Anda di halaman 1dari 63

MODUL V:

KESEHATAN DAN RAHASIA BANK

Para Mahasiswa yang berbahagia, sampailah kita pada modul V dengan topik Kesehatan
dan Rahasia Bank. Kesehatan bank merupakan aspek penting yang menentukan kepercayaan
masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Selain kesehatan bank, aspek penting lain yang
menentukan kepercayaan nasabah penyimpan untuk menyimpan dananya di bank adalah aspek
rahasia bank.
Untuk mempermudah mempelajari topik dalam Kesehatan dan Rahasia bank, modul V
ini terdiri dari 2 kegiatan belajar, yaitu:
Kegiatan belajar I: Kesehatan bank, yang terdiri dari pengertian dan indikator kesehatan
bank, perlunya kesehatan bank, dan pengaturan kesehatan bank di
Indonesia.
Kegiatan belajar II: Rahasia bank, yang terdiri dari pengertian rahasia bank, tujuan
penerapan rahasia bank, pengaturan dan dasar hukum rahasia bank di
Indoneaia, sangsi atas pelanggaran rahasia bank.
Setelah selesai membaca modul ini, para mahasiswa diharapkan memahami dan mampu
menjelaskan berbagai konsep tentang kesehatan dan rahasia bank. Secara khusus, Anda
diharapkan mampu menjelaskan tentang:
1. Pengertian dan indikator kesehatan bank
2. Perlunya kesehatan bank
3. Pengaturan kesehatan bank di Indonesia
4. Pengertian rahasia bank dan tujuan penerapan rahasia bank
6. Pengaturan dan dasar hukum rahasia bank di Indonesia
7. Pengecualian rahasia bank.

1
KEGIATAN BELAJAR I
KESEHATAN BANK

Para Mahasiswa yang baik,


Seiring dengan perkembangan inovasi keuangan seperti yang telah kita bahas dalam modul II,
maka jasa-jasa yang ditawarkan oleh industri perbankan juga mengalami perkembangan.
Perbankan tidak saja memberikan jasa intermediary (menyalurkan dana dari pihak yang surplus
pada pihak defisit) namun juga jasa-jasa lain yang mendukung perkembangan perekonomian.
Perkembangan jasa yang ditawarkan industri perbankan tersebut dapat menimbulkan
kompleksitas dan miningkatnya risiko perbankan. Secara teori risiko perbankan yang mungkin
timbul meliputi (Saunders, 2011; Siamat, 2005):
1. Risiko suku bunga (interest rate risk)
2. Risiko pasar (market risk)
3. Risiko kredit (credit risk)
4. Risiko off-balance-sheet (off-balance-sheet risk)
5. Risiko valuta asing (foreign exchange risk)
6. Risiko negara (country risk)
7. Risiko teknologi (technology risk)
8. Risiko operasional (operational risk)
9. Risiko likuiditas (liquidity risk)
10. Risiko kepailitan (insolvency risk)
11. Risiko inevstasi (investment risk)
12. Risiko fidusia (fiduciary risk)
Meningkatnya potensi risiko perbankan ini dapat mempengaruhi kesehatan bank, baik dalam hal
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, maupun indikator lain yang berkaitan dengan kesehatan bank.
Kesehatan bank merupakan salah satu faktor yang menentukan kepercayaan nasabah
pada bank. Meskipun industri perbankan berkembang sedemikian rupa, fungsi utama bank adalah
lembaga intermediary, dan lebih spesifik lagi merupakan lembaga depository. Sebagai lembaga
depository kepercayaan nasabah (khususnya deposan) adalah hal yang utama. Turunnya
kepercayaan nasabah akan sangat mempengaruhi kualitas operasional perbankan, dan kualitas
operasional perbankan akan mempengaruhi perekonomian secara umum. Oleh karena itu

2
penilaian kesehatan bank sangat diperlukan. Kegiatan belajar ini kita akan fokus untuk
mengamati seluk beluk kesehatan bank baik makna, kepentingan, maupun pengaturannya.
Selamat belajar.

A. PENGERTIAN KESEHATAN BANK


Suatu bank dikatakan sehat apabila mampu menjalankan fungsinya dengan optimal,
baik dalam hal intermediary (menghimpun dan menyalurkan dana) maupun dalam hal pemberian
jasa layanan perbankan. Oleh karena itu berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan,
kesehatan bank mencakup beberapa aspek antara lain: kecukupan modal, kualitas aset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha
bank.
Saat ini, ketentuan pengukuran tingkat kesehatan bank umum di Indonesia, diatar dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4/POJK.03/2016 Tentang Penilaian Kesehanan Bank
Umum. Sebelum adanya OJK ketentuan tingkat kesehatan bank umum diatur dengan Peraturan
Bank Indonesia PBI No.13/ 1 /PBI/2011 Tengan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Saat
ini meskipun PBI No.13/ 1 /PBI/2011 sudah dicabut, namun Peraturan Pelaksanaan PBI No.13/ 1
/PBI/2011 dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan OJK No.
4/POJK.03/2016
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4/POJK.03/2016 Tentang Penilaian
Kesehanan Bank Umum, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi bank yang
dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank. Penilaian tersebut menyangkut aspek kuantitatif
maupun kualitatif. Adapun cakupan penilaiannya meliputi:
a) profil risiko (risk profile), merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas
penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8
(delapan) risiko yaitu:
1. Risiko kredit
2. Risiko pasar
3. Risiko likuiditas
4. Risiko operasional
5. Risiko hukum
6. Risiko stratejik

3
7. Risiko kepatuhan
8. Risiko reputasi
b) Good corporate governance (GCG), merupakan penilaian terhadap manajemen bank atas
pelaksanaan prinsip-prinsip GCG.
c) Rentabilitas (earnings), merupakan penilaian terhadap kinerja earnings, sumber-sumber
earnings, dan sustainability earnings bank.
d) Permodalan (capital); yang merupakan penilaian terhadap tingkat kecukupan permodalan
dan pengelolaan permodalan.
Sementara itu menurut Budisusanto dan Triandaru (2006) kesehatan bank dapat
diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan
secara normal dan mampu memenuhi semua kewajiban dengan baik, dengan cara-cara yang
sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kesehatan bank ini mencakup kesehatan suatu
bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankan yang meliputi:
a) kemampuan menghimpun dana dari masyarakat. dari lembaga lain, dan dari modal
sendiri;
b) kemampuan mengelola dana;
c) kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat;
d) kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan
pihak lain; dan
e) pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
Secara teknis tingkat kesehatan bank di Indonesia dinilai oleh Bank Indonesia selaku Bank
Sentral yang bertugas sebagai lembaga pengatur dan pengawas industri perbankan. Adapun
landasan hukum penilaian kesehatan bank adalah UU No. 10 Tahun 1998 pasal 29 ayat 2.
Ketentuan ini selanjutnya dijabarkan dalam ketentuan teknis, baik berupa Peraturan Bank
Indonesia, maupun bentuk lain misalnya Surat Edaran Bank Indonesia.

B. PERLUNYA KESEHATAN BANK.


Peranan industri perbankan dalam perekonomian adalah cukup strategis. Secara teori
hal ini terkait dengan dua fungsi utama perbankan, yaitu sebagai lembaga intermediasi dana dan
sebagai infrastruktur kebijakan moneter (Saunders, 2011). Oleh karena itu, secara langsung
maupun tidak langsung, baik buruknya kinerja industri perbankan akan mempengaruhi kinerja

4
perekonomian secara umum. Karena peran inilah maka industri bank harus sehat baik dari sisi
manajerial maupun, kinerja keuangan, maupun kinerja pelayanan. Untuk keperluan ini maka
pada umumnya negara melakukan kontrol dan pengawasan atas kesehatan bank.
Selain itu, sebagai lembaga intermediasi dana khususnya lembaga depository, bank
sangat memerlukan kepercayaan nasabah terutama nasabah penabung atau deposan. Turunnya
kepercayaan deposan akan sangat mempengaruhi kinerja perbankan, dan selanjutnya akan
mempengaruhi kenerja perekonomian secara umum. Tingkat kesehatan bank merupakan faktor
penting (bahkan utama) yang mempengaruhi kepercayaan deposan terhadap bank. Oleh karena
itu kesehatan bank wajib dijaga dan diawasi.
Seperti telah disinggung pada bagian terdahulu, di Indonesia, saat ini pengawasan
kesehatan bank secara teknis diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK No. 4 Tahun
2016 Tentang Penilaian Kesehanan Bank Umum.. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
No. 4/POJK.03/2016 tersebut, kesehatan bank harus dipelihara dan/atau ditingkatkan agar
kepercayaan masyarakat terhadap bank dapat tetap terjaga. Selain itu, tingkat kesehatan bank
digunakan sebagai salah satu sarana dalam melakukan evaluasi terhadap kondisi dan
permasalahan yang dihadapi bank serta menentukan tindak lanjut untuk mengatasi kelemahan
atau permasalahan bank, baik berupa corrective action oleh bank maupun supervisory action
oleh Bank Indonesia.
Atas dasar konsep Otoritas Jasa Keuangan tersebut maka ada dua kepentingan mengapa
kesehatan bank perlu dijaga, yaitu:
1. Menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank
2. Sebagai indikator bagi OJK sebagai lembaga pengawas perbankan di Indonesia untuk
melakukan evaluasi terhadap kondisi dan permasalahan yang dihadapi bank serta
menentukan tindak lanjut untuk mengatasi kelemahan atau permasalahan bank, baik
berupa corrective action oleh bank maupun supervisory action

C. PENGATURAN KESEHATAN BANK DI INDONESIA


Dasar pengaturan kesehatan bank adalah UU No. 7 tahun 1992 yang diperbaharui
dengan UU no. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Pengaturan tentang kesehatan perbankan
dalam UU ini tertuang dalam pasal 29 ayat 2 yang berbunyi: Bank wajib memelihara tingkat
kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,

5
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan
wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Selanjutnya peraturan tersebut diturunkan dalam peraturan teknis berupa Peraturan
Bank Indonesia yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum. Namun karena adanya perubahan kompleksitas usaha dan
profil risiko, penerapan pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian
kondisi bank yang diterapkan secara internasional mempengaruhi pendekatan penilaian tingkat
kesehatan bank, maka dilakukan perubahan penilaian kesehatan bank dengan memperbaharui
peraturan tersebut menjadi PBI No.13/ 1 /PBI/2011. Peraturan ini mulai berlaku efektif pada
Januari 2012.
Setelah berdirinya Otoritas Jasa Keuangan, peraturan Bank Indonesia tentan Penilaian
Kesehatan Bank tersebut digantikan oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4/POJK.03/2016
Tentang Penilaian Kesehanan Bank Umum. Dengan adanya peraturan baru ini, maka PBI No.13/
1 /PBI/2011 dicabut. Namun Peraturan pelaksanaan yang tidak bertentangan dengan POJK No, 4
Tahun 2016 dinyatakan tetap berlaku.

1. Pokok-Pokok Penilaian Kesehatan Bank


Pokok-pokok yang diatur dalam pengawasan kesehatan bank sesuai POJK No, 4 Tahun
2016, meliputi:
a. Bank (termasuk kantor cabang bank asing) wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan
bank baik secara individual maupun konsolidasi dengan menggunakan pendekatan risiko.
Penilaian tingkat kesehatan bank secara konsolidasi dilakukan bagi bank yang melakukan
pengendalian terhadap perusahaan anak.
b. Faktor-faktor penilaian tingkat kesehatan bank terdiri dari: profil risiko (risk profile), good
corporate governance (GCG), rentabilitas (earnings) dan permodalan (capital).
c. Bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assesment) tingkat kesehatan bank dan hasil
self assesment tingkat kesehatan bank yang telah mendapat persetujuan dari direksi wajib
disampaikan kepada dewan komisaris. Selanjutnya, hasil self assesment dimaksud wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia.

