INTRINSIK BIOSENTRISME
Dikerjakan oleh:
FAKULTAS FILSAFAT
YOGYAKARTA
2023
A. Latar Belakang
Bagi biosentrisme, nilai intrinsik atau inheren dari makhluk hidup wajib
dihormati oleh manusia. Nilai intrinsik merupakan landasan moral untuk dijadikan
pedoman manusia untuk bertindak menjaga keanekaragaman makhluk hidup lain. Meski
para ahli biosentrisme menyetujui adanya nilai intrinsik, formulasi nilai intrinsik ini
Nilai intrinsik kerap dilawankan dengan nilai guna (Instrumental Value). Nilai
guna adalah nilai dari suatu benda sebagai alat untuk memajukan tujuan makhluk lain
(Brennan & Lo, 2021). Misalkan saja, kuda dianggap sebagai kendaraan bagi manusia
Nilai intrinsik juga kerap dilawankan dengan nilai ekstrinsik (extrinsic value).
Nilai ekstrinsik merupakan nilai yang lebih luas dari nilai guna. Nilai ini dapat
dicontohkan dengan simbiosis mutualisme antara ikan badut dan anemon. Mereka
berdua memiliki nilai ekstrinsik yang dapat membantu satu sama lain. Anemon
memberikan tempat yang nyaman bagi ikan badut untuk berlindung dari predator.
paradigma ini muncul, fokus etika lingkungan berubah kepada keanekaragaman hayati.
justru mengalami tantangan. Salah satu tantangannya adalah nilai intrinsik yang
cenderung lebih abstrak daripada nilai ekstrinsik (maupun nilai guna). Menggambarkan
sapi yang tidak memiliki nilai guna bagi manusia sangat sulit dipahami dibandingkan
Selain itu,
burung Cuckoo memiliki keberadaan yang parasite bagi burung lain. Burung cuckoo
dianggap sebagai brood parasites (parasit induk). Burung cuckoo suka meninggalkan
anaknya ke sarang burung lain. Anak burung cuckoo Ketika menetas akan melemparkan
telur atau anak burung yang sarangnya dia tempati. Induk burung hanya dapat
makhluk parasitisme
5. Biosentrisme yang memandang hanya makhluk biologis justru kurang holistik dalam
memandang alam.
hidup mereka lupa bahwa lingkungan tidak hanya terdiri atas unsur biotik saja,
melainkan juga unsur abiotik (udara, tanah, dan gas). Skripsi ini akan menguji
ketahanan prinsip nilai intrinsik dari biosentrisme terhadap pandangan yang lebih luas
6. Rumusan Masalah
Demi mendapatkan jawaban terkait kelemahan dari Biosentrisme, berikut ini adalah
7. Keaslian Penelitian
1. Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Asa Bakti Ikwanto berjudul Konsep Etika
tahun 2011. Penelitian tersebut memiliki objek formal yang akan dibahas pada
2. Skripsi yang diteliti oleh Yan Anugerah N berjudul Konsep Ekowisata Cagar Alam
Guci dalam Tinjauan Teori Etika Lingkungan Biosentrisme pada tahun 2015.
Penelitian tersebut memiliki objek formal yang juga akan dibahas pada penelitian
3. Skripsi yang diteliti oleh Faisal Reza berjudul Kebijakan Konversi Hutan untuk
Biosentrisme yang diteliti oleh Faisal Reza tahun 2016. Objek formal penelitian
tersebut memiliki kesamaan objek material pada penelitian kali ini, yaitu
Biosentrisme.
4. Skripsi yang ditulis olah Akbar Lee Marino berjudul Tinjauan Etika Lingkungan
Yogyakarta pada tahun 2016. Penelitan tersebut berfokus pada program konservasi
penyu di wilayah pantai goa cemara. Penelitian kali ini akan memiliki objek yang
8. Manfaat Penelitian
mengarahkan agar tidak hanya berfokus pada kepentingan individual saja, melainkan
kolektif (Ekosentris).
b. Bagi Filsafat
mahasiswa dan peneliti filsafat untuk memberikan kekayaan sudut pandang filofis
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi khalayak umum untuk belajar
bertanggung jawab akan perilaku yang mereka perbuat kepada makhluk hidup lain dan
lingkungan.
