Anda di halaman 1dari 22

KASIH SAYANG AYAH

BAB I. Selamat Ulang Tahun Fahri

Lagu bahagia itu samar-samar terdengar di telinga Kamil. la sengaja menjauh dari
kerumunan anak-anak yang merayakan ulang tahun Fahri.

"Selamat ulang tahun sehat sentosa, selamat panjang umur dan bahagia...."

Sejenak suasana hening. Hujan mulai turun rintik- rintik, membuat Kamil terpaksa
meninggalkan taman sebuah panti asuhan Jayakarta itu dengan segera.

Jujur, sebenarnya bukan semata-mata karena turunnya hujan yang membuat Kamil
pergi, namun lebih dari itu. Hujaman rintiknya terasa pedih, menusuk ketegaran
hatinya, itulah yang membuat Kamil tersakiti.

Lelaki penuh kharisma itu melajukan mobil Ferrari terbaru berwarna merah.

Di satu sisi ia ingin segera pergi dari panti asuhan itu, namun satu sisi hatinya
terasa sangat berat. Terlalu banyak kenangan dan pesan di tempat harapan anak- anak
yatim piatu dan terlantar itu.

Panti Asuhan Jayakarta, merupakan tempat terakhir Kamil berbagi. Tahun ini,
adalah tahun pertama, Kamil merayakan ulang tahun Fahri dengan anak-anak panti,
tanpa kehadiran putra semata wayangnya yang sangat dicintai secara sungguh dan
penuh itu.

Senja itu mulai merubung,tampak lelaki berusia 40 tahun itu mendatangi Panti
Asuhan Jayakarta.Sebuah panti asuhan yang nampak asri dengan banyaknya tanaman
bunga mawar dan anggrek di dalam pot maupun pohon-pohon akasia yang tumbuh
lebat di sepanjang jalan masuknya.

la membawa sebuah kue ulang tahun blackforest ukuran jumbo,bernuansa megah


dan elegan dengan ornamen Gunung Krakatau.Di puncak dekorasi gunung yang
menjulang itu ada hiasan seekor burung elang dari coklat yang mengepakkan kedua
sayap, lalu lilin merah berangka 12 serta tulisan latin berwarna putih Happy Birthday
Muhammad Fahri Hamzah- love you forever

Juna, lelaki dengan mata teduh itu juga membawa 100 kotak kue dan paket
makanan dari sebuah produk ayam goreng dalam negeri. Selain itu, juga ada 5
keranjang besar buah-buahan, dan 20 dus minuman soft drink yang ia serahkan
kepada Bu Hani, pengasuh panti. Ia hanya minta semua makanan dibagi untuk anak-
anak panti, tak lupa ia selipkan sebuah amplop putih berisi uang.
Tanpa ia duga, Bu Hani nampaknya sudah siapkan sebuah acara sederhana, doa
dan nyanyi bersama untuk merayakan ulang tahun Fahri. Lilin mulai dinyalakan,
mereka semua menundukkan kepala, berdoa, dipimpin Bu Hani sendiri.

"Anak-anak, hari ini adalah hari ulang tahun ke 6 Muhammad Fahri Hamzah.
Sekarang kita bernyanyi untuknya ya... Selamat Ulang Tahun kami ucapkan...."

Lagu ucapan selamat dan doa itu terus berlanjut, dinyanyikan seluruh penghuni
panti yang berusia antara 1-12 tahun dengan penuh semangat dan hikmat.

Hanya beberapa menit Kamil kuat melihat adegan itu. Begitu sampai bait lagu
terakhir dinyanyikan, hatinya terasa begitu gamang. Ia yakin, setelah lagu itu selesai,
tentu Bu Hani akan minta sepatah dua patah kata darinya, dan itu tidak akan ia
penuhi. Kamil keluar dari ruangan tengah panti, berjalan menuju taman, sekedar
ingin menahan air matanya keluar.

Namun akhirnya ia menyerah kalah. Ia pun bergegas pergi meninggalkan panti, tak
peduli teriakan Bu Hani dan permohonan Pak Abdul penjaga panti. la hanya
melambaikan tangan, masuk ke dalam mobil, melajukannya, dan segera menghilang
dari Jalan Jayapura.

Dengan dada terasa penuh tusukan ribuan paku baja membara, panas, sakit, ia
menahan tangis dan berkata begitu lirih dengan menekan perih bibirnya kuat- kuat.
Kepedihan yang teramat sangat ia rasa sore itu.

"Selamat Ulang Tahun Fahri..."

Segera Kamil menghidupkan radio di mobilnya untuk mengusir sedih, membuang


duka, dan membunuh laranya.

Kamil semakin merasakan kesakitan yang luar biasa mendengar lagu yang tak
sengaja mengingatkan tentang duka yang ia rasakan.Lalu ia segera mematikan radio.
Namun hatinya terasa berat, tak berapa lama ia kembali menghidupkan radio, dan
terdengarlah reffrein lagu yang menyentuh itu.Kamil tak kuasa mendengar lagu
itu.Kemudian ia memutuskan mematikan radio kembali.
BAB II. Mengingat Kembali Kenangan

Di sepanjang jalan Dr.F.L.Tobing menuju Dr.Soepomo, ia berusaha menghibur


hati dengan mengingat beberapa kenangan indah bersama Fahri kecil.

Malam itu, sepulang dari kantor, wajah letihnya terasa segar kembali saat ia akan
mengganti celana Fahri

Bayi lelaki montok berumur 6 bulan itu tiba-tiba memuncratkan air, seperti air
mancur ke wajahnya. Kamil begitu kaget, lalu tersenyum dan bergumam lirih, ini
baru salah satu sensasi menjadi ayah dan ibu! la menghibur diri sendiri sambil
mengusap air kencing Fahri yang sukses membasahi seluruh wajahnya.

