Anda di halaman 1dari 38

PERAN & FUNGSI LPSK

DALAM PERLINDUNGAN
WB & SAKSI PELAKU
(JC)

Sriyana, SH, LLM, DFM


LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
WHISTLEBLOWER ??
Apa itu Whistleblower atau Whistle
Blowing System


Secara umum
Mekanisme
pengertiannya adalah
Penyampaian
orang yang
Pengaduan Dugaan Whistleblower' atau
mengungkapkan fakta
terjadinya 'whistleblowing /
kepada publik
Penyimpangan, whistleblower system'
mengenai sebuah
skandal malpraktik, sebenarnya merupakan
skandal, bahaya,
maladministrasi yang sebuah istilah yang
malpraktik,
mengarah kepada TP belum baku. Istilah ini
maladministrasi atau
korupsi atau justru tidak memiliki
dugaan TP korupsi
penyampaian terkait definisi hukum yang
disebut whistleblower
dugaan TP korupsi itu umummya disepakati.
(yang dalam bahasa
sendiri disebut Whistle
inggris dapat diartikan
Blowing System.
sebagai peniup peluit)

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia posisinya


seringkali disamakan dengan PELAPOR Tindak Pidana.
SIAPA PELAPOR???

LAPORAN
KUHAP
Laporan adalah

PELAPOR
pemberitahuan UU 31/2014 PELAPOR
yang disampaikan PP 43/2018
oleh seseorang Pelapor adalah
karena hak dan orang yang pelapor adalah
kewajibannya memberikan masyarakat yang
berdasarkan laporan, informasi, memberikan
undang undang atau keterangan informasi kepada
kepada pejabat kepada penegak penegak hukum
yang berwenang hukum mengenai mengenai adanya
tentang telah atau tindak pidana dugaan telah
sedang atau yang akan, sedang, terjadi tindak
diduga akan atau telah terjadi pidana korupsi
terjadinya
peristiwa pidana
PERAN PENTING PELAPOR / WHISTLEBLOWER DALAM
PENGUNGKAPAN PENYIMPANGAN ATAU KEJAHATAN

Mampu mengungkap modus,


cara, fakta serta alur dari
Memberikan informasi yang Mampu mengarahkan, menghadirkan
Penyimpangan bahkan
valid, yang dapat dijadikan data/dokumen kejahatan yang telah
kejahatan yang minim bukti
penegak hukum sebagai dihilangkan atau disembunyikan.
untuk dapat dijadikan informasi
langkah tepat penindakan.
awal yang baik.

Dapat mengidentifikasi siapa saja yang


menjadi pelaku atau menginformasikan
siapa saja orang yang terlibat dalam
kejahatan tersebut.
Perkembangan WB di Berbagai Negara
1. Amerikat Serikat, whistleblower diatur dalam Whistleblower Act 1989, Whistleblower di Amerika Serikat
dilindungi dari pemecatan, penurunan pangkat, pemberhentian sementara, ancaman, gangguan dan
tindak diskriminasi.
2. Afrika Selatan, Whistleblower diatur dalam Pasal 3 Protected Dsdosures Act Nomor 26 Tahun
2000, Whistleblower diberi perlindungan dari accupational detriment atau kerugian yang berhubungan
dengan jabatan atau pekerjaan.
3. Canada, Whistleblower diatur dalam Section 425.1 Criminal Code of Canada. Whistleblower dilindungi
dari pemberi pekerjaan yang memberikan hukuman disiplin, menurunkan pangkat, memecat atau
melakukan tindakan apapun yang merugikan dari segi pekerjaan dengan tujuan untuk mencegah
pekerja memberikan informasi kepada pemerintah atau badan pelaksanaan hukum atau untuk
membalas pekerja yang memberikan informasi.
4. Australia, Whistleblower diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 21 Protected Dsdosures
Act 1994.  Whistlebloweridentitasnya dirahasiakan, tidak ada pertanggungjawban secara pidana atau
perdata, perlindungan dari penceraman nama baik perlindungan dari pihak pembalasan dan
perlindungan kondisional apabila namanya dipublikasikan ke media.
5. Inggris, Whistleblower diatur Pasal 1 dan Pasal 2 Public Interes Disclouse
Act 1998. Whistleblower tidak boleh dipecah dan dilindungi dari viktimisasi serta perlakuan yang
merugikan.
BAGAIMANA
DENGAN
PERLINDUNGAN
WB DI INDONESIA?
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT PERLINDUNGAN WHISTLEBLOWER YANG
DIPERSAMAKAN DENGAN PELAPOR / SAKSI PELAPOR :

Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against
Corruption, 2003 (Konvensi PBB Anti Korupsi);
Undang-undang No 31 Tahun 2014 tetang Perubahan Atas Undang-undang No. 13 tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban;
Undang Undang No 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 30 tahun
2000 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi;
Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2003 tentang Perlindungan Khusus bagi Pelapor dan Saksi
Tindak Pidana Pencucian Uang;
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan peran Serta Masyarakat
dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor
Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) dan
Peraturan Bersama Menkumham, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ) tentang Perlindungan Bagi
Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama;
DUKUNGAN HAK
PERLINDUNGAN BAGI
PERLINDUNGAN PERLINDUNGAN HAK
FISIK HUKUM PROSEDURAL LAINNYA PELAPOR OLEH LPSK
UU 31/2014

PERLINDUNGAN DAN
PENGHARGAAN
PERLINDUNGAN PREMI PIAGAM
PP 43/2018
HUKUM
UU NOMOR 31 TAHUN 2014
PASAL 10

1. Saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik Jaminan Perlindungan
pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau
telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan
itikad baik
Hukum
2. Dalam Hal terdapat tuntutan terhadap saksi, korban , saksi pelaku dan/atau Pelapor
atas kesaksian dan/atau laporan yang akan sedang atau telah diberikan, tuntutan
hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian
telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap

PASAL 39 (ANCAMAN PIDANA)


Setiap orang yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban atau Keluarganyua kehilangan
pekerjaan karena Saksi dan/ atau Korban tersebut memberikan kesaksian yang benar
dalam proses peradilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

UU NOMOR 19 TAHUN 2019


PASAL 15 HURUF A
Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban : memberikan perlindungan terhadap saksi
atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai
terjadinya tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan perundang undangan;

PP NOMOR 43 TAHUN 2018


PASAL 12
Menerangkan tentang pemberian perlindungan hukum oleh penegak hukum bekerjasama
dengan LPSK
ANCAMAN FISIK ANCAMAN NON FISIK KERUGIAN LAINNYA
Kerugian Materil berupa uang
Penyerangan fisik (biaya pengajuan gugatan, biaya
ANCAMAN berupa upaya Laporan balik (melalui pelaporan pidana kepada transportasi untuk mendorong
Pembunuhan dan penegak hukum) termasuk gugatan perdata atas laporan tetap diproses, serta
DAN RESIKO penganiayaan kesaksiannya. biaya lainnya yang timbul untuk
memperjuangkan hak-hak
pelapor).
Waktu yang panjang untuk
Gangguan psikologis, intimidasi, teror (ancaman tidak
memperjuangkan laporannya
langsung melalui sms, telepone, ancaman
Bentuk kekerasan (beban untuk membuktikan dan
menggunakan pihak-pihak lain yang dianggap dapat
lainya terhadap mendorong laporan yang telah
menggangu psikis pelapor, dan hal lainnya yang
fisik. disampaikan menjadi beban
mempengaruhi psikis dari pelapor sebagai bentuk
pelapor).
balasan atas laporannya).

Pengurangan hak-hak dalam pekerjaan


(pengurangan hak yang dimaksud adalah hak atas
penghasilan, penghilangan jabatan tertentu,
pemindahan atau mutasi yang dilakukan hanya
sebagai balasan yang bertujuan untuk memposisikan
pelapor dalam keadaan yang sulit dalam pekerjaan).
Pemecatan, pemberhentian atau pemutusan
hubungan kerja.
PRAKTIK LPSK DALAM
PERLINDUNGAN HUKUM

1. LPSK menyampaikan Legal Opinion (pendapat hukum) atas


penerapan Pasal 10 UU Nomor 31/2014, penyampaian
disesuaikan dimana proses hukum atas laporan balik
tersebut berproses (penyidikan kepada kepolisian,
penuntutan/persidangan kepada penuntut umum atau hakim)

2. Dalam hal proses peradilan berjalan LPSK dapat memberikan


keterangan dalam proses peradilan
CONTOH KASUS YANG PERNAH DITANGANI LPSK

1. LAPORAN DUGAAN TIPIKOR ATAS PENGADAAN BARANG DAN


JASA PT PERURI
Pelapor berjumlah 4 orang Karyawan BUMN (PERURI)

Bentuk Intimidasi :
Dilaporkan atas pencemaran nama baik dan di-PHK

Bentuk Perlindungan :
a. Melakukan koordinasi dengan APH dan instansi terkait,
memberikan rekomendasi dan pendapat hukum dalam
persidangan pencemaran nama baik, hingga putusan lepas;
b. LPSK memberikan Legal Opinion dalam sidang PHI atas
pemecatan terlindung.
CONTOH KASUS YANG PERNAH DITANGANI LPSK
2. LAPORAN DUGAAN TIPIKOR di PJT II
Pelapor berjumlah 12 Orang Karyawan BUMN (PJT II)

Bentuk Intimidasi :
Non job dan perlakukan diskriminatif serta dilaporkan balik
atas pencemaran nama baik.

Bentuk Perlindungan :
a. Melakukan koordinasi dengan instansi tempat bekerja
dan APH yang menangani agar laporan balik
dihentikan; dan
b. Memberikan rekomendasi dan pendapat hukum dalam
upaya gugatan TUN yang dilakukan atas SK non job.
SISTEM PELAPORAN MELALUI WBS

INPRES no 2 TAHUN 2014, INPRES No 7 TAHUN 2015,


LPSK sebagai lembaga terkait bersama KPK melakukan
INPRES NO 10 TAHUN 2016 , strategi / Aksi pencegahan
pendampingan ( asistensi dan mengkoordinasi ) terhadap
dan pemberantasan korupsi
pembentukan Whistle Blowing System di 17 Kementerian dan
Lembaga.
1. Membuat peraturan mengenai whistleblowing system di
masing-masing K/L
2. Meningkatkan effektivitas pelaksanaan WBS
3. Melaksanakan evaluasi dan monitoring WBS di 17 K/L
4. Membuat laporan atas pelaksanaan WBS di 17 K/L LPSK
melakukan monitoring, evaluasi, dan menyusun laporan
hasil pendampingan kepada 17 K/L
5. LPSK memberikan perlindungan /pendampingan kepada
pelapor, saksi pelapor, dan saksi pelaku yang
bekerjasama dalam proses peradilan pidana.
6. Menyusun Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama
Whistleblowing System LPSK dengan 17 K/L
7. Membangun Koneksitas Whistleblowing System Online
8. Pembinaan Sumber Daya Manusia Pengelola
Whistleblowing System
TANTANGAN LPSK
1. Mengidentifikasi hubungan (korelasi) antara laporan yang disampaikan pelapor
dengan tuntutan balik (laporan balik) dari terlapor atau pihak lain yang
DALAM PERLINDUNGAN
2.
berkepentingan.;
Kurangnya Kesepahaman antar instansi / APH dalam penerapan Pasal 10 UU
PELAPOR
31/2014, seringkali dibenturkan dengan peraturan perundang undangan lainnya
(independensi penyidikan dalam proses hukum), akibatnya rekomendasi LPSK atas
penerapan pasal tersebut kerap diabaikan.;
3. Kerahasiaan identitas pelapor, sudah diketahui terlapor bahkan publik (pemberitaan
media masa atau pelapor menyampaikan kepada publik melalui medsos dll).;
4. Orang yang dilaporkan adalah Atasan atau orang yang memiliki kekuasaan dalam
Instansi/ organisasi (berdampak pada pekerjaan).;
5. Belum optimalnya WBS yang terintegrasi pada K/L, dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi.;
6. Belum banyak masyarakat termasuk ASN yang mengerti hak dan perlindungan
sebagai Pelapor.; dan
7. Ancaman / tindakan balasan dalam pekerjaan seperti pemecatan, mutasi, penurunan
pangkat, demosi diperhadapkan dengan aturan kepegawaian organisasi
SAKSI PELAKU
(JUSTICE COLLABORATOR)
PERBEDAAN ANTARA
WHISTLEBLOWER JUSTICE COLLABORATOR