6
d. Periode penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan paling kurang setiap semester (untuk
posisi akhir bulan Juni dan Desember) serta dilakukan pengkinian sewaktuwaktu apabila
diperlukan.
e. Apa bila dari hasil identifikasi dan penilaian Bank Indonesia ditemukan permasalahan atau
pelanggaran yang secara signifikan mempengaruhi atau akan mempengaruhi operasional
dan/atau kelangsungan usaha bank, maka Bank Indonesia berwenang menurunkan peringkat
komposit tingkat kesehatan bank.
Rincian indikator penilaian dari empat variabel yang diuraikan pada butir b. tersebut, yaitu profil
risiko (risk profile), good corporate governance (GCG), rentabilitas (earnings) dan permodalan
(capital), selanjutnya secara rinci diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.
14/SEOJK.03/2017. Sesuai surat edaran tersebut, indikator penialaian dari empat variabel
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penilaian profil risiko (risk profile)
Profil risiko diukur dengan 8 jenis risiko, meliputi:
1) Risiko kredit, yaitu risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada bank.
2) Risiko pasar, adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk
transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan
harga option. Risiko Pasar meliputi antara lain risiko suku bunga, risiko nilai tukar,
risiko ekuitas, dan risiko komoditas.
3) Risiko operasional, yaitu risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya
proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian
eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Sumber risiko operasional dapat
disebabkan antara lain oleh sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian
eksternal.
4) Risiko likuiditas, merupakan risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi
keuangan bank. Risiko ini disebut juga risiko likuiditas pendanaan (funding liquidity
risk). Risiko likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan bank melikuidasi
aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif atau adanya

7
gangguan pasar (market disruption) yang parah. Risiko ini disebut sebagai risiko
likuiditas pasar (market liquidity risk).
5) Risiko hukum, adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan
aspek yuridis. Risiko ini dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-
undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat
sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai.
6) Risiko stratejik, adalah risiko akibat ketidaktepatan bank dalam mengambil keputusan
dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis. Sumber risiko stratejik antara lain ditimbulkan dari
kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan
strategi, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis.
7) Risiko kepatuhan, merupakan risiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi dan/atau
tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
Sumber risiko kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya pemahaman atau
kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum.
8) Risiko reputasi, adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang
bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.
Selanjutnya dalam menilai risiko, cakupan penerapan manajemen risiko dari ke delapan
jenis risiko diatas terdiri dari:
1) Risiko inheren, merupakan penilaian atas risiko yang melekat pada kegiatan bisnis
Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi
mempengaruhi posisi keuangan bank. Karakteristik risiko inheren bank ditentukan oleh
faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis,
kompleksitas produk dan aktivitas bank, industri dimana bank melakukan kegiatan
usaha, serta kondisi makro ekonomi. Penilaian atas risiko inheren diukur dengan
indikator kualitatif maupun kuantitatif yang secara risnci akan dijelaskan pada bagian
selanjutnya.
2) Penilaian kualitas penerapan manajemen risiko, meliputi aspek:
– Tata kelola risiko, yang mencakup evaluasi terhadap: perumusan tingkat risiko yang
akan diambil dan toleransi risiko, kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan

8
Komisaris dan Dereksi, termasuk pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab
Komisaris dan Dewan Dereksi.
– Kerangka manajemen risiko, yang mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi
manajemen risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan
toleransi risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung
terlaksananya manajemen risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan
tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
– Proses manajemen risiko, kecukupan sumber daya manusia, dan kecukupan sistem
informasi manajemen, yang mencakup evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan sistem informasi
manajemen risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
dalam mendukung efektivitas proses manajemen risiko.
– Kecukupan sistem pengendalian risiko, yang mencakup evaluasi terhadap terhadap:
(i) kecukupan sistem pengendalian intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak
independen (independent review) dalam bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen
Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). Kaji ulang oleh
SKMR antara lain mencakup metode, asumsi, dan variabel yang digunakan untuk
mengukur dan menetapkan limit risiko, sedangkan kaji ulang oleh SKAI antara lain
mencakup keandalan kerangka manajemen risiko dan penerapan manajemen risiko
oleh unit bisnis dan/atau unit pendukung.
b. Good corporate governance (GCG), Penilaian faktor GCG merupakan penilaian terhadap
kualitas manajemen Bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Prinsip-prinsip GCG dan
fokus penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip GCG berpedoman pada ketentuan
Bank Indonesia mengenai Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum dengan memperhatikan
karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Adapun parameter indikator penilaian
dijelaskan pada bagian selanjutnya.
c. Rentabilitas (earnings), meliputi evaluasi terhadap kinerja rentabilitas, sumber-sumber
rentabilitas, kesinambungan (sustainability) rentabilitas, dan manajemen rentabilitas.
Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas
rentabilitas bank, dan perbandingan kinerja bank dengan kinerja peer group¸ baik melalui

9
analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Parameter indikator penilaian dijelaskan pada
bagian selanjutnya.
d. Permodalan (capital), meliputi evaluasi terhadap kecukupan Permodalan dan kecukupan
pengelolaan Permodalan. Dalam melakukan perhitungan Permodalan, Bank wajib mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum bagi Bank Umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan Permodalan,
Bank juga harus mengaitkan kecukupan modal dengan Profil Risiko Bank. Semakin tinggi
Risiko Bank, semakin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi Risiko
tersebut.

2. Parameter dan Indikator Penialaian Kesehatan Bank


Dari empat komponen variabel pengukur kesehatan bank, selanjutnya disrinci parameter
dan indikator pengukuran pada tiap-tiap variabel. Sesuai lampiran dalam Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan No. 14/SEOJK.03/2017 maka indikator tersebut adalah sebagai berikut:

Parameter/Indikator Penilaian Risiko Kredit

A. Risiko Inheren

1. Komposisi Portofolio Aset dan Tingkat Konsentrasi

Aset Per Akun Neraca


a. Total Aset

Keterangan:
a) Aset per akun neraca merupakan akun pada neraca sesuai yang tertera pada
laporan Bulanan Bank Umum.
b) Total aset adalah total aset secara neto (setelah set-off antar kantor) sesuai yang
tertera pada Laporan Bulanan Bank Umum.

Kredit kepada Debitur Inti


b. Total Kredit

Keterangan:

10
a) Kredit kepada debitur inti meliputi kredit kepada pihak ketiga bukan Bank baik
debitur individual maupun grup diluar pihak terkait dengan kriteria sebagai
berikut:
1) bagi Bank yang memiliki total aset kurang dari atau sama dengan Rp1 triliun
meliputi kredit kepada 10 debitur besar
2) bagi Bank yang memiliki total aset lebih besar dari Rp1 triliun namun lebih
kecil atau sama dengan Rp10 triliun meliputi kredit kepada 15 debitur/grup
besar
3) bagi Bank yang memiliki total aset lebih besar dari Rp10 triliun meliputi kredit
kepada 25 debitur/grup besar
b) Total kredit adalah kredit kepada pihak ketiga bukan Bank

Kredit per Sektor Ekonomi


c. Total Kredit

Keterangan:
a) Kredit per sektor ekonomi adalah kredit kepada Bank dan pihak ketiga bukan
Bank per kategori sektor ekonomi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai Laporan Bulanan Bank Umum.
b) Total kredit adalah kredit kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank.

Kredit per kategori Portofolio


d. Total Kredit

Keterangan:
a) Kredit per Kategori Portofolio adalah kredit kepada Bank dan pihak ketiga bukan
Bank berdasarkan ketagori portofolio sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai Laporan Bulanan Bank Umum.
b) Total kredit adalah kredit kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank.

2. Kualitas Penyediaan Dana dan Kecukupan Pencadangan

Aset danTRA Kualitas Rendah


a. Total Aset dan TRA

11
Keterangan:
a) Aset kualitas rendah adalah seluruh aktiva Bank baik produktif maupun non
produktif yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar,
diragukan, dan macet sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai Kualitas Aset,
termasuk kredit direstruturisasi kualitas lancar, dan penyertaan modal sementara
kualitas lancar.
b) Transaksi Rekening Administratif (TRA) kualitas rendaha terdiri dari irrevocable
LC, garansi yang diberikan, dan kelonggaran tarik (komitmen) yang memiliki
kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai
ketentuan Bank Indonesia mengenai Kualitas Aset.

Aktiva Produktif dan TRA Bermasalah


b. Total Aset dan TRA

Keterangan:
a) Aset produktif bermasalah adalah aset produkti yang memiliki kualitas kurang
lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai Kualitas
Aset.
b) Total Aset dan TRA adalah total aset secara neto (setelah sett-off antar kantor)
sesuai yang tertera pada laporan Bulanan Bank Umum dan total Transaksi
Rekening Administratif (TRA) yang terdiri dari irrevocable LC, garansi yang
diberikan, dan kelonggaran tarik (komitmen).

Agunan yang Diambil Ali h


c. Total Aset

Keterangan:
a) Agunan yang Diambil alih sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai
Kualitas Aset.
b) Total aset adalah total aset secara neto (setelah set-off antar kantor) sesuai yang
tertera pada Laporan Bulanan Bank Umum.

Kredit Kualitas Rendah


d. Total Kredit

12
Keterangan:
a) Kredit kualitas rendah adalah seluruh kredit kepada pihak ketiga bukan Bank
yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus kurang lancar, diragukan, dan
macet, termasuk kredit restrukturisasi kualitas lancar.
b) Total kredit adalah kredit kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank.

Kredit Bermasalah
e. Total Kredit

Keterangan:
a) Kredit bermasalah adalah kredit kepada pihak ketiga bukan Bank yang tergolong
kurang lancar, diragukan, dan macet.
b) Total kredit adalah kredit kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank.

Kredit Bermasala h dikurangi CKPN Kredit Bermalsalah


f. Total Kredit dikurangi CKPN Kredit Bermasalah

Keterangan:
a) Kredit bermasalah adalah kredit kepada pihak ketiga bukan Bank yang tergolong
kurang lancar, diragukan, dan macet.
b) CKPN Kredit Bermasalah adalah Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk
kredit yang tergolong kurang lancar, diragukan, dan macet.
c) Prehitungan CKPN berpedoman pada ketentuan dan standar akunransi yang
berlaku.
d) Total kredit adalah kredit kepada Bank dan pihak ketiga bukan Bank.

CKPN atas Kredit


g. Total Kredit

3. Strategi Penyediaan Dana dan Sumber Timbulnya Penyediaan Dana


a. Proses penyediaan dana, tingkat kompetisi, dan tingkat pertumbuhan aset
b. Strategi dan produk baru
Keterangan:

13
Dalam hal ini yang dimaksud strategi dan produk baru adalah perubahan strategi
penyediaan dana Bank atau pemasaran produk baru yang berpotensi meningkatkan
eksposur Risiko Kredit di Bank.
c. Signifikansi penyediaan dana yang dilakukan oleh Bank secara tidak langsung
Keterangan:
Penyediaan dana yang dilakukan oleh Bank secara tidak langsung meliputi antara lain
penyediaan dana bekerjasama dengan pihak ketiga atau pembelian kredit dari
Bank/lambaga keuangan lainnya.
4. Faktor Eksternal
Perubahan kondisi ekonomi, perubahan teknologi, ataupun regulasi yang mempengaruhi
tingkat suku bunga, nilai tukar, siklus usaha debitur, dan berdampak pada kemampuan
debitur untuk membayar kembali pinjamannya.

B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko


1) Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencangkup evaluasi terhadap : (i) perumusan
tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan
(ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2) Kerangka Manajemen Risiko mencangkup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen
Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii)
kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajeman Risiko
secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) Kecukupan
kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3) Proses Manajeman Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mancangkup
evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajeman Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitasn
dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektifitas proses manajemen
Risiko.
4) Sistem Pengendalaian Risiko mencangkuop evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem
Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent

14
review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajeman Risiko (SKMR) maupun oleh
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).

