Methodology
1. Gambaran umum metode pengumpulan data.
Penelitian ini menggunakan metodologi kuantitatif berupa explanatory analysis untuk
menunjukkan pentingnya tata kelola perusahaan yang baik dalam meminimalkan
fraud di Indonesia melalui fraud pentagon. Data sekunder diperoleh dari situs resmi
bank atau www.idx.com untuk penelitian ini. Populasi sampel adalah seluruh bank
umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia antara tahun 2016 dan 2019.
2. Definisi variabel dan pengukuran variabel ?
Dependen (Y) Variabel boneka. Jika Bank Umum mengungkapkan insiden internal
fraud, insiden tersebut diberi kode 1; jika tidak, insiden diberi kode 0. Pengukuran
menggunakan Pengungkapan penipuan internal diatur oleh OJK
Variabel Independen: Model Pentagon Penipuan
Tekanan (PRESS) Target keuangan dihitung dengan ROA = laba setelah pajak / Aset
secara total ukuran Suyanto, (2009) dan Skousen et al., (2015)
Peluang kualitas KAP. Bank yang diaudit oleh KAP dan terkait dengan BIG 4
menerima kode 1, jika tidak kode 0. Ukuran Suyanto, (2009) and Ozcelik (2020)
Rasionalisasi (TIKUS) Perubahan KAP. Jika ada perubahan KAP selama
penelitian, diberikan kode 1; jika tidak ada perubahan KAP, diberikan kode 0.
Ukuran Skousen et al., (2015) dan Lastanti, (2020)
Kompetensi (KOMP) Pergantian direksi, Jika direksi diganti diberi kode 1, jika
direksi tidak diganti diberi kode 0. Manurung & Hardika (2015)
Variabel moderasi
Perusahaan yang baik diri GCG (GCG) Tata kelola penilaian penilaian
pengukuran OJK
Result
Hasil uji hipotesis model 1 menunjukkan bahwa H1 ditolak, menunjukkan bahwa tekanan
(PRES) berdampak kecil terhadap kecurangan (sig. 0971). Tujuan penghitungan rasio
profitabilitas dalam ROA adalah untuk mengevaluasi kinerja bank. Sementara target
keuangan mengevaluasi kinerja, ini bukan salah satu penyebab penipuan. Hal ini
menunjukkan bahwa target keuangan bank akan meningkatkan motivasi karyawan bank
untuk bekerja secara profesional dan meningkatkan manajemen operasional mereka di
berbagai tingkatan. Motivasi untuk bekerja secara profesional dan perbaikan prosedur
operasional bank seharusnya tidak membuat target Hasil analisis ini menegaskan penelitian
yang dilakukan oleh Yenendrawati et al. (2019) bahwa peningkatan profitabilitas tidak
dianggap sebagai tekanan jika operasi perusahaan dilakukan secara berkualitas. Skousen dkk.
(2015) dan Pamungkas dkk. (2018) telah menyimpulkan bahwa tekanan yang diproksikan
ROA tidak berdampak pada penipuan.
Hipotesis 2, Koefisien peluang positif (OPP) adalah 1,418, dengan nilai signifikan 0,008.
(signifikan pada alpha 1%), Artinya peluang berpengaruh positif terhadap fraud. Dalam
penelitian ini, kualitas Kantor Akuntan Publik BIG4 (KAP BIG4) digunakan sebagai proksi
peluang karena dapat menunjukkan apakah laporan audit berkualitas tinggi atau rendah.
Temuan audit berkualitas tinggi ini akan menanamkan kepercayaan yang cukup pada analis
keuangan. Temuan ini sesuai dengan penelitian Suyanto (2009), yang menunjukkan bahwa
kualitas audit, yang diukur dengan ukuran, merek, dan kapasitas perusahaan audit untuk
memitigasi masalah keagenan, dapat mempengaruhi kecurangan. KAP BIG4 biasanya
melakukan audit yang berkualitas tinggi sehingga kecurangan dapat dikurangi (Suyanto,
2009).
Variabel rasionalisasi (RAT) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,805 yang menunjukkan
bahwa H3 ditolak yang berarti tidak ada pengaruh rasionalisasi terhadap kecurangan. Hal ini
menggambarkan mengapa reformasi KAP tidak mengarah pada kecurangan. Perubahan KAP
diputuskan oleh Dewan Komisaris dan komite audit selama periode perikatan audit, sehingga
perubahan KAP tersebut tidak mengakibatkan bank fraud. POJK No. 13/POJK.03/2017
tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik Dalam Kegiatan Jasa
Keuangan mengatur tentang penggunaan KAP oleh bank, yang diusulkan oleh dewan
komisaris berdasarkan rekomendasi komite audit dan disetujui oleh Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), (Otoritas Jasa Keuangan, 2017a). Hal ini menunjukkan bahwa dalam industri
perbankan, perubahan KAP memiliki aturan dan ketentuan tersendiri. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya oleh Aulia et al. (2019), yang menemukan bahwa
manajemen terbiasa bekerja dengan baik dengan auditor eksternal dan, sebagai hasilnya,
tidak mempromosikan penipuan meskipun mereka berubah. Penelitian Suyanto (2009)
berpendapat bahwa auditor berjuang untuk mengidentifikasi faktor risiko untuk rasionalisasi
menggunakan data yang tersedia untuk umum. Skousen dkk. (2015) temuan juga
menunjukkan bahwa wawancara langsung dengan pelaku lebih mendeteksi rasionalisasi.
Selain itu, Pamungkas et al. (2018) dan Suyanto (2009) menyatakan bahwa rasionalisasi,
yang diproksikan dengan penggantian auditor eksternal, berdampak kecil terhadap
kecurangan.
Kompetensi (COMP) adalah 0,001 dengan koefisien positif 1,858 pada alpha 1%. Hal ini
menunjukkan bahwa H4 diterima dan kompetensi memiliki dampak menguntungkan yang
besar terhadap kecurangan. Pergeseran direksi berfungsi sebagai proksi untuk variabel
kompetensi. Berbeda dengan mereka yang tidak memiliki status dan wewenang, status dan
wewenang merupakan beberapa kompetensi yang dapat menyebabkan terjadinya fraud.
Temuan analisis ini menguatkan temuan Wolf & Hermanson (2004) bahwa individu yang
kompeten dapat mengidentifikasi dan mengeksploitasi celah untuk penipuan. Selain itu,
analisis ini menegaskan Horwath (2011) mengklaim bahwa kompetensi memberikan kontrol
atas dunia sosial, tidak memiliki kontrol internal, dan menghasilkan penipuan untuk
keuntungan pribadi. Temuan analisis ini menguatkan penelitian Lastanti (2020), yang
menegaskan bahwa pergantian direktur menciptakan ketegangan, yang meningkatkan
kemungkinan terjadinya kecurangan. Hasil ini semakin menguatkan Utami dkk. (2019) yang
mengatakan bahwa seseorang yang berkompeten tidak takut akan risiko dan menunjukkan
kemauan yang kuat untuk melakukan kecurangan. menurut penelitian Manurung & Hardika
(2015) kompetensi berpengaruh positif terhadap fraud
Pada uji statistik untuk hipotesis 5, arrogance (ARR) memiliki nilai signifikansi 1,467.
Artinya, kesombongan tidak mempengaruhi penipuan. Jumlah gambar yang dimiliki
seseorang tidak selalu mencerminkan kesombongan mereka. Selain itu, foto CEO tidak
menonjol dalam laporan tahunan bank. Foto bersama direksi dan foto untuk keperluan profil
data pribadi sering disertakan dalam laporan tahunan. Selanjutnya, arogansi seseorang adalah
penilaian karakteristik kualitatif dan subjektif yang terlihat dalam gaya, perilaku, dan
sikapnya. Tentu saja, orang yang berbeda memiliki tingkat penilaian yang berbeda dalam hal
kesombongan seseorang. Penolakan H5 penelitian ini mendukung penelitian Lastanti (2020),
yang menggunakan proxy untuk jumlah gambar CEO untuk mendeteksi kesombongan dan
berpendapat bahwa Lebih baik membangun instrumen baru untuk menilai kesombongan
daripada mengandalkan jumlah gambar CEO.
Selain itu, Tabel 4 menunjukkan hasil model regresi 2. yang merangkum hasil
pengujian MRA dan menyimpulkan bahwa H7 dan H8 diterima, dengan nilai koefisien
sebesar -4.316 dan -3.294, serta nilai signifikan sebesar 0,007 (signifikan pada taraf 1% )
dan 0,056 (signifikan pada tingkat 10%). GCG hanya akan memitigasi variabel peluang
dan rasionalisasi untuk dampaknya terhadap fraud. Variabel kompetensi memiliki
koefisien 4,502 dan tingkat signifikansi 0,080. (signifikan pada level 10%), faktor
moderasi GCG meningkatkan dampak kompetensi terhadap fraud. Akibatnya, H9 ditolak.
Koefisien interaksi untuk hipotesis 6 (H6) adalah -8,817, yang signifikan secara statistik
pada 0,682. Hipotesis 10 (H10) variabel interaksi memiliki nilai signifikansi sebesar 0,417
dengan koefisien sebesar -0,590, yang menunjukkan bahwa H6 dan H10 ditolak. Oleh
karena itu GCG tidak dapat memoderasi tekanan dan kesombongan. Nilai penting vektor
interaksi tekanan dengan GCG (PRESGCG) adalah 0,682, yang menunjukkan bahwa H6
telah ditolak. GCG memiliki pengaruh yang kecil terhadap dampak tekanan terhadap
kecurangan. Target keuangan bertindak sebagai proxy untuk tekanan, seperti yang dihitung
oleh ROA, yang menunjukkan seberapa efisien aset bank digunakan untuk keuntungan.
Target keuangan adalah konstan dalam organisasi berorientasi laba. Idenya adalah bahwa
target keuangan perusahaan adalah tidak sama dalam menciptakan tekanan. Akibatnya,
walaupun prinsip-prinsip tata kelola bank diturunkan dari satu peraturan, penerapan dan
implementasi setiap organisasi berbeda. Hasil ini mengkonfirmasi Pamungkas et al. Studi
(2018), yang menunjukkan bahwa mekanisme tata kelola perusahaan tidak memoderasi
dampak tekanan penipuan keuangan.
Tata kelola perusahaan yang baik dapat mengurangi risiko yang signifikan dan
meningkatkan nilai investasi. Fraud merupakan salah satu risiko operasional bank yang
meliputi internal fraud dan external fraud. Hubungan antara peluang dengan GCG
(OPPGCG) signifikan, Dengan nilai 0,007 dan koefisien negatif sebesar -4,316,
menunjukkan bahwa H7 diterima. GCG juga mampu mengurangi dampak peluang
terhadap fraud. Ini memastikan bahwa tata kelola perusahaan yang baik mengurangi
kemungkinan siapa pun melakukan penipuan. Hubungan antara rasionalisasi dan GCG
(RATGCG) juga diterima dan mengkonfirmasi hipotesis 8, yaitu bahwa GCG mengurangi
dampak rasionalisasi terhadap kecurangan. Ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang
merasionalisasi penipuan dapat dihilangkan dengan memperkenalkan tata kelola
perusahaan yang baik. Penerimaan hipotesis 7 dan 8 konsisten dengan teori keagenan,
yang meminta pertanggungjawaban manajemen kepada klien untuk memenuhi harapan
mereka, salah satunya dengan penerapan tata kelola perusahaan yang baik, yang
menghasilkan laba perusahaan, pengurangan penipuan, dan biaya keagenan dibayarkan
oleh investor dalam bentuk pengembalian manajemen. Dalam penelitian sebelumnya oleh
Nasir et al. (2019), ketika sebuah bisnis mengalami penipuan, maka akan meningkatkan
tata kelola perusahaannya dibandingkan ketika perusahaan tidak mengalami penipuan.
Karena temuan statistik hubungan antara kompetensi dan GCG (COMPGCG), H9
ditolak. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa GCG mengurangi dampak kompetensi
terhadap fraud. Namun, temuan GCG memperkuat pentingnya kompetensi dalam
mencegah fraud. Karena perubahan direksi mengukur kompetensi, hal ini mungkin terjadi.
Manajer adalah manajemen puncak yang dapat dengan mudah mengalihkan tanggung
jawab, peran, dan wewenang jika diperlukan. Reformasi ini hampir tidak terlihat ketika
tata kelola perusahaan efektif, dan alasan perbaikan dijelaskan secara ringkas dalam
laporan tahunan, sehingga perubahannya tidak terlalu terlihat. Tidak ada hubungan yang
signifikan antara arogansi dengan GCG, sehingga H10 ditolak.
Kesombongan adalah sikap bawaan seseorang. Alangkah baiknya jika orang arogan
mengendalikan diri terlebih dahulu baru kemudian bercita-cita menegakkan tata kelola
yang baik sebelum diatur dalam tata kelola bank. Akibatnya, ketika GCG gagal
memoderasi efek arogansi terhadap fraud, itu wajar saja. GCG, atau tata kelola perusahaan
yang baik, mengatur unsur-unsur khusus yang berlaku untuk prosedur operasi bank di
semua tingkatan organisasi. Sehingga penerapan tata kelola perusahaan yang baik
berdasarkan lima prinsip GCG yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Tanggung Jawab,
Kemandirian, dan Kewajaran dapat dilaksanakan secara kolaboratif melalui visi dan misi
satu kesatuan organisasi. Hasil ini menegaskan temuan Pamungkas et al. (2018), yang
menemukan bahwa mekanisme tata kelola perusahaan tidak memoderasi arogansi, dan
Lastanti (2020), yang menemukan bahwa komite audit, sebagai bagian dari tata kelola
perusahaan yang baik, tidak memoderasi dampak arogansi terhadap kecurangan.