B. Tujuan Penelitian
1. Memberikan pemahaman terkait pandangan biosentrisme pada etika lingkungan
biosentrisme
C. Tinjauan Pustaka
bumi. Manusia membutuhkan tumbuhan dan hewan untuk keperluan dalam hidupnya.
Makhluk lain di luar manusia kerap dianggap bernilai hanya untuk manusia saja.
Penilaian manusia kepada makhluk lain disebut sebagai nilai ekstrinsik. Salah satu nilai
ekstrinsik yang kerap dipakai oleh manusia dalam memandang makhluk lain disebut
Bagi biosentrisme setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan
berharga pada dirinya sendiri (Keraf, 2006: 49). Makhluk hidup selain manusia tidak
layak dipandang hanya sebagai alat bagi manusia. Mereka adalah makhluk hidup yang
sendiri tidak lebih unggul dari makhluk hidup lain (Keraf, 2006: 53).
Taylor (ahli etika lingkungan hidup) membagi dua kategori entitas dalam
komunitas kehidupan yaitu pelaku moral (moral agent) dan subjek moral (moral
subject). Manusia dewasa yang normal merupakan pelaku moral karena dapat
memahami mana yang baik dan buruk secara moral (Keraf, 2006: 54). Sementara,
subjek moral adalah entitas hidup (e.g.: Tumbuhan, Hewan, dan Manusia yang tidak
3. Setia pada janji untuk tidak memperdaya organisme lain atau menyakiti
mereka
membela kepentingan dan kelangsungan hidup di bumi ini karena mempunyai hak
hidup yang sama dan pantas mendapatkan perhatian dan perlindungan yang sama
seperti spesies manusia (Keraf, 2006: 69). Pandangan ini juga bisa disebut sebagai
D. Landasan Teori
Kebijakan tentang lingkungan memiliki tiga pilar utama untuk menopang, yakni
Ilmu Lingkungan, Ekonomi Lingkungan, dan Etika lingkungan (Kernohan, 2012: 3-4.
Holistik Ekosentrisme
E. Metode Penelitian
Prinsip koherensi: Segala konsep, bagian, oposisi, dan relasi, harus dapat
diselaraskan satu sama lain, sehingga tidak terkadi kontradiksi atau inkonsistensi
Prinsip idealitas: Bermuara dalam suatu etika, yaitu das Sollen bagi tindakan
manusia sebagai manusia, tidak hanya secara umum, melainkan juga secara
khusus dan terarah bagi setiap bidang yang dipertimbangkannya. (Bakker: 72).
H. Sistematika Penulisan
I. Daftar Pustaka
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Halaman Pernyataan
Halaman Persembahan (Diisi sama haidar ditambah ucapan terimakasih buat aku
yaaa)
Daftar Isi
Intisari
Abstrak
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Rumusan Masalah
2. Keaslian Penelitian
3. Manfaat Peneltian
b. Bagi Filsafat
c. Bagi Masyarakat
B. Tujuan Penelitian
C. Tinjauan Pustaka
D. Landasan Teori
E. Kerangka Penelitian
F. Metode Peneltian
1. Model Penelitian
2. Teknik Pengumpulan Data
3. Langkah Penelitan
I. Sistematika Penulisan
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Yogyakarta: Kanisius.
https://plato.stanford.edu/entries/ethics-environmental/#IntChaEnvEth
15. VanDeVeer D, Pierce C, eds. 1993. The Environmental Ethics and Policy Book.
29(1):43–61
21. Norton BG. 1987. Why Preserve Natural Variety? Princeton, NJ: Princeton
Univ. Press
24. Maguire LA, Justus J. 2008. Why intrinsic value is a poor basis for conservation
decisions. BioScience
58(10):910–11
25. Fox W. 1993. What does the recognition of intrinsic value entail? Trumpeter
10(3). http://trumpeter.
athabascau.ca/index.php/trumpet/article/view/379/601
26. Callicott JB. 1992. Can a theory of moral sentiments support a genuinely
Inquiry 35:183–98
27. Warren MA. 2000. Moral Status: Obligations to Persons and Other Living
Univ. Press