Ada lagi satu kejadian yang merupakan kebodohan juga keberuntungan.

Fahri saat itu berumur 2 tahun, tidurnya nampak begitu gelisah karena suhu
tubuhnya naik. la demam. Mbok Iyem kebetulan juga sakit.Kamil tak tega
membangunkan wanita tua itu untuk menenangkan Fahri.

Malam penuh kebodohan, Kamil baru sadar persediaan obat-obatan di rumah sudah
menipis, dan penurun panas untuk Fahri pun habis. Dungunya si ayah yang apoteker
ini! Rutuknya dalam hati.

Sementara hujan begitu deras dengan petir menyambar, gemuruhnya membuat


miris yang mendengar. Tanpa banyak pikir lagi, Kamil membuka baju kerjanya, lalu
ia juga membuka baju tidur Fahri. Mereka sama-sama bertelanjang dada.Kamil
mengangkat dan menelungkupkan Mada ke dada bidangnya. la mendekap erat Fahri
yang merintih dan terbangun.Kamil terus memeluknya erat sambil terus berdoa.

Tak berapa lama, Fahri terlelap, nyenyak tidurnya, begitupun dengan Kamil.
Tengah malam Kamil baru terbangun dan segera merebahkan Fahri di tempat tidur.
Tangannya mengambil termometer yang menunjukkan suhu tubuh Fahri kembali
normal. Mata Kamil berbinar, diciumnya dahi Fahri yang tiba sembuh karena
pelukannya. Entah darimana logika ilmiahnya, yang jelas ia spontan melakukannya
karena naluri seorang IBU!

Lalu ada lagi cerita lucu dan haru, tragedi susu!

"Ayah,Fahri mau susu."

"Sebentar.... Mbok!"

Kamil memanggil Mbok Iyem, namun segera Fahri membalikkan badan, menutup
bibir ayahnya, menatapnya lekat, memohon.

"Fahri mau dibikinin susu ayah..."

"Ayah masih sibuk. Ini pekerjaan masih banyak."


Fahri sepertinya tidak puas melepas kangen, mencuri perhatian ayahnya yang baru
datang dari kantor hanya dengan dipangku, melihat layar monitor komputer ayahnya,
sungguh membuatnya bosan. Anak cerdik itu pun akhirnya memiliki sebuah ide, ia
mau dibikinkan susu Mbok Iyem.

"Ya udah, tapi di gelas."

Kamil gembira sekali melihat Fahri sudah mau minum susu di gelas.

"Di gelas? Hore! Anak ayah pintar. Sudah gede, nggak ngedot lagi!"

Tak berapa lama Mbok Iyem yang juga turut senang karena Fahri sudah mau
minum susu di gelas, mengantarkan segelas susu coklat hangat ke Fahri, lalu ia
tersenyum dan segera keluar, mengintip Fahri minum susu dari lipatan pintu ruang
kerja Kamil.

Kamil merasa takjub, pertama kali memperhatikan Fahri minum susu dari gelas,
membuat hatinya berbunga,

"Enak kan mimik susu di gelas."

Namun tak berapa Fahri menumpahkan susu yang baru sedikit diminumnya itu di
laptop Kamil dengan sengaja.

"Fahri!"

Spontan Kamil kaget dan segera menurunkan Fahri dari pangkuannya. Fahri segera
berlari dari ruang kerja ayahnya. Mbok Iyem menahan senyum, lalu mengangkap .
Kamil hanya bisa melihatnya dengan kesal, karena data-data yang baru saja
diketiknya belum sempat ia simpan, hilang tak berbekas. Laptop langsung error, dan
besoknya masuk rumah sakit komputer!

Hikmah besar dipetiknya, kehadirannya sebagai seorang ayah dan ibu begitu
penting bagi Fahri!
BAB III. Kenangan Berlanjut

Kamil pergi berkeliling ke Patung Liberty dengan pelan ia mengemudikan mobil


berprofile agresif, wujud performa tinggi, mobil sport dengan bentuk kap mesin
sporty, lampu led daytime running, dan grill sewarna body plus jaring hitam
beraksen chrome itu. Sebuah mobil mewah, namun senja itu pengemudinya merasa
tidak gagah, gagal menjadi pemenang karena dukanya masih begitu dalam.

Laju mesin mobil Kamil terasa berat, seperti ikut terbebani sekian ton beban luka
hatinya. Hujan yang turun deras semakin membuat hatinya pandangannya berkabut.

"Kenapa ia tidak masuk sekolah?"

Kamil keluar dari kamar dengan tergesa- gesa, sambil memakai dasi, bertanya pada
Mbok Iyem yang sedang merapikan tas Fahri ke atas meja belajar majikan kecilnya
itu.

Tanpa menunggu jawaban Mbok Iyem,Kamil langsung mendekati Fahri yang


duduk termenung di lantai kayu rumah teh dengan masih memakai seragam sekolah.
Kedua kakinya menggantung di atas kolam ikan.

Kamil menatapnya dengan sedih, merasa sangat bersalah, karena lembur semalam
suntuk, hingga bangun kesiangan, dan tidak sempat memandikan Fahri seperti
biasanya.

"Susu Mas Fahri."

Kamil menerima segelas susu coklat Fahri yang masih utuh dari Mbok Iyem.
Kesempatan ia bicara dan beralasan meminta Fahri untuk minum susu. Lalu ia duduk
di samping kanan Fahri.

"Fahri,minum susunya."

Fahri hanya diam. Tangan kirinya meraih tempat makanan ikan yang diambilnya
dari bawah meja kayu, tepat di belakangnya. Lalu ia melempar beberapa butir pakan
ikan ke arah kolam di depannya. Nampak ikan- ikan koi Jepang mahal itu rebutan
makan.

"Ikan itu butuh makan untuk hidup. Agar badannya sehat, bisa tumbuh kembang
dengan baik. Demikian dengan Fahri. Susu akan menambah energi. Fahri nanti bisa
lebih mudah menyerap pelajaran di sekolah."

"Fahri nggak sekolah."

"Kenapa?"

"Teman Fahri sekolah dengan ibunya."

"Lho? Sekarang kan belum waktunya terima rapor?"


Fahri terdiam, menundukkan kepala, air matanya menetesi seragam sekolahnya.
Juna menghela nafas panjang, dada terasa sesak, penuh gulungan ombak yang siap
menelan paru-parunya.

"Laki-laki tidak boleh menangis."

Fahri segera mengusap air matanya. Namun kepalanya terus menunduk.

"Kenapa Fahri tidak masuk sekolah?"

"Teman Fahri sekolah dengan ibunya."

"Ya terus kenapa memang?"

"Hari ini sekolah Fahri merayakan..."

"Merayakan apa?"

"Hari Ibu..."

Jawaban Fahri begitu lirih, dan ia beranikan diri menatap Kamil yang kaget dengan
Jawaban Fahri.

"Ya.. kan Fahri bisa diantar Mbok Iyem."

"Fahri mau diantar ibu..."

Kamil shock dengan Jawaban Fahri yang tak pernah ia sangka.

"Ayah harus datang ke sekolah."

Kamil mati kata, tidak kuasa menolak permintaan Fahri. la baru sadar, Fahri anak
yang cerdas, sudah mulai berontak dengan keadaan, protes. Ia bukan lagi anak TK
yang bisa dengan mudah dibujuk rayu. Ia sudah kelas 1 SD. Tentu sudah mulai
berpikir tentang kesempurnaan keluarganya.

Fahri berdiri, menarik lengan kiri Kamil.

"Ayo ke sekolah! Ayah... juga ibu Mada kan?"

Fahri kembali mati kata, dengan langkah gontai ia menuruti jejak kaki kecil Fahri
meninggalkan rumah teh, menuju sekolah Fahri dengan sekian ratus ibu-ibu
merayakan Hari Ibu. Tak terbayangkan!

"Teman-teman... Fahri juga punya ibu yang sangat baik... baik sekali!"

Fahri mulai membaca puisi, seperti teman- temannya yang lain.

Acara memperingati Hari Ibu di sekolahnya memang beragam. Di kelas unggulan,


kelas Fahri, semua anak wajib datang dengan ibunya, lalu berpuisi untuk sang ibu,
karangannya sendiri, dan itu masuk dalam penilaian mata pelajaran Bahasa
Indonesia.
Ibuku adalah seorang pahlawan

Merawatku

Menyayangiku

Mencintaiku

Mengasihiku selalu

la selalu ada di sampingku setiap waktu

Ibu, kaulah malaikatku

Terima kasih ibu

Selamat Hari Ibu...Ayah

Semua yang hadir terharu. Mereka bertepuk tangan memberi apresiasi bagus,
karena Fahri satu- satunya murid yang berpuisi tanpa membawa teks.

Matanya menatap Kamil dengan berbinar, memohon Kamil maju ke depan, seperti
teman-temannya yang lain, ketika selesai membaca puisi, sang ibu selalu ke maju ke
depan.

Kamil ragu-ragu melangkah, namun Bu Indah, sang ibu guru yang ramah, tahu
kondisi mereka, segera memohon Juna maju.

Kamil spontan memeluk dan mengangkat tubuh Mada yang begitu girang, berhasil
membawa "sang ibu" ke sekolah. Ibu berwujud ayah!

"I'm proud of you son!"

Senja kian merubung,langit abu-abu telah menenggelamkan matahari.Mobil gagah


itu memperlambat kecepatannya.Pelan memasuki halaman sebuah rumah tanpa
pagar.

Rumah besar bercat putih itu tampak begitu sunyi sekali.Dengan tiang-tiangnya
yang kokoh bearksitektur Belanda.Cluster mewah yang berhadapan dengan tanaman
air,sebuah danau buatan yang bening.

Langkah tegap pengemudi mobil yang baru saja turun,menginjak bebatuan jalan
setapak di taman rumah yang dihiasi beberapa bonsai mahal.Rumah mewah itu
nampak cantik karena halaman depannya,ad ataman dengan miniature dari
pemandangan alam.

“Pak Ji,tolong masukkan mobil ke garasi.”

Tampak seorang lelaki tua yang berusia 52 tahun mengaggukan kepalanya yang
sebagian telah beruban setelah menerima kunci mobil dari lelaki berambut lurus.
Kamil langsung masuk ke sebuah kamar yang berada dibawah tangga.Kamar besar
dengan berbagai gambar di dinding dan beberapa mobil balap.

“Fahri,mobil balap adalah mahakarya yang dirancang guna melakukan hanya


satu hal,yaitu menang!”

“Mobil balap listril hebat yah! Demonstrassi keandalannya sudah teruji di TT


Circuit Assen,Belanda.”

“Ya.Lalu ia mendaki bukit dalam event Pikes International ke-56.”

“Keren ya yah!”

Kamil teringat percakapan mereka malam itu setelah Fahri membaca sebuah artikel
tentang mobil balap terbaru keluaran Nissan.

Segera Kamil menarik nafas panjang,lalu mengbembuskannya sekuat-kuat.Tangan


kanannya mengambil rokok,tangan kanannya siap memantikkan api ke rokok yang
selama ini menjadi teman sejatinya.

Setelah merokok,Kamil menyentuh beberapa Tamiya kemudian arah matanya


beralih ke sebuah foto besar yang berada di dinding atas tempat tidurnya.Nampak
foto dua lelaki beda generasi memakai wearpack keren,selebrasi
champagne,tersenyum lepas di atas podium.

"Kita menang yah!"

"Kaulah pemenang!"

Kamil bergumam sendiri, setelah kembali teringat kalimat Fahri karena aura foto
mereka yang baru saja dilihatnya.

"Ayah lelah."

Kamil lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menutup wajahnya dengan
bantal. Tak berapalama ia tertidur pulas, sebelum ia mengingat kembali
percakapannya dengan Fahri saat mereka memancing di danau Cibubur dua tahun
lalu.

"Ayah, banyak yang ingin Fahri lakukan."

"Apa saja?"

"Arkeolog yang pembalap! a good idea!"

"Sama-sama menantang yah!"

"Ya!"

"Ya Fahri.... Ya..... Ya...."

Kalimat terakhir Kamil terucap dengan lembut dan kedua matanya terkatup, ia
tertidur dengan sekian berat rasa tanpa melepas sepatu lars Esprit coklat tuanya.
Ruangan ber - AC itu nampaknya tidak membuat tubuhnya sejuk. Hem putih polos
lengan panjangnya yang terpadu dengan celana jeans biru tua terlihat basah di bagian
dadanya. Hatinya yang resah membuatnya begitu lelah.

Deeer! Deeer! Deeer!

Bunyi petir yang menyambar langit menelan malam, membuat Juna terbangun.
Tidurnya tiada lelap. pikirnya masih terus meratap. la segera menutup jendela kamar
yang masih terbuka dan nampak kain gordyn putihnya terbabit angin.

Wajahnya basah tertempa deraan hujan yang terhantar kencangnya angin. Lalu ia
duduk merenung. menatap foto Fahri terpajang di sisi kiri jendela. Nampak Fahri
memakai wearpack lengkap dengan sepatu balapnya terlihat tampan berdiri di depan
mobil Jeep Sport sang ayah.

Deeer! Deeer! Deeer!

Kembali kilatan guntur menyambar langit. Kamil menatap sejenak ke arah jendela,
terlihat kain gorden. nya hanya menutup sebagian kaca jendela, hingga nampak jelas
derasnya hujan diantara kilatan petir.

"Hujan... hujan mas..."

"Hujan mas, nanti angin!"

"Biarin mbok. Dia laki-laki!"

Teriakan Mbok Iyem, pembantu setia Kamil yang selama ini merawat Fahri sejak
kecil tidak digubris Fahri.Bocah berusia 6 tahun berpipi gembul itu semakin asyik
memainkan kakinya bergulat dengan bola di tengah taman teh yang berada di
halaman belakang rumah.

Taman teh di rumah Kamil dilengkapi jalan-jalan setapak yang dibangun di


sekeliling rumah teh. Taman gaya ini berasal dari Jepang. Batu pijakan elemen
penting yang disusun di jalan setapak yang mengelilingi rumah teh, dilengkapi
dengan wadah batu berisi air dan lentera batu.

Kamil merupakan salah satu kolektor bonsai. Meski untuk perawatannya ia


serahkan pada Pak Ji yang sering dikirimnya untuk mengikuti beberapa pelatihan
bonsai Kiranya Pak Ji tahu benar apa yang dibutuhkan majikannya. Ia type perawat
bonsai bertangan dingin. Hingga bonsai-bonsai mahal di rumah besar itu terawat
dengan baik.

Bonsai tanaman favorit semua orang yang melambangkan kesabaran dan kreatifitas
yang tinggi dari pemiliknya.

Minum teh sore hari di rumah teh yang nyaman dan asri, menjadi salah satu
kebiasaan Kamil dan Fahri sebagai sarana rekreasi sederhana. Komunikasi yang
mahal harganya, mengingat kesibukan Kamil sebagai seorang apoteker yang
memiliki beberapa apotek dan perusahaan farmasi, sangat sedikit waktunya terluang
untuk Fahri.

Setelah Kamil sukses di karir perusahaan farmasi besar, ia mencoba membuka


sebuah apotek yang terus berkembang pesat, lalu ia juga mendirikan sendiri sebuah
perusahaan farmasi, bisnisnya menggurita, merajalela. Selain memiliki beberapa villa
di kawasan Puncak, ia membeli sebuah cluster mewah yang didesain khusus, rumah
yang mereka tempati, home sweet home, begitu yang Kamil harap.

"Semangat Fahri! Ayo!"

Kamil terus menyemangati Fahri, mereka menikmati hujan di sore itu dengan
kehangatan.

"Bolanya nakal! Lari terus!"

"Hahaha... kamu bisa Fahri! Bisa! Ayo lihat ayah!"

Kamil memberi contoh menendang bola ke arah Fahri, lalu berusaha sigap
menerima tendangan Fahri,

Mereka berdua terus asyik larut bermain bola hingga petang menjelang. Langit
semakin gelap, hujan pun semakin deras. Dari jauh Mbok Iyem dengan wajah cemas
sudah siap-siap membawa handuk besar berwarna biru, bergambar tokoh hero
Superman, kesukaan majikan kecilnya. Pak Ji, suaminya hanya menggelengkan
kepala, tersenyum bahagia melihat dua majikan itu bermain bola.

Deeer! Deeer! Deeer!

Suara petir menyambar kencang diiringi kilatan cahayanya yang kuat. Segera
Kamil memeluk dan menggendong Fahri, membawanya ke teras belakang, dan
bergegas Mbok Iyem menyambut Fahri dengan pelukan hangat.

"Ayo masuk!"

Fahri nampak menggigil kedingingan, bibirnya biru, Mbok Iyem segera


memandikannya dengan air hangat yang telah disiapkannya di kamar mandi.

Kamil segera membikinkan susu coklat hangat. la nampak tersenyum melihat Fahri
dimandikan Mbok Iyem. Bibir Fahri tidak lagi biru. Matanya berbinar senang
melihat ayahnya masuk ke dalam kamar mandi, menyodorkan segelas susu coklat
kepadanya.

