Anda di halaman 1dari 6

Cinta Di Atas Uang Gope

#WK_N60H

#WKNovellet_day05

#CintaDiAtasUangGope_bab5

#Semangatberkaryakuy

Nama : Nanda M. Aksan

Judul : Cinta Di Atas Uang Gope

Jumlah kata: 1117

PJ: Hasra

Dugaan dan Keyakinan

Sedikit demi sedikit Fernando membuka matanya. Mencium aroma yang menggugah selera. Di depan
hidungnya menggantung sebuah ikan peda bakar yang masih hangat. Valero yang memegang ikan peda
itu tersenyum lebar. "Akhirnya sadar juga," katanya.

"Dimana ini Val," tanya Fernando yang tersadar dari pingsannya.

"Akhirnya kamu sadar Fernando," ucap Harry gembira. Terdengar sorak gembira di seantero kelas. "Baik,
tenang semuanya. Persiapkan diri kalian untuk belajar. Tapi sebelum itu Bapak akan memberikan
beberapa kabar yang kalian harus ketahui."

"Ehem ... karena Nak Fernando sudah sadar Bapak akan kembali ke ruang Bapak. Selamat belajar anak-
anakku sekalian." Kepala sekolah beranjak pergi meninggalkan kelas tersebut. Sementara Harry
menundukan kepala ketuka beliau pergi.
Kelas kembali ramai dan ricuh sepeninggalan Kepala sekolah. "Baik anak-anak Bapak lanjutkan. Pertama
adalah sebuah kabar sedih atau buruk. Hari ini secara resmi teman kita Livy meminta izin untuk tidak lagi
bersekolah di sekolah kita. Sebuah musibah sedang menimpa keluarganya dengan begitu LIvy dan
keluarganya akan pindah dan melanjutkan sekolah ke Ibu kota." Serentak keadaan kelas menjadi lebih
ramai dari sebelumnya. Murid pria banyak yang bersedih menangis dan tidak percaya. Sebaliknya murid
perempuan bersorak-sorak kegirangan.

"Yes, akhirnya penganggu pergi. Saatnya untuk mendekati Fernando," kata salah satu perempuan.

"Tidak, Fernando adalah milikku," balas perempuan lainnya.

"Kalian jangan banyak bermimpi. Fernando itu untuk aku," kata perempuan di sebelahnya.

"Kabar kedua adalah kabar bahagia," lanjut Harry. Semua murid menyimak dengan seksama. "Kita
kedatangan murid baru, teman baru dan juga cantik. Namanya Marisol." Kelas begitu sunyi tanpa suara
atau teriakan. "Ayo beri tepuk tangan buat Marisol."

Sandiago mengambil inisiatif untuk memulai tepuk tangan dan di ikuti murid yang lainnya. Marisol
tampak acuh duduk dengan santai di bangku paling ujung sebelah kanan.

"Loh kok, kenapa kamu duduk di depan bersama Emi?" bisim Fernando yang baru sadar temanya duduk
di depan.

"Tidak apa-apa. Emi kasihan duduk sendiri, gak ada Livy jadi aku duduk di sini. Terus ada orang lain yang
sangat ingin duduk di bangku itu. Jadi aku terpaksa mengalah."

"Siapa?"

"Kenapa gak lihat saja langsung," perintah Valero.


"Perasaanku gak enak." Fernando menghela nafas mengumpulkan keberaniannya untuk menengok.
"Tidak Val, aku tidak berani. Aku mimpi buruk atau halusinasi entah kenapa trauma ku kembali datang."

"Ada Valero?" sergah Harry di depan kelas. " Kalau tidak ada apa-apa menghadap ke depan. Kita akan
mulai belajar."

"Baik Pak," jawabnya.

"Hey," tanya orang di sebelah Fernando. Fernando tampak enggan berbalik. "Kenapa kamu pingsan?
Apa yang kamu obrolkan barusan? Kenapa berbisik-bisik di depanku?"

"Aku minta maaf. Tapi bisa minta tolong jangan ganggu aku dulu sekarang," pinta Fernando dengan
suara yang lirih. Fernando sama sekali tidak berani menengok.

"Hey, kenapa gak melihatku ketika ngomong?" tanya Marisol. "Laki-laki aneh."

"Maaf," balas Fernando singkat. Setelah itu mereka berdua melanjutkan kegiatan belajar dengan
keheningan. Fernando terdiam di sudut hanya fokus ke depan. Sedang Marisol dia tertidur hingga waktu
istirahat tiba.

Fernando tidak berani keluar bangku karena terhalang oleh Marisol yang masih tertidur. Di sisi lainnya
keempat temannya tidak sabar untuk pergi ke luar. "Lompat aja ke delan Mfer," ucap Rendhiano.
Fernando melakukan saran dari Rendhiano. Dia berdiri di atas bangkunya lalu melompak ke bangku
Valero yang ada di depan, hal itu membuat suara yang kencang. Fernando takut membuat Marisol
bangun tapi untung saja itu tidak kejadian.

Sesamoaian di kantin Fernando merasa lega. Dia melemaskan otot lehernya, menggerakan kepalanya ke
kiri dan kanan. "Kenapa Mfer?" tanya Emiliano yang duduk di depan Fernando dengan manis, membuat
beberapa perempuan yang ada di kantin sirik.
"Cuma pegel. Sejak awal belajar aku menahan untuk tidak menengok ke kiri," balasnya.

"Nah kebetulan nih, kenapa kamu tadi pingsan Mfer?" tanya Emiliano.

"Nah benar juga. Aku curiga kalau wanita itu penyihir," timpal Rendhiano.

"Aku pikir itu ada hubungannya dengan trauma Fernando," jelas Valero.

"Oh ya?" tanya Romio.

"Sebelum aku bercerita apakah mungkin kalau Marisol ini adalah Marisol yang sama dengan putri
kerajaan kita?" tanya Fernando terlihat tekad yang kuat di matanya.

"Gak mungkin seorang Putri ada di sekolah kita," balas Emiliano.

"Aku belum pernah melihat Putri Marisol secara langsung. Tapi benar yang di katakan Emi. Aku masih
curiga kalau dia penyihir," ujar Rendhiano sambil memakan makanan yang ada di depannya. Siomay,
bakso, bubur dia makan semuanya.

"Kalau itu Putri kelas kita bisa ramai. Dan setiap orang yang mau bertemu bisa bayar tiket masuk kelas.
Ini sangat menguntungkan," timpal Romio lebih semangat dari siapapun.

"Kalau menurutmu bagaimana Val?" tanya Fernando pada Valero yang sejak terdiam seperti sedang
mengingat sesuatu.

"Aku pikir bisa saja itu Putri," ucapnya. Valero kembali terdiam untuk sesaat. "Aku pernah bertemu Putri
secara langsung tapi itu ketika aku masih kecil dan di kelas tadi aku seperti mengenal wajah Marisol."
"Kalau aku yakin bahwa dia adalah Putri Marisol. Meski baru sekali melihatnya aku merasa kalau itu
benar dia. Tapi, kenapa dia ada di sini, bukankah seharusnya dia ada di Ibukota dan tinggal di Istana,"
jelas Fernando.

"Kita harus cari tahu dan bukti dia Putri Marisol atau hanya orang bernama Marisol saja," ujar Valero.

"Mungkin dia penyihir, penyihir bisa apa saja," timpal Rendhiano.

Bayangan-bayangan masa lalu Fernando mulai bermunculan. Kebanyakan dari itu adalah kenangan
buruk tentang apa yang pernah di alaminya. Putri Marisol adalah diktator muda. Di mata Fernando dia
adalah sesosok kejam, jahat dan mau enak sendiri. Kini wajah yang dengan susah payah Fernanado
lupakan telah muncul kembali dengan begitu mudahnya. Fernando kehilangan nafsu makannya. Di
kantin dia hanya minum jus sementara nasi goreng pesanannya sama sekali tidak di sentuh. "Kalau tidak
di makan buat aku aja Mfer," kata Romio.

"Ambil aja Rom, aku gak lapar," balas Fernando.

"Tapi kamu harus makan walaupun sedikit," timpal Emiliano. "Oh iya aku sangat sedih Livy harus pindah.
Dia teman perempuan satu-satunya." Emiliano mencoba menganti topik.

"Rumahnya kebakaran, ya mau gimana lagi," balas Valero.

"Livy. Aku harus cepat-cepat pulang hari ini sebelum Livy pergi," tegas Fernando.

"Kau bisa naik motorku Mfer, kebetulan aku bawa motor hari ini," ujar Valero.

"Kamu saja yang bawa Val, kita bisa pulang lebih cepat kalau kamu yang bawa," balas Fernando.
"Baiklah kalau begitu," katanya.

"Baik nanti kami menyusul," ucap Emiliano. "Iya kan Rend,Rom?"

"Iya benar," jawab mereka berdua yang tengah makan.

Bell sudah kembali berbunyi dan mereka kembali ke kelas. Ketegangan kembali menghampiri Fernando.
Keringat dingin membasahi tubuhnya. Di lihatnya seorang perempuan yang tengah duduk di bangku,
kepalanya masih terbenam di antara kedua tangannya yang melipat di atas meja. Fernando hendak
kembali melompat atas saran Valero tapi Marisol terbangun, menatap lurus pada mereka. Matanya
berhenti di wajah Fernando yang dengan seketika membuat Fernando menunduk. Marisol berdiri dari
bangkunya dan keluar tidak sengaja sesuatu terjatuh dari saku kemejanya.

Suara gemerincing membuat mata Fernando melihat ke bawah. Sebuah koin logam berputar beberapa
saat kemudian behenti,terjatuh dan menampilkan gambar berupa angka 500. Fernando hampir terjatuh
kalau saja tidak di tangkap Valero.

Anda mungkin juga menyukai