Parameter/ Indikator Penilaian Risiko Pasar

A. Risiko Inheren

1. Volume dan Komposisi Portofolio

Ase t Trading, Derivatif , dan FVO


a. Total Aset

Keterangan:
a) Aset Trading adalah penempatan pada Bank lain, surat berharga, surat
berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo), tagihan akseptasi,
kredit, dan aset lainnya dengan kategori pengukurab diperdagangkan
(trading).
b) Aset Derivatif adalah seluruj aset transaksi spot dan derivatif.
c) Aset Fair Value Option (FVO) adalah penempatan pada Bank lain, surat
berharga, surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo),
tagihan akseptasi, kredit, dan aset lainnya dengan kategori pengukuran diukur
dengan nilai wajar (fair value option)

KewajibanTrading , Derivatif , dan FVO


b. Total Kewajiban

Keterangan:
a) Kewajiban Trading adalah kewajiban giro, tabungan, deposito, kewajiban
kepada Bank Indonesia, kewajiban kepada Bank lain, kewajiban repo,
kewajiban akseptasi, surat berharga yang diterbitkan, dan pinjaman yang
diterima dengan kategori trading.
b) Kewajiban Derivatif adalah seluruh kewajiban transaksi spot dan derivatif.
c) Kewajiban Fair Value Option (FVO) adalah kewajiban giro, tabungan,
deposito, kewajiban kepada Bank Indonesia, kewajiban kepada Bank lain,

15
kewajiban repo, kewajiban akseptasi, surat berharga yang diterbitkan, dan
pinjaman yang diterima dengan kategori pengukuran diukur dengan nilai
wajar (FVO).

Total Structured Product


c. Total Aset

Keterangan:
a) Total Structured Product adalah seluruh nominal structured product yang
dimiliki oleh Bank sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai
structured product.
b) Total aset adalah total aset secara neto (setelah set-off antar kantor) sesuai
yang tertera pada Laporan Bulanan Bank Umum.

Potensi Keuntungan /Kerugian dari Aset Trading , Derivatif , dan FVO


d. Pendapatan Operasional

Keterangan:
a) Potensi Keuntungan/Kerugian dari Aset Trading, Derivatif, dan FVO adalah
total keuntungan/kerugian (net) dari:
1) Peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) surat berharga;
2) Peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) kredit yang diberikan;
3) Peningkatan/penurunan nilai wajar (MTM) aset keuangan lain;
4) Kewajiban keuangan penurunan/peningkatan nilai wajar (MTM);
5) Perubahan nilai wajar (MTM) pada forward, futures, swap, option, spot,
dan lainnya.
b) Pendapatan oprasional adalah seluruh pendapatan yang diperoleh Bank dari
kegiatan oprasionalnya.

Total Derivatif
e. Total Aset

Keterangan:

16
Total derivatif adalah seluruh transaksi spot dan derivatif dalam rupiah dan valuta
asing dengan Bank atau pihak ketiga bukan Bank yakni iforward, future, swap,
option, dan spot.

PDN
f. Total Modal

Keterangan:
a) Posisi Devisa Neto (PDN) adalah angka yang merupakan penjumlahan dari
nilai absolut untuk jumlah dari :
a. Selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk setiap valuta asing;
ditambah dengan
b. Selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen
maupun kontijensi dalam rekening administratif untuk setiap valas yang
semuanya dinyatakan dalam rupiah dan sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia mengenai Posisi Devisa Neto
b) Total Modal adalah total modal sebagaimana diatur ketentuan Bank Indonesia
mengenai Posisi Devisa Neto.

Ekuitas Kategori AFS


g. Total Modal

Keterangan:
a) Ekuitas kategori Available for Sale (AFS) adalah penyertaan dengan kriteria
metode penyertaan diukur pada nilai wajar melalui ekuitas, tujuan penyertaan
dalam rangka restrukturisasi dan lainnya, golongan Emiten selain perusahaan
asuransi, dan bagian penyertaan kurang dari 50%.
b) Total Modal adalah total modal sebagaimana diatur ketentuan Bank Indonesia
mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

Aset Keuangan dengan Sisa Jatuh Tempo diatas Satu Tahun


h. Kewajiban Keuangan dengan Sisa Jatuh Tempo diatas Satu Tahun

Keterangan:

17
a) Rasio ini ditujukan untuk mengukur apakah aset atau kewaiban Bank yang
lebih sensitive terhadap perubahan suku bunga (aset sensitive atau liability
sensitive)
b) Aset keuangan dengan sisa jatuh tampo diatas satu tahun meliputi penempatan
pada Bank, tagihan akseptasi, surat berharga tagihan reserve repo dan kredit
dengan sisa jatuh tempo diatas setahun dengan kategori suku bunga tetap;
c) Kewajiban keuangan dengan sisa jatuh tempo diatas satu tahun meliputi
simpanan berjangka, kewajiban repo, kewajiban akseptasi, kewajiban pada
Bank lain, surat berharga yang diterbitkan dan pinjaman yang diterima dengan
kategori suku bunga tetap.

2. Kerugian Potensial (potential loss) Risiko Suku Bunga dalam Banking Book (Interest
Rate Risk in Banking Book- IRRBB)
a. Eksposur IRRBB Berdasarkan Gap report (Perspektif Pendapatan dan Perspektif
Nilai Ekonomis)

Keterangan :
Gap report adalah laporan yang menyajikan pos-pos aset, kewajiban, dan
rekening administratif yang bersifat interest rate sensitive untuk dipetakan
kedalam skala waktu tertentu. Pemetaan dilakukan berdasarkan sisa waktu
jatuh tempo untuk instrument dnegan suku bunga tetap dan berdasarkan sisa
waktu hingga penyesuaian suku bunga berikutnya untuk instrument dengan
tingkat suku bunga mengambang. Adapun format gap report disusun oleh
Bank baik secara kontraktual ataupun dengan memperhitungkan aspek prilaku
(behavioral) dari penyesuaian suku bunga aset maupun kewajiban Bank.
Gap report dapat digunakan oleh Bank dalam mengukur eksposur IRRBB
baik dari perspektif pendapatan (earning perpective) maupun perspektif nilai
ekonomis (economic value perspective).
Selanjutnya Bank harus memastikan pendapatan bunga serta modal yang
dimilikinya mampu untuk menyerap potensi kerugian akibat eksposur IRRBB.

18
Unrealized Loss Surat Berharga ( AFS )
b.
Modal

Keterangan :
a) Unrealized Loss surat Berharga dengan kategori portofolio (AFS/Available
for Sale);
b) Total Modal adalah total modal sebagaimana diatur ketentuan Bank Indonesia
mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

3. Strategi dan Kebijakan Bisnis

3.1. Strategi Trading


a. Karakteristik trading Bank
Keterangan:
Aktivitas trading Bank pada umumnya dapat dibedakan menjadi proprietary
trading, market making, atau brokering, yang memiliki tingkat risiko inheren
berbeda.
b. Posisi pasar Bank dalam industri
Keterangan:
Posisi Bank pada pasar dapat dibedakan menjadi pemain besar atau aktif (market
player/market maker), atau pemain kecil (niche player).
c. Kompleksitas produk/ Instrumen trading
Keterangan:
Analisis terhadap kompleksitas produk yang dimiliki Bank saat ini maupun yang
direncanakan akan diterbitkan, apakah tergolong instrumen kompleks seperti
derivatif atau structured product, atau bersifat sederhana (plain vanilla) seperti
instrument pendapatan tetap (fixed income securities).
d. Karakteristik Nasabah
Keterangan:
Analisis apakah nasabah utama Bank berupa perusahaan besae, Bank, atau
nasabah individual dalam kaitannya dengan sensitivitas terhadap perubahan factor
pasar.

19
3.2. Strategi Bisnis terkait suku Bunga pada Banking Book
a. Karakteristik aktivitas bisnis yang berdampak pada risiko suku bunga Banking
book dan karakteristik nasabah utama Bank.
Keterangan:
Analisis bisnis utama, produk dengan fitur opsi. Struktur pendanaan, dan
signifikansi pendapatan bunga yang sensitive terhadap perubahan suku bunga.
b. Posisi pasar Bank dalam industri
Keterangan:
Analisis posisi pasar Bank khususnya dalam persaingan dana murah (tabungan
dan giro)
c. Karakteristik nasabah
Keterangan:
Analisis karakteristik nasabah utama Bank dan sensitivitasnya terhadap perubahan
suku bunga.

B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko


1. Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencangkup evaluasi terhadap: (i) perumusan
tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance)
dan (ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan direksi termasuk
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2. Kerangka Manajemen Risiko mencangkup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen
Risiko yang searah dengan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii)
kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen risiko
secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan
kebijakan, prosedur, dan penetapan limit.
3. Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber daya Manusia mencangkup
evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses
manajemen Risiko.

20
4. Sistem Pengendalian risiko mencangkup evaluasi terhadap: (i) kecukupan sistem
Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen
(independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR)
maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).

Parameter/Indikator Penilaian Risiko Likuiditas

A. Risiko Inheren

1. Komposisi dari Aset, Kewajiban, dan Transaksi Rekening Administratif

Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder


a. Total Aset

Keterangan:
a) Aset Likuid Primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang
terdiri dari:
1) Kas;
2) Penempatan pada Bank Indonesia berupa Fine tune Operation (FTO), Fasbi,
dan lainnya;
3) Surat berharga kategori tersedia untuk dijual (Available for Sale/AFS) atau
trading; dan
4) Seluruh surat berharga pemeintah (government bonds)kategori trading dan
AFS yang memiliki kualitas tinggi, diperdagangkan pada pasar aktif, dan
memiliki sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang.
b) Aset Likuid sekunder adalah sejumlah aset likuid dengan kualitas lebih rendah
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan
kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari:
1) Surat berharga pemerintah (government bonds) kategori trading dan AFS
dengan kualitas baik, diperdagangkan pada pasar aktif, dan memiliki sisa
jatuh waktu lebih dari 1 tahun tapi kurang dari 5 tahun;

21
2) Surat berharga pemerintah (government bonds) kategori HTM dan memiliki
sisa jatuh waktu sampai dengan 1 tahun; dan
3) Surat berharga pemerintah (government bonds) kategori trading dan AFS dan
memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 5 tahun, dengan nilai haircut 25%.
c) Total aset

Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder


b. Pendanaan Jangka Pendek

Keterangan:
Pendanaan jangka pendek adalah seluruh dana dari pihak ketiga yang tidak memiliki
jatuh tempo dan/atau dana pihak ketiga yang memiliki jatuh tempo 1 tahun atau
kurang.

Aset Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder


c. Pendanaan Non Inti

Keterangan:
Pendanaan Non Inti adalah pendanaan yang menurut Bank relatif tidak stabil atau
cenderung tidak mengendap di Bank baik dalam situasi normal maupun krisis,
meliputi:
1) Dana Pihak ketiga yang jumlahnya di atas Rp2 milyar;
2) Seluruh transaksi antar Bank; dan
3) Seluruh pinjaman (borrowing) tetapi tidak termasuk pinjaman subordinasi yang
termasuk komponen modal.

Aset Likuid Primer


d. Pendanaan Non Inti Jangka Pendek

Keterangan:
Pendanaan Non Inti jangka pendek adalah sebagaimana dimaksud pada huruf c tetapi
berjangka pendek (kurang dari 1 tahun).

Pendanaan Non Inti


e. Total Pendanaan

22
Keterangan:
Total pendanaan adalah seluruh sumber dana yang diperoleh oleh Bank baik berupa
dana pihak ketiga maupun pinjaman yang diterima.

Pendanaan Non Inti−Aset Likuid


f. Total Aset Produktif − Aset Likuid

Keterangan:
Rasio ini digunakan untuk menilai ketergantungan Bank pada pendanaan non inti.

g. Signifikansi Transaksi Rekening Administratif (Kewajiban komitmen dan kontijensi)

Keterangan:
Kewajiban komitmen dan kontijen merupakan kewajiban komitmen dan kontikensi
yang terdapat dalam Transaksi Rekening Administratif sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Bulanan Bank Umum.

2. Konsentrasi dari Aset dan Kewajiban

a. Konsentarasi asset

Keterangan:
Konsentrasi pada aset tertentu atau penyediaan dana pada sector yang tidak dikuasai
Bank dapat menganggu posisi likuiditas apabila terjadi default.

b. Konsentrasi kewajiban

Keterangan:
Konsentrasi pada penyedia dana besar yang cenderung sensitif terhadap peringkat
kredit (credit sensitive) dan suku bunga (interest rate sensitive) dapat menimbulkan
masalah pada posisi likuiditas Bank apabila terjadi penarikan dana dalam jumlah
besar.

3. Kerentanan pada Kebutuhan Pendanaan

23
Kerentanan Bank pada kebutuhan pendanaan dan kemampuan Bank untuk memenuhi
kebutuhan pendanaan tersebut.

Keterangan:
Indikator penilaian kebutuhan pendanaan Bank pada situasi normal maupun krisis dan
kemampuan Bank untuk memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut, antara lain melalui
analisa laporan maturity profile, cash flow projection, dan stress test.

4. Akses pada Sumber-Sumber Pendanaan

Kemampuan Bank memperoleh sumber-sumber pendanaan pada kondisi normal maupun


krisis.

Keterangan:
Penilaian antara lain difokuskan pada reputasi Bank untuk mempertahankan sumber-
sumber pendanaan, kondisi lini kredit (credit lines), kinerja akses kepada sumber-sumber
pendanaan, dan dukungan perusahaan induk atau intra group.

B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko


1. Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencangkup evaluasi terhadap : (i) perumusan
tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan
(ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan direksi termasuk
pelaksanaan
2. Kerangka Manajemen Risiko mencangkup evaluasi terhadap : (i) strategi Manajemen
Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan Risiko; (ii) kecukupan
perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif
termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan,
prosedur, dan penetapan limit.
3. Proses Manajemen Risiko, Sistem Risiko, dan sumber Daya Manusia mencangkup
evaluasi terhadap : (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas prosen manajemen
Risiko

24
4. Sistem Pengendalian Risiko mencangkup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem
Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent
review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).

Parameter/Indkator Penilaian Risiko Oprasional

A. Risiko Inheren
1. Karakteristik dan Kompleksitas Bisnis
a. Skala usaha dan struktur organisasi Bank.
b. Kompleksitas proses bisnis dan keragaman produk/jasa
c. Corporate action dan pengembangan bisnis baru
d. Outsourcing

Keterangan:
Tingginya kompleksitas bisnis dan tingkat keragaman produk Bank akan menimbulkan
kerumitan dan variasi proses kerja baik secara manual maupun otomasi sehingga
berpotensi meinmbulkan terjadinya gangguaan/ kerugian oprasional.

2. Sumber Daya Manusia


a. Penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia
b. Kegegalan karena Faktor Manusia (Human error)

Keterangan:
Manajemen sumber daya manusia yang tidak efektif dapat mengakibatkan [potensi
timbulnya gangguan /kerugian oprasional Bank.

3. Teknologi Informasi dan Infrastruktur Pendukung


a. Kompleksitas Teknologi Informasi
b. Perubahan Sistem TI
c. Kerentanan Sistem TI terhadap ancaman dan serangan TI
d. Maturity Sistem TI
e. Kegagalan Sistem TI
f. Keandalan Infrastruktur Pendukung

25
Keterangan:
Teknologi informasi yang sudah a\tidak memadai dan.atau pengelolaan yang tidak efektif
dan efisien dapat menyebabkan timbulnya kerugian bagi Bank.

4. Fraud
a. Fraud Internal
b. Fraud Eksternal

Keterangan:
Penilaian fraud dilakukan terhadap frekuensi/materialitas fraud yang telah terjadi pada
periode penilaian sebelumnya, termasuk potensi fraud yang dapat timbul dari kelemahan
pada aspek bisnis, SDM, teknologi informasi dan kejadian eksternal.

5. Kejadian Eksternal
Frekuensi dan materialitas kejadian eksternal yang berdampak terhadap kegiatan
oprasional Bank.

Keterangan:
Kejadian eksternal tersebut misalnya terorisme, kriminalitas, pandemic, dan bencana
alam Lokasi dan kondisi geografis Bank.

B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko


1. Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencangkup evaluasi terhadap; (i) perumusan
tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan
(ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2. Kerangka Manajemen Risiko mencangkup evaluasi terhadap : (i) strategi Manajemen
Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii)
kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko
seara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan
kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3. Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencangkup
evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan Pengendalian

26
risiko; (ii) kecukupan informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan
kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen Risiko.
4. Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem
Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent
review) dalam Bank baik oleh satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).

Parameter/Indikator Penilaian Risiko Hukum

A. Risiko Inheren
1. Faktor Litigasi
a. Besarnya nominal gugatan yang diajukan atau estimasi kerugian yang mungkin
dialami oleh Bank akibat dari gugatan tersebut dibandingkan dengan modal Bank.
b. Besarnya kerugian yang dialami oleh Bank karena suatu putusan dari pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hokum tetap dibandingkan dengan modal Bank.
c. Dasaar dari gugatan yang terjadi dan pihak yang tergugat/menggugat Bank dalam
suatu gugatan yang diajukan serta tindakan dari manajemen atas suatu gugatan yang
diajukan.
d. Kemungkinan timbulnya gugatan yang serupa karena adanya standar perjanjian yang
sama dan estimasi total kerugian yang mungkin timbul dibandingkan dengan modal
Bank.

Keterangan:
Ligitasi dapat terjadi karena adanya gugatan atau tuntutan dari pihak ketiga kepada Bank
maupun gugatan atau tuntutan yang diajukan kepada pihak ketiga baik melalui
pengadilan maupun luar pengadilan. Gugatan atau tuntutan tersebut pada dasarnya
menimbulkan biaya yang dapat merugikan kondisi Bank.

2. Faktor Kelemahan Perikatan


a. Tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian
b. Terdapat kelemahan klausula perjanjian dan/atau tidak terpenuhinya persyaratan yang
telah disepakati.

27
c. Pemahaman para pihak terkait dengan perjanjian, terutama mengenai risiko-risiko
yang ada dalam suatu transaksi yang kompleks dan menggunakan istilah-istilah yang
sulit dipahami atau tidak lazim bagi masyarakat umum.
d. Tidak dapat dilaksanakannya suatu perjanjian baik untuk keseluruhan maupun
sebagian.
e. Keberadan dokumen pendukung terkait perjanjian yang dilakukan oleh Bank dengan
pihak ketiga.
f. Pengkinian dan review dari penggunaan standar perjajian oleh Bank dan/atau pihak
independen. Penggunaan pilihan hokum Indonesia atas perjanjian yang diadakan oleh
Bank dan juga penggunaan forum penyelesaian sengketa.

Keterangan:
Kelemahan perikatan yang dilakukan oleh Bank merupakan sumber terjadinya
permasalahan atau sengketa di kemudian hari dapat menimbulkan potensi Risiko Hukum
bagi Bank.

3. Faktor Ketiadaan/Perubahan Perundang-Undangan


a. Jumlah dan nilai nominal dari total produk Bank yang belum diatur oleh peraturan
perundang-undangan secara jelas dan produk tersebut cenderung memiliki tingkat
kompleksitas yang tinggi, dibandingkan dengan modal yang dimiliki Bank.
b. Penggunaan best practice atas suatu standar perjanjian yang biasa digunakan oleh
Bank masih mengacu pada perjanjian yang belum terkini walaupun telah ada
perubahan best practice atau peraturan perundang-undangan maupun hal lainnya.

Keterangan:
Ketiadaan peraturan perundang-undangan terutama atas produk yang dimiliki Bank atau
transaksi yang dilakukan Bank akan mengakibatkan produk tersebut menjadi sengketa
dikemudian harinya sehingga berpotensi menimbulkan Risiko Hukum.

B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko


1. Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan
tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan

28
(ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2. Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko
yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko;(ii) kecukupan
perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif
termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan,
prosedur dan penetapan limit.
3. Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup
evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen
Risiko.
4. Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem
Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent
review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).

Parameter/Indikator Penilaian Risiko Stratejik

A. Risiko Inheren

1. Kesesuaian Strategi dengan Kondisi Lingkungan Bisnis

Penetapan tujuan stratejik perlu mempertimbangkan faktor internal dan eksternal bisnis
Bank:
a. Faktor internal, antara lain:
1) Visi, misi, dan arah bisnis yang ingin dicapai Bank;
2) Kultur organisasi, terutama apabila penetapan tujuan stratejik mensyaratkan
perubahan struktur organisasi dan penyesuaian proses bisnis;
3) Faktor kemampuan organisasi yang mencakup antara lain sumber daya manusia,
infrastruktur, dan sistem informasi manajemen;
4) Tingkat toleransi risiko yaitu tingkat kemampuan keuangan Bank menyerap
risiko.

29
b. Faktor eksternal, antara lain:
1) Kondisi makroekonomi;
2) Perkembangan teknologi;
3) Tingkat persaingan usaha.

Keterangan:
Penilaian parameter antara lain untuk mengukur apakah penetapan sasaran strategis oleh
Dewan Direksi didukung dengan kondisi internal maupun eksternal dari lingkungan
bisnis Bank.

2. Strategi Berisiko Tinggi dan Strategi Berisiko Rendah

a. Strategi berisiko rendah adalah strategi di mana Bank melakukan kegiatan usaha pada
pangsa pasar dan nasabah yang telah dikenal sebelumnya atau menyediakan produk
yang bersifat tradisional sehingga tingkat pertumbuhan usaha cenderung stabil dan
dapat diprediksi.
b. Strategi berisiko tinggi adalah strategi di mana Bank berencana masuk dalam area
bisnis baru, baik pangsa pasar, produk atau jasa, atau nabasah baru.

Keterangan:
Tingkat risiko inheren dapat ditimbulkan pula oleh pilihan strategi Bank.

3. Posisi Bisnis Bank

Penilaian antara lain didasarkan pada:


a. Pasar di mana Bank melaksanakan kegiatan usaha;
b. Kompetitor dan keunggulan kompetitif;
c. Efisiensi dalam melaksanakan kegiatan usaha;
d. Diversifikasi kegiatan usaha dan cakupan wilayah operasional; dan
e. Kondisi makro ekonomi dan dampaknya pada kondisi Bank.

Keterangan:

30
Seberapa besar tingkat keberhasilan/kegagalan Bank dalam mencapai tujuan dapat dinilai
berdasarkan posisi Bank di pasar dan keunggulan kompetitif yang dimiliki, baik terhadap
peer group maupun industri perbankan secara keseluruhan.

4. Pencapaian Rencana Bisnis Bank (RBB)


Realisasi RBB dibandingkan dengan RBB.

Keterangan:
Tujuan penilaian antara lain untuk mengukur seberapa besar deviasi realisasi RBB
dibandingkan dengan perencanaan stratejik Bank.

B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko


1. Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan
tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan
(ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2. Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko
yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan
perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif
termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan,
prosedur dan penetapan limit.
3. Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup
evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen
Risiko.
4. Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem
Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent
review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).

Parameter/Indikator Penilaian Risiko Kepatuhan

31
A. Risiko Inheren

1. Jenis dan Signifikansi Pelanggaran yang Dilakukan


a. Jumlah sanksi denda kewajiban membayar yang dikenakan kepada Bank dari otorita.
b. Jenis pelanggaran atau ketidakpatuhan yang dilakukan oleh Bank.
Keterangan:
Cakupan pelanggaran merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dan
komitmen kepada Bank Indonesia termasuk sanksi yang dikenakan atas pelanggaran yang
dilakukan oleh Bank.

2. Frekuensi Pelanggaran yang Dilakukan atau Track Record Kepatuhan Bank


a. Jenis dan frekuensi pelanggaran yang sama yang ditemukan setiap tahunnya dalam 3
tahun terakhir.
b. Signifikansi tindak lanjut Bank atas temuan tersebut.

Keterangan:
Frekuensi lebih bersifat historis dengan melihat trend kepatuhan Bank selama 3 tahun
terakhir untuk mengetahui apakah jenis pelanggaran yang dilakukan berulang ataukah
memang atas kesalahan tersebut tidak dilakukan perbaikan signifikan oleh Bank.

3. Pelanggaran Terhadap Ketentuan atas Transaksi Keuangan Tertentu


Frekuensi pelanggaran atas ketentuan pada transaksi keuangan tertentu karena tidak
sesuai dengan standar yang berlaku umum.
Keterangan:
Sebagai contoh adalah pelanggaran terhadap antara lain UCP, ISDA, ICC, ataupun
standar-standar lainnya yang berlaku secara umum pada sektor keuangan.

B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko


1. Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan
tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan
(ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.

32
2. Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko
yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan
perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif
termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan,
prosedur dan penetapan limit.
3. Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup
evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen
Risiko.
4. Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem
Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent
review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).

Parameter/Indikator Penilaian Risiko Reputasi

A. Risiko Inheren

1. Pengaruh Reputasi dari Pemilik Bank dan Perusahaan Terkait


a. Kredibilitas pemilik dan perusahaan terkait.
b. Kejadian reputasi (reputational event) pada pemilik dan perusahaan terkait.

Keterangan:
Pengaruh reputasi/berita negatif dari pemilik Bank dan/atau perusahaan terkait dengan
Bank merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan Risiko Reputasi
pada Bank.

2. Pelanggaran Etika Bisnis


Pelanggaran etika terlihat antara lain melalui:
a. transparansi informasi keuangan; dan
b. kerjasama bisnis dengan stakeholders lainnya.

33
Keterangan:
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan apabila Bank melakukan pelanggaran terhadap
etika/norma-norma bisnis yang berlaku secara umum.

3. Kompleksitas Produk dan Kerjasama Bisnis Bank


a. Jumlah dan tingkat penggunaan nasabah atas produk Bank yang kompleks.
b. Jumlah dan materialitas kerjasama Bank dengan mitra bisnis.

Keterangan:
Produk yang kompleks dan kerjasama dengan mitra bisnis dapat terekspos pada Risiko
Reputasi apabila terdapat kesalahpahaman penggunaan produk/jasa atau pemberitaan
negatif pada mitra bisnis, antara lain pada produk bancassurance dan reksadana.

4. Frekuensi, Materialitas dan Eksposur Pemberitaan Negatif Bank


a. Frekuensi dan materialitas pemberitaan.
b. Jenis media dan ruang lingkup pemberitaan

Keterangan:
Frekuensi, jenis media, dan materialitas pemberitaan negatif Bank, meliputi juga
pengurus Bank, yang diukur selama periode penilaian.

5. Frekuensi dan Materialitas Keluhan Nasabah


a. Frekuensi keluhan nasabah.
b. Materialitas keluhan nasabah.
Keterangan:
Keluhan nasabah diukur selama periode penilaian.

B. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko


1. Tata Kelola Risiko (Risk Governance) mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan
tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) dan
(ii) kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2. Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi Manajemen Risiko
yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko; (ii) kecukupan
34
perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif
termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan,
prosedur dan penetapan limit.
3. Proses Manajemen Risiko, Sistem Informasi, dan Sumber Daya Manusia mencakup
evaluasi terhadap: (i) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko; (ii) kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen
Risiko.
4. Sistem Pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) kecukupan Sistem
Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent
review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).

Parameter/Indikator Penilaian Faktor Good Corporate Governance (GCG)

Penilaian Faktor (GCG):


Parameter/Indikator penilaian faktor GCG yang merupakan penilaian terhadap manajemen Bank
atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai GCG
bagi Bank Umum dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.

Keterangan:
Hasil pelaksanaan prinsip-prinsip GCG Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai GCG bagi Bank Umum hanya merupakan salah satu sumber penilaian
peringkat faktor GCG Bank dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank.

Parameter/Indikator Penilaian Faktor Rentabilitas

1. Kinerja Bank dalam Menghasilkan Laba (Rentabilitas)

a. Return on Aset (ROA)

35
Laba sebelum Pajak
Rata−rata Total Aset

Keterangan:
a) Laba sebelum pajak adalah laba sebagaimana tercatat dalam laba rugi Bank tahun
berjalan yang disetahunkan.
Contoh: Untuk posisi bulan Juni akumulasi laba perposisi Juni dihitung dengan cara
dibagi 6 dan dikalikan dengan 12.
b) Rata-rata total aset.
Contoh: Untuk posisi bulan bulan Juni dihitungn dengan cara penjumlahan total aset
posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6.

b. Net Interest Margin (NIM)


Pendapatan Bunga Bersih
Rata−rata Total Aset Produktif

Keterangan:
a) Pendapatan bunga bersih adalah pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga
(disetahunkan).
b) Rata-rata aset produktif.
Contoh: Untuk posisi bulan Juni dihitung dengan cara penjumlahan total aset
produktif posisi Januari sampai dengan Juni dibagi dengan 6.
c) Aset produktif yang diperhitungkan adalah aset yang menghasilkan bunga baik di
neraca maupun pada TRA.

c. Kinerja Komponen Laba (Rentabilitas) Aktual terhadap Proyeksi Anggaran

Keterangan:
Kinerja pada komponen laba (rentabilitas) yang meliputi antara lain pendapatan
operasional, beban operasional, pendapatan non operasional, beban non operasional, dan
laba bersih dibandingkan dengan proyeksi anggaran.

d. Kemampuan Komponen Laba (Rentabilitas) dalam Meningkatkan Permodalan

36
2. Sumber-sumber yang Mendukung Rentabilitas

Pendapatan Bunga Bersih


a. Rata−rata Total Aset

Pendapatan Operasional selain Pendapatan Bunga(net )


b.
Rata−rata Total Aset

Keterangan:
Pendapatan operasional selain pendapatan bunga disetahunkan.

Beban
ead
c. h
Rata−rata Total Aset

Keterangan:
Beban overhead adalah seluruh biaya-biaya operasional yang bukan merupakan beban
bunga (disetahunkan) meliputi biaya:
1) Penyusutan/amortisasi aset;
2) Biaya tenaga kerja;
3) Pendidikan dan pelatihan;
4) Premi asuransi;
5) Kerugian karena Risiko Operasional;
6) Penelitian dan pengembangan;
7) Sewa;
8) Promosi;
9) Pajak-pajak (tidak termasuk pajak penghasilan);
10) Pemeliharan dan perbaikan;
11) Barang dan jasa; dan
12) Lainnya.

Beban Pencadangan
d. Rata−rata Total Aset

37
Keterangan:
Beban pencadangan adalah seluruh biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pencadangan
aktiva (disetahunkan).

Komponen Non−Core Earnings Bersi h


e. Rata−rataTotal Aset

Keterangan:
a) Komponen non core earning bersih adalah Non Core Earning dikurangi dengan Non
Core Expense.
b) Non Core Earning adalah pendapatan dari penjualan aktiva tetap ditambah dengan
keuntungan translasi mata uang asing ditambah dengan klaim asuransi ditambah
dengan Unrealized gain on Fair Value Option liabilities ditambah dengan Unrealized
gain on Trading and FVO loans and other financial asset ditambah dengan Realized
gain on sale of HTM and loans and receivables ditambah dengan Realized gain on
sale of FVO assets ditambah dengan Pendapatan sewa ditambah dengan Pendapatan
lainnya.
c) Non Core Expense adalah kerugian dari penjualan aktiva tetap ditambah dengan
kerugian translasi mata uang asing ditambah dengan kerugian klaim asuransi
ditambah dengan Unrealized loss on Fair Value Option liabilities ditambah dengan
Unrealized loss on Trading and FVO loans and other financial asset ditambah
dengan Realized loss on sale of HTM and loans and receivables ditambah dengan
Realized loss on sale of FVO assets ditambah dengan Beban sewa ditambah dengan
Beban lainnya.

3. Stabilitas (sustainability) komponen-komponen yang mendukung Rentabilitas

a. Core ROA=
P rimary Core Net Income−Operating Discretionary Items
Rata−rataTotal Aset

Keterangan:
a) Primary core net income adalah primary core Income dikurangi dengan primary core
expense (disetahunkan).

38
b) Primary core Income adalah pendapatan bunga bersih ditambah dengan fee based
income (disetahunkan).
c) Primary core expense adalah beban overhead yakni beban operasional selain beban
bunga dan kerugian penurunan nilai (disetahunkan).
d) Operating discretionary Items adalah kerugian penurunan nilai (disetahunkan).

b. Prospek rentabilitas di masa datang

4. Manajemen Rentabilitas
Kemampuan Bank dalam mengelola rentabilitas

Parameter/Indikator Penilaian Faktor Permodalan

1. Kecukupan modal Bank

a. Rasio Kecukupan Modal

Modal
1. ATMR

Keterangan:
a. Perhitungan modal dan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) berpedoman
pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum (KPMM).
b. Rasio dihitung per posisi penilaian termasuk memperhatikan trend KPMM.

Modal Inti ( Tier 1 )


2.
ATMR

Keterangan:
Perhitungan modal inti berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (KPMM).

39
Aset Produktif Bermasalah−CKPN
3. ¿untuk Aset Produktif Bermasalah ¿
Modal Inti+CadanganUmum

Keterangan:
a. Perhitungan Aset Produktif Bermasalah dan CKPN Aset Produktif Bermasalah
berpedoman pada lampiran I.1.a.
b. Perhitungan Modal Inti dan Cadangan Umum berpedoman pada ketentuan Bank
Indonesia mengenai Kxewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
(KPMM).

Aset Kualitas Rendah−CKPN unruk Aset Kualitas Rendah


4. Modal Inti+Cadangan Umum

Keterangan:
Perhitungan Aset Produktif Bermasalah dan CKPN Aset Produktif Bermasalah
berpedoman pada lampiran I.1.a.

b. Kecukupan modal Bank untuk mengantisipasi potensi kerugian sesuai profil risiko.

Keterangan:
Penilaian kecukupan modal Bank untuk mengantisipasi potensi kerugian sesuai profil
risiko dilakukan dengan memperhatikan antara lain: (i) risiko inheren, (ii) kualitas
penerapan manajemen risiko; (iii) tingkat risiko; dan (iv) peringkat profil risiko Bank
baik secara individual maupun konsolidasi.

2. Pengelolaan permodalan

a. Manajemen permodalan Bank.

Keterangan:
Hal ini meliputi pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi; kebijakan dan prosedur
pengelolaan modal; perencanaan modal; penilaian kecukupan modal; dan kaji ulang
independen.

40
b. Kemampuan akses permodalan yang dilihat dari sumber internal dan sumber eksternal
Keterangan:
a. Akses modal dari sumber internal antara lain berasal dari kinerja rentabilitas yang
mendukung permodalan.
b. Akses modal dari sumber eksternal antara lain berasal dari pasar modal (primary
market) dan perusahaan induk.

RANGKUMAN
Suatu bank dikatakan sehat apabila mampu menjalankan fungsinya dengan optimal,
baik dalam hal intermediasi dana (menghimpun dan menyalurkan dana) maupun dalam hal
pemberian jasa layanan perbankan. Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
4/POJK.03/2016 Tentang Penilaian Kesehanan Bank Umum. tingkat kesehatan bank adalah hasil
penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank. Penilaian tersebut
menyangkut empat aspek utama, yaitu: (1) profil risiko (risk profile); (2) good corporate
governance (GCG); (3) rentabilitas (earnings); dan (4) permodalan (capital).
Menurut konsep Bank Indonesia ada dua kepentingan mengapa kesehatan bank di
Indonesia perlu dijaga, yaitu:
1. Menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank
2. Sebagai indikator bagi Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas perbankan di
Indonesia untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi dan permasalahan yang dihadapi

41
bank serta menentukan tindak lanjut untuk mengatasi kelemahan atau permasalahan
bank, baik berupa corrective action oleh bank maupun supervisory action
Dasar pengaturan kesehatan bank adalah UU No. 7 tahun 1992 yang diperbaharui
dengan UU no. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Pengaturan tentang kesehatan perbankan
dalam UU ini tertuang dalam pasal 29 ayat 2 yang berbunyi: Bank wajib memelihara tingkat
kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan
wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

LATIHAN
Para Mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman Anda tentang kesehatan bank,
jawablah beberapa pertanyaan berikut. Selanjutnya, cocokkan jawaban Anda dengan petunjuk
menjawab yang diuraikan pada bagian selanjutnya.

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kesehatan bank?


2. Jelaskan apa pentingnya menjaga kesehatan bank bagi bagi suatu perekonomian?
3. Menurut konsep Bank Indonesia, mengapa kesehatan bank perlu dijaga?
4. Dalam ketentuan UU No. 7 tahun 1992 yang diperbaharui dengan UU no. 10 tahun 1998
tentang perbankan aspek apa saja yang perlu dijaga oleh suatu bank untuk menjaga
kesehataannya?
5. Saat ini variabel apa saja yang digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank
berdasarkan Peraturan OJK No. 4/POJK.03/2016?

Petunjuk Menjawab
1. Suatu bank dikatakan sehat apabila mampu menjalankan fungsinya dengan optimal, baik
dalam hal intermediary (menghimpun dan menyalurkan dana) maupun dalam hal pemberian
jasa layanan perbankan.
2. Peranan industri perbankan dalam perekonomian adalah cukup strategis, karena terkait
dengan dua fungsi utama perbankan, yaitu sebagai lembaga intermediasi dana, dan sebagai
infrastruktur kebijakan moneter. Oleh karena itu, secara langsung maupun tidak langsung,

42
baik buruknya kinerja industri perbankan akan mempengaruhi kinerja perekonomian secara
umum. Karena peran inilah makan industri bank harus sehat baik dari sisi manajerial
maupun, kinerja keuangan, maupun kinerja pelayanan. Selain itu, sebagai lembaga
intermediasi dana khususnya lembaga depository, bank sangat memerlukan kepercayaan
nasabah terutama nasabah penabung atau deposan. Tingkat kesehatan bank merupakan
faktor penting (bahkan utama) yang mempengaruhi kepercayaan deposan terhadap bank.
Oleh karena itu kesehatan bank wajib dijaga dan diawasi.
3. Menurut konsep Bank Indonesia ada dua kepentingan mengapa kesehatan bank di Indonesia
perlu dijaga, yaitu:
1) Menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank
2) Sebagai indikator bagi Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas perbankan di
Indonesia untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi dan permasalahan yang dihadapi
bank serta menentukan tindak lanjut untuk mengatasi kelemahan atau permasalahan
bank, baik berupa corrective action oleh bank maupun supervisory action
4. Dasar pengaturan kesehatan bank adalah UU No. 7 tahun 1992 yang diperbaharui dengan
UU no. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Pengaturan tentang kesehatan perbankan dalam
UU ini tertuang dalam pasal 29 ayat 2 yang berbunyi: Bank wajib memelihara tingkat
kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan
usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
5. Dalam ketentuan Otoritas Jasa KeuanganNo. 4/POJK.03/2016, tingkat kesehatan bank
adalah hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank.
Penilaian tersebut menyangkut empat aspek utama, yaitu: (1) profil risiko (risk profile); (2)
good corporate governance (GCG); (3) rentabilitas (earnings); dan (4) permodalan
(capital).

TES FORMATIF
1. Suatu bank dikatakan sehat bila mampu menjalankan fungsinya dalam hal:
A. Menghimpun dana
B. Intermediasi dana
C. Pemberian jasa layanan perbankan

43
D. Intermediasi dana dan pemberian jasa layanan perbankan
Jawab: D
Suatu bank dikatakan sehat apabila mampu menjalankan fungsinya dengan optimal, baik
dalam hal intermediasi dana (menghimpun dan menyalurkan dana) maupun dalam hal
pemberian jasa layanan perbankan.

2. Kesehatan bank adalah penting untuk menjaga kepercayaan nasabah, khususnya nasabah:
A. Peminjam
B. Debitur
C. Deposan
D. Kredit
Jawab: C
Tingkat kesehatan bank merupakan faktor penting (bahkan utama) yang mempengaruhi
kepercayaan deposan terhadap bank. Oleh karena itu kesehatan bank wajib dijaga dan
diawasi.

3. Berdasarkan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (POJK No. 4/POJK.03/2016) aspek


penilaian bank meliputi aspek-aspek berikut, kecuali:
A. Profil risiko (risk profile)
B. Kemampuan menghimpun dan menyalurkan dana (intermediary)
C. Good corporate governance (GCG)
D. Permodalan (capital).
Jawab: B
Dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (POJK No. 4/POJK.03/2016), tingkat
kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan
kinerja bank. Penilaian tersebut menyangkut empat aspek utama, yaitu: (1) profil risiko
(risk profile); (2) good corporate governance (GCG); (3) rentabilitas (earnings); dan (4)
permodalan (capital).

4. Aspek penting yang digunakan untuk mengukur kesehatan bank sesuai Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan (POJK No. 4/POJK.03/2016) adalah:

44
A. Likuiditas (liquidity)
B. Rentabilitas (earnings)
C. Solvabilitas (solvability)
D. Semua benar
Jawab: B
Dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (POJK No. 4/POJK.03/2016), tingkat
kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan
kinerja bank. Penilaian tersebut menyangkut empat aspek utama, yaitu: (1) profil risiko
(risk profile); (2) good corporate governance (GCG); (3) rentabilitas (earnings); dan (4)
permodalan (capital).

5. Secara teori, pentingnya kesehatan bank bagi perekonomian adalah karena:


A. Bank merupakan infrastruktur kebijakan moneter dan lembaga intermediary dana
bagi perekonomian
B. Industri bank merupakan industri jasa yang memberikan keuntungan tinggi
C. Industri bank menyerap banyak tenaga kerja
D. Industri bank merupakan industri yang menopang perekonomian
Jawab: A
Peranan industri perbankan dalam perekonomian adalah cukup strategis, karena terkait
dengan dua fungsi utama perbankan, yaitu sebagai lembaga intermediasi dana dan
sebagai infrastruktur kebijakan moneter. Oleh karena itu, secara langsung maupun tidak
langsung, baik buruknya kinerja industri perbankan akan mempengaruhi kinerja
perekonomian secara umum. Karena peran inilah makan industri bank harus sehat baik
dari sisi manajerial maupun, kinerja keuangan, maupun kinerja pelayanan.

6. Menurut konsep Bank Indonesia ada dua kepentingan mengapa kesehatan bank di Indonesia
perlu dijaga, salah satunya adalah:
A. Menjaga stabilitas ekonomi
B. Menjaga agar masyarakat tetap mendapatkan sumber pembiayaan
C. Menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank
D. Menjaga likuiditas masyarakat.

45
Jawab: C
Menurut konsep Bank Indonesia ada dua kepentingan mengapa kesehatan bank di
Indonesia perlu dijaga, yaitu:
a. Menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank
b. Sebagai indikator bagi Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas perbankan di
Indonesia untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi dan permasalahan yang
dihadapi bank serta menentukan tindak lanjut untuk mengatasi kelemahan atau
permasalahan bank, baik berupa corrective action oleh bank maupun
supervisory action

7. Sesuai Undang-Undang Perbankan yang berlaku di Indonesia, bank diwajibkan


memelihara tingkat kesehatannya berdasarkan ketentuan berikut, kecuali:
A. ketentuan kecukupan modal
B. ketentuan kualitas aset
C. ketentuan kualitas manajemen
D. ketentuan penghimpunan dana
Jawab: D
Sesuai UU No. 7 tahun 1992 yang diperbaharui dengan UU no. 10 tahun 1998 tentang
perbankan, pengaturan tentang kesehatan perbankan tertuang dalam pasal 29 ayat 2.
Pasal tersebut mengatur bahwa, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan
wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

8. Aspek penilaian profil risiko (risk profile) sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK
No. 4/POJK.03/2016) adalah meliputi aspek-aspek berikut, kecuali:
A. Risiko kredit
B. Risiko pasar
C. Risiko likuiditas
D. Risiko valas
Jawab: D

46
Dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (POJK No. 4/POJK.03/2016) profil risiko
(risk profile); merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan
manajemen risiko dalam operasional Bank yang dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko
yaitu:
a) Risiko kredit
b) Risiko pasar
c) Risiko likuiditas
d) Risiko operasional
e) Risiko hukum
f) Risiko stratejik
g) Risiko kepatuhan
h) Risiko reputasi.

9. Penilaian rentabilitas dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (POJK No. 4/POJK.03/2016)
meliputi:
A. kinerja earnings
B. jenis-jenis earnings
C. sumber-sumber earnings
D. sustainability earnings
Jawab: B
Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK No. 4/POJK.03/2016) rentabilitas
(earnings); merupakan penilaian terhadap kinerja earnings, sumber-sumber earnings,
dan sustainability earnings bank.

10. Aspek permodalan dalam penentuan kesehatan bank sesuai ketentuan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK No. 4/POJK.03/2016), adalah penilaian terhadap:
A. Kecukupan dan pengelolaan modal
B. Kecukupan dan sumber modal
C. Pengelolaan dan sumber modal
D. Sumber modal dan jenis modal
Jawab: A

47
Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK No. 4/POJK.03/2016) permodalan
(capital); yang merupakan penilaian terhadap tingkat kecukupan permodalan dan
pengelolaan permodalan.

KEGIATAN BELAJAR II
RAHASIA BANK

Para Mahasiswa yang baik,


Selain kesehatan bank, kepercayaan nasabah deposan terhadap bank juga ditentukan oleh rahasia
bank. Dalam hal ini kepentingan nasabah atas rahasia bank dimaksudkan adalah agar bank
melindungi informasi atas kondisi finansial mereka dari pihak-pihak lain di luar bank. Bagi
nasabah deposan, rahasia informasi finansial atas dirinya ini menjadi penting karena sangat
memungkinkan munculnya pihak-pihak lain yang bisa merugikan dan mengganggu keamanan
maupun kenyamananya.
Dalam perkembangannya nampaknya rahasia bank menjadi variabel penting, tidak saja
bagi nasabah, namun juga bagi perkembangan bank itu sendiri maupun industri perbankan secara
luas. Namun demikian rahasia bank bisa saja disalahgunakan, untuk kegiatan yang merugikan
masyarakat, misalnya kegiatan pencucian uang (money laundering). Oleh karena itu
perlakuannya perlu diatur sehingga bisa memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat luas.
Kegiatan belajar ini akan secara fokus membahas tentang rahasia bank. Para Mahasiswa
diharapkan akan mendapat pemahaman yang baik dan proporsional atas pemberlakukan rahasia
bank. Selamat belajar.

