Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lahan Pertanian

1. Pengertian Lahan Pertanian

Lahan pertanian merupakan lahan yang diperuntukan untuk

kegiatan pertanian. Sumberdaya lahan pertanian memiliki banyak

manfaat bagi manusia.

Menurut Sumaryanto dan Tahlim (2005) menyebutkan bahwa:

Manfaat lahan pertanian dapat dibagi menjadi dua kategori.


Pertama, use values atau nilai penggunaan dapat pula disebut sebagai
personal use values. Manfaat ini dihasilkan dari hasil eksploitasi atau
kegiatan usahatani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian.
Kedua, nonuse values dapat pula disebut sebagai intrinsic values atau
manfaat bawaan. Berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya
walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan eksploitasi dari pemilik
lahan pertanian termasuk dalam kategori ini.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009, yang

dimaksud dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan

adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan,

mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan

mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara

berkelanjutan. Undang-undang ini digunakan sebagai acuan bagi

Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melindungi lahan pertanian

pangan dalam rangka ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

26
Selanjutnya berkenaan dengan istilah lahan pertanian pangan

berkelanjutan ini, pada Undang Undang No. 41/ 2009 dapat dijelaskan

beberapa definisi terkait, yaitu:

 Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai


suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap
faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti
iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara
alami maupun akibat pengaruh manusia.
 Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk
usaha pertanian.
 Pertanian pangan adalah usaha manusia untuk mengelola lahan
dan agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga
kerja, dan manajemen untuk mencapai kedaulatan dan
ketahanan pangan serta kesejahteraan rakyat.
 Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan
pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan
secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi
kemandirian, ketahanan kedaulatan pangan nasional (Pasal 1
angka 3).

Lahan memiliki beberapa pengertian yang diberikan baik itu oleh

FAO maupun pendapat para ahli.

Menurut Purwowidodo lahan mempunyai pengertian sebagai

berikut:

“Suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah,

hidrologi, dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan

mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan”.

Menurut Rafi’i Lahan juga diartikan sebagai “Permukaan daratan

dengan benda-benda padat, cair bahkan gas”.

27
Definisi lain juga dikemukakan oleh Arsyad yaitu:

“Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim,


relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang
ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk
didalamnya hasil kegiatan manusia dimasa lalu dan sekarang
seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil
yang merugikan seperti yang tersalinasi. (FAO dalam Arsyad,
1989:1)”
Bahwa yang dimaksud dengan tanah non pertanian adalah tanah

yang dipergunakan untuk usaha/kegiatan selain usaha pertanian. Adapun

Penggunaan tanah non pertanian adalah sebagai berikut :

a) Tanah perumahan (penggunaan tanah untuk tempat

tinggal/rumah, lapangan, tempat rekreasi, pemakaman, dan lain-

lain)

b) Tanah perusahaan (penggunaan tanah untuk pasar,

pertokoan, gudang, bank, bioskop, hotel, stasiun, dan lain-lain)

c) Tanah industri (penggunaan tanah untuk pabrik, percetakan,

dan lainnya)

d) Tanah untuk jasa (pernggunaan tanah untuk kantor-kantor

pemerintah, tempat ibadah, rumah sakit, sekolah, dan sarana

umum)

Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi. Tanah adalah

salah satu objek yang diatur oleh Hukum Agraria, bahkan tanah tidak

hanya untuk manusia yang hidup saja tetapi bagi manusia yang

meninggal pun memerlukan sebidang tanah. Tanah yang diatur oleh

hukum agrarian itu bukanlah tanah dalam berbagai aspeknya, akan tetapi

28
tanah dari aspek yuridis nya yaitu yang berkaitan langsung dengan hak

atas tanah yang merupakan bagian dari permukaan bumi sebagaimana

diatur dalam pasal 4 ayat 1 UUPA, yang menentukan:

“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana dimaksud dalam


pasal 2 ditentukan adanya macammacam hak atas permukaan bumi, yang
disebut tanah yang dapat dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.
Selanjutnya dalam pasal 9 ayat (2) menentukan,
“bahwa tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laik-laki maupun wanita
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas
tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri
maupun keluarganya”.
Seperti halnya yang dikemukakan oleh ahli hukum Budi Harsono

( 1999:18 ) memberi batasan tentang pengertian tanah berdasarkan apa

yang dimaksud pada pasal 4 UUPA, bahwa : “Dalam hukum tanah, kata

tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai suatu pengertian yang telah

diberi batasan resmi oleh UUPA sebagaimana dalam pasal 4 bahwa hak

menguasai dari Negara ditentukan adanya macam-macam hak atas

permukaan bumi yang disebut tanah”. Dengan demikian tanah dalam

pengertian yuridis dapat diartikan sebagai permukaan bumi

Das juga mengemukakan (1995), “Dalam pengertian teknik

secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari

agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat

secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah

melapuk (yang berpartikel padat disertai dengan zat cair dan gas yang

mengisi ruangruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut.”

29
Seperti halnya yang dikemukakan oleh Hardiyatmo (1992),

“tanah adalah ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat

disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang

mengendap-ngendap di antara partikel-partikel. Ruang di antara

partikel-partikel dapat berisi air, udara, ataupun yang lainnya.”

Menurut Dokuchaev (1870), “Tanah adalah lapisan permukaan

bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses

lanjut, karena perubahan alami di bawah pengaruh air, udara, dan

macam-macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah

mati. Tingkat perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna

hasil pelapukan.”1

2. Macam-Macam Lahan Pertanian

Lahan pertanian menurut bentuk fisik dan ekosistemnya dapat

dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu Lahan basah dan Lahan

kering. Berikut ini adalah penjelasan dua macam bentuk fisik dan

ekosistem lahan pertanian, yaitu:

2.1 Lahan Basah

Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di

mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen

(menetap) atau musiman. Lahan basah adalah suatu wilayah yang

tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau sementara,

1
https://eprints.uny.ac.id/64033/4/03.BAB%20II.pdf di akses pada tanggal 15 Januari 2022

30
mengalir atau tergenang, tawar asin atau payau, termasuk di

dalamnya wilayah laut yang kedalamannya kurang dari 6 m pada

waktu air surut paling rendah. Wilayah-wilayah itu sebagian atau

seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang

dangkal. Sistem penggunaan lahan di lahan basah dibedakan

menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah lahan sawah,

gogorancah, sistem surjan, lebak, dan pasang surut. Adapun lahan

basah dibagi menjadi 5 bagian sebagai berikut:

2.1.1 Sawah

Sawah merupakan tanah yang dapat digenangi air dan

mempertahankannya, dapat diratakan dan dibatasi dengan

pematang. Berdasarkan jenis irigasinya sawah dibedakan

menjadi sawah irigasi teknis dan sawah tadah hujan. Sawah

irigasi teknis merupakan sawah yang sumber pengairannya

berasal dari sungai, danau, atau waduk. Dengan demikian

selalu tersedia sepanjang tahun, dan air pengairan yang

masuk ke saluran primer, sekunder, dan tersier volume

terukur. Oleh karena itu, pola tanam pada sawah teknis ini

lebih fleksibel dibandingkan dengan sawah lainnya. Ciri

sawah jenis ini dalam pola tanamnya sebagian besar selalu

padi – padi atau padi—palawija jika mendapat giliran gadu.

Sawah tadah hujan merupakan sawah yang sumber

pengairannya bergantung pada ada atau tidaknya curah hujan.

31
Sawah jenis ini biasanya terdapat di daerah-daerah yang

topografinya tinggi dan berada di lereng-lereng gunung atau

bukit yang tidak memungkinkan dibuat saluran irigasi. Oleh

karena itu, pada sawah semacam ini pola tanamnya adalah

padi – bera, padi – palawija, dan palawija – padi.

2.1.2 Gogorancah

Gogoranch merupakan Tanah sawah yang tergantung

pada curah hujan, dimana pada awalnya padi diusahakan

secara gogo (kering) atau sedikit air, kemudian setelah hujan

turun dikelola dengan sistem sawah

2.1.3 Sistem surjan

Sistem Surjan merupakan lahan yang diusahakan

dengan membuat guludan atau pematang yang cukup luas

(llebar 1—3 m) pada bagian atas yang ditanami palawija

/sayuran dan pada legokannya pada bagian bawah ditanami

padi sawah

2.1.4 Lebak

Lebak merupakan daerah yang umumnya di dataran

rendah di sekitar sungai yang terjadi karena luapan air sungai

dan air hujan. Terjadi secara periodik yakni selama musim

penghujan

2.1.5 Pasang surut

32
Pasang Sururt merupakan lahan yang trebentuk oleh

naik turunnya permukaan air sungai akibat terjadinya pasang

naik dan surut di laut tempat sungai bermuara

2.2 Lahan Kering

Lahan kering adalah lahan yang tidak jenuh air sepanjang

tahun yang digunakan untuk usaha petanian dengan menggunakan

air secara terbatas dan biasanya mengharapkan dari curah hujan.

Lahan ini memiliki kondisi agro-ekosistem yang beragam,

umumnya berlereng dengan kondisi kemantapan lahan yang

kurang atau peka terhadap erosi terutama bila pengolahannya

tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah. Sistem

penggunaan lahan di lahan kering dibedakan menjadi beberapa

jenis, diantaranya adalah ladang, tegalan, kebun, dan pekarangan.