"Mimik susunya."

"Yah.. nanti aja.."

"Sekarang Fahri. Ayo!"

Pelan-pelan Fahri menyeruput susu coklat yang dipegang Kamil.

"Habis mimik susu langsung makan ya mas."


"Lauknya apa Mbok?"

"Sop ayam."

"Horeee! Buruan mandinya Mbok!"

"Iya ini sudah selesai."

"Sini ayah gendong!"

Setelah tubuh Fahri dililit handuk, Kamil merendahkan tubuhnya, membelakangi


Fahri. Tanpa banyak tanya. Fahri segera naik ke punggung Juna.

"Superman terbang!"

Ayah dan anak itu nampak kompak. Fahri seperti naik burung elang, terbang bebas
dengan kedua tangan terbentang, sementara kedua tangan Kamil menyangga tubuh
anak sehat itu dengan kuat.

Sampai di kamar Fahri, Kamil segera menurunkan bocah yang lumayan


hyperactive itu dari punggungnya. Semenjak sekolah TK, Kamil sengaja
membuatkan kamar khusus untuknya. Kamil mendidik Fahri menjadi pribadi yang
smart dan mandiri sedini mungkin.

"Toast!"

Fahri menyambut tangan kiri Kamil yang berada tepat di depan wajahnya.

"Toast!"

Kedua tangan ayah dan anak itu menyatu. Lalu Kamil mencari baju di dalam
lemari Fahri.

Diambilnya sebuah celana hitam, kaos dalam putih, dan baju tidur, piyama biru
muda bergambar Superman. Lalu ia memakaikankannya ke Fahri setelah melumuri
tubuh berisi bocah yang tidak bisa diam itu dengan minyak kayu putih. Nampak
Fahri terlihatceria bercermin saat Juna menyisir rambut gondrong sebahunya yang
tanpa poni.

"Yah, kata bu guru rambut Fahri harus dipotong nanti."

"Sebentar lagi yah?"

"Ya. Tapi jika sekolah tidak melarang, ya tetap gondrong saja nggak papa."

"Tapi kata teman-teman cewek, Fahri kayak cewek kalau gondrong. Cantik
katanya."

"Hahaha... karena Fahri tampan, ganteng, putih. Jadi mereka bilang begitu."

"Fahri malu yah. Ntar kalau masuk SD potong saja ya?"


Kamil mengangkat Fahri, lalu mengajaknya duduk di tempat tidur dengan sprei
bergambar mobil balap F1. Mereka saling menatap.

"Anak ayah sudah besar. Tampan!"

"Yah! Ayah malu! Jangan begitu!"

"Dimanapun seorang ayah akan berkata begitu ke anak lelakinya!"

"Mas ayo makan. Sop ayamnya sudah siap!"

"Yes!"

Ajakan Mbok Iyem disambut hangat Fahri langsung berdiri, dan menatap Juna.

"Makan yuk yah!"

"Ayo! Siapa takut!"

Buuuk!

Kamil terjatuh dari tempat tidur. la terbangun. Kenangan yang masuk sebagian
dalam mimpinya malam itu menyisakan luka. Ia lalu duduk, menyandarkan tubuhnya
ke tepi tempat tidur. Kepalanya terasa sangat pening.

Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah album putih yang berada di rak buku kecil
tepat di depannya. Segera ia meraih dan membuka album besar itu. Lembar hitam
pertama nampak tulisan tangan dengan spidol berwarna perak "Muhammad Fahri
Hamzah Si Superman.”

Kamil tersenyum kecil membaca tulisan tangan Fahri. Lalu arah pandangnya
tertuju pada sebuah foto Fahri kecil memakai baju Superman. Fahri berpose dengan
kedua telentang dan topeng nampak tidak bisa menutupi senyum cerianya. Fahri
terlihat senang memakai Superman.
BAB IV. KISAH SEBENARNYA DIMULAI

Fahri adalah mahasiswa terbaik yang berada di Universitas Indonesia. Ia tercatat


sebagai mahasiswa terbaik dengan jiwa peneliti,penuh selidiknya tidak bisa
dibendung.Entah darimana asalnya,ia selalu memiliki pikiran tersendiri.

“Fahri…tunggu…”

Nisa memanggil Fahri yang akan beranjak dari perpustakaan kampus.Perempuan


mungil,tomboy dan berwajah manis itu menghampiri sang jenius yang menatapnya
dengan ramah.

“Dulu aku pernah lihat buku tebal,sudah using di kamarmu.Pokoknya bukunya


sudah using,aku lupa judul bukunya tentang apa…”

“Oh buku M.Yamin,Pahlawan Nusantara.”

“Ya! Buku itu.”

“Kenapa Nisa?”

“Temenku kos,anak belasteran itu lagi cari buku-buku begitu.”

“Siapa?”

“Keisha.Cantik anaknya!Nggak rugi lah kamu pinjemin ke dia,siapa tau bisa


kenalan juga.”

“Kamu ada-ada saja,kenapa orang blasteran sepertinya butuh buku itu?”

“Ia sedang riset.Anak Arkeolog.Sudah,pokoknya aku pinjam buku itu ya! Kamu
juga anak Kedokteran kenapa juga baca buku sejarah.”

“Memangnya sejarah hanya milik arkeolog?”

"Ya nggak begitu."

"Bisa saja. Tapi jangan sampai hilang ya. Itu buku warisan."

"Tenang saja! Kapan aku bisa ambil?" "Besok saja aku bawa kuliah,"

"Eh jangan! Keisha butuhnya malam ini. Besok pagi dia mau jalan ke Jawa
Timur."

"Yah. Mendadak begini? "Jam 7 malam ya kami ambil. Aku sekarang ada kuliah
tambahan."

"Tambahan apa ngulang? Hahaha...."


"Sssst! Sudah pokoknya kamu tunggu jam 7 malam ini!"

Fahri menggelengkan kepalanya. Nisa salah satu teman baiknya yang sering
konyol, bolos kuliah karena lupa jadwal dan tugas.

Penyakit lupa Nisa sering membuat kacau hidupnya. Banyak mata kuliah yang
harus diulang hanya gara-gara ia tidak bisa ikut ujian akhir karena sering bolos
kuliah disebabkan faktor lupa. Sementara banyak dosen senior yang sangat disiplin
dan tidak bisa ditolerir.

Hanya berselang dua jam dari pembicaraan Nisa dengan Fahri sore itu, tepat jam 7
malam pintu kos kamar Fahri ada yang mengetuk.

"Kulo nuwun...permisi..."

Fahri kaget, tidak ada satu pun teman kos maupun kuliah yang terbiasa mengentuk
pintu dengan kata-kata kulo nuwun. Suara lirih dan lembut itu membuat Fahri segera
bangkit dari tempat tidurnya.

"Ya..."

Fahri membuka pintu dan kaget dengan hadirnya sosok cantik, berkulit kuning,
bermata sipit, dan rambutnya dikuncir seperti ekor kuda.

"Nyuwun sewu....maaf mengganggu."

Senyum kecil itu begitu memikat, sejenak Fahri terpikat.

"Siapa ya?"

"Keisha..."

"Oh Keisha.."

Fahri masih kaget dan terpesona dengan pandangan pertamanya. la benar-benar


tidak menyangka Nisa jujur. Karena biasanya Nisa agak sulit dipegang bicaranya.
Namun malam itu benar-benar Fahri berterima kasih pada Nisa yang mengirim
bidada elok di kamar kosnya.

"Hmm..."

"Oh ya jadi pinjam buku?"

Fahri kagum dengan kesantunan Keisha berbahas Jawa halus. Dia jadi malu karena
sering lupa dengar bahasa ibunya itu.

"Mampir boleh."

"Ohh mampir…monggo..."

Fahri mempersilakan Keisha masuk ke dalam kamarnya yang lumayan luas. Meski
ayahnya sebenarnya ingin membelikan rumah di Yogya, namun Fahri memilih kos
dekat kampus. la ingin membaur dengan teman- temannya dari berbagai suku.
Keragaman adat dan budaya membuatnya semakin hidup, itu slogan-nya. la tidak
ingin orang tahu ada darah biru, ningrat dengan sekian gelar di depan namanya.
Baginya itu sama dengan memenjara diri. Dan membuatnya tidak percaya diri.

"Ini bukunya."

Fahri menyerahkan dua buku sejarah, warisan kakeknya kepada Keisha yang baru
duduk di kursi sofa sudut kamarnya.

"Matur nuwun mas..."

Fahri tersenyum lebar menatap wajah mulus dan bersih perempuan dari negeri
matahari terbit itu.

Kamu seperti matahari, bintang raksasa, penuh cahaya hangat, Fahri berkata dalam
hati dengan senang.

Sejak pertemuan malam itu,Fahri sering menitip salam kepada Nisa untuk Keisha.
Dan tanpa duga, Keisha menyambut balik salam Fahri.

Minggu demi minggu, bulan demi bulan. Hubungan mereka semakin akrab.

"Keisha Ozawa...nama itu secantik orangnya."

"Hahaha... mabuk asmara!"

Juan, sahabat Fahri meledek sikap Fahri yang terus terbuai asmara, mabuk
kepayang.

"Keisha, nama yang indah, artinya seorang gadis berkelas, pintar dan cerdas,
suka belajar, mencintai alam dan terorganisir."

"Terus!"

"la juga type gadis menyenangkan, memiliki senyum indah, kulitnya halus dan
cerah."

"Lanjut!"

"Berhati emas dan senang membuat tersenyum serta tertawa. Unik dan tentu
sangat menarik! orang

"Hahaha... makan itu cinta bung!"

"Juan! Kau belum rasakan sensasi cinta mati yang sangat luar biasa!"

"Tahi ayam rasa coklat!"

"Sial! Ini logikaku bicara!"

"Logika lelaki yang termakan rasa, hingga lupa semua rumusan cinta!"

"Memang cinta itu ada rumusnya?"


"Hitunglah dengan rumus-rumus trigonometri,phytagoras dan limit mu itu! Kamu
akan temukan Jawabanya!"

"Tidak terhitung jumlah rasa itu! Jadi cinta yang datang tiada ternilai
nikmatnya."

"Mbohlah! Mumet aku mikirin itu!"

"Siapa suruh mikir?"

"Kamu yang terus bercerita tiada henti tentan Keisha-mu itu! Jadi ikut mikir!"

"Hahaha... getar rasa Keisha memang tera dimanapun nama itu kusebut!"

"Keisha Ozawa... nama yang bermakna wanita kuat, menarik dan punya cahaya
bulan yang indah."

"Terus bagaimana dengan barisan perempuan cantik yang sudah mengantri


selama ini?"

"Ya selama ini aku tidak pernah memberi harapan ke mereka. Cinta itu milik
semua orang. Sah-sah saja mereka punya cinta ke Muhammad Fahri Hamzah.”

"Sombong!"

"Kenyataannya begitu. Cool man! Kamu tahu aku! Hanya dengan Keisha aku
norak dan kampungan, biarlah! Aku yang merasakan, menjalani. Sekokoh apapun
tembok penghalang, jika rasa itu telah kuat, akan bisa menembusnya bung!"

"Teori cintamu selangit hai aktifis kampus terhormat! Akankah kau sanggup
buktikan?"

"Aku lelaki! Tentu aku akan pegang teguh janji melaksanai cintaku ke Keisha!
Segera!"

"Aamiiiiiiin!"

"Siapppppppp!"

Bukan hanya dengan Juan, Fahri berdebat tentang kekuatan cintanya. Kepada
siapapun ia tak sungkan akan katakan cintanya tulus dan murni apa adanya buat
Keisha. Banyak teman perempuan, pemuja rahasianya yang patah hati dan jadi
membencinya setelah seluruh kampus tahu hubungan Fahri dengan Keisha sangatlah
serius.

Tepat sebelas bulan perkenalan mereka, menjelang hari ulang tahun Keisha ke 21,
Fahri mengatakan cintanya,cinta ada karena kebiasaan bertemu, begitu ucap Fahri
saat Keisha berkata...

“Kamu adalah laki-laki terbaik yang pernah aku temui,kamu selalu ada disaat
aku membutuhkanmu dan selalu setia menemaniku hingga di titik kita akan lulus
kuliah.”
“Jadi,apa kesimpulan dari jawabanmu Keisha?”

“Jelas aku mau.”

Sontak jawaban itu membuat Fahri tak bisa berkata-kata,dan Fahri berencana ingin
mengurus visa ke Belanda.

Setelah mendengar jawaban dari Keisha,Fahri pun bertanya kepada Nisa tentang
niatan dia melamar Keisha.

“Nisa,aku sudah mendengar jawaban yang keluar dari mulut Keisha,ternyata dia
menerimaku.Aku berniat membawanya bertemu dengan orang tua ku terlebih
dahulu,jikalau orang tua ku sudah merestuinya aku berniat pergi bersama Keisha ke
Belanda untuk menemui orang tuanya.”

“Wahhh,selamat Fahri nggak nyangka ternyata kamu seberani itu.Keputusan


yang kamu ambil itu sudah pas.Apalagi kalian berdua terlihat serasi dan pas
gitu.Udah itu kalian sama-sama pintar dan termasuk mahasiswa yang berprestasi di
bidang kalian masing-masing.”

“Makasih Nisa,kalau kamu tidak ada mungkin kami tidak akan bertemu.
Ngomong-ngomong kamu lihat Juan nggak?”

“Ohh iyaa,tadi aku lihat dia di perpustakaan.”

“Ohhhh oke makasih yah Nis,aku juga mau memberitahu kabar baik ini ke dia.”

“Hahahaha….. hati-hati Fahri.”

“Siapppppp.”

Fahri berlari sekencang mungkin untuk memberitahu kabar baik kepada


sahabatnya,sampai-sampai semua mahasiwa terheran-heran.

“Bung,akhirnya aku diterima,dan berniat melamarnya…”

“Hahaha selamat,nggak nyangka bakalan ada yang dluan nikah nih,moga lancer
ya…”

“Siappp makasih ya bung.”

Dikarenakan Fahri ingin serius terhadap hubungan mereka dan dia berniat melamar
Keisha sesegera mungkin,dia pun berniat memperkenalkan Keisha kepada Ayahnya.
BAB V. Asmara Dimulai

Pada pagi harinya Fahri dan Keisha Pergi ke Jayapura untuk menemui ayah dari
Fahri.Disaat perjalanan Fahri dan Keisha berbincang tentang hubungan mereka
sembari bercanda gurau.

“Fahri,bagaimana kalau ayahmu tidak merestui hubungan kita?”

“Tenang saja,ayahku pasti akan merestui hubungan kita.Apalagi kamu itu


tipekalnya penyayang,penyabar,dan juga pintar.Apapun jawaban dari ayahku
nantinya,baik itu ketidaksetujuan ataupun hak yang tidak baik.Pasti akan kita jalani
bersama.

“Matur nuwun Fahri,semoga semuanya berjalan dengan lancar.”

Setibanya di rumah Ayah Fahri, mereka disambut dengan baik oleh Mbak
Iyem,Pak Ji,dan juga ayahnya.Mereka pun berbincang-bincang tentang kelanjutan
dari hubungan mereka.Lalu ayahnya mempersilahkan untuk masuk ke dalam dan
duduk di sofa sembari ayah menuruh Mbak Iyem untuk membuatkan teh.

“Silahkan duduk nak,siapa ni nak Fahri?”

“Ini dia Ayah calon mantu ayah.”

“Wahh,kenal dimana nak?

“Kenal di kampus yah.”

“Halo om,saya Keisha pacarnya Fahri.Asli orang Belanda,keturunan Indonesia


dan juga Chinesse” Sembari mencium tangan ayahnya.

Setelah itu mereka banyak berbincang-bincang,sampailah ke inti percakapan


mereka.

“Ayah,niatan saya kesini sebenarnya untuk meminta izin melamar Keisha.”

“Kalau sudah saling mengenal satu sama lain,ayah memberikan lampu hijau
untuk nak Fahri melamarnya.Ayah berpesan jagalah kepercayaan hati satu sama
lain.Ingat untuk saling melengkapi sampai akhir hayat.”

Setelah selesai berbincang Fahri dan Keisha pamit pulang ke Jakarta dan akan
melanjutkan perjalanan ke Belanda untuk meminta restu dari orang tua Keisha.

Sesampainya di Jakarta,Fahri segera memesan tiket untuk perjalanan mereka ke


Belanda.Disertai membeli makanan khas berupa Dodol Betawi dan Miniatur Monas.

Tibalah dimana hari mereka akan berangkat sesuai jadwal tiket yang mereka
beli.Mereka pun pergi ke bandara dan menunggu jadwal keberangkatan yang
ditetapakan tepat pada pukul 08.00 Wib.
Saat sudah di pesawat mereka pun sekilas membicarakan tentang keinginan
rancangan pada saat acara pernikahan nanti.Dan waktu pun berlanjut hingga mereka
berdua sampai di Belanda.

Sesampainya di Belanda mereka langsung menuju ke rumah Keisha.Saat tiba di


rumah Keisha hal yang sama pun terjadi sambutan hangat yang dilakukan ayah
kepada Keisha juga berdampak balik pada Fahri saat menemui orang tuanya.Fahri
disambut dengan baik dan ramah di keluarga Keisha.Fahri dihidangkan banyak
makanan-makanan asli Eropa.

Selesai makan, mereka kembali duduk di ruang tengah dimana smua keluarga
Kesha berkumpul. Fahri lansung saja mengatakan maksud dan tujuannya datang ke
rumah Keisha.

“Pak.. Bu.. maksud saya datang jauh kemari karena saya sangat mencintai Kesha.
Kesha adalah orang yang pertama kali membuka hati saya, dan Kesha adalah
wanita yang sangat baik. Saya meminta ijin kepada bapak dan ibu karena saya ingin
melamar Kesha dan berniat untuk menikahinya."

“Keisha apakah kamu mencintainya?”

“Iya ayah,saya sangat mencintainya.Dia selalu ada ketika saya membutuhkannya


dan dia selalu menjaga saya sebaik-sebaiknya.”

“Baiklah saya merestui hubungan kalian.”

Seketika Fahri langsung menangis karena tak kuasa menahan air mata kesenangan
atas keberaniannya datang ke Belanda seorang diri dan akhirnya direstui juga.
BAB VI. CINTA PUN TERGAKAPAIKAN

Akhirnya Fahri dan Keisha pun selesai kuliah dan keduanya meraih cumlaude.Dan
pernikahan pun terjadi dengan restu keluarga di daerah Jakarta.Fahri merasakan
kenyamanan dengan Keisha sebagai belahan jiwa,demikian dengan Keisha.Dasarnya
mereka memang cerdas dan cerdik hingga bisa saja mengambil peluang bagus untuk
masa depan mereka.

Setelah 1 bulan menikah akhirnya Fahri menjadi seorang dokter dan Keisha
menjadi asisten dokter.Dan pada akhirnya Keisha hamil.Mereka sama-sama
menyambut kehamilan itu dengan rasa syukur.Kehamilan itu juga disambut penuh
suka cita oleh keluarga,sahabat,dan tetangga.Beberapa tetangga juga ikut serta dalam
membantu Keisha mulai dari membantu memijat Keisha dan banyak memberikan
jamu tradisional dengan sepengetahuan Fahri.

“Muhammad Hasby jika laki-laki.”

“Kalau perempuan?”

“Adina Wulandari.”

“Bagus ayah.”

Keisha senang dengan nama-nama yang disarankan Fahri.Tanpa protes,ia


menyetujui semuanya.Ia merangkul mesra, dengan lembut mengecup kening Fahri,
lalu berdiri, menuju dapur kecil mereka membuatkan jus alpukat untuk istri tercinta
yang menatap punggungnya dengan haru.

Fahri rajin membuatkan jus buah untuk asupan gizi kehamilan Keisha.
Diantaranya, jus jeruk yang mengurangi resiko janin lahir cacat, dan meningkatkan
kekebalan tubuh agar tidak mudah influensa.

Jus wortel, yang akan jadi energi instant jika Keisha merasa letih lesu, karena
kelelahan dengan kegiatan kampus maupun segala penelitian di luar kampus yang
menyita tenaganya. Jus wortel ini juga mencegah pre eklampsia (keracunan
kehamilan).

Varian jus yang dibuat Fahri selalu bergizi tinggi. Ada juga jus apel dan sedikit
daun seledri, untuk mengatasi gangguan tidur yang diderita Keisha selama hamil,
Sementara jus mentimun mengatasi sakit punggung, kram otot karena Keisha sering
mengetik tanpa kenal waktu.

Keisha menuruti apa kata dokter,tempat biasa ia konsul danFahri sebagai suami
siaga yang juga asisten apoteker. la merasa nyaman berada di lingkungan yang
mendukung kesehatan kehamilannya dengan baik. Namun di satu sisi ia sering
mencuri waktu untuk segera menyelesaikan pekerjaannya.

"Jus alpukat penting juga bagimu Kei."


Keisha minum segelas jus alpukat yang dicampur dengan susu hamil rasa coklat.

"Ibu hamil harus banyak minum jus ini."

"Matur nuwun mas."

Alpukat banyak mengandung asam folat, vitamin , bagian dari vitamin B


kompleks. Vitamin ini akan membantu tubuh dalam memproduksi dan menjaga
sempurnaan DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) dan RNA (Ribonucleic acid), bahan
genetik tubuh.

"Enak kan?"

"Umami... sangat enak...karena buatan suami."

"Enak kan?"

"Hahaha....!"

Fahri memeluk Keisha, lalu menatapnya dengan lembut, hatinya begitu bahagia
melihat ibu dari calon anaknya nampak semakin cantik setelah hamil.
BAB VII. MENYAYANGI TANPA AKHIR

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba,anak dari Fahri dan Keisha akhirnya
lahir.Namun dibalik kesenangan tersimpan kepedihan yang mendalam yang dialami
Fahri.Karena istrinya yaitu Keisha turut meninggal ketika selesai melahirkan
anaknya.

Fahri pun menjadi orang tua tunggal,yang harus mengurus anaknya sendirian,
sebagai single parent.Dia pun mulai mengurusi anaknya mulai dari balita hingga
dewasa.Hal tersebut mengingatkan dia tentang kisah hidupnya semasa kecil.Yang
dimana ia juga dirawat dari kecil oleh ayahnya sendiri.Suka dan duka telah dirasakan
oleh ayahnya ketika merawatnya semasa kecil.

Akhirnya ia merasakan apa yang selama ini ayahnya rasakan.Tentang bagaimana


mengurus anak tanpa seorang pendamping.Disinilah di uji tentang kesabaran yang
sesungguhnya.Kasih sayang ikhlas yang tiada tandingan menemani sampai akhir

Anda mungkin juga menyukai