• Bukan bagian dari pelaku • Bagian dari kejahatan, memiliki andil dalam
kejahatan yang dilaporkannya. terjadinya tindak pidana

• Tidak dapat dihukum baik Pidana • Bukan pelaku utama dari kejahatan yang di
maupun perdata atas laporannya ungkap
atau kesaksiannya baik yang
sedang atau telah diberikan • Wajib menjadi saksi di setiap tingkat
pemeriksaan .
• Tidak wajib menjadi saksi (namun
dalam praktik banyak WB yang • Mengakui perbuatannya dan bersedia
dibebankan untuk membuktikan mengembalikan hasil dari kejahatan
informasi atau laporan yang
disampaikannya yang kemudian • Tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana,
dimintakan keterangannya sebagai namun berhak mendapat perlindungan dan
saksi dalam perkara) Penghargaan atas kesaksiannya
Sekilas mengenai JC
▧ Sejarah mencatat JC dimulai dengan adanya perilaku mafia yang selalu tutup mulut / code of silence atau
dikenal dengan istilah omerta / sumpah tutup mulut untuk menjaga ”kehormatan”, loyalitas dan solidaritas
di kalangan mafia.
▧ Dibuat kebijakan bagi anggota mafia yang mau memberikan informasi, diberikanlah fasilitas JC berupa
perlindungan hukum;
▧ Perkembagan selanjutnya JC ditujukan pada serious and organized crime  yang   makin besar dan bersifat
transnasional;
▧ Aparat PH (Penyidik, JPU, dan Hakim) harus konsisten dan konsekuen membela kepentingan JC agar
diberi hukuman yang seringan-ringannya (jika memungkinkan tidak dipidana) agar memunculkan JC-JC
berikutnya;
▧ JC  dibatasi   kepada pelaku yang menyesali perilaku kriminalnya, anggota kartel atau organisasi kriminal
yang memiliki informasi mengenai organisasinya yang tidak mungkin diperoleh dari saksi di luar
organisasi dan memiliki informasi yang bermakna/signifikan dalam rangka mengungkap kejahatan serius
yang sedang diperiksa, termasuk mengungkapkan para pelaku kejahatan lainnya.
BAGAIMANA
DENGAN
PERLINDUNGAN JC
DI INDONESIA?
AT U R A N J C

Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 3 Tahun


UU No 31 Tahun 2014 “ 2018 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian
selain kepada saksi dan PP 9/2012 Remisi, Asimilasi, Cuti mengunjungi Keluarga,
korban, hak….. diberikan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan
kepada saksi pelaku, Cuti Bersyarat Untuk Pelaksaan Remisi, Asimilasi
pelapor dan ahli” dan Pembebasan Bersyarat

PASAL 79 2014 2018


2012
PP No 99 Tahun
2012 Tentang Syarat
dan Tata Cara Turunan PP 99/2012
PP 9/2012
UU No 13 Tahun 2006 “saksi yang
2013 PASAL 5 (3) Pelaksanaan Warga
Binaan
UU No 18 Tahun 2013
juga tersangka” Permasyarakatan
Pencegahan dan Pemberatasan
2006 Pengrusakan Hutan

RATIFIKASI
MELALUI UU NO 7 AT U R A N L A I N N YA
TAHUN 2006 PASAL 10 (2) • Peraturan Bersama Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, dan
LPSK tahun 2011
2006 • SEMA Nomor 4 Tahun 2011
• PERMA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman pemidanaan pasal 2 dan
Pasal 37 (2) United Nations Convention against
pasal 3 undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi
Corruption

www.lpsk.go.id Humas LPSK RI Humas LPSK infoLPSK infoLPSK humas@lpsk.go.id 148 21


DEFINISI
JUSTICE COLLABORATOR
SEMA UU LPSK PERATURAN BERSAMA
Saksi Pelaku yang Saksi Pelaku Saksi Pelaku yang Bekerjasama
Bekerjasama

- Tersangka, terdakwa, atau Saksi yang juga sebagai pelaku suatu tindak
terpidana yang bekerja sama pidana yang bersedia membantu aparat
dengan penegak hukum penegak hukum untuk mengungkap suatu
untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu
tindak pidana dalam kasus tindak pidana untuk mengembalikan aset-
yang sama. aset atau hasil suatu tindak pidana kepada
negara dengan memberikan informasi
kepada aparat penegak hukum serta
memberikan kesaksian di dalam proses
peradilan.