2.2.1 Ladang

Ladang merupakan lahan usahatani kering yang

bersifat berpindah-pindah. Cara terbentuknya ladang adalah

melalui penebangan hutan, lalu dibersihkan, baru kemudian

langsung ditanami atau diolah tanahnya terlebih dahulu.

Tanaman yang biasa ditanam di lahan ladang adalah jagung,

kacang-kacangan, ddan lain-lain. Penanaman dapat dilakukan

secara monokultur maupun dengan cara tumpangsari. Setiap

lahan ladang ini biasanya hanya untuk empat sampai enam

musim tanam saja, untuk selanjutnya ditinggalkan yang

33
kemudian hari dapat dibuka kembali setelah subur kembali.

Biasanya pada waktu akhir ditanami, ladang tersebut

ditanami tanaman tahunan seperti karet atau kopi sebagai

bukti bahwa ladang tersebut telah ada yang menguasainya,

dan berfungsi sebagai batas apabila di kemudian hari akan

dibuka kembali.

2.2.2 Tegalan

Tegalan merupakan kelanjutan dari sistem berladang,

hal ini terjadi apabila hutan yang mungkin dibuka untuk

kegiatan usaha pertanian tidak memungkinkan lagi. Lahan

usaha tani tegalan sifatnya sudah menetap. Pola tanam

biasanya campur atau tumpang sari antara padi ladang dan

palawija (jagung, kacang-kacangan, ubikayu, dan lain-lain).

Di lahan tegal biasanya hanya diusahakan pada musim hujan

saja, sedangkan pada musim kemarau diberakan (dibiarkan)

tidak ada tanaman. Pada lahan tegal, usaha pelestarian

produktivitas sudah ada dengan cara pemupukan meskipun

terbatas pada saat ditanami saja, sedangkan pelestarian

selanjutnya berjalan secara alami, atau dibiarkan tumbuh

tanaman liar, yang selanjutnya dibabat pada saat akan

ditanami kembali dengan dengan tanaman ekonomi.

Produktivitas lahan ini umumnya rendah dan tidak stabil

34
karena keadaan topografinya tidak mendatar dan tidak

dibatasi oleh pematang atau sengkedan penahan erosi.

2.2.3 Kebun

Kebun merupakan lahan pertanian yang sudah

menetap, yang ditanami tanaman tahunan secara permanen

atau tetap, baik sejenis meupun secara campuran. Tanaman

yang biasa ditanam di lahan kebun antara lain kelapa dan

jenis buah-buahan, seperti mangga, rambutan, dan lain-lain.

2.2.4 Pekarangan

Pekarangan merupakan sebidang lahan usahatani yang

ada di sekitar rumah yang dibatasi oleh pagar tanaman hidup

atau pagar mati. Tanaman yang bisa ditanami di pekarangan

adalah buah-buahan, sayur untuk memelihara ternak unggas

atau terbak kecil, seperti kambing dan biri-biri.2

B. Hak Atas Tanah

1. Pengertian Hak Atas Tanah

Menurut Boedi Harsono dalam bukunya yang berjudul

Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, hak atas tanah merupakan

hak penguasaan atas tanah yang berisikan serangkaian wewenang,

2
https://www.weare.id/pengertian-lahan-pertanian/ di akses pada tanggal 27 Januari 2022 pukul
19.07 WIB.

35
kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat

sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib

atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan

itulah yang menjadi kriteria atau tolok pembeda diantara hak-hak

penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.

Menurut Soedikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan

hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada yang

mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari

tanah yang dihakinya. Kata “menggunakan” mengandung arti

bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan pembangunan,

misalnya rumah, toko, hotel, kantor, dan pabrik. Sedangkan kata

“mengambil manfaat” mengandung arti bahwa hak atas tanah

digunakan untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan,

perkebunan.

Di Indonesia, hak atas tanah ini diatur dalam Undang-

Undang Pokok Agraria. Dalam UUPA Pasal 2 ayat (1) menyatakan

bahwa “Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal

hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, Bumi, air, dan ruang

angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu

pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai

organisasi kekuasaan seluruh masyarakat”. Dari ketentuan dalam

Pasal 2 ayat (1) UUPA tersebut berarti negara sebagai penguasa

bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang

36
terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi berwenang atau

berhak menentukan hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau

diberikan kepada perseorangan atau badan hukum setelah

memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Didalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 16,

disebutkan bahwa hak-hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud

dalam pasal 4 ayat (1) ialah hak milik, hak guna usaha, hak guna

bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak

memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam

hak-hak tersebut yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta

hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam

pasal 53 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa hak-hak yang

sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat (1)

huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan

hak sawah pertanian diatur untuk membatasi sifatsifatnya yang

bertentangan dengan Undang-Undang ini dan hak-hak tersebut

diusahakan hapusnya di dalam waktu yang singkat.