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PENERAPAN RAHASIA BANK

48
Pengertian rahasia bank (bank secrecy) dalam kamus bisnis (business dictionary)
adalah: “One of the conditions of the relationship between a bank and its customers is that the
customers' dealings and financial affairs will be treated as confidential. This rule, however, does
not apply to the customers' credit information which is shared rather freely among lending
institution. Also, due to certain laws (such as anti-terrorist and anti drug-trade legislation) and
tax treaties between nations, bank must release specific information to help fight terrorism and
illegal drug trade, and prevent tax-evasion and money laundering. (Salah satu persyaratan
hubungan antara bank dan nasabah adalah bahwa transaksi pelanggan (nasabah) dan urusan
keuangan akan diperlakukan sebagai suatu rahasia. Namun demikian aturan ini tidak berlaku
untuk informasi kredit nasabah yang dibagi secara bebas di antara lembaga keuangan. Demikian
juga, dalam hal hukum-hukum tertentu (seperti undang-undang anti-teroris dan undang-undang
anti-perdagangan narkoba) dan perjanjian pajak antara negara, bank harus memberikan informasi
yang rinci untuk membantu memerangi terorisme dan perdagangan narkoba ilegal, dan mencegah
penghindaran pajak dan pencucian uang)”.
Sementara menurut Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000, rahasia bank adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanan nasabah. Dari pengertian ini, maka rahasia bank tidak menyangkut rahasia keuangan
nasabah secara menyeluruh, tetapi terbatas pada informasi tentang nasabah penyimpan dan
simpanan nasabah.
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 22/ POJK.01/2015 Tentang Penyidikan
Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan, Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya atau serta nasabah investor
dan investasinya. Jika dicermati, pengertian ini masih selaras dengan apa yang ditetapkan dalam
Ketentuan Bank Indonesia terasebut, namun kerahasiaan diperluas tidak hanya simpanan, tetapi
juga untuk data investor dan investasinya.
Sebagai lembaga depository eksistensi bank sangat tergantung pada kepercayaan
nasabah, khususnya nasabah penyimpan atau deposan. Ada beberapa faktor yang sangat
mempengaruhi tingkat kepercayaan nasabah deposan terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut
adalah (Sjahdeini, 2005):
a) Integritas pengurus

49
b) Pengetahuan dan kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial
maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
c) Kesehatan bank yang bersangkutan
d) Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Dari faktor tersebut, salah satu faktor adalah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Maksud dari faktor ini adalah menyangkut "dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah
yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah
identitas nasabah tersebut kepada pihak lain". Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan
bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh "rahasia bank". Jika bank tidak
mampu menjaga rahasia nasabah maka nasabah tidak akan bersedia untuk menyalurkan, atau
bahkan menarik dana simpanannya pada bank tersebut. Apa bila satu bank mengalami penarikan
dana yang kuat maka akan menimbulkan efek domino pada bank lain, dan selanjutnya akan
menimbulkan gangguan bagi industri bank secara luas. Oleh karena itu faktor rahasia bank
menjadi sangat penting dalam upaya menjaga stabilitas industri perbankan maupun mobilisasi
dana dari masyarakat.
Sejarah penerapan rahasia bank (Sjahdeini, 2005) timbul dari tujuan untuk melindungi
nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini bermula dari keputusan pengadilan di Inggris pada
tahun 1924, yang secara bulat memutuskan pendiriannya atas ketentuan rahasia bank di Inggris,
dalam kasus Tournier vs. National Provincial and Union Bank of England. Ketentuan ini diikuti
oleh negara-negara lain, khususnya yang menganut common law system. Timbulnya pemikiran
untuk perlunya merahasiakan keadaan keuangan nasabah bank sehingga melahirkan ketentuan
hukum mengenai kewajiban rahasia bank, adalah semula bertujuan untuk melindungi
kepentingan nasabah secara individual. Ketentuan rahasia bank di Swiss, yaitu suatu negara yang
dikenal mempunyai ketentuan rahasia bank yang dahulunya paling ketat di dunia, adalah juga
semula bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah bank secara individual. Pada waktu itu
ketentuan rahasia bank bersifat mutlak; artinya tidak dapat dikecualikan karena alasan apapun
juga.
Ketentuan rahasia bank di Swiss lahir mula-mula sehubungan dengan kedudukan Swiss
sebagai negara yang netral secara tradisional. Pada abad ke-17, ribuan kaum Huguenots dari
Perancis melarikan diri ke Swiss. Diantara mereka itu kemudian ada yang menjadi bankir, dan
menginginkan agar supaya rahasia dari nasabah-nasabah mereka untuk urusan-urusan

50
keuangannya di negara asalnya dirahasiakan. Selain itu, dikejar-kejarnya orang-orang Yahudi di
waktu regime Nazi berkuasa di Jerman di tahun 1930-an dan 1940-an, juga menginginkan agar
hal-hal yang berkaitan dengan urusan keuangan mereka dirahasiakan.
Di beberapa negara, ketentuan rahasia bank tidak lagi bersifat mutlak. Saat ini bahkan
terjadi beberapa variasi dalam pengaturan rahasia bank, di mana di beberapa negara hanya
membatasi untuk nasabah deposan. Selain itu dalam menangani pelanggaran rahasia bank, di
sebagian negara memperlakukan sebagai kejahatan pidana, sementara dibeberapa negara lain
memperlakukan sebagai kejahatan perdata.
Perkembangan variasi pengaturan rahasia bank ini tidak terlepas dari perkembangan
politik dan sosial, terutama munculnya berbagai tindak kriminal berkaitan dengan pencucian
uang (money laundering). Selain itu adanya berbagai pelanggaran lain, misalnya pelanggaran
pajak dan korupsi telah menuntut adanya pelonggaran atas ketatnya rahasia bank. Namun
demikian untuk menjaga stabilitas ekonomi, dan khususnya stabilitas moneter, yang bisa
terganggu karena runtuhnya kepercayaan masyarakat deposan, maka dalam aspek tertentu
rahasia bank tetap merupakan faktor penting.

B. DASAR HUKUM PENGATURAN DAN PENGECUALIAN RAHASIA BANK DI


INDONESIA

1. Pengaturan Rahasia Bank


Pengaturan dan dasar hukum rahasia bank di Indonesia adalah Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 Tentang perbankan yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.
Dalam Undang-Unadang tersebut, rahasia bank diatur dalam satu bab, yaitu bab VII dan tertuang
beberapa pasal 40 sampai 45.
Dalam pasal 40 diungkapkan bahwa: (1) Bank wajib merahasiakan keterangan
mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. (2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi. Dari pasal 40
terkandung makna bahwa bank dan pihak terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai
identitas nasabah khusus untuk nasabah deposan. Selain itu bank dan pihak terafiliasi wajib
merahasiakan simpanan nasabah tersebut. Ini berarti kewajiban rahasia bank tidak menyeluruh

51
pada semua nasabah, tetapi hanya yang menyangkut nasabah penyimpan atau deposan. Pada
masa sebelumnya pengaturan rahasia bank bersifat menyeluruh. Adanya perkembangan sosial
ekonomi dan kemasyarakatan, maka selanjutnya karahasiaan bank hanya dibatasi pada nasabah
penyimpan dan simpanannya. Dalam penjelasan pasal 40 diungkapkan bahwa: Apabila nasabah
bank adalah Nasabah Penyimpan yang sekaligus juga sebagai Nasabah Debitur, bank wajib
tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai Nasabah
Penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan
merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank. Bagi bank yang melakukan kegiatan
sebagai lembaga penunjang pasar modal, misalnya bank selaku kustodian dan atau Wali
Amanat, tunduk pada ketentuan perundang-undangan di bidang pasar modal. Dari ketentuan ini
maka semakin jelas bahwa yang mutlak dijamin rahasianya hanyalah nasabah penyimpan. Ini
berarti bagi nasabah debitur (nasabah kredit) atau nasabah peminjam tidak lagi dijamin rahasia
secara mutlak.
Tukar menukar informasi nasabah antar bank tersebut diatur dalam UU No. 10 Tahun
1998 pada pasal 44. Pasal 44 tersebut mengungkapkan bahwa: (1) Dalam rangka tukar menukar
informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya
kepada bank lain. (2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Latar belakang dari diijinkannya tukar-
menukar informasi atas kondisi keuangan nasabah adalah untuk mendukung kelancaran usaha
bank, khususnya guna menghindari adanya kridit rangkap. Penjelasan pasal 44 mengungkapkan
bahwa: Tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan
mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta
mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai
tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan
bank lain. Selanjutnya tukar menukar informasi ini secara teknis diatur dengan Peraturan Bank
Indonesia, yaitu PBI no. 2/19/PBI/2000. Dalam PBI tersebut pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa:
Keterangan mengenai Nasabah selain Nasabah Penyimpan bukan merupakan keterangan yang
wajib dirahasiakan oleh Bank. Dalam pasal 3 bahkan dinyatakan bahwa dalam rangka tukar
menukar informasi antar bank terkait nasabah selain nasabah simpanan, pengelola bank bahkan
tidak perlu meminta ijin pada Bank Indonesia.

52
2. Pengecualian Pengaturan Rahasia Bank
Meskipun dalam Undang-Undang tentang Perbankan yaitu UU No. 10 Tahun 1998 dan
dalam Peraturan Bank Indonesia yaitu PBI no. 2/19/PBI/2000 dinyatakan bahwa bank wajib
melindungi rahasia nasabah simpanan dan simpanannya, namun dalam peraturan tersebut
ditetapkan beberapa pengecualian. Pengecualian tersebut meliputi:
1. Kepentingan Perpajakan
Berkaitan dengan perpajakan bank tidak lagi diwajibkan melindungi rahasia nasabahnya.
Untuk hal ini dalam UU No. 10 Tahun 1998 diatur dalam pasal 41 ayat 1 yang berbunyi:
Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan
keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
2. Penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
Dalam hal penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara UU No. 10 Tahun 1998 pasal
41A ayat 1 mengatur bahwa: Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan
kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara,
Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari
bank mengenai simpanan Nasabah Debitur. Atas dasar ketentuan ini bank tidak
diwajibkan lagi merahasiakan informasi tentang simpanan nasabah, apabila bank yang
bersangkutan sedang dalam proses penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan
kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
3. Untuk kepentingan peradilan
Dalam peradilan perkara pidana bank juga wajib memberi keterangan tentang simpanan
nasabah yang menjadi tersangka. Dalam hal ini UU No. 10 Tahun 1998 pasal 42 ayat 1
mengatur bahwa: Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank
Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh
keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
4. Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya

53
Apa bila antara bank dan nasabahnya terjadi perkara perdata, maka bank juga bisa
memberikan informasi tentang keadaan keuangan nasabah pada pengadilan. Untuk
masalah yang demikan UU No. 10 Tahun 1998 pasal 43 mengatur: Dalam perkara
perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat
menginformasikan kepada Pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang
bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.
5. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan
Bank dapat membuka informasi tentang simpanan nasabah penyimpan apa bila ada
permintaan, persetujuan, atau kuasa nasabah penyimpan. UU No. 10 Tahun 1998 pasal
44A ayat 1 mengatur: Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan
yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan
Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh
Nasabah Penyimpan tersebut.
6. Nasabah penyimpan meninggal dunia
Selain beberapa hal di atas, bank juga diwajibkan membukan informasi tentang simpanan
nasabah, apa bila nasabah penyimpan meninggal dunia. Informasi ini wajib diberikan
pada ahli warisnya yang syah. UU No. 10 Tahun 1998 pasal 4aA ayat 2 mengatur:
Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari
Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai
simpanan Nasabah Penyimpan tersebut.
Meskipun hal-hal tersebut merupakan pengecualian, namun bila ada pihak yang dirugikan karena
pembukaan rahasia nasabah berhak untuk mengetahui isi keterangan, dan pembetulan jika
terdapat kesalahan dalam keterangan tersebut. Hala ini diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998
pasal 45 yang berbunyi: Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44, berhak untuk
mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam
keterangan yang diberikan.