22
PERLAKUAN S YA R AT J C
PA S A L 2 8 ( 2 ) U U P S K
K H U S UPASSAL 1J0 C
(2) UU PSK
SIFAT PENTING
PENAHANAN
KETERANGAN
PEMBERKASAN

KESAKSIAN BUKAN PELAKU


penghargaan JC UTAMA

PASAL 10A

1. KERINGANAN ANCAMAN DARI


PENJATUHAN PELAKU UTAMA
PIDANA

2. PEMENUHAN HAK-
HAK NARAPIDANA MENGEMBALIKAN
ASET

BERDASARKAN
KEPUTUSAN LPSK

www.lpsk.go.id Humas LPSK RI Humas LPSK infoLPSK infoLPSK humas@lpsk.go.id 148 23


PRAKTIK JC

Manfaat JC
24

1. Biaya murah dan waktu cepat


Memudahkan pembuktian

PE
2. Mempermudah mendapatkan

U
terhadap pelaku-pelaku lainnya

JP
ID
hasil maksimal

IK
1. Mengurangi jumlah warga 1. Memudahkan hakim dalam memberikan

H
pertimbangan hukum dan memutus

S
binaan

A
PA

K
perkara

IM
LA
2. Mengurangi biaya makan dan 2. Terwujudnya asas peradilan yang cepat,
pembangunan lapas baru ringan dan sederhana

www.lpsk.go.id Humas LPSK RI Humas LPSK infoLPSK infoLPSK humas@lpsk.go.id 148 24


KEWENANGAN LPSK
Memberikan Rekomendasi

berupa keringanan penjatuhan pidana secara tertulis kepada Penuntut Umum sebagai
penghargaan atas kesaksian yang diberikan oleh Saksi Pelaku untuk dimuat dalam
tuntutannya kepada hakim. (Pasal 10A ayat (4) Undang-Undang Perlindungan Saksi dan
Korban); dan
berupa pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain secara
tertulis kepada Penuntut Umum sebagai penghargaan atas kesaksian yang diberikan oleh
Saksi Pelaku kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang hukum. (Pasal 10A
ayat (5) Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban).
Peran & Fungsi LPSK
▧ Memberikan perlindungan seperti perlindungan fisik dan/atau
pemenuhan hak prosedural seperti memberikan pendampingan
dalam proses pemeriksaan seorang JC, baik sebagai saksi maupun
sebagai tersangka/terdakwa untuk menjaga konsistensi
keterangan.
▧ Koordinasi dengan instansi terkait dalam pemenuhan hak-hak JC,
seperti :
• Polri
• Kejaksaan
• Mahkamah Agung dan jajarannya
• Kemenkumham (Ditjen Pemasyarakatan)
• KPK
Praktek
Perlindungan JC
oleh LPSK
Contoh Surat Penetapan Justice
Collaborator Merujuk Undang-Undang
Perlindungan Saksi dan Korban
PERLINDUNGAN TERHADAP
SAKSI PELAKU (JC) DALAM
PERKARA KORUPSI

MF
Dalam perkara Dugaan Tipikor Pembangunan Pasar Manggisan Jember ,
terdapat perbedaan cara pandang/persepsi penegak hukum mengenai saksi
pelaku. Pihak penyidik dan Penuntut Umum yaitu Kejaksaan Negeri
Jember serta Majelis Hakim Tingkat Pertama tidak memperhatikan
rekomendasi LPSK untuk memberikan keringanan penjatuhan pidana,
dimana yang bersangkutan dihukum penjara selama 5 (lima) tahun.
Namun dalam proses banding yang diajukan oleh Terdakwa, LPSK juga
memberikan rekomendasi kepada Majelis Hakim Banding untuk
keringanan hukuman ybs. Kemudian Majelis Hakim Banding menerima
rekomendasi LPSK sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk
meringankan hukuman yang bersangkutan menjadi pidana penjara 4
(empat) Tahun.
SAKSI

PEMOHON DAPAT BERASAL DARI:


PELAPO
1. Saksi dan/atau Korban KORBAN
R
2. Keluarga dari Saksi/Korban
Subyek
3. Pendamping/kuasa hukum dari
Terlindung
Saksi dan/atau Korban LPSK
4. Aparat penegak hukum
SAKSI
5. Instansi terkait yang berwenang SAKSI
PELAK
AHLI
U

PERMOHONAN DAPAT DIKIRIM MELALUI:


APARAT
WEBSITE RESMI APLIKASI PENEGAK WHATSAPP
https://www.lpsk.go.id/ HUKUM/PIHAK E-MAIL 085770010048
DATANG BERWENANG bpp@lpsk.go.id HOTLINE LPSK
SURAT/ LANGSUNG
148
Tata Cara dan Syarat Pengajuan Permohonan
1 Perlindungan

1. Tata cara pengajuan permohonan perlindungan kepada LPSK telah


diatur dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya.  
2. Pemohon adalah Saksi, Korban, Pelapor, Saksi Pelaku, atau Ahli.  
3. Dalam hal Pemohon tidak dapat mengajukan permohonan karena
berbagai sebab, maka permohonan perlindungan dapat diajukan
oleh keluarga, pendamping dan/atau kuasa hukum,  aparat penegak
hukum, pejabat atau instansi terkait yang berwenang, atau
pengampu.
Permohonan paling sedikit memuat:

a. nama lengkap Pemohon;


b. nomor telepon dan/atau alamat surat elektronik;
c. alamat domisili;
d. uraian peristiwa tindak pidana yang dialami, ancaman yang
diperoleh Pemohon, dan apakah peristiwa telah
dilaporkan/ditangani aparat penegak hukum; dan/atau
e. informasi lainnya yang berkaitan dengan permohonan.
SYARAT PEMBERIAN PERLINDUNGAN
PASAL 28 AYAT (1), (2), DAN (3) UU 31/2014
SAKSI DAN/ATAU KORBAN SAKSI PELAKU PELAPOR DAN AHLI

1. SIFAT PENTINGNYA 1. SIFAT PENTINGNYA


1. TINDAK PIDANA YANG AKAN KETERANGAN PELAPOR DAN
KETERANGAN SAKSI DIUNGKAP MERUPAKAN
DAN/ATAU KORBAN AHLI
TINDAK PIDANA TERTENTU
(PRIORITAS LPSK)
2. TINGKAT ANCAMAN YANG 2. TINGKAT ANCAMAN YANG
MEMBAHAYAKAN SAKSI MEMBAHAYAKAN PELAPOR
2. SIFAT PENTINGNYA DAN AHLI
DAN/ATAU KORBAN KETERANGAN SAKSI PELAKU
UNTUK MENGUNGKAP TINDAK
3. HASIL ANALISIS MEDIS DAN PIDANA
PSIKOLOG
3. BUKAN PELAKU UTAMA
4. REKAM JEJAK KEJAHATAN / DALAM PERKARA YANG
TINDAK PIDANA YANG DIUNGKAP
PERNAH DILAKUKAN
4. BERSEDIA MENGEMBALIKAN
ASET YANG DIDAPAT DARI
KEJAHATAN

5. ADANYA ANCAMAN FISIK


MAUPUN PSIKIS, YANG
FAKTUAL MAUPUN POTENSIAL
Persyaratan formil meliputi:
a. surat permohonan tertulis;
b. fotokopi identitas atau kartu Keluarga;
c. asli surat kuasa, jika permohonan diajukan melalui kuasa hukum atau
Pendamping;
d. surat izin dari orang tua atau wali, jika permohonan terkait Perlindungan
untuk anak dan permohonan tidak diajukan oleh orang tua atau wali;
e. surat keterangan atau dokumen dari instansi terkait yang berwenang sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan, yang menerangkan status Saksi,
Korban, pelapor, Saksi pelaku, atau ahli dalam kasus tindak pidana;
f. surat resmi dari pejabat yang berwenang jika permohonan diajukan oleh
aparat penegak hukum dan/atau instansi yang berwenang; dan
g. kronologi uraian peristiwa tindak pidana.
Persyaratan Materiil
Persyaratan materiil adalah dokumen atau informasi yang
dalam kaitannya Pemohon sebagai saksi dan/atau korban, saksi
pelaku, dan/atau pelapor dan ahli untuk mengetahui sifat
pentingnya keterangan, tingkat ancaman yang membahayakan,
hasil analisis tim medis atau psikolog, dan rekam jejak tindak
pidana yang pernah dilakukan oleh Pemohon.
Dalam hal Pemohon mengajukan bantuan medis dan/ atau
psikologis maka dokumen dapat berupa surat keterangan yang
menerangkan kondisi medis Pemohon dan surat keterangan yang
menerangkan kondisi psikologis Pemohon
Penelaahan Permohonan
Tujuan dilakukannya penelaahan adalah :
a. memastikan kelayakan Pemohon dalam memperoleh Perlindungan;
dan/atau
b. menentukan bentuk Perlindungan

Penelaahan dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung


sejak SPDPP diterbitkan. Dalam hal diperlukan, jangka waktu
penelaahan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan Pimpinan LPSK.
Proses penelahaan permohonan dapat dilakukan investigasi dan/ atau
asesmen sedangkan untuk pemeriksaan medis dan/ atau psikologis
LPSK dapat melibatkan tim medis dan/atau psikolog.
BAGAN ALUR PROSEDUR PERMOHONAN PERLINDUNGAN
DATANG BIRO PENELAHAAH
Diri Sendiri LANGSUNG PERMOHONAN
KANTOR LSPK PENELAHAAN
PEMERIKSAAN
Keluarga SARANA PERMOHONAN PERSYARATAN FORMIL
DIAJUKAN LAINNYA : DAN MATERIEL
Pendamping/ 1. Jasa
OLEH PERMOHONAN :
kuasa hukum pengiriman PERSYARATAN FORMIL:
1.Saksi 1. Nama lengkap pemohon 1. Surat permohonan tertulis
Penegak 2. Faksmili
2. Korban 2. No. telp/ email 2. Fotokopi identitas/ KK
hukum 3. Surat
3.Pelapor 3. Alamat domisili 3. Asli surat kuasa (jika
elektronik
Pejabat/ 4. Uraian peristiwa pidana, duajukan kuasa hukum/
4.Saksi Pelaku 4. Laman resmi
instansi yg ancaman, laporan APH. pendamping)
5.Ahli LPSK
5. Informasi lain terkait
berwenang 5. Aplikasi 4. Surat izin dari orang tua/ wali
permohonan (pemohon anak diajukan
Pengampu telepon
selular. bukan oleh ortu/wali)
5. Surat keterangan/ dokumen
SIDANG PEMENUHAN SYARAT MATERIEL : instansi yg menerangkan
MAHKAMAH 1. Sifat penting keternagan status saksi/ korban/
PIMPINAN LPSK 2. Bentuik dan tingkat ancaman pelapor/ saksi pelaku/ ahli.
KEPUTUSAN 3. Kondisi medis & psikologis 6. Surat resmi dari pejabat
: 4. Rekam jejak tindak pidana berwenang (diajukan
RISALAH
5. Tindak pidana yang menjadi perkara instansi/ APH)
DITERIMA PERMOHONAN
6. Saksi Pelaku : bukan pelaku utama dan
Lengkap
7. Kronologi uraian peristiwa
DITOLAK
PERLINDUNGAN
kesediaan bekerjasama serta SPDPP tindak pidana.
mengembalikan asset hasil kejahatan
REKOMENDASI 7 hari pemeriksaan dan
30 hari kerja dan dapat diperpanjang melalui memberitahukan kepada pemohon
keputusan Pimpinan LPSK untuk melengkapi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai