2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
Mohammad Al Farabi
ABSTRACT
The existence of Hadith as a source of teachings conveyed by the Prophet
occupies a very important position in providing guidance in determining the
direction and goals of education. In many aspects, various Hadiths have given
signals and explanations about the importance of shaping the human personality
to become a complete Muslim (insan kamil) as the ultimate goal of Islamic
Education. Through the content analysis method, ths article aims to explore the
content of the Hadith which directs the development of individual basic potentials
towards the formation of a complete personality, so that it can help educators and
education administrators succeed in delivering students to achieve the true goals
of Islamic education.
Keywords: Educational Objectives, Hadis, Islamic Education.
Abstrak: Eksistensi Hadis sebagai sumber ajaran yang disampaikan Nabi saw.
menempati posisi sangat penting dalam memberikan petunjuk guna menentukan
arah dan tujuan pendidikan. Dalam banyak aspek, berbagai Hadis telah
memberikan isyarat dan penjelasan tentang pentingnya pembentukan kepribadian
manusia menjadi Muslim paripurna (insan kamil) sebagai tujuan akhir pendidikan
Islam. Melalui metode analisis isi (content analysis), artikel ini bertujuan untuk
menelusuri kandungan Hadis yang mengarahkan pengembangan potensi-potensi
dasar individu menuju terbentuknya kepribadian yang paripurna, sehingga dapat
membantu para pendidik dan pengelola pendidikan berhasil mengantarkan peserta
didik mencapai tujuan pendidikan Islam yang sesungguhnya.
Kata Kunci: Tujuan Pendidikan, Hadis, Pendidikan Islam.
A. PENDAHULUAN
Sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Alquran, Hadis Nabi saw.
banyak memberikan arah dan tuntunan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, kedudukan Hadis berfungsi sebagai al-
bayan (penjelas) dari keumuman isyarat dan petunjuk pendidikan dalam Alquran
yang masih memerlukan penjabaran yang rinci.
48
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
Rasulullah saw. selain bertugas sebagai Nabi dan Rasul, juga dikenal
sebagai sosok pendidik yang mulia dan agung, baik dalam keluarga maupun
dalam kehidupan bermasyarakat. Beliau telah banyak mendidik umat manusia ke
jalan yang benar. Banyak teori dan praktik pendidikan yang telah beliau
kemukakan dalam berbagai Hadisnya. Kesemua teori dan praktik itu sangat
bermanfaat dan relevan dengan konteks kehidupan manusia sampai dewasa ini.
Pendidikan Islam diyakini telah dilaksanakan sejak mulai munculnya
ajaran Islam. Sebagai aktivititas yang berproses, pendidikan Islam pasti memiliki
target tertentu yang istilah ini sering disebut dengan “tujuan”. Secara lebih lanjut,
makalah ini akan memaparkan tujuan pendidikan Islam lewat tinjauan para ahli,
sekaligus mengupas kajian terhadap hadis-hadis Nabi saw. yang mengandung
konsep-konsep kependidikan, dan dengan kajian tersebut dapat dirumuskan
beberapa butir “tujuan pendidikan.”
49
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
serta emosi terhadap peserta didik dengan landasan din al-Islam. Tentu saja
untuk mencapai tujuan penghambaan kepada Allah perlu pengembangan
domain psikomotorik, karena peserta didik perlu terampil dalam beribadah,
baik ibadah mahdhah maupun mu’amalah (Feisal, 1995:28).
2. Ahmad D. Marimba (1989:46-47) menyatakan tujuan akhir pendidikan Islam
ialah terbentuknya kepribadian Muslim. Sebelum kepribadian Muslim
terbentuk, pendidikan Islam akan mencapai dahulu beberapa tujuan
sementara. Tujuan sementara itu terdiri dari kecakapan jasmaniah,
pengetahuan membaca dan menulis, pengetahuan dan ilmu-ilmu
kemasyarakatan, kesusilaan dan keagamaan, kedewasaan jasmani-rohani, dan
sebagainya. Kedewasaan rohaniah tercapai setelah kedewasaan jasmaniah.
3. M. Arifin (1994:138) menyimpulkan tujuan pendidikan Islam adalah
menekankan pada kemampuan manusia untuk mengelola dan memanfaatkan
potensi pribadi, sosial dan alam sekitar bagi kesejahteraan hidup di dunia dan
akhirat.
4. M. Athiyah Al-Abrasyi (1969:7) menetapkan bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah pembentukan moral yang tinggi, karena pendidikan moral merupakan
jiwa pendidikan Islam. Usaha pembentukan moral dalam pengertian ini tidak
dapat terlepas dari pembentukan tingkah laku keterampilan dan sikap,
sehingga peserta didik yang memiliki keterampilan dan dapat menerapkannya
dalam rangka menciptakan kemaslahatan dan mendukung kegiatan agama,
maka dengan penerapan keterampilan tersebut peserta didik secara pribadi
telah bermoral di hadapan Tuhan.
5. Hasil keputusan seminar pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 s/d 11 Mei
1955 di Cipayung, Bogor dirumuskan tujuan pendidikan Islam sebagai
berikut: “Tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan takwa dan akhlak
serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang
berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.” (Arifin, 1993: 41).
6. Abdurrahman Saleh Abdullah (1982: 119-126) dalam bukunya Educational
Theory: A Quranic Outlook menyatakan tujuan pendidikan Islam dapat
diklasifikasikan kepada empat macam tujuan, yaitu:
50
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
52
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
53
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
menggunakan seni tidak untuk memuaskan kesenangan, lupa diri dan kemewahan
yang menghabiskan banyak sumber daya energi (Rahardjo, 1987:175-177).
Dari sekian banyak pendapat para ahli yang telah dipaparkan di atas, pada
intinya dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam itu adalah
membentuk terciptanya insan kamil, yaitu manusia yang beriman kepada Allah
dan Rasul, taat beribadah, berakhlak mulia, gemar mendalami ilmu pengetahuan,
berfisik sehat dan kuat, ulet bekerja, memiliki berbagai skill (keahlian), otaknya
cerdas, pemikirannya brilliyan, serta mampu menggagas dan
mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan teknologi.
ن أ َ ِبى عْى َ يم أ َ ْخبَ َرنَا أَبُو َحيَّانَ التَّي ِْم ُّ س َّد ٌد قَا َل َح َّدثَنَا إِ ْس َما ِعي ُل ْب ُن إِب َْرا ِه َ َح َّدثَنَا ُم َ -١
ال َما اس ،فَأَت َاهُ ِجب ِْري ُل فَقَ َ ار ًزا َي ْو ًما ِللنَّ ِ ى -صلى هللا عليه وسلم َ -ب ِ ُز ْر َعةَ َع ْن أ َ ِبى ه َُري َْرة َ قَا َل كَا َن النَّ ِب ُّ
اإل ْسالَ ُم قَا َل ال َما ِ ث» .قَ َ ْ
س ِل ِهَ ،وتُؤْ ِمنَ بِالبَ ْع ِ اَّللِ َو َمالَئِ َكتِ ِه َوبِ ِلقَائِ ِه َو ُر ُ اإلي َما ُن أ َ ْن تُؤْ ِم َن بِ َّ اإلي َما ُن قَا َل « ِ ِ
ضانَ » .قَا َل م ر وم
َ ُ َ َ ُ َ َ َ َ ص َ ت و ، َ ة ض و ر ْ
ف م ْ
ال َ ة َاك َّ
الز ِى
َ َ َد ؤُ ت و َ، ة َ ال صَّ ال يم ق
ِ ُ
ِ ِ َ َ ت و ، ه ِ ب ك َ ر ْ
ش ُ ت َ ال و
َ َ َّللا
َّ د
َ ُ ب ع
ْ َ ت نْ َ أ م
ُ َ ال س
ْ اإل
« ِ
ُ
اك» .قَا َل َمت َى السَّا َعة قَا َل « َما َّ ُ َ
َّللا َكأن َك ت ََراهُ ،فَإ ِ ْن ل ْم ت َك ْن ت َ َراهُ فَإِنهُ يَ َر َ َّ َ َ
اإل ْح َسا ُن قَا َل «أ ْن ت َ ْعبُ َد َّ َ َما ِ
ط َاو َل ُر َعاة ُ ت األ َ َمةُ َربَّ َهاَ ،و ِإذَا ت َ َ اط َها ِإذَا َولَ َد ِ ْال َم ْسئُو ُل َع ْن َها بِأ َ ْعلَ َم ِمنَ السَّائِ ِلَ ،و َسأ ُ ْخ ِب ُر َك َع ْن أ َ ْش َر ِ
ى -صلى هللا عليه وسلم ( -إِ َّن َّ
َّللا َ َّللاُ» .ث ُ َّم تَالَ النَّبِ ُّ ان ،فِى خ َْم ٍس الَ يَ ْعلَ ُم ُه َّن إِالَّ َّ اإلبِ ِل ْالبُ ْه ُم فِى ْالبُ ْنيَ ِ ِ
اسَ َّ ن ال م ل
ِ ع
َ َ ُ ُ ي ء ا ج
َ لُ ي ْر
ِ ب ج ِ ا َ ذ ه
َ « ل
َ ا َ ق َ ف ا. ً ئ ي
ْ ش
َ اوْ ر
َ ي
َ م ْ َ لَ ف ». ُ ه ُّودرُ « ال
َ َ ق َ ف ر َ ب
َ ْ
د َ أ م
َّ ُ ث .َ ة ي
َ اآل ) ة
ِ ع
َ َّاس ال م
ُ ْ
ل عِ ُ ه د
َ ْ
ن ِع
دِينَ ُه ْم» (رواه البخاري).
يس َع ْن َر ِبيعَةَ ْب ِن عُثْ َمانَ َع ْن ُم َح َّم ِد َّللا بْ ُن ِإد ِْر َ اال َح َّدثَنَا َ
ع ْب ُد َّ ِ َ -٤ح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أ َ ِبي َشيْ َبةَ َوا ْب ُن ن ُ َمي ٍْر قَ َ
ي ْ ْ َّ َ
َّللاُ َعل ْي ِه َو َسل َم ال ُمؤْ ِم ُن القَ ِو ُّ
صلى َّ َّ سو ُل َّ ِ
َّللا َ ع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ قَا َل قَا َل َر ُ ب ِْن يَحْ يَى ْب ِن َحبَّانَ َع ْن ْاألَع َْرجِ َ
ص َعلَى َما يَ ْنفَعُ َك َوا ْست َ ِع ْن ِب َّ ِ
اَّلل َو َال تَعْ َج ْز يف َوفِي ُك ٍل َخي ٌْر اح ِْر ْ ض ِع ِ َّللا ِم ْن ْال ُمؤْ ِم ِن ال َّ
َخي ٌْر َوأ َ َحبُّ ِإلَى َّ ِ
54
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
صابَ َك َش ْي ٌء فَ َال تَقُ ْل لَ ْو أَنِي فَعَ ْلتُ َكانَ َكذَا َو َكذَا َولَ ِك ْن قُ ْل قَ َد ُر َّ ِ
َّللا َو َما شَا َء فَعَ َل فَإ ِ َّن لَ ْو ت َ ْفت َ ُح َ
ع َم َل َوإِ ْن أ َ َ
ان (رواه مسلم). ال َّش ْي َ
ط ِ
ى َقا َل بَ ْينَ َما نَ ْح ُن ِفى ب َع ْن أ َ ِبى نَض َْرة َ َع ْن أ َ ِبى َس ِعي ٍد ْال ُخد ِْر ِ ش ْيبَانُ بْنُ فَ ُّرو َخ َح َّدثَنَا أَبُو األ َ ْش َه َِح َّدثَنَا َ -٩
ص َرهُ يَ ِميناً ف بَ َ ص ِر ُ َ َ َ
احل ٍة لهُ قا َل ف َجعَ َل يَ ْ َ َ ْ
َسف ٍَر َم َع النبِ ِى -صلى هللا عليه وسلم -إِذ َجا َء َر ُج ٌل َعلى َر ِ َّ
ظ ْه َر ظ ْه ٍر فَ ْليَعُ ْد بِ ِه َعلَى َم ْن الَ َض ُل َ َّللاِ -صلى هللا عليه وسلمَ « -م ْن َكانَ َمعَهُ فَ ْ سو ُل َّ َو ِش َماالً فَقَا َل َر ُ
َّ َ
َاف ال َما ِل َما ذك ََر َحتىْ صن ِ َ ْ
ال فذك َر ِمن أ َْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ ْ َ ٍ
ضل ِمن زَ اد فليَعُد بِ ِه َعلى َمن ال زَ ا َد لهُ» .ق َ ْ ٌ لَهُ َو َم ْن َكانَ لَه ُ ف ْ
َ
ض ٍل (رواه مسلم). َرأ َ ْينَا أَنَّهُ الَ َح َّق أل َ َح ٍد ِمنَّا فِى فَ ْ
Kesembilan hadis di atas akan dijadikan kajian utama dalam artikel ini
guna menemukan unsur-unsur tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya
dan sekaligus dapat dirumuskan pemetaan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Pendekatan yang digunakan dalam pengkajian hadis ini adalah pendekatan
“deduktif,” yakni mengumpulkan hadis-hadis yang diperkirakan maknanya
relevan dengan tujuan pendidikan, kemudian menganalisisnya dengan pendekatan
semantik dan hermeneutik, selanjutnya dipaparkan aspek-aspek tujuan pendidikan
yang dapat menjadi “temuan atau rumusan,” sehingga menjadi kontribusi positif
dalam perumusan konsep dan penyelenggaraan program pendidikan.
55
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
Hadis 1:
َع ْن أ َ ِبى ُز ْر َعةَ َع ْن أ َ ِبى ه َُر ْي َرة َ قَا َل َكان َ ى ُّ يم أ َ ْخ َب َرنَا أ َبُو َحيَّا َن التَّي ِْم
َ َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد قَا َل َح َّدثَنَا ِإ ْس َما ِعي ُل بْ ُن ِإب َْرا ِه
ُ َ
َّ ِاإلي َما ُن أ ْن تؤْ ِم َن ب
ِاَّلل ِ « اإلي َما ُن قَا َل ِ فَأت َاه ُ ِجب ِْري ُل فَقَا َل َما،اس َ َّ
ِ ار ًزا يَ ْو ًما ِللن ِ َ ب- صلى هللا عليه وسلم- ى ُّ ِالنَّب
َ َوت ُ ِق،َّللا َوالَ ت ُ ْش ِر َك ِب ِه
يم َ َّ اإل ْسالَ ُم أ َ ْن ت َ ْعبُ َد
ِ « اإل ْسالَ ُم قَا َل ِ قَا َل َما.»ث ِ َوتُؤْ ِمنَ ِب ْالبَ ْع،س ِل ِهُ َو َمالَئِ َكتِ ِه َو ِب ِلقَائِ ِه َو ُر
َ فَإ ِ ْن ل ْم،َُّللا َكأَنَّ َك ت ََراه ْ َ َ
َ َّ اإل ْح َسانُ قا َل «أن تَعْبُ َد ِ قا َل َما.» َضانَ َ وم َر َم َ ص ُ َ َوت،ضة َ ْ ْ
َ الزكَاة َ ال َمف ُرو َّ ِىَ َوت ُ َؤد،َ صالَة َّ ال
اط َها َ ُ َ ْ ُ
ِ َو َسأ ْخبِ ُر َك َع ْن أ ْش َر، قَا َل َمت َى السَّا َعة قَا َل « َما ال َم ْسئُو ُل َع ْن َها بِأ ْعلَ َم ِمنَ السَّائِ ِل.»اك َ ت َ ُك ْن ت ََراهُ فَإِنَّهُ يَ َر
-ى ُّ ِ ث ُ َّم تَالَ النَّب.»َُّللا
َّ َّ فِى َخ ْم ٍس الَ يَ ْعلَ ُم ُه َّن إِال،ان ِ َاإلبِ ِل ْالبُ ْه ُم فِى ْالبُ ْني
ِ ُ ع اة َ ط َاو َل ُر َ َ َوإِذَا ت،ت األ َ َمةُ َربَّ َها ِ إِذَا َولَ َد
فَقَا َل « َهذَا.ش ْيئًا َ ُ
َ فَلَ ْم يَ َر ْوا.»ُ ث َّم أ ْدبَ َر فَقَا َل « ُردُّوه.َع ِة ) اآليَة ْ
َ َّللاَ ِع ْن َده ُ ِعل ُم السَّا
َّ (إِ َّن- صلى هللا عليه وسلم
.)اس دِينَ ُه ْم» (رواه البخاري َ َِّجب ِْري ُل َجا َء يُ َع ِل ُم الن
Artinya:
“Musaddad berkata: “Telah menceritakan kepada kami Ismaʻil ibn Ibrahim dan
Abu Hayyan at-Taimy dari Abu Zurʻah dari Abu Hurairah, ia berkata: “Pada
suatu hari Nabi saw. sedang berkumpul bersama sahabat, datang Jibril dan
bertanya: “Apakah iman itu?” Nabi saw. menjawab: “Iman adalah percaya pada
Allah, malaikat-malaikat-Nya beserta adanya pertemuan dengan-Nya, Rasul-
rasul-Nya, dan percaya pada adanya hari kebangkitan”. Jibril bertanya lagi:
“Apakah Islam?” Nabi saw. menjawab: “Islam adalah bahwa kamu menyembah
Allah dan tidak menyekutukannya, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang
difardhukan, berpuasa Ramadhan”. Jibril bertanya lagi: “Apakah Ihsan?” Nabi
saw. menjawab: “Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihatnya, maka
jika kamu tidak melihatnya, Dia-lah (Allah) yang melihatmu”. (Al-Bukhari, Juz I,
1987:97).
Hadis di atas memberikan ide kepada umat Islam tentang rukun iman yang
enam, rukun Islam yang lima, dan penghayatan terhadap Tuhan Yang Mahahadir
dalam hidup (ihsan). Sebenarnya, ketiga hal itu hanya dapat dibedakan, tetapi
tidak dapat dipisahkan. Antara satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kandungan hadis di atas berorientasi
kepada pencapaian “tujuan pendidikan tiga dimensi” yang dalam terminologi
Islam disebut dengan tiga kalimat serangkai “ahdaf al-imaniyah, ahdaf al-
islamiyah, dan ahdaf al-ihsaniyah.”
Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak
absah tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah
mustahil tanpa iman, dan iman juga mustahil tanpa Islam. Dalam penelitian lebih
lanjut, sering terjadi tumpang tindih antara tiga istilah tersebut, yakni “dalam iman
terdapat Islam dan ihsan, dalam Islam terdapat iman dan ihsan, dan dalam ihsan
terdapat iman dan Islam.” Dari sisi itulah, Nurcholish Madjid melihat iman, Islam,
dan ihsan sebagai trilogi ajaran Ilahi (Rachman, 1994: 463).
56
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
Selain itu, Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga
unsur, yaitu Islam, iman, dan ihsan. Dalam tiga unsur itu terselip makna
kejenjangan (tingkatan), maksudnya seseorang yang bertauhid memulai dengan
pengenalan Islam, kemudian berkembang ke arah iman, dan memuncak dalam
ihsan (Rachman, 1994: 465).
Dengan demikian, ketiga aspek trilogi ajaran Ilahi yang terdapat dalam
kandungan hadis tersebut, dapat diintegrasikan menjadi kurikulum untuk
mewujudkan tujuan pendidikan, yakni membentuk kepribadian manusia paripurna
dengan keterpaduan pengamalan iman, Islam, dan ihsan dalam kehidupan sehari-
hari.
Hadis 2:
ش ْعبَةُ قَا َل ْال َو ِلي ُد ْب ُن ْال َعيْزَ ِار أ َ ْخبَ َرنِى قَا َل َس ِم ْعتُ أَبَا َع ْم ٍرو ُ ع ْب ِد ْال َم ِل ِك قَا َل َح َّدثَنَاَ َُح َّدثَنَا أَبُو ْال َو ِلي ِد ِهشَا ُم بْن
ىُّ َ أ- صلى هللا عليه وسلم- ى َّ َّللا قَا َل َسأ َ ْلتُ النَّ ِب
ِ َّ َار ِإلَى َد ِار َع ْب ِدَ َّار َوأَش ِ ب َه ِذ ِه الد ُ اح َ ى َيقُو ُل َح َّدثَنَا
ِ ص َّ ال َّش ْي َبا ِن
ْ
ُى قَا َل «ال ِج َهاد َ ُ ْ ُ
ُّ قَا َل ث َّم أ.»ى قَا َل «ث َّم بِ ُّر ال َوا ِل َدي ِْن َ ُ ْ
ُّ قَا َل ث َّم أ.»صالَة ُ َعلَى َوقتِ َها َّ َّللاِ قَا َل «الَّ ْالعَ َم ِل أ َ َحبُّ إِلَى
.) (رواه البخاري.»َّللا ِ َّ ِفى َس ِبي ِل
Artinya:
“Abu al-Walid Hisyam ibn ‘Abd al-Malik berkata: “Syuʻbah menceritakan
kepada kami dari Al-Walid ibn al-ʻAziz: Saya mendengar Abu ʻAmr as-Syaibani,
ia berkata: “Telah memberitakan kepada kami sambil menunjuk ke rumah
ʻAbdullah, dimana ia berkata: “Saya bertanya kepada Nabi saw.: “Amalan
apakah yang dicintai oleh Allah?” Nabi saw. menjawab: “Shalat pada
waktunya”. Ia bertanya: “Kemudian apa lagi?” Nabi menjawab: “Berbakti
kepada orang tua”. Ia bertanya: “Kemudian apa lagi?” Nabi menjawab:
“Berjihad di jalan Allah” (Al-Bukhari, Juz II, 1987: 405).
57
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
Kata ألُت َ ِّم َمpada teks hadis menunjukkan bahwa pendidikan yang diberikan
58
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
Dengan kata lain, pendidikan akhlak yang terkandung pada hadis di atas
mengarah pada tujuan untuk menyempurnakan kepribadian manusia agar
melahirkan perilaku terpuji yang dibentuk melalui keteladanan dan pembiasaan,
sehingga perilaku dan sikap yang muncul dalam pergaulan sehari-hari adalah
perilaku yang murni atas dasar ketulusan, bukan karena keterpaksaan.
Hadis 4:
ع ْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َ َعث ْ َمان ُ ع ْن َربِيعَةَ ب ِْن َ يس َّ ُاال َح َّدثَنَا َع ْبد
َ َّللاِ ْب ُن إِد ِْر َ ََح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَبِي َشيْبَةَ َوا ْب ُن نُ َمي ٍْر ق
ي َخي ٌْر ُّ َّللاُ َعلَيْ ِه َو َسلَّ َم ْال ُمؤْ ِم ُن ْالقَ ِو
َّ صلَّى َ َّللاِ َّ سو ُلُ ال َر َ َج َع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ قَا َل ق ِ َي ْح َيى ب ِْن َحبَّانَ َع ْن ْاألَع َْر
ْ
اَّلل َو َال ت َ ْع َجز َوإِ ْن ْ
ِ َّ ِص َعلى َما يَنفَعُ َك َوا ْست َ ِع ْن ب َ ُ
ْ يف َوفِي ك ٍل َخي ٌْر اح ِْر ِ ض ِع َّ َّللا ِم ْن ْال ُمؤْ ِم ِن ال
ِ َّ َوأ َ َحبُّ إِلَى
انِ ط َ ع َم َل ال َّش ْي ِ َّ َي ٌء فَ َال تَقُ ْل لَ ْو أَنِي فَ َع ْلتُ َكانَ َكذَا َو َكذَا َولَ ِك ْن قُ ْل قَ َد ُر
َ َّللا َو َما شَا َء فَ َع َل فَإ ِ َّن لَ ْو تَفْت َ ُح ْ صا َب َك ش َ َأ
.)(رواه مسلم
Artinya:
“Abu Bakr ibn Abi Syaibah dan Ibn Numair berkata: ‘Abdullah ibn Idris dari
Rabiʻah ibn ‘Utsman dari Muhammad ibn Yahya ibn Hibban dari Al-Aʻraj dari
Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:”Seorang Mukmin yang
kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada seorang Mukmin yang
lemah” (Muslim, Juz IV, 1991: 2036).
tugas yang berat tersebut. Dengan demikian hadis ُّ ْال ُمؤْ ِّم ُن ا ْلقَ ِّو
ي َخي ٌْر َوأ َ َحبُّ ِّإلَى
يف َّللا ِّم ْن ْال ُمؤْ ِّم ِّن ال ه
ِّ ض ِّع ِّ هmemiliki kandungan makna dan ajaran yang relevan dengan
ayat-ayat Alquran yang telah dipaparkan di atas.
Sejalan dengan hal di atas, pendidikan Islam merupakan corak pendidikan
yang memandang penting pembinaan aspek fisik manusia. Pendidikan Islam
menggiring generasi muda untuk tangkas, ulet, dan giat dalam kegiatan-kegiatan
yang bersifat melatih kekuatan dan keterampilan jasmani. Rasulullah saw.
memotivasi para pemuda untuk belajar memanah dan menunggang kuda, karena
hal itu menggambarkan keperkasaan, kekuatan dan kesiapan untuk menghadapi
kesulitan (Ar-Rahman, 2006:187).
60
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
61
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
kebersihan diri, baik dari unsur makanan, pakaian, maupun pergaulan yang tidak
terpuji. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang lahir nantinya adalah manusia
beriman dan bertakwa kepada Allah serta berkepribadian terpuji. Pendidikan
Islam adalah wadah yang tepat dan efektif mendorong terwujudnya kualitas
rohaniah yang diharapkan itu.
Tujuan pendidikan rohaniah itu diharapkan berhasil hingga ajal
memisahkan roh dari jasad manusia. Intisari dari pernyataan ini terefleksi dalam
hadis Rasulullah saw. dari Abdullah ibn Abbas ra.:
َّللاُ َع َل ْي ِّه َو َس هل َم قال افتحوا على صبيانكم أول كلمة بال إله إال هللا ولقنوهم عند
ص هلى ه
َ عن بن عباس عن النبي
)الموت ال إله إال هللا (وأخرج البيهقي في شعب االيمان
“Bukalah (awal) untuk bayimu (ketika lahir) kalimat yang pertama, yaitu kalimat
“La ilaha Illallah”, dan tuntunlah ia ketika mati dengan kalimat “La ilaha
Illallah” (HR. Al-Baihaqi dalam bab Cabang Iman). (Al-Mubarakfuri, tt.: 46).
terhadap siksaan Allah, lalu menjauhi sesuatu yang dibencinya.” Jadi seorang
yang bertakwa, tentu takut berbuat maksiat kepada Allah dan menjauhi
kemaksiatan itu dengan kebencian yang sesungguhnya, sebagaimana Allah
membencinya. Menjauhi kemaksiatan itu sekaligus beriringan dengan upaya
meningkatkan ketaatan kepada Allah dan memelihara kesinambungan amal saleh.
Selanjutnya kalimat َ أَتْبِّ ْع السهيِّئَةَ ْال َح َسنَةmemiliki kata kunci أَتْ ِّب ْعyang berarti
“berjalan di belakang sesuatu dan mengikutinya.” (Anis, 1972:81). Bila
dirangkaikan dengan kalimat الس ِّهيئَةَ ْال َح َسنَة, maka kalimat tersebut bermakna
“keterlanjuran berbuat keburukan masih dapat dibasmi dengan berbuat kebaikan
(ibadah) yang diawali dengan taubat. Menurut ulama tasawuf, taubat sekurang-
kurangnya harus memiliki tiga syarat, yakni menyesali maksiat, bertekad untuk
tidak mengulanginya, dan mengisi aktivitas dengan memperbanyak amal saleh
(ibadah). Jadi rangkaian kalimat tersebut bermakna ganda, yaitu ‘taubat dan
ibadah’.
ٍ ُ ُخلmemiliki kata kunci ق
Kemudian kata ق َح َسن ٍ ُ ُخلyang berarti “kondisi jiwa
yang sudah ditanamkan yang dapat melahirkan perbuatan baik dan buruk tanpa
memerlukan pemikiran atau dorongan dari luar.” (Anis, 1972:252). Jika bertolak
dari definisi ini, maka سن ٍ ُ ُخلbermakna “kondisi jiwa yang mendorong lahirnya
َ ق َح
perbuatan terpuji tanpa pertimbangan atau pemikiran yang terencana
ٍ ُ ) ُخلitu bersifat alamiah dan terbiasa
sebelumnya”. Jadi perbuatan terpuji (ق َح َسن
secara otomatis (spontan) yang mengindikasikan perbuatan tersebut benar-benar
ikhlas, tidak pamrih, dan tidak dirasakan sebagai beban.
Dengan demikian, dari uraian ketiga ‘kata kunci’ dalam hadis di atas,
terdapat 3 (tiga) tujuan pendidikan ruhaniyah yang dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Pendidikan Keimanan; bertujuan untuk membentuk insan yang memiliki
keyakinan mengakar dan mendalam kepada Allah swt. serta semua aspek yang
berhubungan dengan rukun iman, sehingga terwujud kepribadian yang
bertakwa.
2. Pendidikan Ibadah; bertujuan untuk mampu memahami dan mengaplikasikan
bentuk-bentuk peribadatan yang didasari oleh keikhlasan semata-mata karena
63
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
Allah dan kebenaran secara syar’i, sehingga terwujud kepribadian yang taat
pada aturan Allah dan Rasul-Nya dan terhindar dari perilaku ibadah yang
menyimpang dari kebenaran syar’i.
3. Pendidikan Akhlak; bertujuan untuk membiasakan diri manusia berperilaku
mulia dan terpuji serta memelihara hubungan harmonis terhadap Allah,
sesama manusia, dan lingkungan alam sekitarnya.
Hadis 6:
ب ُم َعا ٍذ ِ ص َحا ْ َ ع ْن ِر َجا ٍل ِم ْن أ َ ع ْم ٍروَ ث ْب ِن ِ ار ِ ش ْعبَةَ َع ْن أ َ ِبي َع ْو ٍن الثَّقَ ِفي ِ َع ْن ْال َح ُ َح َّدثَنَا هَنَّا ٌد َح َّدثَنَا َو ِكي ٌع َع ْن
َّللا قَا َل
ِ َّ ب ِ ضي بِ َما فِي ِكت َا ْ َ
ِ ضي فَقَا َل أق ْ
ِ ْف تَق ْ َ
َ ث ُمعَاذا إِلى اليَ َم ِن فَقَا َل َكي ً َّ َّ صلَّى
َ ََّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم بَع ِ َّ سو َل
َ َّللا ُ أ َ َّن َر
صلَّى َ َّللاِ َّ سو ِل ُ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل فَإ ِ ْن لَ ْم َي ُك ْن فِي
ُ سنَّ ِة َر َّ صلَّى َ َّللا ِ َّ سو ِل ُ سنَّ ِة َر ُ َّللا قَا َل فَ ِب
ِ َّ ب ِ فَإ ِ ْن لَ ْم َي ُك ْن فِي ِكت َا
َّ َ
َّللاُ َعل ْي ِه َو َسل َم (رواه َّ
َّ صلى َ َّللاِ َّ سو ِل ُ سو َل َر َّ
ُ َّلل الذِي َوفقَ َر َّ ْ َ ْ
ِ َّ ِ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل أ ْجت َ ِه ُد َرأيِي قا َل ال َح ْم ُد
َ َّ
.)الترمذي
Artinya:
“Hannad dan Wakiʻ memberitakan dari Syuʻbah dari Abu ‘Aun ats-Tsaqafi dari
Al-Harits ibn ‘Amru dari beberapa laki-laki dari sahbat Muʻaz: “Bahwasanya
Rasulullah saw. mengutus Muʻaz (ibn Jabal) ke Yaman, lalu Ia bertanya:
“Bagaimana kamu memutuskan hukum?”. Muʻaz menjawab: “Aku memutuskan
hukum dengan Kitabullah (Alquran). Rasul saw. bertanya lagi: “Jika dalam
Alquran tidak ditemukan?” Muʻaz menjawab: “Aku memutuskan hukum dengan
Sunnah Rasulullah saw”. Rasul saw. bertanya lagi: “Jika dalam Sunnah tidak
ditemukan?” Muʻaz menjawab: “Aku berijtihad dengan pemikiranku”.
Rasulullah saw. bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan
petunjuk bagi utusan Rasulullah saw.” (At-Tirmidzi, Juz III, tt.: 616).
65
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
konsep-konsep kebenaran dari segala sesuatu yang terdapat di alam semesta ini,
sehingga pada gilirannya dapat memberi kontribusi pemikiran dan karya positif
untuk kemajuan dan kemaslahatan umat manusia.
Hadis 7:
- َِّللاِ بْنُ َم ْسلَ َمةَ َح َّدثَنَا َحاتِ ُم ْب ُن إِ ْس َما ِعي َل َع ْن يَ ِزي َد ْب ِن أَبِى عُبَ ْي ٍد قَا َل َس ِم ْعتُ َسلَ َمةَ بْنَ األ َ ْك َوع َّ َُح َّدثَنَا َع ْبد
صلى هللا- ى ُّ ِال النَّب ُ
َ ََضلونَ فَق َ
ِ َعلَى نَف ٍَر ِم ْن أ ْسلَ َم يَنْت- صلى هللا عليه وسلم- ى ُّ ِ قَا َل َم َّر النَّب- رضى هللا عنه
ُ قَا َل فَأ َ ْم َس َك أ َ َحد. »ار ُموا َوأَنَا َم َع َب ِنى فُالَ ٍن ْ ًا ي امر ن
ِ َ َ َا
ك م ُ اب َ أ َّ
ن إ َ
ْ َ ِ َ ِ َ ْ ار ُموا َب ِنى ِإ
ك ف ،لي ع ا م س ْ « - عليه وسلم
ت َ
َ ْف ن َْر ِمى َوأ ْن ُ
َ قَالوا َكي. » َ « َما لَ ُك ْم الَ ت َْر ُمون- صلى هللا عليه وسلم- َّللا ِ َّ سو ُل ُ فَقَا َل َر. ْالف َِريقَ ْي ِن بِأ َ ْيدِي ِه ْم
.)ار ُموا فَأَنَا َم َع ُك ْم ُك ِل ُك ْم» (رواه البخاري ْ « - صلى هللا عليه وسلم- ى ُّ قَا َل النَّ ِب. َم َع ُه ْم
Artinya:
“ʻAbdullah ibn Maslamah dan Hatim ibn ‘Ismail dari Yazid ibn Abu ‘Ubaid ia
berkata: Saya mendengar Salmah ibn Al-Akwa’ ra. mengatakan: Rasulullah saw.
melewati orang dari kabilah Aslam yang sedang lomba memanah. Beliau
Bersabda kepada mereka: “Memanahlah, wahai keturunan Ismail! Karena orang
tuamu dulu seorang pemanah. Memanahlah kalian, dan saya bersama bani yang
lain. Salamah ibn Al-Akwa’ mengatakan: Lalu, salah seorang dari kelompok itu
saling bepegang tangan, kemudian Rasulullah saw. bersabda: “Apa yang
menyebabkan kamu tidak memanah?” Mereka mengatakan: “Bagaimana kami
memanah sedang engkau bersama mereka?” Nabi saw. bersabda: “Memanahlah
kalian, karena saya akan bersama kalian semuanya” (Al-Bukhari, Juz III, 1987:
1062).
Kandungan Hadis di atas memperlihatkan bahwa Rasulullah saw.
menekankan betapa pentingnya aktivitas latihan fisik seperti memanah. Memanah
merupakan representasi dari sekian banyak aktivitas fisik yang mengandung unsur
ت ِ َو ْال َم ْرأَة ُ َرا ِعيَةٌ َعلَى أ َ ْه ِل بَ ْي،ع ْن َر ِعيَّتِ ِه َ اع َعلَى أ َ ْه ِل بَ ْيتِ ِه َو ْه َو َم ْسئُو ٌلٍ الر ُج ُل َر َّ َو،ع ْن َر ِعيَّتِ ِه َ َم ْسئُو ٌل
اع َو ُكلُّ ُك ْم ر م كُ ُّ لكُ َ ف َ الَ أ ،ُ ه ْ
ن ع
َ ٌ
ل وُ ئ س
ْ م و ْ
ه و ه
ِ د
ِ ي س ال
َ َ َ َِ ِ َ َ ٍ َ ِم ى َ لع اع ر ل ج
ُ الر
َّ د
ُ ب
ْ ع و ،مه
َ َ ُْ َ ْ
ن ع ٌ ة َ لو ُ ئسْ م ى هِ و ه
ِ د
ِ َ لوَ زَ ْو ِج َها َو
ٍ َ ْ َ َ َ
.)ع ْن َر ِعيَّتِ ِه» (رواه البخاري َ َم ْسئُو ٌل
Artinya:
“Ismaʻil memberitahukan kepada kami: “Malik memberitakan kepadaku dari
‘Abdullah ibn Dinar dari ‘Abdullah ibn ‘Umar ra. bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Ketahuilah, setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan
diminta pertanggungjawaban dari kepemimpinannya. Seorang imam terhadap
umatnya adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawaban dari
kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangganya,
dan dia akan diminta pertanggungjawaban dari kepemimpinannya. Seorang isteri
adalah pemimpin terhadap rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan dia akan
diminta pertanggungjawaban terhadap mereka. Setiap hamba sahaya adalah atas
pemimpin terhadap harta majikannya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban
terhadapnya. Ketahuilah, setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan
diminta pertanggungjawaban dari kepemimpinannya.” (Al-Bukhari, Juz V, 1987:
354).
Hadis di atas menguraikan bahwa setiap individu manusia memiliki
tanggung jawab kepemimpinan di bidangnya masing-masing. Seluruh tugas
kepemimpinan itu akan dihisab di akhirat nanti sebagai konsekwensi dari amanah
yang telah diberikan Allah. Individu yang melaksanakan amanah dengan baik,
akan diberi ganjaran pahala dan ditempatkan di surga. Sebaliknya, individu yang
tidak menunaikan amanah, akan diberi ganjaran dosa dan memiliki peluang untuk
ditempatkan di neraka.
Hadis tersebut mengandung “tujuan pendidikan individual,” sebab di
akhirat nanti manusia akan diminta pertanggungjawaban pribadi sesuai dengan
tugas dan amanah yang diembannya. Sebagai persiapan untuk menghadapi
akhirat, setiap individu harus mempergunakan periode kehidupan dunia ini untuk
mendidik dirinya agar dapat menunaikan tugas dan amanah dengan sebaik-
baiknya.
Pendidikan individual dimaksud diarahkan pada tujuan mengarahkan
manusia untuk memelihara dan melaksanakan tanggung jawab yang bersifat
pribadi dari setiap aspek yang diamanahkan oleh sang khaliqnya, sehingga
amanah yang dijalankan membentuk kepribadian yang terbiasa disiplin, jujur,
adil, dan bertanggung jawab.
68
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
Hadis 9:
ال بَ ْينَ َما نَحْ ُن فِى َسف ٍَر َم َع َ ى َقِ ع ْن أَبِى نَض َْرة َ َع ْن أَبِى َس ِعي ٍد ْال ُخد ِْر َ ب ِ َح َّدثَنَا َشيْبَا ُن ْب ُن فَ ُّرو َخ َح َّدثَنَا أَبُو األ َ ْش َه
ص َره ُ َي ِمينًا َو ِش َماالً فَقَا َلَ ف َب ُ ص ِر ِ ِإ ْذ َجا َء َر ُج ٌل َعلَى َر- صلى هللا عليه وسلم- النَّ ِب ِى
ْ َاحلَ ٍة لَه ُ قَا َل فَ َج َع َل ي
ض ٌل ْ َظ ْه َر لَه ُ َو َم ْن َكانَ لَهُ ف ْ
َ َظ ْه ٍر فَليَعُ ْد بِ ِه َعلَى َم ْن ال َ ض ُل ْ َ « َم ْن َكانَ َمعَه ُ ف-صلى هللا عليه وسلم- َّللا ِ َّ سو ُل ُ َر
ف ْال َما ِل َما ذَك ََر َحتَّى َرأ َ ْينَا أَنَّهُ الَ َح َّق أل َ َح ٍد ِمنَّا ِ ْ َا ن ص َ أ ْ
ن م َر
ِ َ ك َ ذَ ف ل
َ ا َ ق .» ُ ه َ ل د
َ ا َز َ ال نْ م ى َ لع
َ َ ِِ ُ َ ه ب ْ
د ع ي ْ
ل َ ف ٍ
د ا َز ِم ْن
.)ض ٍل (رواه مسلم ْ َفِى ف
Artinya:
“Syaiban ibn Farruj dan Abu al-Asyhab memberitakan dari Abu Nadhrah dari
Abu Saʻid al-Khudri, ia berkata: “Selama kami berada dalam perjalanan
bersama Rasulullah saw. tiba-tiba datang seorang laki-laki, maka ia
memalingkan pandangannya ke arah kanan dan kiri, maka Rasululullah saw.
bersabda: “Siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan, hendaklah ia
memberikannya kepada orang yang tidak mempunyai kendaraan, dan siapa yang
mempunyai kelebihan bekal, hendaklah ia memberikannya kepada orang yang
tidak mempunyai bekal. Kemudian belum menyebut berbagai macam harta
sehingga kami merasa seakan-akan tidak ada hak bagi salah seorang di antara
kami untuk mempunyai kelebihan” (Muslim, Juz V, 1991: 138).
69
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
D. SIMPULAN
Tujuan akhir pendidikan adalah terbentuknya profil kepribadian manusia
paripurna yang lazim disebut Insan Kamil. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan
Islam harus mampu mengembangkan serta mengarahkan potensi-potensi dasar
(fitrah) yang dimiliki setiap individu ke arah pembentukan kepribadian yang
paripurna. Berdasarkan hadis-hadis yang telah ditelaah, proses pembentukan itu
diarahkan pada 9 (sembilan) tujuan utama, yaitu: (1) Tujuan pendidikan tiga
dimensi (ahdaf al-imaniyah, ahdaf al-islamiyah, dan ahdaf al-ihsaniyah), (2)
Tujuan pendidikan ibadah (ahdaf al-‘ubudiyah), (3) Tujuan pendidikan akhlak
(ahdaf al-khuluqiyah), (4) Tujuan pendidikan jasmani (ahdaf al-jismiyah), (5)
Tujuan pendidikan rohani (ahdaf al-ruhaniyah), (6) Tujuan pendidikan intelektual
(ahdaf al-‘aqliyah), (7) Tujuan pendidikan skill/keahlian (ahdaf al-maslakiyah),
(8) Tujuan pendidikan individual (ahdaf al-fardiyah), (9) Tujuan pendidikan
sosial (ahdaf al-ijtima’iyah).
Pendidikan tiga dimensi (iman, islam, dan ihsan) diarahkan pada tujuan
membentuk manusia memiliki kepribadian yang terintegrasi dengan pengamalan
nilai-nilai akidah, syari’ah, dan akhlak, sehingga terwujud karakter kepribadian
paripurna dan utuh, tidak hanya taat kepada aturan sang khalik saja, tetapi juga
mampu mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia.
Pendidikan ibadah diarahkan pada tujuan membentuk manusia untuk
menjadi ‘abd yang termotivasi beribadah, baik yang bersifat mahdhah maupun
ghair mahdhah dengan dasar kecintaan yang tulus kepada Allah swt. (sang
khaliq), sehingga menjadikan ibadah sebagai kebutuhan emosional dan spiritual,
bukan sekedar menjalankan kewajiban belaka.
70
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
kepribadian yang saling peduli dan mampu berbagi dalam berbagai situasi dan
kondisi.
Perpaduan dari kesembilan tujuan utama itulah yang mengantarkan peserta
didik pada suatu lembaga pendidikan untuk menjadi insan kamil. Tentu saja
kepribadian paripurna (insan kamil) itu telah melengkapi syarat bagi seseorang
untuk mampu mengemban tugas ganda, yakni selaku khalifah yang harus
memakmurkan bumi dan selaku pengabdi yang setia (‘abdun) kepada khaliknya.
Oleh karena itu, pendidikan dipandang sebagai sarana yang efektif bagi
pembentukan insan kamil.
DAFTAR PUSTAKA
al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. tt. Ruh at- Tarbiyah wa Ta’lim. Saudi Arabia:
Dar al-Ahya’.
Anis, Ibrahim, dkk. 1972. Al-Mu’jam al-Wasith, Juz II. Istambul: Al-Maktabah al-
Islamiyah lit-Thiba’ah wa an-Nasyri wa at-Tauzi’.
al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam.
Bandung: Mizan.
al-Baihaqi, Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Ali. 1994. As-Sunan al-Kubra,
Juz II. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
72
Tazkiya, Vol. IX No.2, Juli-Desember 2020
JURNAL TAZKIYA
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya
e-mail: pai.fitk@uinsu.ac.id
ISSN: 2086-4191
Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani
Press.
Hijazy, Hasan ibn Ali. 2001. Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim. Terj. Muzaidi
Hasbullah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
al-Ja’fi, Muhammad ibn Ismail Abu Abdullah al-Bukhari. 1987. Shahih al-
Bukhari, Juz I-V. Tahqiq Musthafa Dieb al-Bukha. Beirut: Dar Ibn Katsir
al-Yamamah.
as-Sulami, Muhammad ibn Isa Abu ‘Isa At-Tirmidzi. tt. Sunan At-Tirmidzi, Juz
III-IV. Tahqiq Ahmad Muhammad Syaqir. Beirut: Dar Ihya’ at-Turas al-
‘Arabiy.
Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
73