sistem yang dipecahkan

menjadi beberapa subsistem mikro yang saling berhubungan diantaranya,

Sistem Kegiatan ( Transport Demand ), Sistem Jaringan ( Prasarana

24
Transportasi ), Sistem Pergerakan ( Lalu-lintas ), dan Sistem Kelembagaan

Seperti pada gambar berikut ( Fakhri Naufal, 2016 ).

2.3.1 Sistem transportasi makro

Untuk lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan

masalah yang terbaik, perlu dilakukan pendekatan secara sistem −

sistem transportasi dijelaskan dalam bentuk sistem transportasi makro

yang terdiri dari beberapa sistem transportasi mikro. Sistem

transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi

beberapa sistem yang lebih kecil (mikro) yang masing-masing saling

terkait dan saling mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Sistem Transportasi Makro


sumber: Tamin, 2000
Sistem transportasi mikro tersebut terdiri dari:

a) sistem kegiatan

b) sistem jaringan prasarana transportasi

c) sistem pergerakan lalulintas d sistem kelembagaan

Seperti kita ketahui, pergerakan lalulintas timbul karena

adanya proses pemenuhan kebutuhan. Kita perlu bergerak karena

25
kebutuhan kita tidak bisa dipenuhi di tempat kita berada. Setiap tata

guna lahan atau sistem kegiatan (sistem mikro yang pertama)

mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan

pergerakan dan akan menarik pergerakan dalam proses pemenuhan

kebutuhan (Tamin 200).

Sistem tersebut merupakan sistem pola kegiatan tata guna

lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi,

kebudayaan, dan lain-lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini

membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang

perlu dilakukan setiap hari yang tidak dapat dipenuhi oleh tata guna

lahan tersebut. Besarnya pergerakan sangat berkaitan erat dengan

jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan. Pergerakan yang berupa

pergerakan manusia dan/atau barang tersebut jelas membutuhkan

moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda

transportasi tersebut bergerak (Tamin 200).

Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan sistem mikro

yang kedua yang biasa dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi

sistem jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus dan kereta api,

bandara, dan pelabuhan laut. Interaksi antara sistem kegiatan dan

sistem jaringan ini menghasilkan pergerakan manusia dan/atau barang

dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang (pejalan kaki).

Suatu sistem mikro yang ketiga atau sistem pergerakan yang aman,

cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya

26
dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh sistem rekayasa dan

manajemen lalulintas yang baik. Permasalahan kemacetan yang sering

terjadi di kota besar di Indonesia biasanya timbul karena kebutuhan

akan transportasi lebih besar daripada prasarana transportasi yang

tersedia, atau prasarana tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana

mestinya (Tamin 200).

Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan akan

saling mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 2.2. Perubahan

pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi sistem jaringan

melalui perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan.

Begitu juga perubahan pada sistem jaringan akan dapat

mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan

aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut (Tamin 200).

Selain itu, sistem pergerakan memegang peranan penting

dalam menampung pergerakan agar tercipta pergerakan yang lancar

yang akhirnya juga pasti mempengaruhi kembali sistem kegiatan dan

sistem jaringan yang ada dalam bentuk aksesibilitas dan mobilitas.

Ketiga sistem mikro ini saling berinteraksi dalam sistem transportasi

makro (Tamin 200).

Sesuai dengan GBHN 1993, dalam usaha untuk menjamin

terwujudnya sistem pergerakan yang aman, nyaman, lancar, murah,

handal, dan sesuai dengan lingkungannya, maka dalam sistem

27
transportasi makro terdapat sistem mikro tambahan lainnya yang

disebut sistem kelembagaan yang meliputi individu, kelompok,

lembaga, dan instansi pemerintah serta swasta yang terlibat secara

langsung maupun tidak langsung dalam setiap sistem mikro tersebut.

Di Indonesia, sistem kelembagaan yang berkaitan dengan masalah

transportasi secara umum adalah sebagai berikut.

1) Sistem kegiatan Bappenas, Bappeda Tingkat I dan II, Bangda,

Pemda

2) Sistem jaringan Departemen Perhubungan (Darat, Laut,

Udara), Bina Marga

3) Sistem pergerakan DLLAJ, Organda, Polantas, masyarakat

Bappenas,

Bappeda, Bangda, dan Pemda memegang peranan yang sangat

penting dalam menentukan sistem kegiatan melalui kebijakan baik

yang berskala wilayah, regional, maupun sektoral. Kebijakan sistem

jaringan secara umum ditentukan oleh Departemen Perhubungan

baik darat, laut, maupun udara serta Departemen PU melalui

Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem pergerakan ditentukan oleh

DLLAJ, Organda, Polantas dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

Kebijakan yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan

baik melalui peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan

sistem penegakan hukum yang baik pula. Jadi, secara umum dapat

28
dikatakan bahwa pemerintah, swasta, dan masyarakat berperan

dalam mengatasi masalah sistem transportasi ini, terutama masalah

kemacetan.