54
RANGKUMAN
Selain kesehatan bank, kepercayaan nasabah deposan terhadap bank juga ditentukan
oleh rahasia bank. Dalam hal ini kepentingan nasabah atas rahasia bank dimaksudkan adalah agar
bank melindungi informasi atas kondisi finansial mereka dari pihak-pihak lain di luar bank. Bagi
nasabah deposan, rahasia informasi finansial atas dirinya ini menjadi penting karena sangat
memungkinkan munculnya pihak-pihak lain yang bisa merugikan dan mengganggu keamanan
maupun kenyamananya.
Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan yang telah diubah
menjadi Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 bank wajib merahasiakan keterangan mengenai
Nasabah Penyimpan dan simpanannya, dengan beberapa pengecualian. Hal tersebut secara jelas
juga tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000, rahasia bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan
nasabah. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 22/ POJK.01/2015 Tentang Penyidikan
Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan, rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya atau serta nasabah investor
dan investasinya.Oleh karena itu, di Indonesia rahasia bank tidak menyangkut rahasia keuangan
nasabah secara menyeluruh, tetapi terbatas pada informasi tentang nasabah penyimpan dan
simpanan nasabah atau nasabah investor dan investasinya.
Salah satu hal penting dalam pengaturan rahasia bank adalah diijinkannya tukar
menukar informasi antar bank tentang kondisi keuangan nasabah. Latar belakang dari

55
diijinkannya tukar-menukar informasi atas kondisi keuangan nasabah adalah untuk mendukung
kelancaran usaha bank, khususnya guna menghindari adanya kridit rangkap. Dalam PBI no.
2/19/PBI/2000 diatur bahwa keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan bukan
merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.
Dalam pengaturan rahasia bank tersebut ditetapkan beberapa pengecualian.
Pengecualian itu meliputi:
a. Kepentingan Perpajakan
b. Penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
c. Untuk kepentingan peradilan
d. Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
e. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan
f. Nasabah penyimpan meninggal dunia

LATIHAN
Para Mahasiswa, jawablah beberapa pertanyaan berikut guna memperdalam
pemahaman Anda tentang rahasia bank. Selanjutnya, cocokkan jawaban Anda dengan petunjuk
menjawab yang diuraikan pada bagian selanjutnya.

1. Apa pengertian dari rahasia bank?


2. Mengapa diperlukan adanya rahasia bank?
3. Mengapa dalam perkembangannya rahasia bank tidak diaplikasikan secara mutlak?
4. Mengapa antar bank diijinkan melakukan tukar menukar informasi?
5. Dalam peraturan yang ada, faktor apa saja yang termasuk dalam pengecualian penerapan
rahasia bank?

Petunjuk Menjawab

1. Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan yang telah diubah menjadi
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 bank wajib merahasiakan keterangan mengenai
Nasabah Penyimpan dan simpanannya, dengan beberapa pengecualian. Hal tersebut secara

56
jelas juga tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000, rahasia bank adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanan nasabah. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 22/ POJK.01/2015
Tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan, Rahasia Bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya atau serta nasabah investor dan investasinya. Oleh karena itu, di Indonesia
rahasia bank tidak menyangkut rahasia keuangan nasabah secara menyeluruh, tetapi terbatas
pada informasi tentang nasabah penyimpan dan simpanan nasabah atau nasabah investor dan
investasinya.
2. Kepentingan nasabah atas rahasia bank dimaksudkan adalah agar bank melindungi informasi
atas kondisi finansial mereka dari pihak-pihak lain di luar bank. Bagi nasabah deposan,
rahasia informasi finansial atas dirinya ini menjadi penting karena sangat memungkinkan
munculnya pihak-pihak lain yang bisa merugikan dan mengganggu keamanan maupun
kenyamananya. Oleh karena itu, bagi suatu perekonomian, dalam kerangka memobilisasi
tabungan, penerapan rahasia bank menjadi penting. Selain itu, untuk menjaga stabilitas
ekonomi, dan khususnya stabilitas moneter, yang bisa terganggu karena runtuhnya
kepercayaan masyarakat deposan, rahasia bank merupakan faktor penting.
3. Perkembangan politik dan sosial, terutama munculnya berbagai tindak kriminal berkaitan
dengan pencucian uang (money laundering), dan munculnya berbagai pelanggaran lain,
misalnya pelanggaran pajak dan korupsi telah menuntut adanya pelonggaran atas ketatnya
rahasia bank yang semula bersifat mutlak.
4. Latar belakang dari diijinkannya tukar-menukar informasi atas kondisi keuangan nasabah
adalah untuk mendukung kelancaran usaha bank, khususnya guna menghindari adanya kridit
rangkap.
5. Dari peraturan tentang rahasia bank, ditetapkan pula beberapa pengecualian. Pengecualian
tersebut meliputi:
a. Kepentingan Perpajakan
b. Penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
c. Untuk kepentingan peradilan
d. Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya

57
e. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan
f. Nasabah penyimpan meninggal dunia

TES FORMATIF

1. Sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia, rahasia bank menyangkut:


A. informasi kondisi bank
B. informasi seluruh nasabah
C. informasi nasabah penyimpan dan simpanan nasabah
D. informasi nasabah kredit dan besarnya kredit nasabah
Jawab: C
Dalam Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000, rahasia bank adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan
nasabah.

2. Bagi nasabah penyimpan, rahasia bank adalah faktor penting, karena:


A. Ada kemungkinan informasi disalahgunakan oleh pihak lain, sehingga mengganggu
keamanan dan kenyamanan nasabah
B. Menyangkut privasi dan harga diri yang bisa mengganggu nasabah
C. Menyangkut kerugian nasabah
D. Tidak ada yang benar
Jawab: A
Bagi nasabah deposan, rahasia informasi finansial atas dirinya ini menjadi penting
karena sangat memungkinkan munculnya pihak-pihak lain yang bisa merugikan dan
mengganggu keamanan maupun kenyamananya.

3. Selain kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank, kepercayaan nasabah penyimpan
dipengaruhi beberapa faktor, kecuali:
A. Integritas pengurus

58
B. Pengetahuan dan kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan
manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
C. Kesehatan bank yang bersangkutan
D. Skala bank.
Jawab: D
Faktor penting yang mempengaruhi nasabah deposan meliputi:
a) Integritas pengurus
b) Pengetahuan dan kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan
manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
c) Kesehatan bank yang bersangkutan
d) Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.

4. Bagi perekonomian, pengaturan rahasia bank adalah penting dalam hal-hal berikut, kecuali:
A. Mobilisasi tabungan
B. Daya saing industri
C. Stabilitas moneter
D. Kepercayaan masyarakat pada bank
Jawab: B
Bagi suatu perekonomian, dalam kerangka memobilisasi tabungan, penerapan rahasia
bank menjadi penting. Selain itu, untuk menjaga stabilitas ekonomi, dan khususnya
stabilitas moneter, yang bisa terganggu karena runtuhnya kepercayaan masyarakat
deposan, rahasia bank merupakan faktor penting.

5. Di Indonesia, pertimbangan diijinkannya tukar menukar informasi antar bank tentang


kondisi keuangan nasabah adalah:
A. Stabilitas ekonomi
B. Stabilitas rupiah
C. Stabilitas moneter
D. Timbulnya kredit rangkap
Jawab: D

59
Latar belakang dari diijinkannya tukar-menukar informasi atas kondisi keuangan
nasabah adalah untuk mendukung kelancaran usaha bank, khususnya guna menghindari
adanya kridit rangkap.

6. Alasan pelonggaran atas ketatnya pengaturan rahasia bank di berbagai negara adalah
munculnya beberapa jenis tindak kriminal berikut, kecuali:
A. Pencucian uang
B. Penipuan
C. pelanggaran pajak
D. Korupsi
Jawab: B
Perkembangan politik dan sosial, terutama munculnya berbagai tindak kriminal
berkaitan dengan pencucian uang (money laundering), dan munculnya berbagai
pelanggaran lain, misalnya pelanggaran pajak dan korupsi telah menuntut adanya
pelonggaran atas ketatnya rahasia bank yang semula bersifat mutlak.

7. Berdasarkan runutan sejarahnya, pengaturan rahasia bank, pada awalnya bertujuan untuk:
A. Melindungi kepentingan ekonomi nasional
B. Stabilitas ekonomi, khususnya moneter
C. Menjaga bank dari kemungkinan rush nasbah
D. Melindungi kepentingan nasabah secara individu.
Jawab: D
Timbulnya pemikiran untuk perlunya merahasiakan keadaan keuangan nasabah bank
sehingga melahirkan ketentuan hukum mengenai kewajiban rahasia bank, adalah semula
bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual. Ketentuan rahasia
bank di Swiss, yaitu suatu negara yang dikenal mempunyai ketentuan rahasia bank yang
dahulunya paling ketat di dunia, adalah juga semula bertujuan untuk melindungi
kepentingan nasabah bank secara individual.

8. Berikut adalah beberapa hal yang termasuk dalam pengecualian pengaturan rahasia bank:

60
A. Kepentingan Perpajakan; kepentingan peradilan; Perkara perdata antara bank
dengan nasabahnya
B. Kepentingan Perpajakan; kepentingan peradilan; kondisi likuiditas bank
C. Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya; kepentingan peradilan; kondisi
likuiditas bank
D. Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya; kepentingan perpajakan; kondisi
likuiditas bank
Jawab: A
Dari peraturan tentang rahasia bank, ditetapkan pula beberapa pengecualian.
Pengecualian tersebut meliputi:
a) Kepentingan Perpajakan
b) Penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
c) Untuk kepentingan peradilan
d) Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
e) Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan
f) Nasabah penyimpan meninggal dunia

9. Bila nasabah penyimpan meninggal dunia, maka hal ini masuk dalam skema pengecualian
pengaturan rahasia bank, ketentuannya adalah:
A. Bank harus membuka informasi simapananya bagi seluruh masyarakat
B. Bank harus membuka informasi simapananya bagi seluruh keluarganya
C. Bank harus membuka informasi simapananya bagi ahli warisnya yang syah
D. Tidak ada yang benar
Jawab: C
UU No. 10 Tahun 1998 pasal 4aA ayat 2 mengatur: Dalam hal Nasabah Penyimpan
telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan
berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut.

10. Meskipun ada pengecualian terhadap pemberlakuan rahasia bank, namun nasabah
penyimpan tetap memiliki hak untuk dilindungi informasinya, yaitu dalam hal:

61
A. Kesesuaian informasi simpanannya
B. Kesesuaian jumlah simpanannya
C. Keseuaian lama simpanannya
D. Kesesuaian jenis simpanannya
Jawab: A
Meskipun ada beberapa pengecualian, namun bila ada pihak yang dirugikan karena
pembukaan rahasia nasabah berhak untuk mengetahui isi keterangan, dan pembetulan
jika terdapat kesalahan dalam keterangan tersebut. Hala ini diatur dalam UU No. 10
Tahun 1998 pasal 45 yang berbunyi: Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan
yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43,
dan Pasal 44, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta
pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

1.Budisantoso, Totok, dan Triandaru, Sigit, 2006, Bank dan Lembaga Keuangan Lain ., Edisi
Kedua Jakarta Salemba Empat
2.Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 Tentang Persayaratan dan Tata Cara Pemberian
Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.
3.Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum.
4. Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum.
5. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 22/ POJK.01/2015 Tentang Penyidikan Tindak
Pidana di Sektor Jasa Keuangan.
6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4 /POJK.03/2016 Tentang Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum
7. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14 /SEOJK.03/2017 Tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Uumum.
8. Siamat, Dahlan; 2005, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan,
Edisi Kelima, LPFE-UI.

62
9. Saunders, Anthony; dan Cornett, Marcia Millon; 2011, Financial Institution Management: A
Risk Management Approach, Seven Edition, McGraw-Hill Int. Edition.
10. Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP Tahun 2011 Perihal Penilaian Kesehatan
Bank Umum.
11. Sjahdeini, Sutan Remy, 2005, Rahasia Bank: Berbagai Masalah Disekitarnya, Diskusi Legal
Issues Seputar Pengaturan Rahasia Bank, Bank Indonesia.
12. Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992, Tentang Perbankan.
13. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, tentang perubangan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 7 Tahun 1992.

63

Anda mungkin juga menyukai