2. Macam-Macam Hak Atas Tanah

Adapun macam-macam ha katas tanah sebagaimana yang

dimaksud dalam pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria adalah

sebagai berikut:

2.1 Hak Milik

37
Hak milik adalah hak turuntemurun, terkuat dan

terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Turun-temurun

disini mengandung arti bahwa hak milik atas tanah tidak hanya

berlangsung selama pemegang hak tersebut hidup, tetapi juga

dapat dilanjutkan oleh ahli waris pemegang hak tersebut.

Sedangkan yang dimaksud dengan terkuat yaitu hak milik ini

dapat dibebani oleh hak atas tanah lainnya seperti hak pakai,

hak guna bangunan, maupun hak lainnya. Untuk memiliki hak

milik ini harus melalui pendaftaran. Adapun yang dimaksud

dengan terpenuh yaitu pemegang hak tanah telah memiliki

wewenang yang luas untuk menggunakan tanahnya. Dengan

penjelasan bahwa terpenuh artinya sebagai berikut: Hak milik

itu memberikan wewenang kepada yang empunya, yang paling

luas jika dibandingkan dengan hak lain. Hak milik bisa

merupakan induk daripada hak-hak lainnya. Artinya seseorang

pemilik tanah bisa memberikan tanah kepada pihak lain

dengan hak-hak yang kurang daripada hak milik: menyewakan,

membagi hasilkan, menggadaikan, menyerahkan tanah itu

kepada orang lain dengan hak guna bangunan atau hak pakai.

Hak milik tidak berinduk kepada hak atas tanah lain. Dilihat

dari peruntukannya, hak milik juga tak terbatas. Hak guna

bangunan untuk keperluan bangunan saja, hak guna usaha

terbatas hanya untuk pertanian sedangkan hak milik dapat

38
digunakan untuk usaha pertanian maupun untuk bangunan.

Dalam bukunya yang berjudul Hak-hak Atas Tanah, Kartini

memaparkan bahwa hak milik merupakan hak yang paling kuat

atas tanah, hak ini yang memberikan kewenangan pada

pemiliknya untuk memberikan suatu hak lain di atas tanah

yang dimilikinya (dapat berupa hak guna bangunan atau hak

pakai, dengan pengecualian hak guna usaha), kewenangannya

hampir sama dengan kewenangan negara (sebagai penguasa)

untuk memberikan hak atas tanah kepada warganya. Subjek

dari hak milik ini adalah warga negara indonesia dan badan

hukum.

2.2 Hak Guna Usaha

Hak guna usaha merupakan hak untuk mengusahakan

tanah yang dikuasai langsung oleh negara, hak guna usaha ini

berlaku dalam jangka waktu tertentu dan diperuntukkan untuk

usaha pertanian, perikanan, atau peternakan seperti yang telah

tercantum dalam Pasal 28 UndangUndang Pokok Agraria.

Menurut Supriyadi, hak guna usaha merupakan hak atas tanah

yang bersifat primer yang memiliki spesifikasi. Spesifikasi hak

guna usaha ini terbatas daya berlakunya walaupun dapat

beralih dan dialihkan pada pihak lain. Hak guna usaha ini

hanya dapat diberikan kepada tanah-tanah yang dikuasai

langsung oleh negara. Tanah milik seseorang pemegang hak

39
milik tanah tidak dapat memberikan hak guna usaha melalui

perjanjian yang dibuat pemilik tanah tersebut. Hak guna usaha

ini diberikan pemerintah dengan jangka waktu 35 tahun yang

kemudian dapat diperpanjang selama 25 tahun, dan dapat juga

diperbarui untuk jangka waktu 35 tahun atas permintaan

pemegang hak guna usaha dengan mengingat keadaan

perusahaannya. Hal ini telah diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 pasal 8 ayat (1). Subyek

hak ini telah diatur dalam pasal 2 PP. No. 40 Tahun 1996 yaitu

warga negara indonesia dan badan hukum yang didirikan

menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Hak guna usaha dapat diberikan kepada tanah yang luasnya

paling sedikit 5 (lima) hektar, dengan ketentuan jika luasnya

melebihi atau sama dengan 25 hektar harus memakai investasi

modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai

dengan perkembangan zaman. Hak ini dapat dialihkan dan

beralih kepada orang lain dengan cara jual beli, tukar menukar,

penyetaraan modal, hibah, dan pewarisan seperti yang tertera

dalam Pasal 16 ayat (2) PP. Nomor 40 tahun 1996.

2.3 Hak Guna Bangunan

Dalam UUPA pasal 35 dijelaskan bawasannya

pengertian hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan

dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya

40
sendiri. Jangka waktu kepemilikan hak ini paling lama 30

tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20

tahun atas permintaan pemegang haknya dengan mengingat

keadaan, keperluan, dan keadaan bangunannya. Jika hak guna

bangunan ini berada diatas hak milik maka tidak dapat

diperpanjang jangka waktunya, akan tetapi dapat diperbarui

haknya atas kesepakatan pemilik tanah. Subyek pemegang hak

guna bangunan ini adalah warga negara indonesia dan badan

hukum yang didirikan menurut hukum indonesia dan

berkedudukan di Indonesia menurut pasal 19 PP. Nomor 40

Tahun 1996. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan

kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan pasal 34bayat (1)

dan (2) PP. Nomor 40 Tahun 1996 dengan cara jual beli, tukar

menukar, penyertaan modal, hibah, dan warisan.

2.4 Hak Pakai

Hak pakai adalah hak yang memberikan kewenangan

terhadap seseorang untuk memakai atau menggunakan

dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung

oleh negara maupun tanah milik orang lain yang memberikan

wewenang dan kewajiban yang telah ditentukan dalam

keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang. Hak ini

juga dapat diberikan melalui perjanjian sewa menyewa atau

perjanjian pengolahan tanah selama tidak bertentangan dengan

41
jiwa dan ketentuan undang-undang. Hak ini diatur dalam pasal

39 sampai dengan 58 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun

1996. Hak pakai memiliki jangka waktu paling lama 25 tahun

dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun serta dapat

diperbaharui untuk waktu paling lama 25 tahun. Untuk

memperpanjang jangka waktu atau pembaharuan hak pakai

atas tanah hak pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis

pemegang hak pengelolaan. Hak pakai atas tanah hak milik

tidak dapat diperpanjang tetapi dapat diperbarui atas

kesepakatan dengan pemilik tanah.

2.5 Hak Sewa

Hak sewa adalah hak yang memberikan wewenang

seseorang untuk menggunakan tanah milik orang lain dengan

membayar sejumlah uang sebagai tanda menyewa kepada

oemiliknya. Jangka waktu berakhirnya hak sewa ini sesuai

dengan kesepakatan antara pemilik dan penyewa. Hak sewa ini

dapat terhapus sesuai dengan ketentuan perjanjian sewa

menyewa dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata tidak secara spesifik

mengatur hapusnya perjanjian tetapi disebutkan mengenai

hapusnya perikatan. Pada umumnya sama karena perjanjian

sendiri lahir karena adanya perikatan. Berdasarkan pasal 1381

KUHPerdata, perikatan dapat terhapus karena hal-hal berikut:

42
 Pembayaran

 Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan

produk yang hendak dibayarkan itu di suatu tempat

 Pembayaran untang

 Kompensasi Percampuran utang

 Pembebasan utang

 Musnahnya barang yang terutang

 Kebatalan atau pembatalan

 Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan

2.6 Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan

Pasal 46 UUPA menyatakan bahwa: Hak membuka

tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh

warga Negara Indonesia dan diatur dengan peraturan

pemerintah. Dengan mempergunakan hak memungut hasil

hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik

atas tanah itu. 30 Pengaturan lebih lanjut mengenai hak

membuka tanah dan memungut hasil hutan di atur dalam

Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1976, tanggal 13

Januari 1976 Tentang Pedoman Sinkronisasi Pelaksanaan

Tugas Keagrariaan, Dengan Bidang Tugas Kehutanan,

Pertambangan, Transmigrasi Dan Pekerjaan Umum, mengenai

pelaksanaan pemberian hak pengusahaan hutan dan hak

pemungutan hasil hutan

43
Adapun Hak Atas Tanah yang sifatnya sementara

sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 53 Undang-Undang

Pokok Agraria adalah sebagai berikut:

1. Hak Gadai

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh

seseorang untuk berpiutang atas suatu barang bergerak,

yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau

seseorang lain atas namanya dan yang memberikan

kekuasaan kepada si berutang itu untuk mengambil

pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada

orang-orang berpiutang lainya dengan kekecualinya biaya

untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah

dikeluarkan untuk menyelamatkan segala barang itu

digadikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

2. Hak Usaha Bagi Hasil

Hak usaha bagi hasil adalah seseorang atau badan

hukum yang disebut pemilik, dengan perjanjian bahwa

hasilnya akan dibagi dua menurut umbangan yang disetujui

bersama. Perjanjian bagi hasil ini dilakukan oleh pemilik

tanah dengan pengelola tanah.

3. Hak Menumpang

44
Hukum adat memberikan pengertian mengenai hak

menumpang, hak menumpang menurut hukum adat adalah

suatu hak yang memperbolehkan seseorang mendirikan atau

mendiami sebuah rumah atas pekarangan orang lain. Hak

ini hampir sama dengan hak sewa, tetapi dalam hak

menumpang tidak terjadi pembayaran antara pemumpang

dengan pemilik rumah.

4. Hak Sewa Pertanian

Hak sewa sawah pertanian menurut Urip Santoso

adalah suatu perbuatan hukum dalam bentuk penyerahan

kekuasaan tanah pertanian oleh pemilik tanah pertanian

kepada pihak lain (penyewa) dalam jangka waktu tertentu

dan sehumlah uang sebagai sewa yang ditetapkan atas dasar

kesepakatan kedua belah pihak3

C. Alih Fungsi Lahan Pertanian

3.1 Pengertian Alih Fungsi

Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau

lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan

3
Pratiwia, Ratna Nur, and Fatma Ulfatun Najichab. "Mengenal Macam-Macam Hak Atas Tanah
Di Indonesia Sesuai Dengan Uupa."

45
fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya

semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang

menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan

potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan

sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-

faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk

memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah

jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang

lebih baik.

Menurut Agus (2004) konversi lahan sawah adalah suatu

proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic), bukan

suatu proses alami. Kita ketahui bahwa percetakan sawah

dilakukan dengan biaya tinggi, namun ironisnya konversi lahan

tersebut sulit dihindari dan terjadi setelah system produksi pada

lahan sawah tersebut berjalan dengan baik. Konversi lahan

merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan

jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Konversi

lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada

kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di

atas lahan pertanian yang masih produktif.

Menurut Kustiawan (1997) konversi lahan berarti alih

fungsi atau mutasinya lahan secara umum menyangkut

46
transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu

penggunaan ke penggunaan lainnya.4

Alih fungsi lahan adalah sebuah mekanisme yang

mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan dan

menghasilkan kelembagaan lahan baru dengan karakteristik sistem

produksi yang berbeda. Fenomena alih fungsi lahan adalah bagian

dari perjalanan transformasi struktur ekonomi nasional.

Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang memusat di wilayah

perkotaan menuntut ruang yang lebih luas ke arah luar kota bagi

berbagai aktifitas. Sebagai akibatnya wilayah pinggiran yang

sebagian besar berupa lahan pertanian sawah beralih fungsi

(konversi) menjadi lahan non pertanian dengan tingkat peralihan

yang beragam antarpriode dan wilayah (Dahuri dan Nugroho,

2004:73). Diperlukan sebuah aturan/regulasi yang dapat menekan

dan mengendalikan laju alih fungsi lahan, sehingga lahan-lahan

pertanian yang ada dapat terlindungi dari kegiatan alih fungsi.

Permasalahan tersebut semakin diperparah dengan

kenyataan terjadinya konversi lahan subur pertanian dan degradasi

lahan yang kian masif. Sementara keberlanjutan lahan subur yang

ada tidak terjamin dan pencetakan lahan sawah baru relatif kecil.

Padahal ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan

4
https://adoc.pub/tinjauan-pustaka-lestari-2009-mendefinisikan-alih-fungsi-lah.html di akses pada
tanggal hari jumat tanggal 28 Januari 2022 pukul 16.22

47
conditio sine-quanon untuk mewujudkan peran sektor pertanian

secara berkelanjutan (sustainable agriculture) (Pasaribu, 2007).

Kedaulatan pangan adalah hak manusia, komunitas dan

negara untuk mendefinisikan kebijakan pertanian, tenaga kerja,

perikanan, pangan dan lahan yang sesuai secara ekologi, sosial,

ekonomi dan budaya mereka. Esensi dari kedaulatan pangan

diharapkan tidak memiliki ketergantungan dengan pihak lain.

Untuk dapat menjamin kedaulatan pangan di indonesia, salah satu

isu penting adalah ketersediaan lahan yang saat ini dianggap sudah

kritis. Krisis sumberdaya lahan ini ditandai dengan turunnya

kualitas lahan (pertanian), konversi lahan pertanian (yang lebih

cepat dari pertambahan lahan pertanian baru), lahan per petani yang

semakin sempit (fragmentasi lahan), akumulasi penguasaan lahan

pada sedikit pihak, keterbatasan lahan vs peningkatan kebutuhan

untuk pangan dll, dan reformasi agraria yang belum berjalan.

Sistem keterkaitan konversi lahan dengan berbagai

komponen sistem ketahanan pangan nasional merupakan sistem

dengan keterkaitan yang sangat kompleks. Kebijakan yang terkait

dengan pengendalian konversi lahan pada sisi produksi pangan

ditentukan oleh luas lahan produksi dan produktivitas lahan,

sedangkan luas lahan produksi pertanian ditentukan oleh

pengembangan atau pemeliharaan irigasi dan pembukaan,

pencetakan lahan baru yang selanjutnya ditentukan oleh

48
ketersediaan lahan potensial yang belum dikembangkan dan lahan

pertanian kering serta kebijakan perencanaan zonasi/tata

ruang/sistem keagrariaan. Ketersediaan lahan pertanian kering akan

mempengaruhi kegiatan konversi lahan pertanian. Selanjutnya

sistem produktivitas lahan ditentukan oleh kapasitas SDM

pertanian dan fragmentasi lahan pertanian yang selanjutnya

menentukan land rent lahan pertanian dan pendapatan petani

(Rustiadi dan Wafda, 2008:39).

Kebijakan yang diberikan oleh Pemerintah yaitu dengan

diterbitkannya UndangUndang Nomor 41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada pasal 44

ayat (3) Undang-Undang Nomor UU 41 Tahun 2009, menyebutkan

bahwa:

“Pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan


pertanian pangan berkelanjutan untuk kepentingan umum
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
dengan syarat
a. Dilakukan kajian kelayakan strategis
b. Disusun rencana alih fungsi lahan
c. Dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik, dan
d. Disediakan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan
berkelanjutan yang dialihfungsikan.”
Pasal 44 ayat (3) UU 41 Tahun 2009 dapat diketahui bahwa

untuk mengalihfungsikan suatu lahan pertanian harus melakukan

kajian kelayakan strategis terlebih dahulu, disusun rencana alih

fungsi lahan, adanya pembebasan hak dari pemiliknya, dan

disediakan lahan pengganti. Meskipun sudah ada aturan berkaitan

49
dengan alih fungsi lahan pertanian tersebut tetap saja luas lahan

pertanian semakin berkurang setiap tahunnya.5

3.2 Dasar Hukum Perlindungan Lahan Pertanian

Undang-undang republik Indonesia nomor 41 tahun 2009

tentang perlindungan lahan berkelanjutan. Bahwa lahan adalah

bagian daratan dari permukaan bumi sebagai sutau lingkungan fisik

yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi

penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi

yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh

manusia.Lahan pertanian adalah bidang lahan yang digunakan

untuk usaha pertanian, lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah

bidang lahan pertanian yang yang ditetapkan untuk dilindungi dan

dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok

bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah sistem

dan proses dalam merencanakan dan menetapkan,

mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan,

dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara

berkelanjutan.6

5
Ayu, I. K., & Heriawanto, B. K. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Lahan Pertanian Akibat
Terjadinya Alih Fungsi Lahan di Indonesia. JU-ke (Jurnal Ketahanan Pangan), 2(2), 122-130.
6
Undang-undang republik Indonesia nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan
berkelanjutan, h. 3

50
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan

Pertahanan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016

Tentang Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Pada

Wilayah Yang Belum Terbentuk Tata Ruang Wilayah. Dengan

maksud bahwa, lahan pangan berkelanjutan adalah bidang lahan

pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan

secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi

kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.7

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun

2012 Tentang insentif perlindungan lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang dilindungi dan

dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok

bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, hal

ini dimaksudkan untuk melindungi lahan potensial agar

pemanfaatannya, kesesuaian dan ketersediannya tetap terkendali

untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan bekelanjutan

pada masa yang akan dating.8

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2011 Tentang Penetapan Dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan, bahwa penetapan lahan pertanian berkelanjutan

adalah proses menetapkan lahan menjadi lahan pertanian pangan


7
Peraturan menteri agrarian dan tata ruang/kepala badan pertanian nasional republik Indonesia
nomor 19 tahun 2016, h. 3
8
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang insentif perlindungan
lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, h. 1

51
berkelanjutan melalui tata cara yang diatur sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Alih fungsi lahan pertanian

berkelanjutan adalah perubahan fungsi lahan pertanian

berkelanjutan menjadi bukan lahan pertanian berkelanjutan baik

secara tetap maupun sementara.Lahan pertanian pangan

berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk

dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan

pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan

nasional.Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan

syarat mutlak untuk mewujudkan peran sektor pertanian secara

berkelanjutan, terutama dalam perannya mewujudkan kemandirian,

ketahanan, dan kedaulatan pangannasional. Di sisi lain, secara

filosofis lahan memiliki peran dan fungsi sentral bagi masyarakat

Indonesia yang bercorak agraris karena memiliki nilai ekonomis,

nilai sosial budaya dan religius9

Dalam Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia diatas, dapat dilihat bahwasannya pemerintah memberi

perhatian lebih terhadap lahan pertanian, hal tersebut dikarenakan

lahan pertanian adalah faktor produksi pangan bagi

masyarakat.Oleh sebab itu lahan pertanian harus benar-benar

dilindungi dan dikembangkan secara potensial

9
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan Dan Alih
Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, h. 2

52
3.3 Macam-Macam Alih Fungsi

Ada beberapa jenis konversi lahan yang di kelompokan

kedalam tujuh pola atau tipologi, antara lain:

a. Konversi gradual berpola sporadis; dipengaruhi oleh dua faktor

utama yaitu lahan yang kurang/tidak produktif dan

keterdesakan pelaku konversi.

b. Konversi sistematik berpola “enclave”; dikarenakan lahan yang

kurang produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak

untuk meningkatkan nilai tambah.

c. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk

(population growth driven land conversion); lebih lanjut

disebut konversi adaptasi demografi, dimana dengan

meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan konversi untuk

memenuhi kebutuhan tempat tinggal.

d. Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem

driven land conversion), disebabkan oleh dua faktor yakni

keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan.

e. Konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk

mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin

keluar dari kampung.

f. Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan

ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan

tujuan untuk meningkatkan hasil pertanian.

53
g. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi

oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan perkantoran,

sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang

yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi.10

3.4 Faktor Penyebab Alih Fungsi

Alih fungsi lahan terjadi bukan secara alamiah, akan tetapi

disebabkan oleh beberapa faktor yang mendorong alih fungsi lahan

terjadi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:

3.4.1 Faktor Internal

a. Lokasi lahan Faktor lokasi berperan penting dalam

mempengaruhi harga sebuah lahan. Lahan yang berlokasi

di tempat yang dekat dengan pusat kota atau keramaian

dan mudah dijangkau umumnya cenderung mempunyai

nilai, sehingga pemilik lebih memilih lahan tersebut

menjual atau mendirikan toko yang dianggap bisa

mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dari kondisi

lahan sebelumnya.

b. Produktifitas lahan Faktor produktifitas lahan

menekankan pemilik lahan melakukan perhitungan

manfaat yang diperoleh selama melakukan usaha tani

dan budi daya. Faktor tersebut juga mempengaruhi

10
Ita rustiani ridwan, faktor-faktor penyebab dan dampak konversi lahan pertanian

54
pemilik lahan dalam menetukan perubahan penggunaan

lahan untuk selanjutnya. Lahan yang menghasilkan

produktifitas yang lebih rendah maka tidak

dipertahankan dan bahkan dialihfungsikan menjadi lahan

yang lain, seperti lahan serba bisa atau dijadikan kebun

dengan tujuan digunakan sebagai tempat rumah, dijual,

didirikan toko dan bahkan dijadikan lahan perkebunan.

3.4.2 Faktor eksternal

a. Pertumbuhan penduduk

Penambahan jumlah penduduk salah satu

faktor alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan untuk

dijadikan perumahan atau tempat tinggal. Semakin

banyak jumlah penduduk maka semakin tinggi juga

kebutuhan tempat tinggal.

b. Nilai jual

Nilai jual merupakan faktor yang paling

berpengaruh terhadap alih fungsi lahan. Faktor

tersebut membuat petani lebih memilih menjual

lahannya dari pada dikelola sebagai tempat bercocok

tanam yang hasilnya diperoleh dalam jangka waktu

yang lama dan lebih kecil nilainya. Namun jika tanah

55
dijual hasil yang diperoleh lebih cepat dan lebih tinggi

nilainya walaupun kehilangan hak milik.

c. Peluang usaha

Lahan yang memiliki lokasi penempatan yang

strategis lebih berarti bila dijadikan sebagai lahan

yang bisa menghasilkan profit yang lebih tinggi.

d. Mutu tanah

Mutu tanah merupakan tanah atau lahan yang

memiliki nilai yang tinggi apabila dijual dapat

diperoleh keuntungan bagi pemiliknya. Mutu lahan

dan nilai jual saling berkaitan dan saling

mempengaruhi minat petani atau pemilik lahan

menjual tanah tersebut.

3.4.3 Faktor kebijakan

Faktor Kebijakan yaitu aspek regulasi yang

dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang

berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

3.4.4. Faktor ekonomi

56
Pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan

dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab

perubahan penggunaan lahan.

3.4.5. Faktor politik

Aspek politik adalah adanya kebijakan yang

dilakukan oleh pengambil keputusan mempengaruhi

penggunaan lahan.

Sehubungan dengan faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian,

dengan demikian faktor-faktor tersebut merupakan

alasan penyebab petani dalam mengambil keputusan

untuk melepas lahan garapan miliknya. Dengan petani

melepas lahan garapannya tentu saja dapat

mengakibatkan berubahnya sistem mata pencaharian atau

berubahnya status pekerjaan petani antara sebelum

melepas lahan dan sesudah melepas lahan garapannya.

Dengan perubahan sistem mata pencaharian dan

pekerjaan setelah melepas lahan untuk dialihfungsikan,

maka secara tidak langsung akan mengakibatkan

berubahnya perolehan pendapatan petani itu sendiri.11

11
Ningsih, R. (2018). Analisis Faktor-Faktor Terjadinya Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap
Status Pekerjaan dan Pendapatan Petani di Desa Krawang Sari Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan Menurut Perspektif Ekonomi Islam (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan
Lampung).

57

Anda mungkin juga menyukai