Anda di halaman 1dari 3

Robbiul Anwar

010119076

Hukum Perlindungan Saksi & Korban

Jawaban UAS

1. a) Pada perkembangannya Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Mahkamah RI Nomor 4


Tahun 2011 memberikan terjemahan whistleblower sebagai pelapor tindak pidana yang
mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan bagian dari pelaku kejahatan
yang dilaporkannya. Namun demikian pemahaman mengenai konsep whistleblower pun
masih minim dan hanya dipahami oleh kalangan tertentu. Lebih jauh lagi literatur dan bahan
bacaan mengenai whistleblower juga masih minim di Indonesia. Seorang whistleblower
seringkali dipahami sebagai saksi pelapor. Orang yang memberikan laporan atau kesaksian
mengenai suatu dugaan tindak pidana kepada aparat penegak hukum dalam proses peradilan
pidana.

b) Untuk disebut sebagai whistleblower, saksi tersebut setidaknya harus memenuhi dua
kriteria mendasar.

 Kriteria pertama, whistleblower menyampaikan atau mengungkap laporan kepada


otoritas yang berwenang atau kepada media massa atau publik. Dengan
mengungkapkan kepada otoritas yang berwenang atau media massa diharapkan
dugaan suatu kejahatan dapat diungkap dan terbongkar.
 Kriteria kedua, seorang whistleblower merupakan orang "dalam", yaitu orang yang
mengungkap dugaan pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di tempatnya bekerja
atau ia berada. Karena skandal kejahatan selalu terorganisir, maka seorang
whistleblower kadang merupakan bagian dari pelaku kejahatan atau kelompok mafia
itu sendiri. Dia terlibat dalam skandal lalu mengungkapkan kejahatan yang terjadi.

c) Berdasarkan tujuan pelaporannya, pelapor pelanggaran terdiri dari dua jenis:

 Pelapor internal adalah seorang pekerja atau karyawan di dalam suatu perusahaan atau
institusi yang melaporkan suatu tindakan pelanggaran hukum kepada karyawan
lainnya atau atasannya yang juga ada di dalam perusahaan tersebut.
 Pelapor eksternal adalah pihak pekerja atau karyawan di dalam suatu perusahaan atau
organisasi yang melaporkan suatu pelanggaran hukum kepada pihak di luar institusi,
organisasi atau perusahaan tersebut. Biasanya tipe ini melaporkan segala tindakan
yang melanggar hukum kepada media, penegak hukum, pengacara, pengadilan,
institusi pemerintahan, atau LSM. Pelaporan jenis ini hampir dipastikan berakibat
pada dipecatnya pelapor tersebut dari perusahaan tempatnya bekerja.
d) Dampak positif yang dapat terjadi seperti penghargaan, penghindaran potensi kewajiban
legal, kenaikan pangkat. Sedangkan dampak negatif yang dapat terjadi seperti kehilangan
pekerjaan (kemudian diikuti dengan sulitnya mendapat pekerjaan), ancaman, intimidasi.

2. Diatur dalam Pasal 37


Setiap Orang yang memaksakan kehendaknya dengan menggunakan kekerasan atau cara
tertentu, yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban tidak memperoleh Perlindungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf i, huruf j, huruf k, atau huruf l
sehingga Saksi dan/atau Korban tidak memberikan kesaksiannya pada setiap tahap
pemeriksaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

3. Whistleblower harus diberikan perlindungan secara hukum, fisik, maupun psikis, untuk
mengoptimalkan peran whistleblower dalam mewujudkan pemberantasan kejahatan.
Diperlukan adanya peraturan atau institusi independen yang memiliki kewenangan untuk
memberi advokasi maksimal bagi whistleblower sehingga resiko-resiko yang harus
ditanggung bisa diminimalisasi sedemikian rupa. Indonesia memang telah memiliki Undang-
Undang Perlindungan Saksi dan Korban, akan tetapi perlindungan yang diberikan dalam
undang-undang tersebut belum dapat melindungi whistleblower secara maksimal. Hal ini
disebabkan karena undang-undang tersebut hanya memberikan perlindungan sebatas terhadap
saksi, korban, dan pelapor saja. Dalam praktiknya, whistleblower berbeda dengan saksi
dan/atau pelapor biasa. Untuk itu perlu dirumuskan suatu peraturan perundang-undangan
yang dapat memberikan perlindungan secara khusus bagi whistleblower. Peraturan
perundangundangan tersebut harus memberikan penjelasan mengenai whistleblower, yaitu
siapa yang dapat dikategorikan sebagai whistleblower. Peraturan perundang-undangan
tersebut juga harus memberikan bentuk-bentuk perlindungan yang kurang lebih sama dengan
bentuk-bentuk perlindungan dalam UndangUndang Perlindungan Saksi dan Korban, akan
tetapi ketentuan pidana bagi whistleblower yang juga tersangka dalam kasus yang sama harus
dibedakan.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap
Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat ( PP No. 22 Tahun
2002 ). Dalam PP ini ada penambahan kata korban sebagai “ gandengan kata saksi. Istilah
yang dipakai pada PP ini adalah perlindungan yang pengertiannya yaitu suatu bentuk
pelayanan yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk
memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi dari ancaman
gangguan teror dan kekerasan dari pihak maupun yang diberikan pada tahap pemeriksaan.
Undang Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPLH) pada beberapa Pasal dinyatakan bahwa sekelompok masyarakat atau
masyarakat luas diberi hak untuk mengajukan gugatan atas dasar perwakilan kelompok (class
action). Selain itu, undang-undang memberikan perlindungan kepada masyarakat sebagai
korban tindak pidana lingkungan hidup untuk mengajukan tuntutan tindakan tata tertib
kepada pelakunya.

5. Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak
hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan
ancaman serius. Tindak pidana tertentu yang dimaksud seperti korupsi, terorisme, narkotika,
pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana terorganisir yang lain. Justice
collaborator dapat disebut juga sebagai saksi pelaku yang bekerja sama.

Justice Collaborator memiliki perbedaan dengan Whistle Blower. Meskipun sama-sama


membantu proses penyidikan, perbedaan keduanya terdapat pada posisi saksi atau orang yang
melapor.
Justice Collaborator merupakan orang yang terlibat dalam kesalahan suatu tindak pidana dan
bersedia untuk mengungkap tindak pidana tersebut. Sementara Whistle Blower merupakan
orang yang mengungkap suatu kasus, tapi tidak terlibat langsung dalam kasus tersebut.

karena mereka memiliki peran dalam pengungkapan tindak pidana yang sulit diungkap oleh
penegak hukum. Peran kunci yang dimiliki oleh justice collaborator & whistle blower
tersebut diantaranya, untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu
tindak pidana, sehingga pengembalian aset dari hasil suatu tindak pidana bisa dicapai kepada
negara, memberikan informasi kepada aparat penegak hukum, dan memberikan kesaksian
dalam proses peradilan. Besarnya sumbangsih yang dapat diberikan oleh justice collaborator
& whistle blower kepada penegak hukum dalam pengungkapan tindak pidana perlu disertai
pelindungan yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai