Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Profesional Fisioterapi

E-ISSN: 28097319 | P-ISSN: 28097823 Vol 1 No


1, Januari (2022) | DOI : https://doi.org/10.24127

Penambahan Mirror box therapy pada Constraint-Induced Movement Therapy (CIMT) Lebih Baik
untuk meningkatkan fungsional anggota gerak atas penderita Stroke hemiparesis

Bota Muhammad Akbar,1 Ganang Fandrian2,Al Um Aniswatun Khasanah3

1
Program Studi DIII Fisioterapi, Universitas Muhammadiyah Metro, Metro, Lampung
2
Departemen Studi DIII Fisioterapi, Universitas Muhammadiyah Metro, Metro, Lampung
3
Program Studi DIII Fisioterapi, Universitas Muhammadiyah Metro, Metro, Lampung

Bota200389@gmail.com

ABSTRAK
Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di negara maju dan ketiga terbanyak di negara
berkembang. Salah satu faktor yang menyebabkan pasien stroke menjadi tergantung dengan orang lain dan menjadi
tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhannya dan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, diantaranya adalah adanya
keterbatasan fungsional anggota gerak atas (AGA) yang mengalami kelemahan di salah satu sisi (hemiparesis) akibat
lesi neurologis saraf pusat yang mereka alami. Adapun cara pendekatan, metode dan tehnik dalam bidang fisioterapi
telah banyak yang dikembangkan guna melengkapi dan memperkaya dasar keilmuan dalam mengatasi masalah fisik
dan fungsional bagi pasien penderita stroke, diantaranya adalah metode latihan Mirror box therapy dan Latihan
Constraint Induced Movement Therapy (CIMT). Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan
desain berupa pre-test control grup design dan bersifat untuk melihat perbedaan pengaruh pemberian CIMT dengan
penambahan latihan MBT. Pada penelitian ini ada 20 sampel yang bersedia mengikuti program penelitian, sampel
yang didapatkan bersifat acak. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberikan
intervensi Constraint Idunced Movement Therapy sedangkan kelompok perlakuan diberikan intervensi Constraint
Idunced Movement Therapy dan Mirror Box Therapy Latihan kedua kelompok berlangsung selama 4 minggu dengan
3 kali latihan dalam 1 minggu. Berdasarkan pengelompokan sampel tersebut dilakukan identifikasi data berdasarkan
jenis kelamin dan usia. Pada kelompok kontrol didapatkan nilai p = 0,003, menunjukan bahwa p < 0,05 maka H0
ditolak, dapat disimpulkan bahwa hasil pemberian intervensi pada kelompok kontrol terbukti dapat meningkatkan
fungsional anggota gerak atas. Pada kelompok perlakuan didapatkan nilai p = 0,001 menunjukan bahwa p < 0,05
maka H0 ditolak, disimpulkan bahwa hasil pemberian intervensi pada kelompok perlakuan terbukti dapat
meningkatkan kemampuan fungsional anggota gerak atas. Didapatkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,154. Dari hasil
uji statistik p <α (0,05) maka dapat disimpulkan H0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Penambahan Mirror
box therapy pada Constraint-Induced Movement Therapy (CIMT) tidak lebih baik untuk meningkatkan fungsional
anggota gerak atas penderita stroke hemiparesis.

Kata Kunci: Mirror box therapy,Constraint-Induced Movement Therapy (CIMT), fungsional anggota gerak atas
,Stroke hemiparesis.

PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di negara maju dan ketiga terbanyak di negara
berkembang. Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan dibandingkan kematian.
Stroke merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak di seluruh dunia pada individual di atas 60 tahun. Beban
biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar, selain bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara (Feign,
2006).
Pada penderita stroke fisioterapis dan terapi okupasi terapi fokus untuk mengurangi gangguan motorik awal
setelah stroke sementara meningkatkan kemampuan fungsional individu , namun beberapa studi telah diukur secara
obyektif ekstremitas atas dan bawah kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang menjalani rehabilitasi.
Pengulangan ratusan gerakan yang diperlukan untuk belajar dan plastisitas otak.
(Teasell, 2010)
Salah satu faktor yang menyebabkan pasien stroke menjadi tergantung dengan orang lain dan menjadi tidak
mandiri dalam memenuhi kebutuhannya dan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, diantaranya adalah adanya