2.3.2 Sistem tata guna lahan−transportasi

Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas

seperti bekerja, sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang

berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan,

rumah, dan lain-lain). Potongan lahan ini biasa disebut tata guna

lahan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan

perjalanan di antara tata guna lahan tersebut dengan menggunakan

sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus).

Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan, dan

barang. Pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang

mengakibatkan berbagai macam interaksi. Terdapat interaksi antara

pekerja dan tempat mereka bekerja, antara ibu rumah tangga dan

pasar, antara pelajar dan sekolah, dan antara pabrik dan lokasi bahan

mentah serta pasar. Beberapa interaksi dapat juga dilakukan dengan

telepon atau surat (sangat menarik untuk diketahui bagaimana sistem

telekomunikasi yang lebih murah dan lebih canggih dapat

mempengaruhi kebutuhan lalulintas di masa mendatang).

Akan tetapi, hampir semua interaksi memerlukan perjalanan,

dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakan arus lalulintas. Sasaran

umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi tersebut

29
menjadi semudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan

transportasi untuk mencapai sasaran umum itu antara lain dengan

menetapkan kebijakan tentang hal berikut ini.

1) Sistem kegiatan Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko,

sekolah, perumahan, pekerjaan, dan lain-lain yang benar) dapat

mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga

membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan tata guna

lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama dan tergantung

pada badan pengelola yang berwewenang untuk melaksanakan

rencana tata guna lahan tersebut.

2) Sistem jaringan Hal yang dapat dilakukan misalnya

meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada:

melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru, dan lain-lain.

3) Sistem pergerakan Hal yang dapat dilakukan antara lain

mengatur teknik dan manajemen lalulintas (jangka pendek),

fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan

menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang).

Sebaran geografis antara tata guna lahan (sistem kegiatan)

serta kapasitas dan lokasi dari fasilitas transportasi (sistem jaringan)

digabungkan untuk mendapatkan arus dan pola pergerakan lalulintas

di daerah perkotaan (sistem pergerakan). Besarnya arus dan pola

pergerakan lalulintas sebuah kota dapat memberikan umpan-balik

30
untuk menetapkan lokasi tata guna lahan yang tentu membutuhkan

prasarana baru pula.

2.4 Model Transportasi

Transportasi Modeling dalam berarti umum sebuah Wide Area

transportasi Supply-Demand Modeling. teknik pemodelan ini dapat

digunakan untuk semua jenis mode, baik untuk penumpang maupun barang,

dan baik untuk publik atau kendaraan pribadi. Pada dasarnya, pemodelan

transportasi terdiri dari empat langkah. Tapi, secara umum, ini dapat

dikelompokkan menjadi tiga tipe dasar: langsung, pemodelan konvensional

dan tidak konvensional. Empat langkah yang dikenal sebagai: bangkitan

perjalanan, modal split, distribusi perjalanan dan penugasan lalu lintas. Suite

empat ini dapat bervariasi, tetapi generasi perjalanan selalu titik starter dan

tugas lalu lintas selalu titik akhir. Langkah keempat, tugas lalu lintas, tahu

beberapa jenis: All or nothing, memuat tambahan, keseimbangan sebuah lain.

Ada jenis model untuk setiap langkah (Hitapriya Suprayitno, 2016 )

Transportasi merupakan proses penyebaran matriks asal tujuan pada

suatu jaringan jalan sehingga menghasilkan arus lalulintas pada tahun

rencana. Matrik Asal Tujuan (MAT) merupakan masukan utama yang paling

sering digunakan dalam berbagai macam perencanaan dan manajemen sistem

transportasi, walaupun nilai MAT yang sebenarnya terjadi di lapangan tidak

akan pernah bisa diketahui oleh siapa pun sehingga penelitian

mengembangkan berbagai macam metoda untuk dapat memperkirakan MAT

tersebut ( Fakhri Naufal, 2016 )

31
1) Daerah Kajian Daerah yang dikaji mencakup wilayah suatu kota, akan

tetapi harus dapat mencakup ruang atau daerah yang cukup untuk

pengembangan kota di masa mendatang pada tahun rencana. Biasanya

survei kendaraan yang melalui garis kordon (batas daerah kajian) perlu

dilakukan agar batas dapat ditentukan sehingga tidak memotong jalan

yang sama lebih dari dua kali (untuk menghindari perhitungan ganda dua

kendaraan yang sama).

2) Zona Kajian Zona merupakan suatu satuan ruang dalam tahapan

perencanaan transportasi yang mewakili suatu wilayah tertentu yang

memiliki karakteristik tertentu pula. Sehubungan dengan adanya definisi

zona internal dan zona eksternal sebagai zona asal dan zona tujuan, maka

pergerakan arus lalulintas dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe

pergerakan. Pergerakan eksternal-internal, internal-eksternal (atau

sebaliknya), internalinternal, dan inter zona.

3) Ruas Jalan Beberapa ciri ruas jalan yang perlu diketahui, seperti panjang,

kecepatan, jumlah lajur, jenis gangguan samping, kapasitas dan

hubungan kecepatan–arus di ruas jalan tersebut. Ruas jalan dua arah

selalu dinyatakan dengan dua ruas jalan satu arah (Tamin, 2000).

Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas berdasarkan pada

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997 mempunyai

bentuk umum pada Rumus 1.

FV = ( FV0 + FVW ) X FVsf X FVcs .............................................(2. 1)

32
dengan:

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan

(km/jam)

FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang

diamati

FVW = Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)

FFVSF = Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu

atau jarak kereb penghalang

FFVCS = Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota

Perhitungan kapasitas jalan didasarkan pada Manual Kapasitas

Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997. Perhitungan kapasitas menggunakan

Rumus 2.

C =C0 ×FCW × FCSP ×FCSF×FCCS .................................( 2.2 )

dengan:

C = kapasitas (smp/jam)

C0 = kapasitas dasar (smp/jam)

FCSP = faktor penyesuaian distribusi

FCW = faktor penyesuaian lebar jalan

FCSf = faktor penyesuaian gangguan samping

FCcs = faktor penyesuaian ukuran kota

2.4.1 Empat Tahap Pemodelan Transportasi

1) Bangkitan dan tarikan pergerakan (Trip Generation)

33
Bagian ini merupakan tahapan permodelan yang memperkirakan

jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tataguna lahan

dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna

lahan. Bangkitan lalu lintas ini mencakup lalu lintas yang

meninggalkan lokasi (trip production) dan lalu lintas yang menuju ke

suatu lokasi (trip attraction). Pergerakan lalu lintas ini biasanya

bertipe 3 aliran, yakni home-based work trips (HBW), home-based

other (or non-work) trips (HBO), dan non-home –based trips (NHB).

Tipe tipe lalu lintas diatas sangat dipengaruhi oleh tipe tataguna lahan

(pemukiman, perkantoran, dll) dan jumlah aktivitas dan intensitas

pada tataguna lahan tersebut. Sebagai contoh, daerah perkantoran

merupakan trip generation yang puncak frekuensi nya terjadi saat pagi

dan sore saja. Selain itu, daerah pemukiman bertipe padat seperti

apartemen akan membangkitkan lalu lintas lebih besar dibandingkan

rumah di daerah pedesaan. Oleh karena itulah trip generation ini

sangat dipengaruhi tipe tata guna dan intensitas tata guna lahan

tersebut ( Munawar, 2005 ).

2) Distribusi pergerakan lalu lintas (Trip Distribution)

Bagian ini merupakan tahapan permodelan yang memperkirakan

sebaran pergerakan yang meninggalkan suatu zona atau yang menuju

suatu zona. Meskipun demikian, trip distribution sering disebut

dnegan production-attraction pairs dibandingkan origin-destination

pairs. Model distribusi ini merupakan suatu pilihan jalan menuju

34
destinasi yang diinginkan, biasanya direpresentasikan dalam bentuk

garis keinginan (desire line) atau dalam bentuk matriks asal tujuan

(MAT). Pola distribusi lalu lintas antara zona asal dan tujuan adalah

hasil dari dua hal yang terjadi secara bersamaan yakni lokasi dan

intensiatas tata guna lah dan interaksi antara 2 buah tata guna lahan.

Tahap 2 ini juga menentukan apakah tipe penghubung tersebut

terpusat satu jalur atau tersebar. Biasanya factor paling menentukan

dari trip distribution adalah spatial separation dan biaya. Tata guna

tanah cenderung menarik lalu lintas dari tempat yang lebih dekat

dibandingkan dengan tempat yang jauh ( Munawar, 2005 ).

Gambar 2.3 Matriks Asal Tujuan ( A ) dan Tujuan ( B )


Sumber : Munawar 2005

Gambar 2.4 Diagram Garis Keinginan


Sumber : Munawar 2005

35
3) Pemilihan Moda (Modal choice/modal split)

Setelah adanya bangkitan dan pemilihan tipe distribusi,

tahapan model transportasi selanjutnya adalah memilih bagaimana

interaksi dari production dan attraction itu dilakukan. Pemilihan moda

transportasi bergantung dari tingkat ekonomi dari pemilik tata guna

lahan dan biaya transportasi dari moda angkutan. Orang dengan

ekonomi tinggi cenderung memilih mode angkutan pribadi

dibandingkan mode angkutan umum. Jika terdapat lebih dari satu

moda, moda yang dipilih biasanya yang memiliki rute terpendek,

tercepat atau termurah, atau kombinasi ketiganya ( Munawar, 2005 ).

4)  Pembebanan lalu lintas (Trip Assignment)

setelah dipilihnya tipe moda angkutan dan jalur distribusi, maka

akan timbulah aliran volume lalu lintas. Pada tahapan ini, pengaturan

akan arus lalu lintas akan dilakukan. Bila diketahui suatu jalur

distribusi memiliki beban volume yang padat, maka planner bisa

mengalihkan satu jalur lainnya ke jalur yang lain sehingga menjadi

tinggal satu jalur. Pemilihan rute baru tetap memperhitungkan

alternative terpendek, tercepat, termurah, dan juga diasumsikan bahwa

pemakai jalan mempunyai informasi cukup tentang kemacetan,

kondisi jalan, dll ( Munawar, 2005 )

2.4.2 Model Pemilihan Rute ( Trip Assignment )

Adanya perbedaan berdasarkan tujuan pergerakan yang

menghasilkan penyebaran kendaraan pada masing-masing rute disebut

36
skotastik (mempertimbangkan peranannya) didalam pemilihan rute.

Metode analisis pemilihan rute yang dipakai dalam pembebanan lalu

lintas sangat bergantung pada salah satu bagian analisis. Tapi

sebaliknya, jika unsur skotastik dihilangkan, maka perhitungan

kapasitas jalan (V/C) rasio sangat diperlukan (Tamin, 2000).

Pada tahap pembebanan rute, beberapa prinsip digunakan

untuk membebankan Matriks Asal Tujuan pada jaringan jalan yang

akhirnya menghasilkan informasi arus lalulintas pada setiap ruas jalan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan rute pada

saat kita melakukan perjalanan. Beberapa diantaranya adalah waktu

tempuh, jarak, biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan

antrian, jenis manuver yang dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol,

arteri), pemandangan, kelengkapan rambu dan marka jalan, serta

kebiasaan. Tidaklah praktis memodel semua faktor sehingga harus

digunakan beberapa asumsi atau pendekatan. Klasifikasi model

pemilihan rute berdasarkan asumsi yang melatar belakanginya.

Tabel 2.2 Klasifikasi Model Pemilihan Rute

Pengaruh (unsur) yang Pengaruh Stokastik Dipertimbangkan ?


Lebih Dipertimbangkan
Tidak Ya
Apakah Pengaruh Tidak Model Semua Atau Tidak Sama Model
Kendala Kapasitas Sekali ( All Ot Nothing ) Stokastik
Dipertimbangkan ? Murni
Ya ModelKeseimbangan Wardrop Model
Pengguna
Stokastik
Sumber : Ortuzar and Willumsen (1995)

Arus lalu lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu jaringan

dapat diperkirakan sebagai basil proses pengkombinasian informasi

37
MAT, deskripsi sistem jaringan dan pemodelan pemilihan rute.

Prosedur pemilihan rute bertujuan memodel perilaku pelaku

pergerakan dalam memilih rute yang menurut mereka merupakan rute

terbaiknya. Dengan kata lain, dalam proses pemilihan rute, pergerakan

antara dua zona (yang didapat dari tahap sebaran pergerakan) untuk

moda tertentu (yang didapat dari tahap pemilihan moda) dibebankan

ke rute tertentu yang terdiri atas ruas jaringan jalan tertentu (atau

angkutan umum). Jadi dalam pemodelan pemilihan rute dapat

diidentifikasi rute yang akan digunakan oleh setiap pengendara

sehingga akhirnya didapat jumlah pergerakan pada setiap ruas jalan

(Ortuzar and Willumsen, 1995).

Dengan mengasumsikan bahwa setiap pengendara memilih

rute yang merninimumkan biaya perjalanannya (rute tercepat jika dia

lebih mementingkan waktu dibandingkan jarak atau biaya), maka

adanya penggunaan ruas yang lain mungkin disebabkan oleh

perbedaan persepsi pribadi tentang biaya atau mungkin juga

disebabkan oleh keinginan menghindari kemacetan ( Tamin 2000 ).

Mengacu pada label tersebut, efek stokastik timbul karena

adanya perbedaa persepsisetiap pengendara tentang biaya perjalanan,

sedangkan efek batasan kapasitas timbul karena biaya perjalanan

(dalam hal ini komponen waktu tempuh ) tergantung pada arus lalu

lintas. Dengan kata lain, kedua efek tersebut terjadi bersam sama,

khususnya didaerah perkotaan, sehingga model pemilihan rute yang

38
terbaik harus mengikut sertakan kedua efek tersebut. Efek stokastik

merupakan faktor yang dominan pada tingkat arus lalu lintas yang

rendah, sedangkan efek batasan-kapasitas dominan pada tingkat arus

lalu lintas yang tinggi (Ortuzar, JD and Villumsen, l 990).

1) Model All-or-Nothing

Model ini tidak memperdulikan pengaruh kendala kapasitas

suatu ruas jalan, apakah ruas jalannya macet atau tidak, maka

seluruh pemakai jalan (pelaku perjalanan) akan memilih ruas jalan

yang terdekat, waktunya singkat, dan ongkosnya murah, sekalipun

ruas jalan tersebut macet. Disini unsur stokastik juga tidak ada

sama sekali karena seluruh pemakai jalan hanya dipengaruhi oleh

bagaimana meminimalkan jarak, waktu dan ongkos.

Hanya 3 (tiga) variabel yang mempengaruhi perilaku

pengguna jalan, yaitu:

a) Jarak minimal

b) Waktu minimal

c) Ongkos minimal

Metode ini menganggap bahwa semua perjalanan dari zona

asal i ke zona tujuan d akan mengikuti rute tercepat. Dalam

kasus tertentu, asumsi ini dianggap cukup realistis, misalnya untuk

daerah pinggiran kota yang jaringan jalannya tidak begitu rapat

dan yang tingkat kemacetannya tidak begitu berarti. Tetapi

39
asumsi ini menjadi tidak realistis jika digunakan untuk daerah

perkotaan yang sering mengalami kemacetan. Model ini

merupakan model tercepat dan termudah dan sangat berguna untuk

jaringan jalan yang tidak begitu rapat yang hanya mempunyai

beberapa rute alternatif saja ( Natalia Tanan, 2009 ).

Meskipun demikian, model all-or-nothing masih merupakan

model yang paling sederhana dan efisien sehingga sangat sering

digunakan. Dengan mengetahui rute terbaik antar zona yang setiap

pergerakannya dibebankan ke jaringan jalan melalui rute terbaik

tersebut, maka total arus untuk setiap ruas jalan bisa dihitung.

Model ini merupakan model tercepat dan termudah dan sangat

berguna untuk jaringan jalan yang tidak begitu rapat yang hanya

mempunyai beberapa rute alternatif saja. Selain itu, penggunaan

metode all-or-nothing menyediakan informasi yang berharga bagi

para perencana transportasi untuk menentukan arah pembangunan

jaringan jalan baru. Jika model all-or-nothing diterapkan pada

jaringan , dapat dipastikan bahwa rute 1 akan dilalui oleh 4.500

kendaraan. Hal ini disebabkan karena model ini mengabaikan efek

kemacetan sehingga setiap pengendara akan mempunyai persepsi

yang sama terhadap rute terbaiknya, yaitu rute 1. Pada

kenyataannya, hal ini tidak mungkin terjadi karena kapasitas rute 1

hanya 1.500 kendaraan per jam; jadi, jika arus telah melebihi

kapasitasnya, terjadilah kemacetan yang menyebabkan rute 2

40
menjadi lebih menarik dan mulai digunakan oleh kendaraan

lainnya ( Tamin,2000 ).

Hal ini merupakan kelemahan model all-or-nothing sehingga

hanya dapat digunakan pada kondisi jaringan jalan yang tidak

macet. Menentukan rute terpendek dengan cara manual tidaklah

mudah, apalagi untuk jaringan yang luas dengan kepadatan moda

yang tinggi. Hal ini merupakan tantangan bagi para peneliti untuk

memecahkannya. Algoritma dari pembebanan tersebut adalah

prosedur pembebanan dari MAT [T] pada rute terbaik yang

menghasilkan arus VA,B pada ruas antara simpul A dan B. 7

( Tamin,2000 ).

Metode ini merupakan model pemilihan rute yang paling

sederhana. Pada model ini diasumsikan bahwa semua pengendara

berusaha untuk meminimumkan biaya perjalanannya yang

tergantung pada karakteristik jaringan jalan dan asumsi

pengendara. Dianggap bahwa pengendara memiliki persepsi dan

tujuan yang sama sehingga hanya terdapat satu rute terbaik yang

dipilih. Metode ini tidak dipengaruhi oleh efek kemacetan.( Fakhri

Naufal 2016).

(Black, 1982) mengilustrasikan metode pembebanan all-or-

nothing (angka pada setiap ruas adalah waktu tempuh dalam menit

untuk ruas tersebut). Mudah dilihat bahwa rute tercepat dari zona i

41
ke zona d adalah 1−4−3. Rute tercepat dari zona i ke setiap zona

lainnya dalam daerah kajian dapat ditentukan, dan kumpulan rute

itu disebut pohon dari zona i.

Gambar 2.5 Jaringan sederhana dan waktu tempuh ruas


Sumber: Black (1982
Rute terpendek hanya mungkin didapatkan dengan cara

manual untuk jaringan yang sederhana, bukan untuk jaringan jalan

yang luas. Ini merupakan permasalahan yang tidak terpecahkan

selama beberapa tahun dalam perencanaan transportasi dan teknik

lalulintas. Banyak orang mencoba mencari metode atau algoritma

untuk memecahkan masalah ini. Metode all-or-nothing kurang

disukai oleh para perencana; biasanya digunakan untuk

memperlihatkan garis keinginan, misalnya rute yang dipilih

pengendara jika tidak ada kemacetan. Juga, dapat digunakan

sebagai dasar dalam melakukan model pemilihan rute yang lain,

misalnya metode pembebanan keseimbangan dan stokastik ( Black

1982).

Apun persamaan yang di gunakan pada metode oll or

nothing adalah menggunakan persamaan matriks asal tujuan.

42
2) Model Keseimbangan

Model keseimbangan yang menggunakan prinsip

keseimbangan Wardrop (1952), asumsi dasar pemodelan

keseimbangan adalah, pada kondisi tidak macet, setiap pengendara

akan berusaha meminimumkan biaya perjalanannya dengan beralih

menggunakan rute alternatif. Bagi pengendara tersebut, biaya dari

semua alternatif rute yang ada diasumsikan diketahui secara

implisit dalam pemodelan. Jika tidak satupun pengendara dapat

memperkecil biaya tersebut, sistem dikatakan telah mencapai

kondisi keseimbangan Model keseimbangan ini dianggap sebagai

salah satu model pemilihan rute terbaik untuk kondisi macet.

Jika seseorang mengabaikan efek stokastik dan

menganggap batasan-kapasitas sebagai salah satu mekanisme

proses penyebaran pergerakan dalam suatu jaringan, maka

beberapa set model harus dipertimbangkan. Model ini

menggunakan prinsip keseimbangan Wardrop. Asumsi dasar

pemodelan keseimbangan adalah, pada kondisi macet, setiap

pengendara akan berusaha meminimumkan biaya perjalanannya

dengan beralih menggunakan rute alternatif. Bagi pengendara

tersebut, biaya dari semua alternatif rute yang ada diasumsikan

diketahui secara implisit dalam pemodelan. Jika tidak satupun

pengendara dapat memperkecil biaya tersebut, maka sistem

dikatakan telah mencapai kondisi keseimbangan. Prinsip ini dapat

43
didefinisikan sebagai berikut: Dalam kondisi keseimbangan, lalu

lintas akan mengatur dirinya sendiri dalam jaringan yang macet

sehingga tidak ada satupun pengendara dapat mengurangi

biaya perjalannya dengan mengubah rute.

Jika semua pengendara mempunyai asumsi yang sama

terhadap biaya (tidak ada efek stokastik), maka: pada kondisi

keseimbangan, lalu lintas akan mengatur dirinya sendiri dalam

jaringan yang macet sehingga semua rute yang digunakan antar

pasangan asal-tujuan mempunyai biaya yang sama dan minimum,

sedangkan semua rute yang tidak digunakan mempunyai biaya

sama atau lebih mahal.

Dapat disimpulkan bahwa sistem tersebut mencapai

kondisi keseimbangan menurut pandangan pengguna. Oleh karena

itu, kondisi ini disebut kondisi keseimbangan-pengguna (usere

quilibrium). Model keseimbangan ini dianggap salah satu model

pemilihan rute terbaik untuk kondisi macet ( Fakhri Naufal, 2006 ).

Konsep dasar analisis keseimbangan untuk jaringan jalan

pertama kali dikemukakan oleh Wardrop (1952), yang dikenal

sebagai prinsip Keseimbangan Wardrop, yang menyatakan bahwa:

Dalam kondisi keseimbangan arus lalulintas akan merekayasa dirin

ya sendiri dalam jaringan yang macet sedemikian rupa hingga tid

ak ada pengendara baru yang akan dapat mengurangi biaya perjal

44
anannya dengan meng ganti kerute lainnya. Dengan kata lain dalam

kondisi keseimbangan, semua rute yang dipilih mempunyai biaya

yang sama, sementara rute yang tidak dipilih mempunyai biaya

yang sama atau lebih besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa

sistem tersebut telah mencapai kondisi keseimbangan menurut

pandangan pengguna. Persamaan yang di gunakan sebagai berikut :

t = to + a . Vn ………………………………………………. ( 2.3 )

dengan :

t = waktu tempuh pada kondisi arus tertentu

to = waktu tempuh pada saat arus bebas

V = volume ruas

a, n = konstanta

2.5 Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat pelayanan jalan merupakan kemampuan suatu jalan dalam

menjalankan fungsinya. Perhitungan tingkat pelayanan jalan ini

menggunakan perhitungan Level of Servive (LOS). Tingkat pelayanan jalan

atau level of servive (LOS) menunjukkan kondisi ruas jalan secara

keseluruhan. Tingkat pelayanan jalan ditentukan berdasarkan nilai kuantitatif

seperti V/C, kecepatan (waktu kejenuhan) serta penilaian kualitatif, seperti

kebebasan pengemudi dalam bergerak dan memilih kecepatan, derajat

45
hambatan lalu lintas, keamanan dan kenyaman. Dengan kata lain, tingkat

pelayanan jalan adalah suatu ukuran atau nilai yang menyatakan kualitas

pelayanan yang disediakan oleh suatu jalan dalam kondisi tertentu. Terdapa

dua buah definisi tentang tingkat pelayanan suatu ruas jalan yaitu (Tamin,

2000) :

a) Tingkat Pelayanan Tergantung Arus (Flow Dependent)

b) Tingkat Pelayanan Tergantung Fasilitas (Facility Dependent

2.6 Karakteristik Arus Lalu Lintas

Aliran Lalu Lintas dipengaruhi oleh driver dan kendaraan berinteraksi

dengan kendaraan lain, infrastruktur, dan lingkungan sekitarnya. Volume

yang terjadi tidak selalu tetap tetapi berfluktuasi karena beberapa faktor

seperti: waktu, komposisi, sebagian split, konfigurasi jalur, jenis penggunaan

daerah, klasifikasi jalan, fitur jalan, jumlah dan jenis kontrol akses, bentuk

dan geometri jalan-jalan . Adanya pola variasi harian tidak seimbang antara

puncak dan off-peak time menjadi perhatian utama bagi para perencana

transportasi ahli karena masalah kemacetan yang dihadapi di kota besar

biasanya terjadi pada jam sibuk. Umumnya arus lalu lintas dibagi antara jam

puncak dan off-peak hour.

waktu perjalanan adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan

perjalanan panjang penuh jalan yang diamati. Penelitian ini memberikan

informasi tentang kecepatan berjalan, kecepatan perjalanan, fluktuasi

kecepatan, penundaan antara dua stasiun. Ada dua jenis delay, delay yaitu

tetap dan penundaan operasional. delay tetap penundaan karena sinyal lalu

46
lintas sementara sambil penundaan operasional penundaan karena pergerakan

lalu lintas seperti yang memutar kendaraan, dan kegiatan, pejalan kaki

menyeberang, parkir, volume lalu lintas berat, kapasitas mencukupi, dan lalu

lintas kecelakaan ( Budi Hartanto Susilo,2017 ).

Karakteristik arus lalu lintas perlu diketahui dan dipelajari untuk

menganalisa arus lalu lintas. Untuk merepresentasikan karakteristik arus lalu

lintas, maka dikenal 3 parameter utama yang saling berhubungan secara

matematis (Tamin, 2000), yaitu Volume, Kecepatan dan Kepadatan.

Arus lalu lintas terbentuk dari pergerakan individu pengendara yang

melakukan interaksi antara yang satu dengan yang lainnya pada suatu ruas

jalan dan lingkungannya. Karena persepsi dan kemampuan individu

pengemudi mempunyai sifat yang berbeda maka perilaku kenderaan arus lalu

lintas tidak dapat diseregamkan lebih lanjut, arus lalu lintas akan mengalami

perbedaan karakteristik akibat dari perilaku pengemudi yang berbeda yang

dikarenakan oleh oleh karakteristik lokal dan kebiasaan pengemudi. Arus lalu

lintas pada suatu ruas jalan karakteristiknya akan bervariasi baik berdasar

waktunya. Oleh karena itu perilaku pengemudi akan berpengaruh terhadap

perilaku arus lalu lintas. Dalam menggambarkan arus lalu lintas secara

kuantitatif dalam rangka untuk mengerti tentang keragaman karakteristiknya

dan rentang kondisi perilakunya, maka perlu suatu parameter. Parameter

tersebut harus dapat didefenisikan dan diukur oleh insinyur lalu lintas dalam

menganalisis, mengevaluasi, dan melakukan perbaikan fasilitas lalu lintas

47
berdasarkan parameter dan pengetahuan pelakunya (Oglesby, C.H. &

Hicks.R.G. 1998)

2.7 Kinerja Jalan

2.7.1 Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas (FV) adalah kecepatan pada tingkat arus

nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai

kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain

di jalan. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan dipilih sebagai

kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada arus = 0. Kecepatan

arus bebas untuk mobil penumpang biasanya 10-15% lebih tinggi dari

tipe kendaraan ringan lain (MKJI 1997). Persamaan untuk kecepatan

arus bebas yaitu :

FV = ( FV0 + FVW ) × FFVSF × FFVCS........................................(2.5)

Dimana :

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi

lapangan (km/jam)

FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan

yang diamati

FVW = Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)

FFV SF = Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar

bahu atau jarak kereb penghalang

FFV CS = Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota

48
2.7.2 Kapasitas

Kapasitas adalah arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang

dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Nilai

kapasitas diamati melalui pengumpulan data lapangan. Kapasitas

dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Satuan mobil

penumpang (smp) yang digunakan untuk jalan perkotaan ditunjukkan

melalui tabel berikut (MKJI 1997) :

Tabel 2.3 Satuan mobil penumpang (smp) untuk jalan perkotaan

terbagi dan satu arah

arus lalu emp


lintas Total 2 MC
Tipe Jalan
Arah Lv Hv lebar jalur lalu lintas
( Kend/Jam ) ≥6m >6m
dua lajur tak 0 1,3 0,5 0,4
terbagi (2/2 ) UD ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
0
Empat Lajur Tak 0 1,3 0,4
terbagi ( 4/2) UD ≥ 1800 1,2 O,25
Sumber : MKJI 1997

Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut:

C = CO × FCW × FCSP × FCSF × FCCS.................................................................


( 2.6 )

Dimana :

C = Kapasitas (smp/jam)

C O = Kapasitas dasar (smp/jam)

FC W = Faktor penyesuaian lebar jalan

FC SP = Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak

terbagi)

49
FC SF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb

FC CS = Faktor penyesuaian ukuran kota

2.7.3 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus

terhadap kapasitas. Derajat kejenuhan digunakan sebagai faktor utama

dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai

derajat kejenuhan (DS) menunjukkan apakah segmen jalan tersebut

mempunyai masalah kapasitas atau tidak ( Rifan 2013).

Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan

kapasitas dinyatakan dalam smp/jam. Besarnya derajat kejenuhan

secara teoritis tidak bisa lebih nilai 1 (satu), yang artinya apabila nilai

tersebut mendekati nilai 1 maka kondisi lalu lintas sudah mendekati

jenuh, dan secara visual atau secara langsung bisa dilihat di lapangan

kondisi lalu lintas yang terjadi mendekati padat dengan kecepatan

rendah.( Hardiani 2015 ) Persamaan derajat kejenuhan yaitu :

Q
SD ¿ ......................................................................................( 2.6 )
C

Dimana :

DS = derajat kejenuhan

Q = arus lalu lintas (smp/jam)

C = kapasitas (smp/jam)

50
Tabel 2.4 Standar nilai derajat kejenuhan sebagai berikut

Derajat
Rasio Q/C Karakteristik
kejenuhan
Arus bebas, volume rendah dan
a < 0,60 kecepatan tinggi, pengemudi dapat
memilih kecepatan yang dikehendaki
Arus bebas, volume rendah dan
b 0,60 < V/C < 0,70 kecepatan tinggi, pengemudi dapat
memilih kecepatan yang dikehendaki
c 0,70 < V/C < 0,80 Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol
Arus mulai tidak stabil, kecepatan
d 0,80 < V/C < 0,90 rendah dan berbeda-beda, volume
mendekati kapasitas
Arus tidak stabil, kecepatan rendah
e 0,90 < V/C <1 dan berbeda-beda, volume mendekati
kapasitas
Arus yang terhambat, kecepatan
rendah, volume diatas kapasitas, sering
f >1
terjadi kemacetan pada waktu yang
cukup lama
Sumber : MKJI 1997

51

Anda mungkin juga menyukai