10
Jurnal Profesional Fisioterapi
E-ISSN: XXXX-XXXX | P-ISSN: XXXX-XXXX
Vol 1 No 1, Januari (2022)

keterbatasan fungsional anggota gerak atas (AGA) yang mengalami kelemahan di salah satu sisi (hemiparesis) akibat
lesi neurologis saraf pusat yang mereka alami.
Adapun cara pendekatan, metode dan tehnik dalam bidang fisioterapi telah banyak yang dikembangkan guna
melengkapi dan memperkaya dasar keilmuan dalam mengatasi masalah fisik dan fungsional bagi pasien penderita
stroke, diantaranya adalah metode latihan Mirror box therapy dan Latihan Constraint Induced Movement Therapy
(CIMT). Keduanya memiliki dasar ilmiah yang sampai saat ini masih terus dikembangkan dan diteliti oleh para
dokter maupun fisioterapis yang berkonsentrasi pada penanganan klinis bagi penderita stroke untuk memulihkan
kapasitas fisik dan kemampuan fungsional termasuk tentunya fungsi anggota gerak atas yang mengalami kelemahan
di salah satu sisi (hemiparesis) akibat lesi neurologis saraf pusat yang mereka alami.
Mirror box therapy adalah awalnya diperkenalkan oleh Ramachandran untuk mengurangi panthom pain
tungkai yang di amputasi dan dapat mengambil manfaat pemulihan fungsi tangan setelah stroke. (Soha, 2014)
Latihan CIMT merupakan salah satu latihan dalam penatalaksanaan pasien pasca stroke dimana pada CIMT
pasien diharuskan menggunakan sisi tangan yang sakit atau yang mengalami kelemahan saat melakukan program
terapi dan aktivitas sehari-hari, sementara sisi tangan lain yang sehat atau yang tidak mengalami kelemahan sengaja
ditahan atau dipaksa agar tidak digunakan untuk bergerak melakukan aktifitas sehari-hari tersebut. Termasuk dalam
melakukan stabilisasi objek kecuali saat beristirahat (Hayner, 2010).
Berdasarkan uraian latar belakang maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tersendiri dalam
bentuk skripsi yang berjudul” Penambahan Mirror Box therapy (MBT) pada Constraint-Induced Movement Therapy
(CIMT) Lebih Baik untuk Meningkatkan Fungsional Anggota gerak atas penderita Stroke Hemiparesis ”. Penelitian
yang dilakukan oleh penulis bahwa latihan diterapkan pada pasien dengan kondisi yang sama yaitu pasien pasca
stroke dan akan menilai bagaimana perbandingan peningkatan kemampuan fungsional AGA yang mengalami
kelemahan atau keterbatasan fungsional dari kedua kelompok latihan.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan desain berupa pre-test control grup design
dan bersifat untuk melihat perbedaan pengaruh pemberian CIMT dengan penambahan latihan MBT. Pada penelitian
ini variabel dibagi menjadi dua kelompok. Penelitian dilakukan dengan melihat perbedaan peningkatan kemampuan
fungsional terhadap kelompok perlakuan I ditambah kelompok perlakuan II. Kelompok perlakuan I yang diberi latihan
CIMT, dan ditambahkan kelompok perlakuan II diberi latihan MBT. Hasil pengukuran tersebut kemudian akan
dianalisa dan dibandingkan antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II sebelum dan sesudah perlakuan.
Pada penelitian ini ada 20 sampel yang bersedia mengikuti program penelitian “ Penambahan MBT pada
CIMT Lebih Baik Untuk Meningkatkan Fungsional Anggota Gerak Atas Penderita Stroke Hemiparesis ” selama 8
minggu antara bulan mei sampai juli 2015 yang dilakukan di klinik karmel Stroke servises, RT 01 RW 02 kelurahan
duri kepa dan klinik fisioterapi bapak sugriwo . Metode pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu randomized pre-
test dan post-test control group design (randomized control trial design), tujuannya agar sampel yang didapatkan
bersifat acak dengan adanya kelompok kontrol

HASIL
Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberikan intervensi Constraint Idunced
Movement Therapy sedangkan kelompok perlakuan diberikan intervensi Constraint Idunced Movement Therapy dan
Mirror Box Therapy Latihan kedua kelompok berlangsung selama 4 minggu dengan 3 kali latihan dalam 1 minggu.
Berdasarkan pengelompokan sampel tersebut dilakukan identifikasi data berdasarkan jenis kelamin dan usia sebagai
berikut.
Table 1 Distribusi berdasarkan jenis kelamin
Kelompok control Kelompok perlakuan
Jenis kelamin
N % N %
Laki-laki 6 60% 8 80%
Perempuan 4 40% 2 20%
Jumlah 10 100% 10 100%
Sumber :Data pribadi

11
Jurnal Profesional Fisioterapi
E-ISSN: XXXX-XXXX | P-ISSN: XXXX-XXXX
Vol 1 No 1, Januari (2022)

Tabel 1. Berdasarkan tabel pada kelompok control sampel semuanya laki-laki yang berjumlah 10 orang
(100%). Pada kelompok perlakuan juga mengalami hal yang sama yaitu semua sampel berjenis kelamin laki-laki yang
berjumlah 10 orang (100%).
Tabel 2 Distribusi berdasarkan usia
Kelompok control Kelompok perlakuan
Usia
N % N %
40-60 tahun 6 60% 7 70%
61-80 tahun 4 40% 3 30%
Jumlah 10 100% 10 100%
Sumber :Data pribadi
Tabel 2. Menunjukkan hasil distribusi data menurut usia pada kelompok kontrol terdapat 6 orang sampel
berusia 40-60 tahun (60%) dan 4 orang sampel berusia 61-80 tahun (40%) dengan jumlah sampel kelompok ini yaitu
10 orang (100%). Sedangkan distribusi data menurut usia pada kelompok perlakuan terdapat 7 orang sampel berusia
40-60 tahun (70%) dan 3 orang sampel berusia 61-80 tahun (30%) dengan jumlah sampel kelompok ini yaitu 10 orang
(100%).
Tabel 3 Distribusi berdasarkan Etiologi
Kelompok control Kelompok perlakuan
Sisi paresis
N % N %
Ischemic 7 70 9 90
hemorragic 3 30 1 10
Jumlah 10 100% 10 100%
Sumber : data pribadi
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat distribusi data sampel menurut etiologi pada kelompok kontrol terdapat 7
sample penderita ischemic (70%) dan 2 sample penderita hemorrhagic (30%). Sedangkan pada kelompok perlakuan
kontrol terdapat 9 sample penderita ischemic (90%) dan 1 sample penderita hemorrhagic (10%).

Hasil pengukuran nilai WMFT sebelum dan sesudah intervensi.


Tabel 4. Nilai hasil pengukuran WMFT kelompok kontrol
Kelompok Kontrol
Sampel
Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
1 21 24
2 20 21
3 58 58
4 37 38
5 55 58
6 37 40
7 7 7
8 35 36
9 38 39
10 46 48
Mean 35,40 36,90
Median 37 38.50
Standar Deviasi 15,88 16,13
Sumber : Data SPSS 21 pribadi
Berdasarkan tabel 4 pada kelompok kontrol sebelum diberikan intervensi diperoleh nilai mean 35,40 dan nilai
median 37 serta nilai standar deviasi (SD) sebesar 15,88. Kemudian sesudah diberikan intervensi selama 4 minggu
nilai WMFT kelompok kontrol naik dan diperoleh nilai mean 36,90 dan nilai median 38.50 serta SD 16,13.

12
Jurnal Profesional Fisioterapi
E-ISSN: XXXX-XXXX | P-ISSN: XXXX-XXXX
Vol 1 No 1, Januari (2022)

Tabel 5
Nilai hasil pengukuran WMFT kelompok perlakuan
Kelompok Perlakuan
Sampel
Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
1 58 59
2 31 31
3 37 38
4 53 54
5 26 27
6 39 40
7 25 27
8 5 6
9 34 34
10 20 21
Mean 32,80 33,70
Median 32,50 33,50
Standar Deviasi 15,44 15,40
Sumber : Data SPSS pribadi
Berdasarkan tabel 5 pada kelompok perlakuan sebelum diberikan intervensi diperoleh nilai mean 32,80 dan
nilai median 32,50 serta nilai standar deviasi 15,44. Sedangkan sesudah diberikan intervensi diperoleh nilai mean
16,90 dan nilai median 33,50 serta nilai standar deviasi 15,40.
Tabel 6
Hasil uji normalitas dengan shapiro wilk

Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan


Intervensi
mean ± SD p-value keterangan mean ± SD p-value Keterangan
Sebelum 35,40 ± 15,88 0,695 normal 32,80 ± 15,44 0,921 Normal
Sesudah 36,90 ± 16,13 0,635 normal 33,70 ± 15,40 0,891 Normal
Tidak
Selisih 1,60 ± 1,17 0,124 normal 0.92 ± 0,56 0,004
Normal
Sumber : Data SPSS pribadi
Berdasarkan tabel 6 pada kelompok kontrol sebelum intervensi diperoleh nilai p sebesar 0,695 dan sesudah
interversi nilai p menjadi 0,635 dengan nilai p selisih sebesar 0,124 dimana semua nilai p>0,05 maka berarti populasi
sampel kelompok kontrol berdistribusi normal.
Kemudian pada kelompok perlakuan nilai p sebelum intervensi 0,921 dan sesudah intervensi nilai p berubah
menjadi 0,891 serta selisih nilai p adalah 0,004 dimana semua nilai p > 0,05 yang berarti populasi sampel kelompok
perlakuan berdistribusi normal dan selisih perlakuan tidak normal.
Tabel 7
Hasil uji homogenitas dengan Levene’s test
Levene's test
Sebelum intervensi
p-value Keterangan

Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan 0,702 Homogeny

13
Jurnal Profesional Fisioterapi
E-ISSN: XXXX-XXXX | P-ISSN: XXXX-XXXX
Vol 1 No 1, Januari (2022)

Sumber : Data SPSS pribadi


Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai p-value dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sebesar 0,702.
Dengan begitu nilai p>0,05 maka sampel kedua kelompok homogen.
Tabel 8 Uji T-Test Related pada kelompok kontrol
T-Test Related
Kelompok Kontrol
mean ± SD p-value keterangan
sebelum intervensi 35.40 ±15,88
0,003 p<0,05
sesudah intervensi 36,90 ±16,13
Sumber : Data SPSS pribadi

Berdasarkan tabel 8 maka didapatkan nilai p = 0,003. Hal ini menunjukan bahwa p < 0,05 maka H 0 ditolak.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa hasil pemberian intervensi pada kelompok kontrol terbukti dapat
meningkatkan fungsional anggota gerak atas.
Tabel 9 Uji T-Test Related pada kelompok perlakuan
T-Test Related
Kelompok Perlakuan
mean ± SD p-value keterangan
sebelum intervensi 32,80 ±15,44
0,001 p<0,05
sesudah intervensi 33,70 ±15,40
Sumber : Data SPSS pribadi
Berdasarkan tabel 9 maka didapatkan nilai p = 0,001. Hal ini menunjukan bahwa p < 0,05 maka H 0 ditolak.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa hasil pemberian intervensi pada kelompok perlakuan terbukti dapat
meningkatkan kemampuan fungsional anggota gerak atas .
Tabel 10 Uji Mann whitney U Test selisih skor WMFT antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Mann Whitney U
Variabel
mean ± SD p-value Keterangan
selisih kelompok kontrol 3,90 ± 0,99
0,154 p<0,05
selisih kelompok perlakuan 5,10 ± 0,99
Sumber : Data SPSS pribadi
Berdasarkan tabel 10 didapatkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,154. Dari hasil uji statistik tersebut p <α
(0,05) maka dapat disimpulkan H0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Penambahan Mirror box therapy
pada Constraint-Induced Movement Therapy (CIMT) tidak Lebih Baik untuk meningkatkan fungsional anggota gerak
atas penderita Stroke hemiparesis.

PEMBAHASAN
Pada penelitian ini ada 20 sampel yang bersedia mengikuti program penelitian, sampel yang didapatkan
bersifat acak. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberikan intervensi Constraint
Idunced Movement Therapy sedangkan kelompok perlakuan diberikan intervensi Constraint Idunced Movement
Therapy dan Mirror Box Therapy Latihan kedua kelompok berlangsung selama 4 minggu dengan 3 kali latihan dalam
1 minggu. Berdasarkan pengelompokan sampel tersebut dilakukan identifikasi data berdasarkan jenis kelamin dan
usia.
Pada kelompok kontrol sampel semuanya laki-laki yang berjumlah 10 orang (100%). Pada kelompok
perlakuan juga mengalami hal yang sama yaitu semua sampel berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 10 orang
(100%). Usia pada kelompok kontrol terdapat 6 orang sampel berusia 40-60 tahun (60%) dan 4 orang sampel berusia
61-80 tahun (40%) dengan jumlah sampel kelompok ini yaitu 10 orang (100%).Usia pada kelompok perlakuan
terdapat 7 orang sampel berusia 40-60 tahun (70%) dan 3 orang sampel berusia 61-80 tahun (30%) dengan jumlah
sampel kelompok ini yaitu 10 orang (100%). Etiologi pada kelompok kontrol terdapat 7 sample penderita ischemic
(70%) dan 2 sample penderita hemorrhagic (30%). Sedangkan pada kelompok perlakuan kontrol terdapat 9 sample
penderita ischemic (90%) dan 1 sample penderita hemorrhagic (10%).
Hasil pengukuran nilai WMFT sebelum dan sesudah intervensi.
Pada kelompok kontrol sebelum diberikan intervensi diperoleh nilai mean 35,40 dan nilai median 37 serta nilai
standar deviasi (SD) sebesar 15,88. Kemudian sesudah diberikan intervensi selama 4 minggu nilai WMFT kelompok
kontrol naik dan diperoleh nilai mean 36,90 dan nilai median 38.50 serta SD 16,13. Pada kelompok perlakuan
sebelum diberikan intervensi diperoleh nilai mean 32,80 dan nilai median 32,50 serta nilai standar deviasi 15,44.

14
Jurnal Profesional Fisioterapi
E-ISSN: 28097319 | P-ISSN: 28097823 Vol
1 No 1, Januari (2022)

Sedangkan sesudah diberikan intervensi diperoleh nilai mean 16,90 dan nilai median 33,50 serta nilai standar deviasi
15,40.
Pada kelompok kontrol sebelum intervensi diperoleh nilai p sebesar 0,695 dan sesudah interversi nilai p
menjadi 0,635 dengan nilai p selisih sebesar 0,124 dimana semua nilai p>0,05 maka berarti populasi sampel
kelompok kontrol berdistribusi normal.Kemudian pada kelompok perlakuan nilai p sebelum intervensi 0,921 dan
sesudah intervensi nilai p berubah menjadi 0,891 serta selisih nilai p adalah 0,004 dimana semua nilai p > 0,05 yang
berarti populasi sampel kelompok perlakuan berdistribusi normal dan selisih perlakuan tidak normal.
Saat uji homogenitas kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sebesar 0,702. Dengan begitu nilai p>0,05
maka sampel kedua kelompok homogen.
Pada kelompok kontrol didapatkan nilai p = 0,003, menunjukan bahwa p < 0,05 maka H0 ditolak, dapat
disimpulkan bahwa hasil pemberian intervensi pada kelompok kontrol terbukti dapat meningkatkan fungsional anggota
gerak atas. Pada kelompok perlakuan didapatkan nilai p = 0,001 menunjukan bahwa p < 0,05 maka H0 ditolak,
disimpulkan bahwa hasil pemberian intervensi pada kelompok perlakuan terbukti dapat meningkatkan kemampuan
fungsional anggota gerak atas. Didapatkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,154. Dari hasil uji statistik p <α (0,05)
maka dapat disimpulkan H0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Penambahan Mirror box therapy pada
Constraint-Induced Movement Therapy (CIMT) tidak lebih baik untuk meningkatkan fungsional anggota gerak atas
penderita stroke hemiparesis.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka kesimpulan yang dapat di ambil adalah sebagai
berikut:
1. Latihan CIMT dapat meningkatkan kemampuan fungsional anggota gerak atas penderita stroke hemiparesis
2. Penambahan Latihan mirror box therapy pada latihan CIMT dapat meningkatkan kemampuan fungsional anggota
gerak atas penderita stroke hemiparesis.
3.Penambahan Mirror box therapy pada Constraint-Induced Movement Therapy (CIMT) tidak lebih baik untuk
meningkatkan fungsional anggota gerak atas penderita Stroke hemiparesis.

DAFTAR PUSTAKA

Feigin,Valery. 2006. Stroke. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer.


Hayner.k DKK,2010 .comparasion of constraint-induce movement therapy and bilateral treatment of equal intensity in
people with chronic upper-extremity dysfunction after stroke, Am J occup Ther. Vol (4) :528-39. Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20825123.
Soha Saleh. PhD.2014, Mirrored Feedback in Chronic Stroke: Recruitment and Effective Connectivity of Ipsilesional
Sensorimotor Networks; Neurorehabilitation and Neural Repair .Department of Rehabilitation and Movement Science,
Rutgers University, Newark, NJ, USAVol. 28(4) 344–354.
Teasell R, Bayona N, Heitzner J.2010. Clinical consequences of stroke: the evidence-based review of stroke
rehabilitation (EBRSR) reviews current practices in stroke rehabilitation 2008. Available at
http://www.ebrsr.com/uploads/Module_2_clinical consequences_final.pdf. Accessed July 22, 2010

15

Anda mungkin juga menyukai